17
LAPORAN FISIOLOGI HEWAN PENCERNAAN Oleh : Nama : Gaestro Orly Hariyono NIM : 1137020022 Semester/Kelas : 4/A Kelompok : 3 (tiga) Dosen : Ucu Juwita Asissten Dosen : Nurzayini Tanggal Praktikum : 17 Februari 2015 Tanggal pengumpulan : 24 Februari 2015 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Biologi Fisiologi Hewan

Citation preview

Page 1: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

LAPORAN FISIOLOGI HEWAN

PENCERNAAN

Oleh :

Nama : Gaestro Orly Hariyono

NIM : 1137020022

Semester/Kelas : 4/A

Kelompok : 3 (tiga)

Dosen : Ucu Juwita

Asissten Dosen : Nurzayini

Tanggal Praktikum : 17 Februari 2015

Tanggal pengumpulan : 24 Februari 2015

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2015

Page 2: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Pustaka

Hewan yang aktif biasanya hidup pada kisaran suhu yang sempit dimulai pada

beberapa derajat dibawah titik beku air (0°) hingga sekitar suhu 50°. Sejumlah besar ikan dan

hewan vertebrata didaerah kutub hidup didalam air yang sangat dingin (-1,8°) pada sebagian

hewan keadaannya sangat berlawanan, didaerah sumber air panas dengan suhu berkisar 50°

dan bahkan ganggang hijau biru dan bakteri termofilik dapat hidup pada suhu luar 70°,

sebaliknya burung dan mamalia biasanya mempertahankan suhu tubuhnya hamper konstan

dan tidak terpengaruh suhu ingkungannya (Goenarso, 2005)

Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah

elemen-elemen dari homeostasis. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah

dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-

ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan

dengan sumber panas utama tubuh hewan. Ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya

berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan ektoterm

cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah

anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Sedangkan endoterm adalah hewan yang

panas tubuhnya berasal dari hasil metabolisme. Suhu tubuh hewan ini lebih konstan.

Endoterm umum dijumpai pada kelompok burung (Aves), dan mamalia.

Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior, terdapat tiga komponen

pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan

saraf eferen serta termoregulasi (Swenson, 1997). Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan

dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm suhu tubuhnya

dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan

suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan

homoiterm sering disebut hewan berdarah panas (Duke’s, 1985).

Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda

akibat kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur

normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang

waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air.

Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu

Page 3: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian

panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Proses evaporasi

yang dilakukan berfungsi untuk menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan

berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia (Swenson, 1997).

Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luar

untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem

metabolismenya hanya sedikit. Sedangkan hewan endoterm, adalah hewan yang suhu

tubuhnya berasal dari produksi panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari

metabolisme jaringan. Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara perolehan panas dari

dalam (metabolisme) atau luar dengan kehilangan panas. Untuk menghadapi cuaca yang

sangat buruk (terlalu dingin atau terlalu panas). Hewan ektoterm  perlu menghemat energi

dengan cara hibernasi atau estivasi (Guyton,1993).

Hewan ektotermik dan endotermik mempertahankan suhu tubuhya dengan

mengkombinasikan empat kategori umum dari adaptasi, yaitu:

1.  Penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dengan sekelilingnya.

Insulasi tubuh seperti, rambut, bulu, lemak yang terletak persis di bawah kulit untuk  

mengurangi kehilangan panas. Penyesuaian ini terdiri dari beberapa mekanisme, diantaranya:

a. Hewan endotermik  mengubah jumlah darah yang mengalir ke kulitnya berdasarkan   suhu

di sekitarnya. Misal pada suhu dingin maka hewan endotermik akan mengecilkan diameter

pembuluh darahnya (vasokontriksi) sehingga terjadi penurunan aliran darah, sedangkan pada

musim panas hewan endotermik akan membesarkan diameter pembuluh darahnya

(vasodilatasi) sehingga terjadi peningkatan aliran darah.

b. Pengaturan arteri dan vena yang disebut penukar panas lawan arus

( countercurrent heat exchanger). Pengaturan lawan arus ini memudahkan pemindahan panas

dari arteri ke vena di sepanjang pembuluh darah tersebut

2. Pendinginan melalui kehilangan panas evaporatif.

Hewan endotermik dan ektotermik  terestial kehilangan air melalui pernapasan dan  melalui

kulit. Jika kelembapan udara cukup rendah, air akan menguap dan hewan tersebut akan

kehilangan panas dengan cara pendingin melalui evaporasi. Evaporasi dari sistem respirasi

Page 4: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

dapat ditingkatkan dengan cara panting (menjulurkan lidah ke luar). Pendinginan melalui

evaporasi pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara berendam atau berkeringat

3. Respons perilaku.

Banyak hewan dapat meningkatkan atau menurunkan hilangnya panas  tubuh dengan cara

berpindah tempat. Mereka akan berjemur dibawah terik matahari atau pada batu panas selama

musim dingin, menemukan tempat sejuk, lembab atau masuk ke dalam lubang di dalam tanah

pada musim panas, dan bahkan bermigrasi ke lingkungan yang lebih sesuai.

4. Pengubahan laju produksi panas metabolik.

Kategori penyesuaian ini hanya berlaku bagi hewan endotermik, khususnya unggas dan

mamalia. Hewan endotermik akan meningkatkan produksi panas metaboliknya sebanyak dua

tau tiga kali lipat ketika terpapar ke keadaan dingin (Campbell, 2004).

Menurut Waterman (1960) mengemukakan bahwa hewan kecil memiliki frekuensi

denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan dewasa baik itu pada suhu atau temperatur

panas, sedang, dingin, maupun alkoholik. Hal ini disebabkan adanya kecepatan metabolik

yang dimiliki hewan kecil tersebut. Menurut Pennak (1853) mekanisme kerja jantung

Daphnia sp. berbanding langsung dengan kebutuhan oksigen per unit berat badannya pada

hewan-hewan dewasa. Daphnia sp sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu 22

– 31º C dan pH 6,5 – 7,4 yang mana organisme ini berkembang dari larva menjadi dewasa

dalam waktu empat hari (Djarijah, 1995).

Menurut Barness (1966) menyatakan bahwa denyut jantung Daphnia sp. pada

keadaan normal sebanyak 120 denyut per menit. Pada kondisi tertentu kecepatan rata-rata

denyut jantung Daphnia sp. ini dapat berubah-ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya

denyut jantung lebih cepat pada waktu sore hari, pada saat densitas populasi rendah, pada saat

betina mengerami telur. Pada waktu temperatur turun maka laju metabolisme turun dan

menyebabkan turunnya kecepatan pengambilan oksigen. Menurut Waterman (1960) pada

lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju

respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp.

Page 5: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat & Bahan

Praktikum fisiologi hewan kali ini dilakukan di laboratorium biologi Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung pada tanggal 17

Februari 2015.

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu mikroskop, stopwatch,

counter, pipet, es batu, Daphnia sp, beaker glass, bunsen, kaki tiga, kasa, dan thermometer.

2.2 Metode Kerja

Kultur Daphnia sp disiapkan, kemmudian diletakkan didalam cawan arloji yang

berbeda pada suhu 5°C (letakkan diatas batu es). Lalu pindahkan seekor daphnia dengan pipet

pada gelas objek yang cekung atau pada cawan arloji lain, lalu dilihat dibawah mikroskop.

Lakukanlah pengamatan dengan pembearan 25x, aturlah daphnia agar jantung tampak jelas

dan mudah mengikuti denyutnya. Hitunglah jumlah denyut jantung dalam interval 15 detik

(gunakan stopwatch dan alat hitung) . buatlah tiga kali pengukuran dan rata-ratakan hasillnya.

Pada setiap kali pengukuran suhu harus tetap dijaga agar tetap pada suhu yang dikehendaki.

Ukurlah denyut jantung daphnia pada suhu yang berbeda-beda mulai dari 5°C, 15°C,

25°C, 35°C, 45°C, dan 55°C. buatlah grafik yang menyatakan hubungan antara jumlah

denyyut jantung per menit untuk setiap macam suhu lingkungan, dan hitunglah Q10 pada

setiap suhu pengukuran. Sesuaikan hasil yang didapat dengan hukum Van Hoff.

Page 6: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

BAB III

HASIL & PEMBAHASAN

Berikut adalah tabel dan grafik hasil pengamatan jumlah denyutan Daphnia dengan berbagai

macam variasi suhu beserta koefisien aktivitasnya.

Suhu Jumlah denyut Rata rata denyut Q10

T1 = 50C T1.1=4

T1.2=5

T1.3=5

R1=

R1= 4,67 X 4

R1= 18,68

Q10= 10 /T2-T1

Q10 =

Q10= 0,714

T2= 150C T2.1=2

T2.2=5

T2.3=3

R2=

R2= 3,33x 4

R2= 13,33

Q10= 10 /T3-T2

Q10 =

Q10=2,100

T3=25 0C T3.1=10

T3.2=5

T3.3=6

R3=

R2=7 x 4

R3= 28

Q10= 10 /T3-T4

Q10 =

Q10=1,143

T4= 350C T4,1=8

T4.1=8

R4= Q10= 10 /T4-T5

Page 7: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

T4.3=8 R4= 8x4

R4= 32

Q10 =

Q10 =0.833

T5=450C T5.1=8

T5.2=6

T5.3=6

R5=

R5= 6,67 x 4

R5= 26,68

Q10= 10 /T5-T6

Q10 =

Q10= 1,499

T6= 550C T6.1=10

T6.2=13

T6.3=7

R6=

R6= 10x 4

R6= 40

-

Page 8: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

Dari tabel dan grafik diatas terlihat bahwa jumalah penyerapan oksigen (Q10) terbesar

terjadi pada suhu 15°C dengan besaran 2,100 dan terkecil pada suhu 5°C dengan besaran

0,714. Jumlah denyutan terbesar terjadi pada suhu 55°C dengan 40 denyutan dan terkecil

pada suhu 15°C dengan 13 denyutan saja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu

lingkungan maka jantung daphnia akan berdetak lebih cepat namun tidak diikuti dengan

penyerapan oksigen yang lebih banyak. Daphnia menyerap oksigen lebih banyak pada suhu

15°C karena itu merupakan suhu yang tepat dalam penyerapan oksigen bagi tubuhnya

sehingga jantung daphnia tidak perlu berdetak terlalu cepat.

Pada waktu temperatur turun maka laju metabolisme turun dan menyebabkan

turunnya kecepatan pengambilan oksigen. Menurut Waterman (1960) pada lingkungan

dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi

meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp.

Grafik T per suhu

Page 9: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di alam.

Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah subtropis.

Menurut Pennak (1989) klasifikasi Daphnia sp. adalah sebagai berikut :

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Sub kelas : Branchiopoda

Divisi : Oligobranchiopoda

Ordo : Cladocera

Sub ordo : Eucladocera

Famili : Daphnidae

Genus : Daphnia

Spesies : Daphnia sp.

Menurut Suwignyo & Krisanti (1997) Daphnia sp. biasanya berukuran 0,25-3 mm,

sedangkan menurut Pennak (1989) 1-3 mm. Bentuk tubuh Daphnia sp. adalah lonjong, pipih

secara lateral dan memiliki ruas-ruas tubuh walaupun tidak terlihat dengan jelas (Gambar 1).

Bagian tubuh sampai ekor ditutupi oleh cangkang transparan yang mengandung khitin.

Cangkang pada bagian kepala menyatu dengan punggung sedangkan pada bagian perut

berongga menutupi lima pasang kaki yang disebut kaki toraks (Balcer et al. 1984).

Pada bagian kepala terdapat sebuah mata majemuk (ocellus) dan lima pasang alat

tambahan, yang pertama disebut antena pertama, yang kedua disebut antena kedua yang

mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak. Tiga pasang yang terakhir adalah bagian-bagian

dari mulut (Mokoginta 2003). Umumnya cara berenang Daphnia sp. berupa hentakan-

hentakan, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa berenang dan bergerak dengan merayap

karena telah beradaptasi untuk hidup di lumut dan sampah daun-daun yang berasal dari dalam

hutan tropik (Suwignyo 1989 dalam Casmuji 2002).

Page 10: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

Daphnia sp. bereproduksi secara partenogenesis dan seksual (Curtis dan Barnes

1989). Partenogenesis adalah cara reproduksi tanpa pembuahan. Reproduksi secara

partenogenesis dapat ditemui hampir di semua kawasan sepanjang tahun dan hanya

menghasilkan individu betina (Pennak 1989). Telur akan matang dengan sendirinya di organ

ovarium yang kemudian secara tidak bersamaan akan masuk ke kantung pengeraman (brood

chamber) melalui oviduk. Jumlah telur yang dihasilkan dalam sekali bertelur bervariasi

antara 2-40 butir telur tetapi umumnya 10 sampai 20 butir. Pada suhu 10°C, Daphnia sp.

membutuhkan waktu 11 hari untuk menjadi dewasa dan 2 hari pada suhu 25°C (Delbare dan

Dhert 1996).

Pada saat kondisi kurang baik, seperti adanya perubahan suhu, kurangnya makanan

dan akumulasi limbah, produksi telur secara parthenogenesis menjadi berkurang bahkan

beberapa menetas dan telur berkembang menjadi individu jantan (Hickman 1967 dalam

Casmuji 2002). Dengan berkembangnya Daphnia sp. jantan, maka populasi mulai

bereproduksi secara seksual (Sari 2010). Telur-telur yang dihasilkan mempunyai ukuran lebih

besar dan kuning telurnya lebih banyak. Telur tersebut berwarna gelap dan buram, serta

bersifat haploid sehingga perlu pembuahan. Kondisi yang merangsang terbentuknya telur

yang menghasilkan individu jantan meliputi (a) akumulasi limbah yang mengakibatkan

tingginya populasi sp., (b) berkurangnya makanan dan (c) suhu media mencapai 14-17°C

(Pennak 1989).

Selama hidupnya Daphnia sp. mengalami empat periode yaitu telur, larva, muda dan

dewasa. Pertambahan ukuran terjadi sesaat setelah telur menetas di dalam ruang pengeraman.

Setelah dua kali instar pertama, anak Daphnia sp. yang bentuknya mirip Daphnia sp. dewasa

Page 11: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

dilepas dari ruang pengeraman. Jumlah instar pada stadium anak ini hanya dua sampai lima

kali, tetapi tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi pada stadium ini (Mokoginta 2003).

Pertambahan panjang dan bobot Daphnia sp. selama pertumbuhan cukup pesat,

terutama setelah ganti kulit. Selama instar anak terjadi pertumbuhan hampir dua kali lipat

dibandingkan sebelum ganti kulit. Pertambahan volume terjadi dalam beberapa detik atau

menit sebelum eksoskeleton baru mengeras dan kehilangan elastisitasnya. Pada akhir setiap

instar Daphnia sp. dewasa terdapat peristiwa berurutan yang berlangsung cepat, biasanya

terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam, yaitu :

1. Lepasnya atau keluarnya anak dari ruang pengeraman,

2. Ganti kulit (moulting),

3. Pertambahan ukuran,

4. Lepasnya sekelompok telur baru dari ovarium ke ruang pengeraman.

Page 12: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa perubahan aktivitas jantung daphnia

sangat tergantung terhadap suhu lingkungannya. Semakin tinggi suhunya maka semakin

jantungnya berdetak. Namun meningkatnya detak jantung dan suhu lingkungan tidak

meningkatkan koefisien aktifitas sehingga tidak sesuai dengan hukum yang dibuat oleh Van

Hoff.

Daphnia sp merupakan crustacea kecil yang hanya bisa dilihat secara jelas struktur

morfologinya di bawah mikoskop. Organ dalam Daphnia sp terlihat sangat jelas karena

kulitnya (ektoskeleton) tidak memiliki pigmen yang sangat kontras terlihat dibawah

mikroskop cahaya. Hal ini menyebabkan Daphnia sp sangat cocok untuk pembuktian hukum

Van Hoff mengenai termoregulasi secara sederhana di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A, Jane B. Reece, Lawrance G. Mitchell. 2004.  Biology. Jakarta : Erlangga.

Duke, N. H. 1995. The Physiology of Domestic Animal. New York : Comstock Publishing.

Guyton, D. C. 1993. Fisiologi HewaN Edisi 2. Jakarta : EGC.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius

Martini. 1998. Fundamental of Anatomy and Physiology 4th ed.. New Jersey : Prentice  Hall

International Inc.

Pearce ,Evelyn C. 1990. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.

Seeley,RR., T.D> Stephens, P. Tate. 2003. Canada : Thomson Brooks/Cole.

Suripto. 1998. Fisiologi Hewan. Bandung : ITB

Swenson, G. M. 1997. Dules Physiology or Domestic Animals. Publishing   Co. Inc.; USA

Tobin, AJ. 2005. Asking About Life. USA Seeley : Mc Graw Hill Company, Inc.

Page 13: Laporan Fisiologi Hewan Pencernaan