35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ukur tanah (Plane Surveying) adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran-pengukuran pada sebagian permukaan bumi guna pembuatan peta serta memasang kembali titik-titik dari peta ke lapangan (unitzet) untuk maksud-maksud tertentu. Pengukuran yang dimaksud diperlukan untuk menentukan letak relatif titik-titik di permukaan bumi dengan cara pengukuran mendatar untuk mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di permukaan bumi dan pengukuran-pengukuran tegak untuk mendapatkan hubungan tegak antara titik-titik yang diukur. Dari hasil pengukuran di lapangan kemudian data ini diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian digambar di atas kertas dalam bentuk peta. Laporan pratikum IUT 2011 Page 1

LAPORAN IUT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN IUT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu ukur tanah (Plane Surveying) adalah ilmu yang mempelajari

tentang pengukuran-pengukuran pada sebagian permukaan bumi guna pembuatan

peta serta memasang kembali titik-titik dari peta ke lapangan (unitzet) untuk

maksud-maksud tertentu.

Pengukuran yang dimaksud diperlukan untuk menentukan letak relatif

titik-titik di permukaan bumi dengan cara pengukuran mendatar untuk

mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di permukaan bumi dan

pengukuran-pengukuran tegak untuk mendapatkan hubungan tegak antara titik-

titik yang diukur. Dari hasil pengukuran di lapangan kemudian data ini

diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

digambar di atas kertas dalam bentuk peta.

Ilmu ukur tanah merupakan bagian dari ilmu Geodesi. Dalam ukur

tanah tidak diperhatikan adanya kelengkungan bumi dan sinar, hanya dihindari

agar kelengkungan bumi dan sinar tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil

ukuran.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 1

Page 2: LAPORAN IUT

1.2. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ilmu ukur tanah I ini adalah

sebagai berikut :

a. Agar mampu melakukan pengukuran dengan alat penyipat datar secara

terampil dan benar.

b. Untuk mengetahui jarak dan beda tinggi titik-titik di atas permukaan

bumi.

c. Agar mahasiswa mampu mempraktekkan penyipat datar memanjang di

lapangan dengan alat penyipat datar dan perlengkapannya serta menuliskan

data pembacaan rambu ukur pada tabel pengukuran secara benar.

1.3. Volume Pekerjaan

Volume pekerjaan adalah urutan kegiatan saat praktikum dilaksanakan.

Berikut adalah hal-hal yang akan dilakukan selama praktikum di laksanakan :

a. Persiapan perlengkapan alat ukur.

b. Persiapan pengukuran.

c. Pengukuran sipat datar memanjang.

d. Pengukuran sipat datar profil melintang.

e. Perhitungan kesalahan (koreksi) dari data pengukuran.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 2

Page 3: LAPORAN IUT

1.4. Waktu dan Pelaksanaan

Praktek pengukuran dilapangan dilakukan di kompleks kampus

Universitas Palangkaraya, di jalur depan perpustakaan sampai depan kampus

ekonomi. Pengukuran dilakukan pada tanggal 12 dan 13 Oktober 2010 dimulai

sekitar pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB.

1.5. Metode Penulisan

Pencatatan data hasil pengukuran lapangan dan penyusunan laporan

praktikum ilmu ukur tanah I ini menggunakan metode penulisan berdasarkan studi

lapangan dan studi literatur.

1.5.1. Studi Lapangan

Metode penulisan yang digunakan untuk pengisian data pada tabel hasil

pengamatan praktikum ilmu ukur tanah ini adalah dengan studi lapangan atau

pengamatan langsung di lapangan praktek.

1.5.2. Studi Literatur

Metode penulisan yang digunakan untuk menghitung data hasil

pengamatan lapangan serta penyusunan laporan adalah dengan metode literatur

Laporan pratikum IUT 2011 Page 3

Page 4: LAPORAN IUT

atau berdasarkan rumusan-rumusan yang didapat dari berbagai macam sumber

buku yang berhubungan dengan ilmu ukur tanah.

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Orientasi Lapangan

Praktikum ilmu ukur tanah ini dilaksanakan di sekitar kampus UNPAR.

Dan dimulai dari depan perpustakaan - Gedung Rektorat – Kampus Bahasa

Inggris – Kampus Pertanian – Kampus Teknik sampai di depan Kampus ekonomi.

Cuaca saat pengukuran cerah pada pukul 08.00 – 17.00 WIB.

2.2. Pengenalan Alat Ukur

Perlengkapan yang digunakan untuk melakukan pengukuran adalah alat

penyipat datar (waterpass), rambu ukur, statip, pita ukur 50 m, payung, tabel

pengukuran, serta alat tulis dan kalkulator. Berikut adalah penjelasan mengenai

alat ukur serta bagian-bagiannya.

a. Waterpass

Bagian-bagian penting dari alat Waterpass :

- Teropong jurusan

Teropong jurusan terbuat dari pipa logam, di dalamnya terdapat susunan

lensa-lensa yang terdiri dari lensa objektif, lensa okuler, dan lensa penyetel pusat.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 4

Page 5: LAPORAN IUT

Di dalam teropong terdapat pula pelat kaca yang dibalur dengan bingkai dari

logam (diafragma), sedang pada pelat kaca terdapat goresan benang silang.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 5

Page 6: LAPORAN IUT

- Niveau

Niveau adalah suatu alat yang digunakan sebagai sarana untuk membuat

arah-arah horizontal dan vertikal. Menurut bentuknya niveau dibagi menjadi dua

macam yaitu niveau kotak dan niveau tabung. Pada waterpass yang digunakan

adalah niveau kotak.

Niveau kotak, terdiri atas kotak dari gelas yang dimasukkan dalam

montur dari logam sedemikian hingga bagian atas tidak tertutup. Kotak tersebut

diisi dengan cairan atsiri (ether atau alkohol), bidang atas dari gelas diberi bentuk

bidang lengkung dengan jari-jari besar. Bagian kecil kotak itu tidak berisi zat cair,

sehingga bagian ini dari atas terlihat sebagai gelembung.

Titik teratas ditandai dengan lingkaran yang digambar di atas gelas.

Garis singgung pada titik tertinggi (tengah lingkaran) disebut garis arah niveau.

Niveau kotak dikatakan seimbang jika gelembung berada di tengah-

tengah. Cara mengaturnya dengan memutar tiga sekrup penyetel.

Sekrup-sekrup pada waterpass dan fungsinya:

- Sekrup koreksi niveau, mengatur agar garis arah niveau berubah dari keadaan

semula terhadap garis bidik teropong dan sumbu tegak

- Sekrup koreksi diafragma, mengatur kedudukan garis bidik teropong agar

berubah terhadap garis arah niveau dan sumbu tegak.

- Sekrup penyetel, mengatur kedudukan bagian atas seluruhnya berubah

terhadap bagian bawah.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 6

Page 7: LAPORAN IUT

- Sekrup helling, mengatur kedudukan garis bidik dan garis arah niveau

bersama-sama berubah terhadap sumbu tegak.

b. Mistar / Rambu Ukur

Umumnya terbuat dari kayu atau besi, panjangnya antara 3-4 meter,

bahkan ada yang 5 meter. Karena panjangnya, untuk pengangkutannya, maka

mistar ini dapat dilipat menjadi 1,5 m atau 2 meter. Skala mistar dibuat dengan

cm; tiap-tiap cm adaah blok merah, putih atau hitam. Tiap-tiap meter diberi warna

yang berlainan, merah-putih dan hitam-putih untuk memudahkan pembacaan

meter.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 7

Niveau Kotak

Waterpass yang digunakan saat praktikum Waterpass Modern

Page 8: LAPORAN IUT

c. Statip

Statip adalah salah satu perlengkapan pengukuran yang berfungsi

sebagai kaki untuk meletakkan waterpass. Statip mempunyai 3 kaki yang

berfungsi untuk menyeimbangkan berdirinya statip. Saat mendirikan statip, meja

statip harus rata karena dapat mempengaruhi seimbangnya gelembung pada

niveau.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 8

Rambu Ukur Praktikum Rambu Ukur

Statip saat Praktikum Statip Modern

Page 9: LAPORAN IUT

d. Pita Ukur

Pita ukur terbuat dari kain diberi benang dari tembaga dimasukkan

dalam minyak cat yang masak. Panjang pita ukur ada yang 10, 15, 20, 30, sampai

50 meter. Pita ukur ini di gulung dalam kotak bulat yang disebut rol.

e. Payung

Dalam pengukuran di lapangan, payung juga memiliki peran penting,

yaitu sebagai pelindung waterpass dari sinar matahari agar cairan niveau tidak

menguap.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 9

Pita Ukur

payung

Page 10: LAPORAN IUT

f. Tabel Pengukuran

Data hasil pembacaan benang dimasukkan ke dalam tabel pengukuran

untuk memudahkan analisa data.

g. Alat tulis dan Kalkulator

Alat tulis dan kalkulator, untuk mencatat data dan menghitung koreksi

kesalahan pembacaan benang.

h. Patok kayu dan paku

Berfungsi sebagai penandaan awal pengukuran dan hasil

pengukuran, dimana pada jarak tertentu setelah pengukuran dilakukan penandaan

dengan menggunakan patok/paku.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 10

Tabel PengukuranAlat Tulis & Hitung

Patok Paku

Page 11: LAPORAN IUT

2.3. Pengukuran Sipat Datar Memanjang

Pengukuran menyipat datar dimaksudkan untuk menentukan beda tinggi

antara dua titik. Bila dua titik tentu itu terletak jauh dengan jarak yang lazimnya

dibuat kira-kira 2 km, maka beda tinggi antara dua titik itu ditentukan dengan

mengukur beda tinggi titik-titik penolong yang dibuat antara dua titik yang tentu

itu.

Salah satu cara yang digunakan pada pengukuran sipat datar memanjang

adalah cara menyipat datar dari tengah-tengah. Maksudnya adalah, alat ukur

penyipat datar ditempatkan antara titik A dan B, sedang di titik A dan B

ditempatkan dua mistar. Jarak antara alat penyipat datar dan kedua mistar kira-

kira diambil jarak yang sama. Cara ini memberi hasil paling teliti, karena

kesalahan yang mungkin masih ada pada pengukuran dapat saling memperkecil.

Dengan cara ini dapat disimpulkan bahwa beda antara pembacaan

mistar belakang dan mistar muka akan menjadi beda tinggi.

2.4. Pengukuran Sipat Datar Profil Melintang

Profil melintang adalah irisan tegak lurus pada sumbu proyek dan pada

tempat-tempat penting yang didapatkan dari jarak dan beda tinggi titik-titik di atas

permukaan bumi. Jarak antara profil melintang pada graris proyek melengkung

dibuat lebih kecil dari garis proyek yang lurus. Profil melintang harus pula dibuat

di titik-titik permulaan dan titik akhir garis proyek melengkung. Profil melintang

dibuat dengan lebar 50 m-100 m kiri kanan garis proyek.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 11

Page 12: LAPORAN IUT

Pengukuran profil melintang adalah untuk menghitung banyaknya

tanah, baik yang digali maupun untuk menimbuni. Cara pengukuran profil

melintang sama dengan cara pengukuran profil memanjang, hanya jarak-jarak

adalah pendek bila dibandingkan dengan jarak-jarak pada profil memanjang.

Untuk menghitung penggalian tanah atau penimbunan tanah, cukup diambil

jumlah rata-rata penggalian tanah atau penimbunan tanah yang didapat dari dua

profil melintang yang berdekatan diperbanyak jarak antara dua profil melintang

itu.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 12

Page 13: LAPORAN IUT

BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Persiapan

Sebelum pelaksanaan praktikum dimulai, perlu dilakukan persiapan.

Beberapa persiapan yang perlu dilakukan antara lain :

A. Pemeriksaan dan Koreksi Alat Penyipat Datar.

Syarat utama alat penyipat datar adalah garis bidik penyipat datar, yaitu

garis yang melalui titik potong benang silang dan berimpit dengan sumbu optis

teropong, harus mendatar.

Untuk mengetahui apakah penyipat datar yang akan digunakan telah

memenuhi syarat tersebut, maka harus diperiksa dahulu. Apabila belum

memenuhinya, alat tersebut harus dikoreksi.

Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan dua macam pemeriksaan, yaitu :

a. Pemeriksaan alat penyipat datar.

Berikut langkah-langkah pemeriksaan alat penyipat datar :

a. Dirikan rambu ukur di titik A dan B, serta pasang alat penyipat datar pada

statip yang didirikan di tengah-tengah A dan B.

b. Setelah nivo disetimbangkan, arahkan teropong ke rambu A, lalu bacalah

harga benang tengahnya, misalnya a meter.

c. Arahkan teropong ke rambu B, bacalah benang tengahnya, misalnya b meter.

d. Hitung beda tinggi AB dengan rumus : HAB = a – b meter

Laporan pratikum IUT 2011 Page 13

Page 14: LAPORAN IUT

e. Pindahkan penyipat datar ke C yang berjarak 50 m dari B, kemudian

setimbangkan kembali nivo.

f. Arahkan teropong ke rambu A dan B, lalu pada masing-masing rambu baca

harga benang tengahnya, misalnya berturut-turut adalah c dan d meter.

g. Hitung kembali beda tinggi A dan B dengan rumus : HAB = c – d meter.

Apabila harga beda tinggi pada langkah h = pada langkah e, maka alat

penyipat datar tersebut telah memenuhi syarat. Namun, bila berbeda jauh,

berarti alat tersebut harus dikoreksi.

b. Koreksi alat penyipat datar.

Berikut langkah-langkah untuk mengoreksi alat sipat datar :

a. Hitung harga x dan y dengan rumus :

x = ½ (a – b – c + 3d) ; y = ½ (3a – 3b – c + 3d)

b. Arahkan garis bidik ke angka y pada rambu A, dengan memutar sekrup

koreksi benang silang.

c. Untuk pemeriksaan, arahkan garis bidik ke rambu B maka garis tersebut harus

mengarah ke angka x.

d. Hitung HAB = (y – x) m. Jika hasilnya sama dengan (a - b)m atau berselisih

maksimal 2 mm, berarti alat tersebut telah siap dipakai. Jika lebih, alat

tersebut harus dikoreksi kembali dengan cara seperti di atas.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 14

Page 15: LAPORAN IUT

B. Persiapan Tabel Pengukuran Penyipat Datar dan Penampang

Ada bermacam-macam bentuk tabel pengukuran penyipat datar dan

penampang, namun pada dasarnya tabel tersebut dibuat secara sistematis untuk

memudahkan para juru ukur memasukkan data.

Data yang perlu dicantumkan dalam tabel pengukuran penyipat datar

antara lain :

a.

b.

c.

d.

e.

f.

Nama juru ukur

Nama alat

Nomor seri alat

Lokasi pengukuran

Nomor jalur

Tanggal

g.

h.

i.

j.

k.

Kondisi cuaca

Nomor patok

Benang atas

Benang tengah

Benang bawah

Sedangkan data yang perlu dicantumkan dalam tabel pengukuran

penampang sebagai berikut :

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

j.

Nama juru ukur

Nama alat

Nomor seri alat

Lokasi pengukuran

Nomor halaman

Nomor jalur

Tanggal

Kondisi cuaca

Nomor patok

Tinggi patok

l.

m.

n.

o.

p.

q.

r.

s.

t.

u.

Benang atas

Benang tengah

Benang bawah

Tinggi garis bidik

Tinggi titik

Tinggi tanah

Jarak optis

Jarak antar rambu

Jarak stasion

Laporan pratikum IUT 2011 Page 15

Page 16: LAPORAN IUT

k. Tinggi alat Sketsa

3.1 Pelaksanaan Pengukuran Sipat Datar Memanjang

Misalnya pengukuran dimulai dari titik tetap atau ”bench mark” P dan

berakhir di titik tetap Q yang masing-masing diketahui ketinggiannya, melalui

titik A, B, C, dan D yang akan di ukur ketinggiannya.

Gambar 1. pengukuran penyipat datar memanjang

a. Setelah dikoreksi, penyipat datar dipasang pada statip yang didirikan di antara

BM P dan titik A, lalu diseimbangkan.

b. Rambu ukur P1 didirikan tegak di atas titik BM P dan rambu P2 di atas titik

A.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 16

P1 P2 P3 P5 P4 P6

B BM P A D BM Q C

Page 17: LAPORAN IUT

c. Teropong diarahkan ke rambu P1 di BM P, lalu baca benang atas (ba), benang

tengah (bt), benang bawah (bb).

Periksa selalu semua data tersebut dengan rumus :

bt = (ba + bb)/2

Data pengukuran dimasukkan ke dalam tabel. BM P pada kolom ”NOMOR

TITIK”, dan data pembacaan rambu pada kolom ”KEDUDUKAN I”.

d. Putarlah teropong sehingga menghadap ke rambu P2 pada titik A, baca

benangnya, kemudian masukkan datanya pada kolom ”KEDUDUKAN I”.

e. Hitung beda tinggi BM P dan titik A dengan rumus :

h = btbelakang - btmuka

f. Tulis hasil hitungan tersebut pada kolom ”h1”, dan jangan lupa menulis

tandanya, positif atau negatif.

g. Geser statip kemudian penyipat datar diseimbangkan lagi, ulangi langkah c

dan d, dan masukkan data hasil pembacaan benang pada kolom

”KEDUDUKAN II”.

Pengukuran penyipat datar dengan mengubah kedudukan seperti ini disebut

pengukuran ”Double Stand”.

h. Hitung beda tinggi BM P dan titik A dengan rumus pada langkah e, dan

tuliskan hasilnya pada kolom ”h2”.

Selisih h1 dan h2 tidak boleh lebih dari 5 mm.

Jika melebihi, pengukuran seksi tersebut harus diulang.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 17

Page 18: LAPORAN IUT

i. Pindahkan statip dan waterpass pada titik antara titik A dan B. Ulangi

langkah-langkah seperti di atas.

j. Lakukan langkah-langkah tersebut sampai salah satu rambu didirikan di titik

terakhir BM Q.

- Seringkali pengukuran penyipat datar harus dilakukan ”pulang-pergi”

untuk memperoleh data yang teliti.

- Bilamana tidak terdapat minimal dua buah titik BM, pengukuran harus

dengan ”kring tertutup”, yaitu pengukuran melingkar kembali ke titik

awal.

3.2 Pelaksanaan Pengukuran Sipat Datar Profil Melintang

Setelah perlengkapan praktikum telah siap, dan alat penyipat datar telah

di koreksi, selanjutnya dapat dilakukan pengukuran sipat datar profil melintang.

Gambar 2. pengukuran penampang melintang (dilihat dari atas)

Berikut adalah tata cara pengukuran melintang :

Laporan pratikum IUT 2011 Page 18

P1 A P2 B P3

a1 a2 a3

b1 b2 b3

c1 c2 c3

d1 d2 d3

P1 A P2 B P3

Page 19: LAPORAN IUT

a. Penyipat datar didirikan di titik A yang berada di antara titik P1 dan P2, lalu

setimbangkan nivo. Ukur tinggi alat (TA), catat data tersebut pada tabel

pengukuran.

b. Rambu ukur didirikan di titik P1. Arahkan teropong pada rambu P1. Catat data

benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb). Periksa setiap data

dengan rumus : bt = (ba + bb)/2

c. Pindahkan rambu ke kiri dan kanan patok P1 tegak lurus sumbu proyek di

beberapa titik di tanah yang mewakili penampang tanah.

d. Lakukan hal yang sama di setiap titik perpindahan sejauh 200 m, dengan

memindahkan waterpass dan rambu ukur ke titik berikutnya, sampai seluruh

titik detail melintang sumbu proyek tiap 200 m di ukur. Dan masukkan tiap

hasil pembacaan data pada tabel pengukuran serta periksa setiap data dengan

rumus pada langkah b.

Laporan pratikum IUT 2011 Page 19

Page 20: LAPORAN IUT

BAB IV

PENGOLAHAN DATA

Saat melakukan pengukuran di lapangan proyek, setiap data hasil

pembacaan benang harus dimasukkan ke dalam tabel pengukuran. Beda tinggi

antara pembacaan benang muka dan belakang tidak boleh lebih dari 5 mm. Untuk

itu setiap kali pembacaan benang dan memasukkan data ke tabel pengukuran, ada

baiknya untuk selalu menghitungnya kembali dengan kalkulator, agar jika terjadi

kesalahan pembacaan benang, pengukuran dapat segera diulang. Setelah

pengukuran selesai dilaksanakan, hasil pengukuran tersebut akan dianalisa untuk

mengetahui tinggi tanah di sekitar lapangan proyek, untuk selanjutnya dapat

digambarkan ke dalam peta.

4.1. Perhitungan Data Pengukuran Sipat Datar Memanjang

Setelah proses pengukuran tanah telah selesai dilakukan dan semua data

hasil pembacaan telah dimasukkan ke dalam tabel hasil pengukuran, selanjutnya

data tersebut akan dianalisis. Berikut adalah tata cara perhitungan penyipat datar :

a. Hitung beda tinggi rata-rata kedudukan I dan II. Cantumkan hasilnya pada

kolom hrata2 di baris yang sesuai.

b. Hitung jarak optis dengan rumus : Doptis = (ba - bb) x 100.

Cantumkan hasilnya pada kolom Doptis di baris yang sesuai.

c. Jumlahkan seluruh beda tinggi, lalu hitung selisih tinggi BM Q (Hq) dan BM P

(Hp). Syarat matematisnya adalah : ∆h = Hq – Hp

Page 21: LAPORAN IUT

Karena dalam setiap pengukuran selalu terjadi kesalahan (galat) maka syarat

tersebut tidak akan terpenuhi, dan harga kesalahan dapat dihitung dengan

rumus : Hq – Hp - ∆h

d. Hitung batas toleransi pengukuran tersebut dengan rumus :

Toleransi = ± (12 √Dkm) mm.

e. Kesalahan yang masih dalam batas toleransi harus dikoreksi agar memenuhi

syarat matematis (c). Besar koreksi (k) diberikan menurut perbandingan jarak

(d), dengan rumus : k = - (d/dtotal) x kesalahan

i = nomor titik

Cantumkan besar koreksi tersebut tepat di bawah masing-masing beda tinggi

yang sesuai.

f. hitung tinggi titik-titik lainnya dengan rumus :

H2 = H1 + ∆h12

Dengan : H2 = tinggi titik yang akan ditentukan

H1 = tinggi titik yang sudah diketahui

∆h12 = beda tinggi antara kedua titik

Cantumkan harga tinggi ini pada kolom ”TINGGI H” pada baris yang sesuai.

Dengan demikian harga tinggi seluruh titik tersebut dapat diketahui.

4.2. Perhitungan Data Pengukuran Profil Melintang

Setelah proses pengukuran detail melintang lapangan telah selesai

dilakukan dan semua data hasil pembacaan telah dimasukkan ke dalam tabel hasil

Page 22: LAPORAN IUT

pengukuran, selanjutnya data tersebut akan dianalisis. Berikut adalah tata cara

perhitungan profil melintang :

a. Dalam perhitungan penampang melintang, salah satu atau beberapa titik harus

diketahui tingginya. Misalnya tinggi titik P1 = x m.

b. Hitung tinggi garis bidik (TGB) dengan rumus :

TGB = tinggi BM + benang tengah.

c. Hitung tinggi tanah dengan rumus : Tinggi tanah = tinggi titik – tinggi

patok.

d. Hitung jarak optis dengan rumus : Jarak optis = 100 x (ba – bb).

e. Hitung tinggi titik detail dan titik patok dengan rumus :

Tinggi titik = TGB – benang tengah

f. Hitung tinggi titik A dengan rumus :

Tinggi titik berdiri alat – TGB – tinggi alat.

g. Hitung jarak optis dengan rumus : Doptis = (ba – bb) x 100.

Jarak optis ini harus diubah menjadi jarak antar rambu.

h. Hitung jarak stasion dengan rumus :

Jarak sta = sta belakang + jarak antar titik.

h. Untuk seksi berikutnya, hitung garis bidik dengan mengacu pada tinggi titik

P2.

i. Hitung tinggi titik detail penampang melintang, serta hitung jarak antar titik.

j. Lakukan perhitungan seperti di atas untuk seksi-seksi berikutnya sampai

seluruh titik yang diperlukan dapat diketahui tinggi dan jaraknya.

Page 23: LAPORAN IUT

BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Makalah ini berusaha untuk menjelaskan sejelas-jelasnya tentang alat ukur

tanah yang digunakan dalam pengukuran daerah-daerah tertentu di permukaan

bumi, baik itu untuk pengukuran jarak, pengukuran beda tinggi dan pengukuran

sudut. Dan menjelaskan bagian-bagian dari alat-alat ukur tersebut. Dalam

penggunaan alat ukur jarak, beda tinggi, sudut kita harus mengetahui fungsi-

fungsi dari bagian alat ukur tersebut agar tidak terjadi kesalahan pengukuran

dilapangan.

5.2. SARAN

Sebelum menggunakan alat ukur sebaiknya mengetahui dulu fungsi

bagian-bagian alat ukur tersebut dengan sebaik-baiknya.

Page 24: LAPORAN IUT

Daftar Pustaka

Sinaga, Indra. 1999. Pengukuran Dan Pemetaan Pekerjaan Konstruksi. Jakarta : Erlangga.

Wongsotjitro, Seotomo. 2000. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta : Kanisius.

Briker, Russell C. 2000. Dasar-Dasar Pengukuran Tanah. Jakarta: Erlangga.

Ruiter, ing D. de. 1980. Mengukur dan Menentukan Titit-Titik di Lapangan. Jakarta: Erlangga.

Web-web Internet