Upload
hadijah-srd
View
639
Download
65
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
ODS AMBLYOPIA AMETROPIK (H53.023)
Dibacakan Oleh : dr. Hadijah
Pembimbing : dr. Fatimah Dyah NA, Sp. M
Dibacakan : 16 Oktober 2013
I. PENDAHULUAN
Amblyopia yang dikenal juga dengan “lazy eye” atau mata malas
merupakan penurunan ketajaman penglihatan unilateral atau bilateral (jarang),
yang tidak dapat dikoreksi tanpa ditemukan adanya kelainan struktural pada mata
atau jaras penglihatan posterior. Hal ini merupakan akibat gangguan proses
perkembangan visus sentral. Klasifikasi amblyopia dibagi ke dalam beberapa
kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya yaitu amblyopia
strabismik, fiksasi eksentrik, amblyopia anisometrik, amblyopia ametropik dan
amblyopia deprivasi. 1,2,3
Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan.
Insidensinya pada populasi umum sekitar 2% sampai 2.5%. Prevalensi amblyopia
di Indonesia pada penelitian murid-murid kelas I SD di Kotamadya Bandung pada
tahun 1989 sebesar 1,56%, sedangkan penelitian tentang amblyopia pada 54.260
anak SD di kecamatan DIY pada tahun 2005 prevalensi amblyopia sebesar 0,35%. 4,5
Laporan kasus ini menyajikan kasus seorang anak perempuan dengan ODS
Amblyopia yang disebabkan oleh ODS astigmatisma miop kompositus yang tidak
dikoreksi.
1
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. T
Umur : 9 tahun
Alamat : Cinde Dalam No. 21 RT 8 RW 5 Kel. Jomblang Kec. Candi Sari
Kodia Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar SD kelas 4
CM : B329289
III. ANAMNESIS
Alloanamnesis tanggal 11 September 2013
Keluhan Utama : kedua mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh kedua matanya kabur saat melihat jauh sejak 1 bulan
yang lalu, kabur saat melihat jauh Pasien tidak merasakan ada keluhan ketika
membaca buku.
Pasien tidak dapat mengingat perkembangan penyakit secara rinci. Saat di
kelas pasien duduk pada deret ke-3 dan tidak dapat melihat tulisan di papan tulis
dengan jelas. Mata tidak merah, tidak nrocos, tidak sakit/ cekot-cekot dan tidak
tampak juling. Sejak umur sekitar 5 tahun pasien suka menonton televisi dengan
jarak yang sangat dekat, namun tidak pernah mengeluh matanya kabur. Pasien
tidak pernah dibawa periksa ke dokter/dokter mata karena tidak merasakan ada
keluhan dalam aktifitas sehari-hari.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat pemakaian kacamata disangkal
- Pasien jarang membaca buku sambil tiduran, apabila menonton TV pada jarak
2-3 meter
Riwayat Neonatus
- Lahir cukup bulan, berat badan 3100 gram
2
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat anggota keluarga memakai kacamata minus disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
- Anak pertama dari dua bersaudara. Ayah bekerja sebagai konsultan PLN dan
ibu seorang ibu rumah tangga. Biaya berobat ditanggung orang tua. Kesan
sosial ekonomi cukup.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Status Presen ( 11 September 2013)
A. Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36.5 oC
Kepala : Mesosefali
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
3
B. Status oftalmologis
Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus 3/60 4/60Koreksi S-4.50 C-1.00 X 10o 6/20 NBC S-3.00 C-1.00 X 160o 6/12 NBCBinokularitas 6/8.5, Distorsi (-)WFDT Diplopia (-), persepsi simultan (+)
Bulbus okuli Ortofori, Hirschberg test 0o
Parese/paralise Gerak bola mata bebas ke segala arah
Gerak bola mata bebas ke segala arah
Palpebra Udem (-), spasme (-) Udem (-), spasme (-)Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainanKornea Jernih Jernih COA Kedalaman cukup, TE (-) Kedalaman cukup, TE (-)Iris Kripte (+) Kripte (+)Pupil Bulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) NBulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) NLensa Jernih JernihCV Turbidity(-) Turbidity (-)Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlangTIO Schiotz 6/5,5 = 14,6 mmHg 6/5,5 = 14,6 mmHg
Funduskopi ODS
Papil N II : bulat, batas tegas, kuning kemerahan, CDR 0.3
Vasa : AVR 2.3 perjalanan vasa dalam batas normal
Retina : tigroid (-), lacquer cracks (-), tear/hole (-)
Makula : fovea refleks (+) cemerlang, fiksasi eksentrik (+)
4
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG- Crowding phenomenon (+)
VOD = 6/10
VOS = 6/7.5
- Retinometri
OD : 0.12 ≈ 6/48
OS : 0.32≈ 6/19
- Streak Retinoskopi
OD : S -5.50 C +1.00 X 90o S -4.50 C -1.00 X180o
OS : S -4.50 C +0.50 X 80o S -4.00 C -0.50 X 170o
Uji hasil streak retinoskopi
OD : 6/12 NBC
OS : 6/8.5 NBC
Binokular : 6/8.5 NBC, distorsi (+)
VI. RESUME
ANAMNESIS
Seorang anak perempuan usia 9 tahun datang ke poliklinik mata RSDK
dengan keluhan utama penurunan visus pada kedua mata sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien tidak merasakan ada keluhan ketika membaca buku.
Pasien tidak dapat mengingat perkembangan penyakit secara rinci. Sejak
umur sekitar 5 tahun pasien suka menonton televisi dengan jarak yang sangat
dekat, namun tidak pernah mengeluh matanya kabur. Pasien tidak pernah dibawa
periksa ke dokter/dokter mata karena tidak merasakan ada keluhan dalam aktifitas
sehari-hari.
PEMERIKSAAN FISIK
5
Status Generalisata : dalam batas normal
Status Oftalmologis :
Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus 3/60 4/60Koreksi S-4.50 C-1.00 X 10o 6/20 NBC S-3.50 C-1.00 X 160o 6/12 NBCBinokularitas 6/8.5, Distorsi (-)WFDT Diplopia (-), persepsi simultan (+)
Bulbus okuli Ortofori, Hirschberg test 0o
Parese/paralise Gerak bola mata bebas ke segala arah
Gerak bola mata bebas ke segala arah
Palpebra Udem (-), spasme (-) Udem (-), spasme (-)Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainanKornea Jernih Jernih COA Kedalaman cukup, TE (-) Kedalaman cukup, TE (-)Iris Kripte (+) Kripte (+)Pupil Bulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) NBulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) NLensa Jernih JernihCV Turbidity(-) Turbidity (-)Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlangTIO Schiotz 6/5,5 = 14,6 mmHg 6/5,5 = 14,6 mmHg
Funduskopi ODS
Papil N II : bulat, batas tegas, kuning kemerahan, CDR 0.3
Vasa : AVR 2.3 perjalanan vasa dalam batas normal
Retina : tigroid (-), lacquer cracks (-), tear/hole (-)
Makula : fovea refleks (+) cemerlang, fiksasi eksentrik (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Crowding phenomenon (+)
VOD = 6/10
VOS = 6/7.5
- Retinometri
6
OD : 0.12 ≈ 6/48
OS : 0.32≈ 6/19
- Streak Retinoskopi
OD : S -5.50 C +1.00 X 90o S -4.50 C -1.00 X180o
OS : S -4.50 C +0.50 X 80o S -4.00 C -0.50 X 170o
Uji hasil streak retinoskopi
OD : 6/12 NBC
OS : 6/8.5 NBC
Binokular : 6/8.5 NBC, distorsi (+)
VII. DIAGNOSIS KERJA
ODS Amblyopia ametropia
VIII. PENATALAKSANAAN
- Resep kacamata
OD : S-4.50 C-1.00 X 10o
OS : S-3.50 C-1.00 X 160o
- Patching mata kiri 1 jam per hari evaluasi setelah 1 bulan
IX. PROGNOSIS
PROGNOSIS OD OSQUO AD VISAM ad bonam ad bonamQUO AD SANAM ad bonam ad bonamQUA AD COSMETICAM ad bonamQUO AD VITAM ad bonam
X. EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan kedua mata kabur
karena rabun jauh dan astigmatisma dan diperlukan kacamata minus dan
silinder untuk memperbaiki tajam penglihatan.
7
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan pasien tidak dapat
maksimal meskipun dibantu dengan kacamata karena sudah terjadi mata malas
karena rabun jauh dan astigmatisma yang sudah lama tidak dikoreksi.
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa setelah pemakaian kacamata
perlu dilakukan penutupan mata kiri 1 jam perhari saat terjaga untuk melatih
mata kanan.
4. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar kontrol ke poli mata setelah 1
bulan untuk mengevaluasi tajam penglihatan.
6. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar membaca jangan terlalu dekat,
membaca di ruangan yang cukup terang dan jangan membaca sambil tiduran.
8
FOLLOW UP
Tanggal 2 November 2013 (setelah koreksi kacamata dan patching mata kiri 1 jam per hari selama 1 bulan)
Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus 3/60 4/60Koreksi S-4.50 C-1.00 X 10o 6/20 NBC S-3.00 C-1.00 X 160o 6/12 NBCBinokularitas 6/8.5, Distorsi (-)Crowding phenomenon
VOD = 6/10 VOS = 6/7.5
WFDT Diplopia (-), persepsi simultan (+)
Bulbus okuli Ortofori, Hirschberg test 0o
Parese/paralise Gerak bola mata bebas ke segala arah
Gerak bola mata bebas ke segala arah
Palpebra Udem (-), spasme (-) Udem (-), spasme (-)Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainanKornea Jernih Jernih COA Kedalaman cukup, TE (-) Kedalaman cukup, TE (-)Iris Kripte (+) Kripte (+)Pupil Bulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) NBulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) NLensa Jernih JernihCV Turbidity(-) Turbidity (-)Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlangTIO Schiotz 6/5,5 = 14,6 mmHg 6/5,5 = 14,6 mmHg
Tatalaksana
- Resep kacamata
OD : S-4.50 C-1.00 X 10o
OS : S-3.50 C-1.00 X 160o
- Patching mata kiri 2 jam per hari evaluasi setelah 1 bulan
9
DISKUSI
Amblyopia yang dikenal juga dengan “lazy eye” atau mata malas
merupakan penurunan ketajaman penglihatan unilateral atau bilateral
(jarang) yang tidak dapat dikoreksi, tanpa ditemukan adanya kelainan
struktural pada mata atau jaras penglihatan posterior. Hal ini merupakan
akibat gangguan proses perkembangan visus sentral, dapat disebabkan
karena strabismus, anisometropia atau kelainan refraksi bilateral yang
tinggi dan deprivasi stimulus. Penurunan tajam penglihatan disebabkan
karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokuler abnormal atau
keduanya. 1,2,3,4
Kerusakan penglihatan sentral terjadi pada amblyopia, sedangkan
daerah penglihatan perifer biasanya masih tetap normal. Studi
eksperimental pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita
menunjukkan bahwa amblyopia dapat terjadi sebelum usia 8 tahun
disebabkan karena kekeruhan media refrakta, strabismus atau kelainan
refraksi. Secara umum waktu yang memungkinkan untuk tejadinya
amblyopia karena kekeruhan media refrakta lebih singkat dibandingkan
strabismus maupun anisometropia. 1,2
Klasifikasi amblyopia berdasarkan kelainan yang menjadi
penyebabnya:
1. Amblyopia Strabismik
Amblyopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau
terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak
menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat
penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi
penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.1
2. Amblyopia Anisometropik
Terbanyak kedua setelah amblyopia strabismik, terjadi aniseikonia sehingga
tidak terjadi fusi. Derajat ringan anisometropia hiperopia atau astigmatisma
10
(1-2D) dapat menyebabkan amblyopia ringan. Miopia anisometropia ringan
(<-3D) biasanya tidak menyebabkan amblyopia, tapi miopia tinggi unilateral
(-6D) sering menyebabkan amblyopia berat.1
3. Amblyopia Ametropik
Amblyopia ametropik terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak
dikoreksi, yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri.
Mekanisme terjadinya amblyopia ametropik ialah bayangan retina yang
kabur. Amblyopia bilateral dapat disebabkan karena hiperopia lebih dari 5 D,
miopia lebih dari 6 D dan astigmatisma yang memerlukan lensa silinder lebih
besar dari 2 D. Axis oblik yang berbeda lebih dari 15o dari sumbu utama
merupakan faktor risiko terjadinya amblyopia pada astigmatisma miop
simpleks. 1,4
4. Ambyopia Deprivasi Stimulus
Bentuk ambyopia ini sedikit dijumpai namun merupakan yang paling parah
dan sulit diperbaiki. Anak kurang dari 6 tahun dengan katarak kongenital
yang menutupi bagian sentral dengan ukuran 3 mm atau lebih harus dianggap
dapat menyebabkan amblyopia berat. Kekeruhan lensa yang sama yang
terjadi pada usia lebih dari 6 tahun umumnya kurang berbahaya. Amblyopia
oklusi adalah bentuk amblyopia deprivasi disebabkan karena penggunaan
patch (penutup mata) yang berlebihan.1
Diagnosis amblyopia ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan oftalmologis. Gejala klinis amblyopia yang terpenting adalah
penurunan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi. Terdapat kecurigaan
amblyopia bilateral bila ada kelainan refraksi yang bermakna diikuti dengan
gejala dan tanda berikut: 5
- Anak harus maju pada saat melihat tv ataupun di dalam kelas
- Visus tidak mencapai normal dengan lensa koreksi
- Penurunan visus tidak berhubungan dengan kelainan struktural lintasan
visual.
11
Pemeriksaan oftalmologis pada pasien amblyopia menunjukkan penurunan
visus yang tidak dapat dikoreksi tanpa ditemukan adanya kelainan struktural pada
mata atau jaras penglihatan posterior. Pemeriksaan lainnya pada amblyopia yaitu:
1. Crowding Phenomen
Pasien amblyopia menunjukkan crowding phenomen, yaitu tajam
penglihatan membaca optotipe tunggal 1-2 baris lebih bagus dibandingkan
membaca optotipe multipel. Mata amblyopia dengan tajam penglihatan
20/20 (6/6) pada huruf isolasi dapat turun sampai 20/100 (6/30) bila ada
interaksi bentuk (countour interaction).5, 6
Perbedaan kemampuan membaca huruf optotipe dapat ditemukan
pada saat pasien amblyopia kontrol selama pengobatan. Pasien dikatakan
belum sembuh bila masih terdapat crowding phenomen. 6
2. Netral Density Filter Test
Tes ini digunakan untuk membedakan amblyopia fungsional dan
organik. Filter densitasnetral (Kodak No.96, ND 2.00 dan 0,50). Netral
Density Filter test (NDF) mempunyai efek menurunkan luminasi secara
menyeluruh. Tajam penglihatan pada mata yang amblyopia akan membaik
bila diberikan NDF, sedangkan mata yang sehat akan memburuk. Sebagai
contoh, pasien amblyopia dengan visus 20/20 pada mata yang sehat dan
20/60 pada mata amblyopia, pada keadaan penerangan biasa kedua visus
tersebut menunjukkan perbedaan 4 baris. Setelah diperiksa dengan NDF
maka mata yang sehat mempunyai visus 20/50 (memburuk) dan mata
amblyop tetap 20/60, sehingga hanya terjadi perbedaan satu baris optotipe
Snellen. Penurunan visus pada mata amblyop menunjukkan adanya
amblyop organik. Keuntungan tes ini dapat digunakan
untuk screening secara cepat sebelum dikerjakan terapi oklusi, saat
penyebab amblyopia tidak jelas.1,5,6,7
3. Fiksasi eksentrik
12
Fiksasi eksentrik terjadi karena bayangan jatuh di luar fovea saat mata
berusaha untuk melihat binokular. Fiksasi eksentrik menunjukkan adanya
amblyopia berat. Amblyopia berat mempunyai prognosis penglihatan yang
buruk.5
4. Uji Worth’s Four Dot
Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi,
korespondensi retina abnormal, supresi pada satu mata dan juling.
Penderita memakai kacamata dengan filter merah pada mata kanan
dan filter hijau pada mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1
berwarna merah, 2 hijau, dan 1 putih. Lampu atau titik putih akan terlihat
merah oleh mata kanan dan hijau oleh mata kiri. Lampu merah hanya
dapat dilihat oleh mata kanan dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh
mata kiri. Apabila fusi baik maka akan terlihat 4 titik dan lampu putih
terlihat sebagai warna campuran hijau dan merah. Empat titik juga dapat
dilihat oleh mata juling tetapi telah terjadi korespondensi retina yang tidak
normal. Apabila terdapat supresi maka akan terlihat hanya 2 merah bila
mata kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan. Diplopia
melihat 5 titik yaitu 3 merah dan 2 hijau yang.1,7
Tujuan manajemen amblyopia yaitu: 5
1. Visus pasien kembali normal dan seimbang antara kedua mata
2. Posisi aksis okular dan persepsi kedalaman yang sempurna.
Respon terhadap manajemen amblyopia ini menurut beberapa peneliti tergantung
beberapa hal antara lain: 5
1. Penyebab amblyopia
2. Beratnya dan awal terjadinya amblyopia
3. Umur saat terapi dimulai
4. Lamanya terapi amblyopia
5. Metode terapi amblyopia
6. Kepatuhan pasien
Penatalaksanaan amblyopia meliputi langkah-langkah berikut:1
13
- Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti
katarak
- Koreksi kelainan refraksi
- Penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata
yang lebih baik
Terapi oklusi yaitu menutup mata yang sehat untuk memberikan
stimulasi pada mata yang amblyopia. Oklusi pertama dimulai selama 1
minggu untuk setiap tahun, contohnya bayi usia 6 bulan di oklusi selama 3
hari, anak usia 1 tahun dioklusi selama 1 minggu, usia 2 tahun dioklusi
selama 2 minggu, 3 tahun selama 3 minggu dan seterusnya. Terapi inisial
yang tidak didapatkan perbaikan yang bermakna dan tidak timbul gejala
ambliopia pada mata yang dioklusi, maka oklusi dapat diulangi. Jika
dalam waktu 6 bulan terapi oklusi tidak didapatkan perbaikan, maka terapi
dihentikan dan dicari kemungkinan adanya kelainan organik. Semakin
baik visus saat terapi oklusi dilakukan akan semakin pendek waktu terapi
oklusi. Terapi oklusi dapat dilakukan hingga pasien berumur 9 tahun untuk
mempertahankan hasil atau perbaikan yang telah dicapai, sehingga pasien
harus tetap diobservasi sampai mencapai umur tersebut.5
Studi yang membandingkan terapi oklusi 4 jam per hari dan 2 jam
per hari pada penderita ambliopia, setelah dilakukan follow up selama 3
bulan terdapat perbaikan visus yang signifikan (> 3 baris) pada pasien
yang dioklusi selama 4 jam per hari (90%) sedangkan pada pasien yang
dioklusi 2 jam per hari perbaikan visus hanya 52.6%. Pediatric eye disease
investigator group melakukan penelitian pada tahun 2003 dengan
membandingkan oklusi sepanjang hari dengan oklusi 6 jam, menunjukkan
bahwa reaksi tambahan pada mata yang sehat lebih sering terjadi pada
oklusi yang sepanjang hari dibandingkan dengan yang 6 jam.5
Terapi lainnya yaitu penalisasi yang merupakan alternatif terapi
oklusi, pada keadaan dimana oklusi sulit untuk dilakukan atau bahkan
tidak mungkin. Terapi penalisasi dapat dilakukan dengan cara penalisasi
14
optik atau penalisasi atropin. Berdasarkan penelitian yang membandingkan
pemberian atropin dan terapi oklusi sebagai terapi amblyopia yang
moderate pada anak usia 3 sampai 7 tahun oleh The Pediatric Eye Disease
Investigator Group menyatakan bahwa kedua terapi dapat digunakan
dengan angka keberhasilan 74% untuk atropin dan 79% pada terapi
oklusi.5
Kasus ini didiagnosis sebagai ODS amblyopia ametropia berdasarkan
anamnesis adanya keluhan kedua mata kabur saat melihat jauh sejak 1 bulan yang
lalu tanpa disertai mata merah, nrocos, sakit dan juling. Sejak umur sekitar 5
tahun pasien suka menonton televisi dengan jarak yang sangat dekat, namun tidak
pernah mengeluh matanya kabur. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus
mata kanan 3/60 dengan koreksi S-4.50 C-1.00 X 10o 6/20 NBC, sedangkan mata
kiri 4/60 dengan koreksi S-3.50 C-1.00 X 160o 6/12 NBC. Pemeriksaan
binokularitas didapatkan visus 6/6 F1. Pemeriksaan streak retinoskopi mata kanan
S -5.50 C +1.00 X 90o ditransposisi menjadi S -4.50 C -1.00 X180o 6/12 NBC ,
sedangkan mata kiri S -4.50 C +0.50 X 80o ditransposisi menjadi S -4.00 C -0.50
X 170o 6/8,5 NBC, pemeriksaan binokularitas 6/8.5 NBC, distorsi (+). Hasil
retinometri mata kanan 0.12 ≈ 6/48 dan mata kiri 0.32≈ 6/19.
Kelainan refraksi pada kedua mata pasien dengan koreksi terbaik tidak
dapat mencapai visus 6/6. Anak dengan kelainan refraksi tersebut biasanya akan
bergerak maju mendekati obyek yang dilihat untuk mendapatkan penglihatan yang
lebih baik. Amblyopia bilateral dapat disebabkan karena hiperopia lebih dari 5 D,
miopia lebih dari 6 D dan astigmatisma yang memerlukan lensa silinder lebih
besar dari 2 D. Kasus ini dari hasil pemeriksaan visus menunjukkan adanya
astigmatisma miop kompositus, lensa koreksinya spheris negatif kurang dari 6 D
dan silinder kurang dari 2 D. Pemeriksaan tambahan lain untuk menegakkan
diagnosis amblyopia pada kasus ini yaitu Crowding phenomen dan fiksasi
eksentrik. Uji Worth’s Four Dot menunjukkan penglihatan pasien binokuler.1,4
Penatalaksanaan pada kasus ini dilakukan dengan koreksi kelainan
refraksi dan patching pada mata kiri 1 jam perhari selama 1 bulan.
Ambliopia karena kelainan refraksi sangat penting dilakukan perbaikan
15
visus dan pemberian kacamata dengan koreksi maksimal berdasar hasil
streak retinoskopi yang dilakukan sejak awal dan digunakan secara terus
menerus serta konstan. Pasien ini diberi koreksi bukan dari hasil streak
retinoskopi karena pasien mengeluh pusing saat menggunakan lensa
koreksi yang sesuai dengan streak retinoskopi. Terapi oklusi yaitu
menutup mata yang sehat untuk memberikan stimulasi pada mata yang
amblyopia. 5
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 tentang terapi
amblyopia pada anak usia 7-17 tahun menunjukkan bahwa 25% dari
seluruh pasien amblyopia dapat membaik setelah diberikan terapi
kacamata. Ada beberapa pendapat bahwa bila koreksi refraktif diberikan
secara simultan dengan terapi oklusi maka perbedaan antara kedua
tindakan ini dalam terapi ambyopia tidak dapat dibedakan. Sebelum
memulai terapi oklusi, koreksi refraktif penuh harus diberikan terlebih
dahulu. Terapi refraktif pada amblyopia bilateral pada umur 3 sampai 10
tahun, dengan koreksi kacamata ukuran berdasarkan best corrected visual
acuity dalam waktu setahun, 73% pasien dapat mencapai perbaikan visus
hingga 20/25 hanya dengan pemberian kacamata. 5
Bila penatalaksanaan amblyopia dihentikan setelah perbaikan
penuh atau masih ada sebagian tercapai, sekitar setengah dari pasien-
pasien akan mengalami kekambuhan. Kegagalan dapat dicegah dengan
memakai pengaturan pada penglihatan, seperti patching selama 1-3 jam
per hari, penalisasi optikal dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik
dengan atropine selama 1 atau 2 hari per minggu. Pengaturan ini
diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi lain
selain kacamata. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodik sampai
usia 8-10 tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk
follow-up dapat dilakukan tiap 6 bulan.1
Evaluasi pasien 1 bulan sesudah dilakukan patching mata kiri
menunjukkan visus koreksi mata kanan dan kiri tidak ada perubahan. Hal ini
16
disebabkan karena kurang patuhnya pasien dalam menggunakan kacamata
meskipun sudah dilakukan patching sesuai yang dianjurkan. Penatalaksanaan
selanjutnya pasien diberikan kacamata sesuai koreksi dan dilakukan patching
mata kiri 2 jam per hari selama 1 bulan serta diberikan edukasi tentang pentingnya
kontrol sesuai waktu yang dianjurkan untuk mengevaluasi visus pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5: Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2011-2012.
2. Ann LW, Joanne W. Clinical and Experimental Optometry; Amblyopia: Prevalence, Natural history, Functional effects and Treatment. Volume 88. 2005. Available from URL: http: http://www. onlinelibrary.wiley.com.
3. American Optometric Association; Optometric Clinical Practice Guideline; Care of the Patient with Amblyopia. 2004. Available from URL: http: www.aoa.org/documents/CPG-4.pdf.
4. Wasidi G. Berita Kedokteran Masyarakat; Astigmatisma Miop Simpleks yang Mengalami Amblyopia pada Anak Sekolah Dasar di Yogyakarta. Yogyakarta. 2006. Available from URL: http: http://www.berita-kedokteran-masyarakat.org.
5. Wasisdi G. Gangguan Penglihatan Pada Anak karena Ambliopia dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. 2007. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universtas Gajah Mada. Available from URL: http://www.lib.ugm.ac.id/digitasi.
17
6. Greenwald, M.J; Parks, M.M. Duane’s Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2004.
7. Noorden GKV. Atlas Strabismus. Edisi 4. EGC. Jakarta. 1988.
18