70
Skenario A Dr. Madun, dokter di puskesmas rawat inap yang terletak di pinggir jalan lintas sumatera sekitar 40 km dari Palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan UGD dengan fasilitas yang lengkap. Suatu kecelakaan lalulintas terjadi sekitar 100 meter dari puskesmas. Mobil kijang pick- up yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Tiang listrik terlihat bengkok dan bagian depan mobil hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar keluar melalui kaca depan. Dr. Madun yang mendengar tabrakan, langsung pergi ke tempat kejadian dengan membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Ditempat kejadiaan terlihat sang sopir, laki-laki 28 tahun tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha kanannya. Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran: - Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas, dan kesulitan bernafas - Tanda vital: laju respirasi: 40x/menit, nadi:110x/menit;lemah, TD: 90/50 mmHg - Wajah dan bibir terlihat kebiruan - Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin - GCS: 13 (E:3, M:6, V:4) Setelah melakukan penenganan seadanya, dr. Madun langsung membawa sang sopir ka UGD Diketahui: Kepala: 1

Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ini adalah laporan skenario A blok 19 fk unsri 2012 oleh kelompok B 5

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Skenario A

Dr. Madun, dokter di puskesmas rawat inap yang terletak di pinggir jalan lintas

sumatera sekitar 40 km dari Palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan UGD dengan

fasilitas yang lengkap.

Suatu kecelakaan lalulintas terjadi sekitar 100 meter dari puskesmas. Mobil kijang

pick- up yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Tiang listrik terlihat

bengkok dan bagian depan mobil hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya

penumpang mobil terlempar keluar melalui kaca depan.

Dr. Madun yang mendengar tabrakan, langsung pergi ke tempat kejadian dengan

membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Ditempat kejadiaan terlihat sang sopir,

laki-laki 28 tahun tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha

kanannya.

Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran:

- Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas, dan kesulitan bernafas

- Tanda vital: laju respirasi: 40x/menit, nadi:110x/menit;lemah, TD: 90/50 mmHg

- Wajah dan bibir terlihat kebiruan

- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin

- GCS: 13 (E:3, M:6, V:4)

Setelah melakukan penenganan seadanya, dr. Madun langsung membawa sang sopir ka UGD

Diketahui:

Kepala:

Terdapat luka lecet di dahi dan pelipis kanan, diameter 2-4 cm

Yang lain dalam batas normal

Leher:

Trakea bergeser ke kiri, vena jugularis distensi

Toraks:

Inspeksi

o Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi nafas

40x/menit

o Tampak memar disekitar dada kanan bawah sampai ke samping

Auskultasi

o Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas

o Bunyi jantung terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit

1

Page 2: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Palpasi

o Nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping(lokasi

memar)

o Krepitasi pada kosta 9,10,11 kanan depan

Perkusi

o Kanan hiper sonor, kiri sonor

Abdomen:

Inspeksi: dinding perut datar

Auskultasi: bising usus normal

Palpasi: nyeri tekan (-)

Ekstremitas:

Paha kanan:

o Inspeksi: tanpak deformitas, memer, hematom pada paha tengah kanan

o Palpasi: nyeri tekan

o ROM:

Pasif: limitasi gerakan

Aktif: limitasi gerakan

I. Klarifikasi Istilah

1. UGD(unit gawat darurat): salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan

penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat

mengancam kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat ditemukan dokter dari

berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter

2. Trauma: luka/ cedera baik fisik atau psikis

3. Sesak: pernafasan yang sukar

4. Nyeri: perasaaan tidak enak(menderita) akibat rangsangan ujung saraf-saraf

khusus

5. Bingung: orientasi terganggu dalam hal waktu, tempat, atau orang, kadang-

kadang disertai gangguan kesadaran

6. Cemas: perasaan ketakutan tanpa stimulus yang jelas, berkaitan dengan

perubahan fisiologis(takhikardia, berkeringat, dll)

2

Page 3: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

7. Kebiruan: pewarnaan kulit dan mambran mukosa biru akibat inadekuat O2 di

darah

8. Pucat: suatu keadaan kulit ketika kulit kekurangan perfusi O2 ke perifer tubuh

9. GCS: suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai status neurologis

10. Puskesmas dengan fasilistas lengkap: puskesmas yang memiliki UGD dengan

perlengkapan resusitasi serta tempat bedah sederhana, serta srana laboratorium

II. Identifikasi Masalah

1. Suatu kecelakaan lalulintas terjadi sekitar 100 meter dari puskesmas rawat

inap yang terletak di pinggir jalan lintas sumatera sekitar 40 km dari

Palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan UGD dengan fasilitas yang

lengkap. Mobil kijang pick- up yang melaju dengan kecepatan tinggi

menabrak tiang listrik. Tiang listrik terlihat bengkok dan bagian depan mobil

hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil

terlempar keluar melalui kaca depan. Dr. Madun yang mendengar tabrakan,

langsung pergi ke tempat kejadian dengan membawa peralatan tatalaksana

trauma seadanya.

2. Seorang sopir, laki-laki 28 tahun (korban kecelakaan) tergeletak dan merintih,

mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha kanannya.

3. Pemeriksaan Tanda vital: laju respirasi: 40x/menit, nadi:110x/menit;lemah,

TD: 90/50 mmHg dan Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin

4. Pemeriksaan GCS: 13 (E:3, M:6, V:4), Pasien sadar tapi terlihat bingung,

cemas

5. Pemeriksaan Kepala: Terdapat luka lecet di dahi dan pelipis kanan, diameter

2-4 cm. Wajah dan bibir terlihat kebiruan

6. Pemeriksaan Leher: Trakea bergeser ke kiri, vena jugularis distensi

7. Pemeriksaan Toraks: (korban kesulitan bernafas)

Inspeksi

o Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi nafas

40x/menit

o Tampak memar disekitar dada kanan bawah sampai ke samping

Auskultasi

3

Page 4: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

o Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas

o Bunyi jantung terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit

Palpasi

o Nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping(lokasi

memar)

o Krepitasi pada kosta 9,10,11 kanan depan

Perkusi

o Kanan hiper sonor, kiri sonor

8. Pemeriksaan ekstremitas, paha kanan:

Paha kanan:

o Inspeksi: tanpak deformitas, memer, hematom pada paha tengah kanan

o Palpasi: nyeri tekan

o ROM:

Pasif: limitasi gerakan

Aktif: limitasi gerakan

III. Analisis Masalah

1a. Apa kriteria puskesmas dengan pelayanan UGD fasilitas lengkap?

Puskesmas yang memiliki fasilitas lengkap adalah:

a. Peralalatan medis berupa: peralatan operasi terbatas. Peralatan obstetri

patologis, peralatan resusitasi, peralatan vasektomi dan tubektomi

b. Layanan laboratorium: pemeriksaan darah, urin, dan fases, serta

pemeriksaan gula darah, trombosit, widal test, dan sekret(TB)

1b. Apa saja kemungkinan trauma yang terjadi pada kasus ini?

Kemungkinan trauma yang terjadi pada Tuan Sopir yaitu trauma kepala,

trauma thoraks dan trauma femur.

Namun apa bila dilihat dari mekanisme terjadi kecelakaan, korban

mengalami beberapa trauma:

a. Kemungkinan lutut membentur dasbord: fraktur patela dan atau luksasi sendi

panggul, fraktur femur

4

Page 5: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

b. Kemungkinan benturan kaca mobil: trauma kepala, cedera otak, fraktur

servikal

c. Dada terbentur kemudi: fraktur sternum, fraktur iga, cedera jantung, cedera

paru.

d. Kepala terbentur kaca: trauma muka, trauma mata

e. Korban yang terlempar dari mobil ke aspal: fraktur servikal, fraktur vertebra,

fraktur lumbal dan semua jenis perlukaan dan meningkatkan mortalitas.

f. Kemungkinan trauma Benturan frontal lainya: fraktur sevikal, flail chest

anterior, kontusio mikard, pneumothorax, rupture aorta, rupture lien dan hepar,

fraktur/dislokasi coxae

1c. Bagaimana mekanisme trauma dalam kasus ini?

Trauma yang terjadi dalam kasus ini adalah trauma tumpul.

Mekanisme trauma bertujuan mencari cedera lain yang saat ini belum tampak

dengan mencari tahu:

a. Dimana posisi penderita saat kecelakaan: pengemudi

b. Posisi setelah kecelakaan: terlempar keluar, tergeletak di jalan

c. Kerusakan bag luar kendaraan: bag depan hancur, kaca depan pecah,

d. Kerusakan bag dalam mobil: tidak di jelaskan

e. Sabuk pengaman, jarak jatuh, ledakan dll: tidak di jelaskan

Dari skenario diketahui.

Mobil kijang pick-up melaju kencangnabrak tiang listrik sampai

bengkokbagian depan mobil hancur dan kaca depan pecah sopir

terlempar keluar multipel trauma(kemungkinan cedera seluruh tubuh)

1d. Apa saja peralatan saadanya dr. Madun ?

a. Peralatan

Pembalut biasa, Pembalut segitiga,

Kasa steril, Plester/Perban, Kapas

Tourniquet, Alat suntik

Alat-alat bedah sederhana

Tandu, Bidai

Masker

5

Page 6: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

b. Obat-obatan

1. Obat-obat antiseptik

2. Obat-obat suntikan

3. Obat-obat oral

1e. Bagaimana prinsip tatalaksana kasus emergensi tersebut (saat ditempat

kecelakaan)?

Perinsip tatalaksana kasus ini sesuai dengan inisial assesment pra- Rumah

Sakit:

1. Triase: nilai keadaan umum pasien pasien sadar tapi bingung, nyeri dada,

sesak napas, tanda fraktur dan jejas di beberapa bagian tubuh

2. Primary survey: airway, breathing,circulation, disability, exposure

a. Airway

Nilai jalan nafas: tidak ada obstruksi(pasien dapat bicara, mengeluh daerah

sakit), gerakan udara pada hidung, mulut, pergerakan dada bersihkan

jalan nafas dari darah

b. Breathing

Nilai ventilasi dan oksigenasi, buka leher dan dada, observasi perubahan

pola pernapasan: tentukan laju dan dalam pernafasan, dan look, listen, feel

(diketahui tanda-tanda pneumotoraks) dekompresi segera dan

penanggulangan awal dengan insersi jarum yang berukuran besar(needle

thoraco syntesis) pada ICS 2 dilinea mid clavikula

c. Circulation

Nilai TD, nadi, warna kulit dan sumber perdarahan.

Bersihkan dan Tutup luka di kepala dengan perban .

d. Disability

Niali GCS: 13 cedera otak sedang

e. Exposure

Berdasarkan pengamatan klinis diduga,

Fraktur femur: pasang bidai, apabila tidak ada bebat anggota gerak yang

sakit ke anggota gerak yang sehat.

Fraktur iga: diberi analgesik dosis rendah IV agar tidak nyeri sehingga

mempermudah pernafasan.

6

Page 7: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

3. Nilai sementara, pindahkan ke tandu dengan metode “log Roll”, bawa ke UGD

puskesmas(100meter) dengan tandu.

2a. Mengapa sopir tersebut terlihat merintih (mekanisme)?

Kecelakaan lalu lintas benturan frontal dada menumbur setir

trauma tumpul pada thorax udara dari dalam paru-paru bocor ke rongga

pleura udara tidak dapat keluar lagi dari rongga pleura (one-way valve)

tekanan intrapleural meningkat paru-paru kolaps pertukaran udara tidak

adekuat hipoksia meningkatkan usaha pernafasan merintih

2b. Mengapa sopir tersebut mengeluh dada sesak (penyebab dan mekanisme)?

Kemungkinan penyebab:

a. Sesak nafas kardiak

b. Obstruksi jalan nafas

c. Sesak nafas pada prenkim paru difus

d. Emboli paru

e. Kelainan vaskular

f. Gangguan transport oksigen

g. Kelainan pleura dan mediastinum (pneumotoraks, hemotoraks, tension

pneumotoraks)

h. Fraktur pada costae

Mekanisme pada kasus:

Kecelakaan lalu lintas dada membentur stir dan dashboard trauma tumpul

rongga toraks Fraktur costae 9,10,11 udara dari dalam paru bocor ke dalam

rongga pleura udara tidak dapat keluar dari pleura (fenomena ventil)

tekanan dalam pleura meningkat paru kolaps pertukaran udara menjadi

tidak adekuat hipoksia kesulitan bernafas(dada sesak).

2c. Mengapa sopir tersebut mengeluh nyeri dada kanan (mekanisme)?

Kecelakaan lalu lintas trauma tumpul pada toraks fraktur iga 9, 10,

11 tulang iga menusuk pleura dan parenkim paru menekan saraf-saraf

parietal nyeri.

7

Page 8: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Kecelakaan lalu lintas trauma tumpul pada dada kanannya

pemindahan Energi Kinetik ke jaringan kerusakan jaringan impuls nyeri

pada jaringan yang rusak nyeri pada dada kanan

2d. Mengapa sopir tersebut mengeluh nyeri paha kanan (penyebab dan

mekanisme)?

Kemungkinan terdapat fraktur femur dapat berupa patahan transversal,

oblik, spiral, atau lebih dari dua fragmen. Fraktur dapat berupa fraktur terbuka

atau tertutup. Untuk tulang panjang terbagi dalam sepertiga proksimal,

sepertiga tengah, dan sepertiga distal. Pada kasus merupakan fraktur korpus

femur tertutup.

Mekanisme pada kasus:

Trauma tumpul ( Kecelakaan lalu lintas) energi kinetik yang terbentuk

sangat besar eneri kinetik yang terbentuk berubah menjadi shockwave yang

harus diterima jaringan terjadi penekanan pada os. Femur Fraktur

femur nyeri paha

3. Apa interpretasi pemeriksaan tanda vital dan kulit pucat, dingin, berkeringat

dingin serta Wajah dan bibir terlihat kebiruan?

Keadaan korban Keadaan normal Interpretasi Mekanisme

sadar tapi terlihat

bingung, cemas

Sadar sepenuhnya Penurunan

kesadaran

(delirium)

Hipoksia suplai O2 ke otak

berkurang gangguan fungsi otak

penurunan kesadaran

delirium

Kesulitan bernafas Gangguan

pernapasan

Kecelakaan lalu lintas dada

menumbur setir trauma tumpul

pada thorax udara dari dalam paru-

paru bocor ke rongga pleura

udara tidak dapat keluar lagi dari

rongga pleura (one-way valve)

tekanan intrapleural meningkat

8

Page 9: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

paru-paru kolaps pertukaran

udara tidak adekuat hipoksia

kesulitan bernafas

RR: 40x/menit 16 – 24 x / menit takipneu Hipoksia meningkatkan usaha

pernafasan laju respirasi

meningkat

TD: 90/50 mmHg 120/80 mmHg hipotensi Kecelakaan lalu lintas dada

menumbur setir trauma tumpul

pada thorax udara dari dalam

paru-paru bocor ke rongga pleura

udara tidak dapat keluar lagi dari

rongga pleura (one-way valve)

tekanan intrapleural meningkat

mediastinum terdorong ke arah

yang berlawanan menekan aliran

balik vena output jantung

menurun syok non hemoragik

hipotensi

Nadi 110x/menit 60-100 x / menit takikardia Cardiac output menurun

kompensasi jantung peningkatan

denyut jantung takikardia

Wajah dan bibir

terlihat kebiruan

Tidak biru Sianosis Hipoksia penurunan suplai O2

peningkatan kadar hemoglobin

yang tidak terikat dengan O2

hemoglobin tereduksi

diskolorisasi yang tampak pada

wajah dan bibir sebagai kebiruan

Kulit pucat, dingin,

dan berkeringat

dingin

Tidak pucat &

dingin

Kurang

perfusi O2

di perifer

Hipoksia penurunan perfusi O2

ke jaringan perifer kulit pucat,

dingin, berkeringat dingin.

Kesimpulannya, denyut nadi lebih dari 100, lemah, tekanan darah menurun, laju

respirasi 40 kali, keadaan umum cemas dan bingung, keseluruhannya

mengindikasikan bahwa pasien dalam keadaan shock hemoragik kelas 3 dengan

9

Page 10: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

estimasi kehilangan darah 1500-2000 ml (30%-40% volume darah) sehingga pada

pasien ini perlu penggantian cairan dengan kristaloid dan darah.

4. Apa interpretasi pemeriksaan GCS ?

Pada kasus

Normal Interpretasi

GCS

Eye

Motor

Verbal

13

3

6

4

15

4

6

5

Cedera kepala sedang

Bereaksi jika diperintah

Normal

Jawaban kacau

Keterangan :

E = 3 Mata bisa membuka dengan perintah suara

M = 6 Dapat menggerakkan anggota badannya sendiri berdasarkan perintah

V = 4 Pasien tampak bingung, disorientasi

5. Apa interpretasi pemeriksaan kepala?

Keadaan korban Keadaan normal Interpretasi Mekanisme

Luka lecet di dahi

dan pelipis kanan

2-4 cm

Tidak ada luka Terjadi perlukaan

pada bagian dahi

dan pelipis

Kecelakaan

benturan (trauma)

kapitis jaringan

kulit tergores

luka lecet pelipis

dan dahi

6. Apa interpretasi pemeriksaan leher ?

10

Page 11: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

11

Keadaan korban Keadaan normal interpretasi Mekanisme

Trakea bergeser

ke kiri

Trakea di tengah Ada sesuatu

yang

mendorong

trakea

Trauma tumpul

mengenai thoraks fraktur

iga tension

pneumothoraks kanan

udara dirongga pleural

peningkatan tekanan intra

pleural trakea bergeser

kekiri

JVP ↑ (Distensi

vena jugularis)

JVP 5-2 Ada yang

menghalangi

venous

retrun

Trauma tumpul

mengenai thoraks

fraktur iga tension

pneumothoraks kanan

udara dirongga pleural

peningkatan tekanan intra

pleural menghambat

venous retrun distensi

vena jugularis

Page 12: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

7. Apa interpretasi pemeriksaan toraks ?

Keadaan korban Keadaan

normal

Interpretasi Mekanisme

Inspeksi:

- Gerakan

dinding dada

asimetris,

kanan

tertinggal

- Tampak

memar

disekitar dada

kanan bawah

sampai ke

samping

Simetris

Tidak ada

memar

Ada gangguan

pertukaran O2 di

paru-paru

Adanya dilatasi

pembuluh darah,

karena benturan

Trauma dada fraktur

costae 9, 10, 11

memar disekitar dada

kanan bawah sampai

samping Dan tulang

costae menusuk pleura

dan parenkim paru

fenomena “ one way

valve” gangguan

ekspansi paru kanan

gerakan dinding dada

tidak simetris

Auskultasi

- Bunyi nafas

kanan

melemah,

bising nafas

kiri terdengar

jelas

- Bunyi

jantung

terdengar

Bunyi nafas

kiri dan kanan

sama

Bunyi jantung

terdengar

jelas, sedang,

Terjadi gangguan

ventilasi

(penurunan bunyi

nafas pada daerah

trauma)

Jantung berusaha

memompa keras,

takhikardia

Fenomena “one way

valve” ↑ tekanan

intrapleura paru-paru

kanan kolepsbising

kanan<kiri

Aliran darah ke jantung

tidak adekuat jantung

berusaha memompa

12

Page 13: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

jelas, cepat,

frekuensi

110x/menit

frekuensi 60-

100x/menit

lebih kuat dan cepat

Palpasi

- Nyeri tekan

pada dada

kanan bawah,

sampai ke

samping(loka

si memar)

- Krepitasi

pada kosta

9,10,11 kanan

depan

Tidak nyeri

tekan

Tidak ada

krepitasi

Frakture costae,

tanda trauma dada

Fraktur costae

Kecelakaan lalu lintas

trauma tumpul pada

toraks fraktur iga 9,

10, 11 krepitasi iga

9,10,11 Dan tulang iga

tersebut menusuk pleura

dan parenkim paru

menekan saraf-saraf

parietal nyeri.

Perkusi

- Kanan

hipersonor,

kiri sonor

Keduanya

sonor

Kanan lebih

banyak udara dari

kiri

Fenomena “one way

valve” udara masuk

ketika inspirasi tapi

tidak dapat keluar dan

terperangkat di parietal

saat ekspirasi udara

menumpuk menekan

paru jika diperkusi

hipersonor

Kesimpulan pemeriksaan toraks:

Terdapat tanda- tanda tension pneumotoraks, yaitu: nyeri dada, distres pernafasan,

takikardi, hipotensi deviasi trakea, hilangnya suara paru pada satu sisi yng terkena

trauma, perkusi hipersonor dan distensi vena jugularis,

8. Apa interpretasi pemeriksaan ekstremitas?

Keadaan korban Keadaan Interpretasi Mekanisme

13

Page 14: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

normal

Inspeksi:

tanpak deformitas,

memer, hematom

pada paha tengah

kanan

Tidak ada

deformitas

, memar

dan

hematom

Tanda- tanda

terjadi fraktur

femur

Trauma tumpul ( Kecelakaan lalu lintas) energi kinetik yang terbentuk sangat besar eneri kinetik yang terbentuk berubah menjadi shockwave yang harus diterima jaringan terjadi penekanan pada os. Femur Fraktur femur Deformitas paha; trauma pembuluh darah sekitar femur pecah hematom dan memar(perdarahan tertutup); fraktur femur mengenai saraf-saraf sekitar femur nyeri paha kanan;; fraktur, hematom & memar, nyeri gerakan ROM terbatas baik yang dibantu gerak atau gerak spontan

Palpasi:

nyeri tekan Tidak ada

nyeri tekan

Fraktur femur

ROM:

Pasif: limitasi

gerakan

Aktif: limitasi

gerakan

Tidak ada

limitasi

gerakan

Gangguan gerak

(fraktur femur)

9. Apa saja DD kasus ini?

KONDISI PENILAIAN         

Tension

pneumothorax

•  Deviasi Tracheal

•  Distensi vena leher

•  Hipersonor

•  Bising nafas (-)

Massive

hemothorax

•  ± Deviasi Tracheal

•  Vena leher kolaps

•  Perkusi : dullness

•  Bising nafas (-)

 Cardiac tamponade •  Distensi vena leher

•  Bunyi jantung jauh

dan lemah

•  EKG abnormal

Bising nafas(+)

14

Page 15: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

10. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?

Anamnesis

1. Keluhan utama : merintih, dada sesak, nyeri di dada dan paha kanan

2. Pemeriksaan sekilas :

a. Pasien sadar tapi telihat bingung, cemas dan kesulitan bernapas

b. Tanda vital : laju repirasi 40x/menit, nadi 110x/menit;lemah, TD 90/50

mmHg

c. Wajah dan bibir terlihat kebiruan

d. Kulit pucat, dingin, berkeringatdingin

e. GCS : 13 (E:3, M:6, V:4)

3. Mekanisme trauma : trauma tumpul di dada sebelah kanan dan paha kenan

menyebabkan terjdai fraktur costae 9,10,11, dan fraktur di os. Femur.

Pemeriksan fisik

I. Kepala : luka lecet di dahi dan pelipis kanan, diameter = 2-4 cm, yang lain

dalam bats normal

II. Leher : jejas tidak ada, JVP meningkat, trachea bergeser ke kiri

III. Thorax :

a) Inspeksi : gerakan dinding dada asimetris, paru kanan tertinggal, RR =

40x/menit, ada memar disekitar dada kanan bawah sampai ke samping

b) Auskultasi : suara nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas,

bunyi jantung terdengar jela, cepat, HR = 110x/menit

c) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada kanan bawah sampai samping, krepitasi

pada costae 9, 10 11 kanan depan

d) Perkusi : kanan hiprsonor, kiri sonor

IV. Abdomen

a) Inspeksi : Dinding perut datar

b) Auskultasi : bising usus normal

c) Palpasi : nyeri tekan tidak ada

V. Ekstremitas

a) Inspeksi : deformitas, memar, dan hematoma pada paha tengah kanan

b) Palpasi : nyeri tekan paha tengah kanan

c) ROM : pasif limitasi gerakan, aktif limitasi gerakan

15

Page 16: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sekilas didapatkan tanda kegawatan,

tension pneumotoraks: nyeri dada, distres pernafasan, takikardi, hipotensi deviasi

trakea, hilangnya suara paru pada satu sisi yng terkena trauma, perkusi hipersonor

dan distensi vena jugularis, disertai sianosis. Didapatkan juga syok, fraktur iga dan

fraktur femur, perdarahan femur tertutup, perdarahab pelipis dan dahi terbuka.

Pemeriksaan tambahan

A. Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan laboratorium darah rutin : Hb, RBC, WBC, gol. darah

- Analisis gas darah

B. Pemeriksaan Radiologi radiologi Thorax dan femur-pelvis

C. CT Scan kepala untuk memastikan kondisi cedera kepala

D. EKG memastikan jantung tidak terganggu

11. Apa WD kasus ini?

Tension penumotoraks, frektur femur, fraktur iga, disertai syok

Tension pneumothorax

DEFINISI

Pneumothoraks adalah akumulasi udara di dalam rongga pleura dengan kolaps

paru sekunder.

Tension pneumothorax adalah kegawatdaruratan medis dimana udara semakin

berakumulasi di dalam rongga pleura setiap kali bernapas.

EPIDEMIOLOGI

Insidensi tension pneumothorax di luar rumah sakit sulit untuk ditentukan.

Dari 2000 insidens yang dilaporkan ke Australian Incident Monitoring Study

(AIMS), 17 merupakan penderita atau suspect penumothorax, dan 4 diantaranya

didiagnosis sebagai tension pneumothorax. Data militer menunjukan bahwa lebih

dari 5% korban pertemburan dengan trauma dada mempunyai tension

pneumothorax saat kematian.

ETIOLOGI

Pneumothoraks Spontan Primer (PSP)

16

Page 17: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

- Tidak ada riwayat penyakit paru sebelumnya

- Tidak ada riwayat trauma

- Biasanya terjadi pada umur 18-40 tahun

- Biasanya terjadi saat  istirahat

Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS)

Karena penyakit paru yang mendasari (TB, PPOK, Asma bronchial, Pneumonia,

tumor paru, dll)

Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik

- Karena komplikasi tindakan medis (penggunaan ventilator)

- Aksidental (tidak sengaja) pada parasentesis dada, biopsy pleura, barotraumas,

dll

- Artifisial (sengaja) seperti mengisi udara pada cavitas pleura, ex; pada terapi

Tb

Pneumothoraks Traumatik Bukan Iatrogenik

Karena jejas kecelakaan, ex; jejas dinding dada baik terbuka maupun tertutup,

barotraumas, dll.

MANIFESTASI KLINIS

- Sesak nafas

- Nyeri dada

- Takikardia

- Takipneu

- Perkusi hipersonor

- Suara nafas lemah sampai hilang

- Penurunan kesadaran

- Trakea terdorong (deviasi trakea)

- Distensi vena leher

- Hipotensi

- Sianosis

Fraktur Femur

DEFINISI

Rusaknya kontinuitas tulang paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,

kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

17

Page 18: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

ETIOLOGI

Kecelakaan lalu lintas, jatuh pada tempat yang tidak tinggi, terpeleset di kamar

mandi dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Sering terjadi pada usia

60 tahun ke atas, biasanya tulang bersifat osteoporotik, pada pasien awal

menopause, alkoholism, merokok, berat badan rendah, terapi steroid, phenytoin,

dan jarang berolahraga, merupakan trauma high energy

Fraktur Iga

DEFINISI

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh

benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,

diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang

dapat menyebabkan gangguan sistem pernafasan. (Azzilzah, 2010)

Fraktur  iga yaitu retak atau rusaknya struktur tulang iga. Fraktur pada iga (costae)

merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada.

(Smeltzer dan Bare, 2001

ETIOLOGI

Penyebab tersering, biasanya akibat kecelakaan lalulintas, Trauma tumpul 

kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang

keras atau akibat perkelahian.

MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis cedera dinding dada ini tergantung dari akibatnya

terhadap fungsi respirasi dan kardiovaskuler; fraktur tulang iga sederhana yang

dialami oleh penderita trauma toraks dengan penurunan faal paru mungkin akan

mengakibatkan gangguan fungsi respirasi dan kardiovaskuler yang cukup berat.

Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada, adanya gerakan

paradoksal, tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : sianosis, tachypnea,  Kadang

akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri.

Syok

DEFINISI

Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung

dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam

18

Page 19: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

jumlah yang memadai. Syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah

dan kematian sel maupun jaringan.

ETIOLOGI

Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran

darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung),

volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau

perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).

Syok bisa disebabkan oleh:

* Perdarahan (syok hipovolemik)

* Dehidrasi (syok hipovolemik)

* Serangan jantung (syok kardiogenik)

* Gagal jantung (syok kardiogenik)

* Trauma atau cedera berat

* Infeksi (syok septik)

* Reaksi alergi (syok anafilaktik)

* Cedera tulang belakang (syok neurogenik)

* Sindroma syok toksik.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis syok.

Gejalanya bisa berupa:

- gelisah,

- bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan,

- nyeri dada,

- linglung,

- kulit lembab dan dingin,

- pembentukan air kemih berkurang atau sama sekali tidak terbentuk air kemih,

- pusing,

- pingsan,

- tekanan darah rendah,

- pucat,

- keringat berlebihan, kulit lembab,

- denyut nadi yang cepat,

- pernapasan dangkal,

19

Page 20: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

- tidak sadarkan diri,

- lemah.

12. Bagaimana tatalaksana kasus ini?

Setelah dilakukan primary survey dan di bawa ke UGD puskesmas maka

dilanjutkan dengan:

1. Resusitasi:

a. Airway: jaga jalan nafas agar tetap lancar (jaw thrust atau chin lift),

atau pasang naso-pharyngeal airway.

b. Brething/ventilasi/oksigenisasi: berikan oksigen, bila tanpa intubasi

sebaiknya oksigen diberikan dengan face-mask. Pemakaian pulse

oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang adekuat. Untuk tension

pneumotoraks yg sudah jadi simpel pneumotoraks pasang WSD jika

tersedia.

c. Circulation(dengan kontrol perdarahan): setelah perdarahan terbuka

di atasi(bebat tekan pada kepala), perdarahan tertutup pada

pahadikurangi dengan meninggikan kaki dari jantung(kaki digantung),

tapi tetap memperhatikan aliran ke ujung kaki agar tidak terjadi

iskemik dan kematian jaringan. Terdapat gangguan sirkulasi(diduga

syok stage 3) : pemberian cairan kristaloid (ringer lactat)IV dan kateter

Urin untuk monitoring perfusi ginjal dan hemodinamika pasien terkait

syoknya. Jaga suhu tubuh jangan sampai hipotermi.

2. Kirim ke RSMH Palembang dengan ambulan disertai dengan tenaga

kesehatan(dokter atau paramedis)

Lanjutkan tatalaksana yang sudah dilakukan di UGD selama dalam

perjalanan dengan mobil ambulan dan sediakan cadangan infus, obat-

obatan serta alat resusitasi lainya, sambil terus dimonitoring oleh tenaga

medis yang mendampingi

13. Bagaimana prognosis kasus ini?

Dubia et bonam

20

Page 21: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Jika diterapi (primary survey dan resusitasi) dengan tepat dan segera dirujuk

sehingga mendapat penanganan yang lebih lengkap dan tepat(di operasi dan

pemulihan kembai mencegah kecacatan)

14. Apa komplikasi kasus ini?

Komplikasi :

- Infeksi

- Emboli

- Kematian

- Syok

o Disfungsi atau gagal multi organ

o Sekuele akibat gagal multi organ atau akibat hipoperfusi yang

berkepanjangan

o Kematian

- Tension Pneumothoraks

o Kegagalan respirasi akut

o Pio-pneumotoraks

o Henti jantung paru

o Kematian

- Fraktur iga dan Fraktur femur

o Shock

o Fat embolism

o Knee stiffness

o Non-union

15. Apa KDU kasus ini?

KDU: 3B

21

Page 22: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

IV. Hipotesis

Sopir, laki-laki 28 tahun mengalami multipel trauma yang menyebabkan

gangguan tension pneumotoraks, fraktur iga dan femur tertutup, disertai syok.

V. Kerangka Konsep

22

Kecelakaan lalulintas

Sopir terbentur dan terlempar keluar

Multipel trauma

Fraktur iga (coste 9,10,11)

Fraktur femur

Tulang coste menusuk pleura dan parenkim paru

Rangsangan nosiseptor di pleura parietal

Kontusio paruTekanan saraf di daerah femur

Nyeri tekan di paha

Page 23: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

VI. LI

1. Anatomi kepala, leher, toraks, abdomen, ekstremitas

ANATOMI YANG BERKAITAN KASUS

a. Kepala

Tulang-tulang tengkorak os. frontal, os. parietal, os. temporal, os.

ethmoidal, os. sphenoidal, os. occipital.

Pada kasus anatomi yang terlibat dahi (frontal) dan pelipis (temporal).

b. Leher

Trakea dan vena jugularis.

c. Thorax

Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu dibagian belakang pada

vertebra thorakalis dan di depan pada sternum.

Dibentuk oleh dinding dada, dasar torak dan isi rongga torak.

23

Fenomena “one way valve”: udara masuk ke paru tidak dapat keluar lagi. (tension pneumotoraks)

↑ tekanan intrapleura

Paru-paru koleps

Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat

Deviasi trakea ke kiri

Hambatan “venous retrun”

↑ JVP Hipotensi ↓ CO 2

Syok

Nyeri di dada kanan- terdapat krepitasi - tampak deformitas -limitasi gerakan ( aktif dan pasif)

Pembuluh darah pecah

Hematom Memar

Page 24: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Dinding dada tulang (tulang iga, sternum, kolumna vertebralis) dan

jaringan lunak (cartilago costa, otot-otot, pembuluh darah).

Dasar toraks dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus

frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vena Cava

Inferior serta esofagus

Isi Rongga Torak :

Trakea

Paru-paru

Paru-paru dilapisi oleh pleura, dimana pleura terdiri atas:

- Pleura parietal

- Pleura viseral

Antara pleura viseral dan parietal terdapat suatu cavitas/rongga

pleura. Rongga pleura normalnya mengandung sedikit cairan

jaringan, cairan pleura yang berfungsi memungkinkan kedua

lapisan pleura bergesekan minimal waktu bergerak.

Jantung

Pembuluh darah besar aorta (aorta ascenden, arkus aorta, aorta

descenden), vena (v. cava superior, v. bronchocephalica, v. Azigos, v.

Pulmonalis)

d. Abdomen

24

Page 25: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Organ-organ viseral abdomen ditinjau berdasarkan region abdomen:

Abdomen kanan atas kandung empedu, hati, duodenum, pankreas,

epigastrium lambung, pankreas, paru, kolon.

Abdomen kiri atas Limpa, kolon, ginjal, pankreas, paru.

Abdomen kanan bawah Apendiks, adneksa, sekum, ileum, ureter.

Abdomen kiri bawah kolon, adneksa, ureter, suprapubik Buli-buli, uterus,

usus halus, periumbilikal usus halus, pinggang/punggung pankreas, aorta,

ginjal.

e. Ekstremitas – tungkai atas (paha kanan)

Terdiri atas tulang (os. coxae, os femur), otot-otot (m. Sartorius, m. Iliacus, m.

Psoas, m. Pectineus, m. Quadriceps femoris, m. Rectus femoris, m. Vastus

lateralis, medialis, intermedius, m. Gracillis, m. Adductor longus, m. Adductor

brevis, m. Adductor magnus, m. Obturatorius eksternus, , m. Biceps femoralis)

2. Fisiology pernafasan

Fisiologi Pernafasan

Nasal

Cavum nasi mempunyai fungsi agar tetap menyediakan saluran aliran udara

walaupun mulut terisi oleh makanan. Di dalam cavum nasi ini, udara akan

dibersihkan. Vestibulum yang dilapisi silia akan menangkap partikel-partikel besar

yang terkandung dalam udara.

Septum nasi dan concha nasalis berperan untuk memperluas permukaan dari cavum

nasi dan membuat aliran udara di dalamnya turbulen yang makin meningkatkan

kontak udara dengan membran mukosa yang melapisinya.membran mukosa ini

dilapisi epitel kolumner berlapis bersilia dan sel goblet yang menghasilkan sekresi

mukus. Mukus ini akan menjebak partikel debris dan menyapunya ke pharynx,

dimana kemudian akan dieliminasi di sistem digestivus.

Cavum nasi juga berfungsi sebagai penghangat udara. Kelembaban didapat dari

epithelium mukosa dan kelebihan air mata yang dialirkan ke cavum nasi melalui

25

Page 26: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

ductus lacrimalis manambah kelembaban udara sendiri. Udara yang hangat akan

mencegah kerusakan saluran pernapasan dibanding udara yang dingin.

Epitel olfactorius sendiri merupakan organ sensorik sebagai penghidu dan terletak

pada bagian paling superior dari cavum nasi. Cavum nasi dan sinus-sinus paranasal

juga turut berperan sebagai ruang resonansi saat berbicara.

Larynx

Laring mempunyai tiga fungsi penting. Cartilago thyroid dan cricoid berfungsi untuk

membuka jalan pergerakan aliran udara. Epiglottis dan plica vestibular mencegah

material yang akan ditelan masuk ke dalam larynx. Plica vocalis adalah sumber

utama produksi suara. Udara selama ekspirasi bergerak melewati plica vocalis

sehingga menggetarkan dan memproduksi suara.

PERCABANGAN TracheOBRONCHIAL

Dilihat dari fungsinya, tracheobronchial dibagi menjadi dua zona, yaitu zona

konduksi dan zona pernapasan.

Zona konduksi berfungsi sebagai saluran pernapasan yang dilapisi oleh epitel dan

membantu menghilangkan debris yang ada di dalam udaradan mengeluarkannya dari

saluran tracheobronchial. Bronchus dilapisi oleh epitel kolumner berlapis bersilia.

Pada bronchioles yang lebih besar dilapisi oleh epitel kolumner selapis bersilia yang

kemudian akan berubah menjadi epitel kuboid pada bronchioles terminalis. Epitel di

dalam zona konduksi ini berpungsi sebagaiseskaltor mukus-silia yang menangkap

debris dan membuangnya dari sistem pernapasan.

Zona pernapasan atau respiratorius tersusun dari bronchiolus terminalis dan alveoli

yang merupakan tempat pertukaran udara dan darah. Bronchus terminalis terbagi

menjadi bronchiolus respiratorius yang lebih kecil dan terdapat alveoli di ujungnya.

Bronchiolus respiratorius akan membesar menjadi ductus alveolus yang bercabang-

cabang sehingga memperbanyak jalan keluar menuju alveoli. Ductus alveolus

berakhir menjadi dua sampai tiga saccus alveoli.

PULMO

Luas permukaan pulmo yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari

sistem sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh

masuknya benda asing (debris) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi.

26

Page 27: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Padahal seharusnya saluran respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah

steril. Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini.

Terdapat refleks menelan atau refleks muntah yang mencegah masuknya makanan

atau cairan ke dalam trachea, dan kerja mukosiliaris yang menjebak debris dan

bakteri kemudian memindahkannya ke oesophagus. Selanjutnya, lapisan mukus

yang mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan, yaitu

immunoglobulin (terutama IgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks

batuk merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke

atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan.

Makrofag alveolar merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling penting

terhadap invasi bakteri ke dalam pulmo. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik

dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik, Sel ini

bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau

bakteri. Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam

makrofag akan membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa

menimbulkan reaksi peradangan yang nyata.

Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam

jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi

menjadi tiga stadium.

1. Stadium ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar pulmo.

2. Stadium transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :

difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler pulmo (respirasi eksterna) dan antara

darah sistemik dan selsel jaringan;

distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi

udara dalam alveolus-alveolus;

reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.

3. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama

respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida

terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh pulmo.

VENTILASI

Udara bergerak masuk dan keluar dari pulmo karena selisih tekanan yang terdapat

antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot. Dinding thorax berfungsi

27

Page 28: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

sebagai hembusan. Selama inspirasi, volume thorax bertambah besar karena

diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot.

M. sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan m. serratus, m.

scalenus, serta m. intercostalis externus berperan mengangkat iga. Thorax membesar

dalam tiga arah : anteroposterior, lateral, dan vertikal. Peningkatan volume ini

menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mmHg (relatif terhadap

tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mmHg bila pulmo mengembang pada waktu

inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan saluran udara

menurun sampai sekitar -2 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mm Hg

pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer

menyebabkan udara mengalir ke dalam pulmo sampai tekanan saluran udara pada

akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan atmosfer (760 mmHg).

Volume udara respirasi adalah sekitar 6 L yaitu 500 mL dikalikan sekitar 12

frekuensi napas per menit. Ventilasi alveolar adalah udara yang masuk ke dalam

alveoli per menit (tidak termasuk ruang mati anatomi) yaitu jumlah frekuensi napas

per menit dikalikan volume total per menit yang sudah dikurangi volume ruang mati

fisiologi.

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas

dinding dada dan pulmo. Pada waktu m. intercostalis externus relaksasi, dinding

dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga thorax,

menyebabkan volume thorax berkurang, m. interkostalis internus dapat menekan iga

ke bawah dan ke dalam dengan kuat pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk,

muntah, atau defekasi. Selain itu otot-otot abdomen mungkin berkontraksi sehingga

tekanan intra abdominal membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan

volume thorax ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.

Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat sampai sekitar I sampai 2 mmHg di atas

tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer sekarang

terbalik sehingga udara mengalir ke luar dari pulmo sampai tekanan saluran udara

dan tekanan atmosfer sama kembali pada akhir ekspirasi. Perhatikan bahwa tekanan

intrapleura selalu di bawah tekanan atmosfer selama siklus respirasi. Perubahan pada

ventilasi dapat diperkirakan dengan tes fungsional pulmo.

28

Page 29: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

DIFUSI

Proses difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya

kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih

tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer

pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg (21 persen dari 760 mmHg). Pada

waktu oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka tekanan parsial ini

mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan parsial ini

diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam

ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang rugi anatomis ini

dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan

(150 ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke alveolus yang merupakan

ventilasi efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PV O2)

dalam kapiler pulmo besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen

dalam kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus (Pal O2 = 103 mm Hg),

maka oksigen dapat dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan

CO2 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan

karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian

dikeluarkan ke atmosfer, di mana konsentrasinya pada hakekatnya nol. Selisih CO2

antara darah dan alveolus memang kecil sekali tapi cukup karena dapat berdifusi

kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan oksigen, melintasi membran

alveolus-kapiler karena daya larutnya yang lebih besar.

3. Fraktur Femur dan Iga

FRAKTUR FEMUR

a. Definisi

Fraktur yang terjadi pada tulang femur.

Mekanisme trauma yang berkaitan dengan terjadinya fraktur pada femur antara lain:

29

Page 30: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

(I) pada jenis Femoral Neck fraktur karena kecelakaan lalu lintas, jatuh pada tempat yang

tidak tinggi, terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi.

Sering terjadi pada usia 60 tahun ke atas, biasanya tulang bersifat osteoporotik, pada pasien

awal menopause, alkoholism, merokok, berat badan rendah, terapi steroid, phenytoin, dan

jarang berolahraga, merupakan trauma high energy;

(2) Femoral Trochanteric fraktur karena trauma langsung atau trauma yang bersifat

memuntir;

(3) Femoral Shaft fraktur terjadi apabila pasien jatuh dalam posisi kaki melekat pada dasar

disertai putaran yang diteruskan ke femur. Fraktur bisa bersifat transversal atau oblik karena

trauma langsung atau angulasi. Fraktur patologis biasanya terjadi akibat metastasis tumor

ganas. Bisa disertai perdarahan masif sehingga berakibat syok

b. Ruang lingkup

Fraktur tulang femur terdiri atas: Femoral Head fracture, Femoral Neck fracture,

Intertrochanteric fracture, Subtrochanteric fracture, Femoral Shaft fracture,

Supracondylar/Intercondylar Femoral fracture (Distal Femoral fracture)

Femoral Head fraktur

Berdasarkan klasifikasi Pipkin: (1) Tipe 1: fraktur dibawah fovea; (2) Tipe 2: fraktur diatas

fovea; (3) Tipe 3: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur femoral neck; (4) Tipe 4: tipe 1 atau tipe

2 ditambah fraktur acetabulum

Femoral Neck fraktur

Berdasarkan klasifikasi Pauwel: (1) Tipe 1: sudut inklinasi garis fraktur <30°; (2) Tipe 2:

sudut inklinasi garis fraktur 30-50°; (3) Tipe 3 : sudut inklinasi garis fraktur > 70°

Berdasarkan klasifikasi Garden: (1) Garden 1: Fraktur inkomplet atau tipe  abduksi/valgus

atau impaksi; (2) Garden 2: fraktur lengkap, tidak ada pergeseran; (3) Garden 3: fraktur

lengkap, disertai pergeseran tapi masih ada perlekatan atau inkomplet disertai pergeseran tipe

varus; (4) Garden 4: Fraktur lengkap disertai pergeseran penuh

Trochanteric fraktur

Diklasifikasikan menjadi 4 tipe (1) Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa

pergeseran; (2) Tipe 2: fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor;

(3) Tipe 3: fraktur disertai fraktur komunitif; (4) Tipe 4: fraktur disertai fraktur spiral

Femoral Shaft fraktur

Klasifikasi OTA: (1) Tipe A: Simple fraktur, antara lain fraktur spiral, oblik, transversal; (2)

Tipe B: wedge/butterfly comminution fraktur; (3) Tipe C: Segmental communition

30

Page 31: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Klasifikasi Winquist-Hansen: (1) Type 0: no communition; (2) Tipe 1: 25% butterfly; (3)

Tipe 2: 25-50% butterfly; (4) Tipe 3: >50% communition; (5) tipe segmental ; (6) Tipe 5 :

segmental dengan bone loss

Supracondylar/Intercondylar Femoral fraktur (Distal Femoral fraktur)

Klasifikasi Neer, Grantham, Shelton (1) Tipe 1: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk 1;

(2) Tipe II A : fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafise (bentuk Y); Tipe

II B : bagian metafise lebih kecil; (3) fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler

tidak total

Untuk penegakkan diagnosis diperlukan diperlukan pemeriksaan fisik. Pada fraktur tipe

femoral neck dan trochanteric, ditemukan pemendekkan dan rotasi eksternal. Selain itu

ditemukan nyeri dan bengkak. Juga dinilai gangguan sensoris daerah jari I dan II, juga pulsasi

arteri distal. Untuk pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen posisi anteroposterior dan

lateral. Sedangkan pemeriksaan laboratorium antara lain hemoglobin, leukosit, trombosit, CT,

BT.

c.   Indikasi Operasi

Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia baru

lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun

dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica.

Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica

gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails

atau plate dan screw.

Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi

panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6 minggu.

Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda

dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi dengan

cara yang sama pada fraktur acetabulum.

Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa pemasangan

skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan pin, plate dan

screw atau arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti,

hemiarthroplasti dan arthtroplasti total.

Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang bergeser

dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan intercondylar,

femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12 minggu.

31

Page 32: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Sedangkan untuk intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama 12-14

minggu.

Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif hanya

bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan remaja,

level fraktur terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak, Cast

bracing dilakukan bila terjadi clinical union.

d. Kontraindikasi Operasi

Pada pasien dengan fraktur terbuka, diperlukan debridement hingga cukup bersih untuk

dilakukan pemasangan ORIF. Kontraindikasi untuk traksi, adanya thromboplebitis dan

pneumonia. Atau pada pasien yang kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk operasi.

f. Pemeriksaan Penunjang

Foto roentgen, CT Scan dan MRI. Jika perlu dilakukan foto perbandingan.

Teknik Terapi Konservatif Operasi

Pemasangan skeletal traksi

Pasien berbaring posisi supine, Mikulicz line, dengan fleksi pada art genu.

Prosedur aseptik/antiseptik

Approach, pada distal femur  1 inchi inferior tubercle adduktor. Pada proximal tibia 1

inchi inferior dan 5 inchi inferior tubercle tibia.

Anestesi lokal dengan lidokain 1%. Anestesi disuntikkan hingga ke periosteum.

Insisi dengan pisau no.11. Approach bagian medial untuk distal femur dan lateral

untuk proksimal tibia

Wire diinsersikan dengan menggunakan hand drill, untuk menghindari nekrosis tulang

sekitar insersi pin (bila menggunakan alat otomatis). Jenis wire yang bisa digunakan

disini adalah Kirschner wire no.5

Pemasangan K-Nail (Kuntscher-Nail) secara terbuka pada fraktur femur 1/3 tengah —

> Adapun teknik pemasangan K-nail adalah sebagai berikut:

-    Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut

-    Approach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15cm di atas

daerah fraktur

-    Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum

intermuskularis disisihkan ke anterior

-    Ligasi a/v perforantes

-    Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.

-    Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot

32

Page 33: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

-    Ukur panjang K-nail. Pasang guide ke arah fragmen proksimal dan Ietakkan di tengah,

dengan posisi fleksi dan adduksi sendi panggul. Bagian kulit yang tertembus dibuat sayatan.

-    K-nail dipasang dengan guide menghadap posteromedial

-    Ujung proksimal K-nail dibenamkan 1-2 cm di atas tulang, jika terdapat rotational

instability, beri anti rotation bar, atau pakai cerelage wiring atau ganti K-nail

-    Pemasangan K-nail sebaiknya setelah 7-14 hari pasca trauma.

-    Cara lain pemasangan K-nail dengan bantuan fluoroscopy.

Plating pada fraktur fémur 1/3 tengah

Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut

Approach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15cm di

atas daerah fraktur

Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum

intermuskularis disisihkan ke anterior

Ligasi a/v perforantes

Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.

Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot

Reduksi fragmen fraktur

Pemasangan plate (Broad Plate) pada permukaan anterior atau lateral dengan

memakai 8 screw pada masing-masing fragmen fraktur.

g.   Komplikasi Operasi

Komplikasi pada fraktur femur, termasuk yang diterapi secara  konservatif antara lain,

bersifat segera: syok, fat embolism, neurovascular injury seperti injury nervus pudendus,

nervus peroneus, thromboembolism, volkmann ischemic dan infeksi.

Komplikasi lambat: delayed union, non union, decubitus ulcer, ISK dan joint stiffness. Pada

pemasangan K-nail adventitious bursa, jika fiksasi terlalu panjang dan fiksasi tidak rigid jika

terlalu pendek.

h.   Mortalitas

Mortalitas berkaitan dengan adanya syok dan embolisme.

i. Perawatan Pasca Bedah

Pasien dengan pemasangan traksi, rawat di ruangan dengan fasilitas ortopedi. Sedangkan

pada pasien dengan pemasangan ORIF, rawat di ruangan pemulihan, cek hemoglobin pasca

operasi.

j. Follow up

33

Page 34: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Untuk Follow up pasien dengan skeletal traksi, lakukan isometric exercise sesegera mungkin

dan jika edema hilang, lakukan latihan isotonik.

Pada fraktur femur 1/3 proksimal traksi abduksi >30˚ dan exorotasi. Pada 1/3 tengah posisi

abduksi 30˚ dan tungkai mid posisi, sedangkan pada 1/3 distal, tungkai adduksi < 30˚ dan

kaki mid posisi. Pada fraktur distal perhatikan ganjal lutut, berikan fleksi ringan, 15°.

Setiap harinya, perhatikan arah, kedudukan traksi, posterior dan anterior bowing. Periksa

dengan roentgen tiap 2 hari sampai accepted, kemudian tiap 2 minggu. Jika tercapai clinical

union, maka dilakukan weight bearing, half weight bearing dan non weight bearing dengan

jarak tiap 4 minggu.

Sedangkan untuk follow up pasca operatif, minggu ke-1 –> hari pertama kaki fleksi dan

ektensi, kemudian minggu selanjutnya miring-miring. Minggu ke-2 jalan dengan tongkat dan

isotonik quadricep. Fungsi lutut harus pulih dalam 6 minggu.

Pada pasien anak, follow up dengan roentgen, jika sudah terjadi clinical union, pasang

hemispica dan pasien boleh kontrol poliklinik.

FRAKTUR IGA

A.    Anatomi dan Fisiologi

Tulang Rib atau iga atau Os kosta jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan, bagian

depan berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian belakang

berhubungan dengan ruas-ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian.

Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat bergerak kembang kempis menurut

irama pernapasan.

Tulang iga dibagi tiga macam:

a.    Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung dengan tulang

dada dengan perantaraan persendian.

b.    Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan dengan tulang

dada dengan perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke- 7.

c.    Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak mempunyai

hubungan dengan tulang dada.

Berfungsi dalam sistem pernapasan, untuk melindungi organ paru-paru serta membantu

menggerakkan otot diafragma didalam proses inhalasi saat bernapas.

34

Page 35: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Setelah tulang iga terdapat lapisan otot Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan

muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus,

dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior

thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

 Setelah lapisan otot. Rongga dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan

berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot

pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada

membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.

Paru-paru dilapisi oleh Pleura. Lapisan ini adalah membran aktif yang disertai dengan

pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,

menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif,

pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura

parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi

paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya ruang

potensial yang ada.

Rongga toraks dibentuk oleh suatu kerangka dada berbentuk cungkup yang tersusun dari

tulang otot yang kokoh dan kuat, namun dengan konstruksi yang lentur dan dengan dasar

suatu lembar jaringan ikat yang sangat kuat yang disebut Diaphragma. Diafragma bagian

muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari vertebra

lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo

sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik.

Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama

respirasi biasa / tenang sekitar 75%.

A.    Pengertian

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada

dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi

mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem

pernafasan. (Azzilzah, 2010)

Fraktur  iga yaitu retak atau rusaknya struktur tulang iga. Fraktur pada iga (costae)

merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada. (Smeltzer

dan Bare, 2001)

A.    Etiologi 

35

Page 36: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Penyebab tersering, biasanya akibat kecelakaan lalulintas, Trauma tumpul  kecelakaan pada

pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.

B.      Manifestasi klinis

Manifestasi klinis cedera dinding dada ini tergantung dari akibatnya terhadap fungsi respirasi

dan kardiovaskuler; fraktur tulang iga sederhana yang dialami oleh penderita trauma toraks

dengan penurunan faal paru mungkin akan mengakibatkan gangguan fungsi respirasi dan

kardiovaskuler yang cukup berat.

Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada, adanya gerakan paradoksal, tanda–tanda

insuffisiensi pernafasan : sianosis, tachypnea,  Kadang akan tampak ketakutan dan cemas,

karena saat bernafas bertambah nyeri.

C.    Klasifikasi Fraktur Iga

Fraktur iga dan sternum sering merupakan akibat dari trauma tumpul toraks, dapat dijumpai

mulai dari fraktur jenis sederhana (greenstick, simple, isolated) hingga fraktur iga jamak

(multiple). Borrie, J membuat pembagian fraktur iga menjadi :

a.    Simple (isolated), merupakan fraktur iga tanpa kerusakan yang berarti dari jaringan lainnya.

b.    Compound, truma menembus kulit dan merobek pleura parietalis di bawahnya yang disertai

fraktur iga.

c.    Complicated, fragmen dari fraktur iga menyebabkan cedera organ visera.

d.   Pahtologic, neoplasma atau kista tulang iga sebagai penyebab dari fraktur iga.

e.    Flail chest adalah area thoraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel

berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya dapat tanpa

atau dengan fraktur sternum.

D.    Patofisiologi

 Costae merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang berfungsi

memberikan perlindungan terhadap organ di dalamnya dan yang lebih penting adalah

mempertahankan fungsi ventilasi paru.  Fraktur costae dapat terjadi akibat trauma yang

datangnya dari arah depan, samping, ataupun dari belakang. Walaupun kontruksi tulang iga

sangat kokoh dan kuat namun tulang iga adalah tulang yang sangat dekat dengan kulit dan

tidak banyak memiliki pelindung. Apabila terjadi trauma tajam dan trauma tumpul dengan

kekuatan yang cukup besar saja yang mampu menimbulkan cedera pada alat / organ dalam

yang vital yang ada di dalamnya. Cedera pada organ tersebut tergantung pada bagian tulang

36

Page 37: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

iga yang mana yang mengalami fraktur. Cedera pada tiga iga pertama jarang terjadi karena

ditunjang pula oleh tulang-tulang dari bahu seperti skapula, kalvikula, humerus dan seluruh

otot. Namun dapat mengakibatkan kematian yang tinggi karena fraktur tersebut berkaitan

dengan laserasi arteri atau vena subkalvia. Cedera pada iga keempat hingga kesembilan

merupakan tempat fraktur yang paling umum dapat terjadi kemungkinan cedera jantung dan

paru. Dapat mengakibatkan kerusakan ventilasi paru, meningkatkan stimulasi saraf sehingga

pasien akan mengalami nyeri yang sangat hebat, nyeri tekan, dan spasme otot di atas area

fraktur, yang diperburuk dengan batuk, napas dalam, dan gerakan. Sehingga terjadi masalah

keperawatan yaitu Nyeri akut.  Untuk mengurangi nyeri tersebut pasien melakukan

kompensasi dengan bernapas dangkal sehingga masalah keperawatan yang akan timbul

adalah Ketidakefektifan pola pernapasan  dan menghindari untuk menghela napas, napas

dalam, batuk, dan bergerak. Keengganan untuk bergerak atau bernapas ini sangat

mengakibatkan penurunan ventilasi dan juga dapat terjadi masalah keperawatan yaitu

Inefektif bersihan jalan napas dan Gangguan mobilitas fisik, selanjutnya dapat terjadi kolaps

alveoli yang tidak mendapatkan udara (atelektasis) sehingga terjadi hipoksemia bahkan dapat

terjadi gagal napas. Apabila melukai otot jantung dapat mengakibatkan tamponade jantung

dengan tertimbunnya darah dalam rongga perikardium yang akan mampu meredam aktivitas

diastolik jantung.

 Sedangkan iga 10-12 agak jarang terjadi  fraktur, karena iga 10-12 ini bisa mobilisasi,

apabila terjadi fraktur kemungkinan cedera organ intraabdomen seperti pada limpa dan hepar

karena tergores oleh patahan tulang iga.

A.    PenatalaksanaanPada fase akut, pasien harus istirahat dan tidak melakukan aktivitas fisik sampai nyeri

dirasakan hilang oleh pasien. Pemberian Oksigen membantu proses bernapas. Namun tidak

dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme bernapas.

 Pengobatan yang diberikan analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu

pengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan

aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk

mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae - Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml,

diinfiltrasikan di sekitar nervus interkostalis pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas

dan di bawah yang cedera. Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat

fraktur dan prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan

parenkim paru.

37

Page 38: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Tujuan pengobatan adalah untuk mengontrol nyeri dan untuk mendeteksi serta

mengatasi cedera. Sedasi digunakan untuk menghilangkan nyeri dan memungkinkan napas

dalam dan batuk. Harus hati-hati untuk menghindari oversedasi dan menekan dorongan

bernapas. Strategi alternatif untuk menghilangkan nyeri termasuk penyekat saraf interkosta

dan es di atas tempat fraktur, korset dada dapat menurunkan nyeri saat bergerak. Biasanya

nyeri dapat diatasi dalam 5 sampai 7 hari dan rasa tidak nyaman dapat dikontrol dengan

analgesia apidural, analgesia yang dikontrol pasien, atau analgesia non-opioid. Kebanyakan

fraktur iga menyembuh dalam 3 sampai 6 minggu. Pasien dipantau dengan ketat terhadap

tanda-tanda dan gejala yang berkaitan dengan cedera.

Setelah nyeri berkurang, lakukan latihan fisik dengan ahli fisioterapi pada keadaan

fraktur yang tidak terlalu berat. Lakukan peghisapan mukus. Pada keadaan fraktur yang

sangat buruk seperti  pada Flail Chest, kasus ini membutuhkan pembedahan traksi pada

bagian dinding dada yang mengambang, bila keadaan penderita stabil dapat dilakukan

stabilisasi dinding dada secara operatif.

B.     Pemeriksaan Diagnostika.       Pemeriksaan Darah Lengkap secara berkala seperti pemeriksaan Hb, Ht, Leuko, Trombosit,

dan analisa gas darah.

b.      Rontgen Dada

c.       EKG

d.      Aortografi : Untuk memeriksa ada tidaknya ruptur aorta

C.    Komplikasi

a.       Atelektasis 

b.      Pneumonia

c.       Hematotoraks

d.      Pneumotoraks

e.       Cidera arteri intercostalis

f.       Pleura visceralis, paru maupun jantung 

g.      Laserasi jantung

D.    Prognosa

Fraktur iga pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis baik karena tulang iga

anak-anak yang masih lentur hanya menyebabkan ruptur saja dibutuhkan benturan yang

38

Page 39: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

cukup kuat untuk menyebabkan fraktur pada tulang iga anak. Sedangkan Fraktur iga pada

orang dewasa, penyambungan tulang relatif lebih lama dan biasanya disertai komplikasi.

4. Initial assesment

INITIAL ASSESSMENT (Penanganan di UGD)

Primary Surveys

A. AIRWAY

Look tidak ada obstruksi pada jalan nafas

Listen tidak ada suara nafas tambahan

Feel ada hembusan nafas

Jadi, dari penilaian fungsi airway Pt patent (normal, tidak ada obstruksi)

Namun, tetap diperlukan penilaian airway berulang kali & dipersiapkan untuk membuka

airway jika diperlukan & diharuskan.

B. BREATHING

Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal

Wajah , bibir terlihat kebiruan & kulit pucat.

RR : 40x/menit

Memar di sekitar dada kanan bawah sampai ke pinggir

Auskultasi :

- Bunyi vesikuler para-paru kanan melemah (bising nafas kanan menjauh ), paru-paru

kiri terdengar lebih keras, tidak ada suara nafas tambahan.

Perkusi : hipersonor pada dada kanan ( ICS 9,10, 11), dada kiri sonor.

Krepitasi pada kosta 9, 10, 11 dada kanan

Nyeri tekan pada dada kanan tengah, sampai ke pinggir (lokasi memar)

Jadi, dari penilaian fungsi breathing Pt Tn. Roni mengalami kesulitan dalam bernafas.

Management :

Tension Pneumothorax:

39

Page 40: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Lakukan dekompresi segera dengan insersi jarum berukuran besar pada ICS 2, garis

midclavicula hemithoraks kanan.

Terapi definitif: pemasangan chest tube pada sela iga ke 5 di anterior dari garis

midaxilaris. Hubungkan chest tube ke WSD.

Pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk membantu ventilasi dan dekompresi

pneumothorax

Evaluasi perbaikan

Fraktur Iga Multipel

Pemberian oksigen

Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan pengembangan dada : Versed atau

Morphine Sulfate.

Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur

costae

Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis

pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah yang cedera

Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus

spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru

Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi pernapasan.

Jika dijumpai flail chest/ gerakan paradoksal : Tutup dengan plester besar/elastic bandage

melewati tempat patahan tulang iga.

C. CIRCULATION

Tidak ada perdarahan yang terlihat

Heart rate (HR) 110 x / menit, lemah

TD : 90/50 mmHg

Wajah, bibir terlihat kebiruan

Kulit pucat,dingin, berkeringat dingin

Tampak memar di sekitar dada kanan tengah sampai ke pinggir, seluruh regio kuadran

kanan atas & paha tengah kiri (1/3 tengah lateral)

Jadi, dari penilaian fungsi circulation Pt syok

Management :

Memar

40

Page 41: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

lakukan penekanan lembut pd lokasi memar dg menggunakan kompres dingin dg

harapan menghentikan perdarahan dg vasokonstriksi vaskular di lokasi memar &

sekitarnya.

Syok

Pemberian cairan RL hangat diberikan melalui dua kateter intravena ukuran besar (min

14-16 Gauge), prinsip pemberian 3:1 dengan dosis awal 1-2 liter.

Transfusi darah diberikan jika perdarahan massif dan tidak ada respon os terhadap

pemberian cairan awal.

Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.

Fraktur Tertutup Femur kanan

Imobilisasi sementara dengan traction splint selama 12 minggu. Bertujuan untuk

menghentikan perdarahan dan mengurangi nyeri.

D. DISABILITY

Status mental sadar tapi terlihat bingung, cemas.

GCS = 13 ( E:3, M :6, V: 4 )

Pupils isokor, refleks cahaya (+)

Extremities deformitas, edema dan memar pada paha tengah kiri (1/3 tengah lateral,

bila digerakkan, pasien menjerit kesakitan

Jadi, dari penilaian disability Pt penurunan tingkat kesadaran. karena Pt terlihat cemas &

bingung ( delirium ).

Tambahan primary survey :

Pasang monitor EKG

Kateter urin dan lambung

Monitor laju nafas, analisis gas darah

Pulse oksimetri

Pemeriksaan rontgen standar

Foto thorax nilai hemothorax, pneumothorax, fraktur iga, flail chest.

Foto servikal

Foto pelvis

Pemeriksaan tambahan

DPL & FAST nilai ada/tidak cairan intraabdomen

41

Page 42: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi

Re-evaluasi penderita

Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal

Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta

awasi tanda-tanda syok.

Secondary survey

Dilakukan setelah hemodinamik penderita stabil :

1) Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma

2) Pemeriksaan fisik

Kepala dan maksilofasial rontgen kepala untuk melihat ada/tidaknya

fraktur pada kepala (dahi & pelipis)

Vertebra servikal dan leher

Thorax rontgen thorax untuk lihat ada/tidaknya hemothorax,

pneumothorax, fraktur iga, flail chest

Abdomen DPL, FAST, CT Scan untuk mengetahui perdarahan

intraabdomen

Perineum

Musculoskeletal rontgen fraktur femur

Neurologis

Reevaluasi penderita

Tambahan pada secondary survey Pemberian analgesik untuk

meredakan nyerinya

TERAPI DEFINITIF : rujuk ke dokter bedah

Menghentikan perdarahan organ internal operasi definitif (laparotomi)

Fraktur costae dengan komplikasi terapi bedah dengan drainase atau

torakotomi

Fraktur femur operatif (ORIF with intramedullary nail)

Rujuk :

Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena

keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih

memungkinkan untuk dirujuk.

42

Page 43: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita

selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan

yang dituju.

Tension Pneumothoraks

Tatalaksana Tension Pneumothorax :

1. Berikan oksigen 12 L/menit dengan menggunakan nonrebreathing mask

2. Insersi Jarum 14 Gauge

Raba daerah interkostal 2 pada garis midklavikula. Costae 1 tidak akan teraba

karena terletak di bawah klavikula. Costae yang pertama kali teraba adalah

costae 2, pastikan letak ICS 2.

Bersihkan dengan alcohol atau povidone iodine

Tusukkan 14G syringe dengan posisi tegak lurus

Lepaskan tabung dari jarum, pastikan terdengar suara his yang menandakan

adanya udara yang keluar

43

Page 44: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

3. Pasang WSD dengan segera

Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea

aksillaris anterior dan media.

Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.

Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai

muskulus interkostalis.

Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.

Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai

rongga pleura / menyentuh paru.

Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan

menggunakan Kelly forceps

Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding

dada

Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.Foto X- rays

dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

4. Tindakan perawatan pasca pemasangan WSD

Perhatikan undulasi pada selang WSD, bila undulasi tidak ada, berbagai

kondisi dapat terjadi antara lain :

Motor suction tidak berjalan

Selang tersumbat, selang terlipat, paru-paru telah mengembang

Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi

sistem drainage

Amati tanda-tanda kesulitan bernafas

Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluarCek

batas cairan seal dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah

ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air

Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui

jumlah cairan yg keluar

Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama

44

Page 45: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan

Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan

sampai selang terlipat

Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan merubah posisi

Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu

Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang

dibuang

Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran

Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema

subkutan

Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efekti

Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD

Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan

gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

5.6.2. Fraktur Iga

1. Stabilkan area yang mengalami separasi. Memasang plester atau memiringkan pasien

dengan bagian yang patah di bawah.

2. Hilangkan nyeri, bisa diposisikan miring, kalau perlu anestesi lokal lidokain.

3. Drainase dengan WSD, baik untuk pneumothorax maupun hematothorax yang

mungkin terjadi

4. Berikan O2 dan ventilator. Diindikasikan bila pCO2 naik sedangkan pO2 turun; dengan

oksimeter terukur < 95

5. Foto rontgen untuk melihat adanya kontusi pulmo.

Perdarahan intraabdomen: DPL, USG, rujuk ke bedah untuk operasi

Syok hipovolemik:

o ganti darah yang hilang:

– Ringer laktat, dengan prinsip mengganti setiap satu millimeter darah

yang hilang dengan tiga milliliter kristaloid yang dihangatkan. Pada

saat awal diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus, dosis awal

adalah 1-2 liter pada dewasa dan pada anak 20ml/kgBB.

– Pemberian tranfusi darah

o hentikan perdarahan: rujuk ke bedah

45

Page 46: Laporan Kasus Trauma Multipel- Tension Peneumotoraks

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons Committe on Trauma. 1997. ATLS, edisi 7.

Bresler, Michael Jay dan George L. Sternbach. 2006. Manual Kedokteran Darurat, edisi 6. Jakarta :

EGC, 2006

Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4

Kamus Kedokteran Dorland

Purwadianto, Agus dan Budi Sampurna. Kedaruratan Medik, edisi revisi tahun 2010. Jakarta Barat :

Binarupa Aksara

46