25
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa , 8 Oktober 2013 Penanganan Limbah PJ Dosen : Dr.ir. Mohammad Yani Industri Pangan Asisten : Nizar Zakaria M. Sarfat STP. Msi PENGOLAHAN AIR LIMBAH Kelompok 6 / AP2 Salsa Karina Ardiyansyah J3E111136 Hani Mardiana J3E111131 Dwi Herlambang J3E111139 Husnul Khotimah J3E111141 Chitra Ayu Lestari J3E211152

laporan pengolahan limbah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan pengendalian limbah industri pangan

Citation preview

Page 1: laporan pengolahan limbah

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 8 Oktober 2013Penanganan Limbah PJ Dosen : Dr.ir. Mohammad YaniIndustri Pangan Asisten : Nizar Zakaria

M. Sarfat STP. Msi

PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Kelompok 6 / AP2

Salsa Karina Ardiyansyah J3E111136

Hani Mardiana J3E111131

Dwi Herlambang J3E111139

Husnul Khotimah J3E111141

Chitra Ayu Lestari J3E211152

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: laporan pengolahan limbah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah merupakan buangan atau bekas yang berbentuk cair, gas dan padat

dalam air limbah terdapat bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan

kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit

disentri, tipus, kolera dan sebagainya. Air limbah tersebut harus diolah agar tidak

mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan.

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun

terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan

gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun. Selain itu, dampak

lainnya adalah menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit yang dapat

merugikan kesehatan manusia. Bila dibiarkan, air limbah akan berubah warnanya

menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan sakit

pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan

sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan

ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan

gangguan kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi

lingkungan yang tidak baik (Mahida, 1994).

Oleh karena itu diperlukan adanya pengolahan air limbah guna mengurangi

dampak-dampak yang membahayakan kesehatan manusia. Air limbah harus dikelola

untuk mengurangi pencemaran. Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan

membuat saluran air kotor dan bak peresapan, dan lain sebagainya. Namun, pada

prkatikum kali ini akan dilakukan perngolahan air limbah secara sederhana agar dapat

diolah lebih lanjut.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan ini adalah melakukan pengolahan air limbah industri

pangan, menganalisis perubahan kualitas air selama pengolahan, mengetahui

perubahan fisik dan kimia selama pengolahan air limbah.

Page 3: laporan pengolahan limbah

BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam prakikum pengolahan air limbah

adalah sebagai berikut :

Air limbah domestik dan

industri

Gelas piala 1000 ml

Saringan diameter 15 cm

Toples 5 liter dan tutupnya

Aerator besar dan selang

Sparger

Sambungan selang

Sparger (aeras)

Gunting/ cutter

Plastik ukuran I kg

Lakban hitam

Solatip transparan

Botol 500 ml

NaOH teknis

HCl teknis

Tawas

Kaporit

pH meter

Thermometer

Neraca analitik

Cawan porselein 30- 40 ml

Corong gelas

Tabung reaksi COD

Rak tabung

Kertas saring (0,2 µm)

Tabung serum 100 ml

Tabung DO/ BOD 125 ml

Buret

Statif buret

Pereaksi DO

Pereaksi BOD

Pereaksi COD

Indikator (kanji)

Labu semprot 500 ml

Pereaksi NO3

Pereaksi NO4

Pereaksi SO4

Spektrophotometer

Page 4: laporan pengolahan limbah

2.2 Prosedur Kerja

2.2.1 Proses Pengolahan air limbah

2.2.2 OD (Optical Density)

Analisis : TSS, TS, BOD & COD

Analisis : pH

Analisis : pH

Analisis : pH & OD

Analisis : pH

Analisis : pH & OD

Analisis : pH

Analisis : pH, OD, TS, BOD &COD

Air Olahan / Effluent

Sedimentasi 3

Aerasi

Sedimentasi 2

Flokulasi

Sedimentasi 1

Filtrasi

Air Baku / Iffluent

Catat hasilnya

Atur λ = 600nm

Tuangkan sampel ke kuvet

Persiapan kuvet spektrofotometri

Persiapan sampel

Page 5: laporan pengolahan limbah

2.2.3 TS (Total Solid)

2.2.4 TSS (Total Suspensed Solid)

Ditimbang dan dicatat

Didinginkan dengan

desikator

Dioven selama 3 jam

Dipanaskan dipenangas

listrik

+ 20 mL infulent + 20 ml effluent

Di oven 1050

Disiapkan 2 cawan kosong

Ditimbang dan dicatat

Didinginkan dengan desikator

Di oven kertas saring

Disaring 50 ml effluent

Diletakkan kedalam corong gelas

Timbang kertas saring

Page 6: laporan pengolahan limbah

Dipipet 10 ml

2.2.5 BOD (Biological Oksigen Demand)

Pengenceran 10x (influent & effluent)

DO0 & 5: + air aerasi hingga penuh + 12 mL MnSO4 Tabung

ditutup + 2 mL KI

12 mL sampel (Botol Winkler) + 2 mlH2SO4

+ indikator kanji 2-3 tetesDititrasi dengan tiosulfat hingga warna biru hilang

2.2.7 COD (Chemical Oksigen Demand)

Pengenceran 100x (influent & effluent)0.1 mL sampel 9.9 mL aquades

Dipipet 2 mL sampel setelah diencerkan + 1.5mL K2Cr2O7

Page 7: laporan pengolahan limbah

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

tss(mg/L) ts(mg/L)sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah

1 air cucian piring 5,3 7,9 0,096 1,314 - - - 280 450 -62 air cucian pakaian 7,9 0,13 1,287 - 2006,28 - 120 1640 343 air cucian beras 5,9 7,7 1,556 1,329 - - - 160 - -4 air limbah tahu 3,3 9 0,296 2,317 - 4155,14 - 0 7655 1025 air limbah tapioka 4,6 8,8 1,291 1,324 - - - 160 3040 1606 air limbah nata 3,1 9,1 1,89 2,756 - 2667,44 - 280 1585 -507 limbah jus 4 7,5 0,761 2,14 - 2667,44 - 520 6370 340

BOD (mg/L) COD (mg/L)kelompok sampel

pH OD

3.1 Pembahasan

Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi kandungan

bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi,

mikorba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh

mikroorganisme di alam. Secara umum pengolahan air limbah dapat dibagi

menjadi lima tahap, yaitu pengolahan awal, pada tahap pengolahan ini melibatkan

proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak

dalam aliran air limbah. Selanjutnya adalah pengolahan tahap pertama, pada

dasarnya pengolahan tahap petama ini masih bertujuan sama dengan pengolahan

awal, letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Tahap yang ketiga

adalah pengolahan tahap kedua yang dirancang untuk menghilangkan zat-zat

terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa.

Tahapan keempat adalah pengolahan tahap ketiga, proses-proses yang terlibat

pada pengolahan tahap ketiga adalah sedimentation, filtration, carbon adsorption,

ion exchange, membrane separation, dan thickening gravity or flotation. Tahapan

yang terkahir adalah pengolahan lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan

yang sebelumnya. (Hidayat, 2008)

Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan air limbah skala

laboratorium dimana air limbah yang digunakan tidak dalam jumlah banyak.

Prinsip yang diterapkan adalah prinsip ketiga yang hanya melibatkan tahap

penyaringan, sedimentasi, flokulasi, dan aerasi saja. Terdapat berbagai macam

sampel air limbahn yang digunakan, sebagai berikut:

Page 8: laporan pengolahan limbah

Tabel 1Sampel air yang digunakan setiap kelompok

Kel

Sampel Kel Sampel

1 Air Limbah Cucian Piring 5 Air Limbah Industri Tapioka2 Air Limbah Cucian Pakaian 6 Air Limbah Industri Nata de Coco3 Air Limbah Cucian Beras 7 Air Limbah Industri Jus4 Air Limbah Industri Tahu

Penanganan air limbah yang dilakukan menggunakan proses sederhana

yang dapat dilakukan dalam laboratorium. Penanganan air limbah tersebut

dilakukan dengan melakukan beberapa pengujian secara fisik dan kimia

anorganik. Pengujian fisik terdiri dari pengujian Total Suspensed Solid (TSS) dan

Total Solid (TS). Sedangkan pengujian kimia anorganik terdiri dari pengujian pH,

BOD, COD dan DO.

3.2.1 Hasil Pengukuran pH Air Limbah

Pengukuran pH merupakan hal yang mutlak dilakukan di dalam

pengolahan air limbah. pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen di dalam

larutan. Semakin tinggi nilai pH artinya konsentrasi ion hidrogen semakin

sedikit dan larutan akan bersifat basa. Sebaliknya, semakin rendah nilai pH

maka larutan akan memiliki sifat asam karena konsentrasi ion hidrogen

semakin tinggi.

Dalam pengolahan limbah yang melibatkan proses biologi, peranan pH

sangat penting. Mikroorganisme memerlukan lingkungan dengan pH tertentu.

Secara umum, rentang pH yang dapat ditolerir oleh mikroorganisme adalah

pada kisaran 6.5 – 8.5. pH yang tidak sesuai atau terlalu fluktuatif dapat

menurunkan kinerja proses biologi karena mikroorganisme tidak dapat

melakukan metabolism secara optimal. Hasilnya, proses penyisihan organik

dari dalam air limbah (diwakili oleh BOD) tidak dapat berjalan dengan

semestinya dan efisiensi pengolahan dapat menurun. Selain itu, pH yang tidak

sesuai dengan persyaratan pengolahan dapat memacu tumbuhnya

mikroorganisme yang tidak diinginkan. (Muti, 2013)

Pada instalasi yang mengolah limbahnya dengan pengolahan kimia

pemantauan pH sangat diperlukan karena reaksi-reaksi kimia sangat

Page 9: laporan pengolahan limbah

dipengaruhi oleh pH. Reaksi pengendapan logam berlangsung pada kisaran

pH yang tinggi dan flokulan hanya dapat bekerja pada pH tertentu. Perubahan

pH dapat menjadi sinyal kepada operator instalasi pengolahan untuk

mengubah dosis bahan kimia yang diperlukan. (Muti, 2013)

Selain penting di dalam proses pengolahan, jangan lupa bahwa pH

merupakan salah satu parameter baku mutu air limbah. Air limbah yang sudah

diolah harus memenuhi rentang pH tertentu (kisaran pH normal) sebelum

dialirkan ke perairan agar kehidupan biota perairan tidak terganggu.

Pada praktikum telah dilakukan pengukuran pH pada setiap tahap

pengolahan dengan pengaturan pH pada tahap-tahap tertentu. Tahap dimana

perlu pengaturan pH adalah pada tahap setelah sedimentasi I dan sedimentasi

II. Alasan dari pengaturan pH pada tahapan ini adalah karena setelah tahap

sedimentasi I dilakukan tahap flokulasi dimana pada tahap ini dilakukan

penambahan koagulan berupa tawas yang efektif pada pH 5,8-7,4. Demi

mencapai hasil yang otimum maka dilakukan pengaturan pH sebesar 6.

Pengaturan pH juga dilakukan pada tahap sedimentasi II. Alasan dari

dilakukannya pengaturan pH adalah pada tahap setelah sedimentasi II

dilakukan pengujian yang melibatkan organisme (uji BOD) dimana

mikroorganisme dapat hidup optimum pada pH 6-8. Setelah dilakukan

pengaturan pH tidak menutup kemungkinan bahwa nilai pH setelah tahapan

proses akan kembali berubah, hal ini dikarenakan adanya perubahan

komponen dalam air limbah setelah dilakukan tahap proses pengolahan.

3.2.2 Pengukuran OD (Optical Density)

Analisis selama pengolahan yang kedua dilakukan adalah pengukuran

terhadap optical density (OD) masih menggunakan sampel limbah yang sama.

Optical density merupakan pengukuran terhadap tingkat kekeruhan yang

dimiliki oleh sampel limbah yang digunakan. Kekeruhan ini untuk

menunjukkan jumlah bakteri pada suatu sampel cair, diaman semakin keruh

suatu sampel menunjukkan semakin tinggi jumlah bakteri yang terkandung di

dalamnya. Pengukuran dilakukan pada beberapa tahap pengolahan, yaitu

dimulai dari influent, sedimentasi I, sedimentasi II dan aerasi. Pengukuran yang

Page 10: laporan pengolahan limbah

dilakukan dengan beberapa tahap tersebut guna menunjukkan adanya tidaknya

peningkatan atau penurunan jumlah bakteri yang terkandung pada sampel air

limbah.

Pengukuran nilai OD dilakukan dengan cara Spektorfotometri

menggunakan alat Spektrofotometer pada lamda 600 nm. Spektrofotometri

merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan

sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang

spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan

detector fototube. Pada spektrofotometri, pengukuran dilakukan dengan

menggunakan spektorfotometer, yaitu alat untuk mengukur transmitan atau

absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Absorbsi radiasi

oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh

suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk

komponen yang berbeda. Penggunaan panjang gelombang 600 nm

menunjukkanan korelasi antara optical density zat yang terlarut dengan

kekeruhan (Novitasari, 2011).

Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan metode Spektrofotometri,

didapatkan hasil pengukuran yang beragam dari setiap tahap oleh masing-

masing sampel air limbah. Pengukuran optical density yang hanya dilakukan

pada tahap influent, dan effluent ini untuk melihat ada tidaknya pertumbuhan

sebelum dan setelah pengolahan. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan

pada hampir semua sampel air mengalami peningkatan jumlah nilai optical

density (OD) dari influent hingga effluent. Keragaman nilai yang ditunjukkan

pada sampel air limbah tersebut menunjukkan pertumbuhan bakteri yang

fluktuatif pada tahapan proses yang dilalui. Kekeruhan membatasi masuknya

cahaya ke dalam air, yang terjadi karena adanya bahan yang terapung, dan

terurainya zat tertentu, seperti bahan organik, jasad renik, lumpur, tanah liat

dan benda lain yang melayang atau terapung dan sangat halus sekali.

Mekanisme dari pengukuran spektorfotomerti ini adalah ketika zat yang

terlarut terkena cahaya tampak dari spektrofotometer akan mengukur seberapa

banyak cahaya yang dapat tembus dan yang terpantul kembali oleh zat yang

terlarut. Semakin banyak zat yang terlarut dalam sampel, semakin banyak

Page 11: laporan pengolahan limbah

cahaya yang dihamburkan dan akan semakin tinggi pula nilai optical density

yang terukur dan sampel terlihat semakin keruh (Novitasari, 2011).

3.3.3 Pengukuran TS (Total Solid)

Total Solid (TS) atau padatan total merupakan total dari zat padat

terlarut dan zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun anorganik

(Rachman, 1999). Zat padat terlarut adalah jumlah nilai mineral, garam, logam,

kation dan anion yang terlarut dalam air yang dinyatakan dalam mg/L. Zat

padat tersuspensi bila berlebih akan meningkatkan kekeruhan air, sehingga

menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air dan mengakibatkan

terganggunya proses fotosintesis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengolahan

limbah, dalam hal ini untuk menurunkan kadar TS dari limbah buangannya.

Berdasarkan praktikum penanganan limbah dari ketujuh sampel, air

limbah yang memiliki padatan influent terbanyak adalah pada air limbah cucian

jus, air limbah industri tapioka, air limbah industri tahu, air cucian pakaian, air

cucian beras, air cucian piring dan air limbah nata de coco. Seharusnya

kandungan TS terbesar terdapat pada air limbah industri tapioka, kemudian air

limbah cucian beras, air limbah cucian jus dan air limbah nata de coco.

Perbedaan hasil TS yang didapatkan tersebut dikarenakan adanya perbedaan

jumlah air limbah yang digunakan karena keterbatasan sampel. Sehingga

menyebabkan terjadinya perbedaan pengenceran yang menghasilkan terjadinya

perbedaan tingkat kekeruhan yang sebanding dengan nilai TS. Selanjutnya

untuk pengujian TS effuent pada sampel tidak dilakukan, hal ini dikarenakan

sampel yang telah disiapkan mengalami kerusakan akibat penyimpanan yang

seharusnya dalam refrigerator, namun disimpan pada suhu ruang.

Total padatan yang terkandung pada cucian beras berasal dari pigmen

bulir beras yang bewarna putih keruh. Pigmen warna tersebut menjadi padatan

apabila bersentuhan dengan air karena mengalami proses pelunturan.

Sedangkan total padatan yang terkandung pada air limbah jus berasal dari

bulir-bulir serat sisa proses penghancuran buah. Serat tersebut tidak larut

didalam air karena berat jenisnya yang lebih besar dari air sehingga serat

Page 12: laporan pengolahan limbah

tersebut nantinya akan ikut tersaring pada saat proses penyaringan dalam

mengukur kadar total padatan pada air limbah cucian jus.

Pada air limbah industri tapioka juga menghasilkan total padatan yang

tinggi karena kadar pati yang terkandung pada singkong sangat tinggi.

Sehingga pada air limbah industri tersebut yang biasanya berasal dari proses

pencucian dan pembilasan dari proses penghancuran masih mengandung kadar

pati yang cukup tinggi. Sama halnya dengan serat, pati juga tidak mudah larut

dalam air karena bersifat koloid, sehingga pati tersebut mempengaruhi

kandungan total padatan suatu air limbah industri tapioka. Pada sampel air

limbah industri nata de coco total padatan terlarut dapat berasal dari kandungan

mikroba yang berasal dari proses fermentasi. Semakin banyak mikroba yang

ikut hilang pada proses pencucian lembaran nata de coco maka kandungan total

padatan semakin tinggi akibat mikroba tersebut membentuk suatu lapisan yang

cukup tebal (Mursyidah dkk, 2009).

Hasil yang didapatkan pada limbah cair setelah diberi perlakuan

penanganan air limbah mengalami penurunan total padatan yang cukup

banyak. Zat-zat organik yang menyebabkan kekeruhan berkurang dengan

adanya perlakuan penyaringan, pengendapan, flokulasi dan aerasi yang

dilakukan selama dua minggu. Akan tetapi, dari ke tujuh sampel, sampel yang

dapat digunakan sebagai air baku adalah air limbah cucian piring dan air

limbah cucian pakaian, karena berdasarkan KEP MEN No. 42/MENLH/10/96

mengenai Baku Mutu Air Limbah [Kementerian Lingkungan Hidup, 1996],

kadar maksimum TS yang diperbolehkan adalah 250 mg/l. Sehingga kelima

sampel lainnya tidak dapat digunakan sebagai air baku, kecuali kelima air

limbah tersebut akan diolah kembali.

3.3.4 Pengujian TSS (Total Suspended Solid)

Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu

dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal

2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS umumnya dihilangkan

dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kekeruhan pada air akibat

padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap.

Page 13: laporan pengolahan limbah

Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi

nilai padatan tersuspensi, semakin tinggi pula nilai kekeruhan. Akan tetapi,

tingginya padatan terlarut tidak diikuti dengan tingginya kekeruhan karena jika

nilai kekeruhannya tinggi maka akan dapat mempersulit usaha penyaringan dan

mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Tarigan, 2003).

Berdasarkan hasil padatan tersuspensi total ketujuh sampel air limbah

didapatkan bahwa air limbah tahu memiliki nilai tertinggi dari semua sampel

yaitu sebesar 7655 mg/l dibandingkan dengan limbah air cucian pakaian yaitu

1640, limbah nata yaitu 1585, limbah air jus yaitu 6370, limbah tapioka 3040

dan limbah cucian piring 450 dan untuk limbah cucian beras tidak dilakukan

karena sampelnya tidak ada. Tahu merupakan makanan berbahan dasar kedelai

yang memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga saat menjadi limbah

cair, mungkin masih terdapat ampas kedelai yang telah menjadi tahu yang

memungkinkan ampasnya tersaring di kertas saring sehingga nilai TSS nya

menjadi besar.

3.3.5 Pengukuran BOD (Biological Oxygen Demand)

BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya

bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik.

bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap

terdekomposisi (readily decomposable organic matter). BOD sebagai suatu ukuran

jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam

perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari

pengertian - pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan

jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah

bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.

Pada pratikum kali ini akan menguji BOD (Biological Oxygen Demand) pada

enam uji sampel air, yaitu: air cucian beras, air limbah tahu, air cucian pakaian, air

limbah Nata de Coco, air limbah tapioka, air cucian piring, dan air limbah jus. Pada

influent limbah, pengujian BOD terhadap sampel tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan

sama seperti pada pengujian TS, sampel yang digunakan rusak karena kesalahan suhu

penyimpanan. Pada effluent hanya sampel dari kelompok 2,4,6 dan 7 yang dapat diuji

DO5 nya. Hal ini dikarenakan sampel DO5 dari 3 kelompok lainnya yang disimpan

pada botol serum pecah. Berdasarkan hasil dari 4 kelompok tersebut nilai BOD

Page 14: laporan pengolahan limbah

tertinggi terdapat pada sampel kelompok 4 (air limbah tahu). Namun hasil ini

dipengaruhi dari karakteristik sampel. Buah apa yang dipakai untuk jus, piring yang

dicuci bekas makanan apa, jumlah makanan yang tersisa pada piring, pakaian yang

dicuci dari kotoran apa, dll. Sehingga Hasil uji pratikum ini tidak mutlak.

Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah BOD yaitu: jumlah dan jenis

bakteri yang digunakan, pH, suhu imkubasi, keracunan, dan waktu inkubasi. Pada

pratikum ini faktor yang lain adalah keterampilan dan ketelitian pratikan dalam hal

titrasi, hal ini menjadi penting karena jika salah saja membaca buret maka hasil

itungan jumlah BOD pun akan berbeda begitu pula dengan menitrasi jika saja tidak

teliti melihat warna dan memberhentikan aliran titran maka hasil jumlah BOD pun

akan menjadi tidak akurat.

3.2.6 Pengukuran COD (Chemical Oksigen Demand)

Penetapan COD gunanya untuk mengukur banyaknya oksigen setara

dengan bahan organik dalam sampel air, yang mudah dioksidasi oleh senyawa

kimia oksidator kuat. COD adalah banyaknya oksidator kuat yang diperlukan

untuk mengoksidasi zat organic dalam air, dihitung sebagai mg/l O2. Selain

senyawa organik terurai ,limbah cair juga megandung senyawa organik yang

tidak terurai (non biodegradable organics). Parameter COD sebenarnya

menunjukan jumlah oksigen (mg/LO2 ) yang ada dalam senyawa oksidan yang

dibutuhkan untuk menguraikan seluruh senyawa organik yang terkandung

dalam 1 liter limbah cair. Senyawa organik yang sulit terurai ( non

biodegradable organics ) terdiri dari berbagai jenis senyawa organik yang

sangat sulit diuraikan oleh mikroba, seperti herbisida, deterjen, sellulosa,

minyak dan oli. Analisis COD ini dilakukan berdasarkan pemeriksaan air

limbah sebelum pengolahan (Infulent) dan sesudah pengolahan (effluent).

Penentuan kadar COD bermanfaat untuk menentukan system pengolahan

limbah. Air yang tercemar, misalnya oleh limbah domestic atau pun limbah

industry pada umumnya mempunyai nilai COD yang tinggi, sebaliknya air

yang tidak tercemar mempunyai COD yang rendah.

Pada prinsipnya pengukuran COD adalah sampel dilakukan 100x

pengenceran dengan cara 0,1 ml sampel ditambahkan dengan 9,9 ml aquades.

Setelah dilakukan pengenceran, sampel diambil sebanyak 2ml dan dimasukkan

Page 15: laporan pengolahan limbah

kedalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi COD. Sampel didalam

tabung reaksi diinkubasi di refri selama satu minggu. Tahap selanjutnya,

sampel COD yang sudah didiamkan selama satu minggu dimasukkan ke dalam

erlenmeyer untuk dilakukan titrasi. Sampel COD ditambahkan indikator feroin

kemudian dititrasi dengan FAS (Fero amonium sulfat) hingga merah

bata.Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu

disaat warna kuning atau hijau berubah menjadi coklat bata.

Berdasarkan hasil analisis COD terhadap ketujuh sampel pada sampel

influent tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan sama seperti pada pengujian TS

yaitu sampel yang rusak karena kekeliruan praktikan dalam menyimpan

sampel. Sedangkan pada sampel effluent didapatkan COD pada air cucian

piring sebesar 280 mg/L. Selanjutnya pada air cucian pakaian didapatkan nilai

COD sebesar 120 mg/L. Sedangkan pada air cucian beras didapat nilai COD

sebesar 160 mg/L. Pada limbah air tahu didapat nilai COD 0 mg/L, diikuti air

limbah nata dengan 280 mg/L dan air limbah jus dengan 520 mg/L.

Berdasarkan hasil tersebut didapatkan nilai COD effluent tertinggi adalah pada

sampel air limbah jus.

Semakin tinggi nilai COD artinya semakin tinggi pula pencemaran air

oleh zat-zat organis yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui proses

mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air

(Alaerts, 1984). Sebaliknya, jika nilai COD lebih rendah maka tingkat

pencemaran air semakin rendah pula. Hasil analisis sesudah pengolahan

(effluent) menunjukkan bahwa air cucian beras dan cucian pakaian

mengandung bahan organik yang lebih tinggi.

Senyawa organik yang terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen dengan

elemen aditif nitrogen, sulfur, fosfat, dll cenderung untuk menyerap oksigen-

oksigen yang tersedia dalam limbah air dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk

mendegredasi senyawa organic akhirnya oksigen. Konsentrasi dalam air

limbah menurun, ditandai dengan peningkatan COD, BOD, TS dan air limbah

juga menjadi berlumpur dan bau busuk. Semakin tinggi konsentrasi COD

menunjukkan bahwa kandungan senyawa organik tinggi tidak dapat

terdegredasi secara biologis.

Page 16: laporan pengolahan limbah

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Page 17: laporan pengolahan limbah

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan Santika, S.S. (1984). Metoda Penelitian Air.Usaha Nasional: Surabaya.

Hidayat, Wahyu. 2008. Teknik Pengolahan Air limbah.

http://majarimagazine.com/2008/01/teknologi-pengolahan-air-limbah/.

[26 November 2013]

Mahida, 1994. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta : Rajawali Pers.

Mursyidah dan Nur Izatil H., 2009, Studi Kandungan Tss Dalam Air Yang Tercemar Limbah Minyak Pelumas Dengan Menggunakan Metode Aerasi Dan Adsorbsi Karbon Aktif Dan Zeolit, Laporan Penelitian Program Studi S Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

Muti, 2013. Pengukuran pH di Dalam Pengolahan air Limbah (Part I).

http://www.airlimbah.com/2013/11/02/pengukuran-ph-di-dalam-

pengolahan-air-limbah-part-1/. [25 November 2013]

Novitasari, Deni. 2011. Optimasi Kinerja Microbial Fuel Cell (MFC) Untuk Produksi Energi Listrik Menggunakan Bakteri Lactobacillus bulgaricus. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia. Depok.

Rahman, Azhari, Ir.,MT. (1999). Kamus Istilah dan Singkatan Asing “Teknik Penyehatan dan Lingkungan”. Universitas Trisakti. Jakarta.

Tarigan. M.S, 2003, Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) di perairan Raha. Sulawesi Tenggara, Jurnal Makara, Seri Sains volume 7 No.3