21
PAPER PENGOLAHAN LIMBAH DAN AIR Pengolahan Limbah pada Industri Minyak SawitDisusun Oleh : Cecep Saripudin (3335132597) Mannuela Anugrahing Marwindi (3335130699) Mita Septiani (3335132689) Siti Aliyasih (3335132629) Suhirman (3335130933) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Pengolahan Limbah Sawit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

IPAL Limbah Sawit

Citation preview

PAPERPENGOLAHAN LIMBAH DAN AIRPengolahan Limbah pada Industri Minyak Sawit

Disusun Oleh :Cecep Saripudin(3335132597)Mannuela Anugrahing Marwindi(3335130699)Mita Septiani(3335132689)Siti Aliyasih(3335132629)Suhirman(3335130933)

JURUSAN TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASACILEGON2015PENDAHULUANKomoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat danmempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional. Salah satu hasil olahan kelapa sawit adalah minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO)saat ini merupakan sumber minyak nabati terbesar di dunia. Menurut laporan Oil Worldpada tahun 2011, Minyak kelapa sawit memberikan andil sekitar 27% atau 46 juta ton terhadap total minyak nabati di dunia. Produksi minyak nabati berikutnya diikuti oleh soybean, rapeseed dan sunflower. Sementara itu, sebagai negara dengan paling besar penghasil minyak kelapa sawitadalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit (PKS) yang berjumlah lebih dari 640 di seluruh Indonesia memproduksi CPO sekitar 23 juta ton atau 46% dari total produksi CPO di dunia.Kelapa sawit merupakan produk yang banyak diminati oleh para investor karena nilai ekonominya yang cukup tinggi. Saat ini luas areal perkebunan kelapa sawit di indonesia mencapai 7.077.207 ha atau meningkat 12,95% jika dibandingkan akhir tahun 2005 yang hanya 5.453.817 ha. (DIRJEN Perkebunan, 2009). Proses pengolahan kelapa sawit menghasilkan produk ikutan berupa limbah kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukannya limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit. Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas (Fauzi et al., 2002).Polutan di dalam air buangan/limbah yang bersumber dari fasilitas produksi pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2. Yang pertama adalah komponen yang seharusnya menjadi produk yang muncul di dalam air buangan karena sesuatu alasan. Melalui pembenahan di proses produksi, loss produksi dapat diturunkan, konsentrasi komponen ini di dalam air kotoran/limbah juga dapat diturunkan. Yang berikutnya adalah benda tidak dibutuhkan yang dihasilkan melalui proses pemurnian produk dari bahan baku, yang muncul di dalam air buangan. Bagian ini adalah komponen yang pada dasarnya seharusnya dibuang, dan menjadi obyek utama dari pengolahan air limbah.

BAHASANDidalam proses pembuatan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil : CPO) melalui Tandan Buah Segar (TBS) maka akan dihasilkan berbagai macam air buangan/limbah. Pada proses pemanasan dan sterilisasi, TBS diolah secara sterilisasi uap dengan tekanan uap 2.5-3.0 kg/cm2, suhu 135-140C selama 90-100 menit. Pertama dihasilkan air limbah drain (kondesat) dari setiap proses memakai sterilizer di proses ini. Pada proses ekstraksi berikutnya, CPO diperas dengan memasukkan bahan baku ke dalam screw press. Pada proses ini, adakalanya air yang mengandung minyak merembes keluar dari berbagai fasilitas. Pada proses purifikasi CPO ditambahkan air pemanas bersuhu 90C, lalu CPO dimurnikan dengan mengekstrak zat pengotor di dalam CPO ke sisi lapisan air pemanas. Dari proses ini, kandungan minyak yang ada di dalam air limbah panas berkisar 1%. Setelah itu, minyak yang telah dikumpulkan melalui pengutip minyak dikembalikan ke proses purifikasi, dan dikumpulkan sebagai CPO. Air limbah yang dihasilkan dan proses pemisahan minyak &air masih mengandung minyak, karena itu selain dan kandungan minyak terpisah mengapung pada tangki adjusting, kandungan padatan juga akan mengendap. Air limbah yang kandungan minyaknya telah dipisahkan dialirkan ke proses pengolahan air limbah.Terdapat beberapa macamair limbah yang dihasilkan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS), antara lainair limbah yang dihasilkan dan proses pembuatan CPO,air limbah yang mengalir bersama air hujan yang dihasilkan di lokasi penempatan TBS di dalam pabrik,air limbah yang merembes keluar ke lantai di dalam pabrik dari fasilitas produksi & pipa dll (termasukyang tercampur dengan air hujan),air limbah dan fasilitas utiliti seperti boiler dll, dan air limbah umum dari kantor dan lainnya. Pada pabrik yang umum, semua air limbah ini dijadikan dalam satu penampungan lalu diolah menjadi berbagai produk dan berbagai macam cara. Berikut ini adalah berbagai macam pengolahan limbah industri kelapa sawit.1. Pengolahan limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi pupuk organikTandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu jenis limbah padat yang dihasilkan dalam industri minyak sawit. Jumlah TKKS ini cukup besar karena hampir sama dengan jumlah produksi minyak sawit mentah. Limbah tersebut belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Komponen terbesar dari TKKS adalah selulosa (40-60 %), disamping komponen lain yang jumlahnya lebih kecil seperti hemiselulosa (20-30 %), dan lignin (15-30 %) (Dekker, 1991). Salah satu alternatif pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit adalah sebagai pupuk organik dengan melakukan pengomposan (Fauzi et al., 2002).Pengomposan adalah proses biologis dimana mikroorganisme mengkonversi material organik menjadi kompos. Pengomposan dinominasi oleh proses aerob atau proses yang membutuhkan oksigen. Mikroorganisme memakai O2 untuk mendapatkan energi dan nutrisi dari material organik. Kondisi yang dianjurkan untuk pengomposanKondisiBatas yang layakBatas yang dianjurkan

Rasio C/N20/1 40/125/1 30/1

Kelembaban40 65 % (1)50 60 %

Konsentrasi O2> 5 %jauh lebih besar dari 5 %

Ukuran Partikel3 13Bervariasi (2)

Ph5.5 9.06.5 80

Temperatur43 666.5 80

1Rekomendasi untuk pengomposan cepat. Kondisi diluar batas tersebut dapat juga memberikan hasil yang baik2Tergantung pada material yang digunakan, ukuran tumpukan, dan keadaan lingkungan (Rynk et al., 1992).

Pada proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit yang dilakukan di sebagian besar industri sawit, hal pertama yang dilakukan adalah pencacahan. TKKS dicacah terlebih dahulu menjadi serpihan-serpihan dengan memakai mesin pencacah. Kemudian bahan yang telah dicacah ditumpuk memanjang dengan ukuran lebar sekitar 2,5 meter dan tinggi 1 meter. Selama proses pengomposan tumpukan tersebut disiram dengan limbah cair yang berasal dari pabrik kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar per jam dapat memproduksi 60 ton kompos dari 100 ton tandan kosong sawit yang dihasilkan (Fauzi et al., 2002).Proses pengomposan akan berlangsung dalam waktu 1,5 3 bulan. Kompos yang sudah matang dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut :1. Terjadi perubahan warna menjadi coklat kehitaman.2. Suhu sudah turun dan mendekati suhu pada awal proses pengomposan.3. Jika diremas, TKKS mudah dihancurkan atau mudah putus serat-seratnya.Pengamatan secara kimia ditunjukkan dengan rasio C/N yang sudah turun. Rasio C/N awal TKKS berkisar antara 50-60. Setelah proses pengomposan rasio C/N akan turun dibawah 25. Apabila rasio C/N lebih tinggi dari 25 proses pengomposan belum sempurna. Pengomposan perlu dilanjutkan kembali sehingga rasio C/N di bawah 25 (Isroi, 2008).Salah satu parameter penting dalam mempercepat proses pengomposan adalah ketersediaan O2. Pada sistem pengomposan, supply O2 dipenuhi melalui mekanisme aerasi. Aliran udara pada sistem pengomposan perlu dipertahankan pada 10 dan 30 cf/hari/lb vs muatan awal dari limbah padat yang dikomposkan. Terlalu sedikit aerasi menyebabkan kondisi anaerob terjadi, memperlambat proses pengomposan. Terlalu banyak aeasi akan menyebabkan kompos menjadi kering dan menghambat metabolisme. Kelembaban optimal pada kompos adalah diantara 55% dan 69% (McKinney, 2004).Hal penting yang perlu diketahui dalam setiap proses pengomposan adalah selalu ada batas maksimal mengenai kecepatan proses pengomposan suatu material organik. Jika batas maksimal tersebut telah dicapai, perlakuan apapun yang diberikan terhadap sistem kompos tidak akan dapat mempercepat laju proses pengomposan.2. Pengolahan limbah cair dengan proses koagulasi melalui elektrolisisProses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit akan menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup besar. Untuk menghasilkan satu ton minyak kelapa sawit dihasilkan dua setengah ton limbah cair pabrik kelapa sawit. Limbah cair tersebut berasal dari proses perebusan, klarifikasi dan hidrosiklon.Tingginya nilai COD, BOD dan kekeruhan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat diturunkan dengan koagulasi zat-zat organik dan anorganik yang dikandungnya. Proses koagulasi dapat terjadi dengan penambahan koagulasi secara tidak langsung dari proses elektrolisis memakai elektroda aluminium sebagai sumber ion Al+3. Ion Aluminium akan bereaksi dengan air membentuk aluminium hidroksida yang berfungsi sebagai koagulasi.Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand) Sampel 10 ml dipipet ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 dan 0,2 g merkuri sulfat. Dimasukkan 2 buah batu didih yang telah diaktifkan. ditambahkan 5 ml asam sulfat. Hasil dari perlakuan itu ditambahkan 10 ml asam sulfat dan direfluks selama 45 menit. Setelah larutan menjadi dingin ditambahkan 20 ml aquades. Ditambahkan 2 tetes indikator feroin, lalu dititrasi dengan ferro amonium sulfat 0,025 N sampai warna menjadi merah kecoklatan dan dicatat volume peniter. Pengukuran BOD (Biologycal Oxygen Demand) 1 liter aquades dimasukkan dalam botol aerasi dan ditambahkan 1 ml FeCl3, 1ml CaCl2, 1 ml bufer fosfat , 1 ml HCl 10%, 0,1 g inhibitor nitrifiksasi dan 25 ml jentik-jentik lalu diaerasi selama 1 jam. Dipipet 1 ml sampel dimasukkan dalam labu Winkler dan diisi dengan larutan pengencer sampai penuh dan ditutup. Untuk Do5 dimasukkan ke dalam inkubator selama 5 hari pada suhu 200oC. Untuk Do0 ditambahkan 1 ml mangan sulfat, 1 ml azida dan 1 ml asam sulfat lalu diaduk. Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna kuning pucat lalu ditambahkan 1 ml indikator amilum dan dititrasi kembali sampai jernih dan dicatat volume peniter.Data yang diperoleh bahwa limbah cair pabrik kelapa sawit yang berasal dari kolam akhir masih banyak mengandung zat anorganik dan organik, dengan ukuran dan bentuk yang bermacam-macam sehingga mengakibatkan nilai COD dan BOD serta kekeruhan semakin tinggi. Dari grafik arus terhadap COD ditunjukkan penurunan nilai COD dan BOD seiring dengan meningkatnya kuat arus yang dialirkan. Hal ini terjadi karena kestabilan sistem koloid yang tersuspensi pada sampel limbah cair diganggu dengan penambahan ion aluminium yang berasal dari proses oksidasi di anoda. Ion Al+3 yang masuk ke dalam sampel akan memperkecil potensial zeta yang berarti mengurangi perbedaan muatan di dalam sampel. Dengan berkurangnya perbedaan muatan ini ketebalan lapisan diffus akan berkurang dan menggangu lapisan stern sehingga gaya tolak menolak antara partikel yang berdekatan tersebut dikurangi ataupun ditiadakan sehingga terjadi proses koagulasi. Pada kedua grafik tersebut dapat dilihat penurunan nilai COD dan BOD yang relatif derastis pada saat arus dialirkan sebesar 2,5 A dibandingkan dengan sampel limbah cair yang tidak dielektrolisis. Hal ini disebabkan oleh arus yang dialirkan semakin besar maka kecepatan partikel terkoagulasi akan semakin cepat sehingga mnegakibatkan jumlah partikel yang tersuspensi semakin sedikit . Semakin sedikit jumlah dan semakin kecil ukuran partikel maka diperlukan kuat arus dan waktu yang lebih besar untuk yang terkoagulasi. Didapati bahwa semakin besar arus yang dialirkan maka pH sampel akan semakin besar. Kenaikan pH ini disebabkan adanya pelepasan ion hidroksida atau gas hidrogen pada saat berlangsungnya peristiwa reduksi di katoda.

3. Pengolahan limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi bioetanolLimbah padat industri kelapa sawit yaitu tandan kososng kelapa sawit mempunyai ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa dan lignin (Fauzi, 2002). Bahan berselulosa selama ini merupakan limbah pertanian yang belum termanfaatkan secara optimal dan jumlahnya cukup melimpah. Selain itu, bahan ini tidak berbenturan dengan kebutuhan pangan. Diantara bahan bahan berselulosa tersebut yang cukup potensial dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS tersedia cukup melimpah dan selama ini kurang dimanfaatkan secara optimal selain itu juga kandungan selulosanya cukup tinggi (45%).Pengolahan TKKS menjadi bioetanol pada prinsipnya sama dengan proses yang berbahan baku singkong yaitu melalui tahapan hidrolisis, fermentasi dan destilasi. Tetapi pada TKKS perlu adanya perlakuan tambahan berupa pretreatment .untuk dapat menghilangkan lignin yang dapat mengganggu proses hidrolisis selulosa. Kemudian dilanjutkan hidrolisis menggunakan enzim selulase dan dihasilkan cairan glukosa. Cairan glukosa difermentasi menggunakan khamir Saccharomyces cereviseae dengan kondisi anaerob fakultatif, suhu 30o C, pH 4,0 4,5 dan kadar gula 10 -18% selama 30 72 jam dan dihasilkan bioetanol. Bioetanol kemudian didestilasi sehingga mencapai kemurnian 95 98 %. Bioetanol siap digunakan sebagai bahan bakar pada kendaraan bermotor. Penggunaanya dapat dicampur dengan bensin tetapi bisa juga 100% bioetanol apabila mesin kendaraan bermotor tersebut didesain khusus untuk bahan bakar bioetanol (Hidayat, R. 2005).Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dalam pembuatan bioetanol. Dimana tahap pertama dilakukan isolasi selulosa dari tandan kosong kelapa sawit yang kemudian dihidrolisis dengan HCl 30% yang selanjutnya difermentasi dengan menggunakan ragi roti tanpa isolasi Saccharomyces cereviceae terlebih dahulu.

4. Pengolahan limbah padat menjadi energi alternatif PLTUSalah satu potensi sumber energi alternatif di Bangka Belitung yang dapat diperbarui adalah energi biomassa limbah padat dari perkebunan kelapa sawit. Sisa pengolahan kelapa sawit berupa limbah padat memiliki kandungan energi yang cukup tinggi. Bila dikelola dengan baik, limbah padat kelapa sawit dapat digunakan sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil dan minyak yang biasa digunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Gambar 1. Skema proses terjadinya bahan bakar PLTU 6MWBuah kelapa sawit dari perkebunan yang berupa tandan buah segar dibawa menggunakan truk menuju ke pabrik kelapa sawit untuk di proses. Proses awal yang dilakukan pada pabrik kelapa sawit adalah perebusan tandan buah segar dengan menggunakan sterilizer yang bertujuan untuk memisahkan brondolan dari janjang kosong. Pada proses perebusan tidak semua brondolan terpisah dari janjang kosong sehingga dilakukan pemisahan lagi menggunakan thresher. Janjang kosong yang telah terpisah dari brondolan dikirim ke penampungan melalui konveyor yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman dan ada juga yang dipress menggunakan press manumancer sehingga menjadi fibre. Sedangkan brondolan dimasukkan kedalam digester yang bertujuan untuk menghasilkan minyak kelapa sawit yang berupa Crued Palm Oil (CPO), kulit dari brondolan yang keluar dari digester menjadi serabut serabut halus atau disebut fibre. Fibre yang berasal dari janjang kosong dan kulit brondolan ini yang digunakan sebagai bahan bakar pada PLTU 6 MW. Dan nut yang keluar dari digester diproses lagi didalam polishing drum yang bertujuan untuk memisahkan fibre yang masih menempel pada nut. Kemudian nut dipecah menggunakan ripple mill sehingga menghasilkan cangkang dan kernel. Kernel diproses lagi pada pabrik kelapa sawit sehingga menghasilkan minyak kelapa sawit berupa Crued Palm Kernel Oil (CPKO). Sedangkan cangkang digunakan sebagai bahan bakar pada PLTU 6 MW.

Proses Produksi PLTU 6 MW

Gambar 2. Skema siklus PLTU 6MW

Bahan baku utama dalam proses produksi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah air. Sumber air yang digunakan untuk proses pada PLTU 6 MW berasal dari danau bekas penambangan timah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi PLTU 6 MW. Air dari sumber diproses melalui water treatment sehingga menghasilkan air yang dapat digunakan pada PLTU 6 MW dengan kadar pH air sebesar 6,5 7,5. Air dari proses water treatment dipanaskan terlebih dahulu melalui feed tank sehingga mencapai suhu 90oC, kemudian dipanaskna lagi didalam deaerator mencapai suhu 110oC. dari deaerator air dipompa menuju ke economizer dan dipanaskna lagi sehingga mencapai suhu 200oC 220oC. Air dari economizer dipompa menuju kedalam boiler dan dipanaskan lagi dengan menggunakan bahan bakar cangkang atau fibre sehingga menghasilkan uap. Uap dari pemanasan air didalam boiler dikeringkan dengan menggunakan superheater sehingga menghasilkan temperatur uap sebesar 320oC 350oC dan tekanan uap sebesar 22 bar -27 bar. Uap tersebut digunakan untuk memutar prime mover yang berupa turbin uap dengan putaran rata rata sebesar 3000 rpm. Poros dari turbin uap terhubung dengan rotor generator pada PLTU 6 MW sehingga rotor generator berputar dan menghasilkan output berupa energi listrik.

5. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi biogasLimbah cair pabrik kelapa sawit penghasil CPO masih menyisakan minyak yang berasal dari proses perebusan tandan buah segar. Menurut Suyani (1996), konsentrasi minyak dalam limbah cair keluaran pabrik yaitu 6134 mg/L. Konsentrasi ini masih tinggi untuk langsung dilepas ke perairan. Oleh sebab itu dilakukan penelitian mengenai produksi biogas dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit (LCPMKS) dengan penambahan sampah sawi hijau sebagai ko-substrat. Penambahan sludge kotoran sapi sebagai inokulum diharapkan dapat mempercepat terjadinya proses fermentasi (Sufyandi, A., 2001). Kadar airAnalisis kadar air terhadap masing-masing substrat dan campurannya dilakukan secara gravimetrik sesuai dengan Official Methods of Analysis of AOAC International (2000).C-organik. Analisis total C dikerjakan dengan metode spektrofotometri (Official Methods of Analysis of AOAC International 2000).N-Total. Analisis N total dikerjakan berdasarkan pada metode Kjehdahl (Anonimus, 2005).Produksi Biogas Bahan baku substrat utama yaitu limbah cair pabrik minyak kelapa sawit (LCPMKS) dan substrat tambahan berupa limbah sawi hijau, menggunakan slurry fermentasi anaerob dari kotoran sapi sebagai inokulum. Biodigester yang digunakan yaitu tipe Batch berkapasitas 20 L. Biodigester penghasil biogas dibagi menjadi empat unit dan tiap unit berisi substrat dan inokulum dengan total volume 10L. Unit I berisi inokulum dan LCPMKS dengan perbandingan 9L : 1L (LC:SW 100:0) dan digunakan sebagai kontrol. Unit II berisi 1L inokulum, serta LCPMKS dan limbah sawi hijau dengan perbandingan 7,2L : 1,8L (LC:SW 80:20). Unit III berisi 1 L inokulum, LCPMKS dan limbah sawi hijau dengan perbandingan 5,4L: 3,6L (LC:SW 60:40). Digester hanya diisi satu kali selama periode penelitian. Bahan dicampur dan diaduk sehomogen mungkin dan selanjutnya dibiarkan selama 60 hari . Slurry yang sudah homogen dianalisis kadar Air, C-Organik dan N-Total dari masing-masing campuran. Biogas yang dihasilkan ditampung menggunakan balon plastik. Penentuan Volume BiogasSetelah 60 hari, volume biogas dihitung menggunakan metoda Floating-Drum. Metoda ini menggunakan dua buah wadah ember yang mempunyai ukuran berbeda.. Ember kecil ditelungkupkan dalam ember besar yang terlebih dahulu diisi air. Pada dua sisi ember besar dipasang besi penyangga untuk menjaga posisi ember kecil agar tidak bergeser. Kemudian diatas ember kecil dipasang dua buah kran compressor untuk mengatur udara yang masuk dalam ember kecil. Setelah itu balon yang telah berisi biogas dialirkan menggunakan slang yang disambungkan dengan salah satu kran. Dicatat skala kenaikan ember kecil dan diameter embernya untuk digunakan dalam perhitungan volume biogas, dengan menggunakan rumus : Volume = 1/3 t (R2 + Rr + r2) Keterangan : t = jarak lingkaran besar ke lingkaran kecil (cm) R = Jari-jari ember besar (cm) r = jari-jari ember kecil (cm).

Penentuan Kadar Metan dalam Biogas Kadar metan dalam gas dihitung setelah dikurangi dengan jumlah karbondioksida dan asumsi kadar hidrogen sulfida sebesar 3%. Prinsip penentuan karbondioksida adalah absorbsi gas tersebut setelah dilewatkan pada larutan NaOH 20%. Dengan melakukan penyerapan tersebut maka dapat diketahui jumlah volume gas yang terserap sebagai volume CO2. Caranya yaitu dengan memasukkan masing-masing 30 mL gas hasil ke sebuah alat menyerupai syringe. Kemudian secara perlahan gas tersebut dilewatkan pada larutan NaOH 20% dalam wadah U. Selanjutnya dibiarkan naik kembali ke syringe dan dicatat volume yang tersisa pada syringe dan ditetapkan sebagai volume biogas tanpa CO2. Sementara volume CO2 dihitung dari selisih volume total gas yang dimasukkan dengan volume gas yang naik kembali ke syringe. Percobaan dilakukan sebanyak dua kali, namun untuk percobaan kedua dicobakan terhadap masing-masing gas sebanyak 20 mL.Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa limbah sawi hijau dapat digunakan sebagai ko-substrat pada produksi biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit dalam sistem batch. Penambahan limbah sawi hijau dapat memperbaiki C/N substrat limbah cair kelapa sawit yang awalnya 46,94:1 menjadi 24,82:1 (LC:SW80:20) dan 29,97:1 (LC:SW60:40).

6. Pengolahan limbah industri kelapa sawit menjadi biodieselLimbah cair yang dihasilkan terutama limbah cair yang langsung diambil dari pipa pembuangan (kondisi panas 40oC s/d 50oC ) masih mengandung lemak/CPO parit (129 mg/l). Ada beberapa proses pengolahan biodiesel berbasis CPO parit, di antaranya adalah esterifikasi dan transesterifikasi yang termasuk dalam proses alkoholisis. Proses esterifikasi dilakukan cukup dengan satu tahap untuk menghilangkan kadar FFA berlebih di dalam CPO parit sedangkan proses transesterifikasi dilakukan dengan dua tahap karena tahap pertama transesterifikasi masih menyisakan jumlah trigliserida yang cukup banyak pada akhir reaksi yang dikenal transesterifikasi I. Sebelum melakukan reaksi esterifikasi, CPO parit yang akan direaksikan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sentrifuse untuk memisahkan kotoran padat (total solid) dan air dari CPO parit sehingga tidak mengganggu reaksi esterifikasi nantinya. Proses esterifikasi yaitu mereaksikan methanol (CH3OH) dengan CPO parit dengan bantuan katalis asam yaitu asam sulfat (H2SO4). Dalam pencampuran ini, asam lemak bebas akan bereaksi dengan methanol membentuk ester. Pencampuran ini menggunakan perbandingan rasio molar antara FFA dan methanol yaitu 1 : 20, dengan jumlah katalis asam sulfat yang digunakan adalah 0,2% dari FFA (Warta PPKS, 2008). Kadar methanol yang digunakan adalah 98% (% b) sedangkan kadar asam sulfat yaitu 97%. Reaksi berlangsung selama 1 jam pada suhu 63oC dengan konversi 98% (Warta PPKS, 2008). Kemudian sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi, hasil reaksi dipisahkan dalam sentrifuse selama 15 menit. Lapisan ester, trigliserida, dan FFA sisa diumpankan ke reaktor transesterifikasi sedangkan air, methanol sisa, dan katalis diumpankan ke methanol recovery.Pada proses transesterifikasi I dan II prinsip kerjanya sama yaitu mencampurkan kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan hasil reaksi yang dilakukan pada esterifikasi. Proses transesterifikasi melibatkan reaksi antara trigliserida dengan methanol membentuk metil ester. Adapun perbandingan rasio molar trigliserida dengan methanol adalah 1 : 6 dan jumlah katalis yang digunakan adalah 1% dari trigliserida (Warta PPKS, 2008). Kadar KOH yang digunakan untuk reaksi ini adalah 99% (% b) yang biasa dijual di pasar-pasar bahan kimia. Semakin tinggi kemurnian dari bahan yang digunakan akan meningkatkan hasil yang dicapai dengan kualitas yang tinggi pula.Keadaan ini berhubungan erat dengan kadar air pada reaksi transesterifikasi. Adanya air dalam reaksi akan mengganggu jalannya reaksi transesterifikasi. Lama reaksi transesterifikasi adalah 1 jam, suhu 63oC dengan yield 98% (Warta PPKS, 2008). Hasil reaksi transesterifikasi I dimasukkan terlebih dahulu ke sentrifuse sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi II. Di sini terjadi lagi pemisahan antara lapisan atas berupa metil ester, sisa FFA, sisa trigliserida, dan sisa metanol dengan lapisan bawah yaitu gliserol, air, dan katalis asam maupun basa. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap pencucian biodiesel. Temperatur air pencucian yang digunakan sekitar 60C dan jumlah air yang digunakan 30% dari metil ester yang akan dicuci. Tujuan pencucian itu sendiri adalah agar senyawa yang tidak diperlukan (sisa gliserol, sisa metanol, dan lain-lain) larut dalam air. Kemudian hasil pencucian dimasukkan ke dalam centrifuge untuk memisahkan air dan metal ester berdasarkan berat jenisnya. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan metil ester dengan menggunakan evaporator yang bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur di dalam metal ester. Pengeringan dilakukan lebih kurang selama 15 menit dengan temperature 105C. Keluaran evaporator didinginkan untuk disimpan ke dalam tangki penyimpanan biodiesel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selain bisa dijadikan biodesel limbah cair hasil proses pengolahan kelapa sawit juga dapat dibuat sebagai gas metan dan pupuk cair. Terlebih lebih kandungan BOD, COD, NTK sangat memenuhi syarat untuk mendukung atau sebagi bahan baku produk tersebut.

KESIMPULANKomoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional. Mengingat besarnya potensi dampak negatif terhadap lingkungan dari proses industri kelapa sawit khususnya terkait limbah cair yang ditimbulkan, maka perlu penanganan yang tepat dan berkelanjutan. Teknologi pengolahan limbah kelapa sawit saat ini sudah bermacam-macam dan memiliki tujuan yang berlainan. Masing-masing teknologi memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, dalam pemilihan teknologi yang akan digunakan haruslah disesuaikan dengan kondisi PKS dan juga kemampuan finansial. Selain itu untuk menjamin pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan pada PKS, diperlukan koordinasi dan partisipasi aktif segenap elemen yang terkait dengan kegiatan PKS. Elemen dimaksud antara lain pemerintah (pusat dan daerah), pihak perusahaan (pengelola dan pekerja), dan masyarakat sekitar (termasuk LSM). Koordinasi dan partisipasi aktif tersebut alam rangka upaya pemantauan dan evaluasi kegiatan perusahaan, demi tercapainya tujuan kesejahteraan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Akhaiuddin, M., 2007. Proses Produksi dan Subsidi Biodiesel dalam Mensubtitusi Solar untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Solar, Parallel Session IIIB : Energy, Natural Resource & Environment. Wisma Makara, Kampus UI Depok.Andayani, Rina, Pembuatan Bioetanol dari TKKS melalui proses Fungal Treatment oleh Aspergillusniger dan permentasi oleh Zymomunas Mobilis, Lab. Pengolahan Limbah Industri, ITS Surabaya.Arumsari, Ajeng, Desain Analisis Pemaparan DaurHidup (life Cycle Assessment) Bioetanol dari TKKS, Puslit Kimia-LIPI Tangerang.Betty, J.S., 1996, Penanganan Limbah Industri Pangan, Kanisius, Yogyakarta. Bitton, G. 1999. Wastewater Microbiology. 2nd ed. NewYork: Wiley-Liss Inc.Darnoko, Z. Poeloengan & I. Anas.1993. Pembuatan pupuk organik dari tandan kosong kelapa sawit. Buletin Penelitian Kelapa Sawit, 2 , 89-99.Ditjenbibprodbun. 2004. Statistik Perkebunan. Jakarta: Ditjen Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian.Fauzi, Yan, dkk. 2002. Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar Swadaya.Febijanto, Irham, Journal, Kajian Teknis dan Keekonomian Pembangkit Tenaga Biomassa Sawit, Jakarta.Hafni, K.N, 1998, Pengolahan Air Buangan Pencelupan Tekstil dengan Proses Elektrokoagulasi Memakai Elektroda Aluminium, FT USU, Medan. Hidayat, R. 2005. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjasi Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Masa Depan Yang Ramah Lingkungan. Bogor : Institut Pertanian Bogor Indriyani, Y., Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Maret 2011 Judoamidjoyo, M. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Raja wali press. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-51/MENLH/10/1995. Tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Mahajoeno, D., Lay, B. W., Sutjahjo, S. H., dan Siswanto, 2008, Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Jurnal Biodiversitas, Vol. 9, 48-52 Manual Book dan Data Operasional PLTU 6 MW, 2010 MNKLH-NORAD. 2004. Buku Panduan Penerapan Produksi Bersih pada Industri Kelapa Sawit. Jakarta: KLH-RI-NORAD. Nalbaho, Ponten M. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 1998 Nurfadillah. 2011. Pemamfaatan Selulosa Tanda Kosong Kelapa Sawit Dalam Pembuatan Bioetanol Secara Fermentasi Dengan Mengunakan Ragi Tape. Medan : Universitas Sumatera Utara. Permata , Indra Kusumah, Studi Pemanfaatan Biomassa Limbah Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bakar PLTU, ITS surabaya.Restiyana, A., 2011, Produksi Biogas dari Palm Oil Mill Effluent (POME) dengan Penambahan Kotoran Sapi Potong sebagai Aktivator, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Sahirman, S. 1994. Kajian Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit untuk Memproduksi Gas Bio. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Sastrawijaya, A.T, 1991, Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta. Sudarto, Yudi. Kajian teoritik perhitungan efisiensi PLTU unit I kapasitas 400 MW di Paiton, Penerbit Petra, 1999.Sudradjat, R., Y. Erra, K. Umi, dan K .Evi. 2003. Produksi biogas dari limbah pengolahan kelapa sawit dengan proses fermentasi padat. Buletin Penelitian Hasil Hutan 21: 227-237. Suryanto, Proses Produksi Bioetanol dari TKKS dengan Hot Compressed Water, BPPT, Tangerang.Suyani, H., 1996, Penentuan Komposisi Kimia Limbah Sawit. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNAND.Team PPKS Edisi Terbit Volume 13 Nomor 2, Agustus 2005, Jurnal Penelitian Kelapa Sawit.Tryfino., Potensi dan Prospek Industri Kelapa Sawit : Analis Riset Bisnis dan Ekonomi pada Bank BUMN di Jakarta, economic review no. 206. Jakarta, Desember 2006.Widiastuti, H. dan Tri Panji. 2007. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sisa Jamur Merang (Volvariella Volvacea) (TKSJ) sebagai Pupuk Organik pada Pembibitan Kelapa Sawit. Jurnal Menara Perkebunan vol 75 (2), hal. 70-79.