28
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM MEMPELAJARI PERIPHYTON Yang dilaksanakan pada tanggal 30 November 2012 Oleh : 1. Rizky Amalia 081114035 2. Devy Manikam P. 081114055 3. Ika Putri Dewanty 081114071 4. Marlinda Ika S. 081114088 5. Istuning Ma’unah 081114089 Dosen Pembimbing: Drs. Bambang Irawan, M.Sc., Ph.D. Dr. Sucipto Hariyanto, DEA

LAPORAN Periphyton - Fix

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM

MEMPELAJARI PERIPHYTON

Yang dilaksanakan pada tanggal 30 November 2012

Oleh :

1. Rizky Amalia 081114035

2. Devy Manikam P. 081114055

3. Ika Putri Dewanty 081114071

4. Marlinda Ika S. 081114088

5. Istuning Ma’unah 081114089

Dosen Pembimbing:

Drs. Bambang Irawan, M.Sc., Ph.D.

Dr. Sucipto Hariyanto, DEA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2012

ABSTRAK

Perifiton adalah organisme (hewan atau tumbuhan) yang melekat atau

bergantung pada tanaman atau benda yang tersembul atau muncul dari dasar.

Biomassa yang terbentuk merupakan sumber makanan alami bagi biota air yang

lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan. Sehingga sangat

menarik apabila dilakukan kajian mengenai organisme perifiton ini yang memiliki

peranan penting dalam ekosistem perairan. Tujuan dari praktikum ini adalah

untuk mempelajari organisme periphyton yang terdapat pada substrat batu yang

telah didedahkan di kolam selama ± 2 bulan. Praktikum dilaksanakan pada 30

November 2012 di sekitar kolam FST UA. Untuk melakukan praktikum ini

dilakukan teknik sampling yang menggunakan bahan batu yang telah didedahkan

selama 2 bulan di dalam kolam. Alat yang digunakan antara lain bak plastik,

sikat, mistar, botol air, pengukur luas yang terbuat dari karpet plastik, timbangan

analitik, kertas saring, corong gelas, dan kertas label. Sampling dilakukan secara

random dengan mengambil sampel batu yang telah didedahkan selama 2 bulan

di dalam kolam kemudian mengambil periphytonnya dengan menyikat substrat

tersebut dan menyaringnya. Dari hasil pengamatan yang didapatkan perbandingan

biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu yang telah didedahkan

dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap kelompok berbeda. Perbedaan

biomassa periphyton dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain suhu air,

salinitas, pH air, Oksigen terlarut (DO), nitrat, fosfat, kekeruhan dan kecepatan

arus.

Keyword : Periphyton, biomassa, substrat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kondisi geografis

dengan wilayah perairan yang lebih luas daripada wilayah daratannya. Selain

sebagai sarana wisata dan sumber perekonomian, wilayah perairan dengan

berbagai organisme hidup didalamnya, ternyata oleh para ilmuwan memiliki daya

tarik tersendiri, terlebih jika diperhadapkan dengan berbagai organisme yang

hidup di dalamnya.

Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat.

Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme air tawar dibedakan sebagai berikut.

a. Plankton, terdiri atas fitoplankton dan zooplankton; biasanya melayang-

layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air.

b. Nekton, hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.

c. Neuston, organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau

bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.

d. Perifiton; organisme (hewan atau tumbuhan) yang melekat atau

bergantung pada tanaman atau benda yang tersembul atau muncul dari

dasar.

e. Bentos, hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada

endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya

cacing dan remis.

Perifiton adalah bagian dari trofic level yang memiliki peranan baik secara

langsung ataupun tidak langsung. Biomassa yang terbentuk merupakan sumber

makanan alami bagi biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang,

moluska dan ikan (Klumpp et al.,1992 di Zulkifli, 2000). Sehingga sangat

menarik apabila dilakukan kajian mengenai organisme perifiton ini yang memiliki

peranan penting dalam ekosistem perairan.

1.2 Dasar Teori

1.2.1 Perifiton

A. Terminologi

Istilah perifiton meskipun digunakan secara bervariasi, namun lebih

ditujukan kepada flora yang tumbuh di atas substrat di perairan. Menurut Hill dan

Webster (1982), perifiton adalah mikroalgae menempel yang umumnya

merupakan sumber energi utama di perairan, sangat melimpah dan memiliki

peranan yang lebih besar dalam menentukan produktivitas primer dibanding

fitoplankton. Round in Wood (1967) menggunakan istilah perifiton untuk algae

yang tumbuh di permukaan substrat buatan (bewuch) atau substrat alami

(aufwuch). Dalam penelitian ini digunakan istilah perifiton menurut Sheppard et

al. (1992), yaitu perifiton merupakan algae mikroskopis yang hidup menempel

pada daun lamun. Berdasarkan tipe substrat tempat menempelnya perifiton,

Wetzel (1982) mengklasifikasikan sebagai berikut:

1. Epifitik, menempel pada permukaan tumbuhan

2. Epipelik, menempel pada permukaan sedimen

3. Epilitik, menempel pada permukaan batuan

4. Epizooik, menempel pada permukaan hewan

5. Epipsammik, hidup dan bergerak diantara butir-butir pasir.

6.

B. Struktur komunitas perifiton

Struktur komunitas meliputi keanekaragaman jenis, keseragaman,

kelimpahan, struktur dan bentuk pertumbuhan, dominansi dan struktur trofik

(Krebs, 1989).

Keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu

komunitas di ekosistem. Semakin tinggi keanekaragaman spesies di suatu

komunitas menunjukkan adanya keseimbangan dalam ekosistem tersebut.

Keanekaragaman dipengaruhi oleh adanya predator dan kemampuan

mempertahankan diri dari perubahan kondisi lingkungan.

Keseragaman menunjukkan komposisi individu dari spesies yang terdapat

dalam suatu komunitas, dimana akan terjadi dominasi spesies dalam suatu

komunitas bila keseragaman mendekati minimum dan sebaliknya suatu komunitas

akan relatif mantap apabila keseragaman mendekati maksimum (Brower et al.,

1990).

Dominansi menunjukkan ada tidaknya suatu jenis individu yang

mendominasi dalam suatu komunitas, dimana jenis yang mendominasi cenderung

mengendalikan komunitas (Simpson, 1984 in Krebs, 1989).

Secara umum struktur komunitas perifiton terdiri dari algae mikroskopis

yang bersifat sessil, satu sel maupun algae filamen terutama jenis Diatomae,

Algae Conjugales, Cyanophyceae, Euglenophyceae, Xanthophyceae dan

Crysophyceae (Kitting, 1984 in Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli,

2000). Struktur komunitas perifiton dari setiap perairan sangat beragam, namun

perifiton yang tumbuh pada berbagai jenis makrofita di suatu perairan dapat

seragam (Prygiel dan Coste, 1993).

C. Eksistensi komunitas perifiton

Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat

ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dari benda hidup sering

bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap saat

pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari

respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Biomassa

perifiton yang terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih

tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al.,1992 di

Zulkifli, 2000).

Perkembangan perifiton dapat dipandang sebagai proses akumulasi, yaitu

proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan

hasil kolonialisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi

dengan faktor fisika-kimia perairan (Borowitzka dan Lethbridge, 1989 di Zulkifli,

2000).

Menurut Osborn (1983), proses kolonialisasi merupakan pembentukan

koloni perifiton pada substrat yang berlangsung segera seketika pengkoloni

menempel pada substrat. Tipe substrat sangat menentukan proses kolonialisasi

dan komposisi perifiton, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat

penempelnya.Kemampuan perifiton menempel pada substrat menentukan

eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat

memusnahkannya.

Untuk menempel pada substrat, perifiton mempunyai berbagai alat

penempel, yaitu:

1. Rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix

2. Tangkai bergelatin panjang atau pendek, seperti pada Cymbella,

Gomphonema dan Achnanthes

3. Bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan (sphaerical) yang diperkuat

dengan kapur atau tidak, seperti pada Rivularia, Chaetophora dan

Ophyrydium.

1.2.2 Peranan faktor-faktor lingkungan terhadap komunitas perifiton

Faktor-faktor lingkungan baik itu parameter fisika dan kimia memiliki

peranan yang akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme secara

langsung maupun tidak langsung. Karakteristik fisika-kimia perairan pada suatu

habitat akan mendukung suatu struktur komunitas biota yang hidup di dalamnya

dengan ciri khas pula. Begitu juga halnya dengan komunitas lamun dan perifiton.

1. Suhu

Wood (1967) menyatakan bahwa terdapat perifiton yang dapat mentolerir

kisaran suhu yang luas (eurythermal) dan tipe yang mentolerir suhu dengan

kisaran suhu yang terbatas (stenothermal).

2. Salinitas

Peningkatan salinitas dapat menurunkan kelimpahan perifiton (Kendrick et

al.,1987 in Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli, 2000).

3. Derajat keasaman (pH)

Nilai pH di lingkungan perairan laut relatif stabil dan berada pada kisaran

yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5 – 8,4 (Nybakken, 1993). Batas toleransi

organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung kepada suhu, DO, dan

tingkat stadium dari biota bersangkutan. Nilai pH dapat juga mengidentifikasi

tingkat kesuburan perairan (Banarjea in Widianingsih, 1991).

4. Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut dibutuhkan oleh organisme air untuk proses metabolisme

jaringan tubuhnya. Kandungan oksigen terlarut di perairan juga dapat dijadikan

sebagai indikator pencemaran. Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan

menyebabkan kematian pada biota yang terdapat di air. Rendahnya kandungan

oksigen disebabkan oleh pesatnya aktivitas bakteri dalam menguraikan bahan

organik di perairan.

5. Nitrat

Perkembangan perifiton sebagai komponen biota autotrof, dipengaruhi oleh

ketersediaan unsur-unsur hara di perairan. Peningkatan kandungan nitrogen

bersama-sama dengan fosfor akan meningkatkan pertumbuhan algae dan

tumbuhan air (Horner dan Welch, 1981).

6. Fosfat

Fosfat dikelompokkan sebagai fosfat anorganik (dalam tubuh organisme

melayang atau seston) dan senyawa organik. Senyawa fosfat dalam perairan dapat

berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan

dari tumbuhan atau dari laut sendiri (Susana, 1996). Menurut Saeni (1989),

sumber-sumber fosfat di perairan juga berasal dari limbah industri, hancuran dari

pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat.

Fosfat yang diserap oleh organisme nabati (mikro ataupun makrofita) berbentuk

orthofosfat yang terlarut dalam air atau asam lemak.

7. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang menyebabkan terjadinya

fenomena pembiasan cahaya dan menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya

matahari ke dalam kolom air. Nilai kekeruhan berbanding terbalik dengan

kecerahan; semakin rendah nilai kekeruhan maka semakin tinggi nilai kecerahan

perairan yang berarti semakin besar tingkat penetrasi cahaya pada kolom air (Abal

dan Dennison, 1996). Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel

tersuspensi, zat-zat koloid, bahan-bahan organik, jasad renik yang melayang

dalam kolom air.

8. Kecepatan arus

Arus merupakan gerakan air yang menyebabkan perpindahan horizontal dan

vertikal massa air. Wetzel (1975) menyebutkan bahwa beberapa jenis algae yang

menempel dapat mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya kecepatan

arus akan meningkatkan keragaman jenis organisme yang melekat. Hicks (1986)

dan Armonies (1988) in Susetiono (1994) membuktikan bahwa laju penempelan

biota terhadap lamun dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya hidrodinamika di dalam

massa air seperti arus dan gelombang yang menyebabkan pengadukan sedimen.

Menurut Odum (1971) pengendapan partikel di dasar perairan tergantung pada

kecepatan arus. Apabila perairan memiliki arus yang kuat maka partikel yang

mengendap adalah partikel yang ukurannya lebih besar. Sebaliknya pada tempat

yang arusnya lemah, maka yang mengendap di dasar perairan adalah partikel yang

halus.

1.3 Rumusan Masalah

Berapa massa periphyton per per 5 cm x 5 cm yang terdapat pada substrat

batu yang telah didedahkan dalam kolam selama kurang lebih 3 bulan?

Bagaimana perbandingan massa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat

batu yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 3 bulan pada

tiap kelompok?

1.4 Tujuan

Mempelajari organisme periphyton yang terdapat pada substrat batu yang

telah didedahkan di kolam selama ± 2 bulan.

1.5 Hipotesis

H0 : Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu

yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap

kelompok berbeda

H1 : Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu

yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap

kelompok adalah sama.

BAB II

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada:

Hari/tanggal : Jumat, 30 November 2012

Tempat : Sekitar kolam FST UA

2.2 Bahan dan Alat

1. Batu yang telah didedahkan selama 2 bulan di dalam kolam

2. Bak plastik

3. Sikat

4. Mistar

5. Botol air

6. Pengukur luas yang terbuat dari karpet plastik

7. Timbangan analitik

8. Kertas saring

9. Corong gelas

10. Kertas label

2.3 Cara Kerja

1. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan

2. Mengukur berat kertas saring dengan timbangan elektrik

3. Mengambil batu yang telah didedahkan beberapa bulan (2 bulan atau

lebih) di kolam yang telah ditentukan.

4. Meletakkan lembaran karpet plastik yang telah dilubangi seluas 5x5 cm

di permukaan batu tersebut dan menandai areanya sesuai dengan luas

karpet tersebut.

5. Membersihkan area di luar tanda dengan sikat.

6. Mengoleksi sampel periphyton seluas 25 cm2 dengan cara menyikat dan

mencucinya dengan air dan menampung dalam suatu bejana.

7. Menyaring sampel yang didapat dengan kertas saring.

8. Mengeringkan kertas saring dan sampelnya di dalam oven pada suhu

700 C sampai beratnya konstan.

9. Menimbang kertas saring dan sampel dengan timbangan analitik.

BAB III

HASIL DAN PENGAMATAN

3.1 Data Hasil Pengamatan

Sesuai dengan urutan penulisan laporan ilmiah pada buku petunjuk

praktikum Teori dan Praktik Ekologi, maka data hasil pengamatan terlampir

berikut dibawah ini :

NoBerat kering

Rata-rata Rata-rata2

I II

1. 0.3 0.3 0.3 0,09

2. 0.1 0.3 0.2 0,04

3. 0.1 0.9 0.5 0,25

4. 0.1 0.1 0.1 0,01

5. 0.1 0.2 0.15 0,023

6. 0.1 0.2 0.15 0,023

7. 0.1 0.1 0.1 0,01

8. 0.1 0.1 0.1 0,01

9. 0.1 0.1 0.1 0,01

10. 0.1 0.2 0.15 0,023

11. 0.1 0.1 0.1 0,01

12. 0.3 0.3 0.3 0,09

13. 0.1 0.1 0.1 0,01

14. 0.1 0.1 0.1 0,01

15. 0.1 0.1 0.1 0,01

16. 0.2 0.5 0.35 0,13

Jumlah 2,9 0,75

Tabel 4.1 Biomassa Periphyton

3.2 Analisis Data

a. Varians

Sum of Square untuk untuk biomassa Periphyton :

SS =∑ x2−¿¿

= 0,75 - (2,9)2

16

= 0,75 – 0,53

= 0,22

s2 = SSDF

= 0,22n−1

= 0,22

16−1

= 0,2215

= 0,015

b. Deviasi Standar

s = √s 2

= √0,015

= 0,122

c. Koefisien variasi

kv = sx

= 0,1220,18

= 0,67

= 67%

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami mempelajari organisme periphyton yang

terdapat pada substrat batu yang telah didedahkan selama kurang lebih 2 bulan.

Pengambilan sampel periphyton ini dilakukan di tempat terang maupun gelap

pada kolam tengah FST dan kolam depan Sekre secara acak oleh semua

kelompok, sehingga kami tidak dapat menentukan asal periphyton dimana sampel

diambil. Menurut referensi yang ada, disebutkan bahwa periphyton lebih banyak

dijumpai di daerah yang terang (intensitas cahayanya tinggi) daripada di tempat

gelap (intensitas cahaya rendah). Hal itu dapat terjadi karena dengan intensitas

cahaya yang tinggi periphyton akan lebih mudah berfotosintesis dan berakumulasi

sehingga dapat menambah biomassanya.

Sampel periphyton yang diambil berasal dari permukaan batu yang

menyembul dari dasar air. Pada bagian tersebut berwarna kehijauan. Hal ini

berarti pada bagian tersebut terdapat organisme (hewan atau tumbuhan) yang

melekat. Organisme periphyton sangat dipengaruhi oleh besarnya intensitas

cahaya sehingga hanya beberapa bagian pada batu saja yang mendapatkan cahaya

cukup yang dapat ditumbuhi organisme periphyton.

Setelah menyaring dan menimbang berat kering sampel, diperoleh data rata-

rata jumlah biomassa periphyton dari tiap-tiap kelompok sebesar 2.9 g dengan

varian 0,015 g dan deviasi standart 0,122 g sehingga diperoleh koefisien variasi

sebesar 67%. Dari data yang telah dianalisis maka dapat dilihat jika berat

biomassa periphyton pada masing-masing kelompok terjadi perbedaan

keanekaragaman variasi hingga 67%. Hal ini dapat terjadi karena daerah yang

telah ditentukan batasnya pada luas area yang sama yaitu 25 mm2 memiliki

kepadatan pertumbuhan yang berbeda-beda dan juga faktor lain yang berpengaruh

yaitu pada saat penyikatan didaerah sekitar area yang bukan dari luas area yang

ditentukan dan kurang bersihnya penyikatan periphyton pada substrat batu

sehingga mempengaruhi berat biomassa masing-masing subtrat.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya, intensitas

cahaya yang merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi biomassa

periphyton, karena dengan adanya cahaya yang cukup maka kebutuhan periphyton

akan oksigen dan nutrisi-nutrisi lainnya akan tercukupi dengan baik sehingga

dapat memicu berkembangnya suatu organisme peryphiton tersebut pada wilayah

tertentu. Selain faktor intensitas cahaya, faktor lain yang dapat menjadi faktor

pembatas antara lain turbiditas/ kekeruhan, suhu, pH, arus air, dan salinitas.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :

1. Periphyton adalah organisme yang melekat atau bergantung pada tanaman

atau benda yang tersembul atau muncul dari dasar air.

2. Perbandingan biomassa periphyton per 5 cm x 5 cm pada substrat batu

yang telah didedahkan dalam kolam kurang lebih selama 2 bulan pada tiap

kelompok berbeda

3. Perbedaan biomassa periphyton dapat disebabkan oleh berbagai faktor,

antara lain suhu air, pH air, dan kedalaman.

6.2 Saran

1. Sebaiknya alat-alat yang digunakan pada praktikum dalam keadaan

memungkinkan untuk dipakai sehingga data yang diperoleh dapat lebih

baik dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Abal, E. G., and W. C. Dennison. 1996. Seagrass Depth ang Water Quality in

Southern Moreton Bay, Quensland, Australia. Mar. Freshwater Res., 47:

763-771.

Brower, J. E., J. H. Zar and C. Von Ende. 1990. General Ecology. Field and

Laboratory Methods. Iowa : Wm. C. Brown Company Publisher

Hertanto, Yuri. 2008. Sebaran dan Asosiasi Perifiton pada ekosistem Padang

Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan

Seribu, Jakarta Utara. Bogor : Skripsi, IPB

Hill, B. H. and J. R. Webster. 1982. Periphyton Production in a Appalachian

River. Hydrobiology, 97:275-280

Horner, R. R., and E. B. Welch. 1981. Stream Periphyton Development in

Relation to Current Velocity and Nutrients. Can. J. Fish. Aquat. Sci., 38 :

449-457.

Krebs, C. L. 1989. Ecological Methodology. London : Harper and Row Publisher

Nybakken, J. W. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Alih Bahasa: H.

Muhammad Eidman. Cetakan ketiga. Jakarta : PT. Gramedia

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd Eds. Philadelphia : W. B.

Sounders Company

Osborn, L. L. 1983. Colonization and Recovery of Lothic Epipilic Communities: a

Metabolic Approach. Hydrobiologia, 99: 29-36.

Wood, E. J. F. 1967. Microbiology of Oceans and Estuaries. New York : Elsevier

Publishing Company.

Prygiel, J., and M. Coste. 1993. The Assessment of Water Quality in the Artois-

Picardie Water Basin (France) by the Use of Diatom Indices.

Hydrobiologia, 270: 343-349.

Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor :Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, -Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu

Hayat IPB

Sheppard, C., A. Price and C. Robberts. 1992. Seagrasses and Other Dynamic

Substrates. Marine Ecology of the Arabian Region, pp.141-160.

Wetzel, R. R. 1982. Limnology (2nd edition). Philadelphia : Saunders College

Publication Oxford

Susana, T. 1996. Kadar Fosfat di Beberapa Muara Sungai Teluk Jakarta.

Prosiding Seminar Ekologi Laut dan Pesisir I. Jakarta : P3O-LIPI

Susetiono. 1994. Struktur dan Kelimpahan Meiofauna diantara Enhalus

acoroides di Pantai Kuta Lombok Tengah. Dalam: W. Kasim, M. K. Moosa

dan M. Hutomo. 1994 (eds.). Struktur Biologi Padang Lamun di Pantai

Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Proyek Pengembangan

Kelautan/MREP dan P3O-LIPI. Jakarta.

Wetzel, R. R. 1975. Primary Production. In Whitton, B. a (eds.) River Ecology.

Oxford : Blackwell Scientific Publication

Widianingsih. 1991. Hubungan Antara Sifat Fisika Kimia Oseaografi Terhadap

Keberadaan Zooplankton di Perairan Muara Baru, Teluk Jakarta. Bogor :

Laporan PKL (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Kelautan.

Fakultas Perikanan. IPB

Zulkifli. 2000. Sebaran Spasial Komunitas Perifiton dan Asosiasinya Dengan

Lamun di Perairan Teluk Pandan Lampung Selatan. Bogor : Tesis

Pascasarjana, IPB

LAMPIRAN

Peralatan dan bahan praktikum

Pencarian batu sampling periphyton

Pemasangan cetakan ukuran

Membersihkan periphyton diluar cetakan

Penyaringan substrat periphyton

Pengeringan dan penimbangan substrat periphyton