11
Diagnostik holistik c. Aspek Faktor Risiko Internal (Intrinsik) sebagai Confounding Factors 1) Usia : 52 tahun 2) Jenis kelamin : Perempuan 3) Ras : Jawa/Asia 4) Genetika : Ada kemungkinan diturunkannya penyakit degeneratif seperti DM, hipertensi, penyakit ginjal, arthritis. 5) Perilaku individu sakit : Suka makan makanan asin, makan daging dan jeroan, jarang minum air putih, memeriksakan diri ke dokter/puskesmas. d. Aspek Faktor Risiko Eksternal (Ekstrinsik) sebagai determinant factors 1) Perilaku sakit anggota keluarga lain Anggota keluarga lain cukup peduli terhadap penyakit yang diderita, terbukti dengan tanggap meminum obat simptomatik jika ada keluhan, dan segera memeriksakan diri ke Puskesmas jika tidak membaik. 2) Hubungan interpersonal Hubungan cukup baik dengan keluarga yang tinggal satu rumah. APGAR Score 6, termasuk kurang sehat. 3) Sosial ekonomi Keluarga pasien bekerja sebagai petani dan termasuk keluarga sosial ekonomi menengah ke bawah dengan

Laporan PL ECCE

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pl

Citation preview

Diagnostik holistik

c. Aspek Faktor Risiko Internal (Intrinsik) sebagai Confounding Factors1) Usia

: 52 tahun

2) Jenis kelamin

: Perempuan

3) Ras

: Jawa/Asia

4) Genetika

: Ada kemungkinan diturunkannya penyakit degeneratif seperti DM, hipertensi, penyakit ginjal, arthritis.

5) Perilaku individu sakit: Suka makan makanan asin, makan daging dan jeroan, jarang minum air putih, memeriksakan diri ke dokter/puskesmas.d. Aspek Faktor Risiko Eksternal (Ekstrinsik) sebagai determinant factors1) Perilaku sakit anggota keluarga lainAnggota keluarga lain cukup peduli terhadap penyakit yang diderita, terbukti dengan tanggap meminum obat simptomatik jika ada keluhan, dan segera memeriksakan diri ke Puskesmas jika tidak membaik.

2) Hubungan interpersonalHubungan cukup baik dengan keluarga yang tinggal satu rumah. APGAR Score 6, termasuk kurang sehat.

3) Sosial ekonomi

Keluarga pasien bekerja sebagai petani dan termasuk keluarga sosial ekonomi menengah ke bawah dengan penghasilan tidak menentu kira-kira kurang dari Rp1.000.000,00 perbulannya.

4) PendidikanPasien merupakan tamatan SD.5) Lingkungan tempat tinggalLingkungan tempat tinggal keluarga ini termasuk pemukiman biasa namun cukup terpencil dari jalan raya.

e. Aspek skala skor (derajat keparahan penyakit)Menurut kondisi pasien ini, pasien termasuk dalam skala pertama. Pasien masih bias melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit dan dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain serta bekerja di dalam dan luar rumah.Tabel . Derajat Keparahan Penyakit (Kekalih, 2008)SkalaAktivitas menjalankan fungsiKetergantungan terhadap org lain

1Melakukan pekerjaan seperti sebelum sakitMandiri dalam perawatan diri dan bekerja di dalam dan luar rumah

2Pekerjaan ringan sehari-hari, di dalam dan luar rumahAktivitas kerja mulai berkurang

3Pekerjaan ringan dan bisa melakukan perawatan diriPekerjaan ringan dan perawatan diri masih dikerjakan sendiri

4Perawatan diri hanya keadaan tertentu, posisi duduk dan berbaringTidak melakukan aktivitas kerja. Perawatan diri oleh keluarga

5Perawatan diri oleh orang lain, posisi berbaring pasifSangat bergantung dengan orang lain (misal tenaga medis)

Prioritas Masalah

1. Faktor risiko intrinsika. Usia

Saat ini pasien berusia 52 tahun. Pada wanita, kadar asam urat umumnya rendah dan meningkat setelah usia menopause karena hormon estrogen berperan membantu sekresi asam urat melalui urine. Asam urat yang meningkat melampaui ambang batas yang dapat ditolerir berakibat pada gangguan ginjal, sendi, dan saluran kemih (Kodim, 2010).

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Hal ini disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku (Depkes RI, 2006). Usia lanjut juga merupakan faktor resiko dari dyspepsia (Permenkes, 2014).b. GenetikSalah satu faktor yang mempengaruhi penyakit sendi dan hipertensi adalah genetik. Dari riwayat penyakit keluarga pasien mengaku bahwa ibu pasien memiliki riwayat penyakit asam urat, sehingga pasien berisiko lebih besar untuk terkena asam urat (Hidayat, 2009).c. Pola diit pasienPasien memiliki kebiasaan makan makanan yang asin seperti ikan asin, gorengan, daging dan jeroan serta jarang minum air putih. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi makanan asin dengan kejadian hipertensi. Asupan natrium yang terlalu tinggi secara terus-menerus dapat menyebabkan keseimbangan natrium yang berdampak pada tekanan darah. Pengaruh asupan natrium terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Hipertensi merupakan salah satu variable faktor risisko terjadinya asam urat. Hipertensi ditemukan pada 25-50% penderita gout dan sekitar 2%-14% penderita hipertensi menderita gout. Hubungan itu terjadi melalui mekanisme penurunan jumlah aliran darah ke ginjal yang berhubungan dengan hipertensi dan hiperurisemia (Khasanah, 2012; Syahrini, 2012; Kodim, 2010).Konsumsi lemak berlebihan dan pembakarannya menjadi kalori mengganggu ekskresi asam urat melalui urine. Reduksi kalori secara mendadak untuk menurunkan berat badan dapat menyebabkan ketonemia yang mencetuskan serangan gout. Kekalahan asam urat berkompetisi dengan keton untuk keluar dari tubuh melalui urine membuatnya tertahan dalam tubuh (Kodim, 2010).Konsumsi daging memperberat kerja enzim hipoksantin untuk mengolah purin. Akibatnya, banyak asam urat tergenang di dalam darah dan dalam bentuk butiran di sekitar sendi. Jeroan merupakan makanan yang mengandung purin cukup tinggi. Asupan purin merupakan faktor risiko paling kuat yang berhubungan dengan kejadian hiperurisemia. Salah satu tanda dari penyakit gout adalah adanya kenaikan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia). Hiperurisemia sangat berhubungan erat dengan sindrom metabolik seperti hipertensi, intoleransi glukosa, dislipidemia, obesitas truncal, dan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular (Kodim, 2010; Kertia, 2009).2. Faktor risiko ekstrinsik

a. PekerjaanPasien merupakan seorang petani yang bekerja di sawah hampir setiap hari. Apabila sedang musim tanam, pasien harus membungkuk dalam waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan pasien sering mengeluhkan kelelahan, terutama merasakan sakit pada punggung dan tidak mampu untuk segera kembali ke posisi tegak. Selain itu, saat menyebar pupuk pasien juga mengangkat beban berat cukup lama yang membuat tangannya menjadi pegal dan sering kali terasa tidak kuat untuk mengangkat beban. Pekerjaan yang terlalu berat dan berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan kelelahan fisik. Kelelahan fisik merupakan salah satu faktor pencetus timbulnya serangan nyeri sendi (Permenkes, 2014).b. StressSaat ini pasien hanya tinggal dengan suaminya, namun cucu dari anak pertama pasien sering menginap walaupun rumahnya berdekatan. Pasien mengaku sering kesal dengan kenakalan cucunya, bahkan sempat stress dan penyakit lambung (dyspepsia) yang pernah dideritanya menjadi kambuh. Salah satu faktor pencetus timbulnya serangan nyeri sendi, dyspepsia dan hipertensi adalah stress (Permenkes, 2014).

Penegakan Diagnosis Gout1. AnamnesisPasien datang ke dokter dengan keluhan bengkak dan nyeri sendi yang mendadak, biasanya timbul pada malam hari. Bengkak disertai rasa panas dan kemerahan. Keluhan juga dapat disertai demam, menggigil, dan nyeri badan. Apabila serangan pertama, 90% kejadian hanya pada 1 sendi dan keluhan dapat menghilang dalam 3-10 hari walau tanpa pengobatan (Permenkes, 2014).2. Pemeriksaan FisikKeadaan umum biasanya tampak sehat atau kesakitan akibat nyeri sendi. Arthritis monoartikuler dapat ditemukan, biasanya melibatkan sendi MTP-1 atau sendi tarsal lainnya. Sendi yang mengalami inflamasi tampak kemerahan dan bengkak (Permenkes, 2014).3. Pemeriksaan PenunjangTampak pembengkakan asimetris pada sendi dan kista subkortikal tanpa erosi pada pemeriksaan radiologis. Kadar asam urat dalam darah > 7 mg/dl (Permenkes, 2014).Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan untuk diagnosis definitif Gout arthritis adalah ditemukannya kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus (Permenkes, 2014).

Penegakkan Diagnosis Hipertensi1. AnamnesisMulai dari tidak bergejala sampai dengan bergejala. Keluhan hipertensi antara lain: sakit/nyeri kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, dan rasa sakit di dada.Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman kepala, mudah lelah dan impotensi (Permenkes, 2014).2. Pemeriksaan Fisik

Pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat. Tekanan darah meningkat (sesuai kriteria JNC VII). Nadi tidak normal. Pada pasien dengan hipertensi, wajib diperiksa status neurologis, akral, dan pemeriksaan fisik jantungnya (JVP, batas jantung, dan rochi) (Permenkes, 2014).3. Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis (proteinuri atau albuminuria), tes gula darah, tes kolesterol (profil lipid), ureum kreatinin, funduskopi, EKG dan foto thoraks.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik (Permenkes, 2014).Penegakkan Diagnosis Dyspepsia

1. Anamnesis

Pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung. (Permenkes, 2014).2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik Patognomonis (Permenkes, 2014):a. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat.

b. Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena.

c. Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva tampak anemis.

3. Pemeriksaan Penunjang

Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan:a. Darah rutin

b. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori: pemeriksaan breathe test dan feses (Permenkes, 2014).

Genogram

Daftar Pustaka:

Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Hidayat R. 2009. Gout dan hiperurisemia (Gout and hyperuricemia). Jakarta: Reumathology Division, Department of Internal Disease Science, the Faculty of Medicine, Universitas Indonesia RSUPNCM.Kekalih A. 2008. Diagnosis Holistik Pada Pelayanan Kesehatan Primer Pendekatan Multi Aspek. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUIKertia N. 2009. Asam urat (Uric acid). Yogyakarta: Penerbit B First.Khasanah N. 2012. Wapadai Beragam Penyakit Degeneratif Akibat Pola Makan. Yogyakarta: Laksana.

Kodim, Nasrin. 2010. Faktor Risiko Kejadian Arthritis Gout pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Jurnal Kedokteran Medika, Vol XXXVI, No 7

Nur Syahrini, E, H, Setyawan, A, Udiyono. 2012. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Primer Di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012;1(2): 315 325.

Permenkes RI No. 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan PrimerKeterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal dunia

Ibu Bu Salbiah: Diabetes, Asam urat

Ayah Bu Salbiah: Kencing batu

Kakak laki-laki: Diabetes, penyakit ginjal

Kakak perempuan I: Kanker payudara

Ibu Salbiah: Arthritis gout, hipertensi, dyspepsia

Bapak Miswanto: Penyakit paru

Suniati: Alergi obat