Upload
arini-eka-pratiwi
View
282
Download
24
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA II
PENENTUAN POLA KROMATOGRAM DENGAN HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC) / KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI (KCKT)
Laboratorium PNA, 23 April 2013
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV FARMASI 4B
ANNISA NURUL AZ-ZAHRA 1111102000029
ATHIYAH 1111102000031
TIARA APRILIA 11111020000
HARDI MOZER 1111102000049
ARINI EKA PRATIWI 1111102000051
HAPPY RAHMA YULIN 11111020000
SONIA ULFAH 1111102000116
NURKHAYATI INDRIYANI P. 1111102000
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Dalam analisis senyawa pada suatu tumbuhan, mahasiswa dapat melakukan berbagai
pengujian dengan berbagai parameter, salah satunya dengan pengujian parameter pola
kromatogram. Pola kromatogram dapat didapatkan setelah kita melakukan pemisahan dengan
metode kromatografi, diantaranya: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi
sentrifugal, kromatografi kolom, dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Metode KCKT merupakan metode yang memberikan sensifitas dan spesifitas yang
tinggi, dapat memberikan hasil kualitatif maupun kuantitatif, sehingga pada praktikum ini
kami akan melakukan pengujian parameter pola kromatogram dengan menggunakan KCKT.
Kromatografi kinerja tinggi adalah perkembangan teknologi dari metode-metode
kromatografi yang telah ada sebelumnya. Memiliki prinsip pemisahan zat-zat terlarut terpisah
berdasarkan perbedaan kecepatan elusi. Dibandingkan metode lainnya KCKT memiliki
berbagai kelebihan, antara lain: mampun memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran,
mudah melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan tinggi, dapat dihindari terjadinya
dekomposisi/ kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan
bermacam-macam detektor, kolom dapat digunakan kembali, dan mudah melakukan sampel
recovery.
Kegunaan umu KCKT adalah untuk pemisahan senyawa organik, anorganik, maupun
senyawa biologis, analisis ketidakmurnian, analisis senyawa yang tidak mudah menguap,
penentuan molekul netral, ionik, maupun zwitter ion, isolasi pemurnian senyawa, pemisahan
senyawa-senyawa dalam jumlah banyak, dan dalam skla proses industri.
1.2. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan pengujian parameter pola kromatogram dengan
menggunakan KCKT
1.3. MANFAAT
Mahasiswa dapat melakukan pengujian menggunakan KCKT.
Mahasiswa mendapatkan pola kromatogram dari sampel yang digunakan.
BAB II
LANDASAN TEORI
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan tipe kromatografi
cair yang digunakan untuk pamisahan dan analisa kuantitatif suatu bahan yang terlarut dalam
suatu larutan. HPLC digunakan untuk menentukan kada senyawa katif dan spesifik dalam
suatu larutan. HPLC dan kromatografi cair lainnya menggunakan prinsip dimana larutan
sampel akan berinteraksi dengan fase cair kedua atau fase padat, dan zat terlarut yang
berbeda-beda dalam larutan sampel akan berinteraksi dengan fase diam. Perbedaan interaksi
antara sampel dengan kolom akan membantu memisahkan komponen sampel yang berbeda-
beda satu sama lain.
Prinsip dari kromatografi adalah :
1. Retensi
Retensi suatu senyawa dengan fase gerak disebut sebagai waktu retensi (Rt) atau
retensi volume. Volume retensi atau elusi adalah kuantitas fase gerak yang diperlukan
untuk menarik sampel melalui kolom. Waktu retensi didefinisikan berapa lama
sampel tersebut berada dalam kolom fase diam relative terhadap waktu dan fase
geraknya. Retensi tersebut digambarkan sebagai perbandingan kapasitas kolom yang
dapat mengevaluasi efisiensi kolom. Semakin lama sampel berada dalam kolom,maka
akan semakin besar faktor kapasitasnya.
2. Resolusi
Resolusi adalah kemampuan kolom dalam memisahkan sampel menjadi bentuk peak
yang terukur pada kromatogram dalam bentuk puncak.
3. Sensitivitas
Ukuran terkecil komponen yang dapat dipisahkan dengan metode kromatografi.
Sistem yang digunakan dalam kromatografi sering dikelompokkan ke dalam salah
satu dari empat jenis berdasarkan mekanisme kerja, adsorbsi, partisi, pertukaran ion dan
ukuran eksklusi. Adsorbsi kromatografi muncul dari interaksia antara zat terlarut dengan
permukaan fase diam. Kromatografi partisi melibatkan fase diam berbentuk cair yang
bercampur dengan pelarut dan dilapisi oleh suatu bahan yang inert. Kromatografi pertukaran
ion memiliki fase diam ionic yang berbeda dengan ion pada sampel. Teknik yang digunakan
itu berdasarkan pada ionisasi sampel tersebut. Semakin kuat muatan sampel,akan semakin
kuat pula daya tarik pada fase diamnya sehingga akan memerlukan waktu lebih lama untuk
mengelusi sampel tersebut dari kolom. Ukuran eksklusi adalah yang paling sederhana, seperti
skrining sampel berdasarkan ukuran molekul. Fase diam terbuat dari bahan yang ukuran
porinya sudah terkontrol dengan baik. Partikel yang berukuran kecil akan terperangkap dalam
kolom dan waktu elusinya akan lebih lambat dibandingkan dengan perikel yang berukuran
besar.
Secara umum KCKT digunakan dalam kondisi-kondisi berikut:
Pemisahan berbagai senyawa organik maupun anorganik, ataupun spesimen biologis
Analisis ketidakmurnian (impurities)
Analisis senyawa-senyawa yang tak mudah menguap (non-volatil)
Penentuan molekul-molekul netral, ionik maupun zwitter ion
Isolasi dan pemurnian senyawa
Pemisahan senyawa-senyawa dengan struktur kimia yang mirip
Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah kecil (trace elements)
Komponen KCKT
Komponen utama dalam KCKT adalah juga komponen dalam kromatografi lainnya
yaitu wadah/kemasan fase gerak, fase gerak, pompa KCKT, kolom, fase diam, detektor, dan
perangkat komponen pendukung lainnya.
Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak dalam KCKT harus terbuat dari bahan yang bersih dan inert. Wadah ini
dapat menampung sekurang-kurangnya 1-2 liter fase gerak, dan terlebih dahulu harus
dibebasgaskan. Kehadiran gas dalam wadah fase gerak ini akan menimbulkan gelembung gas
pada pompa dan detektor yang akan sangat mengacaukan hasil analisis.
Fase Gerak
Fase gerak dalam KCKT harus berupa pelarut, buffer, ataupun reagen dengan tingkat
kemurnian yang sangat tinggi, yaitu suatu cairan yang berderajat KCKT (HPLC grade).
Adanya pengotor dalam fase gerak akan menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi.
Partikel-partikel kecil yang terdapat dalam fase gerak yang kurang murni dapat
mengakibatkan kekosongan kolom KCKT.
Fase gerak atau dikenal juga dengan istilah eluen umumnya merupakan campuran pelarut
yang berperan dalam daya elusi dan resolusi analisis. Daya elusi dan resolusi KCKT
ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat-sifat komponen
dalam sampel.
Secara umum ada 2 tipe fase gerak:
1. Fase gerak/eluen isokratik, yaitu eluen dengan komposisi pelarut yang tidak berubah
selama percobaan kromatografi
2. Fase gerak/eluen gradien, yaitu fase gerak dengan komposisi pelarut yang berubah
selama masa kromatografi
Ada begitu banyak pilihan fase gerak yang dapat kita gunakan (pelarut/larutan) serta
kemungkinan gradiennya akan menghasilkan kesempatan untuk mengoptimalkan pemisahan-
pemisahan campuran kompleks dari segi resolusi maupun waktu. Secara normal elusi
isokratik akan lebih mudah dikerjakan daripada elusi gradien.
Seringkali campuran pelarut merupakan fase gerak yang lebih baik daripada cairan murni,
namun pekerjaan optimasi berbagai komposisi pelarut untuk fase gerak secara coba-coba
tentu tidak mudah dilakukan.Berdasarkan kepolaran fase gerak dibandingkan fase diamnya,
fase gerak dibedakan menjadi:
1. Fase normal, yaitu fase diam lebih polar dari fase gerak. Kemampuan elusinya akan
meningkat seiring peningkatan polaritas fase gerak.
2. Fase terbalik, yaitu bila fase diam kurang polar dibanding fase geraknya. Kemampuan
elusi akan menurun seiring peningkatan kepolaran fase geraknya.
Dalam KCKT dengan fase terbalik, fase gerak yang paling sering digunakan adalah
campuran larutan buffer-metabol atau campuran air-asetonitril. Sedangkan dalam fase normal
sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut terklorinasi
atau menggunakan pelarut jenis-jenis alkohol.
Pompa
Pompa KCKT harus terbuat dari bahan yag inert terhadap fase gerak. Bahan pompa dapat
terbuat dari: gelas, baja tahan karat, teflon maupun batu nilam.Pompa yang digunakan
sebaiknya mampu memberikan tekanan hingga 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak
dengan kecepatan 3 ml/menit. Untuk keperluan preparatif, pompa yang digunakan harus
mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan hingga 20 ml/menit. Ada 2 tipe pompa:
1. Pompa dengan tekanan konstan
2. Pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Pompa tipe ini lebih umum digunakan.
Kolom
Ada 2 jenis kolom pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.
Fase Diam
Kebanyakn fase diam berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tak
dimodifikasi atau polimer-polimer stiren dan divinil benzena.
Detektor
Detektor KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu detektor yang bersifat
universal, yaitu detektor yang dapat mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif. Contoh detektor yang bersifat universal adalah detektor indeks bias dan
spektrometri massa. Dan jenis detektor lainnya adalah detektor spesifik yang hanya akan
mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, fluoresensi dan
elektrokimia.
Detektor yang ideal akan mempunyai karakteristik berikut:
Mempunyai respon terhadap analit yang cepat dan reproduksible
Mempunyai sensitivitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi analit pada kadar yang
sangat kecil
Stabil dalam pengoperasiannya
Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.
Untuk kolom konvensional 8 ul atau lebih kecil dan 1 ul atau lebih kecil pada kolom
mikrobar.
Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi analit pada kisaran yang
luas
Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak
Detektor merupakan bagian integral dari peralatan analitik kromatografi cair ini. Ada
beberapa jenis detektor yang digunakan, dengan pemilihan yang umumnya didasarkan pada
persyaratan sensitivitas, jenis senyawa yang ada dalam sampel, dan faktor-faktor lain seperti
biaya. Detektor yang paling umum didasarkan pada indeks bias dari eluat kolom, karena
hampir semua zat terlarut akan menghasilkan larutan dengan indeks bias yang berbeda
dengan indeks bias pelarut murni. Detektor ini mampu menginderai perbedaan tersebut dan
menghasilkan sinyal-sinyal listrik yang proporsional yang kemudian diperkuat dan direkam
untuk menghasilkan kromatogram. Batasan utamanya adalah sensitivitas; batasan
pendeteksian akan bervariasi sesuai dengan keadaan, yang umumnya sekitar satu mikrogram
zat terlarut.
Detektor Spektrofotometri
Deteksi spektrofotometri umumnya hanya dalam daerah ultraviolet. Idealnya,
spektrofometri yang nyata dengan pemilihan panjang gelombang yang sempurna akan
memberikan fleksibilitas yang maksimal untuk mendeteksi berbagai macam zat terlarut
dengan sensitivitas yang sangat baik.
Detektor fluorometri
Merupakan detektor yang didasarkan atas fluoresens.
Detektor elektrokimia
Lazimnya, larutan efluen dari dalam kolom memasuki sebuah sel dimana larutan
tersebut mengalir diatas permukaan sebuah elektroda yang diberi potensial pada satu harga,
dimana komponen-komponen sampel mengalami reaksi transfer elektron.
Perangkat Pendukung Lainnya
Perangkat pendukung lain yang digunakan dalam KCKT dapat berupa komputer,
integrator dan rekorder.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. TEMPAT DAN TANGGAL
Laboratorium PNA, 23 April 2013.
3.2. ALAT DAN BAHAN
o Seperangkat alat HPLC
o Erlenmeyer
o Vial
o Pipet tetes
o Beker Glass
o Penyaring Membran
o Alat suntik
o Spatula
o Ekstrak sereh
o Methanol
3.3. CARA KERJA
1) Penentuan kondisi alat HPLC: kolom, fase gerak, laju alir, detector, volume
penyuntikan.
2) Sedikit ekstrak dimasukan ke dalam erlenmeyer untuk pengenceran, tambahkan
methanol ±25 ml, kocok hingga ekstrak larut dalam methanol.
3) Siapkan alat suntik yang telah dipasang penyaring membrane, masukan ekstrak yang
telah diencerkan ke dalam vial yang sebelumnya sudah dibilas dengan cairan ekstrak
tersebut. Tutup vial, beri tanda.
4) Tempatkan vial pada alat HPLC. Jalankan alat.
5) Analisis pola kromatogram senyawa sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL
Dilampirkan.
4.2. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan analisis kandunan ekstrak sereh
dengan menggunakan metode HPLC (high performance liquid
chromatography). Prinsip kerja HPLC sebenarnya sama dengan prinsip
kerja kromatografi lainnya yaitu memisahkan suatu senyawa dari suatu
campuran. Cara kerja HPLC : Dengan bantuan pompa fasa gerak cair
dialirkan melalui kolom ke detector. Kemudian cuplikan dimasukkan
ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom
terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan
kekuatan interaksi antara solute-solut terhadap fasa diam. Solut-solut
yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari
kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat berinteraksi
dengan fasa diam maka solute-solut tersebut akan keluar kolom
dideteksi oleh detector kemudian direkam dalam bentuk kromatogram
kromatografi gas. Seperti pada kromatografi gas, jumlah peak
menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran. Computer dapat
digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC dan mengumpulkan
serta mengolah data hasil pengukuran HPLC.
HPLC memiliki dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak
yang digunakan yaitu methanol, karena methanol mempunyai kepolaran
yang tinggi sehingga diharapkan mampu menarik senyawa yang
terkandung dalam ekstrak tersebut. Fasa diam yang digunakan berupa
kolom, yang di dalamnya berisi silica yang telah dibuat menjadi bersifat
non polar melalui pelekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang pada
permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18.
Karena silica yang digunkan bersifat non polar sehingga senyawa yang
terelusi lebih dahulu yaitu senyawa yang polar sedangkan senyawa yang
non polar akan keluar lebih lama melalui kolom karena berinteraksi
dahulu dengan silica, adanya gaya tarik menarik dengan gugus
hidrokarbon pada silica karena adanya gaya van der waals.
Sebelum pengukuran dan identifikasi dilakukan dahulu penyiapan
larutan baku dari ekstrak sereh. Pada pembuatan larutan baku ekstrak
sereh, dibuat dengan melarutkan ekstrak sereh dengan menggunakan
pelarut metanol. Diencerkan baku tersebut dengan konsentrasi 100 ppm.
Setelah itu masukkan kedalam vial volumenya 20 µl seharusnya sebelum
dimasukkan kedalam vial disaring terlebih dahulu dengan penyaring
membrane 0,45µm.
Digunakan detektor UV-Vis, detektor ini mampu memberikan
kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang
berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan, suatu
kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan dapat
ditampilkan. Waktu yang kita guneakan untuk HPLC yaitu 30 menit.
Panjang gelombang yang kami gunakan yaitu dicari berdasarkan
literature yaitu 254 nm dan 280 nm. Ketika menggunakan panjang
gelombang 254 hasil kromatogram yang didapatkan jelek yaitu ada peak
yang menurun. Ketika digunakan panjang gelombang 280 didapatkan
satu senyawa namun waktu retensinya tidak terdeteksi karena
kemungkinan kadar senyawa tersebut sangat kecil. Karena banyak
kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang terjadi. Diantaranya :
Pada saat mengencerkan larutan baku tidak sesuai dengan
seharusnya yaitu 100 ppm. Sehingga detektor tidak dapat membaca
atau mengetahui kandungan apa saja yang ada di dalam ekstrak sereh
tersebut (human error).
Setelah dilakukan pengenceran seharusnya disaring terlebih dahulu
sebelum memasukkannya kedalam vial. Tetapi kami tidak melakukan
penyaringan dan langsung dimasukkan kedalam vial. Sehingga banyak
pengotor yang masih tersisa didalam vial tersebut dan banyaknya
pengotor yang terdeteksi didalamnya.
Kurangnya pengetahuan tentang panjang gelombang yang seharusnya
digunakan untuk mendeteksi kandungan sereh sehingga banyak
senyawa-senyawa yang tidak terdeteksi.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.1. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, Ibnu Gholib.2007. Kimia Farmasi Analisa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kupiec, Tom. 2004. Quality-Control Analytical Method : High Performance Liquid
Chromatography. International Journal of Pharmaceytical Compounding Vol. 8.
Oklahoma City
Sastrohamidjojo, Harjono. 2005. Kromatografi.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.