37
Acara I FERMENTASI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN Disusun oleh : Nama : Yeremia Adi Wijaya NIM : 12.70.0152 Kelompok : E3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Laporan Praktikum Mikrobiologi Pangan - Fermentasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan praktikum mikrobiologi pangan bab fermentasi unika soegijapranata yang menjelaskan tentang proses fermentasi tempe dari kacang tanah dan tape dari ketan hitam dalam kaitannya dengan mikrobiologi pangan

Citation preview

Acara I

FERMENTASI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMMIKROBIOLOGI PANGAN

Disusun oleh :

Nama : Yeremia Adi Wijaya

NIM : 12.70.0152

Kelompok : E3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2013

1. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses fermentasi pada pembuatan

tempe dari kacang tanah dan tape dari ketan hitam, mengetahui reaksi yang terjadi pada

saat fermentasi berlangsung, mengetahui perbedaan yang terjadi antara penggunaan ragi

maupun kultur mikroba, mengetahui pengaruh banyaknya ragi yang digunakan terhadap

hasil, mengetahui pengaruh dari tiap kultur, serta mengetahui hal-hal apa saja yang

dapat mempengaruhi proses fermentasi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Fermentasi didefinisikan sebagai suatu proses metabolisme didalam sel dalam

lingkungan anaerob atau tanpa oksigen yang kemudian akan menghasilkan adenosine

triphosphate (ATP) (Rao, 2004, 84:216) Meskipun dikatakan bahwa fermentasi

dilakukan didalam kondisi anaerob akan tetapi beberapa mikroorganisme yang

digunakan dalam fermentasi terkadang membutuhkan oksigen, oleh karena itu dikatakan

oleh Purwoko (2007, 194: 277) bahwa fermentasi merupakan metabolisma tanpa

melibatkan oksigen atau anaerob, tetapi organisme fermentatifnya terkadang

membutuhkan oksigen untuk proses metabolisme lainnya maupun pertumbuhan. Contoh

kimia fermentasi antara lain adalah glukosa, dimana glukosa yang akan difermentasikan

oleh sel-sel khamir akan dirubah menjadi alkohol dan membebaskan gas

karbondioksida. (Rao, 2004, 84-86:216)

Didalam proses fermentasi mikroba yang digunakan didalam proses fermentasi harus

mempunyai sifat fermentatif dan mampu mengubah karbohidrat didalam pangan

maupun senyawa turunannya menjadi karbondioksida, asam maupun alkohol. Jenis

mikroba dibagi menjadi mikroba lipolitik dan mikroba proteolitik dimana pada mikroba

lipolitik akan menghidrolisis lemak dan senyawa turunannya dan menyebabkan bau

tengik, sedangkan mikroba proteolitik akan memecah protein dan senyawa nitrogen

lainnya dan menghasilkan bau busuk. Bakteri, jamur dan khamir merupakan jenis

mikroba yang umum digunakan didalam proses fermentasi. (Winarno et al, 1984,59-

60: 89)

1

2

Didalam fermentasi terdapat duan proses fermentasi yang penting yaitu fermentasi

alkohol dan fermentasi asam laktat.

1. Fermentasi alkohol

Beberapa jenis organisme yang melakukan fermentasi alkohol adalah

Saccharomyces cereviceae dimana organisme ini akan mengubah glukosa

melalui proses fermentasi menjadi alkohol (etanol). Pada fermentasi alkohol

asam piruvat akan diubah menjadi etanol atau etil alkohol melalui dua langkah.

Langkah pertama adalah pembebasan karbon dioksida dari asam piruvat yang

kemudian diubah menjadi asetaldehida. Langkah kedua adalah reaksi reduksi

asetaldehida oleh NADH menjadi etanol. NAD yang terbentuk akan digunakan

untuk glikolisis. Reaksi fermentasi alkohol dapat dirumuskan :

C6H12O6 2C2H5OH (etanol) + 2CO2 + energi

Contoh produk pangan yang menggunakan fermentasi alkohol seperti pada

proses pembuatan wine dan tape. (Purves, 2004, 139-140:1120)

2. Fermentasi asam laktat

Fermentasi asam laktat sama halnya dengan fermentasi alkohol yaitu dimulai

dengan tahap glikolisis. Fermentasi asam laktat biasa dilakukan oleh beberapa

bakteri asam laktat. Lactobacillus merupakan bakteri yang paling sering

digunakan didalam fermentasi asam laktat. Produk pangan yang biasa

menggunakan fermentasi asam laktat seperti pada pembuat tempe, yogurth

sauerkraut atau asinan kubis, kimchi. (Purves, 2004, 141-142:1120)

Didalam fermentasi ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi

diantaranya adalah keberadaan mikroba yang disesuaikan dengan kultur murni, suhu,

pH, garam, dan oksigen.

1. Suhu

Setiap mikroorganisme mempunyai suhu maksimal, optimal maupun minimal

yang dapat digunakan untuk pertumbuhannya, oleh karena itu temperature

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap proses fermentasi karena selain

3

berefek pada pertumbuhan mikroba juga akan berefek pada hasil akhir dari

produk fermentasinya (Schlegel, 1993, 363:655)

2. Oksigen

Ketersediaan akan oksigen harus selalu diatur didalam proses fermentasi karena

berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Contoh, khamir

didalam pembuatan anggur dan roti membutuhkan oksigen selama proses

fermentasi berlangsung sedangkan untuk bakteri penghasil asam tidak

menggunakan oksigen selama proses fermentasinya berlangsung. (Winarno et al

, 1984, 63-65 : 89)

3. Kadar garam

Garam berfungsi untuk menghambat pertumbuhan jenis-jenis mikroorganisme

pembusuk yang tidak diinginkan selama proses fermentasi berlangsung. Prinsip

kerja garam dalam proses fermentasi adalah untuk mengatur Aw (ketersediaan

air untuk kebutuhan mikroorganisme). Mikroorganisme yang diinginkan untuk

tumbuh adalah jenis-jenis bakteri penghasil asam. Selain mengatur Aw, garam

juga berfungsi untuk menarik keluar cairan sel jaringan yang mengandung

sakarida-sakarida, dimana sakarida tersebut merupakan nutrien untuk

pertumbuhan mikroorganisme. Kadar garam selama fermentasi akan berubah

karena cairan dalam sel-sel jaringan tertarik keluar sel, karena itu secara periodik

harus diadakan penyesuaian kadar garam. (Schlegel, 1993, 576:655)

4. pH

pH sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroba karena setiap mikroorganisme

mempunyai pH maksimal, minimal dan optimal untuk pertumbuhannya. Seperti

contohnya yeast yang mempunyai pH optimal untuk pertumbuhan antara 4,0 –

4,5. Pada pH dibawah 3,0 maka fermentasi alkohol akan berjalam lambat.

(Winarno, 1984, 63-65 : 89)

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi terhadap biji kedelai, kacang tanah atau

beberapa bahan lain yang dibuat dengan menggunakan beberapa jenis kapang atau

inokulum tempe. Didalam pembuatannya kapang yang terlibat antara lain kapang

4

Rhizopus oligosporus, Rhizopus microsporus, Rhizopus oryzae. Yang paling sering

digunakan adalah kapang Rhizopus oryzae. Pada produk tempe terdapat bagian putih

yang disebabkan karena pertumbuhan miselia kapang yang melekatkan biji kacang-

kacangan sehingga terbentuk tekstur yang memadat sedangkan bagian hitam pada tepi

menunjukan spora dari kapang Rhizopus oligosporus. Rasa dan aroma yang khas pada

tempe disebabkan adanya degradasi komponen dalam kedelai atau kacang-kacangan

yang digunakan didalam proses fermentasi tempe. (Hidayat et al., 2006, 93 : 198).

Dalam proses fermentasi R. oligosporus mensintesis enzim pemecah protein (protease)

dan lemak lebih baik sedangkan R. oryzae lebih banyak mensintesis enzim pemecah pati

(afla-amilase). (Sarwono, 2010, 41:100)

Sarwono (2010, 51: 100) mengatakan bahwa inokulum tempe merupakan kumpulan

spora kapang tempe yang digunakan sebagai bahan yang digunakan dalam pembuatan

tempe. Inokulum tempe biasa disebut sebagai ragi tempe. Inokulum sendiri

didefinisikan sebagai sediaan yang mengandung jasad renik tertentu yang memiliki

kegiatan/ sifat yang khas untuk dibiakkan pada suatu media atau bahan tertentu. Ragi

tempe yang digunakan dalam pembuatan tempe ada dua yaitu laru bubuk dan laru daun.

1. Laru daun

Laru daun biasa disebut usar mempunyai warna putih dan umumnya melekat

pada daun jati atau waru. Ada dua cara penggunaan laru daun didalam

pembuatan tempe yang pertama dengan diusapkan pada biji kacang-kacangan

yang sudah siap diragi yang kedua adalah dengan memotong daun yang

mengandung laru kemudian diremas dan dicampurkan kedalam biji kacang-

kacangan (Haryoto, 2000, 20:45)

2. Laru bubuk

Laru bubuk lebih sering digunakan didalam pembuatan tempe karena

penggunaannya yang lebih praktis. Laru bubuk berwujud serbuk putih yang

umumnya dikemas didalam kantong plastik. Didalam penggunaannya, laru

bubuk mempunyai takaran yang lebih pasti seperti contohnya didalam

pembuatan tempe benguk dimana 1 sendok teh digunakan 2,5 biji benguk. Laru

bubuk digunakan dengan cara dicampurkan pada biji kacang-kacangan yang siap

difermentasikan. (Haryoto, 2000, 21:45)

5

Secara tradisional pembuatan tempe biasa menggunakan daun pisang hal ini

dikarenakan pada daun terdapat stomata atau mata daun yang mampu dilewati oksigen

sehingga jumlah oksigen yang masuk dapat diatur secara tepat. Pengemasan dalam

pembuatan tempe berpengaruh terhadap pertumbuhan dari kapang tempe dimana

pengemasan dengan menggunakan daun akan membuat pertumbuhan kapang lebih

cepat dibanding menggunakan plastik. (Sarwono, 2010, 51: 100). Didalam fermentasi

tempe dengan menggunakan plastik sebaiknya plastik yang digunakan diberi sedikit

lubang karena kapang yang digunakan didalam proses fermentasi membutuhkan

oksigen didalam pertumbuhannya dan kekurangan akan oksigen ini akan membuat

pertumbuhan pada substrat menjadi lambat. Selain sebagai pertukaran udara lubang

kecil pada plastik juga berfungsi untuk menguapkan embun. Kadar air yang terlalu

tinggi pada medium pembungkus akan mempercepat terjadinya reaksi pembusukan

(Hidayat et al., 2006, 96-98:198).

Terdapat berbagai metode yang digunakan didalam pembuatan tempe, namun teknik

pembuatan tempe di Indonesia secara umum dibagi menjadi tahap perebusan,

pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi, pembungkusan dan

fermentasi. (Hermana & Karmini, 1999, 80-92:676) Perebusan dimaksudkan sebagai

proses hidrasi untuk melunakkan biji kacang-kacangan yang digunakan supaya dapat

menyerap asam pada proses perendaman. Pengupasan berujuan agar miselium kapang

dapat menembus kedalam biji kacang-kacangan. Perendaman bertujuan untuk

menghidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara

alami. Proses pencucian digunakan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin

dihasilkan oleh bakteri asam laktat dan supaya biji kacang-kacangan tidak terlalu asam.

Inokulasi dilakukan dengan menggunakan inokulum yaitu ragi tempe atau laru,

inokulum yang digunakan dapat berupa laru daun, laru bubuk atau kultur Rhizopus

oligosporus murni. Inokulasi dapat dilakukan baik dengan menaburkannya secara

merata ataupun dengan dicampurkan pada saat perendaman berlangsung (Steinkraus,

1996, 18:776). Pembungkusan biasa dilakukan dengan menggunakan daun pisang atau

plastik. Fermentasi merupakan tahap dimana kapang tumbuh pada permukaan dan

menembus biji-bijian. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 27°C - 37°C selama 18 –

6

36 jam. Waktu fermentasi yang singkat biasa digunakan untuk tempe yang

menggunakan banyak inokulum dan suhu yang tinggi. (Hidayat et al., 2006, 94-96 :

198)

Tapai merupakan makanan dari proses fermentasi bahan pangan berkabohidrat seperti

beras, beras ketan dan lain sebagainya yang melibatkan ragi dalam proses

pembuatannya. Tape yang baik umumnya bertekstur lunak, sedikit berair, mengandung

sedikit alkohol, dan mempunyai aroma yang khas. (Hidayat et al., 2006,111:198).

Proses perubahan biokimia yang penting dalam fermentasi tape adalah hidrolisis dari

pati menjadi glukosa dan maltosa, yang memberikan cita rasa manis dan perubahan gula

menjadi asam organik dan alkohol. (Hidayat et al., 2006,117:198).

Didalam pembuatan tape proses fermentasi akan baik apabila dilakukan pada kondisi

mikroaerob, karenakan didalam kondisi anaerob kapang tidak dapat tumbuh dan kapang

hanya mampu tumbuh dalam kondisi mikroaerob sehingga dalam kondisi anaerob

kapang tidak dapat menghidrolisis pati dan juga dalam kondisi aerob aroma tape tidak

dapat berkembang dengan baik dikarenakan aroma yang timbul tergantung dari proses

fermentasi alkohol yang pada kondisi aerob akan menurun. (Hidayat et al, 2006,116:

192)

Didalam pembuatan tape mula-mula bahan yang digunakan sebagai bahan baku

dipersiapkan terlebih dahulu (nasi, ketan, singkong, dll). Kemudian bahan tersebut

dimasak terlebih dahulu dan dikukus. Didalam proses pemasakan ini harus benar-benar

diperhatikan karena akan mempengaruhi tekstur dan penampak dari produk akhirnya.

Setelah dikukus kemudian didinginkan dan diberi ragi. Ragi yang umum digunakan

didalam pembuatan tape adalah khamir Saccharomyces cereviceae. Setelah diberi

campuran kemudian dibungkus dengan menggunakan daun dan diinkubasi pada suhu

ruang antara 25°C-30°C selama 2 hingga 4 hari. (Gandjar, 2003, 5:10). Didalam proses

pembuatan tape ini terkadang ditemui tape yang berasa asam, hal ini dikarenakan

setelah proses fermentasi optimumnya tercapai, tape masih mengalami proses

fermentasi lebih lanjut dimana hasilnya adalah berupa produk yang berasa asam.

Kualitas ragi yang digunakan didalam proses fermentasi juga sangat mempengaruhi

7

proses pembuatan dan juga kualitas tape yang dihasilkan. Bila ragi yang digunakan

mempunyai kualitas yang baik maka tape yang dihasilkan juga akan baik dan bila

kualitas ragi yang digunakan kurang baik, maka tape yang dihasilkanpun juga kurang

baik. Selain itu jumlah dari ragi yang digunakan juga akan ikut mempengaruhi hasil

akhir produk yang dihasilkan (Rukmana & Yuniarsih, 2001, 21:45)

Menurut Asga & Rosa (2006, 105:114) penggunaan dari Saccharomyces cereviceae

dikarenakan khamir ini dapat memproduksi ethanol dalam jumlah yang besar dan cepat

serta memiliki toleransi terhadap alkohol yang tinggi. Saccharomyces cereviceae

merupakan jenis khamir yang dapat tumbuh secara aerobic pada lingkungan yang

mengandung glukosa , maltosa maupun trehalosa.

MEA (Malt Extract Agar)merupakan mempunyai komponen penyusun ekstrak dari

malt (gandum), pepton dari soymeal (sari kedelai), dan juga mengandung agar.

Saccharomyces cereviceae merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat

ditumbuhkan pada media ini. (Merck & Darmstadt, 1998, 73 : 133)

PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media pertumbuhan mikrobiologi yang terbuat dari

infus kentang dan dextrose. Media ini biasa digunakan untuk menumbuhkan,

mengidentifikasi ragi dan kapang serta dapat digunakan untuk suatu proses enumerasi

ragi dan kapang pada suatu produk bahan pangan. Mikroba yang dapat ditumbuhkan

pada media ini antara lain golongan phycomycetes dengan golongan Rhizopus seperti

Rhizopus Oligosporus. (Merck & Darmstadt, 1998, 63 : 133).

3. MATERI METODE

3.1. Materi

3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah neraca, jarum ose, pisau, tissue, korek

api, Bunsen, besek dan daun jambu mete.

3.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan didalam praktikum ini adalah nasi setengah matang, kacang

tanah, inokulum Saccharomyces cereviceae, inokulum Rhizopus oligosporus, ragi

tempe, dan ragi tape (NKL)

3.2. Metode

3.2.1. Pembuatan Tape

Mula-mula sebanyak 50 gram nasi setengah matang disiapkan kemudian nasi tersebut

dimasukan kedalam besek yang sudah diberi lapisan dari daun jambu mete secara rapi,

padat dan hingga tidak tampak adanya lubang diantaranya. Setelah itu kemudian diberi

perlakuan sesuai dengan kelompoknya masing-masing, pada kelompok 1 nasi diberi

ragi NKL sebanyak 0,5% dari berat nasi. Kelompok 2 nasi diberi ragi NKL sebanyak !

% dari berat nasi. Kelompok 3 diberi NKL sebanyak 1,5% dari berat nasi. Kelompok 4

diberi ragi NKL sebanyak 2% dari berat nasi. Lalu pada kelompok 5 menggunakan

inokulum Saccharomyces cereviceae sebanyak 5 ml dan pada kelompok 6

menggunakan inokulum Saccharomyces cereviceae sebanyak 10 ml. setelah diberi

penambahan ragi kemudian ditutup dengan menggunakan besek hingga rapat dan

diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang. Kemudian setelah 3 hari tape dilihat dan

diamati warnanya, bau serta teksturnya lalu dicatat.

3.2.2. Pembuatan Tempe

3.2.2.1. Perlakuan Pendahuluan

Kacang tanah yang akan digunakan dipersiapkan dan direndam dalam air selama 12

jam. Kemudian setelah 12 jam, kacang tanah tersebut direbus hingga agak empuk.

8

9

Setelah itu 50 gram kacang tanah yang sudah direbus digunakan untuk proses

pembuatan tempe selanjutnya.

3.2.2.2. Proses Pembuatan Tempe

Mula-mula sebanyak 50 gram kacang tanah ditimbang dan diletakan diatas daun jambu

mete secara rapi, rapat dan padat hingga kacang tanah menyatu dan tidak terpisah-pisah.

Kemudian diberikan perlakuan sesuai dengan kelompok masing-masing. Kelompok 1

pada kacang tanah ditambahkan inokulum Rhizopus oligosporus sebanyak 10 ml.

kelompok 2 pada kacang tanah ditambahkan Rhizopus oligosporus sebanyak 10 ml.

kelompok 3 pada kacang tanah ditambahkan ragi tempe sebanyak 0,5% dari berat

kacang tanah. Kelompok 4 pada kacang tanah ditambahkan ragi tempe sebanyak 1%

dari berat kacang tanah. Kelompok 5 pada kacang tanah ditambahkan ragi tempe

sebanyak 1,5% dari berat kacang tanah dan pada kelompok 6 pada kacang tanah

ditambahkan ragi tempe sebanyak 2% dari berat kacang tanah. Setelah selesai kemudian

daun jambu mete yang digunakan dilipat dan kemudian dimasukan kedalam plastik lalu

dibungkuskan setelah itu diinkubasikan dengan menggunakan suhu ruang dan setelah 3

hari hasil pembuatan tempe dilihat dan diamati warnanya, bau serta teksturnya dan

dicatat hasilnya

4. HASIL PENGAMATAN

4.1. Pembuatan Tape

Hasil pengamatan pembuatan tape dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pembuatan Tape

Kelompok Bahan Gambar KeteranganE1 50 gram nasi +

0,25 gram NKLWarna: ++Aroma: alkohol kuatTekstur: +++Keterangan: ada serbuk-serbuk putih

E2 50 gram nasi + 0, 5 gram NKL

Warna: ++Aroma: alkohol kuatTekstur: +++Keterangan: ada serbuk-serbuk putih

E3 50 gram nasi + 0,75 gram NKL

Warna: ++Aroma: alkohol sangat kuatTekstur: ++Keterangan: ada serbuk-serbuk putih

E4 50 gram nasi + 1 gram NKL

Warna: +++Aroma: alkohol sedikitTekstur: +++++Keterangan: tape tidak rapat, kering, ada bercak-bercak hijau

E5 50 gram nasi + 5 ml inokulum Saccharomyces cereviceae

Warna: ++Aroma: alkohol sedikitTekstur: +Keterangan: ada serabut-serabut menyerupai kapas berwarna hitam

E6 50 gram nasi + 10 ml inokulum Saccharomyces cereviceae

Warna: +Aroma: bau basiTekstur: +Keterangan: berair, terdapat serabut-serabut berwarna hitam dan orange

Keterangan:Tekstur: Warna:

10

11

+ : sangat lunak + : putih++ : lunak ++ : putih kekuningan+++ : agak keras +++ : kuning++++ : keras ++++ : sangat kuning+++++ : sangat keras

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada kelompok 1 dengan menggunakan 50 gram nasi

dan 0,25 gram ragi NKL menghasilkan warna putih kekuningan, menghasilkan aroma

alkohol kuat, bertekstur keras serta tampak adanya serbuk putih. Pada kelompok 2

dengan menggunakan 50 gram nasi dan 0,5 gram ragi NKLmenghasilkan warna putih

kekuningan, menghasilkan aroma alkohol kuat, bertekstur agak keras serta tampak

adanya serbuk-serbuk putih. Pada kelompok 3 dengan menggunakan 50 gram nasi dan

0,75 gram ragi NKL menghasilkan warna putih kekuningan, menghasilkan aroma

alkohol sangat kuat, bertekstur lunak serta tampak adanya serbuk-serbuk putih. Pada

kelompok 4 dengan menggunakan 50 gram nasi dan 1 gram NKL menghasilkan warna

kuning, menghasilkan sedikit aroma alkohol, bertekstur keras serta tampak tape tidak

rapat, kering, serta adanya bercak berwarna hijau. Pada kelompok 5 dengan

menggunakan 50 gram nasi dan 5 ml inokulum Saccharomyces cereviceae

menghasilkan warna putih kekuningan, menghasilkan sedikit aroma alkohol, bertekstur

sangat lunak serta tampak adanya serabut-serabut menyerupai kapas yang berwarna

hitam. Pada kelompok 6 dengan menggunakan 50 gram nasi dan 10 ml inokulum

Saccharomyces cereviceae menghasilkan warna putih, menghasilkan bau bau basi,

bertekstur lunak serta tampak berair dan tampak adanya serabut berwarna hitam dan

orange.

4.2. Pembuatan Tempe

Hasil pengamatan pembuatan tempe dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pembuatan Tempe

Kelompok Bahan Gambar KeteranganE1 50 gram kacang

tanah + 10 ml inokulum Rhizopus oligosporus

Warna: ++Aroma: tempeTekstur: ++Keterangan: di pinggirnya warna hitam

12

E2 50 gram kacang tanah + 10 ml inokulum Rhizopus oligosporus

Warna: ++Aroma: tempeTekstur: ++Keterangan: di pinggirnya warna hitam

E3 50 gram kacang tanah + 0,25 gram ragi tempe

Warna: ++Aroma: agak pesingTekstur: ++Keterangan: tidak menyatu, berjamur

E4 50 gram kacang tanah + 0, 5 gram ragi tempe

Warna: +Aroma: tempeTekstur: +++Keterangan: di pinggirnya warna hitam

E5 50 gram kacang tanah + 0,75 gram ragi tempe

Warna: +Aroma: tempeTekstur: ++++Keterangan: terdapat warna hitam hampir di seluruh bagian

E6 50 gram kacang tanah + 1 gram ragi tempe

Warna: +Aroma: tidak berbauTekstur: ++++Keterangan: terdapat warna hitam hampir di seluruh bagian

Keterangan:Tekstur: Warna:+ : sangat lunak + :putih++ : lunak ++ :putih.kekuningan+++ : agak keras +++ :kuning++++ : keras ++++ :sangat.kuning Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pada kelompok 1 dengan menggunakan 50 gram

kacang tanah dan 10 ml inokulum Rhizopus oligosporus menghasilkan warna putih

kekuningan, beraroma tempe, bertekstur lunak serta tampak adanya warna hitam pada

bagian pinggir tempe. Pada kelompok 2 dengan menggunakan 50 gram kacang tanah

dan 10 ml inokulum Rhizopus oligosporus menghasilkan warna putih kekuningan,

beraroma tempe, bertekstur lunak serta tampak adanyan warnahitam pada bagian

pinggir tempe. Pada kelompok 3 dengan menggunakan 50 gram kacang tanah dan 0,25

gram ragi tempe menghasilkan warna lunak, beraroma agak pesing, bertekstur lunak

13

serta tampak tidak menyatu dan berjamur. Pada kelompok 4 dengan menggunakan 50

gram kacang tanah dan 0,5 gram ragi tempe menghasilkan warna putih beraroma tempe,

bertekstur agak keras serta tampak adanya warna hitam pada bagian pinggir tempe.

Pada kelompok 5 dengan menggunakan 50 gram kacang tanah dan 0,75 gram ragi

tempe menghasilkan warna putih beraroma tempe, bertekstur keras serta tampak adanya

warna hitam hampir pada seluruh bagian. Pada kelompok 6 dengan menggunakan 50

gram kacang tanah dan 1 gram ragi tempe menghasilkan warna putih, tidak beraroma,

bertekstur keras serta tampak adanya warna hitam hampir pada seluruh bagian.

5. PEMBAHASAN

Fermentasi didefinisikan oleh Rao (2004, 84:216) sebagai suatu proses metabolisme

didalam sel dalam lingkungan anaerob atau tanpa oksigen yang kemudian akan

menghasilkan adenosine triphosphate (ATP). Meskipun dilakukan secara anaerob tetapi

mikroorganismenya tetap membutuhkan oksigen oleh karena itu dikatakan oleh

Purwoko (2007, 194: 277) bahwa fermentasi merupakan metabolisma tanpa melibatkan

oksigen atau anaerob, tetapi organisme fermentatifnya terkadang membutuhkan oksigen

untuk proses metabolisme lainnya maupun pertumbuhan.

Pada bahan yang digunakan terdapat kelompok yang menggunakan inokulum.

Inokulum ini menurut Sarwono (2010, 51: 100) didefinisikan sebagai sediaan yang

mengandung jasad renik tertentu yang memiliki kegiatan/ sifat yang khas untuk

dibiakkan pada suatu media atau bahan tertentu. Inokulum Saccharomyces cereviceae

yang digunakan didalam percobaan ini ditumbuhkan pada media MEA hal ini

dikarenakan Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang dapat tumbuh

secara aerobic pada lingkungan yang mengandung glukosa , maltosa maupun trehalosa

sedangkan MEA menurut Merck & Darmstadt (1998, 73 : 133) merupakan media

dengan komponen penyusun berupa ekstrak dari malt (gandum), pepton dari soymeal

(sari kedelai), dan juga mengandung agar. MEA mengandung unsur yang mendukung

pertumbuhan dari Saccharomyces cereviceae oleh karena itulah inokulumnya

ditumbuhkan pada media MEA. Sedangkan inokulum Rhizopus oligosporus

ditumbuhkan pada media PDA dikarenakan media PDA juga mengandung semua unsur

yang dapat mendukung pertumbuhannya. Hal ini diperkuat dengan teori yang dikatakan

oleh Merck & Darmstadt (1998, 63 : 133) yang mengatakan bahwa PDA (Potato

Dextrose Agar) adalah media pertumbuhan mikrobiologi yang terbuat dari infus kentang

dan dextrose. Media ini biasa digunakan untuk menumbuhkan, mengidentifikasi ragi

dan kapang serta dapat digunakan untuk suatu proses enumerasi ragi dan kapang pada

suatu produk bahan pangan. Mikroba yang dapat ditumbuhkan pada media ini antara

lain golongan phycomycetes dengan golongan Rhizopus seperti Rhizopus Oligosporus.

14

15

Pengambilan inokulum baik Rhizopus oligosporus mau Saccharomyces cereviceae

dilakukan dengan cara dipanen secara aseptis. Pemanenan dilakukan dengan

memasukan air aquades steril kedalam tabung yang berisi biakan kemudian jarum ose

dipijarkan dibawah nyala api bunsen hingga kemerahan. Kemudian jarum ose tersebut

digunakan untuk memanen kulturnya, setelah itu air dari tabung tersebut dituangkan

kembali pada tabung aquades steril dan kemudian digunakan sebagai starter pada tempe

(Rhizopus oligosporus) maupun pada tape (Saccharomyces cereviceae). Pada saat

melakukan pemanenan bibir dari tabung reaksi selalu didekatkan pada nyala api bunsen

dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh bakteri yang ada pada

lingkungan.

5.1. Pembuatan Tape

Pada pembuatan tape mula-mula sebanyak 50 gram nasi setengah matang disiapkan

kemudian nasi tersebut dimasukan kedalam besek yang sudah diberi lapisan dari daun

jambu mete secara rapi, padat dan hingga tidak tampak adanya lubang diantaranya.

penggunaan nasi ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Hidayat et al

(2006,111:198) yang mengatakan bahwa Tapai merupakan makanan dari proses

fermentasi bahan pangan berkabohidrat seperti beras, beras ketan dan lain sebagainya

yang melibatkan ragi dalam proses pembuatannya. Kemudian pada masing-masing

kelompok dituangkan starter tape dalam jumlah takaran yang berbeda-beda dan ada pula

yang menggunakan inokulum, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

pengaruh dari jumlah starter yang digunakan dan juga jenis starternya terhadap hasil

akhir dari produk yang dihasilkan.setelah diberi penambahan ragi kemudian ditutup

dengan menggunakan besek hingga rapat dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang.

Perlakuan ini sesuai dengan teori dari Purwoko (2007, 194: 277) yang mengatakan

bahwa fermentasi merupakan metabolisma tanpa melibatkan oksigen atau anaerob,

tetapi organisme fermentatifnya terkadang membutuhkan oksigen untuk proses

metabolisme lainnya maupun pertumbuhan. Inkubasi disini digunakan untuk

memelihara mikroorganisme yang sudah dicampur kedalam bahan baku supaya dapat

tumbuh. Suhu ruang yang dimaksud menurut Gandjar (2003, 5:10) adalah antara 25°C -

30°C.Kemudian setelah 3 hari tape dilihat dan diamati warnanya, bau serta teksturnya

lalu dicatat.

16

Pada hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil kelompok 1 dengan

menggunakan 50 gram nasi dan 0,25 gram ragi NKL menghasilkan warna putih

kekuningan, menghasilkan aroma alkohol kuat, bertekstur keras serta tampak adanya

serbuk putih. Pada kelompok 2 dengan menggunakan 50 gram nasi dan 0,5 gram ragi

NKL menghasilkan warna putih kekuningan, menghasilkan aroma alkohol kuat,

bertekstur agak keras serta tampak adanya serbuk-serbuk putih. Pada kelompok 3

dengan menggunakan 50 gram nasi dan 0,75 gram ragi NKL menghasilkan warna putih

kekuningan, menghasilkan aroma alkohol sangat kuat, bertekstur lunak serta tampak

adanya serbuk-serbuk putih. Pada kelompok 4 dengan menggunakan 50 gram nasi dan 1

gram NKL menghasilkan warna kuning, menghasilkan sedikit aroma alkohol, bertekstur

keras serta tampak tape tidak rapat, kering, serta adanya bercak berwarna hijau. Pada

kelompok 5 dengan menggunakan 50 gram nasi dan 5 ml inokulum Saccharomyces

cereviceae menghasilkan warna putih kekuningan, menghasilkan sedikit aroma alkohol,

bertekstur sangat lunak serta tampak adanya serabut-serabut menyerupai kapas yang

berwarna hitam. Pada kelompok 6 dengan menggunakan 50 gram nasi dan 10 ml

inokulum Saccharomyces cereviceae menghasilkan warna putih, menghasilkan bau bau

basi, bertekstur lunak serta tampak berair dan tampak adanya serabut berwarna hitam

dan orange.

Hasil yang didapatkan pada kelompok E1 – E4 berbanding lurus dengan jumlah ragi

NKL yang digunakan dimana menunjukan terjadinya peningkatan baik dari segi warna,

tekstur dan bau. Hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Rukmana & Yuniarsih

(2001, 21:45) yang mengatakan bahwa jumlah dari ragi yang digunakan akan ikut

mempengaruhi hasil akhir dari produknya. pada penggunakan inokulum yang dilakukan

oleh kelompok E5 dan E6 dari segi bau tampak bahwa kelompok E6 sudah mengalami

kerusakan yang lebih parah yang ditandai dengan muncul bau busuk, hal ini

menunjukan bahwa semakin banyak starter yang digunakan maka waktu fermentasi

optimum yang digunakanpun semakin singkat, hal ini sesuai dengan teori yang

dikatakan oleh Hidayat et al (2006, 94-96 : 198) yang mengatakan bahwa waktu

fermentasi yang singkat biasa digunakan untuk yang menggunakan banyak inokulum.

Bau yang dihasilkan dari pengamatan yang dilakukan oleh kelompok E1 – E4 yaitu bau

17

alkohol ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Hidayat et al (2006,117:198) yang

mengatakan bahwa didalam fermentasi tape terdapat perubahan biokimia yang penting

salah satunya adalah perubahan gula menjadi asam organik dan alkohol. Bau yang

dihasilkan ini menunjukan bahwa pembuatan tape termasuk kedalam jenis fermentasi

alkohol. Dari teori dan hasil pengamatan yang dilakukan ini maka dapat disimpulkan

bahwa semakin banyak jumlah starter yang digunakan maka yang waktu fermentasi

optimumnyapun akan semakin singkat. Selain warna, tekstur dan juga bau, tampak

bahwa pada kelompok E1 - E4 muncul sebuah serbuk putih sedangkan pada kelompok

E5 dan E6 yang menggunakan inokulum Saccharomyces cereviceae tampak serabut-

serabut yang menyerupai kapas. Secara teori Ragi yang umum digunakan didalam

pembuatan tape adalah khamir Saccharomyces cereviceae (Gandjar, 2003, 5:10) akan

tetapi pada kenyataanya kandungan yang terdapat pada ragi tape tidaklah murni hanya

mengandung khamir Saccharomyces cereviceae saja tetapi ada juga kandungan dan juga

jenis mikroorganisme yang lain yang terkandung didalamnya, hal inilah yang

menyebabkan mengapa antara kelompok E1 – E4 dan kelompok E5 – E6 menghasilkan

wujud yang berbeda. pada kelompok E5 dan E6 pada hasil pengamatan tampak adanya

serabut yang menyerupai kapas, hal ini menunjukan adanya kontaminasi oleh

mikroorganisme lain. Kontaminasi ini bisa dimungkinkan oleh beberapa hal seperti

penutupan dengan daun yang tidak rapat sehingga terkontaminasi oleh mikroorganisme

dari luar, atau dimungkinkan karena kontaminasi dari tissue yang tidak steril karena

beberapa kelompok ada yang menggunakan tissue untuk menutup lubang-lubang, atau

bisa juga dikarenakan sendok yang digunakan untuk mengambil ragi tidak steril atau

tercampur dengan ragi tempe sehingga pada saat diinkubasikan inokulum murni tersebut

terkontaminasi oleh jenis mikroorganisme lain.

Pada pengamatan yang dilakukan tampak bahwa hasil akhir dari produk tape yang

dibuat tidak tampak seperti pada tape biasa dijual, hal ini dikarenakan adanya sedikit

perbedaan didalam prosedur pembuatannya. Pada percobaan, nasi yang digunakan

hanya dimasak saja, sedangkan secara umum selain dimasak masih dilanjutkan dengan

pengukusan selain itu tape yang umum dijual menggunakan bahan dasar nasi ketan buka

nasi biasa. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan tekstur antara tape yang

biasa dijual dengan tape dari hasil percobaan ini.

18

Didalam pembuatan tape akan lebih baik bila menggunakan ragi tape sebagai starter

dalam pembuatan bukan inokulum Saccharomyces cereviceae murni. Hal ini

dikarenakan ragi tape mengandung unsur-unsur lain yang mendukung pertumbuhan dari

khamir yang digunakan sehingga akan menghasilkan produk akhir yang lebih baik.

Inokulum Saccharomyces cereviceae didalam penggunaannya akan lebih rawan

terhadap terjadinya kontaminasi, dimana sedikit kontaminasi akan mempengaruhi hasil

akhir dari produk yang dihasilkan. Oleh karena itu didalam bisnis orang lebih sering

menggunakan ragi karena selain biayanya murah, pengelolaannya pun lebih mudah.

5.2. Pembuatan Tempe

Pada pembuatan tempe mula-mula sebanyak 50 gram kacang tanah ditimbang dan

diletakan diatas daun jambu mete secara rapi, rapat dan padat hingga kacang tanah

menyatu dan tidak terpisah-pisah. Penataan ini dilakukan supaya pada saat diberi

penambahan ragi, pertumbuhan dari ragi tersebut bisa merata dan tidak terpisah-pisah

satu sama lain. Setelah itu diberi penambahan ragi dimana tiap kelompok melakukan

dengan takaran yang berbeda serta ada yang menggunakan inokulum dan ada yang

menggunakan ragi tempe, hal ini dimaksudkan supaya dapat mengetahui pengaruh dari

jenis starter yang digunakan serta jumlah yang digunakan terhadap hasil akhir dari

produk yang digunakan. Setelah selesai kemudian daun jambu mete yang digunakan

dilipat dan kemudian dimasukan kedalam plastik lalu dibungkuskan setelah itu

diinkubasikan dengan menggunakan suhu ruang dan setelah 3 hari hasil pembuatan

tempe dilihat dan diamati warnanya, bau serta teksturnya dan dicatat hasilnya.

penggunaan daun ini menurut Sarwono (2010, 51: 100) dikarenakan daun terdapat

stomata atau mata daun yang mempu dilewati oksigen sehingga jumlah oksigen yang

masuk dapat diatur secara tepat. Lalu diinkubasi pada suhu ruang yaitu sekitar 25°C -

30°C (Gandjar, 2003, 5:10). tujuan dari inkubasi ini sama dengan percobaan pembuatan

tape dimana dimaksudkan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang sudah

ditambahkan kedalam bahan baku pembuatan tempe. Berdasarkan pada prosedur yang

dilakukan maka dapat dikatakan bahwa ragi yang digunakan oleh kelompok E4 – E6

adalah ragi laru bubuk.

19

Pada hasil pengamatan didapatkan hasil dimana pada kelompok 1 dengan menggunakan

50 gram kacang tanah dan 10 ml inokulum Rhizopus oligosporus menghasilkan warna

putih kekuningan, beraroma tempe, bertekstur lunak serta tampak adanya warna hitam

pada bagian pinggir tempe. Pada kelompok 2 dengan menggunakan 50 gram kacang

tanah dan 10 ml inokulum Rhizopus oligosporus menghasilkan warna putih kekuningan,

beraroma tempe, bertekstur lunak serta tampak adanyan warna hitam pada bagian

pinggir tempe. Pada kelompok 3 dengan menggunakan 50 gram kacang tanah dan 0,25

gram ragi tempe menghasilkan warna lunak, beraroma agak pesing, bertekstur lunak

serta tampak tidak menyatu dan berjamur. Pada kelompok 4 dengan menggunakan 50

gram kacang tanah dan 0,5 gram ragi tempe menghasilkan warna putih beraroma tempe,

bertekstur agak keras serta tampak adanya warna hitam pada bagian pinggir tempe.

Pada kelompok 5 dengan menggunakan 50 gram kacang tanah dan 0,75 gram ragi

tempe menghasilkan warna putih beraroma tempe, bertekstur keras serta tampak adanya

warna hitam hampir pada seluruh bagian. Pada kelompok 6 dengan menggunakan 50

gram kacang tanah dan 1 gram ragi tempe menghasilkan warna putih, tidak beraroma,

bertekstur keras serta tampak adanya warna hitam hampir pada seluruh bagian.

Percobaan yang dilakukan oleh kelompok E1 – E6 kecuali E3 tampak adanya warna

hitam pada bagian pinggir, warna hitam pada bagian pinggir menurut Hidayat et al

( 2006, 93 : 198). Disebabkan karena adanya pertumbuhan spora dari kapang Rhizopus

oligosporus. Sedangkan warna hitam pada kelompok E5 yang lebih banyak dari

kelompok E4 dan kelompok E6 yang lebih banyak dari kelompok E5 ini menunjukan

bahwa jumlah dari ragi yang digunakan akan mempengaruhi waktu proses

fermentasinya, hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Hidayat et al (2006, 94-

96 : 198) yang mengatakan bahwa Waktu fermentasi yang singkat biasa digunakan

untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang tinggi. Sedangkan

hasil yang didapatkan pada kelompok E3 tampak adanya kesalahan karena tidak tampak

seperti tempe pada umumnya, kesalahan ini bisa disebabkan karena kesalahan didalam

penggunaan ragi, atau bisa juga disebabkan oleh karena adanya kontaminasi pada saat

inkubasi.

20

Pada hasil percobaan tampak adanya bagian putih, bagian putih ini menurut Hidayat et

al (2006, 93 : 198) adalah miselia kapang yang tumbuh dan melekatkan biji kacang-

kacangan sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Pertumbuhan dari kapang ini

disebabkan karena faktor suhu, oksigen dan kadar air. Proses fermentasi yang

digunakan menurut Purves, 2004 (141-142:1120) tergolong sebagai fermentasi asam

laktat.

Didalam pembuatan tempe akan lebih baik menggunakan ragi tempe dan tidak dengan

inokulum Rhizopus oligosporus karena selain cara penggunaannya yang lebih mudah,

didalam ragi tempe sudah terkandung unsur lain yang mendukung pertumbuhan dari

mikroorganisme yang digunakan sebagai starter dan juga hasil akhir dari produk,

sehingga akan menghasilkan produk tempe yang lebih baik. Inokulum Rhizopus

oligosporus selain penggunaannya yang susah juga rawan terhadap kontaminasi, dimana

sedikit kontaminasi akan mempengaruhi hasil akhir dari produk yang dihasilkan

sehingga apabila digunakan untuk bisnis yang masih handmade kurang cocok karena

akan memakan biaya yang lebih besar juga.

6. KESIMPULAN

Proses fermentasi dilakukan secara anaerob akan tetapi mikroorganisme yang

digunakan tetap membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

Pada proses pembuatan tape dan tempe inokulum Saccharomyces cereviceae dan

Rhizopus oligosporus diambil dari tabung MEA dan PDA yang dikarenakan MEA

dan PDA mengandung bahan yang mendukung pembiakan dari Saccharomyces

cereviceae dan Rhizopus oligosporus.

Fermentasi tape tergolong dalam fermentasi alkohol sedangkan fermentasi tempe

tergolong dalam fermentasi asam laktat.

Didalam pembuatan tape terdapat perubahan biokimia yang penting yaitu hidrolisis

dari pati menjadi glukosa dan maltosa, yang memberikan cita rasa manis dan

perubahan gula menjadi asam organik dan alkohol.

Penggunaan daun sebagai pembungkus dikarenakan adanya stomata yang

mempermudah pengendalian oksigen.

Inkubasi pada fermentasi biasa dilakukan pada suhu ruang.

Jumlah ragi yang digunakan didalam pembuatan tempe dan tape akan mempengaruhi

waktu proses fermentasinya, dimana semakin banyak akan mempercepat proses

fermentasi yang menyebabkan semakin cepat terjadinya pembusukan.

Serabut kapas pada pembuatan tape oleh kelompok E5 dan E6 disebabkan karena

adanya kontaminasi.

Bagian putih pada tempe merupakan miselia dari kapang Rhizopus oligosporus.

Bagian hitam dipinggir tempe menunjukan pertumbuhan spora dari kapang Rhizopus

oligosporus.

Pertumbuhan kapang dipengaruhi oleh suhu, oksigen dan kadar air

Kesalahan pembuatan tempe pada kelompok E3 disebabkan karena kontaminasi atau

kesalahan didalam penggunaan ragi.

Pada pembuatan tape hasil akhir tidak mirip dengan yang umum dijual karena

adanya perbedaan bahan dasar dan prosesnya.

Penggunaan inokulum murni dalam pembuatan tape maupun tempe akan memakan

biaya yang besar dan rawan kontaminasi.

21

22

Ragi yang umum digunakan mengandung unsur lain yang mendukung hasil akhir

produk

Semarang, 4 juni 2013 Asisten Dosen :

Yeremia Adi Wijaya Metta Meliani

12.70.0152

7. DAFTAR PUSTAKA

Asga, P. & S. Rosa. (2006). Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Yang Diamobilisasi Dengan Agar Batang. Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 105-114

Gandjar, I. (2003). Tapai from cassava and cereals. First International Symposium and Workshop on Insight into the World of Indigenous Fermented Foods for Technology Development and Food Safety. Bangkok, 13 – 17 Apr 2003: 1-10

Haryoto. (2000). Tempe Benguk. Kanisius. Yogyakarta.

Hermana & Karmini. (1999). The Complete Handbook of Tempe : The Unique Fermented Soyfood of Indonesia. The American Soybean Association. Singapore

Hidayat, N. ; C.P. Masdiana ; dan S. Sri (2006). Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Merck, E. & Darmstadt. (1998 ). Handbook of microbiology 1st Suplement. Federal Republic Germany.

Purves, W.K, Orians, G.H, Sadava, D. (2004). Life, The Science of Biology 7th edition. Macmillan Publisher. United Kingdom.

Purwoko,Tjahyadi. (2007). Fisiologi Mikroba. Bumi Akasara. Jakarta.

Rao, A.S. (2004). Intoduction to Microbiology. PHI Learning. India.

Rukmana, R & Yuniarsih, Y. (2001). Aneka Olahan Ubi Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Sarwono, B. (2010). Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Panebar Swadaya. Jakarta.

Schlegel, H.G. (1993). General Microbiology. Cambridge University press. UK.

Steinkraus, K.H. (1996). Handbook of Indigenous Fermented Food 2nd edition. Taylor & Francis. London. UK

Winarno, F.G.(1994).Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

23

24

Winarno, F.G. (1984). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

8. LAMPIRAN

8.1. Laporan Sementara

25