Upload
halimatus-zein
View
62
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF
P4. PARKINSON DEGENERATIF
Disusun Oleh :
Kelompok 1H
1. Halimatus S Zein (105010567)
2. Agus Suyitno (105010569)
3. Aniesa turraida (105010570)
4. Nandang Prasetya W (105010572)
5. Nur Fauzan (105010573)
Dosen Pengampu : Sri Susilowati, MSi., Apt
LABORATORIUM FARMAKOTERAPI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2013
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF
PERCOBAAN IV
PARKINSON DEGENERATIF
A. TUJUAN
1. Mahasiswa mamp memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada penyakit
yang berhubungan dengan system syaraf.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan teori singkat farmakoterapi system syaraf, mengena
lrekam medic, memahami metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, Plan)
dalam menyelesaikan suatu kasus, dan penelusuran informasi obat sistem syaraf.
B. DASAR TEORI
PENYAKIT PARKINSON
DEFINISI
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat
dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron
berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar
dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom
Parkinson.
KLASIFIKASI
Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :
1. Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine
(MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin dan
menurunkan cadangan dopamin misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin
dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada
petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple
system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, olivo-pontocerebellar
degeneration, parkinsonism-amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal
ganglionik, Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter
(Penyakit Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan neuropati
peripheral).
ETIOLOGI
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di
antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu
kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa
faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit
parkinson.
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di
kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat
penyakit parkinson pada keluarga meningkatkan faktor resiko menderita penyakit
parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari
70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme
tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum
ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari
penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu
terjadi pada usia 46 tahun.
3. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan
lama.
c) Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
4. Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit
berwarna.
5. Trauma kepala
Cedera kranioserebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya
masih belum jelas benar.
6. Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi
dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi
peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
PATOFISIOLOGI
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-
50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab
multifaktor.
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak
(brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat
control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang
disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan
tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi
elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan,
keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit
Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine
menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di system saraf pusat (SSP) menurun dan
menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia),
tremor dan kekauan (rigiditas).
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc
adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal,
seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils).
Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga
menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan
antara lain :
Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitric-
oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan
akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan
peningkatan apoptosis dan kematian sel.
Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu
apoptosis sel-sel SNc.
GEJALA KLINIS
Gejala Motorik
Gambaran klinis penyakit Parkinson
a. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap
sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari
penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun,
jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang
disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill
rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-
ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi
terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung
uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa
bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika
disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu
sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor
tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada
pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi
sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di
kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi
tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan
berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat
gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek.
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini
oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi
(cogwheel phenomenon).
c. Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran
masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.
Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi
kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya
sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek,
bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan
berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang,
misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan
ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi. Hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi dari
saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus
dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini.
f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit
pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.
g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus (suara bisikan) yang lambat.
h. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit
kognitif.
i. Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap
kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi
waktu yang cukup.
j. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif)
Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
Pengeluaran urin yang banyak
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat
seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna
penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau
anosmia).
DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria :
1. Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural.
2. Kriteria Koller
Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat atau
gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau
lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang
(minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana
salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala
kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap
levodopa atau dopamine agonis.
Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan
tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan
respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.
Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan
histopatologis yang positif.
PENATALAKSANAAN
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif dan
penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya adalah 1) terapi
simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3)
neurorestorasi, keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini
ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya.
1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada
neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-
Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini
diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek
sampingnya.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap
terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat
mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi
terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan
motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang
mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan
efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga
dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda
seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol
(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin,
akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif
yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang
berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat
diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi
fluktuasi gejala motorik.
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan
muntah.
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi
neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi
keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala
tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit
parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya
yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal)
dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis
ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat
menyebabkan penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom
Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa
waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk
mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine
oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan
oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-
methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-
carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek
sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.
e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu
ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala
penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada
awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off)
dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai
kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat
mengakibatkan mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi
menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer
levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa
menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena
on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi
hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna merah-
oranye.
g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic
agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah
monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek
I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson
2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang
mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Efek
operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk melakukan
ablasi dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan
dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung.
Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya
adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall
dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang menghasilkan
dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan
embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau
progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived
sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan
jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi
T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik
dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya
menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur
bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun
perijinan.
3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati
dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka
menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah,
Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan
Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan
fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di
lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar
memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan
tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi,
yaitu :
Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan
tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya
melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak
lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai.
Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan
kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari
eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata
harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status mental
pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi
kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.
C. KASUS
Pasien laki-laki berusia 50 tahun datang dengan keluhan anggota badan terasa kaku
dan sulit digerakkan. Badan terus-menerus gemetar sejak 1 minggu sebelum masuk RS.
Gemetar dirasakan terutama saat beristirahat. Terdapat riwayat mondok 2x di Rumah Sakit
dengan diagnosis stroke non hemoragik dengan kelemahan anggota gerak kiri. Pasien
sering merasa sulit tidur dan tampak depresi. Ada riwayat gemetaran sebelumnya, tidak
ada riwayat penyakit diabetes militus, asma, hipertensi, ginjal, jantung, maupun
penggunaan obat-obatan tertentu. Pada keluarga tidak didapatkan riwayat penyakit serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis.
Tekanan darah 130/90mmHg, nadi 72 kali per menit, pernafasan 22 kali per menit, suhu
36,3 ᵒC. Terdapat tremor pada kedua tangan dan kaki.
Pada pemeriksaan neurolgis didapatkan adanya peningkatan pada tonus keempat
anggota gerak, peningkatan pada refleks fisiologis biseps dan triseps kedua tangan, refleks
patologis Hoffmann-Trommer positif pada kedua tangan, refleks glabella positif. Pada
pemeriksaan pada nervus kranialis XI didapatkan, keterbatasan dalam mengangkat bahu.
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan angka leukosit 6,8 x 10³/mm³,
hemoglobin 13,9 g/dl, hematokrit 40,6%, angka trombosit 357x 10³/mm³,gula darah
sewaktu 113 (70-115), ureum 49 (10-50), kreatinin 1,17 (0,6-1,2), kalium 4,0 (3,4-5,4),
natrium 141 (135-155), klorida 100 (95-108).
PERTANYAAN
1. Bagaimana tatalaksana terapi kasus ini?
2. Informasi apa yang perlu diberikan mengenai penggunaan obatnya?
Analisis penentuan terapi metode SOAP (Soap, Obyek, Assasment, Plan):
1. SUBJECTIVE
Nama : Tn. P
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Keluhan : Anggota badan terasa kaku dan sulit digerakkan. Badan terus-
menerus gemetar sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Gemetar dirasakan terutama
saat beristirahat. Terdapat riwayat mondok 2x di Rumah Sakit dengan diagnosis
stroke non hemoragik dengan kelemahan anggota gerak kiri. Pasien sering merasa
sulit tidur dan tampak depresi.
Riwayat penyakit : -
Riwayat keluarga : -
2. OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik :
Data klinis Kadar Kadar normal Keterangan
Tekanan darah 130/90 mmHg 120/ 80 mmHg Pre hipertensi
Nadi 72 kali per menit 60-80x/ menit Normal
Pernafasan 22 kali per menit 14-20 x/ menit Takikardi
Suhu 36,3ᵒC 36-37ᵒC Normal
Data Laboratorium:
Data klinis Kadar Kadar normal Keterangan
Leukosit 6,8x 10³/mm³ 5x 10³/mm³ Normal
Hb 13,9 g/dl 12,4-14,9 g/dl Normal
Hematokrit 40,6% 40-54% normal
Trombosit 357 x 10³/mm³ 150-40010³/mm³ Normal
Gula darah 113 70-115 N ormal
Ureum 49 10-50 Normal
Kreatinin 1,17 0,6-1,2 Normal
Kalium 4,0 3,4-5,4 Normal
Natrium 141 135-155 Normal
Klorida 100 95-108 Normal
3. ASSASMENT
Pada kasus ini pasien di diagnosa parkinson degeneratif
4. PLANa. Tujuan terapi
Meningkatkan kemampuan motorik dan non motorik sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien
b. Sasaran terapi
Memperbaiki keseimbangan antara aktivitas dopaminergik dan asetil kolinergik
didalam striatum dan mencegah degenerasi saraf lebih lanjut
5. STRATEGI TERAPI
Strategi terapi Parkinson adalah mengaktifkan reseptor dopamin ata meningkatkan
ketersediaan dopamin pada tempat aksinya direseptor pascasinaptik, dan atau menekan
aksi kolinergik
6. TATA LAKSANA TERAPITerapi farmakologi Levadopa 100mg/hari Karbidopa 10 mg/hari
Terapi non farmakologi Edukasi, terapi fisik, olahraga, dan pemberian nutrisi Pembedahan Terapi suportif yaitu anti oksidan dosis tingggi berupa vitamin E, tokoferol, yang
bersifat neuroprotektif.
7. ANALISIS KERASIONALAN OBAT a. Tepat Indikasi
Nama obat Indikasi mekanisme KET
Levadopa parkinsonisme mengendalikan kadar dopamin substansia nigra di dalam neuron tersebut, levodopa akan berkonversi menjadi dopamin.
TI
Karbidopa Penyakit parkinson dan gejala- gejala parkinsonisme
mengurangi metabolisme levodopa dalam saluran pencernaan dan jaringan perifer, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan levodopa di SSP.
TI
b. Tepat Pasien
Nama obat Kontra indikasi KETERANGAN
Levadopa pada pasien dengan glaukoma sudut sempit, psikosis dan keadaan lain dimana obat simpatomimetik golongan amin tidak dianjurkan, seperti kelainan endokrin, kelainan ginjal, hati, paru-paru dan kelainan jantung.
Tepat pasien
Karbidopa Galukoma sudut sempit, penyakit psikiatrik berat, kehamilan, breast-feeding.
Tepat pasien
c. Tepat Obat
Nama obat Alasan dipilihnya obat KETERANGAN
Levadopa • Terapi simpatomitetik standar pada PD
• Efek samping dopaminergik jarang terjadi
• terbukti klinis memiliki efektifitas yang sangt baik
Tepat obat
Karbidopa memperkuat efek levodopa dalam SSP ketika diberikan secara bersamaan
Tepat obat
d. Tepat Dosis
Nama Obat Dosis Rekomendasi Dosis Pemberian Keterangan
Levadopa 300-1000mg/hari 100mg/hari Tepat dosis
Karbidopa 10-75 mg/hari 10mg/hari Tepat dosis
e. Waspada ESO
Nama obat Efek samping
Levadopa Neusea, muntah, distress abdominal, dan Hipotensi postural
Karbidopa anoreksia, nausea dan muntah karena stimulasi pusat muntah
8. MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring
Melakukan penilaian pada pasien dengan cara menilai aktivitas hidup sehari-hari
Monitoring gangguan kecemasan dan depresi yang mungkin terjadi
Monitoring efek samping obat seperti hipotensi ortostatik dan pusing
Evaluasi keberhasilan terapi obat
9. KIE (Komunikasi, informasi, dan Edukasi)
Memberikan informasi tentang obat dan cara penggunaannya.
Meberikan informasi efek samping yang mungkin muncul selama pengobatan.
Memberikan informasi mengenai makanan yang harus dihindari untuk dikonsumsi.
Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien ketika gejala angina
kambuh lagi.
Informasikan kepada keluarga pasien untuk selalu memantau dan berperan penting
dalam merawat pasien demi keberhasilan terapi.
Membuat jadwal penggunaan obat agar pasien patuh dalam pengobatan
Kurangi aktivitas fisik yang berat
Pemantauan pola makan pasien agar dapat teratur
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan data pemeriksaan fisik, laboratorium, dan anamnesa yang didapatkan
pasien Tn. P didiagnosa menderita parkinson degeneratif. Penyakit parkinson merupakan
kondisi neurodegeneratif yang progesif akibat kematian sel-sel dopaminergik pada
substansia nigra.
Parkinson yang diderita Tn. P termasuk jenis Sindrom Parkinson Plus (Multiple
System Degeneration), pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear
palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, olivo-
pontocerebellar degeneration, parkinsonism-amyotrophy syndrome), Degenerasi
kortikobasal ganglionik, Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan
herediter (Penyakit Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan
neuropati peripheral). Hal tersebut sesuai dengan tabel penegakan diagnosa parkinson
berdasarkan Dipiro sebagai berikut:
Pasien Tn. P Terdapat riwayat mondok 2x di Rumah Sakit dengan diagnosis stroke
non hemoragik dengan kelemahan anggota gerak kiri. Stroke non hemoragik ini
merupakan pemicu Tn. P menderita parkinson. Menurut para ilmuwan di University
of Manchester stroke non hemoragik terkait dengan timbulnya gejala tremor dan
gejala lainnya. Hal ini terjadi karena pembuluh darah di otak tersumbat secara singkat
dan sering, namun pasien tidak pernah menyadari itu. Efek dari stroke non hemoragik
yaitu dapat menyebabkan kematian neuron dopaminergik di substansia nigra di otak,
yang merupakan daerah penting untuk koordinasi gerakan. Kematian neuron
dopaminergik di substansia nigra di otak ini yang menyebabkan kadar dopamin
menurun sehingga muncul penyakit parkinson.
Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien Tn. P yaitu Levodopa dan
Karbidopa (L-dopa). Hal tersebut sesuai dengan alogaritma dalam dipiro sebagai
berikut:
Terapi penggantian dengan pemberian dopamin dari luar sulit dilakukan
karena kemampuan dopamin menembus barier saraf sangat rendah karena sifatnya
yang hidrofil. Untuk itu diberikan prekursor berupa Levodopa. Levodopa dapat
menembus sawar darah otak dan di dalamnya senyawa ini akan diubah menjadi
dopamin setelah mengalami metabolisme melalui reaksi dekarboksilasi. Namun,
kadar dopamin yang diubah sangat rendah. Untuk meningkatkan kadar dopamin
dilakukan pemberian kombinasi Karbidopa (Sinemet 10/100; 25/250). Dengan adanya
karbidopa ini dapat meningkatkan kadar dopamin di otak. Karbidopa mengurangi
metabolisme levodopa dalam saluran pencernaan dan jaringan perifer, hal ini
meningkatkan ketersediaan levodopa di SSP. Karbidopa juga menurunkan dosis
levodopa yang diperlukan sampai 4-5 kali dan menurunkan efek samping dopamin
yang terbentuk di perifer.
Obat Levodopa dalam usus halus cepat diabsorbsi (jika tidak berisi makanan).
Levodopa mempunyai waktu paruh yang sangat pendek (1-2 jam) sehingga
konsentrasi plasma berubah-ubah. Dengan demikian, terjadi pula turun-naiknya
respons motorik, yang menyebabkan pasien tiba-tiba kehilangan mobilitas normal dan
mengalami tremor, kram, dan tidak dapat bergerak. Diet yang kaya protein
mengganggu transport levodopa ke dalam SSP. Asam amino bermolekul tinggi dan
netral (misalnya, leusin dan isoleusin) bersaing dengan levodopa dengan baik dalam
absorbsi di usus atau melewati sawar otak darah. Karena itu, levodopa harus diminum
dalam lambung kosong, 45 menit sebelum makan.
Levodopa sebaiknya dihindari dengan pemberian bersama vit B6 (piridoksin)
karena dapat menurunkan efek Levodopa. Vitamin piridoksin (B6) meningkatkan
penguraian levodopa di perifer sehingga menurunkan efektivitasnya. Pemberian
bersama levodopa dan inhibitor MAO, seperti fenelzin, dapat menimbulkan krisis
hipertensi karena produksi katekolamin meningkat. Perlu kewaspadaan jika
menggunakan obat lain. Pada beberapa pasien psikotik, levodopa memperberat gejala,
mungkin karena penumpukan amin sentral. Pada pasien dengan glaukoma, obat dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pasien penyakit jantung harus
diperhatikan karena kemungkinan terjadinya aritmia jantung. Antipsikotik tidak boleh
diberikan kepada pasien Parkinson karena obat ini akan menghambat reseptor dan
menyebabkan sindrom Parkinson.
Terapi non farmakologi yang dapat berikan yaitu Edukasi, rehabilitasi dan
pemberian anti oksidan dosis tingggi berupa vitamin E, tokoferol, yang bersifat
neuroprotektif. Edukasi pada pasien serta keluarganya dilakukan untuk memberikan
pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya meminum obat teratur .
Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan
fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-
masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang
salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL),
dan Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi
latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi. Terapi non farmakologi lain yang dapat
dilakukan adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki atau
mengembalikan seperti semula proses patologis yang mendasari (neurorestorasi).
E. KESIMPULAN
1. Pasien Tn. P didiagnosa menderita parkinson degeneratif
2. Terapi farmakologi
Levadopa 100mg/hari
Karbidopa 10 mg/hari
3. Terapi non farmakologi
Edukasi, rehabilitasi medik, terapi fisik, olahraga, dan pemberian nutrisi
Terapi suportif yaitu anti oksidan dosis tingggi berupa vitamin E, tokoferol,
yang bersifat neuroprotektif.
Pembedahan
F. DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, Joseph T. et al, Pharmacotherapy Handbook, Sixth Edition, 2006, Mc Graw Hill Companies, Inc, New York, USA.
Anonim, 2008, ISO Farmakoterapi, ISFI, Jakarta.
Ikawati, Zulies, 2011, Farmakoterapi Penyakit Sistem Syaraf Pusat, Bursa Ilmu, Yogyakarta.
Anonim, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjay, T.H., Rahardja, K., 2010, Obat-Obat Penting, PT Elex Media Computindo, Jakarta