Upload
bisnani
View
963
Download
44
Embed Size (px)
Citation preview
1
“SISTEM KEBUT SEMALAM” DI KALANGAN MAHASISWA PSIKOLOGI
UGM
I. LATAR BELAKANG
Mahasiswa sebagai bagian generasi muda dan sebagai manusia dewasa,
pada umumnya dianggap sebagai panutan para pelajar, pemuda, masyarakat
dan tumpuan harapan orangtua serta kelompok pembaharu (agent of change)
tetapi seiring majunya era globalisasi masih saja ada gaya hidup mahasiswa
yang suka menunda–nunda tugas.
Pada umumnya kebiasaan menunda ini timbul karena menghindari
melakukan hal yang tidak menarik, tidak menyenangkan atau tidak penting.
Penudaan merupakan salah satu kebiasaan yang sering kali dilakukan
mahasiswa dalam pengerjaan tugasnya. Kerap sekali mahasiswa menunda
tugasnya untuk sesuatu yang tidak produktif dan tidak bermanfaat. Untuk
menghilangkan kebiasaan ini perlu adanya perubahan sikap mengenai
pentingnya dan tujuan diberikannya tugas kepada mahasiswa.
Kadang – kadang kompleksitas dan ukuran tugas yang menjadi
penyebab menghindari dan menunda mengerjakannya. Seharusnya dapat
dibagi-bagi tugas menjadi beberapa bagian yang dapat diselesaikan. Ada
kalanya penundaan terjadi karena takut mengalami kegagalan sehingga
menghindari untuk memulai mengerjakannya. Ada juga orang yang menunda
karena ingin memperoleh hasil yang sempurna dengan standar yang terlalu
tinggi untuk dicapai.
SKS alias Sistem Kebut Semalam ini seringkali menjadi alternatif
utama mahasiswa ketika menghadapi tugas. Mereka mengerjakan tugas hanya
ketika kdan mengerjakan tugas yang berjubel banyaknya. muncullah istilah
Sistem Kebut Semalam. Oleh karena itu saya tertarik untuk melakukan
pengamatan lebih lanjut pada mahasiswa yang menggunakan “Sistem Kebut
Semalam” tersebut.
II. TUJUAN
1. Mengetahui respon subjek saat mendapatkan tugas.
2. Mengetahui motivasi subjek dalan mengerjakan tugas.
3. Mengetahui cara – cara yang digunakan subjek untuk menyelesaikan
tugas.
4. Mengetahui pandangan subjek terhadap “Sistem Kebut Semalam”.
5. Mengetahui efek yang ditimbulkan dari “Sistem Kebut Semalam” pada
diri subjek.
III. DASAR TEORI
Gaya hidup (lifestyle) dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu
masyarakat tertentu. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur
kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan
upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang
sosial. Gaya hidup dapat dipahami sebagai sebuah karakteristik seseorang
secara kasat mata, yang menandai sistem nilai, serta sikap terhadap diri sendiri
dan lingkungannya. Gaya hidup merupakan kombinasi dan totalitas cara, tata,
kebiasaan, pilihan, serta objek-objek yang mendukungnya, dalam
pelaksanaannya dilandasi oleh sistem nilai atau sistem kepercayaan tertentu
(Piliang, 2007).
Gaya hidup juga merupakan istilah yang digunakan Alfred Adler yang
mengacu pada warna kehidupan seseorang. Ini mencakup tujuan pribadi,
konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia. Gaya
hidup adalah produk dari interaksi hereditas, lingkungan, dan daya kreatif
pribadi (Feist, 2006).
2
Gaya Hidup dipengaruhi oleh:
a. Sikap
Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan
untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi
melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku.
Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan,
kebudayaan dan lingkungan sosialnya.
b. Pengalaman dan pengamatan
Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah
laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan
dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh
pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk
pandangan terhadap suatu objek.
c. Kepribadian
Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara
berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.
d. Konsep diri
Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri.
Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat
terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan
menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya,
karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal
perilaku.
e. Motif
Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk
merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh
tentang motif.
3
f. Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan
menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang
berarti mengenai dunia.
Menurut Susantoro, mahasiswa merupakan kalangan muda yang
berumur antara 19 sampai 28 tahun yang memang dalam usia tersebut
mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok
mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap kenyataan
objektif, sistematik dan rasional.
Kartono (1985) menyebutkan bahwa mahasiswa merupakan anggotaa
masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu antara lain:
1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan
tinggi sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.
2. Mahasiswa diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin
masyarakat ataupun dalam dunia kerja.
3. Mahasiswa diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi
proses modernisasi.
4. Mahasiswa diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang
berkualitas dan profesional.
Ditinjau dari kepribadian individu mahasiswa merupakan suatu
kelompok individu yang mengalami proses menjadi orang dewasa yang
dipersiapkan atau mempersiapkan diri dalam sebuah perguruan tinggi dengan
keahlian tertentu.
Berdasarkan tahap perkembangan mahasiswa termasuk dalam masa
dewasa awal atau dewasa dini karena secara umum seseorang yang
menyandang predikat mahasiswa berada dalam rentang usia antara 18 tahun
sampai habis masa studinya berdasarkan keahlian tertentu. Menurut Hurlock
(1999) masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur
40 tahun. Masa dewasa awal merupakan metode penyesuaian diri terhadap
4
pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru maka tak jarang
kebanyakan mahasiswa terjerumus dalam pengambilan keputusan hidup yang
salah karena kurangnya kematangan pribadi dalam diri.
“Sistem Kebut Semalam” adalah suatu sistem dimana kita belajar atau
mengerjakan tugas semalam suntuk untuk ujian atau tugas hari besoknya.
“Sistem Kebut Semalam” menjadi cara yang belajar yang paling diminati.
Kita hanya belajar, bila esok hari ada ujian. Laksana air bah, otak dipaksa
menerjang penghalang dan rintangan. Laksana air bah, otak dipaksa
menyimpan seluruh materi dan persoalan (Kamdhi, 2001).
Teknik – teknik tertentu biasa digunakan dalam “Sistem Kebut
Semalam” ini misalnya : menyingkat, mengasosiasikan dengan benda/
kejadian yang akrab ditemui, membuat ringkasan sehingga bisa dapat
membuat kita hafal materi yang sedang kita pelajari. Cara belajar ini cocok
untuk materi – materi hafalan yang memiliki banyak istilah atau tanggal.
Untuk gampangnya, kita dapat menghafal tahun- tahun di mata pelajaran
sejarah dengan menyamakannya dengan tahun kelahiran nenek kita, atau
menghafal istilah – istilah yang sulit dalam Bahasa Inggris sambil mengingat
– ingat istilah yang sulit dalam lagu berbahasa asing favorit kita. Karena
hanya membantu kita menghafal, maka, bahan – bahan yang kita pelajari akan
“menguap” dengan cepat (Khalida, 2008).
Masyarakat kita sekarang telah banyak terkena ‘virus sikap’ penyakit
jalan pintas. Mahasiswa pun dalam belajar terkena virus “Sistem Kebut
Semalam”. Cara semacam ini sifatnya jangka pendek dan semu. “Sistem
Kebut Semalam” benar–benar sudah mendarah daging bagi seorang
mahasiswa. Mahasiswa dengan segudang aktivitas kampus, aktivitas di luar
kampus sehingga memanfaatkan sistem belajar ini. Bagi mahasiswa, belajar
dengan SKS terkadang menjadi solusi yang tepat untuk mata kuliah tertentu.
Tidak terkecuali Mahasiswa Psikologi UGM.
5
Penyebab seorang mahasiswa menggunakan sistem ini adalah karena
mahasiswa kurang mampu memahami tujuan pendidikan atau pembelajaran.
Biasanya, mereka menganggap bahwa tujuan pembelajaran hanyalah
mencapai nilai maksimal bukan menuntut ilmu. Selain itu, penyebab lain dari
penggunaan metode ini adalah mahasiswa cenderung sering menunda
mengerjakan tugas dan menunda belajar, sehingga tanpa disadari ujian sudah
di depan mata dan mau tidak mau harus belajar semalam suntuk untuk
mengerjakan tugas atau belajar. Perilaku mahasiswa yang suka menunda-
nunda untuk memulai mengerjakan atau menyelesaikan tugas disebut
Prokrastinasi (Nugrasanti,2006).
“Sistem Kebut Semalam” ini tidak pernah lepas dari prokrastinasi.
Berbagai hasil penelitian menemukan aspek-aspek pada diri individu yang
mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu kecenderungan perilaku
prokrastinasi, antara lain rendahnya kontrol diri (self control), self consciuous,
rendahnya self esteem, self efficacy, dan kecemasan sosial. Setiap individu
memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan
perilaku, yaitu kontrol diri (self control). Menurut Goldfried & Marbaum
dalam Muhid (2009), kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk
menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang
dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Self efficacy didefinisikan
sebagai suatu pendapat atau keyakinan yang dimiliki oleh seseorang mengenai
kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku dan hal ini
berhubungan dengan situasi yang dihadapi oleh seseorang tersebut dan
menempatkannya sebagai elemen kognitif dalam pembelajaran sosial
(Muhid,2009).
Akibat dari “Sistem Kebut Semalam” adalah tugas yang kita kerjakan
menjadi kurang maksimal, terkesan seadanya. Sedangkan untuk materi
pelajaran yang kita pelajari akan cepat “menguap” begitu saja, sehingga hasil
ujian pun menjadi kurang memuaskan.
6
IV. SUBJEK / RESPONDEN
a) Nama : Lembahnando PM
b) Usia : 21 tahun
c) Jenis Kelamin : Laki-Laki
d) Domisili : Yogyakarta
V. SETTING
a) Lokasi Observasi & Wawancara : Gg Argulo no. 4, Gejayan,
Yogyakarta
b) Waktu Observasi & Wawancara : Senin, 22 November 2010
21.00 – 22.30 WIB
VI. RANCANGAN WAWANCARA
a) METODE
Metode yang digunakan adalah wawancara tak terstruktur yaitu
metode yang dilakukan secara bebas, peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara secara sistematis. Pedoman yang digunakan hanya
garis – garis besar permasalahan dan peneliti belum mengetahui secara
pasti apa yang akan diperoleh sehingga peneliti lebih banyak
mendengarkan.
b) ASPEK
1. Respon subjek saat mendapatkan tugas.
2. Motivasi dalam mengerjakan tugas.
3. Cara – cara yang digunakan untuk menyelesaikan tugas.
4. Pandangan terhadap “Sistem Kebut Semalam.”
5. Efek yang ditimbulkan dari “Sistem Kebut Semalam.”
7
c) PERTANYAAN
1. Respon Subjek setelah mendapatkan tugas.
a. Bagaimana perasaan subjek setelah mendapatkan tugas?
b. Apa yang dipikirkan subjek setelah mendapatkan tugas?
c. Kapan subjek menyelesaikan tugasnya?
d. Apa yang dilakukan subjek setelah mendapatkan tugas?
e. Bagaimana ekspresi subjek setelah mendapatkan tugas?
2. Motivasi dalam mengerjakan tugas.
a. Bagaimana pandangan anda mendapat nilai bagus dalam tugas
tersebut?
b. Apakah ada target untuk mendapat skor/nilai yang baik dalam tugas
tersebut?
c. Apa yang membuat anda ingin menyelesaikan tugas tersebut?
d. Apa yang membuat anda menunda mengerjakan tugas tersebut?
e. Apa tugas tersebut menurut anda penting?
3. Cara-cara yang digunakan untuk menyelesaikan tugas
a. Apa planing yang akan anda lakukan untuk mengerjakan tugas
tersebut?
b. Bagaimana cara anda untuk menyelesaikan tugas agar tepat waktu
yang singkat?
c. Hal apa saja yang anda lakukan untuk mendukung menyeesaikan tugas
tersebut?
d. Bagaimana proses-proses yang anda lakukan dalam mengerjakan
tugas?
e. Hambatan apa yang anda hadapi dalam mengerjakan tugas?
4. Mengetahui pandangan subjek terhadap ”Sistem Kebut Semalam.”
a. Seberapa sering Anda mengerjakan tugas dengan SKS?
b. Apakah Anda setuju dengan SKS ? Mengapa?
8
c. Menurut Anda SKS ini lebih banyak segi positif atau negatifnya?
Mengapa?
d. Apakah SKS ini lebih efektif dari pada mengerjakan secara bertahap?
Mengapa?
e. Apakah SKS ini memberatkan Anda?
5. Efek yang ditimbulkan dari ”Sistem Kebut Semalam.”
a. Berapa lama jam tidur yang Anda korbankan untuk mengerjakan tugas
atau belajar dengan SKS?
b. Apakah SKS merubah siklus tidur Anda?
c. Apakah pengerjaan tugas dengan SKS Anda mempengaruhi kondisi
tubuh pada hari berikutnya?
d. Apakah SKS yang Anda lakukan berdampak pada kegiatan di esok
harinya?
e. Apakah perasaan Anda setelah tugas tersebut terselesaikan?
VII. RANCANGAN OBSERVASI
a) PERILAKU TARGET
1. Perilaku Molar
Mengerjakan tugas didepan laptop
2. Perilaku Molekular
Verbal
Mengucapkan kembali kata-kata yang dia baca pada tugasnya.
Subjek bertanya pada diri sendiri, ” hmm, kapan ya ini tugasnya kelar?”
Subjek mengeluh dan berkata ” ini tugas ko ribet banget deh????
Menggumam ”mmm....” Bingung dan mengatakan ”aduh, gimana ya ?” Berdecak ketika ada sesuatu yang salah menunjukkan
bahwa dia sedang kesal.
9
Non-verbal
Mengerutkan dahi
Melihat jam
Menguap
Garuk-garuk kepala
Mungucek-ucek mata
Berganti posisi tubuh
Senam Kepala
Merokok
b) METODE PENGAMATAN
Metode yang dilakukan dalam pengamatan ini adalah metode
event sampling. Dimana observasi hanya mengamati perilaku subjek
yang akan diobservasi.
c) METODE PENCACATAN
Hasil dari pengamatan tersebut dicatat dalam bentuk naratif yaitu
teknik pencacatan atau pengumpulan data oleh observer sesuai dengan
apa yang terjadi dan semua peristiwa dicatat lengkap.
VIII. HASIL WAWANCARA
1. Respon subjek saat mendapatkan tugas
Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa subjek akan
mengerjakan tugas dengan sistem kebut semalam. Subjek akan
menyelesaikan tugasnya nanti malem karena esok harinya sudah
deadline.Hal ini dapat dilihat pada pernyataan sebagai berikut :
“Ya ntar malem, soalnya ntar malem ya ini baru selesai
setengahnya mau ga mau harus harus udah begadang kaya sih
lembur sampe besok pagi sampe selesainya.” (S1D1Q3)
Respon subjek atas perasaannya setelah mendapatkan tugas dari
dosennya adalah kesal hal ini bisa dilihat pada :
10
“Ya kalau yang praktikum ini sih untungnya ga terlalu ini sih,
ga terlalu berat tapi lumayan juga buat nyita waktu buat
ngerjainnya , soalnya harus ngerjainnya dari ngetesnya itu
kan juga menyita waktu, terus interpretasi terus ngerjain
laporannya. yaa bete juga sih tapi ya mau gimana lagi.”
(S1D1Q1)
Hal yang dipikirkan oleh subjek setelah mendapatkan tugas adalah
bagaimana cara menyelesaikan tersebut dengan singkat dalam keadaan
esok hari adalah deadline. Hal ini dapat kita lihat pada kalimat:
“ Kalo sekarang ya jelas lagi ini , gimana caranya buat
nyelesaiin tugasnya buat besok laporannya soalnya besok pagi
udah harus dikumpul.” (S1D1Q2)
Ekspresi yang ada pada diri subjek ketika mendapat tugas adalah
kaget, hal ini dapat dilihat pada pernyataan :
“Ya gmna ya? Ya maksudnya kalau lagi, pas tau ada tugas
tugas gitunya ya lumayan gini sih, ya lumayan kaget juga.
Kalo misalkan harus kaya gini kaya gini kaya gini soalnya
gambaran awalnya ga kaya gini.” (S1D1Q5)
Hal yang dilakukan subjek ketika mendapat tugas adalah biasanya
merencanakan kapan subjek akan mengerjakan tugas, jadi sujek
meyesuaikan antara tugas dan kegiatan yang subjek jalanin. Ini dapat
diketahui dari pernaytaan :
“Biasanya sih dari awal udah ku planningin buat kapan ya
bakal ngerjain nih, misalkan dari hari Kamis kira-kira aku ada
kegiatan apa, Jumat kira-kira bakal ada kegiatan apa ya cari-
cari waktu kosong buat ngerjain tugasnya.” (S1D1Q4)
11
2. Motivasi dalam mengerjakan tugas
Faktor yang menyebabkan subjek menunda untuk mengerjakan
tugasnya adalah ketika subjek banyak harus datang dan melaksanakan
banyak kegiatan:
Kalau tuk minggu minggu ini sih sebenernya, banyak kegiatan
sih maksudnya karena aku kan juga engga cuma di kuliah
apalagi kalau cuma gitu. Banyak kegiatan yang apa, yang
tugasnya banyak yang menyita waktu.” (S1D2Q4)
“Kalau saat ini sih, aaa selain kuliah ya itu ada di Palapsi, di
organisasi terus di posko relawan yang untuk merapi itu. Itu
juga kan butuh waktu terjun lapangannya banyak banget sama
ya kalo futsal itu sih selingan selingan aja sih buat olahraga.”
(S1D2Q4-1)
Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa motivasi subjek
dalam mengerjakan tugas hanya dikarenakan nilai dan tidak ingin
mengulang karena dengan mengulang mata kuliah tersebut subjek merasa
waktunya akan tersita banyak, oleh karena itu subjek ingin nilainya agar
tetap bagus,, ini dapat dilihat dari:
“Kalo patokan sih ya untuk saat ini patokannya masih, yang
penting ga ngulang ibaratnya kasarannya ya gitu minimal B
lah soalnya apalagi ini praktikum gitu lo, praktikum tuh dapet
kuliahnnya ada , praktikumnnya ada juga ya jelas menyita
waktu banget kan . sayang banget kalo misalkan udah menyita
waktu kaya gitu harus ngulang jadi ya segimana cara mungkin
biar bisa tetep bagus sih nilainya.” (S1D2Q2; S1D2Q1)
12
Arti pentingnya tugas dalam sudut pandang subjek adalah penting, ini
dapat dilihat dari :
“Ya itu ya, kalo untuk ya praktikum ini ya jujur aja penting
banget soalnya ya itu yang tadi aku bilang yang tentang udah
praktikum itu loh kalau misalkan contohnya misalkan yang ga
praktikum aja, pasti ya ngerjainnya ya ga terlalu ngoyo kaya
yg skrg maksudnya ya kadang-kadang dikerjain kadang ya
tetep dikerjain tapi ga maksimal.” (S1Q2D5)
Subjek juga mengerjakan tugas karena ingin nilainya bagus dan ingin
bisa memanajemenkan waktunya dengan baik, hal ini diakui dalam
pernyataannya :
Kalo mengerjakan tugas itu motivasinya, ya jelas ya pengen
dapat nilai bagus ya soalnya udah semester akhir juga masa
udah banyak yang ngulang juga masa gini-gini aja nilainya ya.
Selain itu juga kalau motivasi lainnya juga belajar
memanajemenkan waktu soalnya kalau misalkan ntar udah
kerja kayanya juga bakal manajemen waktunya bakal serumit
ini.” (S1D2Q3)
3. Cara-cara yang digunakan untuk menyelesaikan tugas
Planning subjek untuk mengerjakan tugsanya ialah dengan cara handal
dalam membagi waktu, dengan cara mengerjakan tugas disela kegiatan-
kegiatan yang dilakukan subjek. Hal ini tertuang dalam:
“Biasanya sih ya pinter-pinter bagi waktu aja sih. Misalkan
biasanya lebih menyesuaikan tugasnya jadi diawal karena
mungkin kalo organisasi relawan gitu kan jadwalnya udah
tetap ya jam-jam segini ya hari ini harus berangkat harus ini
harus kesini jadi tugasnya biasanya menyesuaikan karena kan
tugas kadang –kadang dapat tugas kadang-kadang ga dapet
13
tugas jadi kan misalkan lagi bentrok sama kegiatan apa lagi di
posko lagi di apa ya tugasnya disampingin dulu dinanti-nanti
dulu mencari waktu lain yang mungkin waktu lagi kosong
ibaratnya kaya gitu, ya paling ya gini aja kaya sekarang gitu ,
kemarin-kemarin kan sibuk banget di Palapsi sama di posko ya
baru bisa ngerjainnya malem ini tugasnya. (S1D3Q1)
Cara yang digunakan oleh subjek untuk menyelesaikan tugas tepat
waktu adalah dengan lembur,begadang dan mengorbankan waktu tidur subjek.
Hal ini diakui subjek dalam pernyataan:
“Ya itu, mau ga mau sih, lembuuur begadang , berusaha
semaksimal mungkin ngorbanin waktu tidur.” (S1D3Q2)
Proses yang dilakukan oleh subjek dalam menghadapi tugas adalah
membuat planning terlebih dulu pada saat tugas tersebut dibagikan. Hal
tersebut dilakukan oleh subjek agar subjek sudah dapat mempertimbangkan
pembagian waktu yang akan digunakan untuk berorganisasi dan untuk
mengerjakan tugas:
“Biasanya sih dari awal udah ku planningin buat kapan ya bakal
ngerjain nih, misalkan dari hari kamis kira-kira aku ada kegiatan
apa , jumat kira-kira bakal ada kegiatan apa ya cari-cari waktu
kosong untuk ngerjain tugasnya.” (S1D3Q4)
Hambatan yang dialami subjek dalam mengerjakan tugas adalah waktu
yang terlalu sempit dan kondisi tubuh yang sudah lelah karena kegiatannya.
Dijelaskan dalam kalimat ini:
“ Biasanya sih, eeeee waktunya terlalu sempit jadi hambatannya
misalnya kegiatannya yang dilakuin lebih kearah lapangan
kan ya, jadi ya jelas cape fisik jadi udah waktunya mepet udah
gitu waktu waktunya istirahat seharusnya itu badannya juga
cape dan biasanya itu mengulur-ulur tugas dan biasanya ga
kegarap” (S1D3Q5)
14
4. Pandangan terhadap “Sistem Kebut Semalam”
Pandangan subjek terhadap SKS yang memberatkan dirinya adalah
ketika subjek memiliki kegiatan dalam organisasinya yang menguras banyak
tenaga fisik dan ketika pada saat yang sama tugas sudah mendekati deadline.
Penjelasan tersebut tercantum pada:
“Misalkan biasanya kebih menyesuaikan tugasnya jadi diawal
karena mungkin kalo organisasi relawan gitu kan jadwalnya
udah tetap ya jam-jam segini ya hari ini harus berangkat harus
ini harus kesini jadi tugasnya biasanya menyesuaikan karena
kan tugas kadang –kadang dapat tugas kadang-kadang ga dapet
tugas jadi kan misalkan lagi bentrok sama kegiatan apa lagi di
posko lagi di apa ya tugasnya disampingin dulu dinanti-nanti
dulu mencari waktu lain yang mungkin waktu lagi kosong
ibaratnya kaya gitu ya paling ya gini aja kaya sekarang gitu ,
kemarin-kemarin kan sibuk banget di palapsi sama di posko ya
baru bisa ngerjainnya malem ini tugasnya.” (S1D4Q5)
Subjek mengerjakan tugas dengan SKS tergolong cukup sering karena
kesibukannya dalam berorganisasi, hal ini terdapat dalam kutipan sebagai
berikut:
“Kalo SKS dibilang sering ya sering dibilang engga juga ya
engga tergantung tugas dan kegiatannya tadi . Soalnya kalo
misalnya sering biasanya tuh kalo misalkan organisasi
memang lagi banyak kegiatan, otomatis kan aku bilang
tugasnya fleksibel ya jadi menyesuaikan waktu kegiatan dan
biasanya SKS tuh gara-gara kegiatannya tuh banyak dan
waktunya bener-bener kesita kesana kondisi fisik juga kesita
kesana yang tadinya mau direncanain mau dikerjain hari ini,
15
terus badannya cape ga bisa dikerjain malam ini ya , jadinya
sehari sebelum dikumpulin.” (S1D4Q1)
Subjek tidak membenarkan apabila SKS adalah cara terbaik dalam
mengerjakan tugas, tapi kondisi yang menuntun untuk melakukan demikian,
ini dapat dilihat pada :
“Kalau dibilang setuju ya setuju engga ya engga soalnya aku
ngelakuin dua-duanya kadang emang dari awal melakukan
perancanaan melakukan tugas tapi kan biasanya perencaan
bisa gagal bisa engga , misalkan perecanaan itu gagal mau ga
mau tergantung penting atau engga tugasnya bakal ngelakuin
kebut semalem itu, kaya gini.” (S1D4Q2)
5. Efek yang ditimbulkan dari “Sistem Kebut Semalam”
Subjek mengakui bahwa siklus tidur subjek terganggu akibat
mengerjakan tugas dengan “Sistem Kebut Semalam”. Biasanya subjek
mengorbankan banyak waktu tidur untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
Subjek hanya tidur 2-3 jam untuk mengerjakan tugas dengan “Sistem Kebut
Semalem” hal ini diakui dari pernyataan subjek :
“Heuh, jelas. Soalnya ya jam jam biasanya jam tidur jam 10
sampe jam 11 udah bisa tidur,bisa nyantai,bisa istirahat ya
misalkan tugas kaya gini tugas banyak banget ya, dikejar
semalem ya biasanya sih kalo ga ya ga tidur atau ya tidur
cuma 2 sampe 3 jam.” (S1D5Q1; S1D5Q2)
Pengerjaan tugas dengan menggunakan SKS bisa membuat fisik
subjek tidak fit dikemudian harinya. Akibat dari berkurangnya waktu istirahat.
Hal ini dijelaskan pada:
“ Jelas ya kalo misalkan besok pagi nih ada kuliah setengah
delapan, ibaratnya gitu, Cuma tidur dari subuh Cuma tidur 2
jam, ya jelas banget ngaruh soalnya aku kurang tidur pasti
16
dan aku ga bakal fokus nanti pada saat kuliahnya itu sih dan
selain itu misalkan emang besok banyak kegiatan yang bakal
dikerjain gue yakin misalnya selesai dari kegiatan itu bisa jadi
ngedrop fisiknya sakit atau segala macem itu.” (S1D5Q3)
Subjek mengatakan bahwa dengan SKS yang subjek lakukan
berdampak terhadap kegiatan yang harus subjek jalanin diesok harinya, hal ini
dapat dibuktikan dari pernyataan:
“Sangat sangat berdampak menurutku.” (S1D5Q4)
Perasaan yang dialami subjek ketika tugas terselesaikan adalah lega,
dapat dilihat dari kutipan berikut ini :
“ Ya lega banget sih maksudnya itukan dikerjainnya deng- udah
pake sistem gitu udah dilembur segala macem keliatan banget
kan mati-matiannya gimana ngerjain tugas , kalo tugasnya
udah selesai apalagi ee mudah-mudahan aja nilainya bagus ee
lega banget lah.“ (S1D5Q5)
IX. HASIL OBSERVASI
Observasi dilakukan selama subjek mengerjakan tugas yaitu tugas
laporan praktikum proyektif. Lama waktu observasi adalah 60 menit.
Pengerjakan tugas laporan praktikum ini oleh subjek dimulai pukul 21.30 –
22.30 WIB. Dari observasi yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:
Dapat dilihat bahwa subjek menunjukkan perilaku Sistem Kebut
Semalam (SKS) dalam pengerjaan tugas mata kuliahnya. Subjek
menggunakan SKS dikarenakan dipenuhi oleh berbagai kesibukan sehingga
subjek suka menunda-nunda tugas yang harus dikerjakannya hingga waktu
yang deket dengan deadline. Karena observasi kali ini dilakukan dengan
metode event sampling, selama observasi dilakukan, observer hanya mencatat
perilaku subjek saja. Subjek menggunakan baju berwarna hitam polos dengan
celana jeans. Subjek duduk didepan laptop dengan posisi kaki menyila dan
17
posisi tubuh condong kedepan dan kepala subjek mendekati layar laptop. Pada
saat pengerjaan tugas, mata subjek lebih banyak fokus kepada laptop. Subjek
lebih banyak diam sembari mengerjakan tugas sambil merokok. Rokok yang
dihabiskan selama 1 jam berjumlah 4 batang. Disamping subjek terdapat
secangkir kopi panasdan hanya sekali diminum oleh subjek selama observasi.
Dari wajah subjek dapat diamati bahwa dahi subjek mengkerut dan kondisi
kedua mata subjek yang meredup sipit. Terkadang subjek melakukan senam
kepala. Selama observasi, subjek banyak terdiam dan menguap.
X. HASIL ANALISIS
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dengan observasi dan
wawancara didapatkan hasil yang sesuai antara perilaku dan ucapannya,
terdapat keselarasan antara observasi dan wawancara yang dilakukan. Tidak
ditemukan adanya faking.
Dari hasil observasi, subjek sedang melakukan SKS dikarenakan tugas
yang sedang dikerjakannya dikumpulkan esok hari. Subjek cenderung
melakukan SKS dikarenakan kebiasaan subjek menunda-nunda tugas
dikarenakan berbagai kesibukannya. Dalam pengerjaan tugas kali ini subjek
disibukkan di Palapsi dan Posko Relawan. Subjek terlihat duduk santai
sembari mengerjakan tugas. Subjek tidak mengeluarkan bahasa verbal apapun
tetapi lebih banyak gerakan non verbal seperti : mengerutkan dahi, melihat
jam, mneguap, garuk-garuk kepala, mengucek-ucek mata, berganti posisi
tubuh dan senam kepala.
Dari hasil wawancara mengenai subjek dengan SKS, respon subjek
saat mendapatkan tugas, subjek melakukan SKS karena mengesampingkan
tugas dan sibuk dilain hal, dan subjek merasa tugas harus menyesuaikan
dengan kegiatan. Subjek biasanya punya rencana untuk mengerjakan tugasnya
tetapi karena sering menunda-nunda akhirnya kondisi waktu dan keadaan
membuat subjek melakukan SKS. Motivasi subjek untuk melakukan tugas
18
13
hanya dikarenakan tidak ingin mengulang mata kuliahnya dan mendapatkan
nilai minimal B.Cara subjek mengerjakan tugas diwaktu yang mepet adalah
dengan lembur hingga pagi hari atau bahkan tidak tidur. Subjek tergolong
cukup sering melakukan SKS. Dikarenakan sering melakukan SKS, efek yang
ditimbulkan SKS itu sendiri adalah merubah pola tidur subjek dan kondisi
tubuh subjek dikeesokan harinya.
XI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, dapat disimpulan :
Gaya hidup (lifestyle) dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu
masyarakat tertentu (Piliang, 2007). Mahasiswa sendiri merupakan kalangan
muda yang berumur antara 19 sampai 28 tahun. Sosok mahasiswa juga kental
dengan nuansa kedinamisan dan sikap kenyataan objektif, sistematik dan
rasional (Susantoro). Terdapat banyak gaya hidup dikalangan mahasiswa,
salah satunya adalah mengerjakan tugas dengan ”Sistem Kebut Semalam”.
Sistem Kebut Semalam” adalah suatu sistem dimana kita belajar atau
mengerjakan tugas semalam suntuk untuk ujian atau tugas hari besoknya
(Kamdhi, 2001). Telah ditemukan adanya perilaku ”Sistem Kebut Semalam”
dalam pengerjaan tugas subjek . Ini dapat dilihat dari cara dan proses subjek
dalam pengerjaan tugas, subjek positif melakukan ”Sistem Kebut Semalam”.
Mahasiswa yang melakukan SKS biasanya memulai perilakunya
dengan tujuan awal ingin melakukan tugasnya tepat waktu tetapi dikarena
banyak kegiatan dan hal lainnya seperti kegiatan yang menganggu, perilaku
tersebut terus berlanjut sehingga menjadi kebiasaan, sehingga sulit untuk
dihilangkan.
Motivasi yang digunakan dalam pengerjaan tugas hanya sekedar
mendapatkan nilai dengan cara yang sesederhana dan semudah mungkin.
19
“Sistem Kebut Semalam” tidak pernah lepas dari Prokrastinasi, antara lain
rendahnya kontrol diri (self control), self consciuous, rendahnya self esteem,
self efficacy, dan kecemasan sosial.
Mahasiswa yang telah terbiasa melakukan SKS, meskipun telah
mengetahui lebih banyak dampak negatif dari SKS, bahkan telah merasakan
sendiri dampak negatif tersebut pada dirinya, tetap saja mengerjakan tugas
dengan SKS. Kegiatan Organisasi yang cukup menyibukan merupakan faktor
yang memegang peranan penting subjek dalam hal pengerjaan ”Sistem Kebut
Semalam”.
Dikarenakan terbiasa menunda tugas subjek merasa SKS adalah opsi
terakhir yang mau ga mau harus dilakukan dalam pengerjaaan tugas. SKS
membawa dampak terhadap siklus tidur dan perubahan kondisi tubuh
dikesokkan harinya, tubuh terasa lelah dan kurangnya tidur mengganggu
kegiatan diesok harinya.
20