32
BAB I PENDAHULUAN PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. (Slamet H, 2006) Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat). Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri. Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK 1

Lapsus Ppok Jihan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

zdsss

Citation preview

Page 1: Lapsus Ppok Jihan

BAB I

PENDAHULUAN

PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan

dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan

tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. (Slamet H, 2006)

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor

penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1

antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,

dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK

berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).

Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis,

sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau

gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri.

Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK. PPOK

eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P

yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak/phlegm 3.

Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor

pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit

komorbid lain.(Riyanto dan Hisyam, 2006)

1

Page 2: Lapsus Ppok Jihan

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. P

Umur : 70 tahun

Pekerjaan : Kuli bangunan

Alamat : Kayen Lor kidul

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Status : Sudah Menikah

Tanggal masuk : 2 April 2015

Tanggal periksa : 6 April 2012

B. ANAMNESIS ( AUTOANAMNESA)

Keluhan Utama : Sesak nafas

Keluhan Tambahan : Batuk berdahak

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas ini dirasakan pasien sudah

kurang lebih satu minggu yang lalu. Sesak bersifat kambuh kambuhan dan semakin hari

semakin memberat. Sesak nafas sudah dikeluhkan pasien sejak 2 tahun yang lalu dan

dirasakan hilang timbul. Sesak timbul terutama saat berjalan jauh dan bertambah seiringnya

waktu. Sesak napas disertai dengan bunyi “ngik”. Sesak saat ini dirasakan lebih memberat

dibandingkan sebelumnya. Sesak dirasakan pasien meskipun dalam keadaan istirahat. Sesak

nafas akan berkurang dengan posisi setengah duduk dan akan bertambah apabila melakukan

aktivitas yang berat. Biasanya bila sesak napas timbul pasien segera istirahat dan minum obat

yang diberikan oleh puskesmas untuk mengurangi rasa sesaknya. Pasien mengaku belum

pernah menggunakan obat sesak napas yang disemprot sebelumnya.

Di samping sesak pasien juga mengeluhkan batuk. Keluhan batuk ini

sudah bertahun-tahun dirasakan pasien. Batuk yang dialami sekarang lebih berat

2

Page 3: Lapsus Ppok Jihan

pula dibandingkan sebelumnya. Batuk yang dikeluhkan pasien disertai dengan

dahak. Dahak yang keluar lebih banyak dibandingkan batuk berdahak yang pernah

dialami sebelumnya serta saat ini dahak yang keluar berwarna kuning lebih kurang

satu sendok makan. Akhir-akhir ini batuk dirasa semakin memberat, batuk timbul pada

saat siang maupun malam. Sebelumnya batuk dapat teratasi dengan obat dari puskesmas

tetapi, sekarang batuk tidak dapat diatasi lagi oleh obat dari puskesmas. Pasien mengatakan

tidak pernah minum obat rutin selama 6 bulan yang berwarna merah dan yang membuat

warna kencingnya menjadi merah. Pasien juga mengaku tidak punya riwayat sesak yang

dirasakan sejak kecil dan riwayat asma dalam keluarga tidak ada.

Pasien mengatakan nafsu makannya menurun semenjak sakit ini.Begitu pula

berat badan juga dirasakan pasien menurun dibandingkan sebelum sakit. Aktivitas pasien

saat ini mulai terbatas dibandingkan sebelumnya. Pasien mulai tidak banyak beraktifitas lagi

sejak dua minggu sebelumnya. Pasien hanya berdiam di tempat tidur dan tidak kuat bila

berjalan, meskipun hanya untuk pergi ke kamar mandi.

Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan minum kopi, dalam satu hari pasien

dapat menghabiskan 1 bungkus rokok dan 4 gelas kopi per hari. Kebiasaan merokok ini

sudah dimulai sejak 30 tahun yang lalu dan berhenti ketika pasien merasa sesaknya sering

kambuh. Walaupun sudah berhenti merokok akan tetapi pasien sering terpapar asap rokok

dari teman kerjanya. Di rumahnya, pasien masih menggunakan kayu bakar untuk memasak.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- Riwayat penyakit asthma disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat penyakit Hipertensi disangkal

- Riwayat penyakit hati diakui disangkal

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat alergi disangkal

- Riwayat pengobatan rutin selama 6 bulan disangkal

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

- Riwayat asma pada keluarga disangkal

- Riwayat hipertensi disangkal

3

Page 4: Lapsus Ppok Jihan

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat alergi disangkal

F. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien tinggal bersama istri dan ke-4 anaknya yang masing-masing sudah memiliki

keluarga dalam 1 rumah, dengan ukuran rumah 7x4 m3 dan memiliki 3 kamar. Kondisi rumah

memiliki 1 ventilasi di setiap ruangannya akan tetapi jarang dibuka. Pasien sekarang sudah

tidak bekerja lagi sebagai kuli bangunan sejak pasien mengalami sesak napas. Di lingkungan

sekitar rumah pasien terdapat beberapa orang tetangga yang mempunyai keluhan yang sama

seperti pasien.

G. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

- Keadaan umum : baik

- Kesadaran : Composmentis

- Berat Badan : 55 kg

- Tinggi Badan : 170 cm

- Tanda Vital : - Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 88 x/menit

- Pernapasan : 24 x/menit

- Suhu : 36,3 °C

Status generalis

Pemeriksaan kepala

- Bentuk kepala : Normochepal, simetris

- Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak mudah rontok

Pemeriksaan mata

- Palpebra : Edema (-/-)

4

Page 5: Lapsus Ppok Jihan

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor, diameter 3 mm

Pemeriksaan telinga

Letak simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda radang, tidak ada

discharge, pendengaran baik, tidak ada benjolan, tidak nyeri tekan.

Pemeriksaan hidung

Tidak ada tanda-tanda radang, discharge, sekret, epistaksis, tidak ada deformitas, tidak

ada napas cuping hidung.

Pemeriksaan mulut dan faring

Bibir kering, tidak sianosis, lidah tidak kotor, tepi lidah tidak hiperemis, tidak tremor dan

mukosa mulut agak kering, mulut tidak berbau amoniak, dan tonsil dalam batas normal.

Pemeriksaan leher

- Inspeksi : Tidak terlihat benjolan atau masa

- Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

Tidak ada deviasi trakhea

Jugular Venous Pressure tidak meningkat

Pemeriksaan dada

Jantung

Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis

Palpasi : Teraba iktus kordis di SIC V, linea mid clavikula sinistra,

tidak kuat angkat.

Perkusi : - Batas kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra

- Batas kiri bawah : ICS V linea midclavikula sinistra

- Batas kanan atas : ICS II linea parasternal dekstra

- Batas kanan bawah : ICS IV linea parasternal dekstra

- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra

5

Page 6: Lapsus Ppok Jihan

Auskultasi : S1 > S2, tunggal, reguler, bising (-), gallop (-)

Pemeriksaan Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : Retraksi sela iga (+).

Barrel chest (-).

Palpasi : Fremitus kanan = kiri.

Perkusi : Hipersonor.

Auskultasi : Ronkhi Basah Kasar (+/+).ekspirasi memanjang

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar, jejas (-) / jaringan parut(-)

Auskultasi : Bunyi usus (+) normal

Palpasi : Perut supel, hepar dan lien dalam batas normal, nyeri

tekan pada daerah epigastrium, ginjal tidak teraba.

Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen

Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)

Ekstremitas

- Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),

edema (-/-), kesemutan (-/-), akral hangat (+)

- Inferior : Deformitas (-/-), edema (-/-), sianosis (-/-), akral hangat (+)

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 2 april 2015

Pemeriksaan darah lengkap

Hemoglobin (Hb) : 13,9g/dl Normal : 13-18 g/dl

Lekosit : 19,7/ul Normal : 4,3- 10,3/ul

Hematokrit (Ht) : 41,6% Normal : P 45-50%

Trombosit : 343.000/uI Normal : 150000-400000/ul

6

Page 7: Lapsus Ppok Jihan

Pemeriksaan Kimia Klinik

Glukosa : 121 Normal : 70-115

SGOT/AST :18,9 ul/l Normal : L 6-37 ul/l

SGPT/ALT : 27,9 ul/l Normal : L 6-42 ul/l

Kreatinin :1,1 Normal: L0,6-1,2 mgdl

BUN :17 Normal: 4-20 mgdl

Pemeriksaan elektrolit:

Natrium :139,2 mmol/dl Normal : 136-145 mmol/dl

Kalium : 3,61 mmol/dl Normal : 3,5- 5,1 mmol/dl

Klorida : 108,5 mmol/dl Normal : 100-106 mmol/dl

Foto Thoraks

- Jantung tidak ada pembesaran

- Gambaran fibroinfiltrat (-)

- Sela iga tampak melebar

- Sinus costofrenicus kanan kiri tajam

7

Page 8: Lapsus Ppok Jihan

8

Page 9: Lapsus Ppok Jihan

RESUME

Anamnesis

- Pasien laki-laki berusia 70 tahun

- Pada saat masuk rumah sakit pasien merasa sesak, sehingga aktivitasnya terganggu

selain itu pasien juga mengeluh batuk berdahak, warna dahaknya kuning.

- Nafsu makan menurun

- Riwayat Perokok aktif dan peminum kopi

- Riwayat Asma dan pengobatan TB Paru disangkal

Keadaan Umum

- Keadaan umum : baik

- Kesadaran : Composmentis

- Berat Badan : 55 kg

- Tinggi Badan : 170 cm

- Tanda Vital : - Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 88 x/menit

- Pernapasan : 24 x/menit

- Suhu : 36,3 °C

Pemeriksaan Fisik

- Pemeriksaan kepala

- Bentuk kepala : Normochepal, simetris

- Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut, tidak mudah rontok

Pemeriksaan mata

- Palpebra : Edema (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor, diameter 3 mm

Pemeriksaan Thoraks

Paru-paru

9

Page 10: Lapsus Ppok Jihan

Inspeksi : Retraksi sela iga (+).

Barrel chest (-).

Palpasi : Fremitus kanan = kiri.

Perkusi : Hipersonor.

Auskultasi : Ronkhi Basah Kasar (+/+).ekspirasi memanjang

I. DIAGNOSIS KERJA :

- PPOK

J. USULAN PEMERIKSAAN

- Sputum

- Spirometri

K. TERAPI :

1. Non farmakologi :

1. Bed rest jika pasien lemas

2. Diet tinggi kalori dan protein

3. Istirahat yang cukup

4. Olah raga secara teratur

2. Farmakologi :

1. Infus RL drip aminophilin 16 tpm

2. Injeksi dexamethasone 2x1 A iv

3. Injeksi cefotaxim 2x1 g iv

4. Nebulizer (ventolin I)/8jam

5. Caps batuk (codein,konidin,ctm) 3x1

L. EDUKASI

Pasien hendaknya meminum obat secara teratur

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang diderita pasien

Menjelaskan kepada pasien mengenai kerugian memakai kayu bakar saat memasak

Menghindari sebisa mungkin paparan asap rokok

Menghindari lingkungan yg berpolusi

10

Page 11: Lapsus Ppok Jihan

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang

ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang

bersifat non reversibel atau reversibel parsial (Alsaggaf dkk, 2004).

B. Epidemiologi

Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita

meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita (Aditama, 2005).

C. Faktor Risiko

Meliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit biasanya muncul

dari interaksi antara kedua faktor tersebut.

Faktor host:

1. Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang jarang ditemukan.

2. Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran napas merupakan

faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK.

Faktor lingkungan:

1. Asap tembakau

2. occupational dust anf chemical

3. Polusi udara

4. Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).

11

Page 12: Lapsus Ppok Jihan

D. Patofisiologi

Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas, parenkim

paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan

akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan

mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak

struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2

proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan

stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central

airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal.

Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel.

Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat.

Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi

inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran

napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural remodeling dari dinding saluran

napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang

menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada

parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan

ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh

lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed. Perubahan vaskular

pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah yang dimulai sejak awal

perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan

intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel

radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen

bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004).

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis

kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan

berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar

juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru,

12

Page 13: Lapsus Ppok Jihan

penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat

Sharma, 2006).

E. Gejala klinis PPOK

Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas dan batuk.

Adapun gejala yang terlihat seperti :

1. Sesak Napas

Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan lebih lanjut

akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah berat mendadak

menandakan adanya eksaserbasi.

2. Batuk Kronis

Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi hari.

Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.

3. Sesak napas (wheezing)

Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan komponen

reversibel penyakitnya.Bronkospasme bukan satun-satunya penyebab wheezing.

Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena

udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.

4. Batuk Darah

Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari saluran napas yang

radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.

5. Anoreksia dan berat badan menurun

Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk, 2004) .

F. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan :

1. Gambaran klinis

a. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

b. Faktor-faktor resiko

1) Pemeriksaan Fisik :

13

Page 14: Lapsus Ppok Jihan

pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest

fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah

suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau

wheezing)

2) Pemeriksaan penunjang :

a) Pemeriksaan radiologi

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow

berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju

apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan

gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah

pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

b) Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)

c) Pemeriksaan gas darah

d) Pemeriksaan EKG

e) Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis)

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak

atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan

pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk,

2004).

G. Penatalaksanaan

14

NormalNormal HyperinflationHyperinflation

Page 15: Lapsus Ppok Jihan

Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi gejala,

mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan

meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang digunakan terdiri dari unsur

edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.

1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.

2. Terapi eksaserbasi akut dengan:

a. antibiotik

b. terapi oksigen

c. chest fisioterapi

d. bronkodilator

3. Terapi jangka panjang dengan:

a. antibiotik

b. bronkodilator

c. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik

d. mukolitik dan ekspektoran

e. terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II

dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg) (Alsaggaf dkk, 2004)

f. Rehabilitasi:

1) chest fisioterapi

a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan pasien tersebut

untuk menggunakan diafragmanya saat merelaksasi otot abdominalnya

selama inspirasi. Pasien tersebut dapat merasakan naiknya abdomen,

sementara dinding toraksnya masih diam.

b) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang disokong), bibir pasien

disokong saat ekspirasi untuk mencegah terjebaknya udara akibat

kolapsnya jalan udara yang kecil.

c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh gravitasi dapat

memperbaiki mobilitas sekret.

d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat membantu

mobilisasi sekret.

15

Page 16: Lapsus Ppok Jihan

e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan mulai batuk

yang disengaja pada waktu yang tepat dengan kekuatan yang cukup untuk

mobilisasi mukus tanpa memyebabkan kolapsnya jalan napas.

f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen selama ekshalasi.

2) Psikoterapi

Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran karena

keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.

3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi)

a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak dan penguatan

ekstremitas superior.

b) Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan kemandirian dan

meminimalkan penggunaan energi.

c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.

d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan peningkatan

energi (Garisson, 2001).

II. CHEST PHYSIOTHERAPY

Mukus merupakan suatu lapisan protektif yang melapisi bagian dalam paru dan jalan

napas yang menangkap debu dan kotoran yang terdapat pada udara yang kita hirup dan

mencegah iritasi pada paru. Ketika terdapat infeksi dan iritasi, maka tubuh akan

memproduksi mukus yang kental untuk membantu paru-paru melepaskan diri dari infeksi.

Bila mukus yang kental ini menyumbat jalan napas, maka akan terjadi kesulitan bernapas.

Sehingga untuk membantu membuang ekstra mukus ini dilakukanlah Chest Physiotherapy.

Chest Physiotherapy terdiri dari Postural Drainage, perkusi dada, dan vibrasi dada.

Biasanya ketiga metode ini digunakan pada posisi drainase paru yang berbeda diikuti dengan

latihan napas dalam dan batuk.

A. Postural Drainage

Penumpukan sekresi saluran napas bila dibiarkan akan menimbulkan akibat yang

serius. Dapat timbul serangan batuk spasmodik akibat iritasi lokal, obstruksi bronkus,

atelektasis, infeksi paru, dan gangguan ventilasi perfusi.

16

Page 17: Lapsus Ppok Jihan

Postural Drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien yang

memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan gravitasi ke dalam bronkus mayor dan

trakea dimana selanjutnya dapat dibatukkan.

Indikasi:

Kondisi yang berkaitan dengan paru-paru: bronkitis, fibrosis kistik, pneumonia, asma,

abses paru, penyakit paru-paru obstruktif.

Profilaksis post-operatif torakotomi, stasis pneumonia

Profilaksis pada penggunaan ventilasi buatan jangka lama, kelumpuhan, dan pada

pasien dalam kondisi tak sadar

Kontra indikasi:

Peningkatan TIK

Segera setelah makan

Refleks batuk (-)

Penyakit jantung akut

Gangguan sistem pembekuan

Postural Drainage juga merupakan suatu rangkaian latihan non invasif yang

digunakan bersamaan dengan humidifikasi dan pengobatan.

Manipulasi ini dibentuk oleh kombinasi mekanis (perkusi dan vibrasi), gravitasi

dan mekanisme batuk. Pasien diletakkan dalam berbagai posisi sesuai dengan segmen

paru yang terlibat. Segmen paru yang akan didrainase ditempatkan setinggi mungkin dan

bronkus utama severtikal mungkin. Selanjutnya perhatikan gambar-gambar berikut ini

untuk membantu pengaturan posisi drainase paru.

Pasien harus dimonitor dengan cermat pada saat posisi kepala lebih rendah

terhadap adanya aspirasi, dispnea, atau aritmia. Pada pasien abses paru, hindari posisi

pasien dengan lokasi abses di sebelah atas karena akan menyebabkan pengaliran abses ke

sisi paru lainnya.

17

Page 18: Lapsus Ppok Jihan

Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini bervariasi tergantung pada kondisi

pasien (sekitar 20-30 menit). Selama pemberian posisi, pasien dianjurkan napas dalam 5

– 7 kali diselingi napas biasa selama 1-2 menit.

Tindakan ini dapat dilakukan 4 sampai 6 kali sehari atau setiap 2 jam pada kasus

sputum banyak dan kental dan dilakukan sebelum pemberian makanan.

Untuk memfasilitasi drainase agar konsistensi sekresi paru yang kental menjadi

lebih encer perlu dipertahankan pemberian cairan yang adekuat (oral atau intravena) dan

pemberian medikasi mukolitik.

Berikut macam-macam posisi postural drainage:

Lobus atas kanan - segmen anterior

Lobus atas kiri - segmen anterior

Lobus atas kanan – segmen posterior (dipandang dari depan)

18

Page 21: Lapsus Ppok Jihan

Perhatikan: bantal di bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal

Lobus bawah kanan – segmen posterior (Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus)

Kedua lobus bawah – segmen posterior

B. Perkusi

Perkusi dada meliputi pengetokan dada dengan tangan saat pasien berada pada

posisi drainase. Tujuannya adalah untuk membantu melepaskan sekret yang melengket

pada dinding alveoli sehingga dapat mengalir ke percabangan bronkus dan trakea.

Gallon (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa perkusi yang

dimasukkan ke dalam program pengobatan secara bermakna akan meningkatkan

kecepatan produksi sekret.

Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan mem-

fleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan telunjuk, atau posisi telapak

tangan seperti saat menampung air atau tepung kemudian dibalikkan.

Posisi pasien tergantung pada segmen paru yang akan diperkusi. Selanjutnya pada

area yang akan diperkusi dialas dengan handuk atau biarkan baju pasien tetap terpasang

agar tangan tidak menyentuh kulit secara langsung.

Perkusi dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk setiap posisi. Jangan melakukan

perkusi pada area spinal, sternum, atau di bawah rongga toraks. Bila perkusi dilakukan

21

Page 22: Lapsus Ppok Jihan

dengan benar maka perkusi tidak akan menimbulkan rasa sakit pada pasien atau membuat

kulit menjadi merah. Bunyi tepukan menimbulkan suara yang khas menunjukkan posisi

tangan yang benar

Kontra indikasi perkusi dada:

- Fraktur iga

- Cedera dada traumatik

- Perdarahan atau emboli paru Mastektomi

- Pneumotoraks

- Lesi metastatik pada iga

- Osteoporosis

- Trauma medulla servikal

- Trauma abdomen

C. Vibrasi

Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi untuk mendorong

sekret dan merupakan tindakan mekanik kedua setelah perkusi atau dapat digunakan

sebagai ganti perkusi bila dinding dada nyeri sekali.

Tujuan vibrasi adalah untuk membantu mengeluarkan sekret dan merangsang

terjadinya batuk. Getaran pada kulit akan sampai pada paru akan membantu

menghilangkan mukus.

Stiller et al (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa pasien-pasien

yang diterapi pemberian posisi, vibrasi, hiperventilasi, dan penghisapan menunjukkan

resolusi dari atelektasis yang lebih berarti dari pada yang diterapi dengan penghisapan dan

hiperventilasi saja.

Teknik vibrasi ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan secara berdampingan

dengan jari-jari ekstensi di atas area dada segmen yang akan didrainase. Selanjutnya pasien

diminta untuk melakukan inhalasi dalam dan ekshalasi secara perlahan. Selama pasien

ekshalasi, dada divibrasi dengan cara kontraksi dan relaksasi cepat pada otot lengan dan

bahu. Dapat juga digunakan electric vibrator jika tersedia. Kontra indikasi vibrasi dada

sama dengan kontraindikasi perkusi dada.

22

Page 23: Lapsus Ppok Jihan

DAFTAR PUSTAKA

Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.

Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair.

Surabaya.

Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement of Physical

Medicine and Rehabilitation. Texas

Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p. 984-5.

Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine, Department of

Internal Medicine, University of Manitoba. www.emedicine.com

Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:.

Hal 1-18

23