28
Legal Opinion Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Peraturan Daerah Kabupaten Kupang Nomor : 2 tahun 2001 Tentang Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C Oleh : Stefanus Mira Mangngi

Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Legal Opinion

Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Peraturan Daerah Kabupaten Kupang

Nomor : 2 tahun 2001Tentang

Tata Cara Memperoleh Izin Usaha PertambanganBahan Galian Golongan C

Oleh :

Stefanus Mira Mangngi

Kupang, Februari 2002

Page 2: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Ringkasan Eksekutif

1. Pasal 2 Ketetapan (TAP) MPR-RI No. III Tahun 2000 tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Perundang-undangan Republik Indonesia yang menggantikan TAP MPRS No. XX Tahun 1966, secara tegas memasukkan Peraturan Daerah (Perda) kedalam hierarkie Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia.

2. Menurut pasal 7 TAP MPR-RI No.III Tahun 2000, Perda merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) yang lebih tinggi dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Kepala Daerah dapat membentuk Perda berdasarkan pelimpahan wewenang (delegasi wewenang) dan atau pemberian wewenang (atribusi wewenang) oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

4. Undang-undang (UU) No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, pasal 69 memberikan kewenangan (atribusi sekaligus delegasi) kepada Kepala Daerah untuk membentuk Perda.

Namun kewenangan daerah dalam membentuk Perda, sebagaimana diamanahkan oleh pasal 69 UU No. 22/99 tersebut harus tidak boleh bertentangan dengan pasal 70 dan pasal 72 ayat (2) UU ini dengan tetap memperhatikan amanah pasal 133 UU No. 22 tahun 1999. Dengan kata lain, kewenangan pembuatan Perda selain tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah lain dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, juga hanya dapat dilakukan terhadap Peraturan Perundang-undangan yang telah dilakukan penyesuaian dengan semangat UU ini dan atau terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak membutuhkan penyesuaian.

5. Setelah menelaah Peraturan Perundang-undangan yang termuat dalam butir “Menimbang” dari Perda No. 2 tahun 2001 ini, tidak ditemui adanya delegasi dan atau atribusi kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kepada Kabupaten untuk mengatur pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian golongan C. Apalagi untuk membentuk Perda mengenai Tata Cara Memperoleh Ijin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C. Dengan demikian

Page 3: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Pemerintah Kabupaten Kupang telah melakukan perbuatan hukum yang melampaui kewenangannya.

6. Perda ini juga cacat formal karena telah mencatut nomor dan tahun perda lain serta nomor dan waktu pengesahan dalam lembaran daerah dari Perda lain, yakni Perda Kabupaten Kupang nomor 2 tahun 2001 tentang Retribusi Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C, yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah Nomor 129 Seri B Nomor 1 tahun 2001, tanggal 29 Maret 2001.

7. Selain itu, Perda ini juga cacat hukum karena dalam butir “Menimbang”-nya banyak terjadi banyak kesalahan teknis dan atau mengandung unsur penyesatan atau penipuan publik karena memasukkan nama dan nomor peraturan perundang-undangan secara salah, bahkan peraturan perundang-undangan yang telah dicabut, seperti UU No. 23 tahun 2000 (seharusnya UU No. 23 tahun 1997) dan UU No. 4 tahun 1982.

8. Dari aspek teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Perda ini juga bertentangan dengan pasal 1 & 2 serta lampiran I Keputusan Presiden (Keppres) No. 44 tahun 1999. Dimana dalam konsideransnya diketik/ditulis, sbb : “Menetapkan”; “Menimbang”; “Menetapkan”(diketik tebal dan garis bawahi oleh penulis).

Dengan demikian, maka keberadaan Perda ini berserta segala perbuatan hukum yang didasarkan atas Perda ini adalah BATAL DEMI HUKUM dan atau harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.

Kupang, Februari 2002

Stefanus Mira Mangngi

Page 4: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Daftar Isi

Taraf Sinkronisasi Vertikal Dan Horisontal Peraturan Daerah Kabupaten Kupang No. 2 Tahun 2001 Tentang Tata Cara

Memperoleh Ijin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C

Oleh : Stefanus Mira Mangngi

BAB IPENDAHULUAN

Ketetapan (TAP) MPR-RI No.III tahun 2000 tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Perundang-undangan Republik Indonesia, dalam pasal 2 secara tegas menyebutkan Peraturan Daerah (Perda) sebagai salah satu bentuk Peraturan Perundang-undangan. Dan dalam pasal 7-nya ditegaskan bahwa Perda adalah peraturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) yang lebih tinggi dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.

Dalam rangka implementasi Otonomi Daerah, pasal 69 dan pasal 72 ayat (1), memberikan kewenangan secara delegatif dan atributif yang sangat besar kepada daerah kabupaten untuk membentuk Peraturan Daerah (Perda)4. Pembatasan terhadap pasal 69 dan 72 ayat (1) ini ditegaskan oleh pasal 70 dan 72 ayat (2) UU ini, bahwa kewenangan membentuk Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan Peraturan Perundang-undangan5 yang lebih tinggi.

Yang menjadi permasalahannya adalah sejauhmana kewenangan yang diberikan ini sudah boleh digunakan oleh Daerah?. Dan bagaimana taraf sinkronisasi vertikal maupun horisontal dari Perda—dalam hal ini Perda Kabupaten Kupang No. 2 tahun 2001 terhadap Peraturan Perundang-undangan lainnya?.

Tulisan ini sengaja dibuat untuk menemukan jawaban atas permasalahan tersebut, dengan focus analisis pada aspek legal. Dan methodologi yang digunakan adalah dengan melakukan studi pustaka dan konsultasi dengan beberapa narasumber yang dianggap pakar dibidang Hukum Tata Negara.

I.1.Tentang Peraturan Perundang-Undangan

TAP MPR-RI No.III tahun 2000, tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Perundang-undangan menegaskan, sumber hukum Indonesia [dalam pasal 1 ayat (2 & 3)] terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Dan sumber hukum dasar tertulis

Page 5: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

adalah Pancasila. Sementara Tata Urutan Perundang-undangan sebagai pedoman dalam pembuatan aturan hukum [dalam pasal 2; butir (1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7)], adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang dasar 1945;2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;3. Undang-Undang;4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;5. Peraturan Pemerintah;6. Keputusan Pemerintah;7. Peraturan Daerah.

Guna menghindari terjadinya kontradiksi dan atau pertentangan hukum mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan perundang-undangan, bentuk dan sistimatikanya, maka oleh Pemerintah telah dibentuk panduan/pedoman penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres), masing-masing : a) Keppres No. 188 tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang; b) Keppres No. 44 tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden.7 Lengkap dengan lampiran contohnya masing-masing.

I.2Hal-Hal Yang Termuat Dalam Suatu Hierarkie Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia

Mempertegas pasal 2 diatas, dalam TAP MPR-RI ini ditegaskan juga bahwa setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Ketentuan ini juga berlaku bagi peraturan atau keputusan dari badan, lembaga atau komisi yang setingkat dengan pemerintah atau yang dibentuk oleh pemerintah, seperti, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri, Bank Indonesia, dll.8

Dengan demikian, TAP MPR-RI No.III tahun 2000 mengakui adanya suatu sistem norma hukum berjenjang, dimana suatu aturan hukum yang berlaku harus selalu bersumber dan berdasar pada aturan hukum yang lebih tinggi. Dan Pancasila merupakan sumber hukum dasar tertulis, sementara UUD ’45 merupakan aturan hukum tertulis yang paling tinggi.

Pendekatan ini mirip dengan ajaran Hans Kelsen9 yang dikenal dengan stufentheorie10. Namun, jika ditilik secara lebih mendalam, dan kalau kita konsisten dengan teori tersebut, maka ada beberapa area dalam tata hierarkie Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang masih memerlukan adanya penyelarasan.

Page 6: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Menurut Prof. Dr. A. Hamid S. Atamimi, SH, dalam makalahnya tentang perbedaaan antara peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan, yang disampaikan dalam acara Dies Natalis PTIK ke-46 di Jakarta, pada Juni 199211, keberadaan Pembukaan UUD 1945 harus ditempatkan sebagai norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm) karena merupakan norma hukum tertinggi dan landasan dasar filosofis yang mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara yang lebih lanjut. Sementara Batang Tubuh UUD 1945 dan Ketetapan MPR-RI harus ditempatkan sebagai aturan dasar negara (staatgrundgesetz) karena merupakan garis-garis besar kebijaksanaan negara dan tata cara membentuk Peraturan Perundang-undangan yang mengikat umum.

Menurut Arimbi Haroepoetri, SH. LLM, jika dilihat dari sifatnya, UUD 1945 dan Ketetapan MPR-RI pada hakikatnya tidak dapat digolongkan sebagai peraturan perundang-undangan karena ia mengatur soal lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara, mengatur tentang tata cara pembentukannya, tata hubungan secara dasar antara negara dan warga negara secara timbal balik, tata hubungan antara lembaga tertinggi dengan lembaga tinggi dan antar sesama lembaga tinggi negara serta lingkup tugasnya masing-masing. Sementara sifat peraturan perundang-undangan (formalgesetz) adalah langsung mengatur warga negara dan penduduknya serta dapat melekatkan sanksi terhadap pelanggaran atas peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.2

Bagan berikut ini menerangkan perbandingan Stufenbautheorie-nya Hans Kelsen dan Nawiasky dengan sistimatika Peraturan Perundang-undangan di Indonesia13

I.3Peraturan Perundang-undangan Ditinjau Dari Ilmu Pengetahuan Perundang-

undangan

Peraturan Perundang-undangan merupakan istilah yang dipakai oleh A. Hamid S. Atamimi, Sri Soemantri dan Bagir Manan untuk menunjuk jenis atau bentuk peraturan yang dibuat dan ditetapkan oleh negara. Sementara banyak pakar hukum lainnya menggunakan istilah yang berbeda, seperti, Perundangan; Perundang-undangan; Peraturan Perundangan ataupun Peraturan Negara.14

Menurut A. Hamid S. Atamimi, istilah Peraturan Perundang-undangan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, Wettelijke regeling yang artinya, peraturan peraturan yang sesuai dengan UU atau bersumber dan berdasarkan pada UU atau yang melaksanakan UU.15

Dari isitilah dan defenisi diatas maka suatu peraturan perundang-undangan yang baik, sekurang-kurangnya harus memiliki tiga landasan6, yaitu : 1) Landasan filosofis (Filosofische grondslag) yakni bahwa sesuatu peraturan perundang-undangan haruslah sejalan/sesuai dengan nilai-nilai moral atau etika bangsa. Dalam konteks Indonesia, nilai-nilai tersebut terkadung dalam Pancasila; 2) Landasan sosiologis (Sociologische grondslag), yakni, bahwa sesuatu peraturan perundang-undangan

Page 7: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

haruslah sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, dalam hal ini juga adalah harus memuat ketentuan yang sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat dan keyakinan umum. 3) Landasan yuridis (Juridische grondslag), yakni bahwa sesuatu peraturan perundang-undangan selain harus ditetapkan oleh badan atau pejabat yang berwenang menurut Undang-Undang, juga harus sesuai dengan proses dan prosedur penetapannya, serta harus memiliki dasar keberadaan atau pengakuan dari suatu jenis peraturan perundang-undangan.

Berkaitan dengan landasan yuridis diatas, Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, merumuskan enam azas perundang-undangan17, sbb :

1. UU tidak berlaku surut2. UU yang dibuat oleh Penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang

lebih tinggi pula3. UU yang bersifat khusus mengenyampingkan UU yang bersifat umum (Lex

specialis derogat lex generali)4. UU yang berlaku belakangan membatalkan UU yang berlaku terdahulu (Lex

posteriore derogat lex priori)5. UU tidak dapat diganggu gugat6. UU sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan

spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (Azas Welvaarstaat)

Dari ulasan diatas dan sesuai dengan ketentuan UU, dapat disimpulkan, bahwa sesuatu peraturan perudang-undangan, minimal haruslah memenuhi beberapa syarat utama dibawah ini, sbb :

1. Mempunyai subyek hukum yang bersifat umum dan perilaku yang diatur atau obyek norma terjadi berulang-ulang (Dauerhafting) Hal ini maksudnya, bahwa suatu peraturan perundang-undangan yang mengikat masyarakat harus bersifat umum, artinya berlaku bagi semua orang atau semua subyek hukum.

2. Peraturan Perundang-undangan hanya dapat dibentuk oleh lembaga-lembaga yang memperoleh kewenangan perundang-undangan (Wetgevingsbevoegheid), yaitu kekuasaan yang membentuk hukum (Rechtsvorming)

3. Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi,

4. Peraturan Perundang-undangan tidak bertentangan dengan kepentingan umum,5. Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dalam Lembaran Negara dan

atau Lembaran Daerah.

I.4

Page 8: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Kewenangan Membentuk Peraturan Daerah Ditinjau Dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1999

Secara formal-yuridis, Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah memberikan kewenangan (delegasi dan atribusi) kepada daerah untuk membuat Peraturan Daerah dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat pada rumusan pasal 69, sebagai berikut :

Pasal 69Kepala Daerah menetapkan Peraturan daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka

penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Rumusan pasal 69 ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk berinisiatif dan kreatif membentuk Perda, sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang diatur dalam pasal 70 UU ini, sebagai berikut :

Pasal 70Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan

Daerah lain, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pembatasan kewenangan oleh pasal 70 diatas harus menjadi perhatian penting oleh Kabupaten, mengingat masih banyaknya Peraturan Perundang-undangan sektoral ditingkat Propinsi dan Nasional yang belum direvisi dan atau disesuaikan dengan semangat dan amanah UU Otonomi Daerah ini sebagaimana diakui dan diamanahkan oleh rumusan pasal 133 UU ini yang berbunyi, sebagai berikut :

Pasal 133Ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dan/atau tidak sesuai

dengan undang-undang ini, diadakan penyesuaian

Dengan demikian, walaupun secara formal pasal 69 UU No. 22/99 memberikan kewenangan delegatif dan atributif kepada daerah Kabupaten, namun, secara material, sepanjang belum dilakukan penyesuaian terhadap segala peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan UU No. 22 tahun 1999 sebagaimana diamanahkan oleh pasal 133 tersebut diatas, maka kewenangan tersebut belum dapat digunakan. Dalam koteks Perda No. 2 tahun 2001 ini, oleh karena materi UU No. 11 tahun 1967 belum dilakukan penyesuaian, maka Kabupaten Kupang belum dapat membentuk Perda dengan materi termaktub.

Sementara mengenai Keputusan Kepala Daerah, baik Keputusan Gubernur maupun Bupati, baru dapat dikategorikan sebagai peraturan perundang-undagan jika keputusan tersebut dibentuk berdasarkan kewenangan delegasi dari sesuatu Perda disamping harus tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda lainnya

Page 9: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini secara tegas diamanahkan oleh pasal 72 ayat (1 & 2) UU No. 22 tahun 1999, sebagai berikut :

Pasal 721. Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan atas kuasa peraturan perundang-

undangan lain yang berlaku, Kepala Daerah menetapkan Keputusan Kepala Daerah.

2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dengan demikian, suatu Keputusan Kepala Daerah, baik Keputusan Gubernur maupun Bupati yang dibentuk tanpa adanya kewenangan delegasi dari Perda harus dianggap sebagai peraturan kebijakan (Bleidsregel) saja. Artinya Keputusan Gubernur atau Bupati tersebut tidak bisa dijadikan dasar sesuatu tindakan hukum. Jika hal itu telah terlanjur dilakukan, maka segala akibat yang terjadi tidaklah dapat dianggap sebagai suatu perbuatan hukum.18

I.5Masalah Daya Laku Dan Daya Ikat Suatu Peraturan Daerah

Setiap peraturan perundang-undangan baru memiliki daya laku apabila telah ditetapkan dan disahkan oleh lembaga yang berwenang. Namun peraturan perundang-undangan tersebut baru dapat mengikat umum jika peraturan perundang-undangan tersebut telah diundangkan dalam Lembaran Negara (untuk peraturan ditingkat nasional) dan Lembaran Daerah (untuk peraturan ditingkat daerah).

Khusus untuk peraturan perundang-undangan ditingkat daerah dasar hukum ketentuan tersebut dapat dilihat dalam pasal 73 ayat (1 & 2) UU No. 22 tahun 1999, yang menetapkan sebagai berikut :

Pasal 731. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur

diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah.2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mempunyai kekuatan hukum

dan mengikat setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah.

I.6Tentang Sanksi Dalam Peraturan Daerah

Norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dapat merupakan suatu norma hukum tunggal, dalam arti norma hukum tersebut berdiri sendiri dan hanya mengatur atau memberikan pedoman tentang bagaimana kita harus bertingkah laku. Norma hukum dapat juga merupakan norma hukum yang berpasangan yang terdiri dari norma hukum primer, yang berisi tentang bagaimana kita harus bertingkah laku, dan

Page 10: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

norma hukum sekunder yang berisi tentang bagaimana kita harus bertindak dan sanksi yang dikenakan apabila norma hukum primer dilanggar.

Umumnya, norma hukum berpasangan banyak ditemui dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah-masalah dibidang hukum pidana, hukum perdata atau hukum dagang. Sementara norma hukum tunggal banyak ditemui dalam peraturan perundang-undangan dalam lapangan hukum tata negara ataupun hukum administrasi negara. Namun hal ini tidak berarti bahwa peraturan perundang-undangan dalam bidang hukum tata negara atau bidang hukum administrasi negara tidak boleh menerapkan norma hukum berpasangan/sekunder. Sepanjang hal tersebut dilakukan atas dasar delegasi dan atau atribusi kewenangan maka hal itu boleh dilakukan.

UU No. 22 tahun 1999 mengatur dan memberi kewenangan kepada daerah untuk boleh memasukkan sanksi pidana dalam sebuah Perda. Hal ini dapat kita temukan dalam rumusan pasal 71 ayat (1 & 2), sebagai berikut :

Pasal 71

1. Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar.

2. Peraturan Daerah dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000.- (lima juta rupiah) dengan atau tanpa merampas barang tertentu untuk Daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

Penjelasan Pasal 71 Ayat (1)

Paksaan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menegakkan hukum dengan Undang-Undang ini disebut “paksaan penegakan hukum” atau “paksaan pemeliharaan hukum”

Page 11: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

BAB IITENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 2 TAHUN

2001

Fakta-Fakta Yang Termuat Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kupang No. 2 Tahun 2001

II.1.1Konsideran Peraturan Daerah Kabupaten Kupang No. 2 Tahun 2001

Peraturan Daerah ini disahkan dan diundangkan dalam Lembaran Daerah No. 129 Seri B Tahun 2001, tanggal 29 Maret 2001. Dilihat dari waktu dan materi, lahirnya Peraturan Daerah Kabupaten Kupang No. 2 Tahun 2001 ini merupakan salah satu bentuk sikap responsif Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang dalam menyelenggarakan Otonomi Daerah, sesuai kewenangan yang diberikan oleh pasal 69 UU No. 22 tahun 1999. Hal ini ditegaskan dalam butir “Menimbang” point (a), (b) dan (c), sebagai berikut :

a) Bahwa dalam menghadapi Otonomi Daerah dengan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab maka Pemerintah Daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada harus dilaksanakan sesuai prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, merata dan adil berdasarkan kewenangan dibidang Pertambangan dan Energi;

b) Bahwa Bahan Galian Golongan C yang merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam rangka menunjang Pembangunan Daerah dan oleh karena itu perlu diatur dengan Peraturan Daerah;

c) Bahwa untuk tertib dan terselenggaranya usaha pertambangan dengan baik maka perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kupang tentang Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golong C

Menilik ketiga argumen diatas, maka dapat disimpulkan bahwa latar belakang atau alasan dan tujuan dibentuknya Perda ini, adalah :

1. Mewujudkan pemanfaatan sumber daya alam dibidang tambang dan energi secara demokratis, merata dan adil berdasarkan lingkup dan luas kewenangan yang ada pada Kabupaten Kupang.

2. Bahan Galian Golongan C merupakan salah satu kekayaan daerah yang potensial yang harus segera dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan daerah Kabupaten Kupang.

3. Sebagai pedoman sekaligus aturan dalam penyelenggaraan jenis dan usaha pertambangan bahan galian golongan C di Kabupaten Kupang.

Dengan demikian, jelas bahwa alasan dan tujuan dibentuknya Perda termaktub adalah dalam rangka meletakkan dasar hukum kewenangan dalam penyelenggaraan

Page 12: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

kegiatan usaha pertambangan bahan galian golongan C berdasarkan semangat Otonomi Daerah.

Bagian “Mengingat” dari Perda ini memuat 17 Peraturan Perundang-undangan sebagai dasar hukum dibentuknya Perda ini dengan klasifikasi, sbb : 11 setingkat UU; 3 setingkat Peraturan Pemerintah; dan 3 setingkat Keputusan Menteri.

Dari ke-17 Peraturan Perundang-undangan tersebut, hanya 10 saja yang diteliti untuk melihat apakah Perda ini terjadi karena adanya delegasi dan atau atribusi kewenangan dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi— Termasuk didalamnya, sejauhmana kewenangan yang diberikan oleh UU No. 22 tahun 1999 sudah boleh digunakan oleh Daerah?—Dan juga untuk melihat apakah Perda ini telah sesuai dengan prinsip-prinsip dan azas hukum ketatanegaraan dan teknis perundang-undangan. Sementara sisanya, seperti : UU No. 69 tahun 1958 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II dalam wilayah daerah-daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 No. 122; tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 1655); UU No. 64 tahun 1974 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 No. 115; tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 1649); UU No. 2 tahun 1993 tentang jaminan sosial tenaga kerja; PP. No. 27 tahun 1980 tentang penggolongan bahan galian (Lembaran negara Republik Indonesia tahun 1980, No. 47, tambahan lembaran negara Republik Indonesia No. 3174); PP. No. 27 tahun 1999 tentang analisisi mengenai dampak lingkungan; Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 258/KCVS/1986 tentang ketentuan pengamanan sungai dalam hubungan dengan penambangan bahan galian golongan C di sungai; Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1453.K/29/MEN/2000 tentang pedoman teknis penyusunan Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) untuk kegiatan penambangan umum; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 tahun 2000 tentang jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan; tidak menjadi fokus kajian karena pokok materinya tidak terlalu relevan dengan materi yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kupang No. 2 tahun 2000 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C.

Adapun Peraturan Perundang-undangan yang akan diteliti, sbb :1. UU No. 11 1967 tentang ketentuan–ketentuan pokok pertambangan 2. UU No. 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan

hidup 3. UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.4. UU No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang5. UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.6. UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah 7. UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah

Page 13: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

8. UU No. 23 tahun 2000 tentang pengelolaan lingkungan9. UU No. 34 tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 tahun 1997 tentang pajak

daerah dan retribusi daerah 10. PP. No. 32 tahun 1969 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 1967

II.1.2UU No. 11 1967 tentang ketentuan–ketentuan pokok pertambangan (Lembaran

negara Republik Indonesia Tahun 1967 No 22, tambahan lembaran Negara Repoblik Indonesia No. 2831).

Mengatur tentang penggolongan dan pelaksanaan penguasaan bahan galian; Bentuk dan organisasi perusahaan pertambangan; Pertambangan rakyat; Usaha Pertambangan; Kuasa Pertambangan; Cara dan syarat-syarat bagaimana memperoleh kuasa pertambangan; Berakhirnya kuasa pertambangan; Hubungan kuasa pertambangan dengan hak-hak atas tanah; Pungutan-pungutan negara; Pengawasan pertambangan dimana kewenangan sepenuhnya ada pada Pemerintah Pusat. Pelaksanaan penguasaan negara dan pengaturan bahan galian golongan C diserahkan kepada Pemerintah Propinsi.19 Kabupaten hanya memiliki hak atas pungutan negara.20

UU ini tidak mendelegasikan dan atau memberikan atribusi kewenangan kepada Kabupaten dalam hal mengurus pelaksanaan penguasaan negara dan pengaturan terhadap bahan galian golongan C. Pelaksanaan penguasaan negara dan pengaturan terhadap bahan galian golongan C, oleh UU ini diserahkan kepada Daerah Propinsi dimana bahan galian tersebut berada. Dan pelaksanaan terhadap amanah pasal 4 ayat (2 & 3) inilah yang kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 32 tahun 1969 dan PP No. 37 tahun 1987 tentang penyerahan sebagian urusan Pemerintah dibidang Pertambangan kepada Pemerintah Propinsi.

II.1.3UU No. 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan

lingkungan hidup (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 12, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3215)

UU ini tidak dikaji secara mendalam mengingat Pasal 51 UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang secara tegas menyatakan, UU No.4 tahun 1982 dinyatakan tidak berlaku lagi sejak berlakunya UU No. 23 tahun 1997 tanggal 19 September 1997.

II.1.4UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Page 14: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Mengatur tentang perlindungan system penyangga; pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya; kawasan suaka alam; pengawetan jenis tumbuhan dan satwa; Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; kawasan pelestarian alam; pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar; peran serta masyarakat; dimana kewenangan sepenuhnya ada ditangan pemerintah pusat, sementara tugas pembantuan dapat diserahkan kepada daerah Tk. I.21

Dalam UU ini tidak ditemukan satu pasalpun yang memberikan delegasi dan atau atribusi kewenangan kepada Kabupaten dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Apalagi pendelegasian dan atau pengatribusian kewenangan untuk mengurus pengelolaan bahan galian golongan C. Hanya Pemerintah Propinsi yang diberikan kewenangan dalam hal tugas pembantuan, dengan mengacu pada amanah pasal 12 ayat (1) UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah

II.1.5UU No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang

Mengatur tentang penataan ruang (darat, perairan, udara) bagi pemanfaatan ruang yang terpadu, berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan. Dalam hal ini, juga mengenai hak dan kewajiban setiap warga negara; perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian serta kewenangan pusat, propinsi dan kabupaten dalam penataan ruang.22

Kewenangan Kabupaten dalam penataan ruang hanyalah dalam hal pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya; pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan dan kawasan tertentu; system kegiatan pembangunan dan system pemukiman pedesaan dan perkotaan; system prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, prasarana pengelolaan lingkungan; penatagunaan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan untuk dijadikan pedoman bagi “perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang, …………, penetapan lokasi investasi………..” Rencana tata ruang ini juga untuk menjadi dasar penerbitan perizinan lokasi pembangunan.

II.1.6.

Page 15: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

UU No. 34 tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah (Lembaran negara Republik Indonesia tahun 2000

No. 246, tambahan lembaran Negara Repoblik Indonesia No. 4048).

Mengatur tentang hak pemerintah daerah propinsi dan kabupaten atas jenis pajak daerah dan retribusi daerah serta prosentase pembagian pajak daerah dan retribusi daerah. Juga UU ini mengatur soal kewenangan pemerintah propinsi dan kabupaten dalam membuat peraturan daerah yang berakitan dengan pajak daerah dan retribusi daerah.23

Dalam UU ini, tidak ditemukan adanya pendelegasian kewenangan dan atau pengatribusian kewenangan kepada kabupaten untuk membentuk peraturan daerah mengenai mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan potensi pertambangan bahan galian golongan C

II.1.7UU No. 23 tahun 2000 tentang pengelolaan lingkungan (Seharusnya : tentang

Pembentukan Propinsi Banten)

Mengatur tentang Pembentukan propinsi Banten lengkap dengan kewenangan mengatur, menyiapkan dan membentuk segala keperluan yang berkaitan dengan keberadaannya sebagai daerah propinsi.

UU ini khusus dibentuk dan hanya untuk kepentingan Propinsi Banten. Materi yang diatur dalam UU ini tidak berlaku bagi Propinsi atau Kabupaten lain diluar wilayah Propinsi Banten. Dengan kata lain, materi yang diatur dalam UU ini bersifat khusus.

II.1.8UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Mengatur tentang pokok-pokok pengelolaan lingkungan hidup dimana kewenangan sepenuhnya ada pada Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah dapat diikutsertakan untuk membantu Pemerintah Pusat. Dan untuk kepentingan ini diatur dengan UU yang khusus untuk itu.24 Juga kepada Pemerintah daerah dapat diserahkan sebagian kewenangan berdasarkan azas desentralisasi yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.25

Kewenangan Daerah Propinsi dan Kabupaten/kota yang lainnya yang secara tegas diatur dalam UU ini adalah dalam hal melakukan paksaan pemerintah untuk mencegah dan atau mengakhiri pelanggaran lingkungan sebagaimana diatur dalam psl. 25 ayat (1 & 2) UU ini. Juga kewenangan untuk mengusulkan pencabutan izin usaha

Page 16: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

dan atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang, sebagaimana amanah pasal 27 ayat (2) UU ini.

II.1.9UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 60, tambahan lembaran Negara Repoblik Indonesia

No. 3839)

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah secara tegas memberikan kewenangan atribusi dan delegasi kepada Pemerintah Daerah untuk membuat peraturan daerah. Hal ini ditegaskan oleh pasal 69 dan pasal 72 ayat (1 & 2) UU No. 22 / 99 yang menyatakan, sbb :

Pasal 69

Kepala Daerah Menetapkan Peraturan daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Pasal 72

(1) Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan atas kuasa peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, Kepala Daerah menetapkan Keputusan Kepala daerah.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Dari amanah kedua pasal tersebut diatas, secara yuridis formal, daerah telah diberikan kewenangan untuk membentuk Perda dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Namun kewenangan tersebut harus tidak boleh bertentangan dengan pasal 70 dan pasal 72 ayat (2) UU ini, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 70Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan

Daerah lain dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi

Pasal 72 ayat (2)Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Selain itu, pasal 70 dan pasal 72 ayat (2) diatas, pembatasan kewenangan soal sejauhmana dan terhadap peraturan perundang-undangan apa saja kewenangan pembentukan Perda sudah boleh dilakukan atau di implementasikan oleh Kabupaten,

Page 17: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

secara inplisit, telah juga diatur oleh pasal 133 UU No. 22 tahun 1999, yang berbunyi, sbb :

Pasal 133Ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dan/atau tidak sesuai

dengan undang-undang ini, diadakan penyesuaian

Dengan demikian, walaupun secara yuridis formal Kabupaten telah diberikan wewenang untuk membentuk Perda, Namun, secara materiil, kewenangan tersebut belum dapat dilaksanakan oleh karena UU No. 11 tahun 1967 belum dilakukan penyesuaian dengan UU No. 22 tahun 1999. Dan dalam konteks Perda Kabupaten Kupang No. 2 tahun 2001, mengingat pasal 4 ayat (2 7 3) UU No. 11 tahun 1967 dan pasal 133 UU No. 22 tahun 99 maka secara materiil, Kabupaten Kupang belum dapat membentuk Perda dengan materi termaktub.

II.1.10UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah

(Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 72, tambahan lembaran Negara Repoblik Indonesia No. 3849)

Mengatur tentang hak/kewenangan dan kewajiban serta tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah atas sumber-sumber ekonomi lokal dan nasional dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Juga mengatur soal prosentase perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah ini dilakukan secara proporsional.

Karena merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari UU No.22 tahun 1999, maka implementasi secara utuh terhadap UU ini harus tetap mengacu pada UU No. 22 tahun 1999. Dengan kata lain, kendala implementasi terhadap pasal-pasal dalam UU No.22 tahun 1999 mempunyai korelasi langsung terhadap pemenuhan amanah UU No.25 tahun 1999 ini.

II.1.11PP No. 32 tahun 1969 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1967 No. 60, tambahan lembaran

Negara Repoblik Indonesia No. 2816).

Mengatur tentang jenis ijin dan usaha pertambangan; isi ijin usaha pertambangan; kewenangan pemberian ijin usaha pertambangan; tata cara memperoleh kuasa pertambangan; hak dan kewajiban pemegang kuasa pertambangan; berakhirnya kuasa pertambangan; hak milik pada bekas wilayah kuasa pertambangan; jasa

Page 18: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

penemuan bahan galian; hubungan kuasa pertambangan dengan hak-hak atas tanah; iuran dan pengawasan.

Kewenangan sepenuhnya tetap ada pada Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Pertambangan dan Energi26 kecuali bahan galian golongan C yang izin usahanya dikeluarkan oleh Gubernur dengan tetap berpedoman pada ketentuan mengenai tata cara pemberian kuasa pertambangan pertambangan oleh Menteri.27

Kewenangan dan atau hak Kabupaten hanya atas iuran tetap, iuran eksplorasi dan eksploitasi yang diambil dan atau dibagi dari iuran yang diperoleh Propinsi yang prosentasenya diatur oleh Menteri Dalam Negeri (Psl. 62 ayat (3) PP No. 32 tahun 1969)

BAB IIIKESIMPULAN

(1) Kewenangan pembentukan Peraturan Daerah merupakan delegasi dan juga atribusi kewenangan oleh pasal 69 dan pasal 72 ayat (1) UU No. 22 tahun 1999 dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah. Namun demikian, kewenangan yang ada belum dapat digunakan oleh daerah terhadap kategori Peraturan Perundang-undangan yang masuk dalam amanah pasal 133 UU No. 22 tahun 1999, sepanjang Peraturan Perundang-undangan tersebut belum diadakannya penyesuaian.

(2) Walaupun Perda ini merupakan inisitif dan kreasi yang bersumber dari kewenangan yang diberikan oleh pasal 69 UU No. 22 tahun 1999, namun karena materi yang diatur didalam Perda ini lebih mempunyai keterkaitan dengan Undang-Undang No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, merujuk pada pasal 133 UU No. 22 tahun 1999 dan pasal 4 ayat (2 & 3) UU No. 11 tahun 1967, Termasuk didalamnya keberadaan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 32 tahun 1969 dan PP No. 37 tahun 1987 tentang penyerahan sebagian urusan Pemerintah dibidang Pertambangan kepada Pemerintah Propinsi, maka secara material, Perda termaktub cacat hukum karena bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, dalam hal ini UU No. 11 tahun 1967 dan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1969.

(3) Suatu peraturan perundang-undangan dalam konsiderannya memuat soal latar belakang dibentuknya peraturan perundang-undangan tersebut lengkap dengan landasan hukum atau dasar pijak pembentukannya. Sementara Konsideran Peraturan Daerah ini memuat sejumlah dasar hukum pembentukan yang mengadung unsur penyesatan hukum dan atau penipuan hukum oleh karena memuat sejumlah aturan perundang-undangan yang telah dicabut/tidak berlaku lagi, seperti UU No. UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah diganti dengan UU No. 23 tahun 1997. Juga UU No.23 tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten—

Page 19: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

yang dalam konsiderannya ditulis UU No.23 tahun 2000 tentang Pengelolaan Lingkungan.

(4) Selain itu, Perda ini juga mencatut Nomor; Tahun Perda; dan Nomor serta Tanggal Pengesahan dalam Lembaran Daerah dari Perda lain, yakni Perda Kabupaten Kupang No. 2 tahun 2001 tentang Retribusi Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C yang telah ditetapkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kupang No. 129 Seri B Tahun 2001; Tanggal 29 Maret 2001.

(5) Pengundangan dan pengelompokkan Perda ini kedalam Lembaran Daerah Seri B bertentangan dengan SK. Menteri Dalam Negeri No. PEM.10/33/43, tertanggal 12 Nopember 1974, khususnya tentang format dan pengelompokkan Perda; dimana ditetapkan bahwa segala Perda yang berkaitan dengan Pajak Daerah harus di Undangkan dalam Lembaran Daerah Seri A; sementara Perda yang memuat materi soal Retribusi Daerah diundangkan dalam Lembaran Daerah Seri B; dan Bagi Perda yang memuat ancaman Pidana (diluar Pajak dan retribusi Daerah) harus dimuat dalam Lembaran Daerah Seri C. Sedangkan Seri D diperuntukkan bagi segala Keputusan Kepada Daerah dan Perda yang tidak termasuk dalam golongan Seri A; Seri B dan Seri C. Jika merujuk pada SK Menteri ini, maka seharusnya Perda iniharus di undangkan dalam Lembaran Daerah Seri C.

(6) Dari aspek teknis perundang-undangan, Peraturan daerah ini juga tidak memenuhi ketentuan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana ditentukan oleh pasal 1 & 2 serta Lampiran I Keputusan Presiden (Keppres) No. 44 tahun 1999. Dalam hal ini, butir “Menimbang” diketik/disebut sebagai “Menetapkan”. Sehingga Format Konsideran yang seharusnya terdiri atas : “Menimbang”; “Mengingat”; “Memutuskan”; “Menetapkan” dalam Perda ini diketik/ditulis : “Menetapkan”; “Mengingat”; Memutuskan”; “Menetapkan”.

Dengan demikian, keberadaan Perda ini berserta segala perbuatan hukum yang mendasarkan pada Perda ini adalah harus DI BATALKAN dan atau BATAL DEMI HUKUM.

Kupang, Februari 2002

Stefanus Mira MangngiDaftar Pustaka

Page 20: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan Republik Indonesia.

Hadi Setia Tunggal, SH, Pedoman Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Harvarindo. Jakarta. 2000

H. Rosjidi Ranggawidjaja, SH. MH, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1998.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju. 1998.

Kertas Kerja, diajukan kepada Pusat Informasi Advokasi Rakyat (PIAR) NTT Koord. Divisi Advokasi PIAR - NTT TAP. MPR-RI yang menggantikan TAP. MPRS No.XX tahun 1966 & TAP MPR-RI No.V tahun 19784 Yang dimaksud dengan Peraturan Daerah dalam tulisan ini adalah Peraturan Daerah dalam arti Generik5 Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan dalam tulisan ini adalah Peraturan Perundangan- undangan dalam arti Generik yang mengacu pada TAP. MPR-RI No.III tahun 2000 Termasuk didalamnya; Perda Propinsi, Perda Kabupaten/Kota dan Peraturan Desa, sebagaimana ditegaskan oleh pasal 3 ayat (7) TAP. MPR-RI No.III tahun 20007 Hadi Setia Tunggal, SH. Pedoman Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Harvarindo. Jakarta. 20008 Pasal 4 ayat (1 & 2) TAP. MPR-RI No.III tahun 20009 Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York. 194710 Yang kemudian dikenal sebagai Stufenbautheorie yang merupakan hasil diperbaikan bersama oleh Hans Kelsen dan muridnya, Nawiasky11 Maria Farida Indrati Soeprapto. SH, MH; Ilmu Perundang-undangan; Yogyakarta; Kanisius. 1998. Hal. 502 Final Draft, Legal Opinion tentang Keberadaan Surat Keputusan Bupati Kupang No. 30 tahun 1993 yang diajukan kepada PIAR-NTT. Jakarta Juli 2000. Hal. 313 Dikutip dari Arimbi Haroepoetri, SH. LLM, dalam Final Draft, Legal Opinion tentang Keberadaan Surat Keputusan Bupati Kupang No. 30 tahun 1993. Jakarta. Juli 2000. Hal. 414 H. Rosjidi Ranggawidjaja, SH. MH, dalam Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju. 1998. Hal. 15.15 H. Rosjidi Ranggawidjaja, SH. MH, dalam Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju. 1998. Hal. 17.6 H. Rosjidi Ranggawidjaja, SH. MH dalam Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia. Mandar Maju. 1998. Hal. 43 – 46.17 Purnadi Pubacaraka dan Soerjono Soekanto, dalam Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Penerbit Alumni Bandung, 1979, Hal. 15 - 1918 Arimbi Haroepoetri, SH. LLM, dalam Final Draft; Legal Opinion tentang Keberadaan Surat Keputusan Bupati Kupang No. 30 tahun 1993 yang diajukan kepada PIAR-NTT. Jakarta Juli 2000. Hal. 619 Psl. 4 ayat (2 & 3) UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan.20 Psl. 28 ayat (3) UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan.21 Psl. 38 ayat (1) Jo. Penjelasan Psl. 38 ayat (1) UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.22 Psl. 2; psl. 3; psl. 22 ayat (2, 3, 4); psl 28 ayat (1 & 2)23 Psl. 2; psl 2A; psl. 2B; psl. 3; psl 4; 5A; psl. 18; psl. 24 dan psl. 25A UU No. 34 tahun 200024 Psl. 12 ayat (1 & 2) UU No. 23 tahun 199725 Psl. 13 ayat (1 & 2) UU No. 23 tahun 199726 Sekarang berubah menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya mineral27 Pasal 47 ayat (1 & 2) PP No. 32 tahun 1969

Page 21: Legal Opinion: Taraf Sinkronisasi Vertikal dan Horisontal Perda Kab. Kupang No. 2 Tahun 2001 Ttg Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Bahan Galian Golongan C

Arimbi Haroepoetri, SH. LLM, Final Draft, Legal Opinion tentang Kebaradaan Surat Keputusan Bupati Kupang No. 30 tahun 1993 tentang Penetapan Harga dasar Tanah Dalam wilaah Daerah Tingkat II Kupang, Jakarta, Juli 2000

Undang-Undang No. 11 1967 tentang ketentuan–ketentuan pokok pertambangan

Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.

Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang

Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah

Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah

Undang-Undang No. 23 tahun 2000 tentang pengelolaan lingkungan

Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah

Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1969 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 1967

------------------------------------------------------------------