32
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN Ny.A DENGAN GUILLAIN BARRĚ SYNDROME (GBS) Oleh : PIANIKE WIDIAWATI, S.Kep 070112b060 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

LPGBS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LPGBS

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN Ny.A DENGAN

GUILLAIN BARRĚ SYNDROME (GBS)

Oleh :

PIANIKE WIDIAWATI, S.Kep

070112b060

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NGUDI WALUYO UNGARAN

2013

Page 2: LPGBS

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep penyakit

1. Definisi

Sindrom guillain barre ( Poliradikuloneuritis) merupakan sindrom

kinik yang penyebabnya belum diketahui dan yang menyangkut saraf perifer

dan kranial. Paling banyak pasien-pasien dengan sindroma ini ditimbulkan

oleh adanya infeksi ( pernafasan dan gatrointestinal), 1 sampai 4 minggu

sebelum terjadi serangan penurunan neurologis. Pada beberapa keadaan ,

dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Ini juga bisa disebabkan oleh

infeksi virus primer, reaksi imun dan beberapa proses lain atau dalam suatu

kombinasi proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus

menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang mielin saraf perifer. ( Mielin

merupakan substansi yang ada di sekitar atau menyelimuti akson-akson syaraf

dan bepern penting pada tranmisi impuls syaraf. Bagian proksimal saraf

cenderung paling sering terserangm dan akar syaraf dalam runag subarachnoid

biasanya terpengaruh. Otopsi yang didapat memperlihatkan beberapa infiltrasi

limfositik yang secara khusus menetap dalam akar spinal (Smeltzer and bare,

2006).

Sindrom guillain Barre (GBS) adalah sindrom klinik yangpenyebabnya

tidak diketahui secara pasti yang menyangkut saraf perifer dan cranial

(smeltzer and bare, 2002).

Sindrom Guillain-Barre (GBS dilafalkan ghee-yan bahray) adalah

suatu demielinasi polineuropati akut yang dikenal dengan beberapa nama lain

yaitu polyneuritis idiopatik, paralisis asenden landry, dan polineuropati

inflamasi akut. Gambaran utama GBS adalah paralisis motorik asenden

ssecara primer dengan segala gangguan fungsi sensorik. GBS adalah gangguan

neuron motorik bagian bawah dalam saraf perifer, final common pathway

untuk gerakan motorik juga. (Sylvia A. Price, 2006)

Guillain barre sindrome merupakan gangguan kelemahan

neuromuskular akut yang memburuk secara progresif yang dapat mengarah

pada kelumpuhan total, tetapi biasanya paralisis sementara. Pada fase awal

Page 3: LPGBS

mulai dengan munculnya tanda-tanda kelemahan dan biasanya tampak secara

lengkap dalam 2-3 minggu ( Doengoes, 2000).

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah sekelompok gangguan yang

diperantarai sistem imun yang secara umum dicirikan dengan disfungsi

motorik, sensorik dan otonom.

GBS adalah suatu acute inflammatory demyelinating polyneuropathy

(AIDP), yang dicirikan dengan kelemahan otot simetris ascending progresif,

dan hiporefleks dengan atau tanpa gejala sensorik atau otonom, walaupun

begitu varian yang melibatkan saraf kranialis atau keterlibatan motorik murni

dapat juga dijumpai.

Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute

Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut

sebagai Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah

suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi secara akut dan menyeluruh,

terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak

yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem

imunitas tubuh menyerang sel saraf. Kelumpuhan dimulai pada bagian distal

ekstremitas bawah dan dapat naik ke arah kranial (Ascending Paralysis)

Guillain-Barre Syndrome ( GBS ) yaitu salah satu penyakit ‘

demyelinating saraf (Nolte, 1999) yang juga merupakan salah satu

polineuropati. Merupakan kumpulan gejala gangguan pada saraf spinalis dan

saraf cranialis. Paralisis pada bagian ascenden atau paralisis landry, Penyebab

belum diketahui, umumnya terjadi paska infeksi virus (pernafasan dan saluran

cerna) selama 30 hari,  terjadi proses autoimmune dengan respon inflamasi

pada radiks dan saraf tepi (poliradikulopati dan polineuropati), terjadi AIDP

(Acute Inflamatory Demyelinating Poliradiculopathy), defisiensi Motorik dan

Sensori, dapat terjadi pada semua kelompok usia, frekuensi tertinggi pada

dewasa muda,  Laki-laki > Perempuan,  Kulit putih > kulit hitam.

Menurut Priguna Sidharta (1986) mengungkapkan bahwa GBS

merupakan idiopatik dengan karakteristik jenis infeksi yang bertanggung

jawab tidak ditentukan, yang dikenal sebagi infeksi respiratorius bagian atas

saja atau infeksi GI. Manifestasi polineuropati tersebut mulai timbul 1-3

minggu setelah penderita sembuh dari penyakit primernya. Pemeriksaan liquor

serebrospinalis mengungkapkan adanya disosiasi antara jumlah sel dan

Page 4: LPGBS

protein, yakni jumlah protein meningkat sedangkan jumlah sel normal. Ini

merupakan ciri khas dari polineuropati subakut yang disebabkan oleh proses

imunologis karena infeksi yang tidak dikenal (idiopatik).

2. Manifestasi Klinis

Gejalanya awitan neurologik diawali dengan: Parastesia ( kesemutan

dan kebas), dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas

atas, batang tubuh dan otot wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat

adanya paralisis yang lengkap.Saraf kranial yang paling sering terserang, yang

menunjukkan adanya paralisis pada okular, wajah dan otot orofaring dan juga

menyebabkan kesukaran berbicara, mengunyah dan menelan. Disfungsi

autonom yang sering terjadi dan memperlihatkan bentuk reaksi berlebihan

atau kurang bereaksinya sistem syaraf simpatis dan parasimpatis, seperti

dimanifestasikan oleh gangguan frekuensi jantung dan ritme, perubahan

tekanan darah (hipertensi transien, hipotensi ortostatik) dan gangguan

vasomotor lainnya yang bervariasi. Keadaan ini juga dapat menyebabkan

nyeri berat dan menetap pada punggung dan daerah kaki, seringkali pasien

menunjukkan adanya kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh sama seperti

keterbatasan atau tidak adanya refleks tendon. Perubahan sensori

dimanifestasikan dengan parestesia ( Smeltzer and bare, 2002)

3. Patofisiologi

Patofisiologi guillain barre syndrome mekanisme bagaimana infeksi,

vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya

demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak

ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma

ini adalah melalui mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa

merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini

adalah: Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler

(celimediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi, adanya auto

antibodi terhadap sistem saraf tepi, didapatkannya penimbunan kompleks

antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang

menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Page 5: LPGBS

 

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon

imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa

sebelumnya yang paling sering adalah infeksi virus. Dalam sistem kekebalan

seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping peran makrofag.

Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell

yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid

dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi

antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag

yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau

bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen

(antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan

padalimposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena

aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon

serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang

dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar

darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag .

Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin

disamping menghasilkan TNF dan komplemen.

Menurut ( Muttaqin Arif , 2008) Konduksi sel-sel secara normal ,sel

saraf terbentuk dari sebuah badan sel yang dikelilingi dendrit-dendrit dan

sebuah axon yang terdapat sepanjang tubuh sel yang berakhir pada ujung

Page 6: LPGBS

axon. Sel-sel Schwan terletak diantara/interval sepanjang axon dan membran

sel tersebut membungkus sekeliling axon dari lapisan myelin. Nodes rainver

(ruang-ruang di antara lapisan-lapisan) memiliki konduksi yang cepat

sepanjang axon. Perubahan kimia listrik tidak hanya terjadi pada nodes

tersebut namun juga sepanjang axon. Pada GBS, selaput myelin yang

mengelilingi axon hilang. Selaput myelin cukup rentan terhadap cedera karena

banyak agen dan kondisi, termasuk trauma fisik, hypoksia, toksik kimia,

insufisiensi vaskuler, dan reaksi imunologi demyelinisasi adalah respon yang

umum  dari jaringan saraf terhadap banyak kondisi yang merugikan. Axon

bermyelin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat dibandingkan axon tak

bermyelin. Kehilangan selaput myelin pada GBS membuat konduksi saltatori

tidak mungkin terjadi, dan transmisi impuls saraf dibatalkan.

Perkembangan yang cepat dari GBS

Enam puluh persen pasien  GBS dilaporkan adanya infeksi demam

yang ringan, biasanya merupakan infeksi pernafasan atau

gastrointestinal (lebih sedikit) yang terjadi 2 minggu sebelum

terjadinya GBS. Ada tiga tahapan GBS:

a) Initial Onset

Pada awalnya biasanya muncul gejala-gejala yang terjadi secara

mendadak,yaitu adanya parathesia (hilang rasa), nyeri dan atau

kekauan dari anggota badan yang diikuti dengan kelemahan

anggota badan. Pasien-pasien ini tidak hanya menderita kelemahan

dan parathesia,namun juga terjadi kelembekan dan nyeri otot. Hal

ini seperti apabila kita tidur dengan tangan tertekan sepanjang

malam sehingga saat bangun tangan kita terasa kaku, parathesia,

terasa lumpuh dan nyeri. Pasien mungkin tidak menjadi lebih

buruk dan hanya menderita GBS ringan, namun bagaimana pun

tahap ini dapat terjadi sampai 3 minggu dan pasien menjadi

semakin lemah dan mengakibatkan: arefleksia (tidak ada reflek),

menurunnya atau tidak berfungsinya otot-otot diafragma dan

intercosta, hilangnya sensani secara total, quadraplegia penuh.

Page 7: LPGBS

b) The Plateu Stage (tahap Mendatar)

Pada tahap ini tidak terjadi kemerosotan atau penambahan gejala.

Tahap ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa

minggu.

c) Recovery Stage (tahap penyembuhan)

Terjadi remyelinisasi dan penambahan konduksi. Hal ini dapat

terjadi dari 4 bulan sampai 3 tahun.

4. Pathway

(Terlampir)

5. Penatalaksanaan Diagnostik

Uji Diagnostik yang dapat dilakukan:

a. Riwayat pasien

Riwayat pasien merupakan hal yang sangat penting, perlu dicatat tidak

hanya demam pada 2-3 minggu sebelumnya.

b. Lumbal Punctie

Adanya kenaikan protein pada cairan serebrospinal namun tidak

ditemukan peningkatan Leukosit.

c. Tes Fungsi Paru

Dilihat kapasitas vital parunya, cek setiap jamuntuk melihat adanya

kelemahan. Jika kapasitas menurun sampai 20 mls/kg atau 1,5 liter,

pindahkan pasien ke ICU.

d.  Gambaran Kondusif Saraf

Terlihat adanya penurunan pada kecepatan konduksi saraf-saraf.

e. Elektro Myelogram

Pada rekaman elektro myelogram, kontraksi otot-otot dihasilnya dari

rangsangan listrik. Tidak adanya kontraksi menandakan hilangnya lapisan

myelin

6. Penatalaksanaan Medis

a. Plasmaferisis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksiantobiotik kedalam

sirkulasi sementara, yang dapat digunakan padaserangan berat dan dapat membatasi

keadaan yang memburuk padapasien dan demielinasi.

b. Pemberian immunoglobulin IV.

Imunoglobulin (Antibodi) adalah protein-protein pelindung yangterbentuk untuk

melawan sel-sel asing yang masuk dalam tubuh. Didalam tubuh imunoglobulin yang

Page 8: LPGBS

diproduksi terdiri dari berbagai tipe antara lain : IgA, IgE, IgD, IgG, IgM .( Buku

Saku Patofisiologi, 200. Tujuan terapi immunologi ada imunoglobulin yang

sengaja diproduksi untuk pengobatan. Pada pasien dengan GBS penggunaan terapi

imunoglobulin sangat bermanfaat selain plasmafaresis, terapi imunoglobulin bertujuan

untuk menghambat terbentuknya antibodi dari dalam tubuh yang merusak saraf dan

meningkatkan kekebalan tubuh. Immunoglobulin dapat menetralisasi autoantibodi

patologis yang ada atau menekan produksi autoantibodi  tersebut, IVIg

juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari

virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Tujuan pemberian

imunoglobulin adalah untuk menormalkankembali sistem pertahanan tubuh.

c. GBS dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis sehingga Pasien diatasi/dirawat di

unit perawatan intensif. Amati fungsi respirasi secara ketat, ukur kapasitas vital untuk

mengetahui kekuatan otot paru.

d. Karena gagal pernapasan merupakan problema utama pada sindroma Guillain-Barre.

Pasien yang mengalami masalah pernafasan memerlukan ventilator, kadang-kadang

untuk periode yang lama.Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika volume ekspirasi

paksaadalah < 12-15 mL/kg, kapasitas vital cepat menurun atau < 1000 mL dan

Pao2 < 70 mmHg, atau jika pasien sangat sukar mengeluarkan dahak dan diaspirasi.

Sekitar 10% sampai 20% pasien memerlukan ventilasi. Jika melakukan intubasi

endotrakeal, hindari obat-obatan yang menimbulkan paralisis (misalnya suksinilkolin)

karena meningkatnya resiko hiperkalemia yang membahayakan hidup.

e. Diperlukan pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan perubahan kecepatan atau

ritme jantung

f. Pemasangan NGT untuk mengatasi kekurangan nutrisi akibat kesulitan mengunyah

dan menelan.

g. Distrimia jangan dihubungkan dengan keadaan abnormal autonom yang diobati dengan

propanonol untuk mencegah takikardia dan hipertensi.

h. Atropine dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardia selama pengisapan

endotrakeal dan terapi fisik.

 

Page 9: LPGBS
Page 10: LPGBS
Page 11: LPGBS

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Pengkajian emergency & kritis

2. Intervensi Keperawatan Gawat Darurat

No Diagnosa kep. Tujuan dan Kriteria

hasil

Intervensi Rasional Ttd

1 Resiko tinggi

terhadap pola nafas/

bersihan jalan nafas tak

efektif  berhubungan

dengan kelemahan/

paralisis otot

pernafasan, kerusakan

refleks menelan.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan klien

dapat mendemonstrasikan

ventilasi adekuat, dengan

kriteria hasil :

1) Tak ada tanda

distress pernafasan

2) Bunyi nafas bersih

3) GDA dalam batas

normal.

Mandiri

1. Pantau frekuensi, kedalaman, dan 

kesimetrisan pernafasan. Catat

peningkatan kerja nafas dan

observasi warna kulit dan membran

mukosa

2. Kaji adanya perubahan

sensasi terutama  penurunan

respons pada T8 atau daerah lengan

atas/bahu.

3. Catat adanya kelemahan pernafasan

selama berbicara.

4. Auskultasi bunyi nafas, catat tidak

adanya bunyi/suara tambahan seperti

ronki, mengi

5. Tinggikan kepala tempat tidur atau

1. Peningkatan distress pernafasan

menandakan adanya kelelahan

pada otot pernafasan

2. Penurunan sensasi seringkali

mengarah kepada kelemahan

motorik: seperti kehilangan pada

tingkat T8 dapat mempengaruhi

otot interkostal. Oleh karenanya

tangan/lengan yang terkena

seringkali mengarah pada

masalah gagal nafas.

3. Indikator yang baik terhadap

gangguan fungsi  pernafasan/

menurunnya kapasitas vital paru

4. Peningkatan resistensi jalan nafas

Page 12: LPGBS

letakkan pasien pada posisi duduk

bersandar.

6. Evaluasi  refleks batuk,

refleks gag, atau  refleks menelan

secara periodik. : 

7. Lakukan penghisapan sekret, catat

warna dan jumlah dari sekret

(sputum).

Kolaborasi

1. Lakukan pemantauan terhadap

dan atau akumulasi sekret akan

mengganggu proses difusi gas

dan mengarah pada komplikasi

pernafasan (pneumonia).

5. Meningkatkan ekspansi paru dan

usaha batuk,menurunkan kerja

pernafasan dan membatasi

terjadinya risiko aspirasi sekret

6. Jika otot kepala dan otot leher

terkena, makaevaluasi ulang

terhadap refleks tersebut

harusdilakukan untuk mencegah

aspirasi, infeksi pulmonia, dan

gagal nafas.

7. Kehilangan kekuatan dan fungsi

otot mungkin mengakibatkan

ketidakmampuan pasien

untuk mempertahankan dan

atau membersihkan jalan nafas

1. Menentukan keefektifan dari

ventilasi sekarang dan kebutuhan

Page 13: LPGBS

analisa gasdarah, aksimteri nadi

secara teratur.

2. Tinjau ulang foto ronsen

3. Berikan terapi suplementasi oksigen

sesuai indikasi, dengan

menggunakan cara pemberian yang

sesuai kanula, masker oksigen, atau

ventilator mekanik.

4. Berikan obat/bantu dengan

tindakan pembersihan pernafasan,

seperti latihan pernafasan, perkusi

dada, vibrasi, dan drainase postural.

5. Siapkan untuk/mempertahankan

inkubasi,ventilator mekanik sesuai

kebutuhan..

6. Berikan perawatan trakeostomi jika

ada

untuk keefektifan dari intervensi.

2. Adanya perubahan merupakan

indikasi dari kongesti paru dan

atau atelektasis

3. Mengatasi hipoksia. Pelembaban

terhadap sekret (agar mudah

dikeluarkan) dan menjaga

kelembaban membran mukosa

karena hal tersebut

dapatmenurunkan iritasi jalan

nafas

4. Mempebaiki ventilasi dan

menurunkan atelektasis dengan

memobilisasi sekret dan

meningkatkan ekspansi alveoli

paru

5. 10%-20% pasien mengalami

gangguan pernafasan yang cukup

berarti yang memerlukan

intervensi yang terus-menerus

6. Mungkin diperlukan untuk

penatalaksanaan  jalan nafas dan

Page 14: LPGBS

sekresi

2. Kerusakan mobilitas

fisik berhubungan

dengan kerusakan

neuromuskuler

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan klien

mampu mempertahan mobilitas

fisik tanpa ada komplikasi

dengan kriteria hasil:

1. Tidak ada laporan

kontraktur,dekubitus.

2. Meningkatkan

kekuatan ototdan

fungsi bagian yang

sakit.

3. Mendemonstrasikan

teknik/perilaku yang

memungkinkan

melakukan kembali

aktivitas yang

diinginkan

Mandiri:

1. Kaji kekuatan motorik dengan

menggunakan skala 0-5. Lakukan

pengkajian secara teratur.

2. Berikan posisi pasien

yang menimbulkan rasa nyaman.

Lakukan perubahan posisi dengan

jadwal yang teraur sesuai kebutuhan

secara individual.

3. Sokong ekstremitas dan persendian

dengan

bantal, crochanter roll, papan kaki..

4. Lakukan latihan rentang

gerak positif. Hindari latihan aktif

selama fase akut.

5. Koordinasikan asuhan

yang diberikan dan periode istirahat

tanpa gangguan.

6. Anjurkan untuk melakukan latihan

yang terus dikembangkan, seperti

duduk di sisi tempat tidur dengan

1. Menentukan

perkembangan/munculnya

kembali tanda yang menghambat

tercapainya tujuan.

2. Menurunkan kelelahan, 

meningkatkan relaksasi,menurun

kan risiko terjadinya

iskemia/kerusakan pada kulit.

3. Mempertahankan ekstremitas

dalam posisifisiologis, mencegah

kontraktur dan kehilangan fungsi

sendi

4. Menstimulasi sirkulasi,

meningkatkan tonus ototdan

meningkatkan mobilisasi sendi.

5. Penggunaan otot secara

berlebihan dapat meningkatkan

waktu yang diperlukan

untuk remielinisasi, karenanya

dapat memperpanjangwaktu

Page 15: LPGBS

sokongan, bangkit dari kursi, dan

kemudian ambulasi sesuai

kemampuan.

7. Berikan lubrikasi/minyak artifisial 

sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :

1. Konfirmasikan dengan atau rujuk ke

bagian terapi fisik/terapi okupasi.R

penyembuhan

6. Kegiatan latihan pada bagian

tubuh yang terkena yang

ditingkatkan secara bertahap,

meningkatkan fungsi organ

normal dan memiliki efek

psikologis yang positif

7. Mencegah kekeringan dari

jaringan tubuh yang halus ketika

pasien tidak dapat

menutup/mengedipkan mata

secara memadai.

1. Bermanfaat dalam

menciptakan kekuatan otot

secara individual/ latihan

terkondisi dan program

latihan berjalan dan

mengidentifikasi alat bantu.

Page 16: LPGBS

3 Resiko tinggi

terhadap perubahan

nutrisi kurang

kebutuhan

tubuh berhubungan

dengan kerusakan

neuromuscular yang

mempengaruhi refleks

gagal/batuk/menelanda

n fungsi GI

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan tidak

terjadi  perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan, dengan

kriteria hasil klien mampu:

1. Mendemonstrasikan

berat badan stabil.

2. Normalisasi nilai-nilai

laboratorium.

3. Tidak

ada tanda malnutrisi 

(mata cekung,

konjungtiva

anemis,kurus, tilang

dada menonjol)

Mandiri:

1. Kaji kemampuan untuk

mengunyah, menelan, batuk, pada

keadaan yang teratur.

2. Auskultasi bising usus, evaluasi

adanya distensi abdomen..

3. Catat masukan kalori setiap hari.

4. Catat makanan yang disukai atau

tidak disukai oleh pasien dan

termasuk dalam pilihan diet yang

dikehendaki.

5. Berikan makanan setengah

padat/cair 

6. Anjurkan untuk makan sendiri.

Izinkan untuk makansesuai waktu

yang diinginkan atau yang

memungkinkan bagi pasien untuk

terus berusaha sendiri.

Beri bantuan/beri makan kebutuhan.

7. Anjurkan orang terdekat ikut

berpartisipasi pada waktu makan,

seperti memberi makan dan

1. Kelemahan otot dan refleks yang

hipoaktif/hiperaktif dapat

mengindikasikan kebutuhan akan

metode makasi alternatif, seperti

melalui selang NG dan

sebagainya

2. Perubahan fungsi lambung sering

terjadi akibat dari paralisis/

imobilisasi

3. Mengidentifikasi kekurangan

makanan dan kebutuhannya.

4. Meningkatkan rasa kontrol dan

mungkin juga dapat

meningkatkan usaha untuk

makan

5. Makanan lunak/setengah padat

menurunkan risiko terjadinya

aspirasi

6. Derajat hilangnya kontrol motorik

mempengaruhi kemampuan

Page 17: LPGBS

membawa makanan kesukaan

pasien dari rumah.

8. Timbang berat badan setiap hari.

Kolaborasi :

1. Berikan diet tinggi kalori atau protein

nabati.

2. Pasang/pertahankan selang NG.

berikan makananenteral/parenteral.

untuk makan sendiri.

7. Memberikan waktu

bersosialisasi yang

dapatmeningkatkan jumlah

masukan makanan pada pasien.

8. Mengkaji keefektifan aturan diet

1. Makanan suplementasi dapat

meningkatkan pemasukan nutrisi

2. Dapat diberikan jika pasien tidak

mampu untuk menelan, untuk

pemasukan makanan kalori,elektrolit

dan mineral

4. Resiko tinggi

konstipasi/

diare berhubungan

dengan kerusakan

neuromuskuler 

(kehilangan sensasi dan

refleks anal),

imobilitas, perubahan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan klien

mampu mempertahankan pola

eliminasi usus tanpa ileus

Mandiri :

1. Anjurkan pasien untuk minum

paling sedikit 2000ml/hari (jika

pasien dapat menelan)

2. Berikan privasi dan posisi fowler

pada tempat tidur dengan teratur.

3. Auskultasi bising usus, catat

adanya/tidak atau perubahan bising

4. Makanan suplementasi dapat

meningkatkan pemasukan nutrisi.

5. Meningkatkan usaha evakuasi

feses.

6. Penurunan/hilangnya bising usus

dapat merupakan indikasi adanya

ileus paralitik yang berarti

Page 18: LPGBS

pada masukan diet/

cairan

usus..

4. Catat adanya distensi abdomen, nyeri

tekan. Ukur lingkar perut sesuai

kebutuhan..

5. Pantau adanya mual, muntah,

penghentian feses.

Kolaborasi:

1. Beri obat pelembek feses,

supositoria, laksatif,

atau penggunaan selang cektal sesuai

kebutuhan.

2. Tingkatkan diet makanan yang

berserat atau perubahan kecepatan

dan jenis dari makanan sonde jika

ada kebutuhan..

3. Pasang/pertahankan selang

NGT jika ada kebutuhan.

hilangnya motilitas usus dan atau

ketidakseimbangan elektrolit

7. Dapat mencerminkan

perkembangan ileus paralitik atau

adanya impoksi fekal

8. Kecepatan perkembangan pada

ileus yang komplit dapat

bervariasi tetapi dapat

diperkirakan.

1. Mencegah konstipasi,

menurunkan distensi abdomen

dan membantu dalam keteraturan

fungsi defekasi.

2. Membantu dalam mengatur

konsistensi fekal dan menurunkan

konstipasi

3. Menurunkan mual dan muntah

dan melakukan dekompresi pada

distensi abdomen

yang berhubungan dengan

hilangnya peristaltik,munculnya

Page 19: LPGBS

ileus paralitik 

5 Ansietas/ ketakutan 

berhubungan

dengankrisis

situasional,ancaman

kematian/ perubahan

dalam status kesehatan

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan

ansietas klien berkurang sampai

tingkat yang dapat diatasi,

dengan kriteria hasil klien

mampu:

1. Menerima dan

mendiskusikan rasa

takut.

2. Mengungkapkan

pengetahuan yang

akurat tentang situasi.

3. Tampak rileks dan

melaporkan ansietas

berkurang sampai

tingkatdapat diatasi.

Mandiri:

1. Tempatkan pasien dekat dengan

ruang perawat, periksa pasien secara

teratur.

2. Berikan bentuk komunikasi alternatif

jika diperlukan.

3. Diskusikan adanya perubahan citra

diri, ketakutan akan hilangnya

kemampuan yang menetap,

kehilangan fungsi, kematian masalah

mengenai

kebutuhan penyembuhan..

4. Berikan penjelasan singkat mengenai

perawatan,rencana perawatan

dengan orang terdekat.

1. Memberikan keyakinan bahwa

bantuan segera dapat diberikan.

2. Menurunkan perasaan

tidak berdaya dan perasaan

terisolasi.

3. Membawa perasaan takut

secara terbuka,memberikan

kesempatan untuk

mengkaji persepsi/informasi yang

salah dari pasien dan memberikan

pemecahan masalah

4. pemahaman yang baik dapat

meningkatkan kerjasama pasien

dalam kebutuhan akan

melakukan aktivitas. Pelibatan

pasien dan orang terdekat dapat

mempertahankan beberapa

perasaan kontrol yang akan

meningkatkan harga diri.

Page 20: LPGBS
Page 21: LPGBS

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd

ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan

Keperawatan Padjadjaran.YPKAI: Bandung

Price A.S. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:

Jakarta.

Smeltzer,S.C & Bare B.G. (2006) . Buku ajar keperawatan medical bedah , Edisi

8. EGC : Jakarta

Mansjoer,dkk. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid 2.Media

Aesculapis : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia

Sartono, dkk. (2013). Basic Trauma Cardiac Life Suport- BTCLS. GADAR

MEDIK INDONESIA

Hudak, Gallo. (1996). Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV. EGC :

Jakarta

Muttaqin, Arif.(2008). Buku ajar keperawatan dengan gangguan sistem

persyarafan. Salemba Medika : Jakarta. Diakses pada tanggal 24

agustus 2013 dari http://books.google.co.id/books

Page 22: LPGBS