40
BAB I PENDAHULUAN Diskusi tutorial modul HAM pertama dengan kasus “Seorang Pasien Yang Minta Disuntik Mati” Dimulai dengan sesi pertama pada hari Selasa, 16 Juli 2013 dan dilanjutkan dengan sesi kedua pada hari Rabu, 17 Juli 2013 di ruang 708A. Pada diskusi sesi pertama dimulai dari pukul 13.00-14.30 yang dipimpin oleh Fadhilla Sekar dengan sekretaris Ricka Hardi dibimbing dr. Rudy Hartanto sebagai tutor. Pada diskusi sesi kedua dimulai dari pukul 08.00-09.30 yang dipimpin Chairunnisa dengan sekretaris Fadhilla Sekar dibimbing Prof. Murad sebagai tutor. Pada diskusi kali ini telah dibahas mengenai Seorang Pasien Yang Minta Disuntik Mati. Diskusi ini berjalan dengan lancar dengan menjawab beberapa learning issue yang sudah dibahas saat diskusi. Diskusi kasus sesi pertama dan kedua berlangsung dengan kondusif. Semua anggota yang berjumlah 13 orang ikut berpartisipasi dengan memberikan pendapatnya masing-masing berdasarkan referensi yang mereka miliki. 1

Makalah 5 HAM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

vbx bbgf

Citation preview

Page 1: Makalah 5 HAM

BAB I

PENDAHULUAN

Diskusi tutorial modul HAM pertama dengan kasus “Seorang Pasien Yang Minta

Disuntik Mati” Dimulai dengan sesi pertama pada hari Selasa, 16 Juli 2013 dan dilanjutkan

dengan sesi kedua pada hari Rabu, 17 Juli 2013 di ruang 708A.

Pada diskusi sesi pertama dimulai dari pukul 13.00-14.30 yang dipimpin oleh Fadhilla

Sekar dengan sekretaris Ricka Hardi dibimbing dr. Rudy Hartanto sebagai tutor.

Pada diskusi sesi kedua dimulai dari pukul 08.00-09.30 yang dipimpin Chairunnisa

dengan sekretaris Fadhilla Sekar dibimbing Prof. Murad sebagai tutor.

Pada diskusi kali ini telah dibahas mengenai Seorang Pasien Yang Minta Disuntik Mati.

Diskusi ini berjalan dengan lancar dengan menjawab beberapa learning issue yang sudah dibahas

saat diskusi. Diskusi kasus sesi pertama dan kedua berlangsung dengan kondusif. Semua anggota

yang berjumlah 13 orang ikut berpartisipasi dengan memberikan pendapatnya masing-masing

berdasarkan referensi yang mereka miliki.

DAFTAR ISI

1

Page 2: Makalah 5 HAM

PENDAHULUAN 1

DAFTAR ISI 2

LAPORAN KASUS 3

PEMBAHASAN

Identifikasi Masalah 4

Pembahasan Mengenai Kondisi Pasien 5

Euthanasia dan Bunuh Diri Menurut Hukum, Bioetika dan Agama 7

Penyalahgunaan Narkotika Menurut Hukum, Bioetika dan Agama 13

TINJAUAN PUSTAKA 20

KESIMPULAN 26

DAFTAR PUSTAKA 27

BAB II

LAPORAN KASUS

2

Page 3: Makalah 5 HAM

Skenario Kasus

Mino, 27 tahun, diantar tetangganya berobat di sebuah rumah sakit pemerintah karena

demam dan batuk-batuk sudah lama dan tidak kunjung sembuh. Pasien tampak tidak terawat

dengan baik, pucat, lemah, dan kurus. Pada pemeriksaan diketahui pasien menderita pneumonia

dan positif menderita HIV/AIDS.

Dari riwayat kehidupan pribadinya diketahui, pasien adalah anak ketiga dari tiga

bersaudara. Keluarganya cukup harmonis dan kondisi sosial ekonomi juga cukup baik. Dari sejak

kecil, pasien dikenal sebagai anak yang sulit diatur. Ketika pasien duduk di kelas 5 sekolah

dasar, sudah biasa merokok dan bahkan sudah menggunakan obat-obat terlarang. Pada saat

duduk di SMP, pasien sudah berani ke prostitusi, melakukan hubungan seks dengan psk, dan

pasien sudah kecanduan heroin. Di lenganya tampak bekas-bekas tusukan jarum suntik,

Beberapa kali pasien ditangkap polisi dan dimasukan ke panti rehabilitasi, namun pasien kembali

menggunakan heroin.

Keluarga pasien merasa kewalahan mengurus pasien. Sesudah pasien diberi warisan yang

menjadi haknya, keluarganya tidak mau lagi berurusan dengan pasien. Segala perbuatannya

harus ia tangguung sendiri dan keluarganya sudah lepas tangan. Uang dari warisan sudah habis

digunakan untuk membeli heroin dan berfoya-foya dengan psk. Sebelum dirawat, pasien sering

tampak mengemis di jalan untuk menyambung hidupnya. Kepada dokter yang merawat, pasien

berkali-kali minta agar disuntik saja obat yang mematikan karena hidupnya sudah tidak ada

manfaatnya lagi bahkan sering menyusahkan orang lain.

Pasien tampak begitu sedih dan kecewa ketika dokter tidak kunjung mau menyuntikan

obat yang mematikan. Dengan sisa tenaga yang masih ada, pasien lalu terjun bebas dari lantai 5

tempat ia dirawat. Beruntung pasien pasien masih bisa diselamatkan, namun ia menderita cedera

kepala parah dan tidak sadarkan diri.

Tiga hari kemudian pasien meninggal dunia.

BAB III

3

Page 4: Makalah 5 HAM

PEMBAHASAN

I. Identifikasi Masalah

1. Pasien mengalami demam dan batuk tidak sembuh sembuh, dan pada

pemeriksaan lanjutan pasien didapatkan menderita pneumonia dan HIV/AIDS.

Penyakit lain pasien mungkin merupakan manifestasi dari HIV/AIDS sehingga

kesembuhan pasien terganggu.

2. Pergaulan bebas dan penggunaan narkotika jarum suntik, dimana kedua hal ini

merupakan faktor resiko terbesar yang menjadi cara penyebaran HIV/AIDS.

Penggunaan narkotika juga menimbulkan masalah ketergantungan yang dapat

berdampak pada masalah ekonomi dan sosial.

3. Keluarga pasien tidak mau lagi berurusan dengan pasien, segala perbuatan pasien

harus ditanggung sendiri , dan keluarganya sudah lepas tangan. Menurut pendapat

kelompok kami, keluarga pasien seharusnya tidak bersikap demikian, sebab

pasien sedang dalam keadaan yang sangat terpuruk. Hal ini justru hanya akan

memperparah kondisi pasien yang masih dibawah pengaruh obat-obatan terlarang.

Dalam keadaan begini ada baiknya, dokter yang bersangkutan memberikan

edukasi juga kepada keluarga agar seharusnya pasien didukung dan diberikan

pendekatan secara agama .

4. Pasien berkali-kali minta agar disuntik saja obat yang mematikan karena

menurutnya hidupnya sudah tidak ada manfaatnya lagi. Terlihat bahwa pasien,

sedang berada pada fase depresi (menurut teori Elizabeth Kubbler Ross). Pasien

putus asa, dan disinilah peran dokter untuk merangkul pasien agar kembali

bangkit.

5. Dokter menolak untuk menyuntikkan obat-obat yang mematikan bagi pasien.

Dokter disini sudah bersikap dengan benar sebab euthanasia , di Indonesia baik

dimata hukum, etik, dan agama tidak dibenarkan.

6. Keesokan harinya pasien bunuh diri, mengalami cedera kepala yang parah, lalu 3

hari kemudian pasien meninggal dunia. Dalam hal ini, pasien mengambil langkah

yang sangat ‘nekat’, puncak depresi pasien dan juga kemungkinan ada pengaruh

4

Page 5: Makalah 5 HAM

obat-obatan. Secara agama jelas, tindakan bunuh diri merupakan hal yang sangat

dilarang, karena seyogyanya, yang menentuka hidup-mati seseorang itu adalah

Tuhan YMK.

II. Pembahasan Tentang Kondisi Pasien

Dalam kondisi apapun, sesungguhnya keluarga pasien tidak pantas untuk

menelantarkan pasien begitu saja, meskipun pasien telah diberi hak warisannya.

Bagaimanapun keadaan pasien, keluarga harus tetap mendukung dan memberikan

semangat kepada pasien. Dengan sikap keluarga seperti dalam kasus ini, maka dapat

memperburuk keadaan pasien, seharusnya keluarga pasien dengan lapang dada

menerima kembali dan merawat pasien sebagai keluarga.

Penelantarkan rumah tangga termasuk tindakan yang tidak baik dan tercela,

dalam pandangan masyarakat umum orang menelantarkan keluarga dinilai telah

melakukan tindakan tidak terpuji dan secara sosial akan mendapatkan sanksi berupa

cap tercela pada pelaku penelantaran. Dalam hukum positif, penelantaran dalam

rumah tangga dapat digolongkan sebagai tindakan kekerasan dalam rumah tangga

(domestic violence) dan merupakanstrafbaar feit dengan pengertian perbuatan yang

dilarang oleh peraturan hukum pidana dan tentu saja dikenakan sanksi pidana bagi

siapa saja yang melanggarnya.

Dalam kasus kekerasan rumah tangga seperti tindakan penelantaran, memang

yang paling rentan untuk menjadi korban adalah wanita/isteri dan anak. Salah satu

penyebabnya karena berbagai keterbatasan natural yang dimiliki wanita/isteri serta

anak dibandingkan kaum pria, baik secara fisik maupun psikis.

Kondisi tersebut diperburuk dengan persepsi sebagian masyarakat. Bahwa

peristiwa kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik maupun penelantaran

masih dianggap persoalan dalam rana domestik, yang tidak perlu orang luar

mengetahui dan penyelesaiannya cukup diselesaikan secara internal kekeluargaan.

Dengan keluarnya Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

5

Page 6: Makalah 5 HAM

Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga, bukan lagi persoalan pribadi, internal keluarga, yang penyelesaiaannya

cukup secara kekeluargaan, namun domestic violence telah merangkap rana pidana.

Penelantaran yang dimaksud penulis di sini adalah penelantaran menurut pasal

9 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga yang berbunyi:

“setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan

atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharan

kepada orang tersebut”.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut jelas, bahwa yang dimaksud dengan

penelantaran adalah setiap bentuk pelalaian kewajiban dan tanggung jawab seseorang

dalam rumah tangga yang menurut hukum seseorang itu telah ditetapkan sebagai

pemegang tanggung jawab terhadap kehidupan orang yang berada dalam lingkungan

keluarganya.

Jadi konkretnya penelantaran rumah tangga yang dimaksud disini adalah

penelantaran yang dilakukan misalnya oleh orang tua terhadap anak. namun

penelantaran yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak hanya sebatas keluarga inti,

berdasarkan pasal 2 di atas, juga dapat disebut melakukan penelantaran bila

menelantarkan keluarga lain yang tinggal bersamanya dan menggantungkan

kehidupannya kepada kepala rumah tangga.

III. Euthanasia dan Bunuh Diri Menurut Hukum, Bioetika dan Agama

A. Menurut Hukum

6

Page 7: Makalah 5 HAM

i. UU no 39/1999 tentang HAM

Hak yang paling utama dimiliki manusia adalah hak untuk hidup, di mana

didalam hak untuk hidup tersebut tercakup pula didalamnya hak untuk mati,

meskipun hak tersebut tidak mutlak.

ii. KUHP pasal 304

Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam

keadaan sengsara, padahal menurut hokum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada

orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

iii. KUHP pasal 306 (2)

Jika mengakibatkan kematian perbuatan tersebut dikenakan pidana maksimal 9 tahun.

iv. KUHP pasal 338

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

v. KUHP pasal 340

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati

atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.

vi. KUHP pasal 344

Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri

yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara

paling lama dua belas tahun.

Bentuk pelanggaran disiplin kedokteran (KKI)

Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kiehidupan pasien atas permintaan

sendiri dan atau keluarganya

7

Page 8: Makalah 5 HAM

Setiap dokter tidak dibenarkan melakukan perbuatan mengakhiri kehidupan

manusia, karena bertentangan dengna sumpah kedokteran, etika, tujuan

profesi, aturan hukum pidana.

Pada kondisi terminal, dimana upaya kedokteran futile/sia-sia menurut SOTA

ilmu kedokteran maka dengan persetujuan pasien/keluarga, dokter dapat

menghentikan pengobatan, tapi tetap memberi perawatan yang layak.

Dianjurkan untuk berkonsultasi dengan sejawatnya atau komisi etis rumah

sakit tersebut.

vii. KUHP pasal 345

Barang siapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan atau memberi sarana kepadanya untuk itu,

diancam dengan pidana paling lama 4 tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

viii. KUHP pasal 356(3)

Kejahatan yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi

nyawa dan kesehatan untuk dimakan atau diminum.

B. Menurut Etika

a. Euthanasia

Kata euthanasia terdiri dari dua kata dari bahasa Yunani, yaitu eu (baik)

dan thánatos (kematian). Jadi secara harafiah euthanasia berarti mati yang layak

atau mati yang baik (good death) atau kematian yang lembut. Beberapa kata lain

yang berdasar pada gabungan dua kata tersebut misalnya: Euthanatio: aku

menjalani kematian yang layak, atau euthanatos (kata sifat) yang berarti “mati

dengan mudah“, “mati dengan baik” atau “kematian yang baik”. (1) Secara

etimologis, euthanasia di zaman kuno berarti kematian yang tenang tanpa

penderitaan yang hebat. Dalam arti aslinya (Yunani) kata ini lebih berpusat pada

cara seseorang mati yakni dengan hati yang tenang dan damai, namun bukan pada

percepatan kematian. Dalam arti yang lebih sempit, euthanasia dipahami

8

Page 9: Makalah 5 HAM

sebagai mercy killing, membunuh karena belas kasihan, entah untuk mengurangi

penderitaan, entah terhadap anak cacat, orang sakit jiwa, atau orang sakit tak

tersembuhkan.

Sedangkan dalam sudut pandang medis, euthanasia diartikan sebagai

mengakhiri kehidupan pasien terminal dengan sengaja oleh dokter (secara aktif,

tidak digunakan lagi istilah euthanasia pasif) atas permintaan pasien sendiri.

Permintaan ini harus dilakukan pasien secara serius yaitu dengan mengajukan

permintaan berulang kali dan secara tertulis serta harus dibedakan dengan pasien

yang hanya meminta perhatian (cry for help).

Ditinjau dari sudut bioetik, euthanasia masih merupakan kontroversi.

Terdapat beberapa poin yang pro dan kontra terhadap tindakan ini, yaitu :

Argumen Pro Euthanasia Argumen Kontra Euthanasia

Menghormati hak dan otonomi pasien

(right to die, right to die with dignity)

Bertentangan dengan sifat dasar profesi

medis (berpihak pada kehidupan)

Menghilangkan penderitaan (mercy

killing, compassion)

Kemajuan ilmu dan teknologi

kedokteran (mampu membuat pasien

merasa aman dan nyaman)

Kualitas hidup pasien yang menurun Bahaya slippery slope

Dari segi filosofis, persoalan euthanasia berhubungan erat dengan

pandangan otonomi dan kebebasan manusia di mana manusia ingin menguasai

dirinya sendiri secara penuh sehingga dapat menentukan sendiri kapan dan

bagaimana ia akan mati (hak untuk mati). Perdebatan mengenai euthanasia dapat

diringkas sebagai berikut: atas nama penghormatan terhadap otonomi manusia,

manusia harus mempunyai kontrol secara penuh atas hidup dan matinya sehingga

seharusnya ia mempunyai kuasa untuk mengakhiri hidupnya jika ia

menghendakinya demi pengakhiran penderitaan yang tidak berguna.

9

Page 10: Makalah 5 HAM

Ada suatu prinsip etika yang sangat mendasar yaitu kita harus

menghormati kehidupan manusia. Tidak pernah boleh kita mengorbankan

manusia kepada suatu tujuan tertentu. Prinsip ini dirumuskan sebagai “kesucian

kehidupan” (the sanctity of life). Kehidupan manusia adalah suci karena

mempunyai nilai absolut dan karena itu dimana-mana harus dihormati.(2)

Setiap orang memiliki martabat (nilai) sendiri-sendiri yang ada secara

intrinsik (ada bersama dengan adanya manusia dan berakhir bersama dengan

berakhirnya manusia). Keberadaan martabat manusia ini terlepas dari pengakuan

orang, artinya ia ada entah diakui atau tidak oleh orang lain. Masing-masing orang

harus mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri-sendiri dan oleh karena itu

masing-masing orang memiliki tujuan hidupnya sendiri. Karena itu, manusia tidak

pernah boleh dipakai hanya sebagai alat/instrumen untuk mencapai suatu tujuan

tertentu oleh orang lain.

Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia.

Argumentasi yang banyak dipakai adalah hak pasien terminal: the right to die.

Menurut mereka, jika pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta

agar penderitaannya segera diakhiri. Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh

penderitaan. Euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan hanya sekedar

mempercepat kematiannya, sekaligus memungkinkan “kematian yang baik”,

tanpa penderitaan yang tidak perlu.(1)

b. Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif

orang lain. Alasan atau motif bunuh diri bermacam-macam, namun biasanya

didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk

mencapai sesuatu harapan. Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri

dalam masyarakat, yaitu:

1. egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),

2. altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan

3. anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi

kebingungan).

10

Page 11: Makalah 5 HAM

Ditinjau dari pandangan moral dan etika, bunuh diri jelas tidak sesuai

keempat kaidah dasar bioetika yaitu autonomy, beneficence, non-maleficence dan

justice. Orang yang melakukan bunuh diri dinilai tidak kompeten dalam

mengambil keputusan karena ia berada dibawah pengaruh atau stress berat, oleh

karena itu tidak ada kaidah moral dan etika yang membenarkan bunuh diri.

C. Menurut Agama

i. Islam

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam

kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu

untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas

permintaan pasien sendiri atau keluarganya.

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang

mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun

membunuh diri sendiri.

Misalnya firman Allah SWT :

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk

membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam :

151)

“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang

lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).

Pada prinispnya pembunuhan secara sengaja terhadap orang yang sedang

sakit berarti mendahului takdir. Allah telah menentukan batas akhir usia manusia.

Dengan mempercepat kematiannya, pasien tidak mendapatkan manfaat dari ujian

yang diberikan Allah Swt kepadanya, yakni berupa ketawakalan kepada-Nya

11

Page 12: Makalah 5 HAM

Raulullah saw bersabda:“Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu

musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan maupun penyakit, bahkan

duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya

dengan musibah yang dicobakannya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).

ii. Hindu

Dilihat dari sudut pandang Agama Hindu Euthanasia/hak untuk mati,

bunuh diri, dan membantu bunuh diri, semuanya itu tidak dapat dibenarkan

menurut ajaran sastra: “Berlawanan dengan ajaran Ahimsa (tidak membunuh)”.

Hanya Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) yang berwenang menentukan lahir,

hidup, dan mati manusia (utpati, sthiti, dan pralina).

iii. Budha

Euthanasia dan Bunuh diri dalam agama buddha dilarang karena

melanggar sila pertama yaitu larangan untuk membunuh(menghilangkan nyawa

orang lain/menghilangkan nyawa sendiri).

5 sila pada agama Buddha :

1. Jangan membunuh

2. Jangan mengingini barang yang tidak diberikan kepadamu

3. Jangan melakukan asusila

4. Jangan berdusta

5. Jangan makan/minum yang melemahkan kesadaran (memabukkan)

Dalam agama Buddha tidak ada hak, termasuk hak untuk mati, yang ada adalah

kewajiban. Kewajiban sesuai dengan eksistensinya sebagai manusia : orang tua,

anak, suami, istri, murid, guru, majikan, karyawan, rakyat, pemimpin/raja.

iv. Kristen

Menurut Alkitab, Tuhan tidak pernah mengijinkan manusia untuk

membunuh manusia. Itu juga melanggar perintah Tuhan yang keenam, yaitu

12

Page 13: Makalah 5 HAM

jangan membunuh. Dengan menolak euthanasia, kita mendorong pengembangan

dan penggunaan alternatif untuk meringakan penderitaan, menumbuhkan

persahabatan, dan memberikan kesempatan untuk dukungandan konseling

spiritual.

v. Katolik

Bagimanapun keadaan seseorang bahkan sampai titik tak berdaya

sekalipun, ia adalah manusia yang mempunyai martabat luhur. Martabat

kemanusiaan itu tidak tergantung pada pengakuan orang lain. Martabat itu tetap

utuh meski seseorang diremehkan oleh orang lain. Manusia tak boleh dijadikan

instrumen (obyek), ia adalah subyek yang mempunyai tujuan hidupnya sendiri

dan harus mempertanggungjawabkan hidupnya. Meskipun manusia itu adalah

subjek dan otonom terhadap dirinya sendiri, manusia tidak boleh mengakhiri

hidup manusia lain maupun dirinya sendiri. Moral menegaskan bahwa hidup itu

bukan milik manusia tatapi milik Allah. Hidup manusia itu adalah suci karena

berasal dari Allah dan hidup manusia itu tujuan akhirnya adalah Allah sendiri.

Oleh karena kesucian itu, maka hidup manusia tak boleh dihancurkan, tetapi harus

dilindungi, dijaga, dan dipertahankan.(2)

Dalam KGK (Katekismus Gereja Katolik) 2258 dikatakan bahwa

kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan kekuasaan

Allah Pencipta dan untuk selama-lamanya tinggal dalam hubungan khusus dengan

Penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah sajalah Tuhan kehidupan sejak

awal sampai akhir: tidak ada seorang pun boleh berpretensi mempunyai hak,

dalam keadaan mana pun, untuk mengakhiri secara langsung kehidupan manusia

yang tidak bersalah" (DnV intr. 5).

13

Page 14: Makalah 5 HAM

IV. Penyalahgunaan Narkotika Menurut Hukum, Bioetika dan Agama

A. Menurut Hukum

Kajian kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana

penyalahgunaan narkotika dihubungkan dengan UU No. 35 tahun 2009,

diperlukan dalam upaya penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan

narkotika. Sejalan dengan ketentuan Pasal 10 KUHP, maka jenis-jenis pidana

dalam UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dirumuskan dalam 4 (empat)

jenis pidana pokok, yaitu :

1.Pidana mati;

2.Pidana penjara;

3.Denda;

4.Kurungan.

Pasal Pasal Mengenai Narkotika

Pasal 111

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,

memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I

dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)

tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau

melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur

hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditambah 1/3 (sepertiga).

14

Page 15: Makalah 5 HAM

Pasal 112

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus

juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan

Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur

hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur

hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliarrupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi

perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika

Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman

beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau

dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan

pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6

(enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun;

15

Page 16: Makalah 5 HAM

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan

Pasal 103.

(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah

Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

B. Menurut Etika

Penyalahgunaan narkotika tidak dibenarkan secara etika karena melanggar

norma-norma yang berlaku di masyarakat. Penyalahgunaan narkotika dapat

memberikan dampak buruk baik dari segi fisik maupun psikis antara lain dapat

menghilangkan rasa sakit, rasa tidak enak, menimbulkan perasaan nikmat,

gembira dan percaya diri, bersifat memabukkan yang berakibat timbulnya

halusinasi, menimbulkan ketergantungan serta efek samping yang dapat

membahayakan bagi kesehatan penggunanya. Penyalahgunaan zat tersebut dapat

merusak sel-sel syaraf otak sehingga terjadi perubahan perilaku dan dapat

menyebabkan penyimpangan norma-norma sosial, adat, agama dan kesusilaan.

C. Menurut Agama

i. Islam

Islam mengajarkan agar manusia senantiasa hidup sehat, dan Islam

melarang manusia mengkonsumsi segala macam makanan serta minuman yang

akan mengganggu dan merusak kesehatan manusia, termasuk penyalahgunaan

narkotika. Narkotika  yang seharusnya digunakan untuk mengobati namun malah

digunakan untuk kesenangan pribadi.

16

Page 17: Makalah 5 HAM

Dalam Islam sendiri tidak dijelaskan secara langsung, baik itu dalam Al-

Quran maupun Hadist mengenai masalah Narkotika ini, namun bila melihat efek

dan dampak yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkotika ini, yang bahkan

bisa melebihi dampak dari minuman keras maka ayat-ayat Al-Quran yang

melarang dan mengharamkan minuman keras dapat dijadikan dasar terhadap

dilarang dan diharamkannya penyalahgunaan narkotika. Seperti yang disebutkan

dalam Al Quran:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar (minuman keras) dan judi.

Katakanlah: ‘pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi

manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.’ Dan mereka

bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘yang lebih dari

keperluan/’ demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu

berfikir.” (QS. Al Baqarah: 219)

Dalam Hadistnya Rasul juga berkata:

“Rasulullah SAW melarang dari setiap barang yang memabukakan dan

yang melemahkan akal dan badan.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Berdasarkan ayat Al Quran dan hadist tersebut maka bisa disimpulkan

kalau penyalahgunaan narkotika dikatakan haram karena membawa dampak yang

jauh lebih buruk sama seperti minuman keras.

ii. Kristen

Kristen mengingatkan penganutnya untuk menjauhi Narkoba. Dalam

Korintus 7:1, dijelaskan “sucikan dirimu dari semua hal yang mencemarkan

jasmani dan rohani, supaya kedudukanmu sempurna di dalam takut Allah”.

Menurut pandangan agama Kristen, tubuh harus dipelihara, dijaga dan disucikan,

jangan melakukan dosa. Oleh karena Narkoba dapat merusak tubuh, baik jiwa,

raga maupun akal, maka penggunaan Narkoba merupakan hal yang tidak

diperbolehkan.

17

Page 18: Makalah 5 HAM

Dari ayat dalam Kejadian 1: 26—28 dan Kejadian 2:15 dapat kita ketahui

bahwa“ Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, dan Allah

menciptakan kita untuk berkuasa, menaklukkan, dan memelihara bumi dan segala

isinya”. Segambar menurut gambar dan rupa Allah bukan hanya sekedar

bentuk fisik atau juga wajah, tetapi juga agar kita memiliki sifat-sifat Allah. Hal

ini membuktikan bahwa kita tidak boleh menggunakan obat-obat terlarang karena

itu bukanlah sifat Allah yang seharusnya ada pada diri manusia.

iii. Katolik

Menurut Agama Katolik, pada dasarnya setiap bentuk penyalahgunaan

Narkoba bertentangan dengan moral Kristiani dan pada akhirnya akan

menyebabkan kehancuran beragama, bermasyarakat dan bernegara. Menurut Paus

Yohannes Paulus II dalam Contesimu Annus, konsumerisme digambarkan

sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hanya berdasarkan selera yang tidak

menghiraukan kenyataan pribadinya sebagai makhluk yang berakal.

Penyalahgunaan Narkoba merupakan suatu hal yang berakar dari konsumerisme,

oleh karena itu Narkoba tidak dianjurkan bagi penganut agama Katolik.

Penggunaan narkotika sangat dilarang karena mengakibatkan kerugian

besar bagi kesehatan dan kehidupan manusia sebagaimana tercantum dalam KGK

2291 : Pemakaian narkotika mengakibatkan kerugian besar bagi kesehatan dan

kehidupan manusia. Selain penggunaan obat-obatan karena alasan medis semata-

mata, pemakaian narkotika merupakan kesalahan susila yang bobotnya berat.

iv. Hindu

Agama Hindu mengajarkan umatnya untuk selalu berpegang teguh pada

Dharma, siapa yang dapat hidup sesuai dengan Dharma ia akan selamat, bahagia

dan damai selamanya, demikian pula sebaliknya jika perbuatan itu melanggar

Dharma maka penderitaan adalah hasilnya dan itu pasti. Ada

enam tantangan yang merupakan musuh utama manusia ( Sad Ripu), yang ada

dalam setiap diri manusia, yaitu: Mabuk, Bingung, Marah, Irihati, Rakus, Hawa

nafsu. Kitab Veda mengajarkan agar manusia selalui memerangi keenam musuh

18

Page 19: Makalah 5 HAM

ini. Veda mengajarkan agar umat Hindu menghindarkan diri dari 5 M, yaitu:

Madat (narkoba), Mabuk (minuman keras), Main (judi), Malin (mencuri), Madon

(berzina). Jika kita dapat menghindarkan diri dari kelima hal tersebut di atas

niscaya kita akan menemukan kedamaian, kesehatan dan kebahagiaan.

v. Buddha

Menghindari bahan-bahan yang dapat membuat seseorang menjadi

ketagihan dan memabukkkan adalah salah satu sila yang wajib dijalani oleh umat

Buddha secara umum, semua ketentuan mengenai minuman keras berlaku untuk

segala jenis bahan makanan  atau minuman yang mengganggu kesadaran. Apapun

yang dapat mengganggu dan menghancurkan konsentrasi atau meditasi agama

sehingga menggagalkan pengembangan kearifan diri. Mengkonsumsi bahan-

bahan berbahaya dan memabukkan tersebut jelas sangat merugikan bagi

pengembangan batin dan melanggar sila kelima dari Pancasila Buddhis yang

berbunyi:

“surameraya majjapamadatthana vewramai sikkhapadam majja dan

pamadatthana”

Majja berarti sesuatu yang menyebabkan orang jadi tidak sadarkan

diri. Sura mengacu pada minuman keras yang disuling. Meraya keadaan minuman

keras yang didapat dari bahan yang diragikan dan Majja mengacu pada ganja,

heroin dan bahan lain semacamnya.

BAB IV

19

Page 20: Makalah 5 HAM

TINJAUAN PUSTAKA

I. EUTHANASIA

Definisi

Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan penghentian yang disengaja

kehidupan. Eutanasia sendiri dikatakan berasal dari bahasa Yunani, euthanatos, yang berarti

kematian yang lembut dan mudah, tapi ini tidak menyimpulkan apa euthanasia adalah tentang.

Membunuh atas nama kasih sayang, atau membunuh belas kasihan, adalah istilah-istilah lain

yang diberikan untuk eutanasia.

Di Belanda, eutanasia dipahami berarti pemutusan hidup oleh seorang dokter atas

permintaan pasien. Pemerintah Belanda tidak menutup mata untuk itu. Ada, pertanyaan tentang

apakah dan bagaimana tanggung jawab pidana untuk euthanasia harus dibatasi telah menjadi

subyek perdebatan politik dan publik luas selama 30 tahun terakhir. Atas Argumen untuk dan

terhadap Ada banyak argumen terhadap sanksi eutanasia.

Euthanasia sukarela hanya menekankan bahwa pilihan untuk mati telah dibuat secara

sukarela oleh orang yang bersangkutan, bukan dipaksakan pada mereka oleh aturan-aturan

hukum atau sosial. Namun, penentang euthanasia sering berpendapat bahwa hal itu bisa sangat

sulit untuk memastikan bahwa permintaan seseorang benar-benar dibuat secara sukarela.

Misalnya, orang tua yang membutuhkan perawatan kesehatan yang mahal mungkin merasa

bahwa mereka seperti beban bagi kerabat bahwa mereka harus meminta eutanasia. Ada juga

risiko bahwa orang-orang yang diobati dengan obat penghilang rasa sakit yang kuat atau obat

kanker mungkin tidak dalam keadaan cukup jelas pikiran atau cukup kompeten untuk membuat

penilaian informasi dan seimbang.(3)

Bunuh Diri yang Dibantu

20

Page 21: Makalah 5 HAM

Dalam bunuh diri yang dibantu, orang yang meninggal yang mengambil tindakan akhir

untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tindakan ini bergantung pada bantuan atau bantuan lain

(misalnya, untuk menyediakan sarana kematian), dibandingkan dengan eutanasia mana yang

lainnya orang yang benar-benar melakukan pembunuhan.

Banyak yang tidak menyukai 'bunuh diri' kata karena membawa ke pikiran tindakan

impulsif dan sering dramatis. Self-pembebasan jangka sedang semakin digunakan sebagai

pengganti oleh mereka yang merasa bunuh diri adalah istilah tepat untuk menggambarkan

tindakan yang diambil, misalnya, dengan seseorang yang menderita tidak bisa lega. Tapi untuk

orang lain, termasuk hukum, itu sama dengan bunuh diri.

Sebuah survei menemukan bahwa lebih dari 50 persen dari dokter yang mendukung

perubahan undang-undang untuk memungkinkan dokter-dibantu bunuh diri dalam beberapa

keadaan, seperti ekstrem penderitaan. Jajak pendapat secara konsisten menunjukkan bahwa lebih

dari 80 persen dari publik Inggris juga mendukung hal itu.AtasPosisi hukum

Di seluruh dunia, negara-negara yang berbeda, bahkan negara yang berbeda dalam

negara, memiliki pandangan alternatif pada bunuh diri yang dibantu. Beberapa negara telah

menetapkan undang-undang yang melarang tindakan tersebut, seperti Kanada, Italia, Rusia,

Hungaria dan Irlandia. Lainnya, seperti Swedia dan Jerman tidak memiliki hukum tertentu, tetapi

muatan dari 'pembunuhan' mungkin diajukan terhadap bunuh diri siapa pun membantu.

Swiss, Belgia, Belanda dan Oregon (AS) memiliki hukum yang memungkinkan metode-metode

tertentu bunuh diri dibantu, dalam keadaan didefinisikan dengan baik. Ini bervariasi dengan

permintaan penyakit, kondisi, keadaan mental dan spesifik dari orang yang mencari bantuan.

Di Belanda, euthanasia adalah sekarang ditutupi oleh Pemutusan Hidup di Permintaan

dan Assisted Suicide Undang-Undang (Januari 2002) yang kesalahannya kode kriminal -

sehingga sementara eutanasia masih merupakan tindak pidana, dokter dibebaskan dari tanggung

jawab jika mereka melaporkan tindakan mereka dan menunjukkan bahwa mereka sudah puas

kriteria tertentu. Cari tahu lebih lanjut tentang UU di website Departemen Luar Negeri Belanda.

Di Swiss, pada tahun 2001 Dewan Nasional Swiss menegaskan hukum bunuh diri yang

dibantu, meskipun voluntary euthanasia masih dilarang. Ada empat kelompok yang terlibat

21

Page 22: Makalah 5 HAM

dalam bunuh diri yang dibantu di Swiss, tetapi hanya satu (Dignitas, yang berbasis di dekat

Zurich) akan menerima non-warga negara Swiss, dan keputusan, dengan Dignitas, untuk

menerima mereka diawasi secara ketat. Di Inggris, hukum juga jelas tentang euthanasia: itu

ilegal dan tidak pernah disetujui.

Namun, menurut laporan dalam British Medical Journal, sejumlah besar dokter sudah

aksesi permintaan untuk euthanasia sukarela aktif. Mereka melanggar hukum, meskipun dalam

keyakinan bahwa mereka bertindak dalam kepentingan terbaik pasien mereka.

Dengan beberapa kasus high profile baru-baru ini, ada peningkatan kesadaran akan

masalah tersebut, dan keterbukaan yang meningkat untuk membahasnya. Ada juga telah terjadi

peningkatan kesadaran perlu mempertimbangkan setiap aspek 'akhir kehidupan' seorang pasien

'kebutuhan dan hak-hak, dan merupakan topik yang sedang diangkat dan diperiksa oleh tim

medis dalam setiap aspek perawatan kesehatan dan sosial. Ini bertahap mengikis dari tabu sekitar

kematian, bagaimana kita mati dan apa artinya bagi seorang individu, hanya dapat menjadi hal

yang baik.(3)

Pengertian Euthanasia dan Macam-macamnya.

Euthanasia berasal dari kata Yunani Eu yang berati baik, dan Thanatos yaitu mati.

Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah dan tanpa merasakan sakit. Oleh

karena itu, Euthanasia sering disebut juga dengan Mercy Killing atau mati dengan tenang.

Dilihat dari kondisi pasien tindakan euthanasia bisa dikategorikan menjadi dua macam

yaitu aktif dan pasif :

1. Euthanasia Aktif adalah suatu tindakan mempercepat proses kematian, jika

kondisi pasien berdasarkan ukuran dan pengalaman medis masih menunjukkan

adanya harapan hidup.  Dengan kata lain tanda-tanda kehidupan masih terdapat

pada penderita ketika tindakan itu dilakukan.

2. Euthanasia Pasif adalah suatu tindakan membiarkan pasien atau penderita dalam

keadaan tidak sadar (comma), karena berdasarkan pengalaman maupun ukuran

medis sudah tidak ada harapan hidup atau tanda-tanda kehidupan tidak terlihat

lagi padanya.

22

Page 23: Makalah 5 HAM

Kriteria Mati.

Perbincangan Euthanasia berkaitan erat dengan masalah definisi mati, namun definisi

tentang mati itu sendiri tampaknya mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan semakin

majunya perkembangan ilmu pengatahuan, terutama dibidang teknologi kedokteran.

Dahulu ukuran kematian dilihat pada nafas kemudian ukuran itu ditanggalkan dan diganti

bahwa kematian itu diukur dengan tidak berfungsinya jantung. Oleh karena itu, di daerah yang

tidak mempunyai pengukur jantung biasanya cukup hanya dengan mengetahui gerak nadi.

Dan kini diketahui bahwa jantung ternyata digerakkan oleh pusat saraf penggerak yang

terletak pada bagian batang otak dikepala. Jadi, kalau hanya terjadi pendarahan pada otak belum

tentu penderita mati. Para ahli kedokteran tampaknya sepakat bahwa yang menjadi patokan

dalam menentukan kematian adalah batang otak. Jika batang otak beul-betul mati maka harapann

hidup seseorang sudah terputus.

Untuk menentukan kerusakan otak pada manusia menurut Prof. Mahar Madjono tidaklah

terlalu sulit: “Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai alat Electro Enceflograf (EEG) yakni alat

ditektor otak, maka cukup dengan mengetes refleksi kornea mata, apakah pupil (anak mata)

masih memberi reaksi terhadap cahaya. Bisa juga dengan memeriksa refleks vestibula okular

(meneteskan 20cc air es ke telinga kiri dan kanan, kemudian memeriksa reaksi motoriknya pada

mata). Tindakan ini bisa dilakukan oleh setiap dokter, walaupun dengan peralatan rumah sakit

yang sederhana”

Euthanasia Menurut KUHP dan Kode Etik Kedokteran.

Prinsip umum Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan masalah

jiwa manusia adalah memberikan perlindungan, sehingga hak hidup secara wajar sebagaimana

harkat kemanusiaannya menjadi terjamin.

Di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas

permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, maka

dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun”. Dan juga pasal 388 KUHP dinyatakan:

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati,

dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

23

Page 24: Makalah 5 HAM

Dokter yang melakukan tindakan Euthanasia (aktif khususnya) bisa diberhentikan dari

jabatannya karena melanggar kode etik kedokteran. Di dalam kode etik kedokteran yang

ditetapkan oleh Mentri Kesehatan nomor : 434 / Men.Kes / SK / X / 1983 yang di sebutkan pasal

10 : ”Setiap Dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk

insani”.

Berarti bahwa baik menurut Agama dan Undang-undang Negara, maupun menurut etik

kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan :

1. Menggugurkan Kandungan (Abortus Provactus).

2. Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak

mungkin ada sembuh lagi (Euthanasia).

 

II. BUNUH DIRI

Definisi

Pengertian bunuh diri Clinton dalam Mental Health Nursing Practice (1995: 262)

menyebutkan : Suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu

secara sadar dan berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri

meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibat kan kematian,

luka atau menyakiti dirisendiri.

Motif bunuh diri

Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah

sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan atau sebab

tindakan yang disebut motif. Motif bunuh diri ada banyak macamnya. Disini penyusun

menggolongkan dalam kategori sebab, misalkan :

1. Dilanda keputusasaan dan depresi

2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.

3. Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).

4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)

5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.

Dalam ilmu sosiologi, ada tiga penyebab bunuh diri dalam masyarakat, yaitu

24

Page 25: Makalah 5 HAM

1. egoistic suicide (bunuh diri karena urusan pribadi),

2. altruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain), dan

3. anomic suicide (bunuh diri karena masyarakat dalam kondisi kebingungan).

KESIMPULAN

25

Page 26: Makalah 5 HAM

Seorang pasien berumur 27 tahun yang datang diantar oleh tetangganya dengan keluhan

demam dan batuk yang sudah lama dan tidak kunjung sembuh. Setelah dilakukan pemeriksaan

pasien didiagnosis menderita pneumonia dan positif HIV/AIDS. Pasien dikenal sulit diatur dari

kecil. Mulai kelas 5 sekolah dasar pasien sudah mengenal obat-obat terlarang dan saat SMP

pasien sudah ke prostitusi dan melakukan hubungan seks dengan psk, dan kecanduan heroin.

Pasien sering masuk ke panti rehabilitasi dan masih tetap memakai heroin. Keluarga pasien

merasa kewalahan mengurus pasien dan memberikan hak warisan pasien. Tetapi pasien tidak

memanfaatkan warisan tersebut dengan bijaksana dengan menggunakan warisan tersebut untuk

membeli heroin dan berfoya-foya bersama psk sehingga pasien tampak sering mengemis di

jalanan untuk menyambung kehidupan. Kepada dokter pasien meminta untuk disuntik mati. Tapi

karena dokter tidak menuruti keinginan pasien, pasien akhirnya terjun bebas dari lantai 5 tempat

ia dirawat walaupun nyawa pasien masih bisa diselamatkan. Namun ia menderita cedera kepala

parah dan tidak sadarkan diri, kemudian tiga hari kemudian pasien meninggal dunia.

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: Makalah 5 HAM

1. K. Bertens, Perspektif Etika: Esai-esai tentang Masalah Aktual, Yogyakarta: Kanisius,

2001, p.128.

2. Yoanes FC. Euthanasia di hapuskan dengan cinta kasih. Available at:

http://www.ekaristi.org/kesaksian/moral.php?

subaction=showfull&id=1107234639&archive=&start_from=&ucat=2&. Accessed on

July 17th, 2013

3. Euthanasia and physician assited suicide. Last reviewed Dec 2009. Accessed July 17,

2013. Available at: http://www.bbc.co.uk/ethics/euthanasia/

27