52
PENDAHULUAN Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri patogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah. (1) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2005 memperkirakan terdapat 8,8 juta penderita TBC dan 1,6 diantaranya mengalami kematian. TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan, dan penyebab kematian nomor satu pada golongan penyakit infeksi/menular. Indonesia sendiri merupakan negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia dengan angka kematian satu orang tiap lima menit. Pada tahun 2004, tercatat 211.753 kasus baru TBC di Indonesia dan diperkirakan sekitar 300 kematian terjadi setiap hari akibat TBC. Kasus baru TBC di Indonesia bertambah seperempat juta per tahun. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi kuman Human Imunodeficiency Virus (HIV). Gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologi. Pada anak sulit untuk mendapatkan specimen diagnostic yang representative dan bekualitas baik. Seringkali, sekalipun specimen dapat

Makalah Pulmo TB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah pulmo tb

Citation preview

PENDAHULUANTuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri patogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah.(1) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2005 memperkirakan terdapat 8,8 juta penderita TBC dan 1,6 diantaranya mengalami kematian. TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan, dan penyebab kematian nomor satu pada golongan penyakit infeksi/menular. Indonesia sendiri merupakan negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia dengan angka kematian satu orang tiap lima menit. Pada tahun 2004, tercatat 211.753 kasus baru TBC di Indonesia dan diperkirakan sekitar 300 kematian terjadi setiap hari akibat TBC. Kasus baru TBC di Indonesia bertambah seperempat juta per tahun.Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi kuman Human Imunodeficiency Virus (HIV). Gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologi. Pada anak sulit untuk mendapatkan specimen diagnostic yang representative dan bekualitas baik. Seringkali, sekalipun specimen dapat diperoleh, M. tuberculosis jarang ditemukan pada sediaan langsusng maupun biakan. Oleh karena itu, uji tuberculin memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB pada anak. Karena sulitnya mendiagnosis Tb pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti dengan overtreatment, di lain pihak terjadi juga underdiagnosis dan undertreatment. Untuk menanggulangi hal tersebut, dalam menegakkan diagnosis TB pada anak, diperlukan kajian menyeluruh terhadap semua data klinis dan penunjang yang mendukung, dan tidak hanya berdasarkan satu data saja, misalnya hanya berdasarkan pemeriksaan foto Rontgen thoraks. Sumber penularan TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum Basil Tahan Asam (BTA) positif. Oleh karena itu, dalam program TB nasional selama ini, penanggulangan TB lebeih ditekankan pada pasien TB dewasa. Akibatnya, penanganan TB anak belum mendapatkan perhatian yang memadai. Banyak jumlah anak yang terinfeksi dan sakit TB menyebabkan tingginya biaya pengobatan yang diperlukan, sehingga pencegahan infeksi TB merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan. Pencegahan ini dilakukan dengan pengendalian beberapa faktor risiko infeksi TB.(2)

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN DEMAM 1 BULANLembar 1Seorang Anak lelaki bernama S, usia 5 tahun, diantar ibunya ke rumah sakit karena demam sejak 1 bulan yang lalu.

Lembar 2Riwayat Penyakit Sekarang :Sejak 1 bulan yang lalu, pasien demam naik turun tidak terlalu tinggi terutama pada sore hari menjelang malam. Demam tidak diikuti dengan kejang. Selain itu pasien juga mengalami batuk. Batuk sudah 2 minggu. Batuk timbul sepanjang hari, semakin memberat pada malam hari. Batuk tidak berdahak, tidak dapat muntah, tidak disertai sesak nafas. Nafsu makannya menurun. Berat badan anak turun sekitar 2 kg dalam 1 bulan terakhir. Buang air kecil lancar, tak mengejan, tak menetes dan jernih. Buang air besar biasa, satu hari sekali. Selama sakit, anak tetap bermain dengan teman-temannya dan bersekolah. Tidak ada nyeri atau pembengkakan sendi. Pada riwayat keluarga didapatkan ayah sakit batuk-batuk lama dan setahun yang lalu pernah berobat di puskesmas selama 3 bulan, dihentikan sendiri karena merasa sembuh. Tidak ada riwayat berpergian ke luar kota. Tidak ada riwayat minum obat sebelumnya. Pasien sering jajan di sekolah.Riwayat keamilan dan kelahiran : selama hamil, ibu sehat.Pasien lahir spontan, BL 3 kg, PL 50 cm, sehat.Imunisasi dasar: Polio 3x, hepatitis B 1x, dan DPT 3xRiwayat tumbuh kembang : saat ini pasien bersekolah di TK, tampak paling kecil di kelas Sudah dapat menyanyi, berhitung, mengenal hurufRiwayat makanan: saat ini pasien makan nasi dan lauk 2x sehari @ porsi kecil, Susu formula (dancow) kadang-kadangRiwayat lingkungan dan social ekonomi : Pasien ini adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara, tinggal di lingkungan padat, rumah kontrakan 21m2, ayah bekerja sebagai tukang ojek, ibu tidak bekerja

Lembar 3Pemeriksaan fisik :Pada pemeriksaan fisis didapatkan:Kedaan umum: tampak sakit sedang, sianosis (-)Kesadaran: compos mentisBerat badan: 12,1 kg( 5 mm dan 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant. Berkomplikasi dan menyebar secara per kontinuitatun, bronkogen, limfogen atau hematogen ke organ tubuh lainnya.

Bagan Patogenesis Tuberkulosis

Tuberkulosis SekunderKuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder). TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. TB sekunder ini dimulai dengan fokus dini yang berlokasi di regio atas paru. Invasinya ke daerah parenkim paru-paru dan tidakk ke nodus hilus paru. Dalam 3-10 minggu, fokus ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis).KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Pembagian secara patologis Tuberculosis primer (childhood tuberculosis) Tuberculosis sekunder (adult tuberculosis) Pembagian secara radiologis (aktivitas) Tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif Tuberculosis paru non aktif Quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh) Pembagian secara radiologis (luas lesi) Tuberculosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan hilus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari 1/3 bagian paru Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat. Kategori 0 : tidak pernah terpajan dan terinfeksi, riwayat kontak (-), tes tuberculin (-) Kategori I: terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak (+) dan tes tuberculin (-) Kategori II: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin (+), riologis dan sputum (+) Kategori III: terinfeksi tuberculosis dan sakitDi Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis, yaitu : Tubekulosis paru Bekas tuberculosis paru Suspect tuberculosis paru yang terbagi dalam : a). suspect TB yang diobati, BTA (-) tetapi tanda-tanda lain (+) dan b). suspect TB yang tidak diobati, sputum BTA (-) dan tanda-tanda lain juga meragukan.WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori, yaitu :Kategori I : kasus baru dengan sputum (+) Kasus baru dengan bentuk TB beratKategori II : Kasus kambuh Kasus gagal dengan sputum BTA (+)Kategori III : Kasus BTA (-) dengan kelainan paru yang tidak luas Kasus Tb ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori IKategori IV : TB kronik

GEJALA KLINISKeluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah banyak pasienn TB tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang paling sering adalah : Demam. Biasanya subfebril yang menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang suhu badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam pertama dapat hilang timbul. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk. Batuk/batuk darah. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk pkronik akan menimbulkan batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada TB karena kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Sesak napas. Pada penyakit TB ringan belum dirasakan sesak napas, keadaan ini baru dirasakan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian dari paru-paru. Nyeri dada. Nyeri dada ini timbul bila ada infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu penderita menarik atau menghembuskan napasnya. Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain.

PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan koonjungtiva atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), berat badan menurun.Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga jika sarang penyakit terletak di dalam akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik karena hantaran getaran atau suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi.Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronchial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan seperti ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terjadi kavitas yang cukup besar perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan pada auskultasi memberikan suara amforik.Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang disebelahnya. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan A.pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan.Bila mengenai pleura maka akan terjadi efusi pleura, paru yang sakit akan terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara napas melemah sampai tidak terdengar.

PEMERIKSAAN RADIOLOGISLokasi lesi penyakit TB umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus superior atau segmen apical lobus inferior). Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudh diliputi oleh jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas yang dikenal sebagai tuberkuloma.Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis kemudian lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.Gambaran TB milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gamabaran radiologis lain yang sering menyertai TB paru adalah pleuritis yang akan memberi gambaran penebalan pleura, pada empiema terlihat massa cairan di bagian bawah paru, pada pneumotoraks terlihat bayangan hitam radiolusen di pinggir paru atau PEMERIKSAAN LABORATORIUM DarahPada TB paru hasil pemeriksaan darah kurang sensitive dan spesifik. Pada saat awal penyakit Tb akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri (shift to the left), jumlah limfosit masih di bawah normal, LED (laju endap darah) mulai sedikit menigkat. Selain itu didapatkan juga anemia ringan, peningkatan gamma globulin dan kadar natrium darah menurun. SputumPada pemeriksaan sputum jika ditemukannya kuman BTA (+) diagnosis TB sudah bisa dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadapa pengobatan yang sudah diberikan. Jika sputum agak sukar didapat maka satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air putih yang banyak dan diajarkan melakukan reflex batuk. Dapat juga diberikan obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau dengan cara bilasan lambung. Kriteria sputum BTA (+) adalah dengan ditemukannya 3 batang kuman BTA pasa satu sediaan atau sekitar 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Tes tuberkulin (Mantoux test)Pemeriksaan ini banyak dipakai untuk menegakkan diagnosis TB pada anak- anak dengan menyuntikkan 0.1 cc tuberkulin PPD (purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi yang berlebihan dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength).Hal-hal yang dapat memberikan reaksi tuberculin berkuranga atau negatif palsu adalah : Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis Anergi, penyakit sistemik berat (missal, sarkoidosis dan SLE) Penyakit eksantematous dengan demam yang akut : morbili, cacar air, poliomyelitis Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin) Pemberian kortikosteroid yang lama dan pemberian obat imunosupresi lainnya Usia lanjut, malnutrisi, dan penyakit keganasan

DIAGNOSISMenurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti TB paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan paru yang dibiakkan. Dalam diagnosis TB paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapi. WHO 1991 memberikan criteria pasien TB paru, sebagai berikut : Pasien dengan sputum BTA (+) : 1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan.2. Satu sediaan sputumnya (+) disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif.3. Satu sediaan sputum dan biakan (+). Pasien dengan sputum BTA (-) :1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya tidak ditemukan BTA (+) pada 2 kali pemeriksaan namun gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif.2. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya tidak ditemukan BTA (+) sama sekali tetapi biakan (+).Di luar pembagian tersebut di atas pasien TB digolongkan lagi berdasarkan riwayat penyakitnya, yakni : Kasus baru : pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan. Kasus kambuh : pasien pernah dinyatakan sembuh dari TB tetapi kemudian timbul lagi TB aktifnya. Kasus gagal: pasien yang sputum BTA nya tetap (+) setelah mendapat obat anti TB lebih dari 5 bulan atau pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan dan sputum BTA nya masih (+). Kasus kronik: pasien yang sputum BTA nya tetap (+) setelah mendapat pengobatan ulang lengkap yang disupervisi dengan baik.

Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB pada anak

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor >6 (skor maksimal 14)PENATALAKSANAAN TB Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.1. Pencegahan (profilaksis) primer Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.2. Pencegahan (profilaksis) sekunder Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu : Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.Dosis obat antituberkulosis (OAT)Obat Dosis harian (mg/kgbb/hari) Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari) Dosis 3x/minggu(mg/kgbb/hari)

INH5-15 (maks 300 mg)15-40 (maks. 900 mg)15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin10-20 (maks. 600 mg)10-20 (maks. 600 mg)15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid15-40 (maks. 2 g)50-70 (maks. 4 g)15-30 (maks. 3 g)

Etambutol15-25 (maks. 2,5 g)50 (maks. 2,5 g)15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin15-40 (maks. 1 g)25-40 (maks. 1,5 g)25-40 (maks. 1,5 g)

DEMAM TIFOIDDemam tifoid masih merupakan penyakit endemiik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dan asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai dengan komplikasi hingga kematian.Pada minggu pertama gejala klinis ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosisBRONKOPNEMONIA(10)A. PENGERTIANBronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. B. ETIOLOGISecara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. antara lain:1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.2. Virus : Legionella pneumoniae3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. C. MANIFESTASI KLINISBronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).D. PEMERIKSAAN PENUNJANGUntuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah Pemeriksaan sputum Analisa gas darah Kultur darah Sampel darah, sputum, dan urin 2. Pemeriksaan Radiologi Rontgenogram Thoraks Laringoskopi/ bronkoskopi DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun(1,2).

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan : Bronkopneumonia sangat berat :Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia berat :Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia :Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun Bukan bronkopenumonia :Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab1. kultur sputum atau bilasan cairan lambun2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus3. deteksi antigen bakteri

ASKARIASIS(11)PENDAHULUANPenyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termasuk dalam nematode saluran cerna. Penularan dapat terjadi melalui 2 cara yaitu : 1). Infeksi langsung dan 2). Larva yang menembus kulit. Penularan langsung dapat terjadi bila telur cacing dari tepi anal masuk ke mulut tanpa berkembang dulu di tanah. Selain itu penularan langsung dapat pula terjadi setelah periode berkembangnya telur di tanah kemudian telur tersebut tertelan melalui tangan atau makanan yang tercemar. Cara ini terjadi seperti pada infeksi Ascaris lumbricoides dan Toxocara canis. Penularan melalui kulit terjadi pada cacing tambang dimana telur terlebih dahulu menetas di tanah baru kemudian larvfa yang sudah berkembang menginfeksi melalui kulit.ETIOLOGIPenyakit ini disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris lumbricoides atau cacing gelang. Ascaris lumbriocoides adalah cacing bulat yang besar dan hidup di dalam usus halus manusia. Cacing ini terutama tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk. Infeksi pada manusia terjadi kalau larva cacing mengkontaminasi makanan atau minuman. Di dalam usus halus larva cacing akan keluar menembus dinding usus kemudian menuju pembuluh darah dan limfe dan menuju ke paru-paru. Setelah itu larva cacing ini akan bermigrasi ke bronkus, faring dan kemudian turun ke esophagus dan usus halus. Lama perjalanan ini sampai menjadi bentuk cacing dewasa adalah 60-75 hari.Panjang cacing dewasa 20-40 cm dan hidup di dalam usus halus manusia selama bertahun-tahun. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.PATOLOGI DAN GEJALA KLINISGejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh larva dan cacing dewasa. Selama bermigrasi larva dapat menimbulkan gejala bila merusak kapiler atau dinding alveolus paru. Keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya perdarahan, penggumpalan sel leukosit dan eksudat, yang akan menghasilkan konsolidasi paru dengan gejala demam, batuk, batuk darah, sesak nafas dan pneumonitis askaris. Pada foto toraks tampak infiltrate yang mirip dengan pneumonia yang akan menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler dan pada pemriksaan darah akan ditemukan eusinofilia.Dalam jumlah sedikit cacing dewasa tidak akan menimbulkan gejala. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, diare atau konstipasi, nafsu makan juga menurun. Bila infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-cacing tersebut menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Cacing dewasa juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi (malabsorbsi) pada anak-anak yang akan bermanifestasi gagal tumbuh pada anak tersebut. Cacing ini dapat menyebabkan sumbatan di saluran empedu, saluran pancreas, divertikel, dan apendiks. Selain itu dapat menimbulkan gejala alergik seperti urtikaria.DIAGNOSISCara menegakkan diagnosis penyakit ascariasis dengan pemriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Dan selama fase pulmonal akan ditemukan eusinofilia.PENATALAKSANAANPengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau masal. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat seperti, piperazin, pirantel pamoat 10 mg/kg berat badan, mebendazol 500 mg dosis tunggal dan albendazol 400 mg dosis tunggal.Oksantel pirantel pamoat adalah obat yang digunakan untuk infeksi campuran A.lumbricoides dan T.trichiura, dan untuk pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar dengan pemberian albendazol 400 mg 2 kali setahun.PROGNOSISPada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Namun jika sudah terjadi sumbatan yang kronik maka akan menimbulkan ileus dan perlu tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA1. Price S A, Wilson L M. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Maharani D A, editors Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003; p.852.2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Epidemiologi. In : Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita B, editors. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. 2nd ed. Jakarta : UKK Respirologi PP IDAI; 2008; p.5.3. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : Amara Books; 2009;p.25-34.4. Starke JR. Tuberkulosis. In: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15, Vol 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000. p 1040-1.5. Landia S. Tuberkulosis. Available at : http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-xgdt286.htm . Accessed 12 Juni 2011.6. Amin Z, Bahar A. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, and Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Tuberkulosis Paru. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009; p. 2238-2239.7. Moore K L, Agur A M R. In: Sadikin V, Saputra V, editors. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Hipokrates; 2002; p.44-51.8. Setyohadi Bambang. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, and Setiati S, editors. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. 2nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2007. p. 1697.9. Corwin E J. Buku Saku Patofisiologi : Sistem Imun. 3rd ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran; 2009; p.160.10. Subianto T. Asuhan Keperawatan Bronkopnemonia. Available at http://teguhsubianto.blogspot.com. Accessed 12 Juni 2011.11. Simadibrata M, Fauzi A. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, and Setiati S, editors. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam : Penyakit Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah. 2nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2938-9.