32
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat beserta ridhonya sehingga referat yang berjudul ‘Efusi Pleura’ dapat terselesaikan. Penulisan referat ini dimaksud untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinikilmu ilmu penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi yang dilaksanakan periode 1 Desember 2014- 7 Februari 2015. Ucapan terimakasih kepada dr. Taufik, SpP selaku dokter pembimbing yang telah memberikan sumber bacaan, bimbingan serta arahan dalam membuat referat ini. Penulis tentunya mengucapkan terimakasih kepada keluarga, teman-teman dan staf Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi yang telah berpartisipasi dalam pembuatan referat ini Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang membangun agar menjadi perrbaikan dan pembelajaran dalam penulisan berikutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembacanya. 1

referat pulmo

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: referat pulmo

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat

beserta ridhonya sehingga referat yang berjudul ‘Efusi Pleura’ dapat terselesaikan.

Penulisan referat ini dimaksud untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan

klinikilmu ilmu penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi yang dilaksanakan

periode 1 Desember 2014- 7 Februari 2015.

Ucapan terimakasih kepada dr. Taufik, SpP selaku dokter pembimbing yang telah

memberikan sumber bacaan, bimbingan serta arahan dalam membuat referat ini. Penulis

tentunya mengucapkan terimakasih kepada keluarga, teman-teman dan staf Rumah Sakit

Umum Daerah Bekasi yang telah berpartisipasi dalam pembuatan referat ini

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini memiliki banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis meminta kritik dan saran yang membangun agar menjadi perrbaikan dan

pembelajaran dalam penulisan berikutnya.

Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembacanya.

Bekasi, Januari 2015

Penulis

1

Page 2: referat pulmo

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA 4

B. DEFINISI 5

C. EPIDEMIOLOGI 6

D. PATOFISIOLOGI 7

E. KLASIFIKASI EFUSI PLEURA 8

F. ETIOLOGI DAN PATOLOGI ANATOMI 12

G. KLINIS 14

H. PENATALAKSANAAN 17

BAB III KESIMPULAN 21

DAFTAR PUSTAKA 22

2

Page 3: referat pulmo

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu

penyakit. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi

paru nontuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada,

infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di Negara-negara barat, efusi pleura terutama

disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri,

sementara di Negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan

oleh infeksi tuberkulosis.

Sebagai general practicioner maka kita perlu mendeteksi secara dini dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik maupun penunjang tentang gejala efusi pleura. Kemudian wajib diwaspadai

pada penderita tuberculosis yang mewabah di Indonesia

3

Page 4: referat pulmo

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini

membungkus jaringan paru. Pleura terdiri dari 2 lapis:1

1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, yang melekat pada permukaan paru.

2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, yang berhubungan dengan dinding dada.

Pleura parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi

paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan

antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel

mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm). Diantara celah-celah sel ini terdapat

beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit

dan histiosit. Dibawahnya terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan

terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh

4

Page 5: referat pulmo

darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening.

Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim

paru. Pleura parietalis mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel

mesotelial juga dan jaringan ikat yaitu jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Dalam

jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna,

pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa

sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis

dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga

mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang

disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan

dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut

dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks. Tidak ada ruangan yang

sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang

disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan

dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru.

Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc.1

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura

viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru yang

dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua

kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan.

Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke

ruang pleura kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena

perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar

dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam.

Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih

perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih

besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter

cairan di dalam rongga pleura.1

B. DEFINISI

Efusi pleura merupakan cairan patologis dalam rongga pleura. Orang normal di dalam

rongga pleura terdapat selalu ada cairan yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura

5

Page 6: referat pulmo

viseralis dan pleura parietalis, sehingga dengan demikian dapat gerakan paru mengembang

dan mengecil dapat berjalan dengan baik. Cairan fisiologis ini disekresikan oleh pleura

parietalis dan diabsorbsi oleh pleura viseralis. Dalam keadaan normal cairan fisiologis dalam

rongga pleura ini berkisar antara kurang dari1 ml sampai 20 ml. setiap peningkatan volume

cairan tersebut dianggap sebagai efusi pleura

C. EPIDEMIOLOGI

Insiden yang terjadi di US yang menyebabkan efusi pleura tahun 2007 adalah sebagai

berikut:2

Di Rumah Sakit persahabatan tahun 2012 dilakukan penelitian terdapat 104 pasien

efusi eksudatif dan 15 pasien efusi transudatif. Efusi terbesar disebabkan malignansi (42,8%)

diikuti oleh tuberkulosis (42%). Karakteristik efusi eksudatif adalah unilateral, melibatkan

hemitoraks kanan dan bersifat masif. Karakteristik efusi transudatif adalah bilateral,

melibatkan hemitoraks kanan dan bersifat tidak masif.3

Hasil penelitian ditemukan proporsi pasien di RSUP Adam Malik medan berdasarkan

pada jenis kelamin perempuan adalah 47 orang (34,6%) dan pada Laki-laki 89 orang (65,4%).

Proporsi berdasarkan kelompok umur 45-59 tahun adalah 44 orang (32,4%). Berdasarkan

tempat tinggal di perkotaan 110 orang (80,9%) dan pedesaan 26 orang (19,1%), berdasarkan

lokasi cairan dekstra 68 orang (50%) dan sinistra 59 orang (43,3%), berdasarkan frekuensi

6

Page 7: referat pulmo

pernafasan takipneu 83 orang (61%), berdasarkan etiologi dengan TB Paru 60 orang (44,1%)

dan Tumor Paru 40 orang (29,4%). 4

D. PATOFISIOLOGI

Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses

pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam

rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu; 5

1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi kapiler

2). Penurunan tekanan kavum pleura

3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila

proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga empiema/piotoraks.

Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemothoraks.

Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara

akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau

alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.

7

Page 8: referat pulmo

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru

seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum.

Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis

paru dan pneumothoraks.6

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler

pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau

kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis

eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai

pleuritis eksudativa tuberkulosa .Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai

transudatif atau eksudatif.

E. KLASIFIKASI EFUSI PLEURA

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi

Transudat

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.

Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid

osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi

reabsorbsi oleh pleura lainnya. Sedangkan efusi pleura dengan tipe cairan transudat, dapat

disebabkan oleh:5

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah

perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat

terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga

terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan

kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan

aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura

dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada

dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Terapi ditujukan pada perbaikan

payah jantung, bila kelainan jantung teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi

pleura juga biasanya berkurang, torakosentesis dapat dilakukan bila penderita amat sesak.

8

Page 9: referat pulmo

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan

dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat

transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam.

Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.

3. Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang

ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya

cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak

dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan

yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous

shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi

pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.

4. Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor

ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa: tumor

ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah

tanpa adanya metastasis. Asites timbul sebagai proses kronis karena sekresi cairan yang

banyak oleh tumor, dimana efusi pleura terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura

melalui porus di diafragma.

5. Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun

bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi

melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura

dengan cairan dialisat.

Eksudat

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang

permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas

membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura misalnya: infeksi, infark paru atau

neoplasma. Protein yang terdapat dalam caira pleura kebanyakan berasal dari saluran getah

9

Page 10: referat pulmo

bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan

konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura dengan cairan

eksudat, dapat disebabkan oleh:5

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, rickettsia, chlamydia. Cairan efusi

biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan

keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis.

Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan

efusi.

2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang

berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab

dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie,

Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,

Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika

ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari

rongga pleura.

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi

timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus

subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan

menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya

focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada

didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang

yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat

badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae,

kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang

tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena adanya infasi tumor ke

pleura yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran kapiler, atau invasi tumor

ke kelenjar limfe paru-paru, jaringan limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus atau

mediastinum, yang menyebabkan gangguan aliran balik sirkulasi. Cairan pleura yang

ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin

menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui

10

Page 11: referat pulmo

pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum

(needle biopsy).

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru

atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan

pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa

kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang

diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4

indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:

a. Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

b. Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

c. Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

d. Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH

bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir

bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

Efusi transudat atau eksudat dapat dibedakan menurut perbandingan jumlah

laktat dehidrogenase (LDH) dan protein yang terdapat di dalam cairan pleura dan

serum. Efusi pleura eksudatif memenuhi setidaknya salah satu dari ketiga kriteria

berikut, sementara transudatif tidak sama sekali memenuhi kriteria ini: 6

Perbandingan kadar protein cairan pleura/protein serum > 0,5

Perbandingan kadar LDH cairan pleura/LDH serum > 0.6

Kadar LDH cairan pleura > 2/3 kadar normal tertinggi serum (>200)

PARAMETER TRANSUDAT EKSUDATWarna

BJ

Jumlah set

Jenis set

Rivalta

Jernih

< 1,016

Sedikit

PMN < 50%

Negatif

60 mg/dl (= GD

Jernih, keruh, berdarah

< 1,016

Banyak (> 500 sel/mm2)

PMN < 50%

11

Page 12: referat pulmo

Glukosa

Protein

Rasio protein T-E/plasma

LDH

Rasio LDH T-E/plasma

plasma)

< 2,5 g/dl

< 0,5

< 200 IU/dl

< 0,6

Negatif

60 mg/dl (bervariasi)

< 2,5 g/dl

< 0,5

< 200 IU/dl

< 0,6

F. ETIOLOGI DAN PATOLOGI ANATOMI

Efusi yang mengandung darah disebut dengan efusi hemoragis. Pada keadaan ini

kadar eritrosit di dalam cairan pleural meningkat antara 5.000-10.000 mm3. Keadaan

ini sering dijumpai pada keganasan pneumonia. Terdapat beberapa tipe cairan yang

dapat ditemukan pada efusi pleura, yaitu :7

Pleuritis eksudatif

Pada umumnya kelainan ini didasari oleh adanya suatu proses radang yang dapat akut

maupun kronis, selain itu dapat menjadi salah satu manifestasi kelainan sistemik. Suatu

pneumonia akut yang disebabkan oleh virus dapat pula disertai efusi pleura yang eksudatif

Suatu proses spesifik (TB) pada bagian paru atau iga atau kelenjar getah bening paru

yang dekat dengan pleura akan dapat merangsang pleura tersebut untuk menghasilkan cairan

yang disebut dengan eksudat. Keadaan ini juga dapat diakibatkan bersarangnya

mycobacterium tuberculosis yang telah mengalami penyebaran secara hematogen atau

limfogen. Kadar proteinnya tinggi sehingga bila diperiksa dengan tes rivalta akan

menghasilkan kekeruhan atau tes Rivalta +. Dengan demikian rivalta ini sangat kental,

warnanya kekuning-kuningan, jernih, serta cukup banyak limfosit dan mononuclear. Dalam

hal ini penyakitnya disebut pleuritis eksudatif. Walaupun etilogi umumnya adalah basil TB,

tetapi penemuan basil TB pada cairan pleura dengan cara konvesional lebih sering negative

daripada positif. Biasanya pleuritis eksudatif karena TB hanya unilateral saja. Puncak

produksi eksudat tercapai dalam minggu ke3 yang dapat melampaui sela iga 4-5. Selama di

Indonesia TB merupakan penyebab tersering pleuritis eksudatif.8

12

Page 13: referat pulmo

SLE (Systemic Lupus Erythematosis) dapat pula menjadi penyebabnya, tetapi dalam

hal ini bersifat bilateral dan hampir selalu disertai dengan pembesaran bayangan jantung

(berkisar dari minimal sampai sedang). Rheumatoid arthritis dapat pula mengakibatkan

pleuritis eksudatif.

Hidrothorak

Pada keadaan hipoproteinemi berat (sindroma nefrotik, ankilostomiasis berat,

kekurangan kalori protein berat, dll) bisa timbul transudat. Dalam hal ini penyakitnya disebub

hidrothorak dan biasanya bilateral. Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung

kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebagai salah satu trias dari sindroma Meig (fibroma

ovarii, acites, dan hidrothoraks)

Hematotoraks

Bila karena suatu trauma thoraks timbul perdarahan dalam rongga pleura, keadaan ini

disebut hematothoraks. Trauma ini bisa karena ledakan dasyat di dekat penderita (blast

injury) atau trauma tajam maupun trauma tumpul.7

Piothoraks atau empiema

Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis ini berubah

menjadi pus, maka keadaan ini disebut piothoraksatau empiema.setiap kasus pneumoni perlu

diingat kemungkinan timbulnya piothoraks

Chylothoraks

Bila karena suatu proses keganasan dalam mediastinum terjadi erosi dari duktus

thoracicus disertai fistula ke dalam rongga pleura, maka timbul chylothoraks, dimana

cairanya adalah limfa (putih kekuning-kuningan seperti susu) keadaan ini juga timbul pada

trauma thoraks yang berat. Kelainan ini memang jarang ditemukan. Kelainan ini dapat

dijumpai pada penderita sirosis hepatis, dengan chylous acites, dimana cairan asites ini akan

menembus diagfragma dan masuk ke dalam rongga pleura.

Hidropneumothoraks dan piopneumothoraks

13

Page 14: referat pulmo

Bila pada suatu piopneumothoraks didapat juga udara diatas pus, maka disebut

piopneumothotaks. Bila cairan masih belum berupa pus makan disebut hidropneumothoraks.

Cairan pleura Hematosanguinis

Bila cairan patologis ini dihasilkan proses maligna pada pleura, baik primer maupun

sekunder maka cairan akan berwarna kemerah-merahan sampai coklat (hematosanguinis).

Suatu abses hati karena amoeba yang menembus cairan diagfragma akan pula menimbulkan

efusi pleura kanan dengan cairan hematosanguinis.

G. KLINIK

Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamasi atau jika mekanika paru terganggu.

Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, berupa rasa penuh dalam dada atau

dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau

nyeri tumpul. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan

nyeri dada pleuritis , panas tinggi , subfebril , banyak keringat, batuk, banyak riak.

Berat badan menurun pada neoplasma, ascites pada sirosis hepatis. Deviasi trachea

menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang

signifikan.7

a. Pemeriksaan Fisik.

Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih cembung

Palpasi. Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal atau taktil

pada sisi yang sakit

Perkusi. Pekak pada perkusi

Auskultasi. Penurunan bunyi napas

Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi atelektasis

kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus. Nyeri dada

pada pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan

diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri

dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari

nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi

bisa menjalar ke daerah lain :9

14

Page 15: referat pulmo

1.   Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis

intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

2.   Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus

menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan

akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,

fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan

duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas

garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan

mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler

melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

b. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto thoraks

Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga

pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral

lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul. Pada

pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi

gravitasi.

15

Page 16: referat pulmo

2. Torakosentesis.

Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik.

Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian

bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16.

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.

Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:9

a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-

santrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru,

keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig kehijauan dan agak

purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat menunjukkan abses karena

amuba.

b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat dilihat

pada tabel :

3. Sitologi.

Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis

atau dominasi sel-sel tertentu.

Sel neutrofil: pada infeksi akut

Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna).

Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru

Sel mesotel maligna: pada mesotelioma

Sel giant: pada arthritis rheumatoid

Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik

Sel maligna: pada paru/metastase.

16

Page 17: referat pulmo

4. Bakteriologi.

Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung mikroorganisme

berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering Pneumokokus, E.coli, klebsiela,

pseudomonas, enterobacter.

5. Biopsi Pleura.

Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.

Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor

pada dinding dada.

H. PENATALAKSANAAN

1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).

2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).

3. Torakosentesis.

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga

dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai

berikut:10

a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas

bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam

posisi tidur terlentang.

b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah

sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara

sonor dan redup.

c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum

berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena

penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam

sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh

karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

17

Page 18: referat pulmo

d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap

aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi

sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut.

Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme

sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra

pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas

kapiler yang abnormal. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara

mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan

hipotensi.. Komplikasi torakosintesis adalah: pneumotoraks, hemotoraks, emboli

udara, dan laserasi pleura viseralis.

4. Pemasangan WSD.

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan

dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman.

Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:

a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris

media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.

b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang

lebih 2 cm sampai subkutis.

c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.

d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan

pleura parietalis.

18

Page 19: referat pulmo

e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik.

Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.

f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa

dan plester.

g. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang

dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan

dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat

masuk ke dalam rongga pleura.

h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,

kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk memastikan

dilakukan foto toraks.

i. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah

mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

5. Pleurodesis.

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan penanganan

terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa,

bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi

dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan

selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika

19

Page 20: referat pulmo

berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga

mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.

Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru

dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam

faal, kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan

larutan garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang, serta 10 ml lidokain

2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan

11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang

toraks diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin

merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam cairan tidak

keluar, selang toraks dapat dicabut. Komplikasi tindakan pleurodesis adalah sedikit sekali dan

biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam.

20

Page 21: referat pulmo

BAB III

KESIMPULAN

Efusi pleura merupakan manifestasi klinis dari adanya suatu penyakit. Oleh karena

itu, sebagai general practitioner kita harus mengetahui diagnosis, serta tindakan awal agar

tidak memperburuk prognosis yang dialami pasien.

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang perlu dilakukan secara

cermat guna mengetahui diagnosis dini yang baik serta penatalaksanaan yang baik. Efusi

pleura di Indonesia cukup banyak apalagi di Indonesia daerah endemic TB yang merupakan

salah satu causa dari efusi pleura.Penyuluhan langsung pada masyakrakat secara umum

dalam arti luas mengenai penyakit paru terutama efusi pleura perlu dilakukan untuk masukan

masyarakat tentang deteksi dini.

21

Page 22: referat pulmo

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. 9th ed. In: Setiawan, I., Tengadi,

KA, Santoso A. Jakarta: EGC: 2006.p.150-67.

2. Robert WK. Pleura diaseas.

http://thoracic.org/education/breathing-in-america/resources/chapter-14-pleural-

disease.pdf accesed on 20 january 2015

3. Khairani R, Syahhrudin E, Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah

Sakit PersahabatanJ Respir Indo. 2012; 32:155-60

4. Tobing EMS, Wirahardjo. Karakteristik Penderita Efusi Pleura di RSUP Adam Malik

Medan tahun 2011. E jurnal FK USU volume 1 no 2 tahun 2013

5. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th

edition. The McGraw-Hill Companies, Inc : New York. 2008; 108-23

6. Halim H, Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 2007.

Balai Penerbit FK UI Jakarta.

7. Danususantoso H, Penyakit-penyakit pleura.. In: Danususantoso H. Buku Saku Ilmu

Penyakit Paru. 2nded. Jakarta:Hipokrates 2005.p261-75.

8. Jasaputra DK, Widjaya JT, Wargasetya T, Makangiras I. Deteksi Mycobacterium

tuberculosis dengan Teknik PCR pada Cairan Efusi Pleura Penderita Tuberkulosis

Paru .JKM. Vol.7 No.1 Juli 2007: 01-14

9. Jeremy, et al. Efusi Pleura In: Jeremy. At a Glance Medicine 2nd. EMS. Jakarta :

2008.p.108-34

10. Jeremy, et al. Penyakit Pleura. In: jeremy At a Glance Sistem respirasi 2nd. EMS.

Jakarta : 2008.p.211-43

22