Upload
ryan-kharisma-loja
View
31
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Mekanisme radang
1. Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk
mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan sebagai mikroba yang
menginvansi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama
dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan structural dari pembuluh darah serta
emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan
meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan structural pada pembuluh darah mikro akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal
dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera
(Mitchell & Cotran, 2003).
Segera setelah jelas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokontriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam kapiler
yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif.
Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan
demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada
jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul
oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada orientasi
unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat
dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam
beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit (Robbins
& Kumar, 1995).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah
putih ke dalam jaringan tersebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut.
Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis
endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput
basalis yang berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke
dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya
konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan
menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan
menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui
saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat
jenis 10.000 dalton (Robbins & Kumar, 1995).
Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-
minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera
jaringan, dan pennyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan
perubahn vaskuler, edema, dan inflitrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik
ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi
jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis)
(Mitchell & Cotran, 2003).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang
akut, atu responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi kronik
berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang
menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik
sejak awal merupakan proses promer. Sering penyebab jejas memiliki toksitas rendah
dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terhadap 3 kelompok besar
yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti
basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang
tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autonium. Bila suatu radang berlangsung lebih
lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif
tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Perbedaan antara
akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi (Robbins & Kumar, 1995).
Mekanisme reaksi inflamasi kronis umum dimulai dari suatu agen pencidera yang akan
menghasilkan antigen yng mana antigen ini akan merangsang pembentukan proses perubahan
Limfosit T yang menjadi sel T efktor yang berakumulasi membentuk respon sel T sitotoksik
yang berperan dalam lisis sel (selular imuniti). Sel T tersebut juga berpengaruh dalam
pembentukan granuloma epiteloid dirangsang oleh sikotin. Sel T sitotoksik juga berpengaruh
dalam perubahan limfosit B menjadi sel plasma, yang akhirnya berpern dalam pembentukan
antibodi untuk melemahkan antigen (humoral imuniti). Makrofag yang telah memakan antigen,
dalam proses kronis akan membentuk granuloma awal, yang dalam keadaan infeksius
membentuk jaringan granuloma epiteloid kaseosa, dan pada keadaan noninfeksius menghasilkan
granuloma epitoloid nonkaseosa. Yang pada proses penyembuhan membentuk jaringan fibrosis.
2. Respon sel terhadap jejas
Respon sel terhadap jejas adalah reaksi radang atau inflmasi. Inflamasi merupakan reaksi
kompleks yang mulai terjadi pada pembuluh darah sebagai respon terhadap cedera, diikuti oleh
akumulasi cairan dan leukosit di jaringan ekstravaskuler. Respon inflamasi ini berlangsung
besamaan dengan proses perbaikan.
Bentuk respon sel terhadap jejas :
1. Retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi / kembali kea rah yang kurang
kompleks).
2. Progresif, berkelanjutan berjalan terus ke arah yang lebih buruk untuk penykit.
3. Adaptasi (penyesuaian) :
a. Atropi, yaitu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang
sempurna dengan ukuran normal.
b. Hipertropi, yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan meningkatkan ukuran alat
tubuh menjadi lebih besar dari pada ukuran normal.
c. Hiperplasia, yaitu dapat disebabkan oleh adanya stimulasi atau keadaan kekurangan
sekret atau produksi sel terkait.
d. Metaplasia, ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu
menjadi sel matur jenis lain.
e. Displasia, keadaan yang timbul pada sel dalam proses metaplasia berkepanjangan
tanpa mereda dapat mengalami polarisasi pertumbuhan sel reverse.
f. Degenerasi, yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai
perubahan marfologik, akibat jejas non fatal pada sel.
g. Infiltrasi.
3. Pengertian neoplasma
Pengertian neoplasma adalah menurut wills : massa jaringan abnormal dengan
pertumbuhan berlebihan dan tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal dan tetap
tumbuh dengan cara yang berlebihan setelah stimulus yang menimbulkan perubahan tersebut
berhenti.
Sifat neoplasma :
Hilangnya respon terhadap pengendalian pertumbuhan.
Bertindak sebagai parasit.
Berkompetisi terhadap sel / jaringan untuk kebutuhan metabolisme.
Tidak tergantung growth factor.
Pengertian kanker neoplasma yaitu suatu pertumbuhan jaringan yang tidak berguna bagi
tubuh, menyerang jaringan induk, dan merusak jaringan sekitarnya. Pertumbuhannya tidak
terkontrol / abnormal, progesif, pada akhirnya mengakibatkan perubahan perilaku jaringan
meskipun rangsangan / iritasi telah dihilangkan.
4. Penuaan dan kematian sel
Penuaan dan kematian sel dan jaringan dapat melalui proses, yaitu nekrosis atau
apoptosis.
Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan secara tidak alami.
Urutan kronologis tahapan yang terjadi antara lain :
1) Pembengkakan sel
2) Digesti kromatin
3) Rusaknya membran plasma (plasma dan organel)
4) Hidrolisis DNA
5) Vakuolasi oleh ER
6) Penghancur organel
7) Lisis sel
Pelepasan isi intra sel setelah rusaknya membran plasma adalah penyebab dari
inflamasi / peradangan pada nekrosis.
Apoptosis adalah aksi bunuh diri sel yang dikenal juga sebagai kematian terprogram,
dimana progrm ”bunuh diri” ini diaktivasi dan diregulasi oleh sel itu sendiri.
Urutan kronologis tahapn yang terjadi antara lain:
1) Fragmentasi DNA
2) Penyusutan dari sitoplasma
3) Perubahan pda membran
4) Kematian sel tanpa lisis atau merusak sel tetangga.
Perbedaan antara Nekrosis dan Apoptosis
Nekrosis ApoptosisKematian oleh faktor luar sel Kematian diprogram oleh selSel membengkak Sel tetap ukurannyaPembersihan debris oleh fagosit dan sistem imun sulit
Pembersihan berlangsung cepat
Sel sekarat tidak dihancurkan fagosit maupun sistem imun
Sel sekarat akan ditelan fagosit karena ada sinyal dari sel
Lisis sel Non-lisisMerusak sel tetangga (inflamasi) Sel tetangga tetap hidup normal
Alasan / tujuan kematian sel
Pada perkembangan sistem saraf tulng belakang, lebih dari setengah sel saraf umumnya
mati setelah mereka dibentuk.
Pada manusia dewasa yang sehat, milyaran sel mati pada sumsum tulang dan saluran
pencernaan setip jamnya.
Untuk apa sel dalam jumlah banyak ini mati dalam keadaan yang sangat sehat?!
Berikut ini adalah beberapa alasan yang mendasari kematian terprogram pada sel :
1. Untuk proses pembentukan morfologis
Telapak tikus dibentuk oleh kematian sel selama perkembangan embrionik
2. Untuk proses pembuangan struktur yang tidak berguna
Kecebong kehilangan ekor karena struktur itu tidak lagi dibutuhkan
3. Meregulasi jumlah sel
Sistem saraf sesuai dengan jumlah sel target
Jaringan dewasa tidak membengkak atau menyusut
Hati tikus dewasa yang dipotong sebagian akan tumbuh kembali utuh sesuai ukuran
awal, vice versa
Pada manusia dewasa, kematian sel setara dengan pembelahan sel
4. Sebagai respon sel terhadap infeksi, kerusakan sel, kerusakan DNA, atau stress.
Regulasi Kematian Sel
Apoptosis dimediasi oleh senyawa cascade proteolitik intraseluler
Protease dengan sistein pada situs aktifnya dan memotong target protein pada asam
aspartat spesifik.
Sering disebut sebagai caspase, disintesis dalam bentuk procaspase
Procaspase dipotong oleh caspase, berikatan dengan protein adaptor menjadi aktif.
Beberapa potong lamina inti, bebaskan DNAse, dst.
Dasar-dasar neoplasma ‹‹ Society and Medical Science
Apoptosis ialah kematian sel terprogram yang terjadi akibat beberaoa proses fisiologik
atau neoplastik. Penumpukan sel pada neoplasma, tidak hanya terjadi akibat aktifasi gen
perangsang perumbuhan atau anti-onkogen, tapi juga terjadinya mutasi gen pengatur apoptosis.