69
JURNAL Volume VII Edisi 1/Desember/2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan 2016 Membangun Budaya Literasi

Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

  • Upload
    lamque

  • View
    246

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

J U R N A L

Volume VII Edisi 1/Desem

ber/2016

Kementerian Pendidikan dan KebudayaanDirektorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan2016

Membangun BudayaLiterasi

Page 2: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

11

DAFTAR ISI

Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Jurnal AKRAB ini dipublikasikan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan

Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pandangan dari kontributor

dalam jurnal ini mencerminkan berbagai persfektif mengenai pendidikan keaksaraan untuk pemberdayaan. Berbagi

pandangan ini tidak harus mencerminkan pandangan editor.

Daftar Isi .............................................................................................................................................................. 1

Pengantar Redaksi ......................................................................................................................................... 3

TEMA KITA

Membangun Budaya Literasi

Dr.Erman Syamsuddin ................................................................................................................................... 4

ARTIKEL

Pembelajaran Keaksaraan Dasar Akseleratif - Inovatif “Batung Bingar”

di Kabupaten Probolinggo - Jawa Timur

Yusuf Mualo ....................................................................................................................................................... 6

Teknik Konseling bagi Peserta Didik Pendidikan Keaksaraan Dasar

Agus Ramdani ................................................................................................................................................... 24

Model Pembelajaran KUM Berbasis Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Andang Heryahya ........................................................................................................................................... 33

Menumbuhkan Kemampuan Dasar Kewirausahaan Melalui Penerapan Model Appreciative

Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

Raya

Muhammad Aff andi ....................................................................................................................................... 45

Gentenan (Gerakan Pendidikan Peningkatan Ekonomi Kemaritiman) : Keaksaraan Dalam

Pemberdayaan Perempuan

Euis Laelasari, dkk ............................................................................................................................................ 60

Gerakan Literasi Melalui Pembelajaran Kreatif Di Taman Bacaan Masyarakat (TBM)

Muhsin Kalida ................................................................................................................................................... 75

Program Kreatif Ayo Membaca, Menumbuhkan Minat Baca Melalui Strategi Spiral Habits

Yetty Widya Kusuma Santi, dkk ................................................................................................................... 89

Kajian Manajemen Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Di Kabupaten Semarang

Melati Indri Hapsari ......................................................................................................................................... 104

Perluasan Akses Layanan TBM Melalui Teras Baca dalam rangka Menumbuhkan Minat

Baca Masyarakat

Purwanto dan Nunung Nurazizah ............................................................................................................. 120

Page 3: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

2 3Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal AKRAB edisi I ini mengangkat tema membangun budaya literasi. Dua artikel pertama mengangkat tentang keaksaraan dasar dari sisi model pembelajaran dan teknik konseling bagi peserta didik keaksaraan dasar. Hal

ini merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran keaksaraan dasar. Untuk memelihara kemampuan keberaksaraan peserta didik, pasca keaksaraan dasar, ditindaklanjuti dengan program pendidikan keaksaraan usaha mandiri (KUM) yang dituliskan di artikel ketiga. Program KUM diarahkan untuk memelihara kemampuan keberaksaraan dan pengenalan kemampuan berusaha. Untuk meningkatkan kemampuan berusaha ini maka diperlukan program kewirausahaan yang disampaikan dalam atikel keempat dan kelima.

Kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang telah diperoleh peserta didik harus terintegrasi dalam kegiatan usaha yang dikembangkan, sehingga bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mendukung kompetensi yang telah diperoleh maka diperlukan upaya pengembangan budaya baca masyarakat. Tentang pengembangan budaya baca masyarakat ini terdapat pada artikel keenam sampai kesembilan. Untuk mendukung pengembangan budaya baca ditempuh melalui gerakan literasi yang terdapat pada artikel keenam dan ketujuh. Untuk membangun budaya literasi perlu didukung dengan fasilitasi sarana budaya baca dalam bentuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM) baik dalam pengelolaannya yang terdapat pada artikel kedelapan dan perluasan akses layanan pada artikel kesembilan.

Semoga para pembaca dapat mengkaji lebih mendalam rangkaian tulisan tentang keaksaraan dan upaya membangun budaya literasi.

Salam Redaksi.

Tim Redaksi

Penanggung Jawab : Dr. Erman Syamsuddin

Pimpinan Redaksi : Dr. Samto

Editor :

Johan Winarni, S.P, M.Pd.

Dr. Ade Kusmiadi

Dr. Ade Makmur

Dr. Syadeli Hanafi

Hamzah Hakim, M.Pd.

Tim Redaksi dan Pengolahan Naskah :

Moh. Alipi, S.Pd.

Erika Yuanita Fatimah, S.Pd.

Siti Nurul Aini, S.Kom

Drs. Tjahyono Hadi, SE

Erna Fitriawati NH, SE

Penulis Artikel:

Yusuf Mualo

Agus Ramdani

Andang Heryahya

Muhammad Aff andi

Euis Laelasari, dkk

Muhsin Kalida

Yetty Widya KS, dkk

Melati Indri Hapsari

Purwanto dan Nunung Nurazizah

Sekretariat:

Bambang Sutrisno, S.Pd.

Syaharuddin

Rendhany, S.Kom

Rizki Fauzi, ST

Febri Kelana

Desain/Layout :

Rulnaidi

Alamat Redaksi:

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan

Kompleks Kemdikbud Gedung E Lantai 8,

Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta (10270)

Telepon: (021) 5725715, 5725575, Fax: (021) 5725039

email: [email protected]

Dipublikasikan Oleh:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pndidikan Masyarakat

Direktorat Pembinaan Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan

Page 4: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

4 5Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

TEMA KITA

Literasi telah menjadi istilah yang populer sekarang ini. Namun belum banyak yang memahami makna dan defi nisinya secara jelas. Secara sederhana, literasi adalah kemampuan membaca dan menulis (keberaksaraan). Kemampuan

literasi merupakan hak setiap orang dan merupakan dasar untuk belajar sepanjang hayat. Makna dasar literasi sendiri merupakan pintu utama bagi pengembangan literasi secara lebih luas. Seseorang dikatakan literat jika ia sudah memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut. Pilar budaya literasi adalah dengan membudayakan membaca dan menulis. Membaca dan menulis menjadi kunci untuk mengetahui informasi dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kemampuan dalam membaca dan menulis tak lepas dari adanya pendidikan keaksaraan di Indonesia. Berdasarkan data PDSP Kemdikbud tahun 2014 bahwa secara nasional masih terdapat sebesar 3,70% atau 5.984.075 penduduk usia 15-59 tahun buta aksara, dan dua pertiga di antaranya adalah perempuan. Ini menunjukkan bahwa pendidikan keaksaraan penting agar masyarakat Indonesia dapat terbebas dari buta aksara. Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan dalam hal ini terus mengupayakan dalam memberikan layanan pendidikan keaksaraan untuk meningkatkan angka melek aksara di Indonesia. Sasaran penduduk buta aksara mayoritas tersebar di daerah terpadat buta aksara, daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T), Papua dan Papua Barat, serta Komunitas Adat Terpencil (KAT).

MembangunBudaya LiterasiDr. Erman Syamsuddin Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan

Program pendidikan keaksaraan yang telah diterima masyarakat, tentu tidak bisa disudahi begitu saja. Namun harus ada upaya-upaya untuk memelihara keberaksaraan masyarakat supaya mereka tidak menjadi buta aksara kembali. Salah satunya adalah dengan meningkatkan budaya baca pada masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data UNESCO tahun 2012, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001 yang artinya dari 1000 penduduk hanya 1 orang yang membaca. Sedangkan menurut studi terbaru tentang “literate behavior and supporting facilities to the behavior’’ bahwa dari 61 negara, Indonesia merupakan peringkat ke-60. Ini menandakan masih rendahnya indeks literasi masyarakat Indonesia. Padahal penguasaan literasi dalam segala aspek kehidupan merupakan tulang punggung kemajuan peradaban suatu bangsa. Oleh karena itu pentingnya kita membangun budaya literasi pada masyarakat Indonesia. Budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfi kir yang diikuti dengan proses membaca, menulis dan pada akhirnya apa yang dilakukan dalam seluruh proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya.

Membudayakan literasi itu memang memerlukan proses yang berlangsung secara terus-menerus sehingga dapat terbentuk dengan baik. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membangun budaya literasi, diantaranya dengan mengadakan dan memudahkan fasilitas juga akses bacaan di masyarakat. Seperti yang sudah kita lihat sekarang bahwa sudah banyak Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang menjamur, perpustakaan keliling, bahkan diluncurkannya gerakan literasi sekolah dimana para siswa pada 15 menit sebelum pelajaran dimulai diharuskan membaca buku di sekolah, dan Gerakan Literasi Nasional. Namun fasilitas yang ada tentu tidak akan berjalan jika tidak adanya partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, perlu diadakan sosialisasi pada masyarakat sekitar akan pentingnya budaya literasi. Partisipasi masyarakat secara aktif dalam meramaikan TBM, membudayakan membaca baik di rumah dan di mana saja, diharapkan akan dapat membentuk budaya literasi pada masyarakat. Dengan demikian, upaya mengintegrasikan pembudayaan literasi akan sangat membantu dalam kemajuan peradaban bangsa dan menciptakan generasi emas penerus bangsa.

Page 5: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

6 7Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

ARTIKEL

Pembelajaran Keaksaraan Dasar Akseleratif - Inovatif“Batung Bingar” di Kabupaten Probolinggo - Jawa TimurYusuf Mualo (Pamong Belajar BP-PAUD dan DIKMAS Jawa Timur)

ABSTRAK

Pengembangan model pembelajaran keaksaraan dasar akseleratif inovatif Batung Bingar bertujuan: (1) untuk menemukan bentuk model pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif Batung Bingar, yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan sumber daya lokal; (2) mengembangkan kurikulum pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif Batung Bingar yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan sumber daya lokal;(3) mengembangkan bahan ajar pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif Batung Bingar yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan sumber daya lokal; dan (4) mengembangkan alat penilaian pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif Batung Bingar. Subyek penelitian, adalah peserta didik keaksaraan dasar di PKBM Putra Bangsa Desa Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur, sebanyak 10 orang peserta didik.

Hasil pengembangan model adalah tersusunnya (1) pedoman penyelenggaraan naskah akademik model pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif Batung Bingar, yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan sumber daya lokal; (2) naskah kurikulum pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif Batung Bingar, yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan sumber daya lokal; (3) naskah bahan ajar pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif Batung Bingar, yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan sumber daya lokal; dan (4) naskah alat penilaian pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif Batung Bingar.

Berdasarkan hasil ujicoba penyelenggaraan model tersebut, dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran keaksaraan Batung Bingar menarik bagi pengelola, tutor, dan peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan tercapainya: (1) rata-rata pengelola/tutor memiliki

panduan, kurikulum, alat penilaian, bahan ajar Batung Bingar; (2) memahami panduan, kurikulum, alat penilaian, bahan ajar; (3) dapat melengkapi bahan ajar agar lebih sesuai dengan kondisi desa Sumber; (4) kehadiran pengelola dan tutor 100%; (5) kehadiran warga belajar rata-rata >90%; (6) peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran; (7) 87,5% peserta didik telah lulus pengujian akhir. Dengan demikian dapat diartikan model pembelajaran Batung Bingar sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran keaksaraan dasar.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Keaksaraan Dasar, Akseleratif Inovatif, Batung Bingar.

A. PendahuluanKeaksaraan menjadi hal penting bagi dunia, ini terbukti dengan fokus laporan dari UNESCO pada tahun 2011, yaitu ”EFA Global Monitoring Report, Literacy for Empowerment”. Laporan tersebut menekankan keseriusan dari berbagai negara untuk menjadikan keaksaraan sebagai pusat perhatian kebijakan di hampir seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Keaksaraan menjadi core program Education for All, bahkan dalam dekade keaksaraan bangsa-bangsa dinyatakan bahwa ”Keaksaraan merupakan jantung pendidikan untuk semua dan melek aksara memberikan lingkungan yang kondusif terhadap pencapaian tujuan-tujuan pengentasan kemiskinan, pengurangan angka kematian bayi, menahan angka pertumbuhan penduduk, pencapaian kesetaraan gender, menjamin kelangsungan pembangunan, perdamaian dan demokrasi.

Di Indonesia, pelaksanaan penuntasan penduduk buta aksara terus digalakkan dan diintegrasikan dengan program pemberdayaan masyarakat. Angka kemiskinan yang tinggi dan belum meratanya akses layanan pendidikan, menjadi tantangan tersendiri dalam memajukan dan mencerdaskan masyarakat Indonesia, jumlah penduduk miskin masih diperkirakan sebesar 27.727.780 orang (TNP2K, 2014). Masalah dan tantangan yang menyertai program pendidikan keaksaraan seperti, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan serta akses yang terbatas. Dari berbagai sumber kajian dan forum ilmiah belakangan ini yang berusaha membedah persoalan klasik pendidikan keaksaraan, terdapat beberapa problematika besar pendidikan keaksaraan di Indonesia, termasuk di Jawa Timur yang menyandang rekor tertinggi secara kuantitas jumlah penduduk buta aksara.

Beberapa permasalahan antara lain masalah data penduduk buta aksara yang kurang akurat, data jumlah sasaran pendidikan keaksaraan berbeda-beda antarsumber (Daerah, Kemdikbud, BPS), hal ini berkaitan dengan perbedaan

Page 6: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

8 9Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

kriteria dan metodologi dan prosedur pendataan. Pendataan serupa itu menjadi persoalan, manakala di setiap institusi mencoba melakukan pengukuran secara kuantitaf tentang perubahan angka buta aksara. Oleh karena itu, semakin jelas perbedaan angka yang jauh dari ambang batas toleransi, sebagai contoh, data Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terdapat 1.865.018 orang sisa garapan usia 15 tahun ke atas, sementara di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tercatat 2.534.741 orang atau 8,6%. Kedua adalah sisa sasaran pendidikan keaksaraan dalam dimensi ekonomi, geografi s, dan sosial budaya memiliki tantangan tersendiri untuk dipertimbangkan dalam melakukan pendekatan program. Alasan ekonomi baik yang disebabkan oleh kemiskinan ataupun ketertinggalan dalam informasi, kadang mereka merupakan kelompok masyarakat marginal. Demikian juga, hambatan geografi s, mereka tinggal di daerah terpencil, kondisi terisolasi, dan hidup terpencar. Termasuk secara sosial budaya, kelompok ini merupakan masyarakat dengan keyakinan dan adat istiadat tertentu. Hal lain yang masih memberikan kontribusi terhadap angka buta aksara adalah masih besarnya angka DO kelas awal SD yang dapat diasumsikan segera menjadi buta huruf kembali.

Angka capaian buta aksara secara kuantitatif, sudah mengalami peningkatan yang signifi kan. Pada level nasional, capaian program pendidikan keaksaraan hampir mencapai target 5% sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 5 tentang GNP-PWB/PBA tahun 2006 dimana pada akhir tahun 2009 yakni 5,03% (sekitar 8.312.225). Akan tetapi provinsi Jawa Timur sendiri belum mencapai target nasional, masih pada kisaran 8,6%. Dalam konteks Jawa Timur, niat politik dari pemerintah daerah provinsi untuk menuntaskan masalah ini makin nampak. Dalam rangka percepatan pemberantasan buta aksara di Jawa Timur, Gubernur Jawa Timur telah menerbitkan surat edaran No. 420/4714/130/2009, pertanggal 17 April 2009, tentang Pendataan Penuntasan Buta Aksara di Provinsi Jawa Timur, yang ditindak lanjuti Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur No. 420/2392/103.02/2009 tanggal 20 April 2009 perihal yang sama. Kemudian pada Sensus Penduduk tahun 2010, pemerintah Jawa Timur secara khusus melakukan kerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur agar diperoleh kepastian data jumlah penduduk buta aksara sehingga perbedaan yang ada selama ini dapat segera terselesaikan. Data sementara dari sensus tersebut menunjukkan Jawa Timur memiliki jumlah buta aksara mencapai 10,53% sebaran terbesar pada daerah Madura dan tapal kuda. Lebih jauh, dengan diperolehnya data hasil sensus tersebut pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan strategi dan perencanaan percepatan penuntasan buta aksara secara integral dan holistik dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur.

Untuk mengatasi kompleksitas persoalan pendidikan keaksaraan dan besarnya angka buta aksara diperlukan pendekatan yang inovatif dan luar biasa, agar hal itu dapat diatasi tampaknya perlu dicari solusi yang tepat sesuai dengan konteks lokalitasnya. Untuk mencapai itu, sudah tentu diperlukan upaya akseleratif Inovatif dengan mendayagunakan berbagai sumber daya, kebijakan, dan program yang terarah dan tepat sasaran terutama pada kelompok sasaran masyarakat kantong-kantong buta aksara.

Pada tahun 2010, BP-PAUD dan DIKMAS Jawa Timur telah mengembangkan Model Keaksaraan Kewirausahaan Sosial (KKS) sebagai sebuah model penyelenggaraan program penuntasan buta aksara pada tingkat desa dengan memberikan sentuhan 3 (tiga) aspek yakni: pendidikan keaksaraan dasar, pelestarian-pembudayaan keberaksaraan, serta peningkatan ekonomi produktif pada kelompok sasaran secara integratif dan berkesinambungan. Salah satu elemen penting yang telah dikembangkan dari model tersebut adalah pembelajaran keaksaraan dasar dengan pendekatan dan metode Batung Bingar.

Dari kajian empirik ini ditemukan, bahwa pendekatan dan metode Batung Bingar mencapai tingkat efektivitas 70%. Beberapa unsur yang dipandang perlu untuk pembenahan guna peningkatan derajat efektivitas metode ini adalah aspek tutor, pengembangan metode, materi (kurikulum) dan evaluasi. Pada aspek tutor, kualifi kasi dan kompetensi menjadi hal yang urgen untuk disiapkan secara komprehensif, sedangkan pada aspek metode, masih diperlukan adanya penambahan keunggulan metode SAS (structured analysis sintesis) untuk menambah kesangkilan dan kemangkusan metode tersebut. Kemudian pada sisi materi dan kurikulum, konteks lokal menjadi acuan untuk dikembangkan. Demikian pula evaluasi, masih diperlukan adanya alat dan teknik evaluasi pembelajaran yang reliabel dan valid. Selain itu, hasil studi pendahuluan (exploration study), yang menjadi bagian awal dari studi pengembangan ini, menunjukkan adanya data dan fakta yang menarik.

Karakteristik sosial dan ekonomi masyarakat buta aksara merupakan golongan masyarakat dengan profesi buruh tani, petani penggarap, kuli bangunan, pembantu rumah tangga, pemulung, tukang becak, pedagang kecil, dan tidak bekerja (ibu rumah tangga) dengan penghasilan antara Rp 5.000 s.d. Rp 20.000 setiap hari. Kondisi ini berdampak pula dengan status sosial dalam lingkungan sosial dimana mereka sebagai golongan bawah yang hanya berperan sebagai peserta (pengikut) dalam kegiatan sosial di lingkungannya. Status sosial tersebut sudah diperoleh turun-temurun dari orang tua dan kerabatnya yang juga kalangan bawah.

Page 7: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

10 11Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Kondisi tersebut secara kasat mata dapat di lihat dari kondisi rumah dengan ukuran kecil (sewa/rumah sendiri) dengan jumlah anggota keluarga yang relatif banyak 3-8 orang, orang tua tunggal (janda/duda). Demikian pula dalam hal akses jalan, air bersih, jamban, dan listrik serba terbatas (seadanya).

Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) program pendidikan keaksaraan diperoleh beberapa catatan penting antara lain: (1) perlunya ada pemilahan sasaran program keaksaraan antara sasaran dalam usia produktif dan usia lanjut; (2) bagi sasaran usia lanjut, perlu ada layanan sosial atau santunan; (3) masih diperlukan pembenahan dalam tatakelola program pendidikan keaksaraan agar memenuhi standar isi dan proses Keaksaraan dasar; (4) PKBM dan lembaga penyelenggara program pendidikan keaksaraan lainnya dapat membangun sinergi dengan program-program penguatan ekonomi masyarakat dalam rangka pelestarian keaksaraan dan peningkatan pendapatan alumni program keasaraan dasar; (5) penyiapan tutor dalam pelaksanaan program keaksaraan belum memadai; (6) pengendalian program perlu melibatkan SKB sesuai dengan Permendiknas No. 35 tahun 2006 tentang Percepatan Penuntasan Wajardikdas 9 tahun dan buta aksara; dan (7) perlunya intervensi secara berkelanjutan antara keaksaraan dasar dan pelestariannya (KUM).

Ringkasnya, agar diperoleh model pembelajaran yang memiliki derajat efektivitas yang teruji secara teoretis dan empiris dalam percepatan penuntasan buta aksara, perlu dikembangkan model pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif ”Batung Bingar” (Baca, Tulis, Hitung, Bicara dan Mendengar).

B. Kajian LiteraturPermasalahan yang masih dihadapi dalam penyelenggaraan pendidikan non formal dan informal dewasa ini adalah; Pertama, PNFI belum mendapat pemahaman dan perhatian yang maksimal dari pemerintah maupun masyarakat dalam rencana pembangunan nasional, baik yang berkenaan dengan peraturan perundangan maupun dukungan anggaran sehingga pemerataan pelayanan PNFI bagi masyarakat di berbagai lapisan dan di berbagai daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal. Kedua, masih terbatasnya jumlah dan mutu tenaga profesional pada institusi PNFI di tingkat pusat dan daerah dalam mengelola, mengembangkan, dan melembagakan PNFI. Ketiga, masih terbatasnya sarana dan prasarana PNFI baik yang menunjang penyelenggaraan maupun proses pembelajaran PNFI dalam rangka memperluas kesempatan, peningkatan mutu

dan relevansi hasil program PNFI dengan kebutuhan pembangunan. Keempat, terselenggaranya kegiatan PNFI di lapangan tergantung pada tenaga sukarela yang tidak ada kaitan struktural dengan pemerintah sehingga tidak ada jaminan kesinambungan pelaksanaan program PNFI. Kelima, partisipasi/peranserta masyarakat dalam memprakarsai penyelenggaraan dan pelembagaan PNFI masih relatif sangat rendah (Fasli Jalal, sebagaimana dikutip dalam Model SKK 2008).

Beberapa konsep dasar yang menjadi landasan teoretis dalam kajian ini meliputi: (1) konsep keaksaraan dan ragam keaksaraan; (2) tipologi masyarakat kantong buta aksara; (3) Silabus Pendidikan Keaksaraan Dasar Meliputi Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Komptensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD); (4) pendekatan dan metode pembelajaran keaksaraan; (5) membaca dan menulis permulaan; (6) komunikasi lisan (verbal); dan (7) berhitung permulaan.

1. Konsep Keaksaraan dan Ragam KeaksaraanKonsep keaksaraan (literacy) mengalami perkembangan yang panjang. Pada awalnya ini dipandang sebagai keterampilan menulis, membaca, dan berhitung (dalam Literacy, a UNESCO Perspective-2003). Hal ini berdampak pada prakteknya, dimana orang dewasa sebagai warga belajar diperlakukan seperti murid dan proses pembelajaran merefl eksikan pembelajaran di ruang-ruang kelas persekolahan yang kaku dan hierarkis, terutama dalam hal relasi warga belajar dan tutor/guru. Dalam pandangan UNESCO, keaksaraan merupakan medium untuk memperoleh dan mengembangkan informasi dan ilmu pengetahuan.Singkatnya ini merupakan alat untuk belajar sekaligus sebagai praktek sosial agar mereka dapat menyuarakan dan berpartisipasi sebagai individu dan komunitas dalam kehidupan sosial-ekonomi.

Pada perkembangan berikutnya, sekitar tahun 1960-an muncul pandangan fungsional dalam pendidikan keaksaraan sebagai respon atas permintaan ekonomi (economic demand) yang melihat pentingnya kebermanfaatan/fungsionalisasi dengan fokus pada kemampuan membaca dan menulis untuk peningkatan produktifi tas baik dalam bidang pertanian, industri, maupun bidang pekerjaan lainnya. Konsep ini sangat berhubungan dengan pelatihan vokasional. Konsep keaksaraan fungsional awalnya dikembangkan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat (The US Army) untuk memudahkan personil tentara menyesuaikan diri dengan peran-peran tertentu dalam militer. Archer (1998) menyebut konsep ini sebagai upaya menyiapkan orang dewasa marginal (marginal adults) untuk dilibatkan dalam kehidupan ekonomi dan sosial yang sudah mapan dengan bekal kecakapan dan pengetahuan tertentu.

Page 8: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

12 13Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Pemikiran tentang konsep keaksaraan tidak dapat dipisahkan dari kontribusi Paulo Freire yang mendefi nisikan keaksaraan sebagai seperangkat praktek-praktek yang dapat berfungsi memberdayakan (empower) atau melemahkan (disempower) masyarakat, dimana ’itu (pendidikan keaksaraan) mereproduksi formasi sosial yang telah eksis (reproduce existing sosial formations) atau menjadi seperangkat praktek budaya untuk mempromosikan demokrasi dan perubahan yang emansipatif ” (Freire,1992, hal. viii). Dia berpandangan bahwa keaksaraan sebagai alat untuk pemberdayaan (a tool of empowerment).

Di Indonesia, upaya menuntaskan buta aksara dan mengembangkan berbagai ragam keaksaraan telah dilakukan sejak lama dan melibatkan berbagai institusi, baik pemerintah maupun lembaga non-pemerintah. Ragam keaksaraan yang telah dan tengah dikembangkan di Indonesia antara lain: (1) Keaksaraan Fungsional, (2) Aksara Kewirausahaan, (3) Keaksaraan Kritis, (4) Keaksaraan Perdamaian, dan (5) Keaksaraan Bencana.

2. Tipologi Masyarakat Kantong Buta AksaraDalam berbagai kajian yang telah dilakukan oleh berbagai institusi terhadap masyarakat buta aksara, termasuk BP-PAUD dan DIKMAS Jawa Tmur, dapat dikategorikan beberapa kantong buta aksara antara lain: (1) Kantong buta aksara pada masyarakat pinggiran hutan, (2) Masyarakat terpencil, (3) Masyarakat pada suku terasing, (4) Masyarakat pada pulau-pulau kecil, (5) Masyarakat nelayan, dan (6) Masyarakat miskin di perkotaan yang tinggal pada daerah-daerah kumuh.

3. Silabus Pendidikan Keaksaraan DasarKurikulum pendidikan keaksaraan dasar merupakan seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan tertentu. Komponen-komponen kurikulum terdiri atas tujuan, isi, dan struktur program, organisasi, dan proses belajar mengajar serta diakhiri dengan evaluasi.

Kurikulum pendidikan keaksaraan dasar merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang harus dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan di Indonesia. Kurikulum pendidikan keaksaraan dasar merupakan kurikulum yang berbasis kompetensi, di dalam mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam membaca, menulis, dan berhitung dengan

mempergunakan bahasa Indonesia untuk aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga dapat memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas kehidupan peserta didik pendidikan keaksaraan dasar.

Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 86 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar, dijelaskan bahwa kurikulum pendidikan keaksaraan dasar meliputi: (1) Standar Komptensi Lulusan (SKL) dimana kemampuan yang harus dikuasai peserta didik setelah tuntas mengikuti pembelajaran, SKL–KD ini meliputi penguasaan: (a) pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam membaca dan menulis dalam tiga kalimat sederhana, serta berkomunikasi dalam bahasa Indonesia melalui teks personal, teks deskripsi, teks informasi dalam bentuk poster, dan teks petunjuk sederhana, (b) pengetahuan, keterampilan dan sikap berhitung serta penggunaan satuan pengukuran panjang, berat, isi, dan waktu yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. (2) Komptensi Inti (KI) merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai SKL yang dimiliki peserta didik pendidikan keaksaraan dasar yang menjadi landasan pengembangan KD yang mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi program pembelajaran dalam mencapai SKL, dan (3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan uraian tingkat kemampuan yang harus dicapai peserta didik yang terkait dengan muatan pembelajaran dan pengalaman belajar dalam bentuk program pembelajaran yang mengacu pada KI secara fungsional.

4. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Keaksaraan Pendekatan merupakan seperangkat asumsi yang aksiomatik tentang hakikat bahasa, pengajaran dan belajar bahasa yang dipergunakan sebagai landasan dalam merancang, melaksanakan dan menilai proses belajar-mengajar bahasa. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; bahasa sebagai sistem komunikasi dan ada pula yang menganggap bahasa sebagai seperangkat peraturan/kaidah. Beberapa pendekatan pembelajaran berbahasa, termasuk pembelajaran keaksaraan adalah sebagai berikut: (a) pendekatan behaviorisme; (b) pendekatan nativisme; (c) pendekatan kognitif; (c) pendekatan interaksi sosial; (d) pendekatan tujuan; (e) pendekatan struktural; (f ) pendekatan komunikatif, (g) pendekatan pragmatis; (h) pendekatan “Whole Language; dan (i) pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning/CTL)

Page 9: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

14 15Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

5. Membaca dan Menulis Permulaan (MMP)Kegiatan berbahasa tercermin dalam berbicara, membaca, dan menulis dalam kehidupan sehari-hari. Keempat keterampilan berbahasa tersebut diperoleh secara hierarkis. Maksudnya, pemerolehan keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan lainnya. Inilah yang menunjukkan bahwa seseorang dapat menguasai keempat keterampilan berbahasa secara hierarkis. Keterampilan menyimak dan berbicara yang merupakan keterampilan berbahasa reseptif, diperoleh seseorang untuk pertama kalinya di lingkungan rumah. Keterampilan membaca dan menulis, yakni keterampilan berbahasa produktif, diperoleh seseorang ketika mereka memasuki pendidikan formal. Oleh karena itu, kedua jenis keterampilan berbahasa ini merupakan sajian pembelajaran yang utama dan pertama dalam pendidikan keaksaraan, termasuk keaksaraan untuk orang dewasa. Kedua materi keterampilan berbahasa ini disusun dalam satu kemasan pembelajaran yang dikenal dengan MMP (Membaca-Menulis Permulaan).

Pembahasan subtopik Metode MMP meliputi pengenalan terhadap konsep-konsep dasar berbagai model/macam metode pembelajaran dalam MMP. Metode-metode dimaksud diantaranya adalah Metode Eja, Bunyi, Suku Kata, Global, dan SAS (Struktur, Analitik, Sintetik).

6. Komunikasi Lisan (Verbal)Bahasa bersifat simbolik yang terdiri atas lambang-lambang yang memiliki konsep atau arti tertentu. Dengan lambang-lambang yang diciptakannya, manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya untuk bertukar ide, gagasan, dan perasaannya secara tak terbatas. Selain itu, bahasa juga bersifat arbitrer atau manasuka. Artinya, umumnya bunyi-bunyi bahasa yang disusun dengan cara tertentu hanya bersifat kebetulan. Terdapat pula pandangan bahwa konsep bahasa bersifat konvensional. Maksudnya, penetapan lambang-lambang atau aturan bahasa yang mengacu kepada makna atau konsep tertentu dilakukan atas dasar kesepatan masyarakat pemakainya. Sebagai sarana ekspresi diri dan interaksi sosial, bahasa merupakan medium ekspresi diri, bahasa digunakan untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, dan perasaan seseorang. Sebagai sarana interaksi sosial, bahasa merupakan alat berkomunikasi dan bekerjasama dengan lainnya. Karena itu pula dapat kita katakan bahwa fungsi utama bahasa adalah untuk berkomunikasi.

Berbicara dan mendengar merupakan ragam komunikasi lisan. Dalam praktik komunikasi, keduanya muncul secara bersamaan. Ada yang berperan sebagai

pembicara (penyampai pesan secara lisan), dan ada pula yang bertindak sebagai penyimak/pendengar (penerima pesan lisan). Berbicara adalah penyampaian pesan yang dilakukan secara lisan. Berbeda dengan menyimak/mendengar, kegiatan komunikasi ini dapat diamati dan diketahui melalui perilaku serta bunyi-bunyi ujaran yang dihasilkan pembicara. Melalui pendengaran atau penglihatan dan pendengaran, kita dapat menyimak apa yang dibicarakan seseorang, apa tujuannya, dan bagaimana membawakannya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pemerolehan kemahiran menyimak seseorang sangat berpengaruh terhadap kemahiran berbicara. Hal ini dapat terlihat pada orang yang terganggu daya dengarnya akan terganggu pula daya bicaranya.

Menurut Koch (1992:78), dalam proses berbicara ada lima unsur yang terlibat: Pembicara sebagai penyampai pesan. Pesan atau isi pembicaraan, saluran atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan, Sasaran pembicaraan atau penyimak, dan tanggapan sasaran atau penyimak. Sebagai proses, kegiatan mendengar/menyimak paling tidak terdiri atas 3 tahap: penyimak menerima rangsangan lisan yang disampaikan oleh pembicara, penyimak memusatkan perhatiannya untuk memilih hal-hal yang dianggapnya penting, dan mengabaikan hal-hal yang tidak penting, dan penyimak menentukan dan memahami makna atau pesan yang disampaikan pembicara berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya (Wolvin dan Coakley, 1985, dalam Tompkins dan Hoskinson, 1995:83).

7. Berhitung PermulaanBerhitung merupakan kecakapan untuk memenuhi kebutuhan berhitung yang dialami setiap aktivitas kehidupan seseorang baik di rumah, tempat kerja, maupun dalam kehidupan bermasyarakat (Numeracy is the ability to cope confi dently with the mathematical demands of everyday life in the home, workplace, and community) (Cockcroft, 1982; Withnall, 1995 in Ciancone, 1996). Dengan keterampilan berhitung, menjadikan orang dewasa dapat mengekpresikan fakta, menyampaikan pandangan, dan menganalisis berbagai sumber daya yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh, dengan mengetahui cara menghitung menjadikan seseorang tidak mudah tertipu, lebih efi sien dan efektif dalam membuat keputusan yang diawali dengan kemampuan mengukur, menghitung, dan menaksir. Persoalan yang paling sulit dihadapi orang masyarakat buta aksara dewasa bukanlah pada cara menghitung sebagai konsep abstrak, akan tetapi lebih pada pemahaman lambang matematika tertulis/tercetak yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-sehari.

Page 10: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

16 17Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

C. Metode Penelitian1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pengembangan

Pengembangan program ini akan menghasilkan sebuah produk seperangkat bahan pembelajaran keaksaraan dasar berbasis kearifan lokal Nusa Tenggara Timur, meliputi panduan penyelenggaraan program, panduan tutor, bahan ajar, kurikulum, panduan orientasi tutor, dan media pembelajaran. Menurut Sugiyono (2008:407), bahwa metode penelitian dan pengembangan (R&D), adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Untuk itu sebagai produk yang baru, perlu diujicoba secara terbatas sebelum digunakan secara luas, karena untuk melihat efektifi tasnya. Jadi penelitian dan pengembangan bersifat longitudinal (bertahap bisa multy years). Penggunaan metode penelitian dan pengembangan di dalam pengembangan program ini didasari atas pertimbangan kesesuaiannya dengan tujuan pengembangan yaitu menemukan rumusan yang tepat untuk penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan. Pengunaan penelitian dan pengembangan didalam pengembangan program ini diupayakan dapat menghasilkan rumusan program yang tepat untuk mengatasi atau menjawab permasalahan program pendidikan keaksaraan yaitu masih tingginya angka buta aksara di Provinsi Jawa Timur.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian PengembanganPengembangan model pembelajaran pendidikan keaksaraan akseleratif inovatif batung bingar dilaksanakan selama 12 bulan, mulai bulan Januari s.d. Desember 2011. Tahap 1, penyusunan desain dan draft model dilaksanakan pada bulan Januari s.d. Juli 2008. Tahap 2, ujicoba dan penyusunan master model yang dilaksanakan pada bulan Agustus s.d. Desember 2011. Ujicoba dilaksanakan di PKBM Tunas Bangsa Desa Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.

3. Populasi dan SampelPopulasi dan sampel penelitian adalah peserta didik kelompok belajar pendidikan keaksaraan dasar di PKBM Tunas Bangsa Desa Sumber Kec. Sumber Kab. Probolinggo. Pemilihan PKBM Tunas Bangsa Desa Sumber Kec. Sumber Kab. Probolinggo didasarkan atas telah terjalinnya komunikasi intensif antara pengelola PKBM Tunas Bangsa dengan tim peneliti/pengembang sehingga telah diketahui sejak awal karakteristiknya oleh peneliti (Yatim Riyanto,2007:67). Apalagi lembaga ini telah melaksakan program pendidikan keaksaraan sejak tahun 2005.

4. Prosedur Pengembangan dan Ujicoba ModelDalam prosedur pengembangan dan ujicoba penelitian ini dipaparkan tahapan yang akan ditempuh oleh peneliti/pengembang dalam membuat model. Prosedur penelitian pengembangan mengacu pada prosedur penelitian pengembangan dari Borg dan Gall (1978:626), dapat dilakukan dengan 10 (sepuluh) tahapan sebagai berikut: (1) penelitian pendahuluan dan pengumpulan informasi (identifi kasi); (2) perencanaan; (3) pengembangan produk awal; (4) ujicoba awal; (5) revisi produk I; (6) ujicoba lapangan (skala terbatas); (7) revisi produk II; (8) ujicoba lapangan skala luas; (9) revisi akhir produk; dan (10) desiminasi dan distribusi.

5. Metode Pengumpulan DataUntuk memperoleh sejumlah data yang diharapkan, digunakan instrumen angket yang berupa:Wawancara,Angket Tertutup, Angket Terbuka, dan Tes hasil pembelajaran.

6. Analisis DataTeknik analisis data yang digunakan disesuaikan dengan jenis data dikumpulkan. Pada data kuantitatif, menggunakan analisis data statistik deskriptif sedangkan pada data kualitatif akan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Beberapa hal yang akan diperhatikan dalam analisis data: (a) analisis data mencakup prosedur organisasi data, reduksi, dan penyajian data baik dengan tabel, bagan, atau grafi k; (b) data diklasifi kasikan berdasarkan jenis dan komponen produk yang dikembangkan; (c) data dianalisis secara deskriptif maupun dalam bentuk perhitungan kuantitatif; (d) penyajian hasil analisis dibatasi pada hal-hal yang bersifat faktual, dengan tanpa interpretasi pengembang, sehingga sebagai dasar dalam melakukan revisi produk; (e) dalam analisis data penggunaan perhitungan dan analisis statistik sejalan dengan permasalahan yang diajukan, dan produk yang akan dikembangkan; dan (f ) laporan atau sajian diramu dalam format yang tepat sedemikian rupa dan disesuaikan dengan konsumen, atau calon pemakai produk.

D. Hasil dan Pembahasan1. Deskripsi Model

Model pembelajaran pendidikan keaksaraan akseleratif inovatif batung bingar berangkat dari anggapan dasar bahwa peserta didik memiliki ingatan jangka pendek yang kurang baik sehingga jika pembelajaran secara konvensional maka akan cepat lupa dan kembali menjadi buta aksara. Oleh karena itu, proses pembelajaran batung bingar adalah itensif, tiap hari, dan tidak berjeda.

Page 11: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

18 19Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Kegiatan pembelajaran diawali dengan Orientasi Tutor, yaitu membekali tutor kemampuan dalam proses pembelajaran keaksaraan Batung Bingar, melaksanakan kurikulum, menerapkan bahan ajar, dan mengpenilaian hasil pembelajaran keaksaraan Batung Bingar. Orientasi tutor dilaksankaan minimal 1 hari. Melalui orientasi ini, tutor mengasah keterampilan melaksanakan metode-metode pembelajaran keaksaraan dalam model pembelajaran Batung Bingar. Bersama tim pengembang model, tutor mempraktekkan perangkat model (kurikulum, bahan ajar, alat evaluasi) dalam pembelajaran, tidak sekedar memahami konsepnya. Perangkat model dibagikan kepada seluruh peserta orientasi. Peserta orientasi adalah tutor keaksaraan yang memiliki pengalaman menjadi tutor minimal 1 tahun, diutamakan yang berijazah Sarjana, dan memiliki komitmen tinggi terhadap pembelajaran keaksaraan. Pada akhir kegiatan orientasi, tim pengembang harus memastikan bahwa peserta orientasi telah menguasai keterampilan pembelajaran batung bingar.

Setelah orientasi, kemudian tutor melaksanakan proses pembelajaran keaksaraan Batung Bingar. Jumlah warga belajar tiap kelompok adalah 10 orang, sebagaimana hasil seleksi calon warga belajar. Proses pembelajaran dilaksanakan selama 48 jam secara intensif (tiap hari dan terus menerus) dengan menggunakan bahan ajar yang mengacu pada SKKD (Standar Kompetensi Keaksaraan Dasar). Bahan Ajar model pembelajaran ini terdiri atas 12 (dua belas) pertemuan.

Hasil pembelajaran ini diharapkan warga belajar memiliki kompetensi mem-baca, me-nulis, ber-hitung, ber-bicara, dan men-dengar (batung bingar).

Keunggulan/kelebihan model ini adalah : (1) Dengan metode Batung Bingar, lebih cepat raih kompetensi Keaksaraan Dasar, (2) Mendayagunakan sumberdaya lokal dan local wisdom sebagai model menuntaskan buta aksara, (3) Berbasis sumberdaya lokal dan local wisdom (kearifan local), dan (4) Menjangkau sasaran pendidikan keaksaraan pada daerah dan desa kantong buta aksara.

2. Komponen ModelHasil atau produk pengembangan model pembelajaran pendidikan keaksaraan akseleratif inovatif batung bingar sampai dengan saat ini adalah: (1) naskah model pembelajaran pendidikan keaksaraan akseleratif inovatif batung bingar; (2) kurikulum; (3) bahan ajar; (4) alat evaluasi; (5) panduan tutor; dan (6) panduan orientasi tutor.

3. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Batung BingarPendekatan dan metode ini merupakan pendekatan dan metode pembelajaran praktis yang digunakan dalam kelompok belajar pendidikan keaksaraan. Inti metode dan pendekatan batung bingar adalah membelajarkan warga belajar untuk melek aksara dalam kurun waktu 48 jam intensif (12 hari berturut-turut). Pembelajaran dilakukan tiap hari selama 4 jam efektif per hari ( jam = 60 menit) dengan tetap memperhatikan kesiapan fi sik dan mental warga belajar. Pendekatan ini berbeda dengan sebelumnya dimana pembelajaran dilaksanakan dua atau tiga kali pertemuan dalam setiap minggunya, setiap pertemuan 90 menit. Pembelajaran dengan metode dan pendekatan batung bingar dirancang pada hari pertama, kedua, ketiga dst., dimana setiap hari pembelajaran tersebut diikuti pula dengan capaian standar kompetensi keaksaraan dasar sesuai kebijakan Direktorat Dikmas (2009).

Batung Bingar, adalah kepanjangan dari membaca, menulis, berhitung, berbicara dan mendengar. Metode Batung Bingar ini disarikan dari keunggulan berbagai metode terdahulu yang mampu mengakselerasi pencapaian hasil belajar dalam waktu singkat. Metode-metode tersebut adalah metode Glenn Doman, metode Kata Lembaga, dan metode Quantum Learning serta metode SAS (Struktural Analitik Sintetik). Keunggulan metode Glenn Doman dengan fl ash card-nya memungkinkan warga belajar memahami materi belajar yang sesuai dengan kebutuhannya, serta terkait langsung kehidupan pribadi dan sosial warga belajar. Oleh karena itu, kata-kata dalam fl ash card haruslah merupakan kata-kata yang bermakna dan sudah sering ditemui warga belajar dalam kesehariaannya.

Metode Kata Lembaga atau metode Kata Kunci. Metode ini mendasarkan pada asumsi bahwa dengan kata lembaga/kunci yang mudah diingat oleh warga belajar, maka mereka akan mudah mengingat materi belajar keakasaraan. Bahkan dengan metode ini, tidak disarankan agar warga belajar dikenalkan huruf–huruf, sama seperti metode Glenn Doman. Pengenalan huruf merupakan bagian akhir dari proses pembelajaran membaca.

Metode Quantum Learning. Metode Quantum Learning menyebutkan “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Dengan pendekatan Quantum learning, pembelajaran perlu dikaitkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, rekreasi mereka. Belajar melalui cantolan gambar mengaitkan dunia warga belajar dengan dunia pembelajaran atau

Page 12: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

20 21Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

pembelajaran yang berlangsung dikondisikan sesuai dengan dunia warga belajar dan setelah terhubung, mereka, warga belajar dikenalkan kosakata, kalimat, dan hitungan yang menjadi tujuan pembelajaran. Dengan pendekatan Quantum Learning yang memperhatikan setiap aspek dalam pembelajaran, warga belajar diajak untuk belajar dalam suasana yang menyenangkan. Metode Quantum Learning dikenal prinsip segalanya berbicara dan segalanya bertujuan sehingga seorang tutor benar-benar dituntut untuk memperhatikan setiap aspek dalam lingkungan sekitar proses belajar berlangsung.

Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik), merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi peserta didik awal/pemula. Pembelajaran dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan menampilkan dan mengenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula peserta didik disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri warga belajar. Akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan merupakan struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa warga belajar itu sendiri. Proses penguraian/penganalisisan dalam pembelajaran MMP (Membaca Menulis Permulaan ) dengan metode SAS, meliputi: (a) kalimat menjadi kata-kata; (b) kata menjadi suku-suku kata; dan (c) suku kata menjadi huruf-huruf. Pada tahap selanjutnya, peserta didik didorong untuk melakukan kerja sintesis (menyimpulkan). Satuan-satuan bahasa yang telah terurai tadi dikembalikan lagi kepada satuannya semula, yakni dari huruf-huruf menjadi suku kata, suku-suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat. Dengan demikan, melalui proses sintesis ini, peserta didik akan menemukan kembali wujud struktur semula, yakni sebuah kalimat utuh.

Kelebihan metode ini, di antaranya sebagai berikut: (a) metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku kata, dan akhirnya fonem (huruf-huruf ); (b) metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa peserta didik. Oleh karena itu, Pembelajaran akan lebih bermakna bagi warga belajar, karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui peserta didik. Hal ini akan memberikan dampak positif

terhadap daya ingat dan pemahaman WB; dan (c) metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Peserta didik mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Dengan begitu, peserta didik akan merasa lebih percaya diri atas kemampuannya sendiri. Sikap seperti ini akan membantu peserta didik dalam mencapai keberhasilan belajar.

a. Waktu Pembelajaran keaksaraan pada 1 (satu) kelompok dilakukan dalam kurun waktu 48 jam intensif (12 hari secara berturut-turut), pertemuan pembelajaran dilaksanakan setiap hari 4 jam pembelajaran ( @ 60 menit).

b. Bahan AjarBahan ajar utama pembelajaran keaksaraan Batung Bingar terdiri atas 12 pertemuan. Pertemuan 1, Salam Dan Sapa; pertemuan 2, Ungkapan Perasaan; pertemuan 3, Kata Kunci, pertemuan 4, Padanan Perasaan; pertemuan 5, Konsonan Dua Huruf Dengan Kombinasi Huruf Vokal; pertemuan 6, Konsonan Tertutup; pertemuan 7, Membaca Huruf; pertemuan 8, Kenali diri dan Keluarga; pertemuan 9, Pengenalan Lambang dan nama bilangan; pertemuan 10, Mari Berhitung (Perkalian dan Pembagian); pertemuan 11, Pekerjaan Sehari-hari; dan pertemuan 12, Namai Gambar.

Pengelola dan tutor diharapkan menyiapkan bahan ajar lain yang mendukung pembelajaran keaksaraan Batung Bingar.

c. Dana ProgramDana pembelajaran keaksaraan dasar perkelompok 3.600.000,- (tiga juta enam ratus ribu rupiah) .

E. Penutup 1. Simpulan.

Berdasarkan hasil uji coba model penyelenggaraan dapat diketahui bahwa:

a. Naskah yang disusun oleh tim pengembang model menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini nampak dari dukungan responden yang rata-rata lebih banyak memilih pada option sesuai, paham, menarik, mudah, dan layak terhadap naskah model dan kelengkapannya. Disamping itu, hasil analisis menunjukkan bahwa draft model sangat layak digunakan, sedangkan draft panduan orientasi tutor, draft panduan tutor, draft kurikulum, draft alat penilaian dan draft bahan ajar layak digunakan.

Page 13: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

22 23Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Namun demikian pilihan responden pada option kurang atau cukupdan masukan yang diberikan pada pengembang model juga harus diperhatikan. Misalnya, agar melengkapi model dan kelengkapannya dengan layout yang lebih menarik, gambar-gambar yang jelas, warna bagan, bahan ajar dilengkapi langkah-langkah pembelajaran, dan lain-lain.

b. Berdasarkan ujicoba penyelenggaraan dapat dikatahui bahwa pembelajaran keaksaraan batung bingar sangat menarik bagi pengelola, tutor, dan warga belajar. Hal ini terlihat; (1) rata-rata pengelola/tutor masih memiliki panduan/kurikulum/alat evaluasi/bahan ajar batung bingar; (2) memahami masing-masing panduan, kurikulum, alat evaluasi, bahan ajar; (3) sanggup melengkapi bahan ajar agar lebih sesuai dengan kondisi desa Sumber; (4) kehadiran pengelola dan tutor adalah 100%; (5) kehadiran warga belajar rata-rata >90%; (6) warga belajar lebih aktif dalam pembelajaran; dan (7) 87,5% warga belajar telah tuntas belajar (lulus tes akhir) artinya model pembelajaran batung bingar Sangat Efektif digunakan.

2. Saran-SaranBerdasarkan hasil ujicoba pengembangan model pembelajaran keaksaraan akseleratif inovatif batung bingar di PKBM Tunas Bangsa Desa Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo, maka kami memberi saran :

a. PKBM Tunas Bangsa merupakan salah satu lembaga PNF yang menyelenggarakan pembelajaran keaksaraan sesuai standar kompetensi keaksaraan dasar, sehingga perlu mendapatkan apresiasi dan dukungan dari instansi terkait, utamanya BP-PAUD dan Dikmas Jawa Timur dalam rangka pelaksanaan program pendidikan keaksaraan.

b. BP-PAUD dan Dikmas sebagai lembaga yang memiliki tupoksi pengembangan model PAUD dan Dikmas, diharapakan dapat menyusun model-model dan bahan ajar kontekstual yang inovatif dalam menjawab persoalan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga PAUD dan Dikmas dalam pelaksanaan program layanan pendidikan keaksaraan khususnya batung bingar.

c. Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo sebagai lembaga pemerintah ditingkat daerah, yang juga bertanggung jawab terhadap layanan pendidikan keaksaraan, diharapkan dapat mendukung pelaksanaan program pendidikan keaksaraan batung bingar, utamanya replikasi model pembelajaran keaksaraan batung bingar pada kelompok belajar lain di Kabupaten Probolinggo.

DAFTAR PUSTAKA

Bobbi DePorter & Mike Hernacki, (2005). Quantum Learning: Membiasa-kan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa (Mizan Grup).

Dees, G. (1998). The meaning of social entrepreneurship. http:// ww.fuqua.duke.edu/centers/case/documents/dees_SE.pdf.Accessed on Octo-ber 30, 2004.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 86 Tahun 2014, Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar, 2015.

Direktorat Pendidikan Masyarakat Ditjen PNFI Kemeterian Pendidikan, Acuan Standar Kompetensi Keaksaraan Dasar (SKKD).

Direktorat Pendidikan Masyarakat (2005) “Panduan Pelatihan Keaksaraan Fungsional“, Jakarta: Ditjen PNFI Depdiknas.

Drayton, W. (2002). The citizen sector: Becoming as entrepreneurial and competitive as business. California Management Review,44(3): 120–132.

Marliah, dkk, 2009. Model Keaksaraan Ekonomi pada Masyarakat Sekitar Hutan, BPPNFI Reg. IV.

Winarto, 2008, Membangun Kewirausahaan Sosial: “Meruntuhkan dan Menciptakan Sistemsecara Kreatif?”, makalah, Academy Profes-sorship Indonesia bidang Ilmu Sosial-Humaniora dan Sekolah Pas-casarjana Universitas Gadjah Mada. Yogjakarta, 22 Februari 2008.

http://www.paudni.kemdiknas.go.id/ikmas/index.php/pembelajaran.html, diakses tgl 22 April 2011.

http://nasional.kontan.co.id/v2/read/nasional/54212/ Indonesia-masuk-dalam-10-besar-human-development-index, diakases tgl 20 April 2011.

Page 14: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

24 25Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

ARTIKEL

Teknik Konseling bagi Peserta Didik Pendidikan Keaksaraan DasarAgus Ramdani, S.Sos, M.M.Pd (Pamong Belajar PP PAUD Dikmas Jawa Barat)

ABSTRAK

Peran pendidik dalam pendidikan keaksaraan sangatlah vital, karena pendidik merupakan ujung tombak keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan keaksaraan dasar, yaitu menciptakan warga masyarakat yang mampu beraksara dan mampu memanfaatnya kemampuannya tersebut untuk perbaikan kualitas dan mutu kehidupannya. Namun, hal tersebut menjadi sangat rumit untuk diwujudkan karena mayoritas pendidik pendidikan keaksaraan Indonesia, kualifi kasi pendidikan dan kompetensi mendidiknya masih lemah. Padahal sasaran layanan pendidikan keaksaraan adalah orang-orang dewasa yang telah mempunyai pengalaman, konsep diri dan kebutuhan belajar yang sangat variatif.

Karenanya dibutuhkan suatu pendekatan belajar yang sesuai dengan karakter dan potensi sasaran layanan pendidikan keaksaraan. Satu pendekatan, diantara pendekatan belajar lainnya yang bisa diterapkan pada pengelolaan pembelajaran pendidikan keaksaraan adalah pendekatan konseling. Namun tidak seperti halnya pada proses konseling yang biasa dilakukan oleh para konselor yang berlatangbelakang pendidikan ilmu psikologi, bimbingan konselingnya lebih diarahkan untuk membantu mengatasi kesulitan belajar dan meningkatkan motivasi, serta partisipasi peserta didik pendidikan keaksaraan.

A. Latar BelakangKenyataan, memperlihatkan bahwa mayoritas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar, terhenti apabila peserta didik dinyatakan selesai mengikuti belajar pada program pendidikan keaksaraan dasar selama 114 jam pelajaran,

sehingga, banyak alumni pendidikan keaksaraan menjadi buta aksara kembali.Selain permasalahan tersebut, terdapat juga permasalahan yang bersifat kualitas pendidikan dalam mengelola pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar, yaitu: 1. pendekatan pembelajaran yang dipergunakan, kurang mengakomodasi

perbedaan karakteristik dan potensi peserta didik, seperti perbedaankompetensi keaksaraan, motivasi belajar, kebutuhan belajar, dan usia;

2. kemampuan melaksanakan pembelajarandengan mempergunakan pendekatan andragogi partisipasi masih lemah. Mayoritas masih mempergunakan pendekatan konvensional yang cenderung menguasai komunikasi dan interaksi dalam aktivitas belajar. Sehingga peserta didik, cenderung merasabosan dan jenuh ketika terlibat dalam pembelajaran.

Jika data sudah berbicara seperti itu, bagaimana mungkin tujuan pendidikan keaksaraan dasar bisa tercapai secara optimal, padahal bisa dikatakan sangatlah susah memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik yang usianya sudah dewasa, karena mereka mempunyai karakter: 1. mau belajar, jika materi belajar yang dipelajari dapat memecahkan

permasalahan yang sedang dihadapinya; 2. bergairah belajar bila suasana lingkungan belajarnya menarik, saling

menghormati, menghargai dan saling percaya; 3. akan tekun belajar bila ada motivasi lain dalam belajar; 4. lebih mudah memahami apa yang diajarkan, bila yang diajarkan bersifat

penghayatan dari kehidupannya sehari-hari;5. akan senang belajar bila pengetahuan dan pengalamannya dihargai, tidak

dianggap sebagai gelas kosong;6. daya serap otak orang dewasa akan materi yang bersifat akademis, semakin

menurun; 7. daya penglihatan dan daya pendengaran orang dewasa makin berkurang,

sejalan dengan bertambahnya usia.

Selain selaras dengan ke-7 (tujuh) karakteristik orang dewasa tersebut, mayoritas peserta didik pendidikan keaksaraan dasar, memiliki karakter:1. motivasi untuk belajar membaca, menulis, menghitung dan berkomunikasi sangat

lemah, mayoritas menginginkan belajar yang bersifat keterampilan vokasional;2. memiliki waktu luang terbatas, cenderung disibukkan oleh kegiatan

domestik, sehingga waktu untuk belajar dan memanfaatkan hasil belajar sangatlah kurang;

Page 15: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

26 27Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

3. sangat tergantung pada motivasi kelompok belajar. Jika kelompok belajar bubar, maka terhenti juga aktivitas belajarnya. Dengan kata lain, kurang mempunyai kebiasaan untuk melaksanakan dan mengembangkan hasil belajarnya secara mandiri;

4. inisiatif dalam proses belajarmengajar sangat kurang,cenderung didominasi pendidik.

Setelah kita mengetahui peran, karakter orang dewasa, dan permasalahan pendidikan keaksaraan dasar, tentunya sekarang kita semakin sadar bahwa tidaklah mudah untuk menjadi seorang pendidik pendidikan keaksaraan dasar. mereka dituntut untuk mempunyai kompetensi yang mumpuni, baik kompetensi profesional, pedagogis, sosial, maupun kompetensi personal. Karenanya melalui tulisan ini, akan diperkenalkan pada satu pendekatan yang dapat membantu pendidik untuk menjalankan peran sebagai tutor dalam pendidikan keaksaraan dasar. Pendekatan tersebut bernama Konseling. Namun tentunya, tidak seperti halnya pada proses konseling yang biasa dilakukan oleh para psikolog. Konseling lebih difokuskan pada layanan bantuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar dan meningkatkan motivasi serta partisipasi peserta didik dalam pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar.

B. Pengertian KonselingMengapa diperlukan konseling pada penyelenggaraan pendidikan keaksaran dasar, dan bagaimana cara melaksanakannya? Mungkin itulah pertanyaan yang timbul pada benak anda. Karenanya, pada tulisan ini kita akan berkenalan dengan apa yang dimaksud dengan konseling. Ada pepatah yang mengatakan “Tak kenal maka tak sayang, jika tidak sayang maka kita tidak akan pernah melakukan apa-apa”.

Konseling diartikan sebagai pemberian bantuan yang diberikan oleh seseorang yang mempunyai kemampuan, kepada seorang atau sekelompok orang, supaya mereka mampu mengembangkan kemampuan dirinya sendiri secara mandiri dan optimal. Baik dalam bidang kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, maupun dalam bidang perencanaan karir. Singkatnya, konseling adalah proses membantu individu atau kelompok untuk mencapai kemampuan yang optimal.

Dari pengertian tersebut dapat kita tafsirkan bahwasannya dalam konseling terdapat makna:1. Proses; bimbingan konseling merupakan kegiatan yang berkelanjutan,

berlangsung terus menerus, sistematis, terencana, dan bukan kegiatan yang tiba-tiba, sewaktu-waktu atau insidential;

2. Bantuan; bimbingan konseling harus membantu sasaran layanan dengan cara memberikan dorongan, semangat, menumbuhkan keberanian, mengembangkan kemampuan untuk memperbaiki dan mengubah perilakunya sendiri. Adapun bantuan yang diberikan harus mempertimbangkan keragaman/keunikan, sesuai dengan pengalaman, kebutuhan, dan masalah yang sedang dihadapi sasaran layanan;

3. Perkembangan optimal; maksudnya perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar. Perkembangan optimal bukanlah semata-mata pencapaian tingkat kemampuan intelektual yang tinggi yang ditandai dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan, melainkan suatu kondisi dinamis dimana individu/ kelompok mampu mengenal dan memahami diri, berani menerima kenyataan diri, mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan, kesempatan dan sistem nilai, melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sebuah konseling, kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:1. Konseling merupakan alat untuk mendukung proses bimbingan;2. Sasaran layanan konseling tidak memandang usia dan jenis kelamin;3. Komunikasi dalam proses konseling harus berjalan dua arah, atau terjadi

proses dialektika;4. Konseling dilaksanakan agar individu/kelompok memahami dirinya dengan

lebih baik sehingga potensi yang dimilikinya mampu berkembang secara optimal;

5. Pemberi layanan harus memiliki pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kualitas pribadi yang baik.

C. Konseling Bagi Peserta Didik Pendidikan Keaksaraan DasarKonseling peroranganbertujuan membantu sasaran untuk mengentaskan masalah pribadi. Dalam pendidikan keaksaraan, masalah pribadi yang dimaksud dibatasi pada masalah yang sifatnya akademis, bukan pada masalah-masalah yang menyangkut dalam rumah tangga, masalah dengan orang lain, ataupun masalah dengan pekerjaan. Dalam pelaksanaan pendidikan keaksaraan masalah-masalah pribadi tersebut mayoritas berbentuk masalah lupa dan kesulitan mengikuti materi belajar. Karenanya dalam sub-bab ini akan dijelaskan secara singkat mengenai kegiatan-kegiatan konseling perorangan yang berhubungan dengan kedua masalah tersebut.

Page 16: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

28 29Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

1. Mengatasi lupa Dalam pengalaman sehari-hari, kita memiliki kesan seakan-seakan apa yang kita alami dan kita pelajari tidak seluruhnya tersimpan dalam akal kita, padahal lupa ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut dan memproduksi kembali apa yang sebelumnya telah dipelajari. Lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari.

Sebagai seorang pendidik dapatkah anda mencegah peristiwa lupa yang sering dialami peserta didik? Lupa itu manusiawi dan mungkin anda tidak akan mampu mencegahnya secara keseluruhan. Namun sekedar berusaha mengurangi proses terjadinya lupa yang sering dialami peserta didik dapat anda adalah dengan cara meningkatkan daya ingatnya.

Banyak ragam kiat yang dapat dicoba untuk meningkatkan daya ingat peserta didik pendidikan keaksaraan dasar, antara lain: a. belajar lebih; nupaya belajar melebihi batas pengusaan dasar atas materi

pelajaran tertentu. Contohnya pembacaan suatu cerita secara berulang-ulang, misalkan seminggu dua kali memungkinkan ingatan peserta didik akan lebih kuat;

b. tambahan waku belajar; nupaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekwensi aktivitatas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti peserta didik menambah jam belajar. Misalnya dari satu jam mejadi satu setengah jam. Penambahan frekewunsi belajar berati peserta didik meningkatkan kekerapan belajar meteri tertentu. Misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari, kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan;

c. singkatan; terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat peserta didik. Contoh jika seorang peserta didik hendak mempermudah mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dan Nabi Musa, dapat menyingkatnya dengan ANIM. Pembuatan singkatan sejogjanya dilakukan sedemikain rupa sehingga menarik dan memiliki kesan tersendiri;

d. Sistem kata pasak yaitu sejenis teknik memori yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya lebih dikuasi sebagai pasak (paku) pengait memori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan, seperti merah-saga, panas-api, kata-kata berguna untuk mengingat kata istilah yang memiliki watak sama seperi, darah-lipstik, langit dan bumi, neraka-surga, dan kata-kata lain yang memilki kesamaan watak (warna, rasa, dst).

Selanjutnya apa yang dapat anda lakukan (sebagai pendidik) dalam mengurangi kelupaan peserta didik? Ada beberapa cara yang dapat ditempuh dalam menanggulangi kemungkinan terlupakannya materi pelajaran yang disajikan kepada mereka, antara lain:

a. timbulkan atau tingkatkan motivasi belajar pada peserta didik dengan menyadarkan mereka akan tujuan yang harus mereka capai. Hal ini dapat anda lakukan misalnya dengan menjelaskan manfaat materi pelajaran bagi kehidupan masa depan mereka seraya memberi contoh kongkrit orang-orang yang tidak beruntung lantaran tidak memiliki pengetahuan yang anda ajarkan;

b. jika anda menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan materi yang telah anda sajikan kepada seorang peserta didik, sebaiknya anda memperhatikan hal-hal berikut ini:

1) pertanyaan seyogyanya disampaikan dengan cara akrab dan tidak menegangkan, tetapi wibawa anda perlu tetap terjaga;

2) pertanyaan seyogyanya jelas, singkat, dan tidak mengandung bermacam-macam tafsiran;

3) pertanyaan hendaknya hanya mengandungsatu masalah agar peserta didik dapat memusatkan proses sistem akalnya untuk mencapai respon;

4) pertanyaan hendaknya tidak hanya mendorong peserta didikuntuk menjawab “ya” atau “tidak” sebab dapat menghambat kreativitas akalpeserta didik.

2. Mengatasi kesulitan belajarSemua peserta didik pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kompetensi keaksaraan yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa peserta didik memiliki perbedaan dalam hal kemampuan beraksaranya.Sementara itu, pembelajaran pendidikan keaksaraan di Indonesia pada umumnya menyamaratakan kemampuan beraksara peserta didiknya, sehingga peserta didik yang kemampuan beraksaranya lebih atau kurang jadi terabaikan. Dengan demikian peserta didik yang mempunyai kemampuan lebih atau kurang itu tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sinilah kemudian timbu apa yang disebut kesulitan belajar yang tidak hanya menimpa peserta didik berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh peserta didik yang kemampuan beraksaranya sudah mulai tumbuh.

Page 17: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

30 31Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Seperti halnya pada teknik layanan bimbingan konseling lainnya, pada konseling perorangan/pribadi untuk mengatasi masalah kesulitan belajar, pendidikan sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifi kasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda peserta didik tersebut. Upaya ini kita ketahui sebagai kegiatan diagnosis untuk menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan yang terdapat pada peserta didik pendidikan keaksaraan.

Adapun langkah-langkah diagnosis yang dapat dilakukan dalam rangka pemberian layanan perorangan bagi peserta didik pendidikan keaksaraan, dapat dilakukan dengan cara: a. melakukan observasi untuk melihat perilaku peserta didik ketika mengikuti

pelajaran;b. bertanya tentang penglihatan dan pendengaran peserta didik, khususnya

yang diduga mengalami kesulitan belajar;c. memberikan tes kemampuan kepada peserta didik yang diduga mengalami

kesulitan belajar.

Banyak alternatif bimbingan konseling yang dapat diambil pendidikan dalam mengatasi kesulitan belajarpeserta didik. Akan tetapi, sebelum pilihan tertentu diambil, pendidikan sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan: a. analisis hasil diagnosis; menelaah bagian-baigan masalah dan hubungan

antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik;

b. mengidentifi kasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan;

c. menyusun program perbaikan.

Setelah langkah-langkah di atas selesai, barulah pendidik melaksanakan program perbaikan, dengan cara:a. analisis hasil kegiatan; data dan informasi yang diperoleh pendidikan

melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami peserta didik yang berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti.

b. menentukan kecakapan bidang bermasalah; berdasarkan hasil analisis tadi, pendidikan diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:

1) dapat ditangani oleh pendidik sendiri;2) dapat ditangani oleh pendidik dengan bantuan pengelola;3) tidak dapat ditangani baik oleh pendidik maupun pengelola.

c. menyusun program perbaikan; dalam hal menyusun program perbaikan (remedial), sebelumnya pendidikan perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut: 1) tujuan perbaikan;2) materi perbaikan;3) metode perbaikan;4) alokasi waktu perbaikan, dan;5) evaluasi kemajuan peserta didik setelah mengikuti program perbaikan.

d. Melaksanakan program perbaikan. Kapan dan dimana program perbaikan yang telah dirancang itu dapat anda laksanakan? Pada prinsipnya, program perbaikan itu lebih cepat dilaksanakan tentu saja akan lebih baik. Tempat penyelenggaraannya bisa dimana saja asal tempat itu memungkinkan peserta didik yang memerlukan bantuan dapat memusatkan perhatiannya terhadap proses perbaikan tersebut.

D. PenutupMengingat peserta didik pendidikan keaksaraan dasar mayoritas orang dewasa, maka format layanan konseling yang akan dipergunakan, harus sesuai dengan karakter dan potensi peserta didik. Dengan kata lain, pemilihan format konseling harus disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang sedang dihadapi, dan dikonsultasikan oleh peserta didik. Karenanya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika anda akan memberikan bimbingan konseling kepada peserta didik anda:

1. Materi layanan disusun atau diberikan berdasarkan kebutuhan peserta didik, terutama yang diungkapkan atau dikonsultasikan;

2. Jangan terlalu inisatif dan responsif, jika menemukan peserta didik yang terlihat sedang menghadapi masalah, terutama masalah yang bersifat pribadi;

3. Berhati-hati dalam menggali data mengenai permasalahan yang dihadapi peserta didik. Misalnya dengan mempergunakan kata-kata yang halus, jangan sampai menyinggung perasaannya;

4. Berhati-hati mananggapi dan memberikan saran/rekomendasi pemecahan masalah yang dikonsultasikan.

Page 18: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

32 33Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

REFERENSI:

Budiningsih, Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta.

Gani, Abdul. (1984). Bimbingan Karir. Bandung: Angkasa.

Lunandi, A.G. (1987). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia.

May, Rollo. (2003). Seni Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Muhibbin, Syah. (2009). Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Perss.

Murad, Lesmana J. (2006). Dasar-Dasar Konseling.Jakarta: UI Press.

Sumadi Suryabrata. (1989). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

ARTIKEL

Model Pembelajaran KUM Berbasis Lembaga Keuangan Mikro SyariahAndang Heryahya, M.Pd.I., M.Pd. (Kandidat Doktor UNJ dan Dosen STEI Tazkia)

ABSTRAKGizi buruk, menjadi pekerja kasar, mudah sakit-sakitan, sulit mendapatkan akses modal usaha, tidak mampu mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merupakan dampak langsung dari pendapatan ekonomi dan tingkat pendidikan keaksaraan masyarakat yang rendah. Program pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) hadir sebagai salah satu ikhtiar untuk mengangkat martabat masyarakat dengan mensinergikan pendidikan keaksaraan dan usaha mandiri. Tujuan utama KUM untuk mengembangkan kompetensi keberaksaraan sekaligus keberdayaan masyarakat melalui sikap dan keterampilan berusaha, agar terhindar dari jeratan kemiskinan dan kebodohan.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menemukan alternatif model pembelajaran program KUM. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian adalah untuk menemukan model dan strategi pembelajaran KUM berbasis Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model pembelajaran KUM berbasis LKMS mampu mengembangkan kompetensi sikap spiritual, sosial dan kompetensi keberaksaraan masyarakat sekaligus secara bersamaan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga. Program pendidikan KUM melalui LKMS menjadi satu model pembelajaran yang efektif.

Latar BelakangKemerdekaan Indonesia telah memasuki usia ke tujuh puluh satu tahun, tepat

tanggal 17 Agustus 2016. Usia yang relatif tua, sejatinya sudah menjadi negara maju sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Menjadi negara dengan pendapatan perkapita dan tingkat pendidikan yang tinggi. Negara dengan tingkat kemiskinan dan laju pertumbuhan penduduk yang stabil. Negara aman adil dan damai, masyarakat hidup sejahtera lahir dan bathin. Sebagaimana cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu:

Page 19: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

34 35Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

“Untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial1.”

Cita-cita kemerdekaan tersebut belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya tingkat pendidikan dan kemiskinan. Oleh karena itu pemerintah menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 dengan semangat Kerja Nyata. Kerja Nyata, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Saat ini, tantangan kehidupan dirasa akan semakin berat, terlebih bagi masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan ekonomi dan pendidikan rendah. Gizi buruk, pekerja kasar, mudah sakit, tidak mampu mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merupakan dampak langsung dari pendapatan ekonomi dan tingkat pendidikan rendah. Beberapa diantara fakta kemiskinan yang satu sama lain saling terkait, bahkan membentuk lingkaran yang tak berpangkal dan tidak berujung, dikenal sebagai lingkaran kemiskinan atau benang kusut kemiskinan, suatu keadaan yang adanya tentu tidak tiba-tiba. Itulah tantangan nyata hari ini dan masa depan pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Pada tahun 2016 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 230 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 28,59 juta orang atau 11,22 persen, bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 27,73 juta orang atau 10,96 persen2. Dari sisi geografi s, jumlah penduduk miskin paling banyak berdomisili di pulau jawa sebesar 15,31 juta jiwa. Sementara sisanya tersebar di Sumatera sebesar 6,31 juta jiwa, Bali dan Nusa Tenggara 2,18 juta jiwa, Sulawesi 2,19 juta jiwa, Maluku sebanyak 1,53 juta jiwa, dan Kalimantan 0,99 juta jiwa3. Kemiskinan merupakan hal yang sangat kompleks. Kemiskinan muncul karena Sumber Daya Manusia (SDM) tidak memiliki cukup kompetensi akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan ekonomi.

Dimensi kemiskinan dapat diidentifi kasi menurut perspektif pendidikan, sosial budaya, politik, lingkungan, agama dan ekonomi. Kemiskinan secara ekonomi dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kemiskinan ini dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumber daya yang tersedia dan membandingkannya dengan kriteria yang sudah ada. Kemiskinan juga erat kaitannya dengan pendidikan seseorang. Pendidikan merupakan lembaga yang diyakini sebagai instrumen untuk mengurangi atau menurunkan bahkan menghilangkan kemiskinan.

1 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, http://www.dpr.go.id/jdih/uu1945, (diakses 24 Semptember 2016)

2 Erman Syamsudin, Kebijakan Pendidikan Keaksaraan di Indonesia (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat, 2015) h.5

3 Ibid., h. 5

Pendidikan memberikan bekal kemampuan untuk berkembang melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan menanamkan kesadaran akan pentingnya sikap dan martabat manusia. Pendidikan memberikan pengetahuan terbaik untuk menggapai masa depan. Pendidikan mampu memutus mata rantai kemiskinan yang terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mewujudkan masyarakat maju sejahtera lahir dan bathin, sebagaimana cita-cita kemerdekaan di atas, dapat dicapai dengan proses pendidikan yang panjang. Pendidikan yang berkesinambungan antara pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan nonformal lebih mengedepankan prinsip keterbukaan dan fl eksibilitas yang memberikan kesempatan dan kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan kegiatan belajar yang diyakini sebagai kebutuhan yang diperlukan (community based education), baik dalam rangka peningkatan kualifi kasi pendidikan maupun untuk menemukan solusi terhadap masalah tertentu melalui program pendidikan yang relevan. Keberadaan pendidikan nonformal di tengah masyarakat sangat penting, karena tidak semua masyarakat memiliki kesempatan yang sama masuk ke pendidikan formal.

Pendidikan nonformal berperan penting dalam pembangunan manusia. Pendidikan nonformal berkontribusi mewujudkan masyarakat yang bertaqwa, cerdas, berdaya ekonomi, berakhlak mulia, berkarakter produktif dan berdaya saing. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasioanl Nomor 20 Tahun 2003 pada pasal 3 yang berbunyi:

Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab4.

Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat tercapai dengan keterpaduan dan saling menyempurnakan antara pendidikan formal, nonformal, dan informal. Di samping itu, pendidikan merupakan hak asasi bagi semua warga negara Indonesia, sebagaimana tercantum pada Pasal 28 B Ayat 2 dan Pasal 28 C Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal B Ayat 2 “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 28 C Ayat 1 “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”5.

4 Ibid., 55 Undang-Undang Dasar 1945, http://www.putra-putri-indonesdia.com/pembukaan-uud.html

(diakses 2 November 2016)

Page 20: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

36 37Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Undang-undang tersebut hadir memenuhi hak-hak warga negara terhadap akses pendidikan telah dikembangkan pendidikan keaksaraan sebagai salah satu bagian dari pendidikan nonformal.

Pendidikan keaksaraan sejalan dengan program pengentasan kemiskinan disusun secara terarah, sistematis dan berkelanjutan dengan menggunakan program kecakapan hidup (life skill) dan usaha mandiri. Tentunya dengan mengacu pada standar keaksaraan yang jelas dan terukur sehingga hasilnya dapat memberikan manfaat terhadap produktivitas masyarakat dan dapat memberdayakan masyarakat. Pasca pendidikan keaksaraan dasar supaya dapat keluar dari jerat kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan.

Sejalan dengan agenda pendidikan tersebut, layanan pendidikan keaksaraan memegang peran strategis dan penting. Capaian program Semenjak gerakan pendidikan keaksaraan pada tahun 2005 sampai tahun 2015 terlihat meningkat. Pada tahun 2005 jumlah buta aksara di Indonesia sebanyak 14.8 juta orang. Jika melihat target dan tujuan program seharusnya pada tahun 2015 buta aksara di Indonesia sudah tercapai. Pada kenyataannya, tahun 2015 secara nasional masih terdapat sebesar 3,70% atau 5.984.075 penduduk usia 15-59 tahun masih buta aksara, dua pertiga di antaranya adalah perempuan. Tingkat ketercapaiannya dapat dilihat dalam gambar berikut ini6:

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kebijakan Pendidikan Keaksaraan (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, 2015), h. 8.

Jika dilihat dari gambar tersebut di atas, penurunan jumlah buta aksara pada tahun 2005 sampai 2015 rata-rata turun di atas satu persen pada tiap tahunnya, hanya pada tahun 2013-2014 dan 2015 cenderung rendah, yakni di bawah satu persen.

6 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kebijakan Pendidikan Keaksaraan di Indonesia (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaran dan kesetaran, 2016), h. 4

Sebagai gambaran umum, buta aksara tersebut menyebar hampir di semua Kabupaten/Kota di Indonesia. Gambar berikut ini adalah sebaran jumlah buta aksara pada tahun 2015, usia 15 sampai 59 tahun sebanyak 5.629.943 orang.

Gambar 1. 2 Sebaran Jumlah Buta Aksara 2015

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kebijakan Pendidikan Keaksaraan (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, 2015), h. 9

Gambar di atas menunjukkan bahwa hampir disemua provinsi memiliki jumlah buta aksara. Namun jika dilihat dari jumlah buta aksara tertinggi ada di enam provinsi yaitu Jawa Barat, NTB, Papua, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Layanan program pendidikan keaksaraan diberikan untuk meningkatkan angka melek aksara. Sesuai dengan grand desain pendidikan keaksaraan, pasca keaksaraan dasar perlu dilanjutkan ke program keaksaraan lanjutan khususnya pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaran Lanjutan pada Bab I pasal 3 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa pendidikan keaksaraan lanjutan terdiri dari Pendidikan Keaksaran Usaha Mandiri dan Pendidikan Multikeaksaraan. Program KUM merupakan pendidikan keaksaraan yang menekankan peningkatan keberaksaraan dan pengenalan kemampuan berusaha7. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara kemampuan keberaksaraan warga belajar sekaligus pengenalan kemampuan berusaha.

Dalam pelaksanaannya, program Pendidikan KUM yang sudah berjalan hampir lima belas tahun lebih ini secara umum masih ditemukan beberapa kendala, baik 7 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI

Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Lanjutan, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2006) h. 4

Page 21: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

38 39Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

dari sisi teknis pelaksanaan maupun dari sisi tutor, warga belajar dan fasilitas pembelajaran. Berdasarkan studi pendahuluan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan ke beberapa lembaga penyelenggara program, ditemukan setidaknya ada dua komponen utama yang cenderung masih menjadi kendala program dilapangan, pertama pada sisi proses pembelajaran dan kedua pada aspek sarana dan prasarana pembelajaran.

Keadaan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ayi Olim dalam Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, bahwa dari aspek administrasi, lembaga belum memiliki administrasi lengkap, papan nama identitas lembaga yang layak dan belum memiliki badan hukum. Adapun secara substansi adalah terbatasnya tenaga pendidik (tutor) termasuk kemampuan tutor dalam membelajarkan warga belajar, terbatasnya sumber daya dan referensi belajar kewirausahaan serta terbatasnya narasumber teknis usaha. Disamping itu, kendala yang terus berlanjut di setiap tahun adalah rendahnya tingkat partisipasi kehadiran warga belajar.

Pada sisi yang lain, peluang untuk mewujudkan proses pembelajaran KUM dengan pendekatan berbeda perlu mendapatkan ruang untuk dipertimbangkan. Salah satunya adalah dengan melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Saat ini, LKMS tumbuh di tengah-tengah masyarakat terlebih di masyarakat desa atau pinggiran kota. Peluang untuk menjadikan lembaga keuangan mikro sebagai alternatif pembelajaran KUM sangat terbuka, mengingat sebagian besar aggota (LKMS) berlatar belakang dari masyarakat dengan pendapatan ekonomi dan pendidikan rendah. Sementara data-data menunjukan bahwa masyarakat penyandang buta aksara berasal dari kalangan masyarakat miskin, sebagian besar perempuan dan berada di pedesaan atau pinggiran kota.

Kemiskinan dan Pendidikan Keaksaraan

Kemiskinan adalah salah satu masalah serius yang dihadapi di semua negara. Meski pembangunan di bidang sosial dan ekonomi menjadi agenda utama, namun pada kenyataannya jumlah masyarakat miskin bahkan di bawah garis kemiskinan cenderung masih reatif besar. Data Human Development Report hingga saat ini, diperkirakan jumlah masyarakat miskin dunia berada di angka satu milyar atau 16 persen dari jumlah penduduk dunia.

Di Indonesia, berdasarkan data Direktorat Pembinaan Pendidikan Keasaraan dan Kesetaraan pada tahun 2014, data penduduk miskin sebanyak 27.727.780 orang, data penduduk tuna aksara sebanyak 5.629.943 orang dan data anak usia sekolah tidak sekolah sebanyak 4.406.858 orang dan data pengangguran: 7.150.000 orang.

Komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya mengentaskan kemiskinan dapat dilihat dari kebijakan dan produk hukum yang dilahirkan setelah menjadi peserta dalam deklarasi MDGs.

Pada pasal 5, Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2010 menyebutkan bahwa program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari (1) program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar dan pengurangan beban hidup dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin, (2) program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, (3) program penagggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, dan (4) program-program lain, baik yang langsung maupun tidak langsung, yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin. Sementara penanggulangan kemiskinan melalui sektor pendidikan, terutama pendidikan nonformal terus dilakukan pemerintah. Baik melalui program pendidikan kursus dan pelatihan, pendidikan kesetaraan Paket A, B, dan C, pendidikan anak usia dini maupun pendidikan keaksaraan.

Menyelesaikan persoalan kemiskinan tentunya tidak bisa sebagian-sebagian, tidak cukup dengan program pemberdayaan ekonomi mikro dan yang sejenisnya. Namun, perlu sejalan dengan program peningkatan kompetensi pendidikan masyarakat, terlebih pendidikan keaksaraan. Jika program keduanya dilakukan secara bersamaan, maka dimungkinkan akan mampu menghasilkan hasil atau keluaran yang lebih bermanfaat dan bernilai. Mampu melahirkan masyarakat berdaya secara ekonomi dan berdaya secara pendidikan. Karena, dua aspek ini merupakan faktor kunci dalam proses wewujudkan masyarakat maju dan berkeadaban.

Gambaran Umum Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Lembaga Keuangan Mikro adalah8:

Lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

Di Indonesia salah satu bentuk LKMS adalah Baaitul Maal wa Tamwill (BMT). Jika ditelusuri sejarahnya, Baitul Maal telah ada dari zaman Rasulullah dan telah berkembang pada zaman Khulafaur Rasyidin (zaman para sahabat nabi). Di samping Baitul Maal, telah ada juga lembaga keuangan lain yang disebut Baitul Tamwil; 8 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Syariah

Page 22: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

40 41Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

yaitu lembaga yang berfungsi untuk menampung dana-dana masyarakat untuk diinvestasikan ke proyek-proyek atau pembiayaan perdagangan yang menguntungkan.

Lembaga keuangan syariah yang pertama kali dikenal di Indonesia juga bernama Baitul Maal, yang biasanya merupakan bagian dari masjid atau pesantren untuk menampung dana zakat, infaq, dan shadaqah. Paralel dengan perkembangan di Timur Tengah, Baitul Maal dalam perkembangannya juga melakukan fungsi yang lain, yaitu menampung dana-dana masyarakat untuk diinvestasikan dengan sistem bagi hasil dalam suatu usaha, atau membiayai perdagangan yang memperoleh untung.

BMT yang tercatat pertama kali didirikan diantaranya adalah Baitul Tamwil Salman, Bandung. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti. Pada tahun 1995 Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) memprakarsai berdirinya Yayasan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Yayasan Pinbuk) yaitu suatu lembaga yang membina Baitul maalwat tamwil (BMT), koperasi Syariah dan usaha kecil mikro (Tanjung, 2007).

Dalam rangka mencapai tujuannya, Baitul maalwat tamwil (BMT) memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai instrumen dalam pemberdayaan ekonomi dan pendidikan masyarakat, yaitu9:

1. Mengidentifi kasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota dan daerah kerjanya.

2. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih profesional sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan.

3. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.

4. Menjadi perantara keuangan antara aghniya (orang-orang kaya) dengan dhu’afa, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, dll.

5. Menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif.

BMT didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dengan tujuan ini dapat dilihat bahwa BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat, tidak semata berorientasi pada keuntungan.

9 Muhamad Ridwam, Manajemen Baitul Maal wa Tanwil (Yogyakarta: UII Press, 2004)

Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya. Dengan demikian, fokus BMT bukan hanya pada penyaluran pembiayaan, tetapi juga ada pembinaan dan pendampingan.

Baitut Tamkin Tazkia Madani

Baitut Tamkin Tazkia Madani (BTTM) adalah salah satu lembaga keuangan mikro syariah, berdomisili di Sentul, Jawa Barat. Secara bahasa Baitut Tamkin adalah rumah pemberdayaan. Salah satu latar belakang pendirian lembaga ini adalah melihat fenomena kemiskinan yang terjadi di masyarakat. Sebab kemiskinan ada, salah satunya adalah karena faktor kekurangan modal dan rendahnya pendidikan masyarakat. Lebih buruk lagi kebutuhan akan modal ini kemudian dipenuhi dari pinjaman berbasis riba yang semakin menjerat masyarakat dalam lingkaran kemiskinan. BTTM didirikan untuk memberikan tambahan modal bagi masyarakat ekonomi lemah dan memutus ikatan riba yang menjerat masyarakat.

Pola pengembangan BTTM hampir sama dengan konsep Grameen Bank, namun dalam segi operasionalnya terdapat hal yang berbeda disesuaikan dengan nilai dan prinsip ekonomi Islam. Dari segi operasionalnya, BTTM sama seperti koperasi yang berbasis syariah, karena BTTM dimiliki oleh masyarakat yang menjadi anggotanya yaitu dengan menghimpun simpanan anggota dan menyalurkan kembali kepada anggota melalui produk pinjaman berbasis syariah.

Dalam prektek operasionalnya, minimal ada tiga faktor yang dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat dijadikan sebagai model pembelajaran KUM, yaitu:

1. Pendekatan KelompokKelompok adalah kumpulan individu yang memiliki kontak dan interaksi regular, saling mempengaruhi, bersahabat, dan bekerjasama untuk mencapai seperangkat tujuan bersama. Kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang membentuk ikatan atas dasar kesamaan, yang berinteraksi melalui mekanisme tertentu dalam rangka mencapai tujuan bersama dalam waktun yang panjang.

2. Pinjaman Berbasis KelompokModel pinjaman berbasis kelompok dengan hubungan interpersonal dan kerja sama diantara anggota kelompok dapat menjadi jaminan sosial, menggantikan ketidakberdayaan masyarakat miskin untuk menyediakan agunan fi sik. Agunan pengganti ini meningkatkan jaminan kemampuan membayar pinjaman anggota kelompok melalui fungsi peer monitoring dan

Page 23: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

42 43Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

sanksi. Keberhasilan model pinjaman berbasis kelompok, seperti Grameen Bank, meningkatkan akses masyarakat miskin untuk mendapatkan pinjaman tanpa agunan. Elemen penting dari sistem pinjaman berbasis kelompok adalah tanggung renten dan interaksi pemberi pinjaman dengan kelompok secara keseluruhan atau bahkan dengan masing-masing anggota.

3. Pertemuan majelis setiap pekanAnggota BTTM wajib mengikuti pertemuan majelis satu kali setiap pekan. Pertemuan ini sebagai sarana untuk melakukan pendampingan usaha, memastikan para anggota meningkat kesadaran pendidikan spiritual dan sosial. Pertemuan ini sifatnya wajib, bagi yang melanggar komitmen dan tidak disiplin terhadap tata tertib disediakan sanki. Sanksi yang diberikan berupa menghapal Al Quran atau hadits, penundaan pinjaman dan sampai pada tahap diberhentikan dari keanggotaan.

Dengan pendekatan kelompok, setiap anggota wajib mengikuti pertemuan majelis satu kali dalam setiap pekannya. Adapun tempat pertemuan dilaksanakan di tempat atau rumah warga belajar, rutin dan bergantian secara bergiliran. Salah satu manfaat dari pendekatan kelompok adalah untuk meningkatkan partisipasi kehadiran anggota. Jika selama ini masalah utama program KUM rendahnya tingkat partispasi dan kehadiran warga belajar, maka dengan pendekatan ini bisa menjadi salah satu solusi.

Petemuan kelompok dilakukan dengan tujuan untuk pembinaan anggota dengan kegiatan utamanya adalah: (1) pembinaan spiritual anggota, (2) proses transaksi keuangan atau pembayaran cicilan, (3) Menabung rutin pekanan, (4) pembacaan Ikrar atau janji kelompok, (5) Bimbingan usaha warga belajar. Dan, sepuluh menit pada sesi akhir digunakan untuk tausiah dan do’a bersama. Waktu yang disediakan di setiap pertemuan majelis selama kurang lebih 60 sampai 90 menit.

Dalam pertemuan majelis tersebut, terjadi interaksi dan komunikasi antara sesama anggota kelompok dan pendamping lapangan (tutor). Terjadi interaksi pembelajaran sikap kedisiplinan, kejujuran dan sosial. Terjadi proses pembelajaran dan pendampingan usaha anggota. Terjadi proses pembelajaran pendidikan keaksaraan. Salah satu contoh pada proses akad pinjaman atau proses dalam mengembalikan cicilan. Pengisian formulir, akad transaksi usaha, diskusi sesama anggota dan lain-lain. Semuanya dilakukan oleh anggota secara tertulis. Ada proses menulis, membaca dan berhitung. Itulah sebenarnya inti dari proses pembelajaran KUM.

Simpulan

Kemiskinan merupakan masalah serius dan bisa menjadi bencana yang membawa kepada situasi buruk. Kemiskinan dapat menjadi benih keraguan atas kebenaran dan kebijaksanaan Ilahi, khususnya mengenai keadilan ekonomi. Pengentasan kemiskinan tidak cukup hanya sekedar dari sisi lahiriah saja (ekonomi), namun harus bersamaan dengan dimensi pendidikan. Miskin pendidikan, hati, sikap dan karakter merupakan sesuatu yang utama untuk dijauhi.

Secara sistem LKMS, khususnya BTTM mampu mengembangkan tiga model pendekatan pembelajaran. Pertama adalah pengembangan usaha warga belajar, kedua pengembangan kemampuan atau kompetensi keberaksaraan warga belajar. Ketiga, penanaman nilai-nilai spiritual dan sikap sosial.

Model pembelajaran ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan sikap dan keterampilan usaha. Warga belajar menjadi berdaya, baik secara fi nancial, emosional maupun spiritual. Model pembelajaran ini dilandasi oleh tiga motivasi secara bersamaan, pertama motivasi pada aspek spiritual, kedua pengembangan/rintisan usaha warga belajar dan ketiga pengembangan kemampuan keberaksaraan. Model pembelajaran yang secara bersamaan, mensinergikan antara majelis taklim, pendampingan usaha dan pendidikan keaksaraan.

Page 24: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

44 45Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

DAFTAR PUSTAKA

Antonio Syafi i, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek. Jakarta, Gema Insani Press, 2001

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Acuan Penilaian dan Pemberian Sertifi kat

Pendidikan Keasaraan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Modul Orientasi Tutor Pendidikan Keas-

araan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Pelaksanaan Orientasi Tutor

Program Keasaraan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Penilaian Pendidikan Keas-

araan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panduan Penyelenggaraan dan Pembela-

jaran Pendidikan Keasaraan Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebu-

dayaan Nomor 42 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Keasaraan Lanju-

tan, Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Petunjuk Teknis Pendidikan Keasaraan

Usaha Mandiri. Jakarta, 2015.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Silabus Pendidikan Keasaraan Usaha

Mandiri. Jakarta, 2015.

Ridwan Muhammad, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Jogyakarta, UII Press, 2004

Yulizar D. Sanrego, Fiqh Tamkin (Fiqh Pemberdayaan) Membangun Modal Sosial dalam Mewujudkan Khairu Ummah. Jakarta, LPPM Tazkia, 2015

ARTIKEL

Menumbuhkan Kemampuan Dasar Kewirausahaan Melalui Penerapan Model Appreciative Inquirybagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiridi PKBM Al-Alim, Kota Palangka RayaMuhamad Aff andi (Universitas Palangkaraya)

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar kewirausahaan bagi warga belajar Keaksaraan Usaha Mandiri melalui penerapan model appreciative inquiry di PKBM Al-Alim, baik selama maupun pascapembelajaran. Subyek pada kajian ini merupakan 10 orang warga belajar keaksaraan usaha mandiri yang terdapat dalam satu rombongan belajar. Pada kajian ini, digunakan multiinstrumen antara lain angket, evaluasi serta uji portofolio. Adapun data yang nantinya ditampilkan akan disajikan dalam bentuk deskriptif serta tabel.

Hasil kajian ini, yakni kemampuan dasar kewirausahaan diperoleh melalui pre test dan post test yang terdiri dari 20 item soal. Pada saat pre test, diperoleh rata-rata sebesar 55. Adapun pasca penerapan model appreciative inquiry, diperoleh hasil post test sebesar 78. Data tersebut kemudian diolah melalui pendekatan one-group, pretest-post test design, yakni hasil post test-pre test sehingga diperoleh hasil 23, atau mengalami peningkatan sebesar 41,81%.

Melalui kajian ini dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model appreciative inquiry mampu memberikan kemampuan dasar kewirausahaan bagi warga belajar keaksaraan usaha mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangkaraya.

Kata Kunci: appreciative inquiry, kemampuan dasar kewirausahaan, keaksaraan usaha mandiri

Page 25: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

46 47Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

PENDAHULUAN

Konsepsi Keaksaraan (literacy) memang hanya diartikan sebagai kemampuan untuk mampu membaca, menulis dan berhitung. Akan tetapi, secara implementatif, konsep ini telah banyak dikembangkan menjadi suatu hal yang lebih kontekstual. Kompetensi keberaksaraan tidak hanya sekedar dapat membaca, menulis dan berhitung, akan tetapi lebih menekankan fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Aksara merupakan alat pemberdayaan yang memiliki nilai strategis, informatif dalam memecahkan permasalahan kehidupan dimasyarakat. Saat inikeaksaraan dipandang sebagai alat ukur dalam mengakses informasi seluas-luasnya, serta sebagai katalisator yang mampu menginspirasi dan memberi dampak signifi kan dalam pembangunan masyarakat.

Mengutip dari pernyataan Djuju Sudjana dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Nonformal, dikatakan bahwa pendidikan nonformal akan mendapatkan antusiasme dari para peserta didik dan masyarakat apabila program yang disusun mampu menyentuh kebutuhan serta permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik tersebut. Mengacu pada pernyataan tersebut, maka pengembangan program pendidikan masyarakat terus dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat di luar sistem persekolahan, sebagai penambah, pelengkap, dan pengganti. Berbagai rujukan penting dalam pengembangan pendidikan masyarakat mengacu kepada program UNESCO antara lain: program Education for All (Pendidikan Untuk Semua), Education for Sustainable Development atau pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, Life Skills (Pendidikan Kecakapan Hidup), Literacy Initiative for Empowerment atau Prakarsa Keaksaraan untuk Pemberdayaan, dan program lainnya.

Pentingnya pendidikan keaksaraan dengan tingginya angka buta aksara di Indonesia yang masih berjumlah 6.165.404 (Dit.Bindikmas; 2013) akhirnya mendorong para stakeholders, akademisi maupun praktisi untuk lebih concern dan menyusun berbagai acuan teknis penyelenggaraan pendidikan keaksaraan. Kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sebagai komponen keberaksaraan pada tingkat dasar menjadi pengantar kepada gerbang ilmu pengetahuan dan keterampilan yang disertai dengan penguatan sikap dan karakter sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Seorang warga masyarakat akan siap menjadi pembelajar sepanjang hayat dengan kemampuan keberaksaraan yang dimilikinya. Oleh karena itu, perlu pengembangan pendekatan dan strategi pembelajaran pada pendidikan keaksaraan yang senantiasa diperbaharui sesuai dengan konteks situasi dan kondisi perkembangan jaman dan dinamika masyarakat.

Salah satu program pendidikan keaksaraan ini ialah program Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM). Program ini merupakan kegiatan peningkatan kemampuan keberaksaraan bagi peserta didik yang telah mengikuti dan atau mencapai kompetensi keaksaraan dasar, melalui pembelajaran rintisan usaha yang dapat meningkatkan motivasi peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok sehinggga diharapkan dapat merintis usaha dalam rangka peningkatan taraf hidupnya.

Pendidikan keaksaraan usaha mandiri mempunyai peranan bagi warga belajar dalam memelihara keberaksaraan sekaligus menumbuhkan keterampilan life skill yang berorientasi pada kearifan lokal serta keseharian mereka. Tujuannya agar para warga belajar mampu memelihara kemampuan keberaksaraannya melalui pembekalan life skill yang dapat meningkatkan perekonomian para warga belajar itu sendiri.

Pada prakteknya di masyarakat, keaksaraan usaha mandiri telah banyak diterapkan oleh berbagai satuan pendidikan nonformal. H.D. Sudjana (2004) mengatakan bahwa pendidikan nonformal merupakan setiap kegiatan yang terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Berbagai satuan pendidikan nonformal saat ini telah banyak diterapkan di Indonesia, baik oleh masyarakat, swasta, maupun perorangan. Pendirian berbagai satuan pendidikan nonformal tersebut tidak hanya didasari oleh fi losofi pendidikan nonformal di atas, tetapi lebih karena kebutuhan yang dirasakan (felt need) oleh masyarakat. Satu diantara lembaga pendidikan nonformal tersebut, sekaligus menjadi lokasi pada kajian ini adalah PKBM Al-Alim, Kota Palangkaraya.

PKBM Al-Alim merupakan sebuah lembaga satuan pendidikan luar sekolah yang berlokasi di Jl. Karanggan No. 33, Kel. Tanjung Pinang, Kota Palangkaraya, Prov. Kalimantan Tengah. PKBM ini didirikan atas dasar kebutuhan serta pentingnya pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat. Lembaga yang didirikan pada tahun 2009 ini memiliki visi untuk menjadi lembaga pendidikan luar sekolah yang handal dan unggul di Kota Palangkaraya dalam membentuk peserta didik yang berpengetahuan akademik, berketerampilan dan berbudi pekerti yang luhur. PKBM Al-Alim ini secara umum mencoba untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan pendidikan melalui berbagai jenis program antara lain PAUD, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan serta kewirausahaan berbasis potensi lokal masyarakat.

Berdasarkan pada hasil wawancara dengan Hafi z Tamimi Selaku ketua PKBM Al-Alim, diperoleh informasi bahwa program Keaksaraan Usaha Mandiri yang

Page 26: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

48 49Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

pernah dilaksanakan belum sepenuhnya mampu mencapai tahapan aplikatif bidang kewirausahaan pada diri warga belajar dikarenakan keterbatasan waktu serta tenaga pendidik. Pendidik belum menggunakan suatu pendekatan yang tepat dalam mensinergikan antara nilai-nilai keaksaraan dengan budaya wirausaha.

Pendapat lain juga disampaikan oleh salah satu alumni program keaksaraan usaha mandiri tahun 2013. Menurutnya, kendala yang dihadapi oleh warga belajar selama dan pascapembelajaran terjadi karena kurangnya modal dan kesiapan dari warga belajar itu sendiri. Pembelajaran keaksaraan usaha mandiri yang selama ini ia dapatkan masih berkutat seputar calistung dan life skills, tanpa adanya pembekalan kewirausahaan sebagai “pendukung” kedua elemen tersebut. Sehingga hasil belajar yang diperoleh belum sepenuhnya mampu dioptimalkan oleh para warga belajar. Mereka hanya menggunakan skill yang mereka punya untuk sebatas diterapkan pada diri sendiri dan keluarga dekat saja.

Disamping realitas tersebut, PKBM Al-Alim juga memiliki peluang serta potensi yang dapat dimanfaatkan, yakni berupa lingkungan PKBM yang terintegrasi dengan dunia usaha serta dunia industri. Peluang yang dapat dimanfaatkan oleh PKBM Al-Alim yaitu para lulusan keaksaraan usaha mandiri sebetulnya akan mampu melaksanaan jejaring kewirausahaan dengan memanfaatkan sumberdaya maupun praktisi kewirausahaan di sekitar PKBM Al-Alim. Apabila potensi tersebut mampu diintegrasikan dalam pembelajaran keaksaraan usaha mandiri, maka akan menjadi suatu environmental input yang sangat strategis dan meningkatkan kompetensi kewirausahaan pada warga belajar.

Berangkat dari fakta-fakta tersebut, maka peneliti selaku agent of change pada bidang pendidikan nonformal melihat adanya suatu solusi yakni berupa kegiatan pendampingan selama dan pascapembelajaran. Hal ini merujuk pada pernyataan Micky Holliday (2003:31) yang mengungkapkan bahwa pendampingan dapat diartikan sebagai satu interaksi yang terus menerus antara pendamping dengan anggota kelompok atau masyarakat hingga terjadinya proses perubahan kreatif yang diprakarsai oleh anggota kelompok atau masyarakat yang sadar diri dan terdidik.

Adapun pola pendampingan yang akan dilakukan yakni berbasis appreciative inquiry, dimana pendekatan ini lebih memandang individuu sebagai manusia yang memiliki potensi serta kemauan untuk mewujudkan mimpi maupun harapan menjadi sebuah tindakan nyata. Hal tersebut selaras dengan apa yang terjadi pada kelompok belajar keaksaraan usaha mandiri, dimana sesungguhnya mereka juga memiliki kompetensi serta sumberdaya yang mumpuni untuk melaksanakan kegiatan usaha apabila dibimbing dan diarahkan secara intensif dengan pendekatan yang tepat.

KONSEP APPRECIATIVE INQUIRYPada suatu konsep pembelajaran, sebetulnya hasil akhir (output) bukanlah

satu-satunya hal yang paling penting dalam menentukan ketercapaian kompetensi seseorang. Faktor yang tidak kalah penting ialah bagaimana sesorang tersebut mampu mengimplementasikan apa yang dipelajarinya kedalam aktivitas kesehariannya. Tahapan ini seringkali luput dari perhatian para praktisi pendidikan. Sebagian dari mereka berasumsi bahwa pembelajaran telah selesai ketika hasil belajar sudah diperoleh, begitu pula dengan pembelajaran keaksaraan usaha mandiri. Hasil dari pembelajaran keaksaraan usaha mandiri tidak hanya semata-mata pemeliharaan budaya baca saja, tetapi juga ada upaya mensinergikan antara calistung dengan nilai-nilai keterampilan dan kewirausahaan berdasarkan potensi daerah setempat.

Mengacu pada hal tersebut diatas, maka diperlukan adanya suatu upaya pendampingan untuk menselaraskan antara hasil belajar dengan keterampilan serta kewirausahaan masyarakat. Menurut Winston Connor (1980), pendampingan itu sendiri merupakan suatu aktivitas holistik yang bertujuan untuk memantau hasil belajar peserta didik, baik sebelum, saat maupun pascapembelajaran. Proses tersebut meliputi proses perencanaan, pembinaan, pemberian informasi hingga evaluasi. Pendapat tersebut juga menekankan bahwa pendampingan bukanlah proses pelatihan itu sendiri, melainkan pendampingan terdapat pada proses di mana pelatihan dimulai sampai dengan pasca pelatihan untuk tujuan jangka panjang.

Pada kajian ini, peneliti mencoba untuk menggunakan model appreciative inquiry. Appreciative inquiry adalah sebuah pendekatan baru yang dikembangkan oleh David Cooperrider untuk membantu individu atau komunitas meraih serta mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Pendekatan model ini berpijak pada asumsi bahwa selalu terdapat bakat, keahlian maupun sumber daya di dalam masyarakat yang dapat dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri. Pendekatan ini memandang masyarakat sebagai sebuah kapasitas kekuatan yang dapat mewujudkan banyak hal. Pendekatan melalui model ini dimulai dengan mengidentifi kasi masalah, mencari akar permasalahannya serta berupaya menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Pada prakteknya, appreciative inquiry berarti:

• Melahirkan sikap terbuka dan saling menghargai.• Membuat orang percaya diri untuk melakukan tindakan positif.• Melahirkan visi baru serta merefl eksikan tujuan yang ingin diraih.

Appreciative inquiry adalah kajian dan penggalian terhadap hal-hal yang memberi jiwa pada sistem-sistem manusia (human systems). Model ini dimulai dengan identifi kasi mendalam (in depth identifi cation) tentang apa yang akan dicapai (topik afi rmatif ). Topik yang nantinya terpilih akan menjadi fokus untuk pembelajaran serta inovasi. Langkah-langkah tersebut juga dikenal dengan istilah siklus 4D seperti yang terdapat pada alur dibawah ini.

Page 27: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

50 51Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Fase 4D pada Model Appreciative Inquiry

Berikut ini adalah beberapa deskripsi dari tahapan model pendampingan berbasis appreciative inquiry.

• Discovery. Langkah persiapan appreciative inquiry yang disebut sebagai discovery adalah sebuah tahapan memilih sebuah topik yang akan dieksplorasi (affi rmative topic choice). Topik ini menjadi arah perubahan sekaligus kenyataan akhir yang akan terwujud. Pemilihan topik yang afi rmatif, digunakan agar tetap fokus dalam proses-proses siklus 4D yang menjadi inti utama pada Appreciative Inquiry. Pemilihan topik yang teliti, mendalam, dan menginspirasi adalah sangat penting perannya, untuk mendefi nisikan arah dari proses perubahan itu sendiri. Tahapan ini mendeskripsikan suatu narasi positif yang merefl eksikan suatu momen pengalaman maupun capaian terbaik seorang individu maupun kelompok. Tahapan ini terfokus pada kecakapan untuk menggali lebih dalam pengalaman yang pernah dialami, pengalaman yang paling menarik serta menggali lebih dalam lagi berbagai faktor yang menyebabkan pengalaman tersebut terjadi. Tahapan ini berguna untuk lebih memfokuskan target yang ingin dicapai pasca pembelajaran.

• Dream. Sebuah penggalian yang memberikan kekuatan tentang “apa yang mungkin”. Tahapan ini adalah saat dimana masing-masing individu memunculkan harapan, impian serta apapun yang ingin dicapai. Tahapan Dream adalah tahap dimana pendamping mengajak organisasi atau masyarakat untuk memperkuat apa yang menjadi inti kekuatan (positive core) dengan membayangkan kemungkinan yang terjadi pada masa yang akan datang yang telah dibangkitkan pada tahapan discovery. Tujuan dari fase ini adalah peserta pendampingan dapat berimajinasi tentang bentuk organisasi yang ideal di masa depan.

• Design. Merupakan serangkaian proposisi provokatif yang dalam pernyataannya menggambarkan kondisi ideal atau “apa yang seharusnya”. Fase design pada appreciative inquiry merupakan kunci untuk meneruskan proses perubahan yang positif dan merupakan respon terhadap apa yang menjadi hal yang paling positif dari organisasi pada masa sebelumnya dan potensi tertingginya. Tujuannya adalah menciptakan atau mendesain struktur masyarakat, proses dan hubungan yang mendukung mimpi yang ada. Aktivitas utamanya adalah menciptakan proposisi yang provokatif (provocative propositions) secara kolaboratif.

• Destiny. Fase ini merupakan fase terakhir dalam fase 4D pada appreciative inquiry. Tujuan dari fase destiny ini adalah untuk memastikan bahwa dream atau apa yang menjadi impian bersama dapat direalisasikan. Fase destiny adalah representasi dari kesimpulan fase-fase sebelumnya yaitu discovery, Dream dan design dan merupakan awal dari terciptanya budaya belajar yang apresiatif yang terus menerus. Poin penting pada fase ini adalah kemampuan akan mengorganisir diri sendiri (self organize), dimana self organize sendiri merupakan implementasi dari pernyataan yang disusun dalam fase design yaitu pernyataan provokatif. Adapun hasil yang diperoleh yaitu berupa susunan perubahan yang luas di masyarakat terkait dengan praktek, SDM, evaluasi maupun proses kerja secara terstruktur.

KONSEP LITERASI EKONOMISecara konseptual, Collins Dictionary and Theaurus (2011:88) memberikan

pengertian bahwa literasi berarti kemampuan membaca, menulis, pendidikan, pembelajaran maupun pengatahuan. Literasi merupakan serangkaian langkah terpadu untuk membuka cakrawala berpikir segingga mampu bertindak secara efektif dan efi sien. Mengacu pada pemahaman tersebut, terlihat bahwa literasi memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari sosial, hukum, sampai pada tatanan perekonomian.

Ekonomi itu sendiri secara harfi ah merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana individu memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang tak terbatas menggunakan sumber daya yang terbatas. Mengacu pada defi nisi tersebut tampak dengan jelas bahwa ilmu ekonomi selalu berhubungan dengan pilihan (choice). Pilihan yang tepat merupakan pilihan yang sesuai dengan kondisi real dan tidak mengedepankan keinginan semata.

Literasi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan, karena merupakan salah satu faktor penentu pembuatan pilihan yang cerdas ataukah tidak. Lebih dalam lagi bahwa literasi ekonomi merupakan alat yang berguna untuk membuka persepsi agar memanfaatkan keberaksaaraanya untuk diterapkan dalam

Page 28: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

52 53Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

kehidupan sehari-hari secara fungsional agar memperoleh manfaat (cost/benefi t). Literasi ekonomi juga akan sangat membantu untuk mengklasifi kasikan antara kebutuhan dengan keinginan. Melalui kompetensi literasi ekonomi yang baik, seorang individu akan mampu membuat pilihan yang cerdas terkait alokasi sumber daya akan membuka peta pikiran sehingga mampu mendeteksi secara cermat mana yang kebutuhan dan mana yang keinginan.

KONSEP KEMAMPUAN DASAR KEWIRAUSAHAANPada hakikatnya, manusia diciptakan dengan berbagai potensi yang dapat

ia manfaatkan untuk beradaptasi serta memenuhi kebutuhan kesehariannya. kemampuan itu sendiri merupakan kekuatan yang ada pada jiwa setiap manusia dan harus dimunculkan melalui proses-proses belajar yang pada akhirnya diadakan suatu tes tersendiri dalam menilai sampai sejauh mana kemampuan yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Disamping itu hadirnya kemampuan pada diri manusia dapat menunjukkan kemahirannya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya serta menunjukkan keterampilannya dalam memecahkan kesulitan hidupnya.

Menurut Kamus Manajemen-LPPM, wirausaha (enterpreneur) merupakan seseorang yang mampu memulai dan atau menjalankan usaha. Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas tentang lingkungan dan membuat keputusan-keputusan tentang lingkungan usaha, mengelola sejumlah modal dan menghadapi ketidakpastian untuk meraih keuntungan.

Keputusan orang untuk menjadi seorang wirausaha masih dipandang sebagai suatu keputusan yang “beresiko”. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang memilih jalur wirausaha haruslah individu yang mempunyai perencanaan yang matang serta cenderung “berani rugi”. Seseorang yang terjun kedalam dunia wirausaha biasanya dipengaruhi oleh beberapa kondisi antara lain: (1) orang tersebut lahir dan atau dibesarkan dalam keluarga yang memiliki tradisi yang kuat di bidang usaha (Confi dence Modalities), (2) orang tersebut berada dalam kondisi yang menekan, sehingga tidak ada pilihan lain bagi dirinya selain menjadi wirausaha (Tension Modalities), dan (3) seseorang yang memang mempersiapkan diri untuk menjadi wirausahawan (Emotion Modalities).

STRATEGI PENERAPAN MODEL APPRECIATIVE INQUIRYSebagaimana tertulis pada pendahuluan di atas, warga belajar keaksaraan usaha

mandiri di PKBM Al-Alim membutuhkan layanan pembelajaran yang interaktif dan praktis dalam menuntun pencapaian peluang membuka usaha sederhana mandiri. Fakta yang terjadi selama ini, pembelajaran keaksaraan usaha mandiri masih bersifat klasikal, terutama terkait dengan aplikasi praktek usaha mandiri; dimana tahap tersebut masih didominasi oleh tutor (tutor centered).

Mengacu pada permasalahan di atas, maka diperlukan suatu alternatif solusi dalam memberikan treatment berupa pendampingan usaha. Diperlukan suatu

model pendampingan yang bersifat partisipatif sesuai dengan tujuan usaha yang diharapkan bersama. Peneliti memilih model appreciative inquiry sebagai katalisator dalam memberikan kemampuan dasar kewirausahaan pada warga belajar keaksaraan usaha mandiri di PKBM Al-Alim Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah. Adapun alur strategi penerapan model appreciative inquiry ini antara lain:

Alur Penerapan Model Appreciative Inquiry

Page 29: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

54 55Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

HASIL DAN PEMBAHASANJurnal penelitian ini memiliki 2 variabel, yakni variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas pada penelitian ini ialah model appreciative inquiry yang datanya diperoleh melalui angket. Adapun variabel bebas terikat penelitian ini ialah kemampuan dasar kewirausahaan yang diperoleh melalui tes evaluasi dan penilaian portofolio yang diberikan kepada para warga belajar di PKBM Al-Alim, Kota Palangkaraya.

Penggunaan angket pada kajian ini memiliki 3 komponen, yaitu peran fasilitator, aktivitas warga belajar dan penerapan model appreciative inquiry. Komponen tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberapa sub indikator untuk selanjutnya diinterpretasikan menjadi 30 item pernyataan yang akan ditanggapi oleh subyek maupun obyek kajian.

Adapun penggunaan tes evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh hasil belajar warga belajar program keaksaraan usaha mandiri. Tes evaluasi ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu teori dan praktek. Seperti apa yang telah dijabarkan di awal, bahwa treatment ini diawali dengan pemberian pre test untuk mengukur sejauh mana pengetahuan awal yang dimiliki wagra belajar, terutama terkait dengan pemeliharaan budaya literasi berbasis aktivitas kewirausahaan. Pengujian ini diujikan kepada seluruh sampel penelitan, yakni 10 warga belajar program keaksaraan usaha mandiri.

Langkah selanjutnya ialah pemberian treatment berupa pelatihan berbasis model appreciative inquiry. Setelah itu, maka langkah yang dilakukan ialah menguji keterpahaman materi yang dimiliki oleh warga belajar pascapelatihan melalui post test. Pre dan post test ini nantinya akan dihitung dengan menggunakan pendekatan one group pre test-post test design. Pemilihan pendekatan ini dikarenakan kemudahan serta akurasi data yang dihasilkan untuk mengetahui perbedaan sebelum dan setelah diadakannya pelatihan. Desain ini dirumuskan dengan O2-O1, dimana O2 adalah nilai post test dan O1 adalah nilai pre test.

Melalui pendekatan one group pre test-post test design, diperoleh data sebagai berikut.Tabel Komparasi Nilai Pre Test dan Post Test

Menggunakan Pendekatan One Group Pre Test-Post Test Design

No.Inisial Warga

Belajar

Nilai PeningkatanPre Test Post Test Angka %

1. Z 50 75 25 50,002. G 50 70 20 40,003. Ga 70 80 10 14,284. Zu 75 90 15 20,005. Ma 65 100 35 53,846. C 45 65 20 44,44

7. S 50 70 20 40,00

8. Su 65 75 5 7,699. M 60 80 20 33,33

10. A 65 75 10 15,38Rata-rata 55 78 23 41,81

Data tersebut memberikan gambaran bahwa rata-rata nilai pre test yang diperoleh oleh seluruh warga belajar keaksaraan usaha mandiri ialah 55. Nilai rata-rata tersebut menunjukan belum memenuhi standar kelulusan minimum yang disepakati, yaitu 70. Setelah diadakannya treatment berupa pelatihan kewirausahaan berbasis appreciative inquiry, maka dapat dilihat terjadinya peningkatan terhadap kemampuan dasar berwirausaha (mengalami kenaikan menjadi 78 atau meningkat 41,81%).

Melalui pendekatan one group pre test-post test design ini diperoleh interpretasi berupa:1. Sebanyak sembilan orang warga belajar berhasil mencapai nilai 70 keatas.2. Satu orang warga belajar belum mencapai standar minimum (nilai 65).3. Treatment yang diterapkan pada warga belajar berhasil meningkatkan

pengetahuan kecakapan dasar berwirausaha, dengan rata-rata 41,81%.

Lembar penilaian portofolio merupakan teknik evaluasi melalui pengumpulan lembar kerja dan karya nyata dari kesepuluh warga belajar keaksaraan usaha mandiri di PKBM Al-Alim. Portofolio ini bermanfaat untuk mengetahui serta menyimpulkan tingkat ketercapaian warga belajar pascapelatihan kewirausahaan berbasis appreciative inquiry ini.

Kriteria penilaian yang dipergunakan pada penilaian porofolio ini menggunakan rating scale dengan skala 1(sangat kurang), 2 (kurang), 3 (cukup), 4 (baik) dan 5 (sangat baik). Adapun resume penilaiannya antara lain sebagau berikut.

Tabel Lembar Penilaian Portofolio Kemampuan Dasar Kewirausahaan

Komponen

kemampuan

dasar usaha

sederahan

Aspek yang Dinilai

Skor

Z G Ga Zu Ma C S Su M A

Mempraktek-

kan cara

menghitung

modal dalam

menjalankan

usaha

sederhana

Menuliskan sumber modal dalam

menjalankan usaha

4 3 4 4 4 3 3 3 4 3

Merincikan modal yang diperlukan

dalam menjalankan usaha

4 3 4 4 4 3 4 4 3 4

Menghitung menggunakan

angka dalam bentuk rupiah untuk

dijumlahkan

4 4 4 3 4 3 3 3 4 3

Mempraktek-

kan keterampi-

lan mem-

produksi salah

satu produk

sederhana

Memilih bahan baku yang

berkaulitas baik

4 4 4 3 4 4 3 4 4 3

Mempersiapkan alat-alat produksi

dengan rapih dan baik

4 3 4 4 3 4 4 3 4 4

Memproduksi salah satu jenis

keterampilan dengan rapih

4 4 3 4 4 3 4 4 4 3

Memproduksi salah satu jenis

keterampilan dengan teliti

4 4 3 4 4 3 4 4 4 3

Merapihkan kembali alat-alat yang

telah digunakan

3 3 3 3 4 4 4 3 4 3

Menuliskan langkah-langkah

produksi dalam bentuk kalimat

4 3 3 4 3 4 4 4 3 3

Page 30: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

56 57Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Komponen

kemampuan

dasar usaha

sederahan

Aspek yang Dinilai

Skor

Z G Ga Zu Ma C S Su M A

Memprak-

tekkan cara

pemasaran

yang efektif

Menuliskan sasaran konsumen dari

produk yang telah dibuat

3 3 3 3 4 4 4 3 4 3

Menuliskan langkah-langkah dalam

memasrkan hasil produksi

3 4 4 3 4 4 3 4 4 3

Memprak-

tekkan cara

menghitung

keuntungan

Menuliskan jumlah modal dan hasil

penjualan dalam bentuk angka dan

kalimat

4 3 3 4 3 3 3 3 4 4

Menghitung selisish dari modal

dengan hasil penjualan dengan cara

penjumlahan dan pengurang an

3 4 3 4 4 3 4 4 4 3

Mengacu pada hasil pengumpulan data melalui beberapa instrumen di atas, terbukti bahwa penerapan pelatihan berbasis model appreciative inquiry mampu meningkatkan kemampuan dasar kewirausahaan bagi warga belajar PKBM Al-Alim, Kota Palangkaraya. Setelah diberikan treatment, maka dapat dilihat terjadinya peningkatan terhadap kemampuan dasar berwirausaha. Peningkatan tersebut terjadi akibat treatment yang dilakukan oleh peneliti melalui rangkaian siklus 4D.

Discovery. Tahap ini merupakan tahap awal sebelum pendampingan dimana fasilitator bersama dengan tutor dan warga belajar KUM merencanakan alur pendampingan sesuai dengan kearifan lokal serta kebutuhan calon peserta sasaran. Fasilitator juga menyiapkan isu yang akan menjadi fokus pendampingan untuk di diskusikan. Langkah selanjutnya ialah menggali potensi warga belajar KUM berdasarkan pengalaman yang dimilikinya. Pada tahap ini, calon peserta mencatat pengalaman terbaiknya selama mengelola usaha.

Dream. Pada tahap ini, dirumuskan tujuan serta target yang diimpikan oleh para warga belajar KUM sebagai calon peserta. Deskripsi pada tahap ini ialah peserta disajikan berbagai kisah sukses para pelaku wirausaha melalui modul dan video. Selanjutnya, mereka akan diminta untuk memberikan tanggapan yang dituangkan dalam lembar kerja sebagai feedback. Feedback inilah yang nantinya akan dijadikan arah mengelola usaha yang akan dicapai bersama. Siklus dream ini nantinya akan direncanakan sekaligus dilaksanakan pada siklus selanjutnya.

Design. Siklus design ini berisi upaya real dalam mencapai impian yang telah disusun pada siklus sebelumnya. Pada tahap ini, fasilitator bersama dengan tutor dan warga belajar melaksanakan proses pelatihan dan pendampingan melalui berbagai teori dan praktek usaha langsung.tahap ini memuat berbagai bentuk pembelajaran inovatif dalam rangka mengembangkan kemampuan intelektual, menumbuhkan

sikap dan jiwa wirausaha, tingkah laku serta keterampilan dari tiap warga belajar yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar KUM di PKBM Al-Alim, Kota Palangkaraya.

Destiny. Siklus terakhir dari penerapan model appreciative inquiry ini dilakukan dengan cara memeriksa ketercapaian tujuan serta perkembangan masing-masing warga belajar. Fasilitator membuat catatan lapangan dalam rangka pendataan selama proses pendampingan. Saat ada kesenjangan antara proses dengan konsep yang telah digagas, maka fasilitator berkolaborasi dengan tutor dan warga belajar akan mengevaluasi kembali hal-hal yang sekiranya menjadi hambatan sekaligus menemukan rancangan alternatif solusi atas kesenjangan tersebut.

Hasil pengukuran data variabel efektivitas penerapan model appreciative

inquiry mendeskripsikan bahwa fasilitator dalam pelatihan kewirausahaan ini tidak bersifat dominan. Fasilitator melakukan pendampingan dalam bentuk reinforcement terkait dengan pengetahuan dan keterampilan kemampuan dasar kewirausahaan. Untuk mengukur tingkat keterpahaman warga belajar terhadap materi yang diberikan, maka fasilitator dibantu dengan tutor PKBM Al-Alim memberikan bahan evaluasi yang bersifat komptehensif, baik teori maupun praktek.

Adapun aktivitas warga belajar pendampingan program keaksaraan usaha mandiri merupakan salah satu aspek penting dalam proses pendampingan berbasis appreciative inquiry. Sebagaimana yang telah dideskripsikan diatas, warga belajar keaksaraan usaha mandiri merupakan subyek pada kajian ini. Hal tersebut mengindikasikan bahwa setiap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi yang dilakukan merupakan cerminan dari hasil identifi kasi kebutuhan warga belajar itu sendiri.

Mengacu pada hasil pengumpulan data dari berbagai instrumen (multi instrument) yang digunakan nampak bahwa seluruh warga belajar keaksaraan usaha mandiri mampu mengikuti jalannya proses pendampingan dengan baik. Pelatihan ini juga terbukti mampu memenuhi kebutuhan mereka hingga akhirnya mereka memperoleh kemampuan dasar berwirausaha. Dengan demikian, secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa penerapan pendampingan berbasis appreciative inquiry ini ternyata mampu menstimulasi warga belajar KUM untuk lebih memahami dasar usaha sederhana baik secara teori maupun praktek. Pendampingan yang dilakukan oleh fasilitator juga dirasa tepat sasaran karena konsepnya yang lebih memandang warga belajar sebagai orang dewasa yang memiliki permasalahan serta kebutuhan untuk segera dipenuhi. Dengan menyentuh langsung kebutuhannya, maka warga belajar keaksaraan usaha mandiri di PKBM Al-Alim akan tertarik untuk belajar tanpa ada paksaan maupun hukuman dari siapapun.

Page 31: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

58 59Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

SIMPULAN

Berdasarkan pada hasil kajian serta pengumpulan dara yang dilakukan, diketahui bahwa penerapan pendampingan berbasis appreciative inquiry ini terbukti mampu menstimulasi warga belajar KUM di PKBM Al-Alim untuk menumbuhkan kemampuan dasar kewirausahaan. Adapun beberapa temuan penting dari kajian ini antara lain:

1. Terjadi peningkatan hasil kemampuan dasar kewirausahaan melalui pendampingan berbasis model appreciative inquiry pada warga belajar keaksaraan usaha mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangkaraya. Peningkatan tersebut dibuktikan dengan adanya kenaikan antara hasil pre test (55) dengan post test (78), atau meningkat 41,81%.

2. Pemberian treatment berupa pendampingan berbasis model appreciative inquiry terbukti efektif diterapkan pada warga belajar keaksaraan usaha mandiri di PKBM Al-Alim. Pendampingan ini memberikan paradigma baru dalam pembelajaran keaksaraan usaha mandiri menjadi lebih menarik dan interaktif karena menjadikan warga belajar sebagai subyek dalam pendampingan ini (student oriented). Warga belajar KUM menjadi tertarik karena apa yang dipelajari bersifat praktis dan menyentuh langsung kebutuhan mereka, terutama terkait dengan konsep dasar kewirausahaan.

3. Warga belajar KUM di PKBM Al-Alim bersikap apresiatif. Hal tersebut terjadi karena model ini merupakan suatu inovasi baru yang mampu menarik minat warga belajar sebagai peserta dikarenakan kemudahan mengikuti alur pendampingannya serta ditunjang oleh gambaran pencapaian hasil yang jelas.

4. Disamping adanya peningkatan kompetensi, ternyata motivasi warga belajar KUM di PKBM Al-Alim juga mengalami peningkatan. Selama dan pascapendampingan, warga belajar KUM mampu menggali potensi dirinya sendiri sekaligus melakukan aktivitas brainstorming dengan peserta pendampingan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Barker, A., & Wright, M. (2006). Using Appreciative Inquiry to Initiated a Managed Clinical Network for Children’s Liver Disease in the UK. International Journal of Health Care Quality Insurance. 19(7), 562-574. doi:10.1108/09526860610704187.

Chapagain, C.P. (2004). Human Resources Capacity Building Through Appreciative Inquiry in Achieving Developmental Goals. Dissertation. Human Resources Management. Madison University.

Chief. (2003). Karakteristik Pendidikan Orang Dewasa. [Online]. Tersedia: http://www.indosdm.com/training-of-trainer-karakteristik-pendidikan-orang-dewasa. [30 Juni 2013].

Creswell.J. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Third ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nur Shobah. (2006). Aplikasi Andragogi dalam Pembelajaran Pendidikan Nonformal. [Online]. Tersedia: http://kurtekdik06.blogspot.com/2008/05/aplikasi-andragogi-dalam-pembelajaran.html [1 Juli 2013]

Pont, Tony. (1996). Developing Eff ecitve Training Skills. Berkshire, GB: McGraw Hill.

Reed, J. (2007). Appreciative Inquiry: Research for Change. California: SAGE Publication, Inc.

Sitepu, N.B.R. (2011). Pelatihan Appreciative Inquiry untuk Meningkatkan Etikasi Diri Wiraniaga dalam Melakukan Tugas Penjualan. (Tesis tidak diterbitkan). UGM, Yogyakarta.

Soedomo, M. (2000). Pendidikan Luar Sekolah ke Arah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen pendidikan dan kebudayaan.

Sudjana, H.D, Pendidikan Non Formal, Bandung: Falah Production, 2004.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

UNESCO. (2012) Program Inovasi Pendidikan Asia Pasifi k Untuk Pembangunan. [Online]. Tersedia: http://www.unescobkk.org/id/about-us/asia-pacifi c-regional-bureau-for-education/program-unesco/. [20 Juli 2013]

Whitney, Diana dan Trosten-Bloom, Amanda. (2007). The Power of Appreciative Inquiry. Yogyakarta: B-First.

Page 32: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

60 61Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

ARTIKEL

GENTENAN(Gerakan Pendidikan Peningkatan Ekonomi Kemaritiman):

Keaksaraan Dalam Pemberdayaan PerempuanDr.Kuswara, Euis Laelasari M.M.Pd., Arie Ekadharma.S.Pd.,

Neni Nurlaela,S.Pd., Chinta Dharma,S.Pd

ABSTRAKUpaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan di sektor kelautan dan perikanan tidak lepas dari kebutuhan untuk mengikutsertakan perempuan dalam kebijakan pembangunan di sektor tersebut. Tujuan pengembangan Model Gentenan (Gerakan Pendidikan Peningkatan Ekonomi Kemaritiman) dalam Pemberdayaan Perempuan adalah: memberikan acuan bagi lembaga dan atau warga masyarakat yang akan menyelenggarakan program pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat maritim.

Pengembangan model yang dikembangkan merupakan rangkaian kegiatan pengembangan pendidikan keaksaraan (membaca, menulis dan berhitung) dan pendidikan keterampilan usaha di suatu wilayah maritim yang berbasis keluarga nelayan. Pendekatan ini lebih memusatkan kepada isu gender dan tidak terlihat pada masalah perempuan semata. Pendekatan GAD yang kami gunakan merupakan satu-satunya pendekatan terhadap perempuan dalam pembangunan dengan melihat semua aspek kehidupan perempuan dan semua kerja yang dilakukan perempuan baik kerja produktif, reproduktif, privat maupun publik dan menolak upaya apapun untuk menilai rendah pekerjaan mempertahankan keluarga dan rumah tangga.

Penerapan pemberdayaan perempuan dalam Model Gentenan dibangun melalui tiga tahap, (1) Tahap Pra Intruksional, (2) Tahap Instruksional, dan (3) Tahap Evaluasi yang diselenggarakan selama 6 (enam) minggu pada siklus pertama, dan 5 (lima) minggu pada siklus berikutnya.

Kata Kunci: Gentenan, Pemberdayaan Perempuan, Masyarakat Maritim

A. PENDAHULUANTujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merata. Baik secara material maupun spiritual, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, pembangunan nasional merupakan pembangunan masyarakat Indonesia yang tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah atau kepuasan batiniah saja, melainkan juga keselarasan, keserasian dan keseimbangan diantara keduanya.

Pada hakikatnya manusia diciptakan menjadi perempuan dan laki-laki agar bisa saling melengkapi guna membangun sinergi dan untuk keberlangsungan umat manusia, tetapi dalam perkembangannya terjadi dominasi oleh satu pihak, sehingga menimbulkan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Secara statistik, pada umumnya kaum perempuan mendapatkan posisi yang kurang menguntungkan dalam berbagai aspek kehidupan.

Program pemerintah dalam pemberdayaan perempuan telah menginjak tahun ke tigapuluh empat, yaitu dilaksanakan sejak tahun 1978. Untuk mewujudkan keberhasilan pemberdayaan perempuan tersebut, pemerintah telah mengembangkan kebijakan dan strategi melalui tahapan pembangunan lima tahunan (Pelita) yang telah dilakukan sejak tahun 1978 hingga saat ini disebut era reformasi.

UNDP dalam publikasi Human Development Report (HDR) tahun 1995 mengangkat tema mengenai gender.Publikasi tersebut menekankan bahwa pembangunan manusia merupakan upaya untuk memperluas pilihan bagi semua masyarakat, bukan hanya salah satu bagian dari masyarakat sehingga tidak ada masyarakat yang terkecualikan. Dalam publikasi tersebut juga tersirat pesan bahwa pengabaian aspek gender akan menghambat proses pembangunan di suatu wilayah.

Kondisi umum pembangunan Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Perlindungan Anak (PA) sampai dengan tahun 2009 pada setiap bidang pembangunan dapat digambarkan sebagai berikut: di bidang ekonomi, peningkatan akses lapangan kerja bagi perempuan ditunjukkan oleh penurunan angka pengangguran terbuka perempuan dari 14,71 persen pada tahun 2005, menjadi 8,47 persen pada tahun 2009 (Data Sakernas, Agustus 2009).

Upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan di sektor kelautan dan perikanan tidak lepas dari kebutuhan untuk mengikutsertakan perempuan dalam kebijakan pembangunan di sektor tersebut, mulai dari perencanaan sampai implementasi.Pelibatan perempuan setara dengan laki-laki memiliki arti yang sangat penting bagi

Page 33: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

62 63Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

peningkatan perekonomian masyarakat pesisir.Hal ini tidak hanya karena peran strategis perempuan dalam rumah tangga, tetapijuga karena perempuan berperan sebagai penyangga kebutuhan keluarga untuk menutup penghasilan melaut yang tidak pasti dan tidak mencukupi (Kusnadi 2006:2-3).Perempuan mengambil kedudukan yang penting dalam kegiatan ekonomi lokal dan pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi rumah tangganya. Sudah sepantasnya posisi perempuan di wilayah pesisir diperhitungkan sebagai subjek pemberdayaan setara dengan laki-laki.

B. RUMUSAN MASALAHBerdasarkan paparan yang telah dikemukan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana gentenan (gerakan pendidikan ekonomi kemaritiman) dalam pemberdayaan perempuan di PKBM Bina Kreatif Mandiri Kab. Cirebon dan PKBM Familiy Kab.Indramayu?”. Berdasarkan perumusan masalah tersebut,maka pertanyaan penelitian sebagai berikut:1. Bagaimana gentenan dalam pemberdayaan perempuan?2. Apa faktor pendukung dan penghambat gentenan dalam pemberdayaan

perempuan?

C. METODE PENELITIANMetodologi yang digunakan dalam pelakanaan pengembangan Model Gerakan Pendidikan Peningkatan Ekonomi Kemaritiman (Gentenan) Dalam Pemberdayaan Perempuan adalah penelitian dan pengembangan (reseach and development, R&D). Sumber data adalah pendamping/pendidik/tutor berjumlah 5 orang dan peserta didik berjumlah 25 orang, yang berada di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu di Provinsi Jawa Barat. Proses uji coba pengembangan dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2015. Untuk memperolah data digunakan angket, observasi,dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara mendalam sebagaidasar untuk membuat simpulan.

D. PEMBAHASAN1. Gentenan dalam Pemberdayaan Perempuan

Gentenan dalam model ini dimaknai sebagai latihan berwirausaha bagi peserta didik perempuan keaksaraan lanjutan dengan memanfaatkan modal bergilir yang dikelola oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk meningkatkan ekonominya. Modal yang dikelola merupakan “sumber daya” milik PKBM atau dari sumber lain yang dihibahkan ke PKBM untuk digilirkan kepada setiap kelompok binaan dengan persyaratan yang telah ditentukan. Konsep dasar dari model gentenan adalah tidak ada uang bantuan

yang habis dalam satu kali penyelenggaraan program. Maka modal tersebut menjadi dana abadi dan alat yang digunakan menjadi inventaris PKBM.

Model Gentenan merupakan pola penyelenggaraan pendidikan pemberdayaan perempuan miskin yang memadukan antara pendidikan keberaksaraan dan pendidikan kewirausahaan. Pada pendidikan keaksaraan model ini berada di wilayah program keaksaraan lanjutan, dapat digunakan untuk praktik perancangan pembelajaran Keaksaraan Usaha Mandiri sebagai media bagi peserta didik menjaga dan mengasah kemampuan keaksaraannya agar tidak kembali menjadi buta aksara.

Pendidikan Wirausaha merupakan pengetahuan dengan keterampilan yang perlu dilatihkan terus menerus hingga membiasakan peserta didik dalam menemukan solusi terhadap kesulitan usaha yang dihadapinya. Seperti Lo Choi Tung (2011: 36) dalam Prabandari dan Sholihah mengatakan bahwa pendidikan kewirausahaan adalah “the process of transmitting entrepreneurial knowledge and skills to students to help them exploit a business opportunity” (proses transmisi pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan kepada siswa untuk membantu mereka dalam memanfaatkan peluang bisnis).

Model gentenan ini dibangun atas kepercayaan terhadap teori tersebut bahwa wirausaha merupakan pendidikan keterampilan yang lebih mengutamakan pada aktivitas psikomotorik yang didasarkan atas pengetahuan. Maka dalam model ini menekankan pada proses keterampilan dalam mengelola usaha sebagai upaya latihan berulang (drill) untuk membiasakan peserta didik dalam kegiatan berwirausaha. Secara praktis model gentenan menekankan pada kegiatan pembelajaran yang berulang-ulang untuk membiasakan peserta didik hingga keterampilannya meningkat.

Adapun keterampilan yang ditetapkan model gentenan adalah (1) keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (basic literacy skills), dan (2) keterampilan berwirausaha meliputi memahami pola gentenan, cara membaca peluang usaha, menyusun rencana usaha, memahami cara pembukuan sederhana, menerapkan cara penjualan, dan membangun kemitraan.

Keberhasilan penyelenggaraan model ini bergantung pada ketekunan, kejujuran dan kesabaran dari pengelola PKBM yang menjadi “lokomotif ” dalam keterselenggaraan program pembelajaran. Dalam hal ini, PKBM akan memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengelola, menyiapkan, melaksanakan, mengendalikan, dan mengevaluasi program. Maka, peranan

Page 34: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

64 65Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

semua komponen PKBM akan membangun sistem yang baik untuk menjamin penyelenggaraan model.

Adapun pola penyelenggaraan model gentenan dalam pemberdayaan perempuan yaitu:

Model Gentenan dibangun melalui tiga tahap, (1) Tahap Pra Intruksional, (2) Tahap Instruksional, dan (3) Tahap Evaluasi yang diselenggarakan selama 6 (enam) minggu pada siklus pertama, dan 5 (lima) minggu pada siklus berikutnya.

a. Tahap Pra InstruksionalTahap ini merupakan tahapan persiapan sebelum pembelajaran. Pengelola PKBM akan berperan banyak pada tahap ini, ia perlu menyiapkan segala sesuatunya agar proses pembelajaran dapat berlangsung lancar, diantaranya: a) Rekruitmen peserta didik, b) Ragi belajar (modal), dan c) Perangkat pembelajaran.

Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini, sebagai berikut:1) Orientasi teknis penyelenggara, Orientasi teknis merupakan kegiatan

awal setelah persiapan dan sebelum pembelajaran yang dilakukan pengelola PKBM untuk melakukan peninjauan dalam menyamakan sikap

dan persepsi yang benar dan tepat diantara orang-orang yang terlibat. Kegiatan ini bertujuan untuk memahamkan mengenai kegiatan yang akan dilakukan, konsep gentenan, peran pemeran orang yang terlibat, jumlah peserta didik, pembagian kelompok, teknik pendampingan, pola pembelajaran, hingga evaluasi pembelajaran dan evaluasi program.

2) Membentuk kelompok, Model gentenan dilakukan pada peserta didik yang terkumpul dalam kelompok kecil terdiri dari 3 orang per kelompok. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang ketua, dan didampingi oleh satu orang pendamping. Bentuklah kelompok berdasarkan keinginan peserta didik.

3) Jika jumlah kelompok lebih banyak dari modal yang akan disediakan maka PKBM perlu merangking kelompok untuk menentukan giliran penerima modal ke-1 hingga kesekian, dalam menentukan rangking kita perlu menyusun kriteria agar susunan kelompok dirasakan adil oleh semua kelompok dengan demikian akan menghindarkan dari konfl ik dan rasa kecewa dari kelompok yang harus menunggu dalam antrian.

4) Orientasi peserta didik, Kegiatan yang akan dilakukan pada orientasi ini meliputi kegiatan berikut: Penjelasan program, Mengisi lembar Kesanggupan mengikuti program dan Mengisi Lembar Penghasilan.

b. Tahap Instruksional

Pada tahap ini pendamping akan terlibat secara intens dengan kelompok usaha, pengelola akan lebih banyak memantau kegiatan dan menyiapkan segala kebutuhan pembelajaran dari mulai persuratan hingga pada pengadaan alat dan bahan. Tahap Intruksional terdiri dari 3 (tiga) langkah yang dilakukan pada minggu kedua hingga minggu kelima, yaitu: a) Memilih keterampilan, b) Merancang usaha dan c) Menghitung Rugi/laba.

1) Memilih Keterampilan

Langkah satu, pendamping akan membantu kelompok usaha a) Menggali keterampilan berdasarkan minat yang telah dikuasai peserta

didik untuk dijadikan sebagai penopang usaha. Minat menjadi penting karena mengandung “rasa cinta” yang dapat memberikan semangat, kondisi pantang menyerah, kerangka berfi kir, dan rencana kerja peserta didik itu sendiri. suatu pekerjaan tanpa “rasa cinta” akan menjadi beban bagi pelakunya. Jika mereka mencetuskan ide, sebetulnya mereka telah memiliki rencana mengenai “apa yang akan mereka lakukan” terkait dengan perhitungan usaha yang akan mereka kerjakan.

Page 35: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

66 67Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Keterampilan yang dimaksud tidak diartikan dalam arti sempit namun berpikirlah seluas mungkin. Keterampilan tidak hanya terkait pada vokasi atau keterampilan produksi saja, akan tetapi dapat diartikan pula menjadi keterampilan memasarkan dan menjual hasil produksi. Artinya, berikan kesempatan berpikir kepada peserta didik untuk dapat menentukan apakah akan produksi sendiri atau memasarkan produk yang telah jadi (reseller).

b) Merancang usaha terkait dengan (a) waktu, Ini terkait dengan komitmen seperti seberapa lama waktu dibutuhkan untuk produksi, seberapa lama waktu untuk berjualan, berapa lama harus kembali modal dan capaian lainnya yang harus dipenuhi dengan dibatasi oleh waktu, (b) Perhitungan Usaha, seberapa besar modal yang akan digunakan, berapa jumlah produksi, dimana kita akan berjualan, kepada siapa kita akan menjual, kapan waktu yang tepat, berapa harga yang cocok untuk produk yang kita jual, seberapa banyak kita harus berhasil menjual, (c) Kekuatan kelompok, perlu juga dipertimbangkan mengenai kekuatan SDM yang dimiliki terkait proses berbisnis, alat yang digunakan, bagaimana peserta didik membagi waktunya dengan kegiatan rutin keluarga, seberapa kuat kesanggupan mereka untuk berproduksi, berjualan, dan terlibat total dalam usaha ini. (d) Strategi Pemasaran dan Strategi Penjualan.

c) Menyerahkan modal usahaKegiatan ini tidak sekedar memberikan modal saja namun merupakan kegiatan “Ijab Kabul” yang memerlukan komitmen dan integritas kelompok usaha sebagai penerima modal. Tekankan kembali mengenai sistem yang diterapkan program gentenan untuk mengingatkan mereka.

2) Lakukan Usaha

Tahap ini tahap melakukan usaha, artinya semua yang telah kita rencanakan di langkah 1: memilih keterampilan segera dipraktikan pada tahap ini. Berhenti berencana dan bergeraklah. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan untuk menjadi seorang wirausaha adalah terlalu lama berpikir dan menyusun rencana yang pada akhirnya melahirkan keragu-raguan.

Segera lakukan usaha jangan ditunda lagi, kelola modal yang telah diberikan sesuai dengan rencana yang telah ditulis jangan keluar

dari yang telah direncanakan. Kita harus belajar mendisiplinkan diri, dengan mencatat segala sesuatunya. Bangunlah komunikasi yang baik antara kelompok usaha dengan pendamping usaha.

Adapun kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini, sebagai berikut:a) Produksi,

Merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memperoleh keuntungan.

Dalam model gentenan kegiatan produksi terdiri dari dua jenis yang akan dipilih oleh kelompok usaha yaitu Produksi Jasa, atau produksi barang.

b) Menjual

Keterampilan menjual intinya keterampilan berkomunikasi. Keterampilan komunikasi sangat penting perannya dalam berbisnis, maka kita harus lebih banyak belajar tentang komunikasi jika bekerja di bidang penjualan dibandingkan di bidang mana pun. Menjual merupakan keterampilan utama dalam proses bisnis karena inti dari kegiatan bisnis adalah kemampuan kita dalam menjual baik barang ataupun jasa.

Maka terampilah dalam berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal. Dengan meningkatkan keterampilan menjual, akan mempermudah kita dalam mendapatkan pembeli, mendapatkan investasi (modal tambahan), mampu meyakinkan investor (pemodal), memperluas jaringan distribusi (penjualan), mendatangkan pelanggan. Pada tahap awal bisnis, fokuskan kegiatan bisnis kita untuk dapat mendatangkan pelanggan sebanyak mungkin.

c) Mencatat keuangan

Membuat catatan yang lengkap mengenai keuangan, baik itu cash fl ow (uang masuk/keluar), catatan omset harian, mingguan dan bulanan, catatan pembelian usaha. Tidak peduli seberapa kecil usaha yang telah kita mulai, persiapkanlah pencatatannya dengan baik, agar jika suatu hari nanti usaha itu menjadi besar, kita sudah terbiasa dalam mengatur keuangannya.

Page 36: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

68 69Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Dalam model gentenan ini kita wajib mencatat keuangan untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari usaha kita, kemudian kita akan membaginya ke dalam tiga pos, (1) Modal (M),(2) Laba (L) , dan (3) Tabung (T).

Pendamping dapat melihat dan menilai keberhasilan kelompok usaha melalui dokumen yang dibuat oleh kelompok usaha. Lihatlah apakah kelompok usaha melakukan pencatatan keuangan dengan benar artinya catatannya dapat terlihat alurnya dan mereka mampu menjelaskan maksud catatan tulisannya. Perhatikan pula target-target yang kelompok usaha tetapkan apakah dapat tercapai semua, atau berapa persen target yang mereka tetapkan dapat tercapai.

3) Menghitung Laba/Rugi

a) Mengkalkulasi untung dan rugi

Unsur pokok dalam menghitung keuntungan usaha kita yaitu Pendapatan yang merupakan pertambahan nilai aktiva yang membuat nilai modal menjadi bertambah. Dan beban yang merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil ekonomis.

b) Membagi penghasilan

Dalam model gentenan ini kita wajib mencatat keuangan untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari usaha kita, kemudian kita akan membaginya ke dalam tiga pos, Bagi Hasil (gaji), Tabung, Angsuran Modal. Berikut penjelasannya, (1) Bagi hasil, prosentase besaran bagi hasil dan waktu pembagian ditetapkan kelompok usaha, pastikan semua transaksi tercatat. Maka kita harus memiliki catatan yang jelas atas ketiganya. Ambillah bagi hasil sesuai dengan prosentase yang disepakati dari hasil keuntungan usaha untuk keperluan pribadi, kalaupun belum mampu juga, tunda kesenangan, kencangkan ikat pinggang. (2) Tabung, menyisihkan sebagian dari laba untuk menabung merupakan kewajiban kelompok usaha. Fungsi menabung untuk menyiapkan dana cadangan jika suatu saat kita membutuhkan penambahan modal, penambahan aset, perluasan usaha, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak pernah kita rencanakan. (3) Angsuran modal, kegiatan usaha yang dilakukan kelompok menggunakan modal abadi milik PKBM sehingga kita memiliki tanggung jawab untuk mengembalikan modal tersebut.

Kecepatan pengembalian modal usaha akan berpengaruh pada kesempatan kelompok usaha lainnya yang menunggu modal bergulir. Semakin cepat kita mengembalikan semakin cepat pula kelompok lain memiliki kesempatan berusaha. Model gentenan menyarankan pembagian ketiga pos tersebut dengan pola 40% Bagi hasil, 30% Tabungan, 30% angsuran modal.

c. Tahap Evaluasi

Evaluasi merupakan proses mengumpulkan data, analisis, dan digunakan untuk pengambilan keputusan terhadap objek atau subjek yang dievaluasi. Evaluasi juga memberikan informasi kepada pendamping dan pengelola PKBM mengenai sejauh mana ketercapaian tujuan program yang dilaksanakan. Selain itu, Evaluasi digunakan sebagai pertanggungjawaban pengelola dan penyelenggara program terhadap kepercayaan yang diberikan padanya.

Evaluasi yang dilakukan pada model gentenan subjeknya adalah peserta didik terkait dengan objek evaluasi berupa (1) kompetensi keaksaraan (membaca, menulis, dan berhitung) dan (2) keterampilan berwirausaha meliputi memahami pola gentenan, cara membaca peluang usaha, menyusun rencana usaha, memahami cara pembukuan sederhana, menerapkan cara penjualan, dan membangun kemitraan. peningkatan ekonomi melalui usaha. Pelaku evaluasinya adalah pendamping dan pengelola PKBM. Maka, model gentenan memiliki dua besaran objek evaluasi yaitu;

1) Evaluasi Keaksaraan

Evaluasi ini meliputi kemampuan peserta didik dalam menjaga kompetensi membaca, menulis, dan berhitung. Objek yang dilihatnya adalah buku catatan harian peserta didik. Teknik yang digunakan kuisioner (bandingkan lembar “biaya hidup” pra dan pasca pembelajaran), wawancara (mampukah peserta didik menjelaskan apa yang ditulisnya), pengamatan (lihat catatan-catatan peserta didik terkait dengan membaca, menulis, berhitung selama terlibat dalam kegiatan usaha)

2) Evaluasi Usaha Gentenan

Evaluasi usaha digunakan pengelola PKBM dan pendamping untuk dapat mengukur dan memberikan nilai kepada peserta didik di dalam kelompok usaha pada kegiatan menjalankan bisnis. Pada tahap ketiga tahapan evaluasi menjalankan bisnis model gentenan, pendamping

Page 37: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

70 71Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

dapat melihat hasil yang dilakukan kelompok usaha selama kurun waktu 5 minggu menjalankan bisnis. Kita dapat mendapati kelompok yang dalam (1) kondisi untung dan (2) kondisi merugi secara fi nansial.

Siklus seperti ini dalam model gentenan disebut dengan kegiatan pembiasaan atau drilling dalam proses pelatihan. Dengan pengulangan ini diharapkan kelompok usaha memiliki pengalaman untuk mengelola bisnis termasuk mengelola uang yang mereka peroleh sebagai tanggung jawab yang harus mereka pertanggungjawabkan.

Pembelajaran dalam model gentenan diselenggarakan selama 6 (enam) minggu pada siklus pertama, dan 5 (lima) mingggu pada siklus berikutnya. Pembelajaran yang dilakukan dipimpin oleh pendamping sebagai “guru”-nya sehingga pendamping perlu memahami materi dengan membaca diktat yang disediakan oleh model ini. Sebagai Pendamping maka kita perlu melatih sensitivitas kita terhadap kebutuhan, kebingungan, kelebihan dan kekurangan kelompok usaha. Banyaklah membaca mengenai Pendidikan Orang Dewasa (POD), teori dan praktik Andragogik (belajar berdasar pengalaman), teknik dan prinsip pendampingan orang dewasa, dan pendidikan keaksaraan.

Pembelajaran dilakukan dengan menekankan pada aktivitas peserta didik, mereka akan belajar dengan kebiasaannya, aktivitas kesehariannya, dan berdasarkan kebutuhannya. Maka pembelajaran dalam model gentenan pada dasarnya menggunakan teori experiential learning sebagai upaya pembiasaan dan perubahan sikap dari sebuah aktivitas untuk melatih keterampilan peserta didik agar memiliki kompetensi yang berguna untuk kehidupan mereka sebagai orang dewasa.

Ada dua pembiasaan yang dilakukan dalam model ini, pembiasaan dalam mengelola uang dalam bentuk aktivitas berwirausaha untuk meningkatkan

ekonomi dan pembiasaan dalam meningkatkan kompetensi keaksaraan seperti membaca, menulis, dan berhitung keduanya dalam upaya untuk memecahkan masalah yang dihadapi peserta didik dalam kehidupannya.

Adapun aktivitas pembelajaran dalam model gentenan akan dijelaskan sebagai berikut;

a. Minggu 1, Kegiatan yang dilakukan pada minggu pertama menyiapkan kepaniatian, peserta didik, modal (ragi belajar), perangkat pembelajaran. Adapun kegiatan yang dilakukan yaituorientasi teknis panitia, membentuk kelompok usaha, orintasi peserta didik mulai dari penjel;asan program grntenan, mengisi kesanggupan mengikuti program, mengisi lembar penghasilan samapi dengan menyusun jadwal pembelajaran.

b. Minggu 2, kegiatan pada minggu kedua yaitu memilih keterampilan, merancang usaha dan menyerahkan modal usaha. Indikator keberhasilan pada langkah ini adalah (1) peserta didik mampu mengungkapkan keterampilan yang dipilih sesuai minat sebagai penopang usaha, (2) terpilihnya produk andalan usaha. Pertemuan minggu ini peserta didik membahas peluang usaha.

c. Minggu 3, Kegiatan minggu ketiga yaitu lakukan usaha (produksi,menjual dan mencatat keuangan). Indikator keberhasilan pada langkah 2 adalah (1) Catatan produk yang terjual habis, (2) catatan perhitungan pencapaian target penjualan. Tahapan ini berlasngsung selama 3 minggu dari minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-5. Pertemuan pada minggu ke-3 membahasa mengenai memahami cara pembukuan.

d. Minggu 4, pada minggu ini peserta didik membahas mengenai penjualan.

e. Minggu 5, pertemuan padaminggu ini peserta didik membahas mengenai teknikmembangun pemasaran.

f. Minggu 6, Kegiatan pada minggu ke-6 dilakukan pada akhir minggu dan akhir kegiatan praktik usaha. Hari ini pendamping dan kelompok akan menghitung laba rugi dengan cara merekapitulasi catatan-catatan harian dan mingguan. Kelompok akan menghitung berapa keuntungan yang diperoleh kemudian membaginya ke dalam MLT (ingat pengetahuan di minggu ke-3). Indikator keberhasilan pada minggu ini adalah (1) kembali modal, (2) memperoleh laba, (3) menyisihkan laba untuk menabung dan modal baru.

Page 38: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

72 73Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Jika kelompok dapat memenuhi ketiga indikator di atas, maka kelompok tersebut akan melangkah pada pemandirian dengan memanfaatkan modal yang berhasil mereka kumpulkan. Jika tidak maka kelompok akan memulai siklus kedua dan berikutnya hingga memenuhi ketiga indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, namun ingat modal yang digunakan merupakan hasil yang diperoleh dari siklus pertama dengan target yang sama pula yaitu mengembalikan modal (M) yang diterima dari PKBM, memperoleh Laba (L) sebagai tambahan uang saku kelompok, dan mampu menabung (T) untuk menambah modal.

2. Faktor Pendukung dan penghambatIndikator keberhasilan dari gentenan ini yaitu 1) menjaga kemampuan keberaksaraan peserta didik baik itu membaca, menulis maupun menghitung, dan 2) meningkatkan kemampuan keterampilan usaha. Melalui pola pembeajaran gentenan ini dikedua lokasi ujicoba pengembangan menunjukkan adanya indikator keberhasilan tersebut, walaupun belum keseluruhan pola gentenan tersebut mendapat giliran. Sebagian kelompok usaha sudah balik modal dalam arti mendapat keuntungan.

Hal tersebut didukung oleh beberapa faktor diantanya yaitu: Ketekunan pengelola maupun pendamping dalam melaksanakan penyelenggaraan

dan pendampingan/pembelajaran, minat peserta didik untuk belajar dan usahanya yang cukup baik, terjaganya kemampuan peserta didik dalam membaca, menulis dan berhitung, dukungan lingkungan sekitar dan potensi alam.

Adapun faktor penghambat dalam gentenan ini yaitu sulitnya menghilangkan pemahaman peserta didik bahwa dana yang diberikan pemerintah adalah dana hibah, keterbatasan dana yang dimiliki pengelola sehingga pemodalan usaha kelompok tidak besar, peserta didik belum optimal dalam pengelolaan keuangan dalam hal pemisahan modal dan keperluan sehari-hari.

E. SIMPULAN DAN REKOMENDASI1. Simpulan

Gentenan disusun berdasarkan visi pemerintah dalam mengentaskan buta aksara di Indonesia secara masif dan komprehensif. Pertama, model ini mampu berdiri sendiri sebagai pola penyelenggaraan pembelajaran dalam pendidikan pemberdayaan perempuan miskin di daerah maritim yang memadukan antara pendidikan keaksaraan dan pendidikan kewirausahaan. Pada pendidikan keaksaraan,model ini mampu menempatkan perannya dalam praktik pembelajaran Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) yaitu menjadi medium bagi peserta didik dalam menjaga dan mengasah kemampuan keberaksaraannya agar tidak kembali menjadi buta aksara (relapsing).

Kedua, dalam proses pembelajarannya gentenan ini dapat menuntun peserta didik untuk terbiasa dalam menggunakan kompetensi calistung dan terbiasa dalam mengelola usaha untuk menunjang kehidupannya.

Ketiga, prinsip dana bergulir mampu membiasakan PKBM atau lembaga sejenis untuk mengembangkan dana yang mereka kelola sehingga mampu menjalankan program secara rutin, menjangkau sasaran yang lebih banyak, dan tidak selalubergantung pada penyandang dana.

2. RekomendasiBagi pemegang kebijakan di bidang pendidikan nonformal dan informal di Indonesia baik pusat maupun daerah dapat memanfaatkan gentenan ini sebagai acuan pelaksanaan program pascakeaksaraan bagi lembaga penerima bantuan sosial atau dapat pula digunakan langsung oleh lembaga pemerintah sebagai upaya terkendali dalam penuntasan buta aksara. Kebijakan tersebut akan memudahkan dalam mengukur reabilitas dan validitas program yang dilaksanakan.

Page 39: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

74 75Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Bagi lembaga pendidikan dan lembaga lain yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat baik sebagai penerima manfaat bantuan sosial pemerintah maupun tidak, dapat memanfaatkan model ini sebagai acuan pelaksanaan program yang dapat menjangkau banyak sasaran dengan memanfaatkan dana yang terbatas.

Bagi pengembang program lainnya, program gentenan dapat menjadi acuan awal dalam penelitian berikutnya. Semakin banyak kegiatan serupa maka akan semakin banyak pilihan cara dalam mengimplementasikan model dengan sasaran yang lebih variatif pula. Pada akhirnya akan semakin banyak masyarakat yang terberdayakan dan Indonesia yang bebas buta aksara.

DAFTAR PUSTAKA

Grunder Jr, Martin J. (2006). Cara Gampang Menjadi Kaya melalui bisnis: 9 strategi praktis membangun bisnis yang sukses. Bandung: Penerbit Kaifa.

Nugroho, Riant (2008:165-166)

Prabandari, Sri Palupi dan Sholihah, Puput Ichwatus. (2014). The infl uence of theory of planned behavior and entrepreneurship education towards entrepreneurial intention. Journal of Economics, and Accountancy Ventura vol. 17, No. 3, Desember 2014, p. 385-392.

Riza ,Risyanti dan Roesmidi.(2006). Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang : ALQAPRINT JATINANGOR.

Slim, Pamela.(2010). Escape From Cubicle Nation: From Corporate Prisoner to Thriving Entrepreneur. Berkley

http://www.zonapengusaha.com. Meningkatkan Percaya diri dalam usaha. Diunduh tanggal 1 Juli 2015, 14:01

http://fi nplanner-jauhari.blogspot.com/2012/08/pencatatan-keuangan-sederhana-untuk.html. Diunduh tanggal 10 Juli 2015, 15:06.

http://zahiraccounting.com/id/blog/5-langkah-mudah menghitung-keuntungan-usaha-anda/. Diunduh tanggal 27 Juli 2015, 09:10.

ARTIKEL

Gerakan Literasi melalui Pembelajaran Kreatif di Taman Bacaan Masyarakat (TBM)Muhsin Kalida (Universitas Islam Negeri Yogyakarta)

ABSTRAK

Minat membaca masyarakat, menurut berbagai hasil survei, dalam kategori rendah, sehingga menjadi keprihatinan dan pembicaraan hangat di kalangan pemerhati pendidikan, orang tua anak, maupun pegiat literasi. Bahkan, budaya membaca telah dikalahkan oleh budaya menonton. Taman bacaan masyarakat (TBM), sebagai program pendidikan nonformal, menjadi salah satu alternatif untuk menjawab tantangan di era digital, dalam rangka meningkatkan minat membaca masyarakat.

Tulisan ini mengangkat peran layanan taman bacaan masyarakat (TBM) serta mendeskripsikan berbagai bentuk pembelajaran kreatif yang dilaksanakan dalam meningkatkan gerakan literasi pada masyarakat. Serta, penulisan ini didukung oleh oleh hasil observasi (observation) dan wawancara (interview), di beberapa TBM yang ada di Yogyakarta. Setelah diadakan uraian dan analisis secara sederhana, bahwa minimal TBM memiliki tiga pelayanan utama, yaitu pelayanan widya-pustaka, widya-loka dan widya-budaya, dan beberapa bentuk kegiatan pembelajaran kreatif dalam meningkatkan gerakan literasi masyarakat melalui TBM adalah program parenting, sekolah menulis, praktik buku dan mengenal reptil.

Kata kunci: pembelajaran kreatif, TBM, gerakan literasi

Page 40: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

76 77Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

A. PendahuluanKualitas sumber daya manusia (SDM) pada hakekatnya sangat ditentukan oleh

faktor kualitas pendidikan yang dimiliki oleh individu itu sendiri. Pendidikan dan berkepribadian berkualitas, yang dimiliki oleh seseorang tentunya akan menghasilkan manusia yang berkualitas dan berkepribadian pula. Oleh karena itu pendidikan harus menjadi prioritas dalam setiap program pembangunan bangsa.

Pada saat ini masih banyak orang beranggapan, bahwa pendidikan hanya dapat diperoleh melalui bangku sekolah. Tentu anggapan yang demikian ini tidaklah bisa dibenarkan, karena pendidikan tidak selalu ditempuh melalui jenjang pendidikan formal (sekolah atau madrasah), tetapi bisa ditempuh dengan berbagai jalan, diantaranya melalui pendidikan nonformal maupun informal. Opini yang membentuk bahwa pendidikan itu identik dengan sekolah atau madrasah, sampai saat ini masih ada, sehingga banyak masyarakat yang tergantung dan menggantungkan diri dalam mendapatkan pelayanan pendidikan, harus melalui jalur pendidikan formal, yaitu sekolah atau madrasah. Saleh Marzuki menyebutkan bahwa pendidikan nonformal (nonformal education) adalah proses belajar yang terjadi secara terorganisir di luar sistem persekolahan dan pendidikan formal, baik dilaksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar, yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu dan belajarnya tertentu pula.1

Pendidikan nonformal dan informal, baik pendidikan masyarakat maupun pendidikan dalam keluarga, sama-sama memiliki posisi tawar yang kuat dalam menentukan kualitas pendidikan dan kepribadian seseorang. Oleh karena itu perlu ada usaha-usaha menjadikan komponen pendidikan (sekolah, keluarga dan masyarakat) tersebut bisa berjalan bersama secara harmonis dan seimbang. Jika tidak, maka akan mengakibatkan lost-generation, generasi yang kurang seimbang dan tidak lengkap, bahkan bisa sampai pada level kemiskinan. Dampak seperti ini merupakan tantangan yang harus dikaji dan dihadapi oleh para pengembang lembaga pendidikan di masyarakat.

Konsep longlife education (pendidikan sepanjang hayat), seharusnya menjadi pegangan, tetapi fi losofi ini di masyarakat masih lemah untuk dipahami, apalagi dipakai menjadi acuan dalam menempuh pendidikan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa thalabul’ilmi itu jangkauannya tidak terbatas, wawasan keilmuan itu luas dan terbuka, dari lahir sampai ke liang lahat, minal mahdi ila lahdi.

Dalam perspektif Islam, pendidikan memiliki tujuan diantaranya meliputi aspek kemanusiaan, seperti kesempurnaan tingkah laku, keterampilan, kebiasaan,

1 Saleh Marzuki, Pendidikan Nonformal, (Bandung: Rosda Karya, 2012), hlm.137

dan pandangan, yang tergambar dalam bantuk insan kamil, pribadi yang terdidik.2 Sebagaimana disebutkan dalam Kitab Al-Qur’an, bahwa Allah akan mengangkat derajat dan martabat seseorang ketika memiliki wawasan dan pendidikan yang luas (QS. Ali Imran: 18). Hal ini sesuai dengan tujuan umum pendidikan dalam Islam, yang sangat terkait dengan tujuan pendidikan nasional. Diantaranya adalah menyangkut tempat pendidikan harus dikaitkan pula dengan tujuan konstitusional lembaga penyelenggara pendidikan tersebut, yaitu pembinaan yang baik (tarbiyah). Sehingga esensi sejati proses pendidikan adalah menuju pencapaian tujuan yang berhubungan dengan intelek atau ‘aql yang ada hanya pada diri manusia, secara pribadi maupun secara umum (learning society).

Belajar pada dasarnya tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, artinya belajar bukan berarti di madrasah atau sekolah, tetapi bisa di luar sekolah, yang kemudian dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS). Belajar juga tidak dibatasi oleh waktu, kapanpun dan selama manusia masih bernafas memiliki kewajiban melakukan pembelajaran (minal mahdi ila lahdi). Membaca sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, sehingga kemampuan membaca menjadi tuntutan. Salah satu upaya peningkatan sumber daya manusia, yaitu dengan mendorong tumbuhnya minat belajar masyarakat, yang salah satu ciri terpenting dari masyarakat terpelajar adalah tingginya minat dan kegemaran dalam membaca.3

Gerakan membaca dan menulis, sebagai ujung tombak gerakan literasi, pada dasarnya konsep ini merupakan perintah pertama bagi insan yang beragama, sehingga membaca adalah bagian dari keimanan seseorang. Dalam Al-Qur’an disebutkan perintah pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah perintah membaca, kemudian ‘allama bil qalam, berpikir dengan kertas dan pena, artinya gerakan menulis.

Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5)4

Salah satu penunjang pelaksanaan pendidikan nonformal, dalam hal ini sebagai lembaga pegiat gerakan literasi di Indonesia adalah taman bacaan masyarakat (TBM). Institusi ini dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, guna memberikan kemudahan akses dalam memperoleh bahan bacaan bagi warga masyarakat. Oleh karena itu, posisi TBM merupakan bagian yang urgen dalam menjawab kebutuhan masyarakat yang

2 Hamdani Ihsan, A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 633 Koswara, dkk, Dinamika Informasi Dalam Era Global, (Bandung: Rosda Karya, 1998),

hlm. 345.4 Khadim al Haramain asy Syarifain, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan

Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an, 2005), hlm. 1079

Page 41: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

78 79Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

semakin berkembang, terutama dalam memenuhi kebutuhan berbagai informasi untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, maupun keterampilan sesuai karakteristik dan potensi daerah, terutama dalam bidang kemampuan membaca masyarakat.5 TBM sebagai sumber ilmu memiliki peran strategis untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki minat dan berbudaya baca (reading society). Keberadaan TBM tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya masyarakat Indonesia. TBM sebagai wadah peningkatan minat membaca masyarakat, merupakan bentuk amanah dari UUD 1945, sehingga kewajiban negara yang hendak mencerdaskan kehidupan bangsa, maka selain sistem pendidikan formal juga meliputi sistem pendidikan nonformal yang sama-sama perlu mendapatkan perhatian, guna merangsang gerakan literasi di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang dan pendahuluan di atas, penulis bermaksud merumuskan dua masalah pokok dalam penulisan ini, yaitu bagaimana bentuk pelayanan dan bentuk pembelajaran kreatif yang dilaksanakan oleh taman bacaan masyarakat (TBM) dalam rangka meningkatkan gerakan literasi di masyarakat?

B. Peran Pelayanan Taman Bacaan MasyarakatMasyarakat yang menaruh perhatian dan kepedulian terhadap TBM, atau sering

juga di kenal dengan istilah community library, adalah mereka yang menyadari dan menghayati bahwa taman bacaan masyarakat bukan saja penting, tapi juga sangat diperlukan. Jika memaknai secara istilah, taman adalah tempat yang nyaman. Taman adalah kebun yang ditanami bunga-bunga; tempat duduk yang dihiasi bunga-bunga; tempat untuk bersenang-senang.6 Secara psikologis diharapkan orang yang datang ke TBM, senyaman orang yang duduk di sebuah taman yang penuh dengan bunga, senyuman, semua pelayanan selalu dengan ramah dan humanis.

Diah Sri Rejeki, mengidentifi kasi TBM sama dengan perpustakaan komunitas, yang menurutnya merupakan kelompok peminatan, atau kelompok-kelompok orang yang memiliki kepentingan tertentu dengan menggunakan perpustakaan sebagai alatnya.7 Begitu juga terkait dengan perkembangan perpustakaan, kemudian munculnya perpustakaan komunitas/masyarakat juga tidak terlepas dari sejarah perkembangan manusia.8 Dalam konteks inilah TBM memiliki peran strategis untuk

5 Gunarti Dwi Lestari & Heryanto Susilo, Model Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kreatif; Upaya Melestarikan dan Memperkuat Kemampuan Keaksaraan dan Usaha Mandiri, (Jakarta: Jurnal Pendidikan Nonformal, Edisi 8 Tahun 2011), hlm. 2

6 Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa (Surabaya: Reality Publisher, 2008), hlm. 6147 Diah Sri Rejeki, Mengangkat Sisi-Sisi Positif Budaya Lisan Melalui Pengembangan

Perpustakaan Komunitas, (Bandung: Artikel Kepustakawanan Indonesia LPAKI, Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Unpad, 2010), hlm. 2

8 Nazaruddin Musa, Konsep Pengembangan Perpustakaan Desa Berbasis Komunitas (Community Based Need), (Libria, Vol. 3, No. 4. Juli 2012), hlm. 03

menciptakan iklim yang kondusif dalam rangka untuk mendorong dan menstimulasi masyarakat agar tumbuh dan meningkat minat dan motivasinya dalam membaca dan menulis (literasi), sehingga tercipta masyarakat yang memiliki budaya belajar (learning society) yang tinggi.

TBM yang ada selama ini memiliki tipologi yang berbeda-beda, menyesuaikan model pengelola dan latar belakang local wisdom masing-masing. TBM itu memiliki keunikan dan bahkan keterbukaan dalam mengembangkan program pembelajaran, kemudian muncul berbagai tipe dan karakter, yakni TBM sebagai salah satu program di satuan pendidikan dan TBM mandiri sebagai sebuah institusi. Hal inilah yang nantinya akan mempengaruhi model dan bentuk pelayanan TBM dalam meningkatkan gerakan literasi.

TBM berdiri pada satuan pendidikan, seperti di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), rumah pintar, rumah singgah dan lembaga non-formal yang semisal, pada umumnya dikelola oleh lembaga pelaksana satuan pendidikan dan tidak memiliki pengelola secara mandiri. Pengelola TBM adalah salah satu dari bagian pengurus satuan pendidikan, sehingga tidak memiliki struktur organisasi layaknya lembaga, karena hanya sebagai bagian dari program. Pemberdayaan program TBM juga bergantung kepada pengembangan satuan pendidikan sebagai induk. Sedangkan TBM Mandiri, yaitu TBM yang berdiri sendiri, seperti rumah baca, saung baca, perahu pintar, balai belajar, dan lain sebagainya. Karakter dari tipologi ini meliputi beberapa hal, diantaranya TBM berdiri sendiri sebagai sebuah lembaga yang mandiri, bukan bagian dari satuan pendidikan. Memiliki struktur organisasi layaknya lembaga pendidikan dan dikelola secara mandiri, TBM ini tidak tergantung dan menggantungkan diri pada lembaga donor, juga tidak anti untuk menerima bantuan, tetapi lebih memberdayakan kreativitasnya dalam keberlangsungan hidup lembaga.

TBM Mandiri pada umumnya memiliki fl eksibilitas tinggi, kreativitas dan rekreativitas juga jauh lebih dikembangkan jika dibandingkan TBM di bawah satuan pendidikan. TBM ini pada umumnya bisa memanjakan dengan suasana yang gembira, tenang, bahagia dan menyenangkan (leisure), maka sering terdapat elemen pendukung untuk menciptakan suasana, mulai dari penataan ruang, warna cat, dibuat sedemikian rupa sehingga bisa memanjakan mata, hidung, telinga, tubuh dan perasaan pengguna.9 Jadi, TBM itu pada dasarnya sebagai modes of learning pada program pendidikan, sehingga memberikan akses pendidikan dan belajar lebih luas kepada masyarakat yang ingin belajar. TBM memiliki daya lentur (fl exibility) kapasitas inovatif dan entrepreneurial attitudes and aptitudes.10

9 Ibid, hlm. 1210 Mustofa Kamil, Pendidikan Nonforma (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 25

Page 42: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

80 81Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Setiap TBM yang dibangun akan mempunyai makna apabila dapat menjalankan peran sebaik-baiknya, dan peran tersebut berhubungan dengan keberadaan, tugas dan fungsinya. Poin utama dalam kegiatan TBM adalah pelayanan dan penyediaan buku-buku untuk menunjang kegiatan pembelajaran bagi masyarakat, menjadi sumber informasi yang berguna bagi keperluan umum, memberikan layanan yang berkaitan dengan informasi tertulis, digital, maupun bentuk media lainnya. TBM bukan hanya tempat membaca, tetapi banyak kegiatan yang bisa dilakukan. Layanan utama yang dilakukan oleh TBM pada umumnya menyangkut tiga hal, yaitu layanan widya pustaka, layanan widya loka dan layanan widya budaya.11

1. Layanan widya-pustaka, artinya TBM menyediakan referensi kepustakaan tulis dan non tulis, seperti buku teks, buku popular, dan buku pengetahuan populer, serta berbagai rekaman dengan bermacam-macam media, seperti kaset recorder, CD, DVD dan sebagainya. Layanan ini diharapkan lebih berdaya guna, maka TBM juga mengadakan pemberdayaan secara optimal untuk masyarakat. Upaya pemberdayaan layanan widya-pustaka ini minimal terjadi proses layanan sirkulasi (peminjaman dan pengembalian), layanan referensi (penjelasan, jawaban, maupun informasi sumber) dan layanan literasi informamasi lainnya.12 Layanan widya-pustaka jika diurai akan sampai pada tahap bagaimana sebuah TBM bisa mendokumentasikan dan menerbitkan karya tulis.

2. Layanan widya-loka, TBM merupakan sarana untuk melaksanakan diskusi, bedah buku, sarasehan dan sebagainya.13 Sebagaimana dalam sebuah komunitas di Bangprok Thailand, yang memiliki perpustakaan perahu, selain memfasilitasi peminjaman buku gratis, juga sering dipakai beberapa pelatihan, misalnya pelatihan komputer, tari dan musik tradisional Thailand.14 TBM di Indonesia, juga sangat terbuka dipakai untuk berbagai aktivitas, misalnya training menulis, pelatihan berbagai keterampilan, lomba pidato, out-bond dan lain sebagainya.

3. Layanan widya-budaya, yaitu merupakan wadah untuk menuangkan ide-ide dan mengasah bakat masyarakat,15 seperti menulis, teater, tari, membatik bisa dilakukan. TBM memiliki ruang dan waktu yang lebih longgar untuk mengangkat local-wisdom. TBM dan perpustakaan komunitas juga berfungsi

11 BPKB, Buku Panduan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Istimewa, (Yogyakarta: BPKB-Dinas Dikpora, 2013), hlm. 7.

12 Lasa Hs, Manajemen Perpustakaan, (Yogyakarta: Ombak, 2013), hlm. 20313 BPKB, Buku Panduan Pengelolaan, hlm. 714 S.M. Zabed Ahmed, The Boat Library of Bangprok Community, hlm. 498-51115 BPKB, Buku Panduan Pengelolaan, hlm. 8

mengadakan layanan pengembangan budaya yang dimiliki oleh komunitas, yang disebut dengan layanan widya-budaya. Bahkan jika mengamati perpustakaan komunitas Bangprok, perpustakaan berfungsi juga sebagai taman bermain anak, tempat penyambutan tamu, pertunjukan budaya lokal, sampai pada penyedia souvenir.16

C. Bentuk Pembelajaran Kreatif TBM Dalam Meningkatkan Gerakan LiterasiBruce E. Massis, seorang peneliti di bidang pendidikan dan komunitas

mengemukakan bahwa kekuatan yang terbesar dalam proses pembangunan bangsa adalah sistem pendidikan. Ada dua kata yang saling terkait dan sangat penting, dalam gerakan literasi, yaitu pemberdayaan institusi pendidikan dan masyarakat. Hendaknya masyarakat secara bersama-sama turut mendukung gerakan literasi, karena gerakan literasi merupakan gerakan yang melayani kebutuhan informasi dan sebagai perlengkapan yang lain dalam masyarakat.17

Kegiatan belajar secara behavioristik diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku, dan perubahan tersebut disebabkan oleh seringnya interaksi antara stimulus dan respons.18 Sementara kreatif adalah hasil daya khayal yang diwujudkan, hasil daya cipta, hasil ciptaan buah pikiran.19 Jadi, deskripsi secara operasional dalam penulisan ini adalah bentuk pembelajaran kreatif yang secara lahiriyah merupakan hasil daya cipta sebuah proses menjadikan orang untuk melaksanakan belajar. Sementara pembelajaran, menurut Heri Rahyubi adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.20 Eveline Siregar & Hatini Nara, menyatakan bahwa pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali.21

Dalam proses belajar dan pembelajaran, perlu adanya rekayasa sistem lingkungan yang mendukung, artinya menyiapkan kondisi lingkungan yang kondusif, termasuk diantaranya menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang baik, tepat dan mencukupi.22 Menurut

16 S.M. Zabed Ahmed, The boat library of Bangprok Community in Thailand; An Evaluation of its Performance and Impact, (Journal, New Library World, NLW, Vol. 110 No. 11/12, 2009), hlm. 498-511

17 Bruce E. Massis, Libraries Matter “Education and Community”, (New Library World, Vol. 112 No. 11/12, 2011), hlm. 567

18 Zainal Aqib, Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif) (Bandung: Yrama Widya, 2013), hlm. 66

19 Ibid., hlm. 38720 Heri Rahyubi, Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, (Majalengka: Referens,

2012), hlm. 621 Eveline Siregar & Hatini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Galia Indonesia, 2011), hlm. 1322 Heri Rahyubi, Teori-teori Belajar, hlm. 6

Page 43: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

82 83Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Peter Kline, penulis buku The Everyday Genius, menyatakan learning is most effective when it’s fun, belajar akan efektif jika seseorang dalam keadaan senang.23

Kreativitas sebagai sebuah bentuk pembelajaran, merupakan bagian vital dari pengembangan kognisi, yang dapat membantu menjelaskan dan menginterpretasikan konsep-konsep abstrak dengan melibatkan keterampilan keingintahuan. Juga kemampuan untuk menemukan, eksplorasi, pencarian kepastian dan antusiasme, yang semuanya merupakan kualitas-kualitas yang sangat besar yang terdapat pada anak. Aspek-aspek ini dapat diperkuat dengan memberikan penguasaan teknis dan visi yang lebih luas kepada anak, sehingga kreativitas dapat menginformasikan berbagai pembelajaran lainnya.24

Pembelajaran kreatif, adalah proses pembelajaran yang menyenangkan, Moh. Sholeh Hamid menyebutnya dengan istilah edutainment. Istilah ini berasal dari dua kata, education dan entertainment. Education berarti pendidikan, sedangkan entertainment berarti hiburan. Dengan demikian edutainment adalah pendidikan yang menghibur atau pendidikan yang menyenangkan. Dari segi terminologi, edutainment adalah suatu proses pembelajaran yang didesain sedemikian rupa, sehingga muatan pendidikan dan hiburan bisa dikombinasikan secara harmonis untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan ini, pada umumnya dengan menggunakan metode permainan (game), bermain peran (role play) dan demonstrasi.25

Kreativitas sesungguhnya sebuah keterampilan (skill), yang menurut Ngainun Naim diartikan kemampuan mewujudkan bentuk baru, struktur kognitif baru dan produk baru, yang mungkin bersifat fi sikal seperti teknologi atau bersifat simbolik dan abstrak, seperti defi nisi, rumus, karya sastra atau lukisan. Berkreasi adalah memunculkan sesuatu kejutan-kejutan efektif dan misterius, karena datangnya ilham atau solusi yang begitu cepat, tepat waktu, dan tidak dipaksakan.26

Teori pembelajaran yang digagas oleh berbagai pemikir telah banyak muncul dalam sejarah pendidikan, beragam dan variatif, masing-masing memiliki kelebihan maupun kekurangan. Institusi pendidikan, pegiat pembelajaran dan berbagai komponen pendidikan / pembelajaran mendapat alternatif, yang tentu juga harus cermat dalam memilih. Jika salah memilih teori dan model pembelajaran, bisa memungkinkan banyak mengakibatkan korban pendidikan, tetapi jika memiliki ketepatan dalam memilih model dan konsep pembelajaran 23 Peter Kline, The Everyday Genius, Terj. Word ++ Translation Service, (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 9.24 Florence Beetlestone, Creative Learning: Strategi Pembelajaran Untuk Melesatkan Kreatifi tas

Siswa, (Bandung: Nusa Media, 2013), hlm. 325 Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment, (Yogyakarta: Diva Press, 2014), hlm. 1726 Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 246

akan membawa kemakmuran, baik negara, institusi pendidikan, para pegiat pembelajaran dan khususnya para pembelajar.27

Dalam perspektif Islam, telah dipaparkan secara jelas keluasan konsep pengembangan pendidikan, inovasi dan improvisasi, serta kreativitas dalam pembelajaran sangat terbuka.

Hai orang-orang beriman, apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujaadilah: 11)28

Pepatah open book open mind tentunya akan menjadi bagian penting dari kebutuhan hidup manusia. Open book di sini tidak hanya diartikan membaca buku saja, melainkan membaca apapun yang bisa menjadikan pengetahuan dan wawasan semakin berkembang luas. Sebagaimana di zaman sekarang, perkembangan berjalan sangat cepat, menuntut pengetahuan untuk mengimbangi kecepatan tersebut, karena jika tidak, tentu kita siap untuk ditinggal oleh zaman.

Berangkat dari pemikiran dan konsep pembelajaran kreatif di atas, muncuk berbagai bentuk kegiatan pembelajaran kreatif di TBM. Kegiatan pembelajaran ini pada umumnya muncul dari cerminan karakter dan olah gagasan yang dimiliki oleh para pengelola TBM. Berikut beberapa contoh bentuk pembelajaran kreatif yang penulis angkat untuk merangsang para pegiat literasi:

1. Program ParentingSalah satu kegiatan menarik dan kreatif dalam rangka meningkatkan minat membaca dan menulis diantaranya adalah program parenting. Kegiatan parenting ini merupakan kegiatan pelatihan pendampingan orang dewasa, yang diselenggarakan untuk menghidupkan kembali budaya bercerita dan/atau membacakan cerita dari orang tua kapada anak-anak. Peserta kegiatan ini bisa orang tua, para keluarga muda, dan diutamakan yang memiliki anak usia sekolah dasar dan PAUD. Kegiatan ini menjadi menarik, mengingat zaman sekarang sudah jarang sekali para orang tua mendongeng untuk anak-anak. Terlebih lagi arus informasi, gelombang teknologi digital, tayangan televisi yang terus menggerus budaya membaca yang semakin tidak dapat

27 Heri Rahyudi, Teori-teori Belajar, hlm. 1028 Khadim al Haramain asy Syarifain, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 910

Page 44: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

84 85Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

dibendung. Oleh karena itu, TBM bisa memiliki bntuk kegiatan yang menarik dan unik, bahwa dengan kegiatan parenting, membacakan cerita, dari orang tua kepada anaknya, akan membawa dampak positif bagi tumbuhnya minat membaca pada anak-anak. Sebagai rangkaian dari program parenting, juga bisa dilaksanakan workshop read aloud.

Pada dasarnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk melakukan kegiatan literasi sejak dini, misalnya dengan mendampingi atau mengajak bercerita dengan membaca buku, mendampingi anak dalam menonton, tanpa disadari hal tersebut akan merangsang anak menjadi lebih dekat dengan buku bacaan. Apalagi jika didukung oleh aktivitas keluarga yang selalu dekat dengan buku, misalnya istirahat sambil membaca buku atau majalah, habis maghrib dengan mengaji, anak tidak akan merasa terpaksa untuk membaca. Children see, children do; anak melihat dan kemudian anak akan menirukan apa yang orang dewasa lakukan. Jika orang dewasa melaksanakan perilaku yang baik (akhlaqul karimah), anak akan menirukan. Maka contoh yang baik (uswatun hasanah) dari orang dewasa akan dipertaruhkan kepada anak-anak.

2. Sekolah MenulisSekolah menulis adalah merupakan kegiatan kreatif yang bisa dilaksanakan oleh TBM atau lembaga sejenis. Aktivitas ini terdengar agak aneh, tetapi itulah sebuah kreativitas. Kegiatan sekolah menulis ini bisa diikuti oleh semua usia, termasuk anak-anak usia sekolah dasar, remaja maupun orang dewasa. Gambaran secara umum pelaksanaan kegiatan ini, diselenggarakan dengan tujuan memberikan pengetahuan terhadap dunia kepenulisan. Sekolah menulis ini merupakan aktivitas yang menyenangkan, karena akan menghasilkan sebuah karya yang monumental. Kegiatan ini bisa dilaksanakan oleh TBM bekerjasama dengan awak media, terutama media cetak, koran atau majalah. Bisa jadi, jika kegiatan berjalan dengan baik, akan saling memberi keuntungan ganda, selain peserta akan mendapatkan ilmu kepenulisan, lembaga TBM akan memiliki kegiatan pembelajaran yang kreatif, dan narasumber media akan mendapatkan berita tentang kegiatan sekolah menulis.

Lebih jauh, sebuah pendapat mengatakan, menulis itu memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah menulis menjernihkan pikiran, dapat mengatasi trauma, akan membantu mendapatkan dan mengingat informasi, dan menulis itu membantu memecahkan masalah.

3. Praktik BukuAda beberapa TBM yang memiliki kegiatan pembelajaran yang menarik, yaitu praktik buku. Kegiatan ini memiliki tujuan memberikan kesempatan dan ruang yang lebih luas bagi pembaca di kalangan pengguna layanan TBM, untuk mempraktikkan isi buku. Isi buku yang digunakan tidak dibatasi, dan buku yang digunakan bisa tentang kebun, kolam, dan berbagai media tanam. Melalui kegiatan ini diharapkan mampu menjadikan buku sebagai sahabat yang memberi manfaat, dan membaca buku bukan kegiatan yang membosankan, tetapi justru menyenangkan.

Kegiatan ini bisa dilaksanakan dengan waktu yang fl eksibel, karena disesuaikan dengan jadwal pendamping dan kedatangan peserta di TBM. Misalnya, manfaat bagi nak-anak, selama ini mereka banyak melihat orang dewasa mengelola kebun, tetapi setelah mengikuti kegiatan TBM dalam praktik buku, justru menjadi pemain, yaitu praktik berkebun dengan berdasarkan buku yang telah dibaca. Berbagai bahan dan peralatan dipersiapkan, kemudian dipraktikkan, tentu akan menyenangkan, karena selain memiliki muatan pembelajaran motorik, juga meningkatkan minat membaca anak-anak, di sinilah gerakan literasi akan dirasakan menjadi sesuatu yang menarik.

4. Mengenal ReptilMengenal reptil, yaitu program edukasi tentang reptilia yang bisa dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Kegiatan ini bisa dihadirkan dan dilaksanakan oleh TBM bekerjasama dengan komunitas pecinta reptil. Aktivitas mengenalkan hewan reptilia, misalnya mengenal aneka ular, eguana, macam-macam kadal, tokek dan lain-lain, kemudian peserta diajak berinteraksi dengan reptil, tentu akan memberi nuansa yang menyenangkan. Kegiatan ini mungkin menegangkan dan berbahaya, tetapi jika ditangani oleh orang ahli, maka pembelajaran ini akan terasa senang dan fun, karena selama ini melihat ular, eguana dan kadal hanya di dalam buku yang tersedia atau di kebon binatang. Bahkan, pembelajaran ini jika bisa dikembangkan, bisa mengadakan ekplorasi di sawah untuk mencari reptilia, tentu akan memberikan pengalaman pada anak (direct experience) secara eksploratif dan mengesankan.

Itulah beberapa contoh bentuk kegiatan pembelajaran yang kreatif, yang bisa dilaksanakan di di TBM atau perpustakaan komunitas (community library). Kegiatan kreatif tersebut pada dasarnya merupakan fi trah dari para pengelola TBM. Jika di sebuah kota terdapat 100 TBM, maka akan ditemukan minimal 100 bentuk

Page 45: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

86 87Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

pembelajaran kreatif dalam rangka medukung gerakan literasi di masyarakat. Hal ini tentu tidak akan terlepas dari sebuah komitmen dan istikharah para pegiat literasi dalam menemukan sebuah ide.

D. SimpulanExperience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik. Meniru

pengalaman yang berharga, merupakan satu cara yang efektif untuk belajar, kemudian diasah sehingga sampai muncul kreativitas dan jati diri sendiri. Taman bacaan masyarakat (TBM), berdiri dan berkembang karena didorong oleh kebutuhan dan kekayaan kreativitas pengelola, sehingga peran pelayanannya memiliki keunikan yang berarti, yaitu widya-pustaka, widya-loka dan widya-budaya. Dan, contoh beberapa bentuk pembelajaran kreatif dalam rangk a meningkatkan gerakan literasi masyarakan melalui TBM, yaitu program parenting, sekolah menulis, praktek buku dan mengenal reptil, dan tentu setiap TBM memiliki kekayaan lain dalam mendukung gerakan literasi Indonesia. Wallahu’alam bi shawab.

DAFTAR PUSTAKA

BPKB, Buku Panduan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Istimewa, Yogyakarta: BPKB-Dinas Dikpora, 2013

Bruce E. Massis, Libraries Matter “Education and Community”, New Library World, Vol. 112 No. 11/12, 2011

Diah Sri Rejeki, Mengangkat Sisi-Sisi Positif Budaya Lisan Melalui Pengembangan Perpustakaan Komunitas, Bandung: Artikel Kepustakawanan Indonesia LPAKI, Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Unpad, 2010

Eveline Siregar & Hatini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Galia Indonesia, 2011

Florence Beetlestone, Creative Learning: ; Strategi Pembelajaran Untuk Melesatkan Kreatifi tas Siswa, Bandung: Nusa Media, 2013

Gunarti Dwi Lestari & Heryanto Susilo, Model Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kreatif; Upaya Melestarikan dan Memperkuat Kemampuan Keaksaraan dan Usaha Mandiri, Jakarta: Jurnal Pendidikan Nonformal, Edisi 8 Tahun 2011

Hamdani Ihsan, A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007Heri Rahyubi, Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik, Majalengka:

Referens, 2012Khadim al Haramain asy Syarifain, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan

Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an, 2005.Koswara, dkk, Dinamika Informasi Dalam Era Global, Bandung: Rosda Karya, 1998Lasa Hs, Manajemen Perpustakaan, Yogyakarta: Ombak, 2013.Moh. Sholeh Hamid, Metode Edutainment, Yogyakarta: Diva Press, 2014Mustofa Kamil, Pendidikan Nonformal, Bandung: Alfabeta, 2009.Nazaruddin Musa, Konsep Pengembangan Perpustakaan Desa Berbasis Komunitas

(Community Based Need), Libria, Vol. 3, No. 4., 2012Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009Peter Kline, The Everyday Genius, Terj. Word ++ Translation Service, Bandung:

Kaifa, 2002S.M. Zabed Ahmed, The boat library of Bangprok Community in Thailand; An

Evaluation of its Performance and Impact, Journal, New Library World, NLW, Vol. 110 No. 11/12, 2009

Saleh Marzuki, Pendidikan Nonformal, Bandung: Rosda Karya, 2012 Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Surabaya: Reality Publisher, 2008.Zainal Aqib, Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual

(Inovatif) Bandung: Yrama Widya, 2013

Page 46: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

88 89Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

ARTIKEL

Program Kreatif Ayo Membaca, Menumbuhkan Minat Baca Melalui Strategi Spiral Habits

ABSTRAKData UNESCO Tahun 2012 menunjukkan indeks minat membaca Indonesia baru mencapai 0,001, yang artinya dalam setiap 1.000 orang Indonesia, hanya ada satu orang yang mempunyai minat baca. Data Badan Pusat Statistik Tahun 2012 pada indikator sosial budaya menunjukan bahwa penduduk Indonesia yang menjadikan baca sebagai sumber informasi baru sekitar 17,66%, sedangkan yang menonton televisi 91.68% dan mendengarkan radio 18.57% (BPS, 2012). Merujuk pada data tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia belum menjadikan membaca sebagai budaya, ataupun sebagai aktifi tas yang menjadi pilihan penting dalam keseharian. Oleh karena itu diperlukan upaya kreatif yang dapat menumbuhkan minat baca di masyarakat, yang dibangun dari kebiasaan di masyarakat. Bukan hanya dukungan penyediaan secara fi sik (hard skill), namun juga memberi daya ungkit pada sisi mental (soft skill), dan salah satunya adalah Program Kreatif Ayo Membaca melalui Strategi Spiral Habits yang dikembangkan oleh BPPAUDNI Regional II Surabaya di Tahun 2014.

Penyelenggaraan program kreatif Ayo Membaca diselenggarakan dengan pendekatan Input, Proses dan Output (IPO). Input dalam program ini dipilah menjadi Raw input, Instrumental input dan Enviromental input. Seluruh input yang mendukung proses ini tidak berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi dalam proses penyelenggaraan program. Pada tahap proses, kegiatan menumbuhkan minat baca melalui spiral habit merupakan rangkaian bentuk perlakuan dalam kemasan kegiatan yang dilakukan dalam proses tatap muka yang disebut dengan aksi kreatif (AKTIF) membaca, dan pemberian perlakuan diluar tatap muka dengan kemasan aktifi tas baca di rumah (ACARA), yang disertai catatan data perkembangan membaca peserta program. Sedangkan output meliputi adanya perubahan

Dwi Ari Noerharijanti*, Im Sodiawati**, Yetty Widya KS*** BP PAUD dan Dikmas Jawa Timur

kebiasaan dalam hal membaca, kebiasaan seseorang dari tidak berminat menjadi berminat membaca. Adanya peningkatan jumlah bacaan yang terbaca, durasi membaca, serta adanya konsistensi kebiasaan membaca. Pembentukan kebiasaan membaca melalui proses AKTIF dan ACARA, menunjukkan bahwa proses berkelanjutan dan berkesinambungan ke duanya mengharuskan adanya konsistensi dan keseimbangan proses. Pada proses AKTIF tuntutan transfer semangat melalui motivasi dan permainan menjadi stimulus yang akan memantik aktifi tas individu melakukan ACARA.

Berdasarkan penelitian pada proses AKTIF, menunjukkan bahwa motivasi, kognitif, dan afektif sasaran lebih terkondisi dan terjaga. Sedangkan pada proses membaca di rumah, menunjukkan bahwa kecenderungan yang tampak dari buku yang sudah dibaca oleh peserta ujicoba menunjukkan beberapa ketertarikan konteks tema yaitu tema pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan ekonomi, kreatifi tas dan kewirausahaan. Ketahanan membaca pada saat AKTIF lebih stabil karena dilakukan secara berkelompok yang memungkinkan peserta bersinergi dengan orang lain, dan saling menguatkan bersama peserta lain. Sedangkan ketahanan rata-rata durasi membaca berada pada kisaran 15-30 menit per kegiatan. Pada pemeliharaan tumbuhnya kebiasaan membaca, rentang konsistensi masih berada pada kisaran 10 hari.

Kata kunci: minat baca, spiral habits

A. PENDAHULUANBerdasarkan Human Development Report tahun 2013, Human Development

Index Indonesia dalam hal kualitas pendidikan termasuk di dalamnya poin membaca ditempatkan pada urutan 122 dari 170 negara (HDI report,2013). Menurut data UNESCO pada 2012, indeks minat membaca Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dalam setiap 1.000 orang Indonesia, hanya ada satu orang yang mempunyai minat baca (Unesco, 2012). Data Badan Pusat Statistik Tahun 2012 pada indikator sosial budaya menunjukan bahwa penduduk Indonesia yang menjadikan baca sebagai sumber informasi baru sekitar 17,66%, sedangkan yang menonton televisi 91.68% dan mendengarkan radio 18.57% (BPS, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum menjadikan membaca sebagai budaya, ataupun sebagai aktifi tas yang menjadi pilihan penting dalam keseharian. Padahal rendahnya minat baca dapat (salah satunya) berimplikasi pada literacy (keaksaraan).

Felix Siauw dalam bukunya How to Master Your Habits menyatakan, bahwa Habits (kebiasaan) laksana spiral. Seseorang yang rajin membaca akan semakin cerdas dan bila semakin cerdas maka seseorang akan semakin rajin membeli buku dan membaca. Sebaliknya, ketika seseorang tidak mau membaca buku, maka ia akan tidak memiliki pengetahuan, semakin bodoh dia maka semakin malas pula

Page 47: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

90 91Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

untuk membaca. Hal tersebut menunjukkan bahwa berkembangnya kemampuan membaca akan mendorong pada penguasaan kosakata dan berbicara. Maka untuk mewujudkan pribadi yang mampu mengembangkan potensinya dalam kehidupan masyarakat, diperlukan kemampuan untuk membangun makna dari berbagai teks. Hal ini tentunya berkenaan dengan perilaku dan sikap yang mendukung kegiatan membaca agar kegiatan membaca berlangsung sepanjang hayat.

Berdasarkan latar belakang di atas, perlu upaya kreatif yang dapat menumbuhkan minat baca di masyarakat, yang dibangun dari kebiasaan di masyarakat, sehingga dapat dijalankan dengan menyenangkan namun memiliki dampak yang cukup berarti untuk meningkatkan minat baca baik secara personal maupun komunitas. Bukan hanya dukungan penyediaan secara fi sik (hard skill), namun juga memberi daya ungkit pada sisi mental (soft skill). Hal inilah yang kemudian mendorong tim peneliti untuk menerapkan sebuah strategi yang nampaknya sederhana, namun bila dilakukan secara konsisten akan mampu memberikan dampak yang cukup bermakna, yang kemudian dinamai Program Kreatif Ayo Membaca, Upaya Menumbuhkan Minat Baca melalui Strategi Spiral Habits.

Bagaimana penyelenggaraan dan efektivitas program kreatif Ayo Membaca untuk Menumbuhkan Minat Baca melalui Strategi Spiral Habits.

Tujuan PenelitianMemberikan pengetahuan kepada organisasi atau lembaga di dalam menyelenggarakan kegiatan menumbuhkan kebiasaan membaca melalui strategi spiral habit.

Manfaat PenelitianDengan melakukan penelitian ini beberapa manfaat yang bisa diambil adalah:1. Tumbuhnya kebiasaan membaca pada anggota kelompok belajar 2. TBM memiliki alternatif pogram pengembangan minat baca3. Meningkatnya kepedulian para pejabat kabupaten/kota dan tokoh masyarakat

terhadap minat baca masyarakat4. Meningkatnya kepedulian para pejabat kabupaten/kota dan tokoh masyarakat

terhadap TBM5. Masyarakat di sekitar TBM/ rumh bc/ rumh pintr dn yng sejenis dapat

merasakan efek positif keberadaan TBM

B. TINJAUAN PUSTAKAHabit adalah suatu aktivitas yang dilakukan terus menerus sehingga menjadi bagian

daripada seorang manusia, yaitu kebiasaan (Siauw, 2012). Hasil dari sebuah pembiasaan dari latihan yang berulang-ulang kali dilakukan akan menjadikan seseorang terbiasa.

Pada proses yang terus menerus tersebut, tubuh akan bereaksi otomatis terhadap respons yang datang dari luar. Proses otomatisasi terhadap respon ini yang di sebut habits. Felix Y. Siauw dalam buku How to Master Your Habits menuliskan bahwa proses terbentuknya habits pada manusia meliputi serangkaian proses.

Gambar 1. Proses terbentuknya habits (Siauw,2012)Tindakan yang terus dilakukan akan mengantarkan pada habits tertentu, dan

menjadikan seseorang yang berbeda. Habits merupakan hasil dari pengulangan suatu aktifi tas dalam jangka waktu tertentu.

Poin utama yang menjadi fokus dalam pembentukan habits menurut Felixs Siauw adalah repetisi. Setiap repetisi akan memperkuat habits, dan setiap habits yang kuat akan menuntut repetisi. Dengan repetisi, ditanamkan suatu memori pada tubuh kita sehingga memori akan dieksekusi secara otomatis.

Gambar 2. Spiral pembentukan habitsSedangkan menurut Charles Duhigg dalam bukunya The Power of Habit menyatakan

bahwa kehidupan itu dijalankan oleh kebiasaan. Kebiasaan adalah hasil dari keputusan memilih. Begitu pilihan terjadi dan rutinitas menjadi otomatis, dan kebiasaan pun tak terelakkan. Semua kebiasaan disebutkan memiliki pemicu yang berbeda dan menawarkan reward yang unik, baik kebiasaan sederhana maupun yang rumit. Untuk mengubah kebiasaan, seseorang harus memutuskan untuk melakukan perubahan. Secara sadar melakukan kerja keras untuk menemukan segala pemicu dan reward yang menggerakkan rutinitas suatu kebiasaan, kemudian menggantinya dengan rutinitas baru.

Page 48: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

92 93Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Gambar 3. Terbentuknya kebiasaan (Duhigg, 2012)C. PELAKSANAAN PENELITIAN

GRAND DESIGN

Program Kreatif Ayo Membaca ini dikembangkan dengan grand design pengembangan seperti ditunjukkan gambar berikut:

Gambar 4. Grand Design Ayo MembacaGrand design di atas menunjukkan gambaran arah tahapan pencapaian minat baca yang ingin ditumbuhkan peneliti di tengah masyarakat.

Pada tahapan pertama menunjukkan bahwa masyarakat harus melewati tahapan kemampuan membaca, maka bagi sasaran keaksaraan untuk menjadi gemar membaca haruslah melampaui kriteria ini terlebih dahulu.

Pada tahapan kedua adalah mewujudkan gemar membaca di lingkungan masyarakat. Pada tahap ini dilakukan upaya membina dari lingkup terkecil masyarakat, dimulai dari menanamkan tumbuhnya kebiasaaan untuk membaca,

merintis minat baca, hingga penyebaran dan penguatan minat baca masyarakat, termasuk mengembalikan fungsi aktif perpustakaan, taman bacaan, rumah baca, atau yang sejenis. Pelibatan tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, satuan PAUDNI, lembaga-lembaga independen penggiat baca akan menjadi bagian pendorong pada tahapan ini.

Pada tahapan ketiga adalah mewujudkan budaya baca di tengah masyarakat. Budaya baca akan terwujud jika kebiasaan dan kegemaran mayoritas masyarakat untuk membaca sudah terbentuk, dan pada proses ini regulasi dan perhatian pemerintah akan mempercepat capaian arus opini budaya baca.

STRATEGI PENYELENGGARAAN

Penyelenggaraan program ayo membaca ini diselenggarakan dengan dua strategi, yaitu strategi penyelenggaraan oleh lembaga dan strategi penyelenggaraan secara personal mandiri.

Gambar 5. Penyelenggaraan Ayo Membaca

Page 49: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

94 95Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Prototype sistem penyelenggaraan program kreatif Ayo Membaca tersebut di atas mendasarkan pada pendekatan Input, Proses dan Output (IPO). Adapun konsep penyelenggaraan program dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. InputInput dalam program ini dipilah menjadi Raw input, Instrumental input dan Enviromental input. Seluruh input yang mendukung proses ini tidak berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi dalam proses penyelenggaraan program.

a. Raw InputRaw input dalam penyelenggaraan ini adalah peserta program dengan kiteria:1) Orang tua berusia di atas 18 tahun2) Sudah menikah3) Memiliki anak/cucu/kerabat 4) Belum memiliki kebiasaan membaca baik karena tuntutan pekerjaan,

ataupun karena adanya kesempatan.

b. Enviromental InputEnviromental input dalam proses penyelengaraan program ini berkenaan dengan perundangan, keputusan, kebijakan-kebijakan, kondisi sosial, ekonomi dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat serta potensi yang dapat dikembangkan di lingkungan penyelenggaraan.

c. Instrumental InputInstrumental input dalam proses penyelenggaraan kegiatan ini antara lain meliputi pengelola, motivator, fasilitator, pendamping, mitra penyelenggara.

2. ProsesPada prototype diatas, gambaran proses penyelenggaraan kegiatan menumbuhkan minat baca melalui spiral habit merupakan rangkaian bentuk perlakuan dalam kemasan kegiatan yang dilakukan dalam proses tatap muka yang disebut dengan aksi kreatif (AKTIF) membaca, dan pemberian perlakuan diluar tatap muka dengan kemasan aktifi tas baca di rumah (ACARA). Proses ini disertai catatan data perkembangan membaca peserta program. Proses keterlibatan sumber belajar sesuai dengan program belajar yang telah disusun.

3. OutputOutput yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah hasil-hasil yang terkait peningkatan minat baca. Adanya perubahan kebiasaan dalam hal membaca, kebiasaan seseorang dari tidak berminat menjadi berminat membaca. Adanya peningkatan jumlah bacaan yang terbaca, durasi membaca, serta adanya

konsistensi kebiasaan membaca. Hal tersebut sebagai kemasan program ayo membaca yang akan menjadi pengetahuan bagi ormas atau lembaga di dalam menyelenggarakan kegiatan menumbuhkan kebiasaan membaca melalui strategi spiral habit.

PROSES PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

Kekuatan penyelenggaraan program ayo membaca ini adalah pada berjalannya proses AKTIF dan ACARA, maka kesesuaian penyelenggaraanya di lapangan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan menjadi sangat penting. Pada gambar 6 berikut menunjukkan detil penyelenggaraan pembelajaran.

Gambar 6. Proses penyelenggaraan pembelajaran

Page 50: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

96 97Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Pada saat AKTIF, fasilitator memandu proses pembelajaran tatap muka sesuai program belajar AKTIF pada pada peserta program. AKTIF merupakan kemasan kegiatan stimulan membaca yang dikemas dalam permainan, ketangkasan, perjalanan, diskusi, dan penambahan muatan motivasi tentang kualitas diri.

Pada kegiatan ACARA, pendamping melakukan kunjungan rumah untuk memandu personal peserta program melakukan aktivitas membaca di rumah. Kemajuan teknologi, dapat dimanfaatkan untuk menjembatani rantai kehadiran pendamping kepada peserta program. Agar tetap dalam koridor pembentukan kebiasaan membaca, ACARA berfokus pada penguatan komitmen melakukan dan pengulangan. Sirkulasi pembiasaan dialokasikan dapat tumbuh dalam skala waktu 30 hari dengan pola AKTIF ACARA.

Contoh kegiatan yang dilakukan pada saat AKTIF di antaranya:

Gambar 7. Kegiatan yang dilakukan pada saat AKTIF

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN1. Penyelenggaraan Program

Penelitian pada penyelenggaraan secara keseluruhan meliputi proses orientasi, pelaksanaan pembelajaran AKTIF, dan penguatan ACARA, disertai monitoring dan evaluasi. Dalam proses evaluasi keterlibatan pemantau lapangan untuk melihat kesesuaian proses penyelenggaraan dengan naskah model sangat diperlukan, dalam hal ini yang berperan sebagai pemantau adalah penilik atau pamong belajar.

Evaluasi penyelenggaraan meliputi aspek pengelolaan kelembagaan, pelaksanaan program ayo membaca, kemitraan, serta hasil belajar.

Pada penelitian penyelenggaraan program Ayo Membaca, aspek pengelolaan kelembagaan merupakan hal penting pertama yang perlu dipantau, untuk melihat korelasi keaktifan dengan pelaksanaan program. Adapun indikator yang menjadi acuan adalah keaktifan pengelola, manajerial dan pengadministrasian, serta pengelolaan bahan pustaka. Pada aspek pelaksanaan program, observer mengacu pada indikator kesesuaian pelaksanaan kegiatan, kualifi kasi dan kompetensi motivator, kualifi kasi dan kompetensi pendamping, serta program AKTIF dan ACARA. Hal ini diperlukan sebagai bahan evaluasi terhadap pencapaian keberhasilan program Ayo Membaca. Aspek Kemitraan digunakan untuk melihat pelibatan mitra di dalam pelaksanaan program, dan adapun aspek hasil belajar adalah untuk mengukur ketercapaian kompetensi.

Tabel 1. Tingkat capaian kompetensi

Nilai KategoriNilai > 35.00 sangat sesuai, sangat mudah, sangat layak, sangat bermanfaat

25.00 ≤ nilai < 35.00 sesuai, mudah, layak, bermanfaat15.00 ≤ nilai < 25.00 cukup sesui, cukup mudah, cukup layak, cukup bermanfaat5.00 ≤ nilai < 15.00 kurang sesuai, kurang mudah, kurang layak, kurang bermanfaat

Nilai < 5.00 dak sesuai, dak mudah, dak layak, dak bermanfaat

Data di atas menunjukkan bahwa program yang dikembangkan sangat sesuai, sangat mudah, sangat layak, sangat bermanfaat.

2. Pendampingan Hasil observasi penyelenggaraan pendampingan menggunakan beberapa aspek pengukuran keberhasilan pendampingan.

Pertama adalah aspek rasio kesesuaian proses pendampingan. Pada indikator kesesuaian ideal diberikan rasio satu pendamping mendampingi 2 sasaran, dan pada kondisi terlemah adalah satu pendamping mendampingi semua

Page 51: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

98 99Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

sasaran. Capaian pada aspek ini adalah baik, dengan pemenuhan terhadap perbandingan rasio yang memenuhi rasio 3:1 dengan mengabaikan konsistensi personal yang selalu sama.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil penilaian Monitoring dan Evaluasi

Penyelenggaraan Ujicoba Program Ayo Membaca

Item Pertanyaan

Responden ∑ Mean

1 2 31 4 4 4 12 4.00 2 4 4 4 12 4.00 3 2 3 3 8 2.67 4 4 4 4 12 4.00 5 4 4 4 12 4.00 6 4 4 4 12 4.00 7 4 4 4 12 4.00 8 4 4 4 12 4.00 9 4 4 4 12 4.00

10 4 4 4 12 4.00 Jumlah 38.67

Kategori sangat sesuai, sangat mudah, sangat layak, sangat bermanfaatPada aspek kesertaan pendamping mengikuti ortek, dengan indikator kompetensi melaksanakan program menunjukkan kategori cukup. Kategori ini menunjukkan jika pendamping di bawah 70% mengikuti ortek maka kesesuaian implementasi mengalami gangguan.

Pada aspek kedisiplinan dan komitmen, yaitu pada indikator keterlibatan dalam pendampingan secara instensif dan massif belum menunjukkan konsistensi personal, sedangkan secara kriteria aktif tidak mengacu personal tetap menunjukkan capaian baik.

Pada aspek pelaksanaan pendampingan dalam rangka habituasi menunjukkan bahwa militansi pendampingan yang harus dilakukan selama 30 hari menunjukkan standar komitmen yang sangat kuat. Dari capaian selama 30 hari, pendamping yang berhasil memenuhi kriteria sangat baik adalah 30%, selebihnya masuk pada rentang cukup, dengan indikator berjalan dengan pendamping pengganti.

3. Penyelenggaraan AKTIFPada rentang waktu selama penelitian, AKTIF (Aksi Kreatif ) dilaksanakan sebanyak 8 kali. AKTIF 1 dan AKTIF 8 masing-masing dilaksanakan selama 2 hari, per harinya 4 jampel, setiap jampel 45 menit. Sedangkan AKTIF 2 sampai dengan AKTIF 7, masing-masing dilaksanakan selama 1 hari, 4 jampel @45 menit.

Ta

be

l 3

. Ta

bu

lasi

Pe

ng

am

ata

n A

kti

vit

as

Pe

sert

a d

i U

ji c

ob

a P

en

ye

len

gg

ara

an

AK

TIF

Dar

i tab

el p

enga

mat

an a

ktiv

itas

pese

rta,

pad

a ke

selu

ruha

n as

pek

yaitu

IN

ISIA

TIF

, KEM

AN

DIR

IAN

, KEA

KT

IFA

N

dan

KR

EAT

IVIT

AS

men

unju

kkan

has

il de

ngan

kat

egor

i BA

IK.

Sela

ma

peny

elen

ggar

aan,

sec

ara

umum

dap

at d

isele

ngga

raka

n de

ngan

bai

k, m

eski

kad

ang

mun

cul b

eber

apa

kend

ala.

K

enda

la te

rseb

ut a

ntar

a la

in:

Page 52: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

100 101Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

* Pelaksanaan AKTIF kadang tidak tepat waktu, karena fasilitator dan pendamping harus menyesuaikan dengan jam kerja mereka.

* Pada saat kunjungan perpustakaan, ada sedikit kendala yang di awal, karena pihak yang selama ini diajak berkoordinasi ada kegiatan lain di hari H, dan belum menyampaikan kepada rekan yang lain.

* Kadang ada hal yang agak berbeda antara pemahaman fasilitator dengan yang diharapkan dari panduan, sehingga tim pengembang perlu mengarahkan kembali saat di lapangan.

Secara keseluruhan, fasilitator dan pendamping bekerja dengan baik, dan mendukung terlaksananya penelitian AKTIF di lapangan.

4. Penyelenggaran ACARA Data rekapitulasi buku ACARA (Aktivitas Membaca di Rumah) menunjukkan sebagian peserta didik belum sesuai dengan komitmen. Terdapat pengurangan atau penambahan durasi baca, peningkatan urgensi baca, serta kemampuan untuk mengatasi masalah dan bentukan komitmen lanjutan untuk menyelesaikan problem. Adanya keauan dan kemampuan peserta didik merasionalkan kebutuhan membaca, alasan memilih buku bacaan, serta mensarikan hal penting dari bacaan yang terbaca. Hambatan terbesar yang perlu menjadi solusi pada ujicoba skala lanjut maka jika peserta didik mayoritas adalah ibu rumah tangga maka kendala terbesar adalah rutinitas kerumahtanggaan, sehingga perlu dibantu di dalam merumuskan waktu aman untuk membentuk kebiasaan baru. Mendekatkan fungsi kebermanfaatan dengan lingkungannya menjadi solusi penting, seperti pendekatan tema anak, ketrampilan, pendapatan, dan perihal perempuan dan kesehatan.

Penelitian terhadap buku yang dibaca dilakukan pada 20 orang peserta, dilakukan guna memantau atau mengetahui beberapa aspek yaitu:• Tema buku yang diminati• Jumlah buku yang mampu dibaca oleh seseorang secara tuntas• Durasi dan kontinuitas membaca seseorang per hari• Tingkat Pemahaman seseorang setelah membaca buku• Komitmen dan Motivasi

Dari hasil penelitian dapat diperoleh deskripsi sebagai berikut :a. Tema buku yang diminati

Dari 25 buku yang sudah dibaca oleh peserta selama penelitian sebanyak 7 buku (28 %) yang dibaca adalah buku dengan tema Pendidikan, sebanyak 6 buku (24 %) yang dibaca bertemakan kesehatan, dan 6 buku (24 %)

buku yang dibaca bertemakan keagamaan sedangkan sisanya adalah bertemakan ekonomi, kreatifi tas dan kewirausahaan.

b. Jumlah buku yang mampu dibaca oleh seseorang secara tuntas Dari hasil ujicoba dapat dilihat bahwa seluruh peserta dapat menuntaskan buku yang dipilih sendiri untuk dibaca selama kurang dari 30 hari. Buku-buku yang dibaca memiliki ketebalan yang berbeda dari buku yang paling tipis (sekitar 20 halaman) sampai dengan buku yang tebal (sekitar 100 halaman)

c. Durasi dan kontinuitas membaca seseorang per hariDurasi yang dimaksud dalam hal ini adalah lamanya seseorang membaca dalam 1 kali kegiatan membaca. Untuk memudahkan penghitungan maka durasi menggunakan satuan menit. Dari hasil ujicoba yang dilakukan, rata-rata durasi membaca peserta didik adalah 15-30 menit per kegiatannya. Namun demikian ada beberapa peserta yang dalam sehari melakukan beberapa kali ( 2-3 kali) kegiatan membaca. Dari aspek kontinuitas peserta terhadap kegiatan membaca setiap harinya, dari 30 hari waktu yang disediakan atau yang dijadikan rentang pengamatan maka dihasilkan rata-rata ketahanan peserta untuk rutin membaca adalah sekitar 5-10 hari.

d. Tingkat Pemahaman seseorang setelah membaca bukuTingkat pemahaman seseorang pada kegiatan penelitian ini diukur atau diobservasi berdasarkan kemampuan peserta menceritakan kembali atau mereview hasil bacaannya, mengungkapkan hal-hal penting yang dapat diambil dari buku yang sudah mereka baca serta kemampuan peserta dalam berdiskusi mengenai tema-tema yang sudah dibaca. Dalam pengukuran tingkat pemahaman peserta ini keterlibatan pendamping sangat menentukan dalam mengamatinya. Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 18 orang (90%) sudah mampu memahami meskipun beban bacaan yang dibaca berbeda-beda. Sedangkan 2 orang (10%) masih dinyatakan kurang dalam hal pemahaman terhadap suatu bacaan. Hal ini disebabkan karena perliaku membaca yang tidak konsisten setiap harinya sehingga terpenggal-penggal yang hasilnya menjadikan pesan yang diperoleh tidak utuh dan hanya sekedar memenuhi kewajiban membaca saja.

e. Komitmen dan Motivasi Untuk aspek komitmen dan motivasi diperoleh hasil bahwa 12 orang (60 %) mampu membuat komitmen terhadap tindaklanjut yang akan dilakukan oleh peserta setelah penelitian. Komitmen yang mereka sampaikan adalah pada upaya untuk upaya meluangkan waktu membaca

Page 53: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

102 103Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

buku setiap harinya serta menyadari akan pentingnya membaca. Adapun motivasi yang dimiliki oleh peserta adalah kebutuhan informasi dan manfaat yang sudah mereka peroleh selama menjadi peserta penelitian.

Beberapa kendala yang dihadapi 16 (80%) peserta menyatakan masih merasa kesulitan untuk membagi waktu atau meluangkan waktu untuk membaca karena mengurus rumah tangga, antar jemput anak ke sekolah, serta sibuk dengan pekerjaan.

SIMPULANPembentukan kebiasaan membaca melalui proses AKTIF dan ACARA, menunjukkan bahwa proses berkelanjutan dan berkesinambungan keduanya mengharuskan adanya konsistensi dan keseimbangan proses. Pada proses AKTIF tuntutan transfer semangat melalui motivasi dan permainan menjadi stimulus yang akan memantik aktifi tas individu melakukan ACARA.

Berdasarkan penelitian pada proses AKTIF, menunjukkan bahwa motivasi, kognitif, dan afektif sasaran lebih terkondisi dan terjaga. Sedangkan pada proses membaca di rumah, menunjukkan bahwa kecenderungan yang tampak dari buku yang sudah dibaca oleh peserta ujicoba menunjukkan beberapa ketertarikan konteks tema yaitu tema pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan ekonomi, kreatifi tas dan kewirausahaan. Hal ini mengindikasikan upaya pembaca untuk meraih manfaat dari buku yang dibaca baik berupa pengetahuan praktis ataupun kemampuan teknis.

Ketahanan membaca pada saat AKTIF lebih stabil karena dilakukan secara berkelompok yang memungkinkan peserta bersinergi dengan orang lain, dan saling menguatkan bersama peserta lain. Sedangkan ketahanan rata-rata durasi membaca berada pada kisaran 15-30 menit per kegiatan. Pada pemeliharaan tumbuhnya kebiasaan membaca, rentang konsistensi masih berada pada kisaran 10 hari.

SARANProgram Ayo Membaca ini, pada penerapan skala lebih luas perlu memperhatikan secara lebih ketat kriteria pendamping. Hal ini dikarenakan implikasi terhadap ketahanan dan konsistensi penyelenggaraan ACARA, dan tentunya akan berimplikasi pula pada ritme habituasi pembentukan kebiasaan yang secara ideal berlangsung terus menerus, konsisten, dan berkelanjutan dalam satu periode waktu.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan konten AKTIF sesuai tahapan dan ketersediaan waktu di dalam bahan ajar. Kesesuaian terhadap bahan ajar AKTIF ini akan memandu persepsi sasaran terhadap membaca.

DAFTAR PUSTAKA

Hardianto, Deni,(-), studi tentang minat baca mahasiswa, Fakultas Ilmu Pendidikan UNY

H arefa, Andrias, 1999, Mematahkan belenggu motivasi, membangkitkan energi penggerak sumber daya manusia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Kurniasih, Nuning, S.Sos, M.Hum, (2007), Menumbuhkan Budaya Baca, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

PIRLS,(2013), Appendix a: overview of pirls procedure, PIRLS International Report

Priyanto, F Ida (2009), Minat baca versus perpustakaan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Sharifah Akhmam Syed Aakaria, 2005, Panduan dan strategi motivasi diri, Sanon printing corporation SDN BHD, Kuala Lumpur

Somadayo, Samsu, (2011), Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca, Graha Ilmu, Yogyakarta

Somadayo, samsu, St.Y. Slamet, Joko Nurkamto, at all, 2013, The Eff ect of Learning Model Drta (Directed Reading Thingking Activity) Toward Students’ Reading Comprehension Ability Seeing from Their Reading Interest, Universitas Sebelas Maret, Journal of Education and Practice Vol.4, No.8, Surakarta

Sunardi, 2010, MODIFIKASI PERILAKU, PLB FIP UPI

Sutini, (2010), Upaya meningkatkan minat baca siswa kelas III Sekolah Dasar, jurnal kependidikan interaksi Nomor 5 Juni 2010 : 56—64, FKIP Universitas Terbuka

Tarigan, Henry Guntur, 2008, Membaca sebagai suatu keterampilan berbahasa, Angkasa, Bandung

Uno,B Hamzah, 2008, Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran, Bumi Aksara

Yuniati, Vegasari, (2010), Teater boneka sebagai strategi pengembangan minat dan budaya baca, Badan Arsip Dan Perpustakaan Kota Surabaya

-, 2013, Pengaruh Model Pembelajaran DRTA (Directed Reading Thingking Activity) terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Ditinjau dari Minat Baca (Studi Eksperimen pada Siswa SMP Negeri Kota Ternate), Prog.Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana UNS, Surakarta

Page 54: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

104 105Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

ARTIKEL

Kajian Manajemen Taman Bacaan Masyarakat (TBM)di Kabupaten SemarangMelati Indri Hapsari

(Pamong Belajar Madya PP PAUD dan Dikmas Jawa Tengah)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif naturalistik dengan jenis penelitian eksploratif. Subyek penelitian adalah tokoh-tokoh kunci dalam penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat. Data terutama dikumpulkan dengan observasi, yang didukung oleh wawancara mendalam dan studi dokumentasi.Analisis data yang digunakan adalah analisis model interaktif yang meliputi menyusun transcript hasil wawancara mendalam, melakukan reduksi data, memberikan kode, pengelompokan data, display data, verifi kasi data, hasil studi dokumentasi. Kriteria keabsahan data dengan menggunakan kredibilitas, dependabilitas, konfi rmabilitas, transferabilitas.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. Taman Bacaan Masyarakat adalah lembaga yang menyediakan berbagai jenis bahan belajar yang dibutuhkan masyarakat. Untuk pemahaman konsep tidak semua penyelenggara dan pengelola TBM di Kabupaten Semarang ini paham betul konsep dan tujuan mendirikan TBM. Mereka cenderung menjadikan TBM sebagai program pelengkap saja di lembaga penyelenggara misalnya PKBM. TBM yang ada beranekaragam keberadaannya, tergantung daerah setempat dan kondisi dana yang ada. Komponen-komponen penyelenggaraan TBM terutama terdiri dari pola penyelenggaraan, sistem evaluasi, pengelola, dukungan, jaringan kerja sama, motivasi, pembiayaan, koleksi bahan bacaan. Semua komponen tersebut kondisinya berbeda-beda tergantung dari lembaga penyelenggara masing-masing.

Dalam pelaksanaannya TBM yang ada mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kekurangan dan terutama kritik yang banyak dilontarkan lebih berkaitan

dengan keseriusan penyelenggara dalam menyelenggarakan dan mengelola TBM agar lebih profesional. Profesionalisme tersebut berkaitan dengan pengelola TBM dalam mengelola dan beranekaragamnya bahan bacaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kelebihan TBM yang ada terutama bagi TBM yang berlokasi jauh dari perkotaan memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan bahan bacaan.

Kata kunci: manajemen, taman, bacaan, Semarang

PENDAHULUAN

Membaca adalah hal yang sangat fundamental dalam proses belajar dan pertumbuhan intelektual. Kualitas hidup seseorang dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat memaksimalkan potensinya. Salah satu upaya untuk memaksimalkan potensi diri adalah dengan membaca. Membaca pada era globalisasi ini merupakan suatu keharusan yang mendasar untuk membentuk perilaku seseorang. Dengan membaca seseorang dapat menambah informasi dan memperluas ilmu pengetahuan serta kebudayaan. Sehingga tidak diragukan lagi apabila melek huruf (literat) menjadi salah satu indikator dalam indeks pembangunan yang akan mengukur kualitas suatu negara.

Berdasarkan survei UNESCO minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, dalam seribu masyarakat hanya ada satu masyarakat yang memiliki minat baca. Kondisi minat baca bangsa Indonesia memang cukup memprihatinkan. Berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Nilai literasi membaca Indonesia masih sangat rendah. Nilai riset Program for Internasional Student Assesment (PISA) rata-rata 493, sementara nilai literasi Indonesia hanya 396. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Penilaian berdasarkan komponen infrastruktur Indonesia ada di urutan 34 di atas Jerman, Portugal, Selandia Baru dan Korea Selatan. Menunjukkan Indonesia masih sangat minim memanfaatkan infrastruktur. Sehingga indikator sukses tumbuhnya minat membaca tak selalu dilihat dari berapa banyak perpustakaan, buku dan mobil perpustakaan keliling. (Edukasi, Kompas)

TBM yang diselenggarakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat bertujuan untuk memberi kemudahan akses kepada warga masyarakat untuk memperoleh bahan bacaan.

Page 55: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

106 107Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Di samping itu, TBM berperan dalam meningkatkan minat baca, menumbuhkan budaya baca dan cinta buku bagi warga belajar dan masyarakat. Secara khusus TBM dimaksudkan untuk mendukung gerakan pemberantasan buta aksara yang antara lain karena kurangnya sarana yang memungkinkan para aksarawan baru dapat memelihara dan meningkatkan kemampuan baca tulisnya. TBM juga ditujukan untuk memperluas akses dalam memberikan kesempatan kepada masyarakat mendapatkan layanan pendidikan. (Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

Sejauh ini TBM yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal dan optimal oleh masyarakat. Sebagian TBM yang kurang diminati oleh warga belajar lebih pada karena pengelolaan yang kurang maksimal dan kurangnya motivasi masyarakat untuk membaca.

Pertanyaan Penelitian1. Bagaimana konsep dan fi losofi Taman Bacaan Masyarakat yang telah ada di

Kabupaten Semarang?2. Bagaimana penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat di Kabupaten

Semarang?3. Bagaimana kekurangan dan kelebihan penyelenggaraan Taman Bacaan

Masyarakat di Kabupaten Semarang?

Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah melakukan eksplorasi konsep dan fi losofi Taman Bacaan Masyarakat yang telah ada di Kabupaten Semarang, melakukan eksplorasi penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat di Kabupaten Semarang, melakukan telaah kritis penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat di Kabupaten Semarang.

Manfaat PenelitianManfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran profi l penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat yang telah ada di Kabupaten Semarang, memperoleh bahan kajian untuk menyusun rekomendasi bentuk atau model Taman Bacaan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKATaman Bacaan Masyarakat adalah lembaga yang menyediakan berbagai jenis bahan belajar yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai tempat penyelenggaraan pembinaan kemampuan membaca dan belajar, sekaligus sebagai tempat untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat.(Depdiknas, 2008)

Penyelenggaraan Taman Bacaan masyarakat (TBM) bukan hanya untuk mengumpulkan dan menyimpan bahan-bahan pustaka, tetapi dengan adanya Taman Bacaan Masyarakat diharapkan dapat membantu warga belajar dalam menimba ilmu pengetahuan, keterampilan yang dibutuhkan warga belajar dalam kehidupannya. Agar dapat menunjang masyarakat dan warga belajar gemar membaca, maka dalam pengadaan bahan bacaan di TBM harus mempertimbangkan selera dan kebutuhan warga belajar.

Membaca merupakan upaya yang ampuh untuk memperoleh akses langsung guna memperoleh ilmu dan pengetahuan serta penguasaan teknologi. Upaya tersebut, sangat bergantung pada intensitas minat baca bagi setiap individu. Minat baca merupakan wujud kecenderungan jiwa yang dapat membuat seseorang menjadi senang dan tertarik terhadap bahan bacaan yang dipilihnya. Menurut Bond (dalam Sumadi, 1987) minat baca adalah gambaran tentang cakupan isi, aktivitas, dan intensitas seseorang dalam membaca bacaan yang telah dipilih. Tingkers (1975: 309) mendefi nisikan minat baca sebagai kecenderungan jiwa yang diperoleh secara bertahap untuk merespon secara selektif, positif dan disertai dengan rasa puas terhadap hal-hal khusus yang dibaca. Dengan demikian, minat baca adalah suatu kecendrungan jiwa yang diperoleh dengan cara bertahap untuk merespon kegiatan secara selektif dan positif, yang membuat seseorang menjadi tertarik dan merasa puas terhadap bacaan yang dipilihnya.

Selanjutnya Suryabrata (1989:18) mengatakan bahwa kebiasaan membaca seseorang diakui atau tidak sangat berkaitan dengan minat baca yang dimilikinya. Lebih jauh ia mengatakan bahwa seseorang yang berminat terhadap sesuatu akan bersungguh-sungguh melakukan sesuatu yang diminatinya. Begitu juga dengan minat baca seseorang terhadap suatu bacaan. Apabila ia berminat terhadap sesuatu bacaan, maka akan bersungguh-sungguh membaca bacaan yang diminatinya untuk mendapatkan berbagai informasi atau tujuan lain dari hasil bacaan itu.

Selanjutnya David (1984:199) mengatakan bahwa pada masa sekarang dan akan datang kegiatan membaca harus digalakkan sejalan dengan pesatnya perkembangan pendidikan itu sendiri. Ia menambahkan bahwa salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah melalui kegemaran dan kegiatan membaca. Karena media bacaan yang tersedia tidak akan berarti apabila tidak dibaca. Minat baca menurutnya akan berperan sebagai kekuatan yang akan mendorong (motivating force) seseorang untuk belajar.

Juel (1988) mengartikan bahwa membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Hasil akhir dari

Page 56: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

108 109Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari dari bacaan. Secara operasional Lilawati (1988) mengartikan minat membaca adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam yang disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga mengarahkan seseorang untuk membaca dengan kemauannya sendiri. Aspek minat baca meliputi kesenangan membaca, kesadaran akan manfaat membaca, frekuensi membaca dan jumlah buku bacaan yang pernah dibaca. Sinambela (1993) mengartikan minat membaca adalah sikap positif dan adanya rasa keterikatan dalam diri seseorang terhadap buku bacaan. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca.

Mulyani (1981) berpendapat bahwa tingkat perkembangan seseorang yang paling menguntungkan untuk pengembangan minat membaca adalah pada masa peka yaitu sekitar usia 5 – 6 tahun. Kemudian minat membaca ini akan berkembang sampai dengan masa remaja. Ada dua kelompok besar faktor yang mempengaruhi minat membaca seseorang, yaitu faktor personal dan faktor institusional (Purves dan Beach, dalam Harris dan Sipay, 1980). Faktor personal adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang, yaitu meliputi usia, jenis kelamin, inteligensi, kemampuan membaca, sikap dan kebutuhan psikologis. Sedangkan faktor institusional adalah faktor-faktor di luar diri seseorang, yaitu meliputi ketersediaan jumlah buku-buku bacaan dan jenis-jenis bukunya, status sosial ekonomi dan latar belakang etnis, kemudian pengaruh orang disekitarnya.

Untuk meningkatkan peran TBM dalam menumbuhkan minat baca masyarakat disekitar TBM perlu ada perbaikan. Perbaikan ini diharapkan akan memotivasi masyarakat untuk berkunjung dan membaca koleksi TBM. Perbaikan yang dapat dilakukan antara lain: Pertama, koleksi TBM terus ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kedua, sarana atau perabot TBM perlu dilengkapi, TBM dapat dilengkapi dengan pendingin udara, televisi dan komputer multimedia. Ketiga, masalah SDM TBM juga perlu mendapat perhatian. TBM harus dikelola oleh tenaga yang memiliki keahlian ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Keempat, peningkatan dana untuk mengatasi masalah keterbatasan koleksi, sarana TBM. (Hakim, 2009)

Sebagai institusi yang memiliki koleksi pengetahuan melalui koleksi buku yang disediakan, TBM perlu berupaya agar masyarakat tertarik untuk mengujungi TBM tersebut. Untuk itu pengelola TBM perlu membuat kegiatan yang dapat menarik perhatian masyarakat, antara lain:

1. Sosialisasi melalui organisasi-organisasi masyarakat yang ada.

2. Membuat leafl et sebagai alat promosi.

3. Mengupayakan agar selalu terjadi sirkulasi buku.

4. Menyediakan bahan bacaan atau bahan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

5. Menyediakan bahan bacaan yang merangsang keingintahuan masyarakat.

6. Mengadakan berbagai jenis lomba bagi pengujung.

7. Memberikan penghargaan kepada pengunjung setia.

8. Mengupayakan kelengkapan TBM dengan media belajar lain (TV, APE, VCD Player, dll) bila memungkinkan.

9. Mendesain TBM sebagai tempat yang menarik untuk didatangi.

10. Menyediakan tempat yang nyaman dan santai untuk membaca.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif naturalistik dengan jenis penelitian eksploratif. Pendekatan kualitatif naturalistik dalam penelitian memiliki makna memahami peristiwa dalam kaitannya dengan orang dalam situasi tertentu. (Moleong, 2002:33). Jenis penelitian ini dipilih karena diarahkan pada latar penelitian dan individu secara holistik, yang kemudian akan ditemukan data dan fakta secara alamiah dengan kenyataan-kenyataan di lapangan yang merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari konteksnya.

Subyek penelitian adalah tokoh-tokoh kunci dalam penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat, yang antara lain: Pengambil kebijakan tentang pendidikan, Pemerhati dan praktisi pendidikan terutama TBM, Penyelenggara TBM, Pengelola TBM, Masyarakat Pengguna TBM. Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah.

Data terutama dikumpulkan dengan observasi, yang didukung oleh wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Tahap-tahap umum yang dilaksanakan dalam rangka pengumpulan dan analisis data digambarkan sebagai berikut: (Miles & Huberman, 1992) 1) Menyusun transcript hasil wawancara mendalam, 2) Melakukan reduksi data, 3) Memberikan kode, 4) Pengelompokan data, 5) Display data, 6) Verifi kasi data, 7) Hasil studi dokumentasi. Kriteria utama untuk menjamin keterpercayaan/kebenaran hasil penelitian Lincoln dan Guba (dalam Riyanto, 2007) yaitu: kredibilitas, dependabilitas, konfi rmabilitas, transferabilitas.

Page 57: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

110 111Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

HASIL DAN PEMBAHASAN

Manajemen dalam TBM bukan sekedar kegiatan menempatkan buku-buku di rak, akan tetapi lebih dari itu, sangat kompleks, berkelanjutan dan selalu berubah. Kegiatan manajemen adalah kegiatan yang mencerminkan adanya sebuah sistem, terkait dan terdiri dari beberapa aspek atau faktor untuk mendukungnya. Dengan manajemen yang diharapkan TBM dapat berperan sesuai fungsinya dengan maksimal. Tetapi kenyataan di lapangan manajemen TBM belum berjalan dengan baik . Hal tersebut diperkuat dengan penyataan seorang informan di bawah ini.

“TBM sangat strategis untuk meningkatkan budaya baca walaupun di lapangan belum berjalan secara maksimal bahakan ada istilah TBM bukan Taman Bacaan Masyarakat tetapi ‘Tempat Buku Menumpuk’.”

Beberapa faktor yang dapat ditemui dalam sebuah proses manajemen TBM diantaranya adalah kebijakan dan prosedur, manajemen koleksi, pendanaan dan pengadaan, manajemen fasilitas, sumber daya manusia, perencanaan.

1. Prosedur dan kebijakanProsedur merupakan ‘cara’ atau ‘bagaimana’ kegiatan dan aksi-aksi akan dapat mengimplementasikan sebuah rencana spesifi k atau menjalankan sebuah kebijakan. Kebijakan sendiri mengarah pada ‘mengapa’ atau ‘apa’ prinsip-prinsip dari organisasi (TBM). Kadang kala sebuah kebijakan terhadap TBM sangat dipengaruhi oleh kondisi kebijakan di lingkungannya, baik dari masyarakat, penyelenggara, dinas pendidikan dan departemen pendidikan.

Salah satu kebijakan yang berhubungan dengan pembudayaan kegemaran membaca adalah Undang-Undang no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Berdasarkan Undang-Undang nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan bahwa budaya gemar membaca menjadi tanggung jawab keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, maupun pemerintah.

Sebagai pengelola TBM maka perlu secara jelas memahami bagaimana mengelola TBM secara efektif, dimana kebijakan yang ada harus dijalankan, dan prosedur harus dapat merekleksikan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Kebijakan disini termasuk didalamnya pendanaan, pengelolaan, dukungan untuk pengelola dan faktor-faktor lain yang berhubungan. Hal-hal yang perlu dilakukan pengelola kaitannya dengan prosedur dan kebijakan adalah:

a. Melihat kembali sumber-sumber yang dimiliki dan mendefi nisikannya sesuai kebutuhan dan perkembangan kebijakan yang ada. Apabila TBM

tersebut dibawah suatu organisasi penyelenggara misalnya PKBM maka TBM tersebut harus mengakomodasi kebijakan organisasi penyelenggara.

b. Melihat, memperhatikan dan memperbaharui prosedur-prosedur yang ada dalam rangka kepuasan pelanggan.

Kepuasan pelanggan menjadi kunci utama suksesnya suatu TBM. Karena apabila pelanggan merasa puas maka pelanggan tersebut dipastikan akan datang lagi TBM dan dapat menjadi pengunjung tetap. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan.

“Pelayanannya cukup memuaskan bagi pengunjung, karena jka ada orang bertanya langsung ditanggapi dengan ramah.”

c. Membuat pernyataan visi dari TBM yang sesuai dengan kebijakan yang ada.

Diharapkan ke depan TBM dapat mempunyai visi dan misi sendiri dengan tetap mengakomodasi visi dan misi organisasi penyelenggara.

Yang terpenting bahwa setiap membuat sebuah kebijakan atau prosedur harus selalu mempertimbangkan visi, kebutuhan dan keadaan dari masyarakat dan lembaga penyelenggara. Karena pada prinsipnya TBM harus dapat mencerminkan visi dan misi sebuah lembaga penyelenggara.

Pengembangan prosedur dalam rangka pengelolaan TBM diharapkan sangat sederhana. Seperti yang dikemukakan oleh salah satu informan yang mempunyai wewenang pengambilan kebijakan di lingkungan Dinas Pendidikan di bawah ini.

“Pola penyelenggaraan diharapkan sangat sederhana misalnya manajemen yang sederhana sehingga setiap masyarakat yang membutuhkan dapat langsung mengakses, buku-buku yang disediakan sebaiknya buku-buku yang menceritakan pengalaman yang berhasil terutama pengalaman yang berguna untuk meningkatkan ekonomi.”

2. Manajemen koleksiManajemen koleksi merupakan area kunci dari tanggung jawab pengelola. Koleksi sendiri dapat didefi nisikan sebagai sebuah bahan pustaka atau sejenisnya yang dikumpulkan, dikelola dan diolah dengan kriteria tertentu. Pengelolaan koleksi yang baik akan menentukan sukses tidaknya sebuah TBM. Karena tanpa dikelola dengan baik, maka koleksi akan tetap menjadi kumpulan atau tumpukan buku yang tidak bermakna. Salah satu karakteristik dari sebuah koleksi TBM adalah beragamnya jenis sumber atau bahan pustaka

Page 58: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

112 113Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

tergantung pada kebutuhan masyarakat sekitar TBM, ukuran dan jumlah koleksi, bagaimana cara mengaksesnya dan keterbaruan. Banyak hal sebetulnya yang dapat dilakukan untuk mengelola koleksi, mulai dari pengadaan, pengolahan teknis (seperti inventarisasi, klasifi kasi, pelabelan, penempatan, pemilihan) dan memang tentunya itu membutuhkan perhatian yang serius dari pengelola. Dalam manajemen koleksi sebetulnya jumlah buku suatu hal yang menjadi sangat prinsip, akan tetapi lebih penting bagaimana koleksi itu dapat dimanfaatkan dengan baik atau tidak. Koleksi yang tersedia harus selektif dan sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang menjadi target sasaran, yaitu masyarakat pada umumnya termasuk koleksi untuk anak-anak, remaja dan dewasa baik dalam bentuk fi ksi/hiburan maupun yang sciencetis.

Beberapa hal yang masuk dalam manajemen koleksi diantaranya adalah:a. pemetaan koleksib. seleksi kebijakan dan prosedurc. kegiatan katalogisasid. pemilahane. rencana pengembangan koleksi

Kegiatan manajemen koleksi tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh semua TBM yang ada. Karena untuk melaksanakan kegiatan manajemen koleksi tersebut membutuhkan waktu yang cukup banyak maka pengelola TBM merasa tidak sanggup. Alasan pengelola TBM tidak sanggup karena menjadi pengelola TBM hanya sampingan jadi waktu yang ada kadang habis untuk melayani pengunjung, sedangkan penyelenggara kalau mengharuskan pengelola untuk melaksanakan semua manajemen koleksi merasa sungkan karena tidak honor khusus yang memadai bagi pengelola TBM. Hal tersebut sesuai dengan penyataan seorang informan.

“....tenaga pengelola itu sendiri nyambi semua dan tidak mendapat honor. Jadi mau tidak mau kalo kita akan mengadministrasikan secara profesional tidak nyampai waktunya sementara saya punya pekerjaan yang bayak lah antara formal dan nonformal semua harus saya kerjakan, kemudian kalau saya mau perintah mengadministrasikan sekian banyak dengan cuma-cuma begitu saja ya juga perasaan gitu.”

3. Pendanaan dan PengadaanPendanaan adalah masalah yang sering menjadi ‘momok’ bagi sebagian pengelola TBM dalam mengembangkan TBM. Dana diperlukan dalam rangka pertumbuhan dan pengembangan TBM secara global. Agar TBM

yang ada tetap eksis dan senantiasa tidak ditinggalkan oleh masyarakat penggunanya, maka pemerintah secara concent harus dapat menyuplai dana secara berkesinambungan.

Untuk itu masalah pendanaan ini harus direncanakan sedini mungkin. Melalui sebuah ‘assesment’ terhadap koleksi dan tujuan pengembangan program, sebuah rencana pendanaan dapat dilakukan dan dikeluarkan dalam sebuah dokumen perencanaan bagi TBM. Selanjutnya apabila dana tersebut sudah ada maka tugas dari pengelola TBM untuk merancang dan mengawal penggunaan dana yang ada. Hal itu harus dilakukan sistematis dan sesuai dengan prosedur yang sudah ada. Kegiatan pendanaan ini sangat erat hubungannya dengan sebuah kegiatan pengadaan. Pengadaan di TBM dapat meliputi pengadaan koleksi, fasilitas, ruang, alat maupun lainnya.

Kenyataan di lapangan, pendanaan menjadi faktor penghambat utama dalam penyelenggaraan TBM. TBM yang ada hanya mengantungkan bantuan sosial dari pemerintah yang jumlahnya sangat terbatas, bantuan dari penyelenggara. Karena TBM dalam melayani pengunjung biasanya gratis tanpa dipungut biaya karena yang dilayani merupakan masyarakat yang kurang mampu sehingga tidak ada pemasukan sama sekali bagi TBM. Tetapi ada juga TBM yang memunggut biaya peminjaman buku walaupun sangat sedikit untuk biaya perawatan buku.

4. FasilitasFasilitas TBM menjadi sisi lain yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan TBM. Seringkali yang menjadi masalah TBM adalah masalah ‘ketiadaan’ atau ‘ketidakberdayaan’ fasilitas. Mulai dari ketiadaan tempat, ketiadaan koleksi, ketiadaan saran pendukung, dan sarana prasarana lainnya. Namun yang penting dalam pengelolaan fasilitas harus diperhatikan 3 hal yakni nyaman (comfort), terbuka (welcome), kemudahan bagi pengguna (user-friendly).

Idealnya TBM mempunyai semua fasilitas tersebut, dari tempat yang nyaman dan terbuka untuk semua lapisan masyarakat, koleksi dan sarana pendukung yang ada dapat memudahkan bagi pengunjung untuk mencari dan memanfaatkan koleksi yang ada.

5. Manajemen Sumber Daya ManusiaFaktor lain yang penting dalam pengelolaan TBM adalah masalah sumber daya manusia (SDM) yang mengelolanya. Sering ditemui bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan TBM ‘hanya’ menjadi kerjaan ‘sampingan’

Page 59: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

114 115Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

sehingga tidak dikelola secara baik. Sumber daya manusia atau pengelola TBM tidak harus orang yang ahli di bidang perpustakaan (Pustakawan), masyarakat pada umumnya dapat mengelola TBM. Syarat utama mereka harus dapat mengikuti perkembangan informasi atau ilmu pengetahuan yang ada. Maka dalam hal ini diperlukan sumber daya manusia yang aktif, kreatif serta mampu menerima serta mengolah perkembangan tersebut dengan baik. Untuk mencapai SDM yang optimal dalam menjalankan fungsi dan tugasnya diperlukan wawasan serta gambaran pengelolaan TBM. Untuk itu pemerintah melalui lembaga yang diberi kewenangan senantiasa mengadakan pelatihan-pelatihan di bidang ilmu perpustakaan secara berkala.

SDM atau pengelola TBM merupakan kunci utama dalam kesuksesan sebuah TBM. Inovasi dan ide-ide kreatifnya akan membawa TBM menjadi TBM yang berdayaguna dan juga nyaman digunakan oleh masyarakat. Pengelola harus benar-benar memahami seluk beluk membaca seperti prinsip-prinsip membaca, karakteritik membaca yang baik, kesiapan membaca, cara-cara memotivasi pengunjung agar senang membaca.

Selama ini pengelola TBM yang ada dituntut untuk mau dan mampu mengelola TBM dengan baik tetapi tidak dibarengi dengan penghargaan yang layak bagi mereka. Honor untuk mereka tidak jelas jumlah dan waktu pemberian, kebanyakaan mereka hanya kerja sosial. Oleh karena itu, penyelenggara dalam rangka merekrut pengelola persyaratan utamanya adalah mereka mau bekerja sosial. Karena persyaratan tersebutlah yang menyebabkan penyelenggara biasanya kesulitan untuk merekrut pengelola. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari informan di bawah ini.

“...Teman yang saya ajak yang memiliki jiwa sosial karena memang honornya tidak jelas.....”

“Tidak adanya honor untuk pengelola.”

6. PerencanaanPerencanaan merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah manajemen TBM. Untuk itu mulailah selalu dengan perencanaan dalam pengelolaan TBM. Perencanaan akan menentukan sejauh mana TBM dapat berjalan baik. TBM yang ada di Kabupaten Semarang hampir sebagian besar tidak melakukan perencanaan dengan baik, hal tersebut terbukti dengan tidak semua TBM mempunyai program kerja. Mereka hanya melakukan kegiatan rutin melayani pengunjung yang datang dan melayani peminjaman.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan TBMAdapun beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap pemanfaatan TBM adalah:

1. Minat masyarakatFaktor minat masyarakat sangat menentukan terhadap pemanfaatan TBM. Dengan adanya minat masyarakat terutama dalam hal membaca buku-buku yang tersedia di TBM maka dengan sendirinya TBM tersebut turut membantu kebutuhan masyarakat akan informasi. Karena bagaimanapun lengkap dan baik sarana dan fasilitas yang ada pada TBM tidak akan bermanfaat sebagaimana yang diinginkan kalau tidak ada minat masyarakat untuk memanfaatkannya terutama minat baca masyarakat terhadap buku-buku TBM.

TBM dapat menumbuhkan minat baca masayarakat dengan menjadikan TBM bersifat aktif dan kondusif. TBM dapat mengadakan kelompok baca, bedah buku, story telling, berbagai macam perlombaan misal: membuat cerpen, membuat dan baca puisi, bedah buku. Untuk merangsang masyarakat agar rajin berkunjung ke TBM dan meminjam buku, TBM dapat memberikan hadiah atau penghargaan kepada pengunjung/anggota TBM yang paling rajin datang dan meminjam buku yang diadakan secara berkala. Misalnya tiap semester atau tiap tahun.

Kegiatan yang sudah dilakukan oleh penyelenggara dan pengelola TBM di Kabupaten Semarang dalam memotivasi minat baca masyarakat antara lain mengadakan lomba-lomba, membentuk kelompok membaca warga belajar, memberikan layanan APE bagi anak-anak, menyediakan buku cerita anak bagi anak didik PAUD, mengadakan sosialisasi, mendorong warga belajar program kesetaraan untuk datang ke TBM melalui tugas-tugas yang diberikan.

2. Tenaga pengelolaFaktor ini sangat memegang peranan yang sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah TBM. Oleh karena itu untuk membuat TBM bermanfaat sesuai dengan tugas, fungsi dan tujuannya, maka para pengelola, penyelenggara bisa menyadari akan kepentingan dan kedudukan TBM bagi masyarakat, memahami keperluan masyarakat dan kemudian menguasai liku-liku kegiatan dan teknik pekerjaan perpustakaan itu sendiri.

Pada umumnya di TBM yang menjadi obyek penelitian ini, pengelola TBM diserahkan kepada salah satu tutor yang diberi tanggung jawab mengelola TBM disamping tugas mengajarnya yang utama. Walaupun hanya tugas sampingan, tetapi pengelola TBM tersebut perlu memenuhi persyaratan

Page 60: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

116 117Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

tertentu misalnya menguasai ilmu mengelola TBM, mampu menyebarluaskan misi da pencapaian tugas TBM serta membina dan meningkatkan minat baca masyarakat. Dengan adanya kecakapan dan pengetahuan serta moral para pengelola TBM, maka dengan sendirinya pengelolaan TBM juga akan baik sesuai dengan haparan.

3. Koleksi TBMKeadaan koleksi TBM sebenarnya erat kaitannya dengan maksud didirikannya TBM itu sendiri. Maka dalam pengadaan bahan koleksi harus mempertimbangkan apa maksud didirikannya.

TBM yang berada di Kabupaten Semarang ini, koleksi yang dimiliki masih sangat terbatas, mereka paling banyak mempunyai buku-buku Paket untuk program kesetaraan, jumlah buku-buku yang menarik masyarakat misalnya buku tentang keterampilan, buku-buku hiburan (fi ksi) sangat kurang.

4. Gedung dan fasilitas TBMMengenai keadaan gedung TBM ini yang harus diperhatikan adalah letak, jumlah ruangan dan tata ruangnya. Letak TBM diharapkan strategis sehingga mudah diakses oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Keadaan bangunan diharapkan mampu menahan berat perabotan dan isinya, tahan api dan tahan bakar, cukup banyak celah untuk memungkinkan memberi penerangan secara alamiah dan tanpa banyak tiang serta penyekat.

Selain gedung, fasilitas TBM merupakan hal yang penting, yang dimaksudkan adalah segala perkakas yang digunakan dalam penyelenggaraan TBM selain buku-buku dan bahan pustaka. Perlengkapan atau fasilitas ini meliputi rak buku, rak surat kabar, rak majalah, meja sirkulasi, lemari/kabinet katalog, papan display, papan pengumuman, meja baca dan perlengkapan lainnya yang digunakan secara tidak langsung.

Selain kelengkapan fasilitas TBM tersebut, yang perlu diperhatikan adalah penataan ruangan TBM sehingga memberikan kelancaran bagi pengelola dalam menyelenggarakan TBM, juga pengunjung pada umumnya.

Sudah saatnya kondisi TBM yang ada diperbaiki. Perbaikan ini akan memotivasi masyarakat untuk berkunjung dan membaca koleksi TBM. Perbaikan yang dapat dilakukan antara lain, Pertama, koleksi TBM terus ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sudah saatnya TBM tidak hanya berisi buku-buku Paket B dan C, koleksi TBM juga dapat berupa buku-buku bacaan yang mampu menarik minat masyarakat untuk membacanya. Selain itu TBM dapat juga

melengkapi koleksinya dengan koleksi audiovisual sehingga tidak memberikan kesan layanan yang monoton.

Kedua, sarana atau perabotan TBM perlu dilengkapi, TBM dapat dilengkapi dengan komputer multimedia dengan layanan internet. Perabotan TBM perlu didesain dan disusun dengan baik sehingga dapat memberikan kesan nyaman bagi pengunjung. Ketiga, masalah SDM TBM juga perlu mendapatkan perhatian. Pengelola perlu mendapatkan pelatihan teknis yang berhubungan dengan ilmu perpustakaan agar dapat mengelola dan mengembangkan TBM berdasarkan kaidah ilmu perpustakaan.

Keempat, sebenarnya masalah keterbatasan koleksi, sarana TBM serta minimnya SDM TBM disebabkan karena keterbatasan dana. Keterbatasan dana menyebabkan TBM tidak mampu membeli buku, melengkapi sarana TBM serta membayar tenaga profesional untuk mengelola TBM. Pemerintah perlu memberikan perhatian bagi pengembangan TBM. Perhatian itu dapat diwujudkan dalam bentuk pemberian dana bantuan pengembangan TBM, kebijakan yang merangsang perkembangan TBM serta penghargaan kepada mereka yang berjasa dalam mengembangkan TBM. TBM juga dapat menyusun proposal pengembangan TBM dan mengajukan ke perusahaan, instansi atau individu yang memiliki perhatian di bidang pendidikan, minat baca dan TBM.

Kelima, peningkatan promosi penggunaan TBM sehingga masyarakat tahu dan mau memanfaatkan jasa layanan TBM yang ada. Masyarakat kurang tahu tentang kegunaan TBM, begitu juga dengan bahan pustakanya. Masyarakat membutuhkan dorongan dan ajakan untuk berkunjung ke TBM. Promosi yang kurang diketahui dari pemahaman beberapa masyarakat terhadap TBM yang belum sesuai.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut. Taman Bacaan Masyarakat adalah lembaga yang menyediakan berbagai jenis bahan belajar yang dibutuhkan masyarakat. Untuk pemahaman konsep tidak semua penyelenggara dan pengelola TBM di Kabupaten Semarang ini paham betul konsep dan tujuan mendirikan TBM. Mereka cenderung menjadikan TBM sebagai program pelengkap saja di lembaga penyelenggara misalnya PKBM. TBM yang ada beranekaragam keberadaannya, tergantung daerah setempat dan kondisi dana

Page 61: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

118 119Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

yang ada.Komponen-komponen penyelenggaraan TBM terutama terdiri dari pola penyelenggaraan, sistem evaluasi, pengelola, dukungan, jaringan kerja sama, motivasi, pembiayaan, koleksi bahan bacaan. Semua komponen tersebut kondisinya berbeda-beda tergantung dari lembaga penyelenggara masing-masing. Dalam pelaksanaannya TBM yang ada mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kekurangan dan terutama kritik yang banyak dilontarkan lebih berkaitan dengan keseriusan penyelenggara dalam menyelenggarakan dan mengelola TBM agar lebih profesional. Profesionalisme tersebut berkaitan dengan pengelola TBM dalam mengelola dan beranekaragamnya bahan bacaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kelebihan TBM yang ada terutama bagi TBM yang berlokasi jauh dari perkotaan memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan bahan bacaan.

RekomendasiRekomendasi yang dapat diberikan antara lain, Penyelenggara dan pengelola melakukan kegiatan identifi kasi kebutuhan bahan bacaan masyarakat sehingga bahan bacaan yang ada benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena sesuai dengan kebutuhannya; Pengelola TBM meningkatkan kemampuan keterampilan dalam mengelola TBM dan memotivasi minat baca masyarakat. Untuk itu pemerintah perlu memfasilitasi kegiatan peningkatan kompetensi pengelola TBM misalnya melalui pendidikan dan pelatihan, orientasi teknis maupun pembinaan secara berkala; TBM melakukan kegiatan promosi yang lebih efektif kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

David, Mariem. 1984. Woman, Family and Education. Nicols Publishing, New York

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Naskah Akademik Pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Nonformal, Jakarta

edukasi.kompas.com/read/2016/08/.../minat.baca.indonesia, 6 Agustus 2016Hakim, Heri Abi Burachman. 2009. Perpustakaan Sekolah Sarana Peningkatan

Minat Baca. www.heri_abi.staff .ugm.ac.id

Harris, A, and Sipay, E. 1980. How to Increase Reading Ability. Longman Inc, New York

Juel, C. 1988. Learning to Read and Write: A Longitudinal Study of 54 Children from First through Fourth Grade. Journal of Educational Psychology, 80 (4), 437 – 447

Lilawati. 1988. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua, Stimulasi Membaca dari Orang Tua dan Inteligensi dengan Minat Membaca pada Anak Kelas V Sekolah Dasar. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Miles, M.B & Huberman, A.M.1984. Qualitativ Data Analisis. Sage Publication Inc, Berverly Hill

Moleong, L.J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Mulyani, A.N. 1981. Pembinaan Minat Baca dan Promosi Perpustakaan. Berita Perpustakaan Sekolah, I, 24 – 29

Sumadi. 1987. Hubungan Minat Baca dan Bakat Bahasa dengan Prestasi Membaca Pemahaman Siswa SMA Kodya Malang. Thesis. S2 PPs IKIP Malang, Malang

Suryabrata, Sumadi. 1989. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi. Andi Off -set, Yogyakarta

Tingkers, Miles A. 1975. Teaching Reading in the Elementary School. Prentice-Hall. Inc, New Jersey

Page 62: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

120 121Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

ARTIKEL

Perluasan Akses Layanan TBM melalui Teras Bacadalam rangka MenumbuhkanMinat Baca MasyarakatPurwanto, S.Pd. dan Nunung Nurazizah, M.Pd.

(Pamong Belajar Pertama, BP-PAUD dan Dikmas Kalimantan Selatan)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi karena rendahnya minat baca yang ada dimasyarakat terutama masyarakat yang ada di pedesaan, hal ini dipengaruhi beberapa aspek diantaranya kesadaran/motivasi, keterbatasan jumlah taman bacaan dimasyarakat, jarak TBM dengan sasaran yang berjauhan, suasana/lingkungan membaca yang tidak menarik, materi buku yang sulit dimengerti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan layanan Taman Bacaan Masyarakat yang dikelola oleh satuan pendidikan dalam rangka untuk melayani masyarakat dalam meningkatkan minat baca. Metode penelitian yang digunakan dalan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data mengunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Adapun hasil penelitian terhadap layanan dan pengelolaan taman bacaan masyarakat masih sangat minim, penyediaan buku atau bahan bacaan yang masih kurang, dan cenderung buku yang ada adalah buku pelajaran bantuan dari pemerintah daerah, sarana lembaga yang belum memadahi dan pengelolaan administrasi yang belum terkelola dengan baik. Dari perbagai masalah tersebut, peneliti mencoba membuat sebuah program layanan melalui teras baca untuk mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi melalui bahan bacaan.

Kata Kunci: Taman Bacaan Masyarakat, Perluasan akses layanan, Teras Baca

A. Pendahuluan Program pengembangan budaya baca merupakan salah satu program pendidikan

yang bertujuan untuk mendorong tumbuhnya minat baca dan berkembangnya budaya baca masyarakat. Program ini selain dilaksanakan di jalur pendidikan formal juga di jalur pendidikan nonformal. Program pengembangan budaya baca melalui jalur pendidikan nonformal dilakukan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Sasaran program pengembangan budaya baca adalah warga belajar pendidikan nonformal, khususnya pendidikan keaksaraan dan masyarakat umum yang ada disekitar TBM.

Taman Bacaan masyarakat adalah sebuah tempat/wadah yang didirikan dan dikelola baik oleh masyarakat maupun pemerintah yang berfungsi sebagai sumber belajar untuk memberikan akses layanan bahan bacaan yang sesuai dan berguna bagi masyarakat sekitar. TBM juga mengadakan berbagai kegiatan untuk mendorong tumbuhnya minat baca untuk peningkatan wawasan, pengetahuan dan keterampilan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Fakta tentang budaya baca di Indonesia terendah dari 52 negara asia Timur (data OECD) yang dapat dilihat dari survey membaca di 39 negara, Indonesia menempati posisi 38 demikian pula dapat terlihat dari rasio pembaca surat kabar dengan jumlah penduduk ( data 1999) diantara negara sekitar yaitu; Indonesia 1:43 , Malaysia 1:8 dan Singapura 1:2. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%).

Rendahnya minat baca ini dipengaruhi beberapa aspek diantaranya kesadaran/motivasi, keterampilan membaca, suasana/lingkungan membaca yang tidak menarik, materi buku yang sulit dimengerti, rasa ingin tahunya tidak terpenuhi, tidak memposisikan membaca sebagai sebuah kewajiban dan ada hal lain yang lebih menarik. Masyarakat lebih senang mencari hiburan pada acara TV atau tempat hiburan lainnya dibanding membaca buku di TBM. Rendahnya minat baca terutama karena kurangnya kesadaran publik akan arti penting membaca bagi peningkatan kemampuan dan kesejahteraan diri.

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca yaitu masih minimnya koleksi buku-buku di perpustakaan dan terbatasnya jumlah perpustakaan yang memadai yaitu baru sekitar 20% dari 66.000 desa/ kelurahan yang memiliki perpustakaan (Kompas 25-7-2002). Data dari Deputi Pengembangan perpustakaan

Page 63: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

122 123Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

Nasional RI (PNRI) dari sekitar 300.000 SD hingga SLTA, baru 5% yang memiliki perpustakaan. Sedangkan menurut Chika (2011) jumlah perpustakaan tidak sepadan dengan jumlah penduduk di Indonesia. Sebagai contoh tidak semua kota/kabupaten di Indonesia memiliki perpustakaan dari sekitar 450 kabupaten/kota se-Indonesia sedangkan saat ini baru ada 261 perpustakaan, ini berarti masih banyak kabupaten/kota yang belum memiliki perpustakaan.

Jumlah TBM diseluruh Indonesia yang berpotensi mengembangkan program literasi lokal dari komunitas lokal tercatat 6.179 lembaga TBM Reguler, 125 lembaga TBM Mobile dan 43 lembaga TBM @ Mall (Sumber: Pendataan On-line Ditjen PAUDNI, 20 Februari 2012). Sedangkan jumlah TBM yang tercatat di Forum TBM wilayah Kalimantan Selatan berjumlah 90 TBM yang tersebar di 13 kabupaten/kota yang berarti pada setiap kabupaten/kota jumlah.TBM-nya dibawah 10 TBM.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan budaya baca diantaranya adalah Mobil Pintar dan Rumah Pintar yang dimotori oleh Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), Program TBM @Mall dan Program TBM Ruang Publik oleh Ditbindikmas. Disamping itu perlu adanya beberapa strategi untuk menumbuhkan minat baca diantaranya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi minat baca dengan mempermudah keterjangkauan bahan bacaan bagi masyarakat, menyediakan buku yang dikemas menarik/bergambar, dan melaksanakan pelayanan literasi yang kreatif inovatif.

Dari kondisi jumlah TBM di atas dan masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia maka agar lebih memudahkan masyarakat untuk dapat memperoleh bacaan dan semakin menumbuhkan dan meningkatkan minat baca dan budaya baca perlu dibentuk Teras Baca oleh TBM. TBM sebagai induk membentuk Teras Baca pada setiap RW/RT disekitar tempat TBM berada dengan melakukan sirkulasi buku secara berkala dan juga didukung dengan kegiatan literasi yang menunjang minat baca. Sehingga diharapkan keberadaan Teras Baca dapat menyediakan layanan baca dengan mudah dan meningkatkan budaya baca pada masyarakat disekitarnya.

B. Kajian Pustaka1. Taman Bacaan Masyarakat ( TBM)

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) adalah sebuah tempat atau wadah yang didirikan dan dikelola baik masyarakat maupun pemerintah yang berfungsi sebagai sumber belajar untuk memberikan akses layanan bahan bacaan yang sesuai dan berguna bagi masyarakat sekitar. TBM sebagai sarana pendidikan bertujuan untuk menumbuhkembangkan minat/kegemaran

membaca guna mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Untuk itu perlu perluasan akses TBM dan penguatan kelembagaannya, sehingga dapat memberikan layanan yang lebih luas dan berkualitas. TBM juga mengadakan berbagai kegiatan untuk mendorong tumbuhnya minat baca untuk peningkatan wawasan, pengetahuan dan keterampilan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. (Juknis Pengelolaan TBM Direktorat Pendidikan Masyarakat: 2012 ).

TBM diprioritaskan untuk kelompok masyarakat di pedesaan atau daerah tertinggal yang ditandai dengan antara lain tidak adanya fasilitas perpustakaan atau sarana untuk membaca. TBM dapat didirikan di sekitar tempat tinggal penduduk, disentra layanan publik seperti kantor-kantor pelayanan, di tempat menunggu dan lain sebagainya. TBM dapat diselenggarakan atas prakarsa individu ataupun lembaga sosial kemasyarakatan ataupun pemerintah.

2. Teras BacaAdalah tempat baca yang menyediakan fasilitas buku bacaan, alat dan bahan elektronik pendukung yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat yang dibentuk dan dikelola oleh TBM yang ada di daerah itu. TBM membentuk minimal lima Teras Baca yang berada di Desa, RT/RW di wilayah TBM berada. Teras baca memiliki empat jenis yaitu;

* Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material). * Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material) dan bahan non-cetak

(non printed material) seperti kaset, DVD, VCD, dan sebagainya.* Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material), dan kegiatan

pembelajaran.* Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material), bahan non-cetak (non

printed material) seperti kaset, DVD, VCD, dan kegiatan pembelajaran.

TBM melakukan sirkulasi buku bacaan, non buku bacaan dan alat elektronik pendukung secara berkala. Teras Baca juga melaksanakan kegiatan literasi dan pembelajaran untuk meningkatkan minat baca masyarakat.

3. Program Taman Bacaan Masyarakat melalui Teras BacaJadi program Taman Bacaan Masyarakat melalui Teras Baca adalah bentuk perluasan akses layanan Taman Bacaan Masyarakat kepada masyarakat dengan memberi kemudahan masyarakat untuk mengakses bahan bacaan yang dibutuhkan, juga memberikan layanan kegiatan literasi dan pembelajaran yang kreatif dan inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat

Page 64: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

124 125Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

setempat. Teras Baca memberi kemudahan bagi masyarakat untuk dapat menjangkau tempat baca dan mendorong minat baca karena jauhnya jarak antara TBM dengan tempat tinggal masyarakat dan masih terbatasnya jumlah TBM di desa-desa di Kalimantan Selatan khususnya.

Diharapkan dengan dibentuknya Teras Baca oleh TBM di tiap-tiap desa, Rw/Rt di wilayah Taman Bacaan Masyarakat berada dapat menjadi solusi untuk menambah jumlah fasilitas pendukung untuk meningkatkan layanan Taman Bacaan Masyarakat yang memungkinkan masyarakat memperoleh akses informasi secara cepat, tepat, mudah dan murah. Dengan adanya Teras Baca diharapkan dapat berperan penting untuk mendukung pendidikan seumur hidup (long life education) menuju masyarakat unggul, kaya informasi, cerdas, kritis dan inovatif.

C. Metode Penelitian1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif seperti yang dikemukakan Moleong (2007:6) bahwa: Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain dengan cara depenelitian dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam bentuk konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai bentuk alamiah.

2. Jenis PenelitianPenelitian ini diarahkan untuk mengungkap perluasaan akses layanan lembaga dalam menyelenggarakan program taman bacaan masyarakat dalam rangka meningkatakn minat baca masyarakat. Pengkajiannya dilakukan secara mendalam dan rinci terhadap latar, subyek, dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan guna memperoleh suatu penelitian yang jelas terhadap kegiatan layanan taman bacaan masyarakat guna meningkatkan minat baca masyarakat.

Kehadiran peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai instrumen kunci (utama) selama pengumpulan data. Kehadiran peneliti dilapangan mutlak diperlukan, mengingat sumber data penelitian ini berwujud fenomena suatu kegiatan yang memerlukan informasi verbal dan dokumentasi sehingga mengharuskan keikutsertaan dalam waktu yang cukup lama.

3. Lokasi PenelitianDalam penelitian kali ini penulis mengambil obyek penelitian di TBM Bunga binaan PKBM Hj. Mufl ikhah Desa Peluruhan Bawah, Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar. Adapun dasar yang menjadi pertimbangan peneliti memilih PKBM Hj. Mufl ikah adalah karena kultur dan budaya masyarakat di daerah tersebut mendukung kegiatan perluasan akses layanaan melalui teras baca.

4. Sumber dataSumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagai dalam dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yang diamati, dicatat untuk pertama kalinya. Sedangkan data sekunder adalah data yang diusahakan sendiri oleh peneliti seperti arsip, dokumen, dan lain-lain. Sumber data penelitian ini dapat dikategorikan menjadi beberapa hal yaitu:

a. Jenis DataData adalah segala keterangan atau informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data dalam penlitian ini adalah sebagai informasi atau keterangan yang mendukung suatu penelitian sehinga hasil yang diperoleh dapat dipertangungjawabkan.

b. Sumber dataJumlah informan tidak dibatasi artinya dalam penelitian ini akan dianggap cukup, apabila peneliti telah merasa puas dan data yang dikumpulkan telah mampu untuk menjawab permasalahan penelitian.

5. Prosedur Pengumpulan DataAdapun teknis pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi;a. Observasi

Dalam observasi ini peneliti tidak hanya mencatat suatu kejadian atau peristiwa, tetapi segala sesuaitu yang atau sebanyak mungkin hal-hal yang berkaitan dengan konteks permasalahan yang diteliti. Pelaksanaan observasi ini membutuhkan peneliti yang cermat agar semua yang terlihat dan didengar dapat dilihat dan direkam serinci dan selengkap mungkin.

b. WawancaraWawancara yang dilakukan untuk memperoleh makna yang rasional, maka observasi perlu dikuatkan dengan wawancara. Wawancara merupakan teknis pegumpulan data dengan melakukan dialog langsung

Page 65: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

126 127Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

dengan sumber data, dan dilakukan secara tak struktur dimana respondem mendapatkan kebebasan dari kesempatan untuk mengeluarkan pikiran, pandangan, dan perasaan secara natural. Dalam proses wawancara ini didokumentasikan dalam bentuk catatan tertulis dan audio visual, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kebernilaian dari data yang diperoleh.

c. DokumentasiMetode dokumen adalah suatu catatan-cataan atau laporan-laporan tentang kejaduan lampau atau peraturan, instruksi-instruksi dan undang-undang dilembaga. Data yang diperoleh dengan metode ini sangat berguna untuk melengkapi data hasil observasi dan wawancara. Data dokumen ini berguna sebagai bukti dan dapat digunakan untuk mengecek keabsahan atau keseuaian data.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Profi l TBM “Bunga”

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) “ Bunga “ merupakan salah satu program dari PKBM Hj. Mufl ihah. TBM “ Bunga “ berada di Dusun Peluruan Bawah RT. 01 Desa Mangkauk Kecamatan Pengaron Kabupaten Banjar, yang merupakan daerah pegunungan yang terletak di pedesaan. Dusun Peluruan Bawah masyarakatnya merupakan masyarakat yang relegius, yang 100% beragama Islam. Meskipun terletak di daerah pegunungan tetapi keinginan masyarakat tersebut yang ingin maju besar sekali. Oleh sebab itu keberadaan PKBM Hj. Mufl ihah dan khususnya TBM “Bunga “ sangat diharapkan dan dinantikan oleh masyarakat setempat. Karena mereka menyadari bahwa membaca adalah merupakan salah satu cara untuk maju, mandiri dan berdikari.

Selama ini mereka bingung untuk mencari sumber bacaan, mau ke kota jauh, sehingga informasi-informasi tentang ilmu pengetahuan baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat, hanya berasal dari mulut ke mulut atau daru seorang ulama (KH. Yahya Thohir) yang merupakan tokoh agama dan tokoh masyarakat di daerah tersebut. Beliau mengajarkan tidak hanya tentang keagamaan saja tetapi juga, bagaimana cara hidup yang baik dan sejahtera di dunia ini sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. Artinya ilmu dunia dapat membawa seseorang masuk ke dalam surga, tergantung dari tujuannya.

Mata pencaharian masyarakat Dusun Peluruan Bawah adalah bertani dan beternak. Oleh sebab itu informasi tentang dunia pertanian dan peternakan sangat diperlukan, tentang bagaimana cara pembudayaan berbagai hasil pertanian

(sayur-sayuran, karet, buah-buahan) dan ternak sapi yang baik (memilih jenis sapi yang unggul). Sedangkan untuk ibu-ibu sebagai mana ibu-ibu yang ada di perkotaan juga tidak kalah ingin membuat masakan atau jajanan yang bersala dari komoditi lokal, sehingga dapat dikembangkan menjadi Kelompok Usaha Bersama (KBU) di bawah naungan PKBM Hj. Mufl ihah.

2. Karakteristik TBM “Bunga”TBM “ Bunga “ terletak di komplek Yayasan Hj. Mufl ihah di bawah naungan PKBM Hj. Mufl ihah. TBM “ Bunga “ berada disamping Langgar Miftakhussibyan, dengan ukuran ruangan 10 m x 2,5 m, sehingga bentuknya memanjang. Karena ukurannya yang terlalu besar, maka untuk kegiatan membaca dan lomba-lomba yang berhubungan dengan agenda dari TBM itu sendiri (misal lomba pidato menceritakan isi sebuah bacaan, mendongeng dari kisah Nabi, atau tokoh-tokoh) diadakan di Langgar Miftakhussibyan dengan cara lesehan, karena antara TBM “Bunga“ dengan Langgar Miftakhussibyan ada pintu penghubung. Oleh sebab itu TBM “ Bunga” tidak mempunyai meja dan kursi baca karena ruangannya tidak cukup. Ruangan di TBM “Bunga“ hanya untuk mengisi rak buku, meja pengelola dan rak koran.

3. Hakekat dan layanan TBMLayanan merupakan semua jenis kegiatan yang dilaksanakan dengan melakukan hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan pemakai jasa TBM ”Bunga” yaitu ibu-ibu wali murid PAUD Miftakhussibyan pada khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya.

Sebagai usaha di bidang jasa, TBM ” Bunga ” perlu memberikan layanan kepada pengunjung secara cepat dan tepat. Cepat artinya layanan yang diberikan kepada masyarakat dalam mencari bahan yang diperlukan dapat ditemukan dalam waktu yang singkat, sedangkan tepat, maksudnya dapat memenuhi kebutuhan pengunjung TBM, seperti yang dikehendaki oleh mereka. Sehingga fungsi TBM ”Bunga” sebagai pusat edukasi, pusat informasi, pusat rekreasi, dan pusat referensi dapat terwujudkan, sebab di TBM ” Bunga” yang terlertak di pedesaan hal ini sangat diperlukan.

4. Waktu dan Tempat Layanana. Waktu layanan

Waktu Pelayanan dibagi menjadi 2 yaitu :

• Pagi hari (08.00 – 12.30) untuk wali murid PAUD, dan murid SD I Miftakhussibyan yang masih berada satu komplek dengan TBM

Page 66: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

128 129Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

• Sore hari (14.00 – 16.30) untuk masyarakat umum dan warga belajar Paket, Taman Pendidikan Al-Quran dan Madasah Ibtidaiyah.

b. Tempat layanan

Tempat layanan di TBM “Bunga”, yang menyatu dengan langgar Miftakkhussibyan, sehingga kegiatan membaca dan berbagai lomba (pidato, bercerita dilaksanakan di langgar ini)

5. Layanan yang ada di TBM “Bunga” a. Layanan Sirkulasi

Yaitu anggota TBM boleh meminjam buku/koran/tabloid untuk dibawa pulang sesuai dengan ketentuan yang ada.

b. Layanan Membaca

Layanan ini diberikan untuk masyarakat yang ingin membaca saja tanpa meminjam di dalam langgar Miftakhussibyan, dengan lesehan atau duduk saja.

c. Layanan Pembacaan Cerita (story telling)

6. Inovasi LayananDalam pengelolaan TBM “Bunga“ dilakukan beberapa inovasi untuk memotivasi minat baca /pentingnya membaca kepada masyarakat dengan cara:a. Mengadakan sosialisasi TBM “Bunga” kepada masyarakat sekitarnya

khususnya kepada wali murid PAUD ( program Parenting )

b. Menyediakan bahan bacaan yang diperlukan oleh masyarakat sesuai dengan karakteristik daerah pedesaan dan pegunungan sehingga dapat menyediakan bahan bacaan yang variatif dan sesuai kondisi masyarakat.

c. Menjalin kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten dan TBM Tegal Arum Kota Banjarbaru yang dapat menambah koleksi buku bacaan yang ada di TBM.

d. Mengadakan berbagai lomba :

1) Lomba mendongeng bagi pendidik PAUD

2) Lomba pidato untuk menceritakan isi bacaan kembali bagi anak-anak sekitar PKBM Hj. Mufl ihah( anak-anak TPA )

3) Kegiatan lomba menggambar dan mewarnai bagi anak PAUD Miftakhussibyan

4) Mengadakan lomba memasak bagi ibu-ibu wali murid PAUD (program parenting ), pada program pemberian makanan tambahan.

PEMBAHASANDalam rangka untuk meningkatkan minat baca yang ada di Taman Bacaan Bunga, yang merupakan binaan dari PKBM Hj. Mufl ikhah maka perlu ada solusi untuk pengembangan pengelolaan kelembagaannya. Hal ini tentunya dalam upaya untuk meningkatkan minat masyarakat untuk datang dan membaca di lembaga tersebut.

1. Bentuk PengelolaanBentuk pengelolaan meliputi kegiatan yang secara garis besar sebagai berikut;a. Perencanaan

1) Persiapan sarana dan prasarana Teras Baca.2) Pengadaan bahan bacaan,bahan dan elektronik pendukung.3) Peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM.4) Pembentukan Teras Baca pada desa, RW/RT disekitar TBM berada.5) Petugas/Tenaga pengelola Teras Baca.6) Kemitraan

b. Pelaksanaan1) Sosialisasi/pengkondisian Teras Baca pada masyarakat.2) Peran aktif organisasi masyarakat seperti: PKK, Karang Taruna,

Posyandu, Majelis Taklim, TPA, Paguyuban Petani, dan pendayagunaan potensi lokal lainnya.

3) Pengelolaan/Pelayanan Teras Baca yang terdiri dari 4 jenis ;a) Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material). b) Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material) dan kegiatan

pembelajaran/literasi.c) Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material) dan bahan

non-cetak (non printed material) seperti kaset, DVD, VCD, dan sebagainya.

d) Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material), bahan non-cetak (non printed material) seperti kaset, DVD, VCD, dan kegiatan pembelajaran.

4) Kegiatan/program pendukung literasi.5) Peran masyarakat sebagai subyek pembelajar yang aktif dan responsif.

c. Evaluasi, yang dievaluasi adalah ;1) Sirkulasi bahan bacaan,bahan dan alat elektronik.2) Pelaksanaan kegiatan literasi.3) Kompetensi petugas/pengelola.

Page 67: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

130 131Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

4) Pengembangan Jaringan Teras Baca.5) Kemitraan.6) Masyarakat sasaran peningkatan budaya baca.

d. Monitoring/pemantauan terhadap proses pelaksanaan Teras Baca yang dikelola oleh TBM apakah telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. KemitraanMitra atau rekan kerja dalam pembentukan Teras Baca adalah organisasi/lembaga, kelompok, perorangan yang menjalin kerja sama dengan TBM dalam membentuk Teras Baca. Kerjasama dapat menghasilkan keuntungan (profi t) atau (non profi t). Dengan adanya kerjasama/kemitraan diharapkan dapat tercipta pengembangan jaringan pada TBM melalui Teras Baca, sehinga dapat memperluas dan mempermudah layanan baca pada masyarakat.

3. Operasional LayananLayanan BukuBentuk layanan TBM melalui Teras Baca meliputi kegiatan sebagai berikut;a. Masyarakat yang telah menjadi anggota TBM dapat meminjam buku

untuk dibawa pulang dimana Teras Baca dibentuk.b. Masyarakat yang bukan anggota TBM hanya berhak meminjam dan membaca

di tempat, baik di Teras Baca atau di TBM sebagai induk Teras Bacac. Waktu layanan disesuaikan dengan waktu luang masyarakat.d. Persyaratan peminjaman (kartu anggota, jaminan kerusakan).e. Layanan Buku dan Non Buku.f. Teras Baca selain memberikan layanan peminjaman buku juga memberikan

layanan baca melalui materi pembelajaran secara elektronik berupa CD . VCD, Film.

g. Teras Baca memberikan layanan baca melalui internet.h. Layanan kegiatan pembelajaran.i. Bimbingan belajar.j. Belajar keterampilan.

4. Petugas Layanan BacaPetugas adalah orang yang bertugas memberi layanan langsung pada pengunjung. Petugas tersebar di TBM induk dan di Teras Baca bentukan TBM. Tiap Teras Baca ada satu petugas yang bertanggung jawab.

Tugas seorang petugas TBM adalah ; melayani pengunjung dengan sikap ramah dan menarik, memiliki pengetahuan tentang bahan bacaan/TBM, jujur, disiplin dan bertanggung jawab.

5. AdministrasiAdministrasi di Teras Baca meliputi;a. Kartu anggota.b. Buku peminjaman.c. Buku tamu. d. Buku sirkulasi (untuk Teras Baca).e. Nomor handphone

6. Sarana Prasaranaa. Meliputi buku bacaan dan rak buku yang ditaruh pada Teras Baca

bentukan TBM.b. Sarana pendukung berupa peralatan elektronik (TV dan VCD) dan CD

pembelajaran.c. Internet/Wifi .d. Kotak saran/permintaan buku.e. Papan Informasi.

7. Bahan atau Sumber BacaanBahan bacaan dapat berupa fi sik buku, CD pembelajaran dan bahan bacaan melalui akses internet yang ada di TBM harus memenuhi unsur-unsur; edukatif, informatif, kultural, dan rekreatif. Bahan bacaan hendaknya memiliki sifat; menarik, memenuhi kebutuhan pengunjung, up to date, bervariasi.

8. Kegiatan Literasi PendukungBentuk kegiatan literasi kreatif diantaranya;a. Lomba kreasi remaja dan anak diantaranya baca puisi, melukis,

mendongeng dsb;b. Keterampilan bagi ibu-ibu;c. Keterampilan bagi anak-anak dan remaja;d. Pentas hiburan dan parade seni daerah.

9. Usaha Produktifa. Warung kelontong.b. Warung makanan dan minuman.

10. Monitoring, Evaluasi dan PendampinganKegiatan Monitoring, evaluasi dan pendampingan adalah usaha yang dilakukan oleh pihak di luar TBM untuk mendukung, mengontrol dan memberi bimbingan teknis untuk menjamin mutu dan meningkatkan fungsi dan pelayanan TBM melalui Teras Baca. Kegiatan monitoring, evaluasi dan pendampingan hendaknya dilaksanakan secara terprogram dan dilakukan oleh pihak yang berkompeten dibidangnya.

Page 68: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

132 133Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

11. Pendanaan TBMTBM melalui Teras Baca dapat didanai oleh berbagai pihak. Besaran dana disesuaikan dengan kondisi besarnya TBM dan jumlah Teras Baca yang dibentuk. Prosentase penggunaan anggaran dapat berupa kesepakatan bersama antara penyandang dana dengan Penyelenggara/pengelola TBM.

Pemerolehan dana dapat melalui penggalian dana dari masyarakat;a. Donatur dari masyarakat;b. Warung amal;c. Kegiatan usaha yang menghasilkan keuntungan.

Rincian Dana untuk membentuk Teras Baca berdasarkan jenisnya;

1. Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material).

NO RINCIAN VOLUME JUMLAH/RP1 Rak Buku 1 bh 300.0002 Transport rolling buku 2 x 30.0003 Bollpoin 2 bh 50004 Tikar/Karpet 1 bh 100.0005 Transport petugas 1 bln 100.0006 Bahan bacaan 50 judul 500.000

JUMLAH - 1.035.0002. Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material) dan kegiatan

pembelajaran/literasi.

NO RINCIAN VOLUME JUMLAH/RP1 Rak Buku 1 bh 300.0002 Transport rolling buku 2 x 30.0003 Bollpoin 2 bh 50004 Tikar/Karpet 1 bh 100.0005 Transport petugas 1 bln 100.0006 Bahan bacaan 50 judul 500.0007 Kegiatan Pembelajaran 1 bln 500.0008 JUMLAH 1.535.000

3. Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material) dan bahan non-cetak (non printed material) seperti kaset, DVD, VCD, dan sebagainya.

NO RINCIAN VOLUME JUMLAH/RP1 Rak Buku 1 bh 300.0002 Transport rolling buku 2 x 30.0003 Bollpoin 2 bh 50004 Tikar/Karpet 1 bh 100.0005 Transport petugas 1 bln 100.000

NO RINCIAN VOLUME JUMLAH/RP6 Bahan bacaan 50 judul 500.0007 TV 1 bh 600.0008 VCD 1 bh 350.0009 Wifi 1 paket 50.000

JUMLAH 2.035.0004. Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material), bahan non-cetak (non

printed material) seperti kaset, DVD, VCD, dan kegiatan pembelajaran.

NO RINCIAN VOLUME JUMLAH/RP1 Rak Buku 1 bh 300.0002 Transport rolling buku 2 x 30.0003 Bollpoin 2 bh 50004 Tikar/Karpet 1 bh 100.0005 Transport petugas 1 bln 100.0006 Bahan bacaan 50 judul 500.0007 TV 1 bh 600.0008 VCD 1 bh 350.0009 Wifi 1 paket 50.000

10 Kegiatan Pembelajaran 1 bln 500.000JUMLAH 2.535.000

E. SIMPULAN Program Perluasan Akses Layanan TBM melalui Teras baca untuk memberikan

kemudahan bagi masyarakat mendapatkan layanan baca yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Dengan mudahnya akses untuk menjangkau tempat baca dan bacaan yang ada disekitar mereka dan juga didukung dengan kegiatan literasi yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya diharapkan dapat meningkatkan minat dan budaya baca masyarakat. Taman Bacaan Masyarakat melalui Teras baca ini diharapkan sebagai salah satu alternati layanan baca bagi masyarakat.

Teras baca yang dibentuk memiliki empat ciri khas yaitu; 1. Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material). 2. Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material) dan bahan non-cetak

(non printed material) seperti kaset, DVD, VCD, dan sebagainya.3. Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material), dan kegiatan pembelajaran.4. Teras Baca dengan bahan tercetak (Printed material), bahan non-cetak (non

printed material) seperti kaset, DVD, VCD, dan kegiatan pembelajaran.

Pembentukan Teras Baca berdasarkan ciri tersebut di atas disesuaikan dengan kapasitas yang dimiliki oleh Taman Bacaan Masyarakat.

Page 69: Membangun Budaya Literasi - …sibopaksara.kemdikbud.go.id/uploads/2017-09/tampilan-jurnal-akrab... · Inquiry bagi Warga Belajar Keaksaraan Usaha Mandiri di PKBM Al-Alim, Kota Palangka

134 Jurnal AKRAB! Volume VII Edisi 1/Desember/2016

DAFTAR PUSTAKA

Agus Sugiharto dan Teguh Wahyono, 2005. Manajemen Kearsipan Modern, Gava Media

Agung Prihantoro, 2006. Meracik Buku menjadi Bestseller, Bandung, Nuansa

Dini Susanti,” Penyebab Rendahnya Minat Baca di Indonesia” 3 September 2013 dalam Unai kirei.blogspot.co.id , tanggal 12 juli 2014, 10.00 wib

Direktorat Pendidikan Masyarakat. 2009. Taman Bacaan Masyarakat Pedoman Penyelenggaraan

Direktorat Pendidikan Masyarakat. 2010. Taman Bacaan Masyarakat Kreatif

Direktorat Pendidikan Masyarakat. 2012. Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat Ruang Publik

Muhsin Kalida, 2102. Jogja TBM Kreatif. Forum TBM DI Jogjakarta.

Pendataan On-line Ditjen PAUDNI, 20 Februari 2012

Pusat Informasi dan Humas, Departemen Pendidikan Nasional .2007-2008. Teropong Pendidikan Kita, Antologi Artikel

M. Saleh Marzuki, 2010. Pendidikan Nonformal .Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Wiji Suwarno, 2010. Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan, Ar-Ruzz Media Grup

Wiji Suwarno, 2010, Pengetahuan Dasar Kepustakaan, Ghalia Indonesia