Upload
dangmien
View
328
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
i
MODUL PRAKTIKUM
KEAMANAN PANGAN
V3AI 224P
Dr. Jumeri, S.T.P., M. Si
Anggoro Cahyo Sukartiko, STP, MP, Ph. D,
Sri Wijanarti, STP, M. Sc.
Rini Setyowati, S.TP
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGROINDUSTRI
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
2
HALAMAN PENGESAHAN
MODUL PRAKTIKUM
Nama Mata kuliah : Keamanan Pangan
Kode (SKS) : V3AI 224P (2)
Pelaksanaan : Semester Genap
Prasyarat : 1. Mikrobiologi Industri,
2. Pengendalian Mutu
3. Pengendalian Limbah Industri
4. Pengetahuan Bahan Industri Pertanian
Dosen Pengampu : 1. Dr, Jumeri, STP, M. Si,
2. Anggoro Cahyo Sukartiko, STP, MP, Ph. D,
3. Sri Wijanarti, STP, M. Eng
Teknisi : Rini Setyowati, S.TP
Program Studi : Diploma III Agroindustri
Fakultas : Sekolah Vokasi
Mengetahui,
Plt. Ketua Program Studi
Diploma III Agroindustri SV UGM
Ratih Hardiyanti, STP., M.Eng
NIP. 198506022015042002
Yogyakarta, April 2019
Ketua Tim Penyusun Modul Praktikum
Sri Wijanarti, STP., M.Sc.
NIP. 111198904201605201
3
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, kami telah
menyelesaikan penulisan modul untuk Praktikum Keamanan Pangan (V3AI 224P).
Mata praktikum ini dirancang sebagai mata praktikum wajib dan terintergrasi dengan
Mata Kuliah Keamanan Pangan (VAI 224) yang mencakup dasar-dasar tentang
Keamanan Pangan suatu produk yang berbasis pada industri pertanian. Materi
praktikum ini disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di dunia kerja, Indonesia
khususnya, baik yang dilakukan oleh industri kecil menengah maupun industri besar
yang sudah mapan. Kami menyadari, masih banyak kesalahan dan kekurangan yang
terdapat dalam tulisan ini, oleh karena itu saran dan kritik perbaikan untuk
penyempurnaan tulisan ini sangat diharapkan.
Yogyakarta, April 2019
Tim Penyusun
4
DAFTAR ISI
Halaman Judul .....................................................................................................................i
Halaman Pengesahan ......................................................................................................... 2
Kata Pengantar ................................................................................................................... 3
Daftar Isi............................................................................................................................. 4
Tata Tertib Praktikum ........................................................................................................ 5
Identitas Praktikum ............................................................................................................ 8
Format Laporan Praktikum ............................................................................................... 11
Acara I. Asistensi ............................................................................................................. 13
Acara II. Prinsip Keamanan Pangan Dan Undang-Undang Terkait Pangan dan
Pemahaman Prinsip HACCP (Studi Kasus Contoh Penggunaan HACCP Di Industri) ... 14
Acara III. Pembuatan Produk dan Persiapan Penyusunan Dokumen HACCP ................. 33
Acara IV. Penentuan Titik Pengendalian (CP) Dan Titik Kendali Kritis (CCP) dan
Pemahaman Prinsip Sertifikasi Halal (Studi Kasus) ......................................................... 37
Acara V. Uji Kualitatif Bahan Tambahan Pangan Berbahaya .......................................... 56
Acara VI. Kunjungan Industri (untuk Data Sertifikasi Halal) Ke Industri yang
Mengolah/ Berbasis Bahan Hewani Penyusunan Rencana Sertifikasi Halal Pada
Perusahaan Hasil Kunjungan ............................................................................................ 59
Acara VII. Responsi ......................................................................................................... 63
5
TATA TERTIB PRAKTIKUM UNTUK PRAKTIKAN
Praktikum Keamanan Pangan dilaksanakan terintegrasi dengan pelaksanaan
kuliah Keamnaan Pangan. Aturan-aturan umum yang harus diikuti oleh praktikan
adalah sebagai berikut :
1. Praktikan wajib mengisi daftar hadir sebelum pratikum dimulai.
Keterlambatan praktikum :
a. 5 menit dipersilahkan mengikuti pretest tetapi tidak ada penambahan
waktu dan masih diperkenankan untuk mengikuti praktikum
b. 10 menit tidak diperkenankan untuk mengikuti pretest tetapi
diperkenankan mengikuti praktikum
c. 15 menit tidak diperkenankan untuk mengikuti praktikum dan dianggap
GUGUR.
2. Praktikan wajib memakai pakaian yang sopan dan rapi (pakaian berkerah dan
celana atau rok panjang) sepatu tertutup, dilarang keras memakai perhiasan
yang berlebihan, sandal, sandal jepit, berjaket maupun kaos oblong selama
praktikum berlangsung. Bagi praktikum Laboratorium Kimia (Lab.
Pengawasan Mutu, Lab. Rekayasa Proses, dan Lab. Uji Sensoris) wajib
memakai jas laboratorium, mengenakan masker, sarung tangan, membawa
kain lap, dan kalkulator scientific.
3. Praktikan dilarang merokok, membawa makanan, minuman, atau bahan yang
sifatnya dapat merusak alat/peralatan percobaan ke dalam laboratorium.
4. Praktikan yang berambut panjang diharapkan mengikat atau menutup rambutnya
agar tidak mengganggu pelaksanaan praktikum.
5. Praktikan yang berjilbab diharapkan untuk mengatur jilbab sehingga tidak
mengganggu pelaksanaan praktikum.
6. Praktikan wajib membuat TIKET MASUK sesuai dengan ketentuan masing-
masing praktikum.
7. Praktikan DILARANG menggunakan Handphone dan menyentuh alat praktikum
yang tidak ada hubungannya dengan acara praktikum.
8. Praktikan WAJIB MEMPELAJARI MODUL SEBELUM PRAKTIKUM dimulai.
6
9. Praktikan wajib menjaga kebersihan, kerapihan dan keutuhan alat laboratorium
sebelum dan setelah praktikum selesai.
10. Jika terjadi kerusakan atau kehilangan alat dalam pelaksanaan praktikum maka
menjadi tanggung jawab pemakai dan wajib mengganti dengan barang/ alat yang
sama maksimal 2 hari setelah kejadian.
11. Praktikan diwajibkan mengikuti semua rangkaian acara praktikum tanpa terkecuali,
apabila perlu adanya INHAL dikarenakan sakit harus menyertakan:
a. Sakit (rawat inap) adanya bukti rawat inap
b. Lelayu keluarga inti (bapak, ibu, saudara kandung, kakek, nenek
kandung) adanya bukti dan surat keterangan
c. Apabila sakit maka maksimal 30 menit sebelum masuk praktikum, harus
konfirmasi ke teknisi, koass dan menyusulkan surat keterangan sakit
maksimal H+2
d. Jika tidak memenuhi syarat di atas maka dianggap GUGUR pada acara
tersebut, dan apabila 1 mahasiswa INHAL 3 acara atau lebih maka
dianggap GUGUR pada mata praktikum tersebut. Mata Praktikum yang
gugur berarti praktikan mendapatkan Nilai E.
e. Mekanisme INHAL:
1) Apabila dalam 1 minggu masih ada shift yang dapat sebagai
pengganti, maka bisa ikut shift lain untuk menggantikan praktikum
2) Apabila praktikum INHAL tidak dapat dilakukan/ dilaksanakan maka
akan diberikan tugas dengan nilai maksimal 50%
3) Praktikan yang dinyatakan melanggar tata tertib ini dan atau terbukti
berlaku curang, dapat dikenakan sanksi, paling berat dinyatakan
TIDAK LULUS PRAKTIKUM.
4) Semua praktikan maupun asisten harus mematuhi semua peraturan
yang telah disepakati.
12. MINIMAL KEHADIRAN untuk dapat mengikuti responsi adalah 75% seluruh acara.
13. Wajib mengisi kuesioner yang telah diberikan oleh asisten instruktur sebagai
tiket masuk responsi.
14. Hal-hal yang belum tercantum dalam tata tertib ini akan diatur kemudian.
7
Ketentuan :
1. Mahasiswa yang dapat melakukan inhal adalah yang memenuhi 3 persyaratan
sesuai ketentuan.
2. Jika memenuhi persyaratan, dan diberikan tugas maka nilai maksimal adalah
50%.
3. Tugas pengganti hanya boleh diberikan oleh Dosen Pengampu (bukan teknisi,
aslab, ataupun koas).
4. Jika tidak mengikuti acara, maka tidak ada nilai untuk seluruh rangkaian
praktikum (pre-test, laporan akhir, keaktifan, dll).
5. Bobot asistensi sama dengan 1 acara praktikum.
6. Minimal kehadiran untuk dapat mengikuti response adalah 75% seluruh
acara.
8
IDENTITAS PRAKTIKUM
1) Nama Matakuliah : Keamanan Pangan
2) Kode (SKS) : V3AI 224P (2)
3) Pelaksanaan : Semester Genap
4) Prasyarat : 1. Mikrobiologi Industri,
2. Pengendalian Mutu
3. Pengendalian Limbah Industri
4. Pengetahuan Bahan Industri Pertanian
5) Dosen Pengampu : 1. Dr, Jumeri, STP, M. Si,
2. Anggoro Cahyo Sukartiko, STP, MP, Ph. D
3. Sri Wijanarti, STP, M. Sc.
6) Teknisi : Rini Setyowati, S.TP
1. Deskripsi Singkat Praktikum
Praktikum Keamanan Pangan merupakan praktikum wajib dengan 2 SKS.
Materi yang disampaikan antara lain menitik beratkan pada jaminan mutu keamanan
pangan yang meliputi tahapan dan proses untuk menjaga kualitas produk. Tahapan
yang dilakukan antara lain dengan melakukan penyusunan OPRP dan rancangan
HACCP (HACCP Plan), penentuan titik pengendalian (CP) dan titik kendali kritis
(CCP), sertifikasi halal dan uji kualitatif bahan tambahan pangan pada produk olahan
daging.
2. Tujuan Umum Praktikum
Setelah mengikuti mata praktikum ini mahasiswa mengetahui dasar-dasar
tentang keamanan pangan suatu produk yang berbasis industri pertanian. Selanjutnya
mahasiswa melakukan kunjungan industry untuk mengetahui secara langsung
kondisi nyata untuk dilakukan evaluasi mengenai cara pengolahan keamanan
pangannya. Kemudian mahasiswa dilatih untuk membuat suatu produk olahan
makanan yang memenuhi kriteria keamanan pangan. Selain itu juga dihadapkan oleh
9
beberapa produk di pasaran untuk dilakukan pengujian secara langsung secara
kualitatif mengenai kandungan bahan berbahaya pada produk yang diuji.
3. Outcome Pembelajaran
a. Mahasiswa memahami cara pengendalian mutu terhadap produk pangan agar
tercapai jaminan mutu yang berkualitas.
b. Mahasiswa mampu menyusun OPRP dan rancangan HACCP yang
merupakan suatu instrument tercapainya keamanan pangan.
c. Mahasiswa mampu menentukan titik kendali kritis pada setiap proses
pengolahan produk pangan supaya mampu melakukan pencegahan terhadap
kontaminasi bahan yang merugikan.
d. Mahasiswa memahami prosedur untuk melakuan jaminan mutu suatu olahan
pangan yang tersertifikasi.
e. Mahasiswa memahami mengenai bahan tambahan pangan yang berbahaya
dan tidak dengan pengujian secara kualitatif.
4. Evaluasi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar mahasiswa adalah : (1) Pre-
test sebelum acara praktikum; (2) pelaksanaan kegiatan praktikum dengan ko-
asisten; (3) Laporan praktikum yang dibuat setelah kegiatan praktikum; (4)
Presentasi yang dilakukan setelah kegiatan praktikum, (5) Responsi di akhir
semua kegian mata praktikum. Komponen nilai:
a. Pretest /Postest 20%
b. Pelaksanaan 20% (Tanya-jawab, Berpendapat, Keaktifan)
c. Laporan 30%
d. Responsi 30%
10
5. Rencana Kegiatan Praktikum
Acara
ke- Topik (Pokok Bahasan) Metode dan Alat Bantu Pembelajaran
1 Asistensi Mahasiswa memahami alur dan tujuan
praktikum
2
Pemahaman prinsip keamanan
pangan dan undang-undang terkait
pangan (studi kasus keamanan
pangan)
Kepekaan mahasiswa terhadap
lingkungan yang berkaitan dengan
Prinsip Keamanan Pangan dapat tumbuh
Pemahaman prinsip HACCP
(studi kasus contoh penggunaan
HACCP di industri)
Mahasiswa memahami prinsip HACCP
dan contoh penggunaannya
3 Pembuatan produk dan persiapan
penyusunan dokumen HACCP
Mahasiswa mampu menyusun rancangan
HACCP yang merupakan suatu
instrument tercapainya keamanan pangan
4
Penentuan Titik Pengendalian
(CP) Dan Titik Kendali Kritis
(CCP)
Mahasiswa mampu menentukan titik
kendali kritis pada setiap proses
pengolahan produk pangan supaya
mampu melakukan pencegahan terhadap
kontaminasi bahan yang merugikan
Pemahaman prinsip Sertifikasi
Halal (studi kasus)
Mahasiswa memahami isi dari 11 poin
dalam sistem jaminan halal LPPOM
MUI
5 Uji kualitatif bahan tambahan
pangan berbahaya
Mahasiswa memahami mengenai bahan
tambahan pangan yang berbahaya dan
tidak dengan pengujian secara kualitatif
6 Kunjungan industri (untuk data
sertifikasi halal)ke industri yang
mengolah/berbasis bahan hewani
Mahasiswa memperoleh gambaran nyata
mengenai komponen yang dinilai dalam
sertifikasi halal
Penyusunan rencana sertifikasi
halal pada perusahaan hasil
kunjungan
Mahasiswa memahami prosedur untuk
melakuan jaminan mutu suatu olahan
pangan yang tersertifikasi, khususnya
jaminan halal
7 Responsi 1. Pemahaman mahasiswa terhadap
prinsip Keamanan Pangan dapat
diukur
2. Mahasiswa memahami cara
pengendalian mutu terhadap produk
pangan agar tercapai jaminan mutu
yang berkualitas
11
LAPORAN PRAKTIKUM
KEAMANAN PANGAN (V3AI 224P)
ACARA.......
__________________________________________________________________
_____
LABORATORIUM PENGAWASAN MUTU AGROINDUSTRI, PROGRAM
STUDI AGROINDUSTRI, DEPARTEMEN THV, SEKOLAH VOKASI, UGM
Nama :
NIM :
Kelompok :
Hari/Tanggal :
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Berisi mengenai tujuan praktikum masing-masing acara.
B. PROSEDUR PRAKTIKUM
Berisi mengenai prosedur pelaksanaan praktikum meliputi alat, bahan, dan
prosedur kerja yang digunakan. Alat dan bahan ditulis lengkap dengan
jumlah/volum/berat yang digunakan selama praktikum. Prosedur kerja ditulis
dalam bentuk diagram alir.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi mengenai hasil analisis data (tabel, grafik, gambar, foto, dll) dan
pembahasannya sesuai dengan referensi yang digunakan. Seluruh referensi
yang digunakan dicantumkan sesuai dengan aturan penulisan karya ilmiah
dan ditulis dalam daftar pustaka. Penggunaan referensi untuk membahas akan
menambah bobot nilai laporan.
D. KESIMPULAN
Berisi mengenai kesimpulan dari hasil praktikum yang telah dilakukan.
Sesuaikan poin-poin kesimpulan dengan tujuan praktikum.
E. DAFTAR PUSTAKA (min 2 buku dan 3 jurnal tahun terbit maksimal 2008)
Berisi acuan/referensi yang digunakan. Penulisan mengikuti aturan baku
penulisan daftar pustaka untuk karya ilmiah.
F. LAMPIRAN
Berisi laporan sementara/data mentah, perhitungan, foto, borang/form isian
HACCP atau Halal, dan lain-lain.
12
LABORATORIUM PENGAWASAN MUTU AGROINDUSTRI, PROGRAM STUDI
AGROINDUSTRI, DEPARTEMEN THV, SEKOLAH VOKASI, UGM
LAPORAN PRAKTIKUM : KEAMANAN PANGAN (V3AI 224P)
ACARA :
13
ACARA I
ASISTENSI
1. TUJUAN
Mahasiswa memahami tata tertib, tujuan, dan alur praktikum.
2. ALUR PRAKTIKUM KEAMANAN PANGAN
Acara
ke- Topik (Pokok Bahasan) Metode dan Alat Bantu Pembelajaran
Asistensi Mahasiswa memahami alur dan tujuan
praktikum
1 Pemahaman prinsip keamanan
pangan dan undang-undang terkait
pangan (studi kasus keamanan
pangan)
Kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan
yang berkaitan dengan Prinsip Keamanan
Pangan dapat tumbuh
Pemahaman prinsip HACCP (studi
kasus contoh penggunaan HACCP
di industri)
Mahasiswa memahami prinsip HACCP
dan contoh penggunaannya
2 Pembuatan produk dan persiapan
penyusunan dokumen HACCP
Mahasiswa mampu menyusun rancangan
HACCP yang merupakan suatu instrument
tercapainya keamanan pangan
3 Penentuan Titik Pengendalian (CP)
Dan Titik Kendali Kritis (CCP)
Mahasiswa mampu menentukan titik
kendali kritis pada setiap proses
pengolahan produk pangan supaya mampu
melakukan pencegahan terhadap
kontaminasi bahan yang merugikan
Pemahaman prinsip Sertifikasi
Halal (studi kasus)
Mahasiswa memahami isi dari 11 poin
dalam sistem jaminan halal LPPOM MUI
4 Kunjungan industri (untuk data
sertifikasi halal)ke industri yang
mengolah/berbasis bahan hewani
Mahasiswa memperoleh gambaran nyata
mengenai komponen yang dinilai dalam
sertifikasi halal
Penyusunan rencana sertifikasi
halal pada perusahaan hasil
kunjungan
Mahasiswa memahami prosedur untuk
melakuan jaminan mutu suatu olahan
pangan yang tersertifikasi, khususnya
jaminan halal
5 Uji kualitatif bahan tambahan
pangan berbahaya
Mahasiswa memahami mengenai bahan
tambahan pangan yang berbahaya dan
tidak dengan pengujian secara kualitatif
Responsi 3. Pemahaman mahasiswa terhadap
prinsip Keamanan Pangan dapat diukur
4. Mahasiswa memahami cara
pengendalian mutu terhadap produk
pangan agar tercapai jaminan mutu
yang berkualitas
14
ACARA II
A. PRINSIP KEAMANAN PANGAN DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT
PANGAN
1. TUJUAN
a. Membangkitkan keingintahuan mahasiswa mengenai Keamanan Pangan
b. Membangkitkan kepekaan mahasiswa terhadap Keamanan Pangan
2. DASAR TEORI
Menurut Dewanti dan Hariyadi (2013), keamanan pangan adalah
kondisi atau upaya untuk menyediakan pangan yang bebas atau terkendali
dari bahaya-bahaya (hazards) yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
pada manusia. Lima cara bagaimana makanan membuat kita sakit: (1)
mengandung mikroba berbahaya (termasuk virus dan parasit), (2)
mengandung racun alami, (3) mengandung pencemaran lingkungan (seperti
pestisida), (4) mengandung bahan tambahan berbahaya (seperti pengawet),
atau (5) mengandung alergen (Shewfelt, 2011).
3. PROSEDUR KERJA
1. Praktikan telah menyiapkan referensi mengenai Undang-undang
Keamanan Pangan yang berlaku saat ini
2. Praktikan mendiskusikan kasus-kasus yang berkaitan dengan Keamanan
Pangan yang terjadi di masyarakat
3. Praktikan mendiskusikan pentingnya Keamanan Pangan
4. Praktikan mendiskusikan hal-hal yang menyebabkan pangan menjadi
tidak aman
5. Praktikan mendesain poster atau leaflet mengenai Keamanan Pangan
15
4. BAHAN DISKUSI
a. ARTIKEL 1
Liputan6.com, Jakarta Tak terasa, Lebaran tahun 2015 sudah di
depan mata. Selain aspek spritual yang kental, perayaan ini juga kerap
dihubungkan dengan makan enak, makan bersama, dan kesibukan masak
bersama yang mungkin kini sedang dilakukan.Demi kesehatan dan
kenyamanan bersama dalam merayakan Lebaran, ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan. Berikut empat hal keamanan pangan yang harus
diperhatikan dan disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kemenkes RI, Prof Tjandra Yoga Aditama ditulis Kamis
(16/7/2015).
1. Tempat pengelolaan makanan yang tidak memenuhi syarat higiene dan
sanitasi.
Untuk menghindari hal di atas jagalah selalu kebersihan tempat
mengelola dan memasak makanan.
2. Peralatan yang digunakan tidak aman untuk kesehatan dan tidak higienis.
Oleh karena itu pastikan dapat menjamin peralatan yang digunakan untuk
memasak makanan Lebaran di dapur aman dan bersih.
3. Bahan pangan tidak aman atau menggunakan bahan berbahaya.
Penting bagi kita untuk yakin bahwa bahan makanan yang dibeli segar,
bersih, dan higienis.
4. Orang yang mengolah dan memasak makan yang tidak menerapkan
Perilaku Hidup Bersih Sehat.
Empat hal di atas perlu mendapatkan perhatian. Jika salah
terkontaminasi, hasil akhir tidak bagus dan dapat menganggu perayaan
Lebaran.Perlu juga diperhatikan kemungkinan kontaminiasi silang yang dapat
terjadi karena berbagai kondisi. Misalnya, penyimpanan alat masak
berdekatan dengan tempat sampah, tidak memisahkan bahan pangan mentah
dari pangan matang.Atau bisa juga karena penggunaan alat masak yang tidak
tepat. Seperti alat masak berbahan plastik yang tidak sesuai peruntukkannya.
16
Ini berisiko menimbulkan perpindahan bahan kimia dari plastik ke bahan
pangan.
b. ARTIKEL 2
JAKARTA, KOMPAS — Keamanan pangan di Indonesia masih
bermasalah. Banyak kejadian luar biasa akibat keracunan pangan. Untuk itu,
berbagai intervensi keamanan pangan perlu dilakukan. Sejumlah siswa
Sekolah Dasar Ikal dirawat di Rumah Sakit Sari Mutiara, Medan, Sumatera
Utara, setelah keracunan kue ulang tahun, beberapa waktu lalu. Sebanyak 13
siswa dari 39 siswa yang keracunan harus menjalani rawat inap."Dari waktu
ke waktu masalah keamanan pangan masih terjadi," kata Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy Sparringa, Kamis (30/4), saat
menutup rangkaian peringatan bulan keamanan pangan yang diselenggarakan
BPOM di Jakarta. Menurut dia, hal itu karena pengawasan terhadap bahan
pangan berbahaya masih kurang.Menurut Roy, penanganan masalah
keamanan pangan tidak bisa dilakukan hanya dengan menanggulangi
dampaknya, seperti kejadian luar biasa (KLB) akibat keracunan pangan.
"Karena itu, pencegahan sangat penting melalui edukasi," ujarnya.
Berdasarkan data BPOM periode 2009-2013, diperkirakan ada 10.700
kasus KLB keracunan pangan terjadi. Direktur Surveilans dan Penyuluhan
Keamanan Pangan BPOM Halim Nababan memaparkan, selama periode itu,
411.500 orang sakit dan 2.500 orang meninggal akibat keracunan pangan.
"Angka ini diperkirakan bisa bertambah (jika seluruh kasus terdeteksi)," kata
Nababan.
Industri rumah tangga KLB paling banyak terjadi pada tingkat industri
rumah tangga. Penyebabnya, keberadaan bakteri Escherichia coli. Bakteri itu
mengakibatkan diare hingga infeksi kronis, seperti gagal ginjal, bahkan
kematian.Beberapa pangan olahan yang berdampak pada masalah keamanan
pangan di antaranya es batu, bakso, jeli, dan minuman berwarna. "Biasanya
KLB terjadi saat acara pesta," kata Nababan. Untuk es batu yang tercemar
mikroba berbahaya, BPOM telah mengidentifikasi 13 titik kritis rantai
17
pengolahan es batu. Kajian itu dilakukan di lima kota besar, yakni Aceh,
Lampung, Jakarta, Makassar, dan Surabaya."Titik kritis itu bisa terjadi mulai
dari pembuatan es, distribusi, hingga penyajian minuman yang dibubuhi es,"
ujarnya. Prevalensi cemaran mikroba pada pangan mencapai lebih dari 50
persen.Karena itu, menurut Roy, permasalahan keamanan pangan tidak cukup
hanya penanganan saja. Sekitar 30 buku telah diterbitkan BPOM untuk
mengedukasi masyarakat. "Pencegahan lebih utama. Itu harus dilakukan dari
industri makanan hingga masyarakat," kata Roy.
JAKARTA, KOMPAS — Penegakan hukum terhadap
penyalahgunaan bahan berbahaya yang mengancam keamanan pangan masih
lemah. Badan Pengawas Obat dan Makanan mengimbau agar masyarakat
meningkatkan kepedulian terhadap keamanan pangan di tingkat rumah
tangga.Petugas dari Suku Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan
Jakarta Pusat memeriksa bahan makanan yang dijual di salah satu pasar
swalayan di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, Selasa (17/2). Pemeriksaan
mendadak tersebut untuk mengantisipasi peredaran bahan makanan yang
kadaluwarsa, berformalin, dan mengandung bahan berbahaya lain menjelang
perayaan Imlek. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Roy
Sparringa menyatakan hal itu dalam pembukaan acara Bulan Keamanan
Pangan, Kamis (9/4), di Jakarta. Acara itu dihadiri Direktur Jenderal
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan
Widodo serta ibu-ibu PKK. "Rumah tangga keluarga harus berperan besar
(menjaga keamanan pangan)," ujar Roy. Saat ini, ketergantungan masyarakat
terhadap makanan cepat saji tinggi. Survei BPOM menemukan, 80 persen
masyarakat menjadi konsumen makanan cepat saji, hanya 20 persen yang
mengolah makanan sendiri.
Kepada wartawan, Widodo menyatakan, Kementerian Perdagangan
siap membantu BPOM untuk menangani keamanan pangan. Kemendag
memiliki kewenangan untuk memastikan para pelaku industri menerapkan
standar nasional Indonesia pada produksinya. Pihaknya telah berkoordinasi
dengan para pemangku kepentingan dan prosesnya terus berjalan. Menurut
18
Roy, tanpa didukung kesadaran di tingkat rumah tangga, persoalan darurat
keamanan pangan akan terus berlanjut. BPOM hanya bisa melakukan sidak,
itu pun hanya uji sampling (pengambilan contoh), tidak bisa melakukan
pengawasan tiap hari.
Kebiasaan tak sehat
Roy memaparkan, banyak kebiasaan kecil di rumah tangga yang
sepele, tetapi sebenarnya berbahaya, di antaranya kesalahan menempatkan
makanan pada lemari pendingin yang berakibat terjadi kontaminasi silang.
Kontaminasi silang terjadi ketika makanan mentah, seperti daging, dicampur
satu tempat dengan makanan siap saji. Maka, bakteri akan menyebar,
mengontaminasi makanan siap saji yang akan dikonsumsi.Selain itu, banyak
ibu yang mengolah makanan sambil berbicara. Air liur yang mungkin
tepercik ke makanan akan menyebabkan makanan terkontaminasi mikroba
pada air liur dan menyebar pada anggota keluarga lain saat
dikonsumsi."Mikroba itu kecepatan penyebaran dan perkembangbiakannya
sangat cepat dalam hitungan menit," ujar Roy. Percikan air liur juga bisa
terjadi saat acara ulang tahun, yakni pada peniupan lilin kue ulang tahun.
"Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Dunia, BPOM mencanangkan
program pangan aman tingkat perseorangan, menyasar partisipasi rumah
tangga," ujar Roy. Partisipasi para ibu PKK, kader, dan sekolah akan
digerakkan lebih intensif.
c. ARTIKEL 3
Liputan6.com, Jakarta Tanggal 7 April sudah ditetapkan setiap tahun
sebagai Hari Kesehatan Sedunia. Pada tahun 2015 ini, WHO mengambil
topik keamanan pangan (food safety). Beberapa hal yang diperhatikan dalam
WHO sebagai berikut:
1. Data WHO :
- Sekitar 2 juta korban meninggal dunia setiap tahunnya akibat
makanan dan minuman yang tidak aman, terutama anak-anak.
19
- Sekitar 1,5 juta anak meninggal di dunia setiap tahunnya, sebagian
besar karena makanan dan minuman yang tercemar
- Di seluruh dunia setiap tahunnya dapat terjadi sekitar 1.5 miliar
gangguan kesehatan karena makanan (foodbornedisease).
- Makanan dapat mengandung bakteri, virus, parasit, atau bahan
kimia yang berbahaya yang bertanggung jawab atas lebih dari 200
jenis penyakit.
- gangguan kesehatan dapat berupa diare, gangguan lambung ,
meningitis, hepatitis A, bahkan kanker dan kematian
2. Bakteri, virus dan parasit yang dapat mencemari makanan dan
minuman diantaranya :
- Bakteri : Salmonella, Campylobacter dan Enterohaemorrhagic
Escherichia Coli
- Virus : norovirus, dan juga virus hepatitis A yang sudah beberapa
kali menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di negara kita.
- Parasit : Trematoda, Echinoccocus spesies, Ascaris,
Cryptosporidium, Entamoeba Histolytica dan atau jenis Giardia
3. Secara umum terdapat lima faktor yang menjadi lingkup
keamanan pangan, yaitu
- bersih,
- tidak mengandung unsur kimia
- Tidak mengandung unsur fisika
- sesuai dengan agama
- sesuai dengan budaya setempat
4. Secara spesifik, standar keamanan pangan itu meliputi
kemampuan dan wawasan seseorang dalam mengolah makanan.
Harus dilihat juga lima hal, yaitu:
- Ruangan yang dipakai untuk memasak
- Bahan-bahan
20
- Alat-alat
- Cara mengerjakan
- Penyajiannya makanan
5. Keamanan pangan sendiri berkaitan dengan empat faktor, yaitu :
- tempat pengelolaan makanan yang tidak memenuhi syarat higiene
dan sanitasi
- peralatan yang digunakan tidak aman untuk kesehatan dan tidak
higienis
- bahan pangan tidak aman menggunakan bahan berbahaya
- pengolah makanan yang tidak menerapkan Perilaku Hidup Bersih
Sehat
6. WHO menganjurkan 5 Kunci Menuju Pangan yang Aman, baik
bagi penyedia bahan pangan, maupun konsumen itu sendiri.
Kelima kunci itu adalah :
- Menjaga kebersihan diri
- Memisahkan pangan mentah dan pangan matang
- Memasak dengan benar sesuai dengan waktu dan suhu yang
dianjurkan
- Menjaga pangan pada suhu aman
- Menggunakan air dan bahan baku yang aman.
7. Kontaminasi silang pada bahan pangan dapat terjadi karena 3
kondisi, dan karena itu harus dihindari, yaitu :
- Penyimpanan alat masak yang berdekatan dengan tempat sampah
atau tempat kotor lainnya
- Tidak memisahkan bahan pangan mentah dari pangan matang
- Penggunaan alat masak yang tidak sesuai seperti alat masak
berbahan plastik (tidak sesuai peruntukkan) yang berisiko
menimbulkan perpindahan bahan kimia dari plastik ke bahan
pangan
21
8. 4 kelompok yang paling rentan pada keracunan makanan ini
adalah yang rendah daya tahan tubuhnya, yaitu :
- Bayi
- Ibu hamil
- Mereka yang sedang sakit
- Lansia.
9. 5 rantai perjalanan bahan makanan sebelum sampai ke
konsumen, dan di semua tahap mungki saja terjadi kontaminasi.
Ke lima tahapan rantai itu adalah :
- Panen
- Proses pasca panen
- Penggudangan
- Transportasi
- Distribusi
10. Empat faktor lain dari keamanan pangan yang perlu dapat
perhatian adalah :
- Globalisasi, yang membuat rantai produksi lebih panjang, dan juga
lebih sulit menarik produk yang sudah tercemar dan beredar ke
berbagai negara di dunia, misalnya seperti kasus apel yang
tercemar bakteri Listeria beberapa waktu yang lalu
- Selain pada kesehatan maka Berdampak pula pada pariwisata,
ekspor, asepk sosial ekonomi pedagang makanan, dll
- Kegiatan multi sektor dan multi disiplin, yaitu kesehatan,
perdagangan, pertanian, pendidikan, serta organisasi konsumen dan
masyarakat madani
- Penggunaan antibiotika yang tidak terkontrol pada hewan
peliharaan dapat menyebabkan resistensi, dan ini dapat di
"tularkan" ke manusia yang memakannya.
22
Pada tahun 2014 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI sudah menyelesaikan Survei
Konsumsi Makanan Individu (SKMI), sehingga sekarang kita punya data
skala nasional tentang apa yang se-hari2 dikonsumsi masyarakat. Setiap
tahun di Indonesia ada sekitar 200 laporan KLB keracunan makanan. Pada
tahun 2015 ini Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan akan
melakukan survei nasional Analisa Cemaran Kimia Makanan (ACKM).
Survei ini sangat penting karena akan menunjukkan apa saja kemungkinan
cemaran pada makanan masyarakat kita. Artinya, sesudah ada hasil survei ini
kelak maka akan dapat dilakukan program lebih terarah untuk menjamin
keamanan pangan bangsa kita.
Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Kementerian Kesehatan RIKOMUNIKA - Kondisi keamanan pangan dunia
masih memprihatinkan. World Health Organization (WHO) pada tahun 2015
ini melaporkan bahwa terdapat sekitar dua juta korban meninggal setiap
tahunnya akibat pangan tidak aman. Di Amerika Serikat, pangan tidak aman
setiap tahunnya, menyebabkan lima ribu orang meninggal, 76 juta orang jatuh
sakit dan 325 ribu orang harus dirawat di rumah sakit. Kondisi keamanan
pangan di Indonesia juga masih memprihatinkan. Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) RI melaporkan, setiap tahun permasalahan keamanan
pangan menyebabkan kematian sebayak 2.500 orang dan sebanyak 411.500
orang sakit.
Hal ini disampaikan dalam Orasi Ilmiah Guru Besar Keamanan
Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof.Dr Purwiyatno Hariyadi dari
Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), di Kampus IPB Dramaga, Bogor.
Dalam orasi berjudul “Tantangan Ganda Keamanan Pangan di Indonesia:
Peranan Rekayasa Proses Pangan” ini, Prof. Purwiyatno mengatakan kedua
tantangan tersebut adalah tantangan keamanan domestik dan tantangan
keamanan global. “Kondisi keamanan pangan Indonesia ini tidak berubah
dengan kondisi ketika saya baru masuk kuliah, sekitar tahun 80-an. Artinya
23
ada masalah pengelolaan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah, permasalahan
ini terjadi pada Industri Kecil Menengah (IKM), dan IKM pangan ini
memiliki kuantitatif paling besar.
Masyarakat kita terpapar dengan makanan yang potensial berbahaya,”
ungkapnya. Dari data yang dimiliki BPOM, pada tahun 2001-2013 baru 54%
Industri Rumah Tangga (IRT), yang sudah mendapatkan nomor Pangan
Industri Rumah Tangga-PIRT (survei tahun 2011) dari 1.835 IRT yang
disurvei. Tahun 2012, angkanya naik sedikit menjadi 59% dan tahun 2013
menjadi 67persen . Artinya ada sekitar 33 persen (jumlah yang besar) IRT,
yang belum mampu menerapkan cara-cara industri yang baik. Kondisi ini
sungguh memprihatinkan, karena IKM mendominasi struktur industri pangan
Indonesia, dimana 99persen adalah industri kecil, sisanya industri besar.
Sementara itu, ketika produk tersebut terpilih menjadi produk kualitas ekspor,
ketika diekspor malah ditolak. Ada berbagai macam alasan penolakan produk
asal Indonesia. Data tahun 2011-2014, total penolakan ada 1.451 kasus
(Amerika). Banyaknya kasus penolakan ini karena Amerika termasuk partner
dagang Indonesia yang paling besar.
Oleh karenanya, disebutkan bahwa Indonesia mengalami tantangan
ganda yakni tantangan keamanan pangan domestik, dan tantangan keamanan
pangan global. Ini menjadi beban bagi kesehatan dan ekonomi. Tantangan
pertama, IKM kita modalnya lemah dan tidak mampu meng-upgrade fasilitas
industrinya, misal tidak punya akses air bersih. Banyak IKM kita tidak punya
air bersih dan ingredient yang tidak aman, sehingga industri terpaksa
menggunakan bahan-bahan yang tidak boleh digunakan, selain itu juga
masalah sumberdaya manusianya. Tantangan kedua, keamanan pangan
muncul dari globalisasi perdagangan yang melahirkan tantangan baru.
Semakin ketatnya standar internasional keamanan pangan, dimana batas-
batas maksimum cemaran menjadi semakin kecil (fenomena “chasing zero”).
Tantangan lainnya ialah berkaitan dengan pemalsuan pangan, atau
kontaminasi yang disengaja (intentional contamination) dengan berbagai
motifnya.
24
Tantangan ganda ini perlu dijawab dengan pembenahan sistem keamanan
pangan nasional. Indonesia memiliki momentum bagus dengan adanya
Undang-Undang Pangan No 18/2012 Tentang Pangan, yakni perlunya
dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan, yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga ini hendaknya
digunakan sebagai momentum pembenahan sistem keamanan pangan
nasional, termasuk kemungkinan adanya Otoritas Nasional Keamanan
Pangan. Di samping itu, rekayasa proses pangan juga mempunyai peran
penting untuk memberikan solusi bagi tantangan ganda keamanan pangan
ini.
Terakhir, siapapun yang bergerak di bidang pangan, baik sebagai peneliti,
industri, maupun regulator sebetulnya mempunyai misi mulia dan strategis,
yaitu menjamin keamanan pangan dan meningkatkan kualitas pangan
sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas kesehatan, yang
selanjutnya meningkatkan keaktifan dan produktivitas masyarakat.
5. BAHAN DISKUSI
1. Apa yang dimaksud dengan Keamanan Pangan?
2. Apakah diperlukan pengetahuan tentang Keamanan Pangan? Mengapa?
3. Apa manfaat dari pengetahuan tentang Keamanan Pangan?
4. Bilamana makanan dikatakan tidak aman?
5. Adakah dampak pangan yang tidak aman bagi konsumen?
6. Faktor apa saja yang menyebabkan pangan tidak aman?
7. Apa saja yang diatur dalam UU Pangan?
8. Menurut Anda, apakah masih ada hal lain yang perlu diatur dalam UU
Pangan?
9. Buatlah kesimpulan untuk masing-masing artikel yang sudah Anda
diskusikan?
25
6. DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Yoga. Keamanan Pangan Jadi Sorotan di Hari Kesehatan
Sedunia. http://health.liputan6.com/read/2208377/keamanan-pangan-
jadi-sorotan-di-hari-kesehatan-sedunia (diakses 24 Januari 2017)
Anonim1. Keamanan Pangan Rumah Tangga Perlu Ditingkatkan.
http://print.kompas.com/baca/iptek/kesehatan/2015/04/09/Keamanan-Pangan-
Rumah-Tangga-Perlu-Ditingkatkan?utm_source=bacajuga (diakses 24
Januari 2017)
Anonim2. Keamanan Pangan di Indonesia Masih Bermasalah.
http://print.kompas.com/baca/iptek/kesehatan/2015/04/30/Keamanan-Pangan-di-
Indonesia-Masih-Bermasalah (diakses 24 Januari 2017)
Ayuningtyas, Diah. Tantangan Ganda Keamanan Pangan Indonesia.
https://m.tempo.co/read/news/2015/09/11/275699739/tantangan-ganda-keamanan-
pangan-indonesia (diakses 24 Januari 2017)
Desideria, Benedikta . Perhatikan, 4 Keamanan Pangan Saat Lebaran.
http://health.liputan6.com/read/2274325/perhatikan-4-keamanan-pangan-saat-
lebaran (diakses 24 Januari 2017)
Dewanti, R dan Hariyadi. 2013. HACCP: Pendekatan Sistematik Pengendalian
Keamanan Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.
Shewfelt, R.L. 2011. Pengantar Ilmu Pangan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
26
B. PEMAHAMAN PRINSIP HACCP (STUDI KASUS CONTOH
PENGGUNAAN HACCP DI INDUSTRI)
1. TUJUAN
a. Mahasiswa memahami prinsip HACCP
b. Mahasiswa mampu menyusun dokumen rencana HACCP pada suatu industri
berbasis bahan hayati
2. DASAR TEORI
Sejarah HACCP
a. 1960: Pillsburry Company, NASA dan US Army Natick Research and
Development Laboratories National Aeronautics and Space Administration.
Tujuannya adalah mengembangkan makanan yang aman bagi astronot;
b. 1960: Space food pengembangan pangan untuk program ruang angkasa pada
umumnya;
c. 1971: Pemaparan pertama pada masyarakat Amerika mengenai Sistem
HACCP;
d. 1973: Peraturan federal US-FDA, mandat penggunaan prinsip HACCP untuk
pengawasan pengolahan makanan kaleng berasam rendah untuk mencegah
clostridium botullinum;
e. 1980: HACCP diadopsi oleh industri besar di luar segmen manufacturing;
f. 1985: US. National Academic of Sciences merekomendasikan untuk
memperluas HACCP dalam industri pangan;
g. 1986: US. National Academic of Sciences merekomendasikan HACCP untuk
menginspeksi daging dan ternak;
h. 1987: Membentuk NACMCF (National Advisory Committeeon
Microbiological Criteria for Foods) dari 3 prinsip dikembangkan menjadi 7
prinsip); Diadopsi oleh FAO/WHO Codex Allimentarius Commision
i. 1998: Diadopsi oleh Indonesia menjadi SNI 01 - 4852- 1998.
27
Dalam menyusun suatu Rencana HACCP, Codex Alimentarius
Commission mengembangkan 12 langkah implementasi HACCP yang terdiri atas
( Dewanti dan Hariyadi, 2013):
1. Penyusunan tim HACCP
2. Deskripsi Produk
3. Penetapan penggunaan produk
4. Penyusunan diagram alir proses
5. Verifikasi diagram alir proses
6. Analisis bahaya
7. Penetapan critical control point (CCP)
8. Penetapan critical limit (CL)
9. Penetapan prosedur monitoring
10. Penetapan tindakan koreksi (corrective action)
11. Penetapan prosedur verifikasi
12. Penetapan sistem dokumentasi
3. PROSEDUR KERJA
a) Praktikan menyiapkan referensi yang berkaitan dengan langkah penyusunan
rencana HACCP pada suatu industri berbasis agro
b) Praktikan mendiskusikan kasus yang berkaitan dengan penerapan HACCP di
suatu industri berbasis bahan agroindustri
c) Praktikan mendiskusikan pentingnya penerapan HACCP dalam
menyelenggarakan Keamanan Pangan
d) Praktikan mendiskusikan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
merencanakan dan menerapkan program HACCP
e) Praktikan menyebutkan dan menjelaskan setiap langkah dalam merencanakan
HACCP
4. BAHAN DISKUSI
Berikut adalah data yang diperoleh dari industri kecil dan menengah yang
memproduksi susu kedelai. Melalui data tersebut, jawablah pertanyaan berikut:
28
a) Susunlah tim HACCP yang akan menyusun Rencana HACCP
b) Buatlah diskripsi produk yang mencakup semua karakteristik produk yang
berkaitan dengan parameter mutu dan keamanannya
c) Jelaskan penggunaan produk
d) Buatlah diagram alir pembuatan produk
e) Buatlah analisis bahaya untuk mengidentifikasi jenis bahaya, menetapkan
sumber bahaya, menetapkan tindakan pencegahan/pengendalian, dan
menetapkan risiko atau signifikansi bahaya yang teridentifikasi
f) Tentukan tahap proses yang mengandung bahaya dengan risiko tinggi atau
signifikan
g) Buatlah prosedur monitoring dan tindakan koreksinya, serta verifikasinya
Table 3.1. Produk Description From
No Criteria Description
1 Product name Soya milk “Vitadelin”
2 Important product characteristics :
- pH
- Preservatives
- Sugar
- Etc
Ready to drink product and consumable for
consumers at all condition (youth, old,
pregnant, etc).
The soya milk consists of water, soya been
extract, corn starch, sugar and salt. It has 1.01%
protein, 2.175% fat and pH 7.01.
No dangerous food additive being added in
processing.
3 Packaging Plastic Polyethylene Capacity 250 ml
4 Expired date 6 hours after packaging or 2 days if
refrigerated.
5 How to store it Keep it refrigerated
6 Where will be sold Fitness center.
7 Labelling instruction Required to ensure product safety
8 Distribution condition Product temperature warm and no physical
damage.
Sumber: Noersatyo, 2013
29
Table 3.2. List of Product Ingredients and Incoming Materials Form
Main
ingredients
Potential type of Hazard Preventive action
Soya bean
imported
product
from
America
(SBS soya
bean)
Mikrobiological:
- Bacterial contamination
- Soil borne/ air borne
- Yeasts od moulds
- Fungus
Chemical:
- Enzyme Lipoxygenases
- Enzyme trypsin inhibitors
- Agriculture chemical (pesticides,
fungicides, fertilizer, antibiotics, insecticides,
herbicides)
- Mycotoxins
Physycal:
- Rocks
- Woodchip
- Insects and other filth
- Store at proper storage
condition.
- Prerequisite program:
sanitation, pest control
and storage.
- Qualified supplier.
- Thermal processing to
inactive enzymes and
bacterial contamination.
- Upper stream (farm
level) programs such as
training persons who
apply pesticides.
Purchasing registered
pesticides for growers, or
auditing grower’s
application of pesticides.
Sugar
Local white
sugar IGN
(Industri
Gula
Nusantara)
Microbiological:
- Not usually
Physical:
- Ants
- Rocks
- Store at room
temperature.
- Qualified supplier.
- Prerequisire program:
Sanitation, pest control, and
storage.
- Sugar liquefaction
Salt
Common
salt from the
supermarket
Mikrobiological:
- Not usually
Physical:
- Insects and other filth
- Store at room
temperature.
- Properly stored and
scaled.
- Prerequisite program:
Sanitation, pest control, and
storage.
- Qualified supplier.
Water
Water
supply from
the PDAM
Mikrobiological:
- Bacterial contamination such as coliform,
E.coli, or Salmonella
Chemical:
- chlorine
- prerequisite program:
Water supply.
- Boil the water
Corn starch
Common
corn starch
from the
supermarket
Mikrobiological:
- Bacterial contamination
- Fungus (Aspergillus flavus and A
parasiticus)
Chemical:
- Store at room
temperature.
- Properly stored and
scaled
- Qualified product
30
- Alfatoxins
Physical:
- Insects and other filth
supply.
- Prerequisite program:
Sanitation, pest control, and
storage.
Pandanus
Common
pandanus
from
Traditional
market
Microbiological:
- Bacterial contamination
Chemical:
- Agriculture chemical (pesticides,
fungicides, fertilizer, antibiotics, insectides,
herbicides)
Physical:
- Insects and other filth
- Qualified product
supply.
- Keep in refrigerator.
- Upper stream (farm
level) programs.
- Added while thermal
process.
Plastic
packaging
Polyethylene
Mikrobiological:
- Bacterial contamination
Chemical:
- plastic
- Aseptic packaging
- Qualified product
supply.
Sumber: Noersatyo, 2013
Table 3.3. Vitadelin Soya Milk Processing Procedure
No. Process Step Procedure Note
1 Sorting Take and place soya bean into sieve.
Sort out qualified soya bean and any
object that may harm product.
This process was done
manually. No glove or
cap was used.
2 De-hulling Place soya bean that was already sorted
into cooking pot.
Pour water into cooking pot until the
surface of soya bean inside.
Cover the cooking pot and wait for 8.
No glove or cap was
used by worker.
3 Water
drainage Place sieve on top of empty bucket.
Pour soya bean and water form
Dehulling process into sieve.
Take out collected soya bean and sieve.
No glove or cap was
used by worker.
4 Heating Place soya bean in cooking pot and fill
it with water until the surface of soya
bean inside.
Place cooking pot on gas boiler.
Turn on the gas boiler and heat it.
Lower the gas when it’s about to reach
boiling point.
Leave it heated for another 5 minutes
Turn off gas boiler
No specific
temperature applied in
this step.
No temperature and
time indicator.
No glove or cap used
by worker.
31
5 Grinding Turn on soya splitter.
Drop soya bean into splitter.
Pour water into soya splitter slightly.
Collect soya milk in bucket.
Turn off soya splitter.
No glove or cap was
used by worker.
6 Filtering I Place sifon sack on big bucket covering
it’s top.
Pour soya milk into big bucket through
sifon sack.
Shake and juggle the sack to filter soya
milk.
Squeeze the sack until there is no soya
milk left.
Throw out the leaving scrap in sack.
Pour soya milk into cooking pot.
Filtering process was
done manually using
filtering sack.
No glove or cap was
used by worker.
7 Boiling Place cooking pot filled with soya on
gas boiler.
Turn on gas boiler.
Heat the soya milk until it’s boiling.
Lower the gas when it’s boiling.
Add little bit of pandanus and salt.
Add 4 tea spoon of corn strach.
Leave it heated for another 10 minutes.
Turn off gas boiler
No specific
temperature applied in
this step.
No temperatur and
time indicator.
No glove or cap was
used by worker.
8 Cooling Place cooking pot on the floor and
leave it open.
Place fan in front of the cooking pot.
Turn on fan in to high speed.
Leave it until the temperature cool
down.
Turn off fan.
No specific
temperature applied in
this step.
No temperature and
time indicator.
No glove or cap was
used by worker.
9 Mixing and
Filtering Add sugar into big bucket.
Move soya milk into big bucket using a
scoop.
Use filter while pouring the soya milk
into big bucket.
Stir soya milk using stirring spoon.
Basic cooking filter
used in this step.
No glove or cap was
used by worker.
10 Packaging Take 250 ml of soya milk form cooking
pot using measuring cup.
Pour soya milk into plastic package.
Holding the top of plastic package,
twist the package and tie it with rubber.
Place the product in basket.
This process was done
manually.
Worker used an apron
and a cap.
Sumber: Noersatyo, 2013
32
5. DAFTAR PUSTAKA
Dewanti, R dan Hariyadi. 2013. HACCP: Pendekatan Sistematik
Pengendalian Keamanan Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.
Noersatyo. 2014. Design of HACCP Plan for Home Made Soya Milk
“Vitadelin” in Yogyakarta. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Tidak dipublikasikan.
33
ACARA III
PEMBUATAN PRODUK DAN PERSIAPAN PENYUSUNAN DOKUMEN
HACCP
1. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan kegiatan produksi dengan mempertimbangkan
prinsip HACCP
2. DASAR TEORI
Penerapan HACCP
1.1. HACCP adalah suatu sistem yang dapat mengidentifikasi, mengevaluasi
dan mengendalikan bahaya bagi keamanan pangan
1.2. RancanganHACCP adalah dokumen yang berisi prinsip-prinsip HACCP
untuk mengendalikan bahaya yang signifikan bagi keamanan pangan
1.3. PRP adalah kondisi dasar dan aktifitas yang dibutuhkan untuk
memelihara lingkungan yang hygienis pada rantai makanan (Lay out,
Pest Control, Supply udara,air,energi, Pengolahan limbah, Sanitasi,
Premises, personil hygiene)
1.4. Operational Pre Requisite Program (OPRP) adalah PRP yang
diidentifikasikan oleh hazard analisis yang perlu untuk mengontrol
kemungkinan bahaya keamanan pangan atau kontaminasi atau
perkembangbiakan dari bahaya keamanan pangan dalam produk atau
lingkungan proses
1.5. Prinsip-prinsip HACCP meliputi:
Prinsip 1 : Identifikasi potensial bahaya dan penentuan tindakan
pencegahan
Prinsip 2 : Penetapan CCP
Prinsip 3 : Penetapan titik kritis pada tiap CCP
Prinsip 4 : Penetapan sistem monitoring pada tiap CCP
Prinsip 5 : Penetapan tindakan perbaikan untuk penyimpangan yang
muncul
34
Prinsip 6 : Penetapan prosedur verifikasi
Prinsip 7 : Penetapan sistem dokumentasi dan penyimpanan catatan
1.6. Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik, langkah atau prosedur
dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan
dapat dicegah, dihilangkan atau dikurangi sampai pada tingkatan yang
dapat diterima.
1.7. Control Point (CP) adalah suatu titik, langkah atau aktivitas yang tidak
mengandung bahaya bagi keamanan pangan. Namun kegiatan ini dapat
menjadi bagian kegiatan Quality Control/ Quality Management System.
Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP)
Adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi
untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Terdiri
dari 8 aspek, yaitu :
1. Air
Air yang digunakan dalam pengolahan produk dan penunjangnya
harus memenuhi syarat dan berada dalam kondisi aman ketika kontak
dengan produk atau permukaan yang bersentuhan dengan produk serta
yang digunakan untuk memproduksi es.
2. Kebersihan Permukaan Peralatan yang Kontak dengan Makanan.
Agar semua peralatan yang kontak dengan produk selama proses
pengolahan berada dalam kondisi yang bersih, aman dan tidak
mengkontaminasi produk.
3. Kontaminasi Silang
Mencegah adanya kontaminasi silang dari karyawan (termasuk
atribut karyawan) maupun benda yang tidak saniter terhadap produk baik
dari bahan pengemas , permukaan yang kontak dengan produk (termasuk
sarung tangan dan apron) dan peralatan yang digunakan
4. Fasilitas Kebersihan
Mendukung program kebersihan dan kesehatan karyawan serta
meningkatkan kebersihan ruangan proses produksi maupun yang
35
berhubungan dengan produksi guna mencegah pencemaran ke area
pengolahan atau ke produk
5. Pencegahan Adulterasi
Untuk menjamin produk , pengemas ,peralatan dan permukaan yang
kontak dengan produk terlindung dari berbagai cemaran mikrobiologi,
kimia dan fisik termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa
pembersih, sanitizer, kondensat dan percikan air dari lantai.
6. Pelabelan, Penyimpanan dan Penggunaan Senyawa Toksik dengan Benar
Untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan penggunaan
senyawa (kimia) toksik telah berdasarkan aturan tertentu yang cukup untuk
melindungi produk dari kontaminasi
7. Kesehatan Karyawan
Untuk mengendalikan kondisi yang dapat mengakibatkan
kontaminasi mikrobiologi dari karyawan terhadap produk, permukaan
yang kontak dengan produk maupun kemasan yang digunakan untuk
mengemas produk.
8. Pengendalian Hama
Mencegah dan mempertahankan agar area pabrik baik di luar
maupun di dalam area produksi bebas dari hama, serangga, tikus dan
binatang pengganggu lainnya.
3. PROSEDUR KERJA
a. Lakukan pembuatan suatu produk.
b. Buat pencatatan mengenai bahan baku, cara memperoleh bahan baku,
prosedur operasi bahan baku sampai dengan menjadi produk,
pengemasan, dan penyimpanannya.
c. Buatlah PPO
d. Lakukan identifikasi obyek.
e. Buatlah skema yang menggambarkan alur rantai produk yang Anda
lakukan (ilustrasi “from farm to table”) dan alur rantai pembuatan
produk.
36
f. Susunlah lay out/tata letak area penanganan produk secara detail dan
mampu memberikan paparan yang jelas terhadap identifikasi keamanan
pangan!
g. Susunlah formulir / dokumen identifikasi bahan mentah atau bahan
baku
h. Susunlah formulir / dokumen identifikasi produk antara hingga produk
akhir
i. Susunlah formulir / dokumen informasi tentang petunjuk penggunaan
produk!
j. Lakukan analisis kelebihan dan kekurangan kondisi obyek yang
dipraktikkan dan diamati.
37
ACARA IV
A. PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN (CP) DAN TITIK KENDALI
KRITIS (CCP)
1. TUJUAN
Kegiatan ini bertujuan untuk penetapan rencana pengisian Lembar Analisa
HACCP (HACCP Analysis Check Sheet), OPRP dan Rencana HACCP (HACCP
Table Plan). Secara rinci sebagai berikut:
1.1. Praktikan mengerti dan memahami pengendalian mutu produk berdasarkan
konsep HACCP
1.2. Praktikan mengerti dan memahami identifikasi titik pengendalian kritis
1.3. Praktikan mampu membuat manual HACCP Plan
1.4. Praktikan mampu melaksanakan program pengendalian mutu berdasarkan
HACCP
1.5. Praktikan mampu melakukan verifikasi dan peninjauan kembali terhadap
manual HACCP dan pelaksanaannya
2. DASAR TEORI
Komponen yang mencakup tujuh prinsip sistem HACCP disajikan dalam
bentuk matrik/tabel, yaitu:
a. Tabel analisa bahaya bahan baku dan tahap proses, serta penetapan tingkat
resiko
b. Tabel penentuan Critical Control Point (CCP)
c. Matriks Critical Control Point (CCP), memuat proses yang termasuk CCP
beserta titik kritis dan rosedur yang harus ditempuh untuk mengendalikannya
d. Matriks Control Point (CP), memuat proses yang termasuk CP beserta titik
kritis dan prosedur yang harus ditempuh untuk mengendalikannya.
1. Prosedur Penyusunan
1.1. Lembar Analisa HACCP (Hazard Analysis Check Sheet)
1.1.1. Kolom Langkah (Step), mencakup: Aktivitas yang tertera
38
dalam diagram alir proses.
1.1.2. KolomBahaya (Hazard), mencakup:
1.1.2.1. Bahaya biologi; misalnya pertumbuhan dan
kontaminasi bakteri patogen, virus dan parasit
1.1.2.2. Bahaya fisika; misalnya pecahan kaca, logam, batu,
kayu
1.1.2.3. Bahaya kimia; misalnya residu bahan kimia
(pembersih), pestisida, logam berbahaya
1.1.3. Kolom Penyebab Bahaya (Cause/ Hazard Justification),
mencakup hal-hal yang menyebabkan timbulnya hazard
(bahaya), yaitu :
1.1.3.1. Bahaya biologi: misalnya mikrobia berasal dari
lingkungan; mikrobia tumbuh karena proses
pasteurisasi kurang sempurna (tidak mencapai suhu dan
waktu yang ditetapkan)
1.1.3.2. Bahaya fisika: misalnya benda asing berasal dari
pecahan alat yang digunakan
1.1.3.3. Bahaya kimia: misalnya residu bahan pembersih dalam
alat disebabkan karena pelaksanaan CIP kurang
sempurna
39
Penulisan penyebab bahaya harus detail, spesifik, dan jelas.
1.1.4. Kolom Likely (Lik)
Likely adalah kemungkinan munculnya bahaya
L (low) M (medium) H (high)
-Bahaya tidak pernah
timbul dalam 1 tahun
-Bahaya mungkin timbul
-Bahaya pernah timbul
satu kali dalam setahun.
Bahaya timbul
lebih dari satu kali
dalam setahun
1.1.5. Kolom Severity (Sev)
Severity adalah tingkat bahaya yang akan terjadi bila produk
sampai pada konsumen
High Dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan orang yang
mengkonsumsi sakit atau bahkan harus rawat inap di rumah sakit
setelah mengkonsumsi produk.
Misalnya: Salmonella menyebabkan penyakit tipus
Medium Dalam waktu yang relatif lama dapat menyebabkan orang yang
mengkonsumsi sakit, karena bersifat akumulatif.
Misalnya: Zat-zat yang bersifat carsinogenik.
Low Berpotensi menyebabkan orang yang mengkonsumsi sakit ringan
dan tidak termasuk dalam medium severity maupun high severity.
1.1.6. Kolom Concern (Con) atau Signifikansi
Concern atau Signifikansi adalah penggabungan antara Likely
dan Severity yang menunjukkan tingkat signifikansi bahaya tersebut
dalam setiap step proses produksi.
Penentuan Concern/Signifikansi
L (low) M (medium) H (high)
LM (Low Medium)
ML (Medium Low)
LL (Low Low)
HL (High Low)
LH (Low High)
MM (Medium Medium)
HM (High Medium)
MH (Medium High)
HH (High High)
Bila Signifikansinya Low, maka tidak perlu dilakukan CCP
determination. Untuk bahaya dengan tingkat signifikansi Low, hanya
diperlukan General Control Measure, dimana General Control Measure ini
mampu mengontrol bahaya tersebut. Bila signifikansinya medium dan high
tetapi control measurenya bersifat PRP maka tidak perlu dilakukan
pengkajian lanjutan dan langkah ini merupakan OPRP
40
Bila signifikansinya Medium dan High dan control measurenya
bersifat spesifik maka perlu dilakukan pengkajian lanjutan untuk mengetahui
apakah step tersebut critical atau tidak dengan cara penentuan CCP.
Penentuan CCP menggunakan Decision Tree seperti berikut ini:
Penentuan CCP
Concern Decision tree OPRP/CCP/ Not CCP
L (low) -tidak perlu dilanjutkan Not CCP
M (medium) Tidak dilanjutkan bila control
measurenya bersifat PRP
Dilanjutkan:
1. Bila hasil bukan CCP
2. Bila hasil CCP (tim menentukan
apakah tahap ini perlu dijadikan CCP
atau tidak)
OPRP
Not CCP
CCP atau Not CCP
H (high) Tidak dilanjutkan bila control
measurenya bersifat PRP
dilanjutkan:
1. Bila hasil bukan CCP
2. Bila hasil CCP
OPRP
Not CCP
CCP
1.1.7. Kolom Tindakan Pencegahan (General Control Measure) :
General Control Measure adalah tindakan atau aktifitas yang
merupakan bagian dari Pre Requisite Program. Adalah Control
Measure yang tidak berhubungan dengan CCP
1.1.8. Kolom Decision Tree, yaitu Pertanyaan (P) / Question (Q) 1-4.
Decision Tree adalah rangkaian pertanyaan yang dapat
diaplikasikan pada tiap signifikan bahaya teridentifikasi di setiap
tahapan proses.
1.1.8.1. Kolom CCP/ CP, mencakup penentuan bahwa proses
tersebut merupakan CCP atau CP. Penentuan ini
berkaitan dengan rangkaian pertanyaan sebelumnya
(Decision Tree)
1.1.9. Kolom Alasan Pengambilan Keputusan (Reason for Decision),
mencakup alasan - alasan tim dalam mengambil keputusan
bahwa suatu proses dikatakan CCP atau CP.
41
Q1
Q2
Q3
Q4
Ya Tidak Ubah proses tahap atau
produk
Apakah ada pengendalian pada tahap
ini penting untuk keamanan pangan ?
Ya
Tidak Bukan CCP Stop (*)
Apakah tahap ini terutama dirancang untuk
menghilangkan atau mengurangi munculnya potensi
bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima ? (**) Ya
TIDAK
Mungkinkah kontaminasi dengan potensi bahaya yang teridentifikasi
pada konsentrasi yang berlebihan atau dapatkah meningkat hingga
tingkat yang dikehendaki ?
Ya Tidak Bukan CCP
Stop (*)
Bukan CCP
Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan potensi bahaya yang
teridentifikasi hingga ke tingkat yang dapat diterima?**
Ya Tidak CRITICAL CONTROL
POINT
Stop (*)
Rangkaian pertanyaan (untuk proses) tersebut adalah:
CONTOH POHON KEPUTUSAN UNTUK MENGIDENTIFIKASI CCP
(Menjawab Pertanyaan Secara Berurutan)
42
Keterangan gambar :
(*) Lanjutkan ke proses bahaya berikutnya pada proses yang telah dijelaskan
(**) Tingkat yang dapat diterima maupun tidak dapat diterima harus didefinisikan
dalam keseluruhan tujuan mengidentifikasikan CCP dan rencana HACCP
1.2. Rancangan OPRP& HACCP (HACCP Table (Plan))
1.2.1. Kolom Langkah, Bahaya dan Tindakan Pencegahan (Step,
Hazard & Specifik / General Control Measure), sama dengan
cara pengisian pada Hazard Analysis Check Sheet (point 3.1.1,
3.1.2., dan 3.1.7)
1.2.2. Kolom Batas Kritis (Critical Limit) & batas operasional
(Operational Limit), mencakup kriteria / batas yang
memisahkan antara kriteria yang dapat diterima dan tidak
dapat diterima.
Penetapan batas control measure & titik kritis:
- Untuk semua OPRP & CCP yang teridentifikasi
- Harus mempunyai alasan pemilihan (dari literatur)
untuk CCP
- Harus terukur
- Harus tervalidasi (mengendalikan bahaya)
- Tidak menggunakan range
- Minimal harus sesuai dengan regulasi yang ada untuk
CCP
Contoh: suhu pasteurisasi tidak boleh di bawah 77oC selama 15 detik,
bukan suhu pasteurisasi 72-80 C.
Pada Kolom Batas Kritis (Critical Limit) ini dapat pula
ditambahkan Target Value dan/atau Action Limit Value. Target Value
adalah target operasi atau target proses. Action Limit Value adalah titik
dimana perlu segera dilakukan intervensi atau adjustment agar tidak
sampai jatuh ke critical limit. Action limit value harus berada diantara
target value dan critical limit. Target value maupun action limit value
tidak perlu divalidasi.
43
1.2.3. Kolom Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan adalah rencana untuk pengamatan atau
pengukuran untuk menilai apakah titik kritis dalam keadaan
terkendali, mencakup:
1.2.3.1. Apa (what) yang harus dipantau? Misalnya suhu,
kebersihan alat, waktu
1.2.3.2. Dimana (where) pemantauan dilakukan? Misalnya di
alat
1.2.3.3. Bagaimana (how) pemantauan dilakukan? Misalnya
visual, pengujian secara mikrobiologi, sediment test
1.2.3.4. Kapan (when) pemantauan dilakukan (frekuensi)?
Misalnya sekali/batch, sekali/jam
1.2.3.5. Siapa (who) yang melakukan pemantauan? Misalnya
operator mixer
1.2.4. Kolom Tindakan Perbaikan (Corrective Action), mencakup
tindakan yang diambil pada saat hasil pemantauan pada CCP
menunjukkan penyimpangan yang meliputi:
3.1.4.1. Tindakan apa yang harus segera diambil pada saat
terjadi penyimpangan CCP
3.1.4.2. Penanganan produk yang ada pada saat penyimpangan
CCP terjadi
3.1.4.3. Tindakan koreksi yang harus segera diambil untuk
mengembalikan proses ke keadaan sebelum terjadi
penyimpangan CCP.
3.1.4.4. Tindakan pencegahan yang harus dilakukan agar
kejadian penyimpangan CCP tersebut tidak terulang
kembali.
3.1.4.5. Pada kolom ini dapat di tuliskan no SOP atau prosedur
yang dituju apabila tindakan perbaikan dan
pencegahan memerlukan penjelasan dan langkah-
langkah kerja yang lebih rinci lanjut sesuai SOP
44
tersebut.
3.1.5. Kolom Verifikasi diisi aktivitas pengecekan terhadap
monitoring kegiatan OPRP/CCP, frekuensi aktivitas
verifikasi dan dilakukan oleh siapa
3.1.6. Kolom Catatan (Record) mencakup bukti tertulis
(nama dokumen) pada suatu aktivitas telah dilakukan.
Misalnya catatan monitoring, catatan tindakan
perbaikan, catatan kegiatan verifikasi, catatan
pemeriksaan.
4. Lampiran
4.1. Lembar Analisa HACCP (HACCP Analysis Check Sheet)
4.2. Rencana OPRP (OPRP Table (Plan))
4.3. Rencana HACCP (HACCP Table (Plan))
5. Dokumen terkait
5.1. Codex Alimentarius RECOMMENDED INTERNATIONAL CODE OF
PRACTICE GENERAL PRICIPLES OF FOOD HYGIENE – CAC/RCP 1-
1969, Rev. 4-2003
5.2. Introduction ISO 22000 : 2005 FSMS (Course Manual SGS, 18 Juni
2007)
5.3. International Standard ISO 22000, Food Safety Management System,
First Edition 2005-09-01
6. Prosedur Kerja:
a. Mengamati Peta Proses Operasi (PPO) pembuatan produk pada acara
pembuatan produk
b. Lakukan pemetaan potensi bahaya
c. Lakukan analisis untuk pengisian sumber potensi dan kategori
kemungkinan munculnya bahaya!
45
d. Gunakan pohon keputusan dan penyusunan pertanyaan (Q1, Q2, Q3, Q4,
dst) dalam penentuan CCP!
e. Lakukan kaji ulang dan pelaporan parameter-parameter berkaitan dengan
CCP!
f. Susunlah formulir standar yang dipergunakan dalam pendokumentasian
rencana HACCP!
g. Tentukan batas kritis untuk masing-masing CCP dan formulir kaji ulang
rencana HACCP tersebut!
h. Mengisi lembar SOP.
46
B. PEMAHAMAN PRINSIP SERTIFIKASI HALAL (STUDI KASUS)
I. TUJUAN
a. Mahasiswa memahami prinsip Halal
b. Mahasiswa memahami tujuan Sertifikasi Halal
II. DASAR TEORI
Sertifikat Halal
Sertifikat Halal MUI adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia
yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat
Halal MUI ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label
halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.
Tujuan Sertifikasi Halal
Sertifikasi Halal MUI pada produk pangan, obat-obat, kosmetika dan
produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan,
sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam mengkonsumsinya.
Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara
menerapkan Sistem Jaminan Halal.
III. PROSEDUR KERJA
1. Praktikan melakukan diskusi mengenai prinsip sistem jaminan halal
2. Praktikan mendiskusikan persyaratan untuk memperoleh sertifikat halal
IV. BAHAN DISKUSI
Artikel Pangan Halal
Awas, Pisang Goreng Bisa Jadi Haram
Bogor – Buah pisang secara alami tentu halal. Namun kalau terkena atau
diproses dengan sarana teknologi, maka harus ditelaah secara mendalam. Karena
ada kemungkinan menjadi Syhubhat, meragukan status hukumnya, atau bahkan
47
menjadi haram. Demikian dikemukakan Kepala Bidang Pembinaan Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Daerah, Ir Nur Wahid M.Si., dalam presentasinya tentang
“Urgensi Sertifikasi Halal dan Sistim Jaminan Halal (SJH)”, sekaligus membuka
Pelatihan SJH, yang dilangsungkan pada 16-18 Desember 2014, di Sarana
Pelatihan LPPOM MUI Global Halal Centre (GHC) Bogor.
Pisang goreng bisa menjadi haram bagi umat Islam, tambahnya pada
pelatihan yang telah menjadi agenda rutin LPPOM MUI ini, kalau menggunakan
minyak goreng yang terkontaminasi dengan bahan babi. Lalu ia memaparkan
dengan rinci. Minyak goreng yang lazim digunakan ibu rumah tangga atau di
warung-restoran, biasanya jernih kuning keemasan, dengan aromanya yang khas,
jauh dari bau tengik minyak mentah. Karena minyak itu telah melalui proses
penjernihan dan penyerap bau yang tak diinginkan, dengan menggunakan alat
penjernih dan penyerap bau dari bahan karbon aktif.
Memang, pada industri makanan dan obat-obatan, utamanya, bahan
karbon aktif dipergunakan sebagai penyaring cairan, menyerap dan
menghilangkan warna, bau dan rasa yang tidak enak. Bahan baku karbon atau
arang aktif dapat berasal dari bahan nabati seperti kayu dan tempurung kelapa
yang diolah menjadi arang. Dan dapat juga berasal dari bahan hewani, terutama
tulang hewan yang diolah menjadi arang.
“Kalau berasal dari tulang hewan, maka bahan karbon aktif ini harus
dicermati dan diteliti dalam proses sertifikasi halal, jangan sampai menggunakan
bahan yang berasal dari tulang babi,” tuturnya wanti-wanti mengingatkan.
Pemanfaatan tulang babi menjadi karbon aktif, tambanhnya pula, banyak
dilakukan kalangan industri terutama di Eropa. Karena ketersediaan bahan dari
tulang babi ini relatif berlimpah dengan harga yang murah.
Memanfaatkan Limbah Babi
Mengapa mereka menggunakan bahan karbon aktif itu dari tulang babi?
Sebagai jawabnya, karena secara ekonomis, bahan tulang babi di sana sangat
berlimpah, sebagai limbah atau sampah, produk samping dari rumah
48
pemotongan hewan (babi) industri daging babi. Di negeri-negeri itu, dari pada
limbah itu dibuang menjadi masalah, tentu lebih baik kalau bisa dimanfaatkan
menjadi bahan yang bernilai ekonomi.
Selain itu, di kawasan Eropa, tempurung kelapa atau kayu juga sulit
didapat, suplainya sangat terbatas, dan dengan harga yang cukup tinggi.
Sehingga dari sisi ekonomi tentu sangat mereka perhitungkan. Sementara tulang
babi tersedia melimpah, dan dengan harga yang murah. Tentu ini menjadi sangat
menggiurkan. Apalagi bagi mereka relatif tidak ada pertimbangan halal-haram
dengan kaidah agama seperti yang kita yakini.
Tidak Boleh Ada Intifa’
Para ulama di Komisi Fatwa (KF) MUI, jelasnya pula, telah menetapkan
fatwa, tidak boleh ada Intifa’ atau pemanfaatan bahan dari babi dalam proses
produksi dan pengolahan produk pangan. Maka proses sertifikasi halal yang
dilakukan oleh LPPOM MUI dan penetapan fatwa halal oleh KF MUI
merupakan satu usaha untuk memastikan bahan-bahan dan proses yang
dilakukan dalam produksi pangan, obat-obatan dan kosmetika benar-benar tidak
mengandung unsur yang haram menurut syariah.
Sedangkan bagi pihak perusahaan, landasan untuk menjamin produksi
yang halal ini, menurutnya lagi, adalah dengan memahami dan
mengimplementasikan Sistim Jaminan Halal yang konsisten. Dengan demikian,
SJH dengan pelatihan yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI ini merupakan
bagian dari upaya menjamin produksi halal yang sangat dibutuhkan masyarakat.
(Usm).
Sumber: http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/2399
LPPOM MUI: Bir Pletok Tak Otomatis Halal
Sesuai namanya, bir yang pada umumnya mengandung alkohol termasuk
minuman yang haram menurut syariat Islam. Karena itu, minuman jenis ini pasti
tidak akan mendapatkan sertifikat halal MUI. Namun, Bir Pletok yang
merupakan minuman tradisional khas masyarakat Betawi dikecualikan dari
49
ketentuan tersebut. Komisi Fatwa MUI dalam sidangnya pekan lalu menetapkan,
Bir Pletok Betawi bisa mengajukan sertifikasi halal tanpa harus mengganti
nama.
Alasannya, Bir Pletok Betawi sudah dikenal luas oleh masyarakat dan
sudah menjadi tradisi turun temurun. "Namun, ketentuan ini tidak otomatis
menetapkan bahwa Bir Pletok Betawi pasti halal, karena untuk menetapkan
kehalalannya harus melalui pengkajian lebih mendalam," tegas Wakil Direktur
LPPOM MUI Bidang Auditing dan Sistem Jaminan Halal, Ir. Muti Arintawati,
M.Si.
Penegasan tersebut disampaikan untuk mengoreksi dan melengkapi
berita sebelumnya, yang dapat menimbulkan kesan bahwa Bir Pletok Betawi
otomatis dinyatakan halal. Padahal, Rapat Komisi Fatwa MUI hanya
menetapkan, Bir Pletok Betawi bisa diajukan sertifikasi halalnya tanpa harus
mengganti nama, bukan menetapkan kehalalan Bir Pletok Betawi.
Penegasan Komisi Fatwa MUI dilakukan karena dalam fatwa
sebelumnya, yakni Fatwa Nomor 4 Tahun 2003 menyatakan “Tidak boleh
mengkonsumsi dan menggunakan makanan/minuman yang menimbulkan
rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang yang diharamkan”. Hal ini
dimaksudkan sebagai upaya preventive agar tidak menyukai sesuatu yang
haram,
Nah, mengingat Bir Pletok Betawi sudah menjadi nama yang melekat di
masyarakat dan menjadi tradisi turun temurun, maka MUI memberikan
kelonggaran, produsen Bir Pletok Betawi boleh mengajukan sertifikasi halal
tanpa harus merubah nama Bir Pletok Betawi. “Keputusan kehalalannya tentu
tetap mengacu pada hasil pemeriksaan auditor LPPOM MUI dan Rapat Komisi
Fatwa”, tegas Muti Arintawati. (***)
http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/2388
Harus Waspada, Bahan Haram Bisa Tersebar Luas
Bogor – Memang, sejatinya, yang diharamkan untuk dikonsumsi di
dalam ajaran Islam hanya sedikit. Yakni bangkai, darah, daging babi, (daging
50
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, dan khamar. Demikian
dikemukakan Ir. Muti Arintawati, M.Si., saat memberikan sambutan pembukaan
Pelatihan Sistim Jaminan Halal (SJH) di Global Halal Centre (GHC), 25
Nopember 2014.
Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) ini kemudian menjelaskan
kepada 48 peserta pelatihan itu tentang bahan-bahan yang diharamkan,
sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran yang artinya, “Sesungguhnya Allah
hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:173).
Dalam ayat yang lain disebutkan pula, “Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tecekik, yang dipukul, yang jatuh ditanduk, dan yang diterkam
binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya.” Q.S. Al-Maidah [5]: 3).
Sedangkan pengharaman khamar disebutkan dalam ayat: “Hai orang-
orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 90).
Semua Organ Babi Bisa Dimanfaatkan
Namun, ia menambahkan, dalam proses pengolahan dan industri pangan,
bahan yang sedikit itu ternyata bisa menyebar serta dimanfaatkan secara luas.
Terutama babi, ia memberikan contoh lagi. Bukan hanya dagingnya, tetapi
semua organ-bagian tubuhnya bisa dimanfaatkan menjadi bahan pangan maupun
obat-obatan. Kulitnya, misalnya, bisa diolah menjadi kerupuk kulit, atau
dimanfaatkan untuk kikil, kolagen. Juga untuk barang-barang gunaan, seperti
tas, jaket, sepatu, dan dompet. Tulangnya bisa dibuat gelatin untuk bahan
emulsifier, jam/selai, mentega, cangkang kapsul. Atau menjadi bahan karbon
aktif untuk penjernih air, minyak goreng, dll. Bahkan enzimnya pun bisa
dimanfaatkan untuk pembuatan vaksin, dst.
51
Sayangnya lagi, penyebaran bahan yang diharamkan ini tidak mudah
diketahui oleh masyarakat awam. Maka pimpinan LPPOM MUI ini pun
mengingatkan, “Jelas, kita harus waspada terhadap kemungkinan yang demikian
itu.” Olah karena itu, jelas proses sertifikasi halal yang dilakukan oleh LPPOM
MUI dan fatwa halal oleh Komisi Fata MUI sangat diperlukan untuk melindungi
umat dari bahan maupun produk konsumsi yang dilarang dalam agama. Lalu ia
pun menyarankan agar memperhatikan adanya tanda halal dengan sertifikat halal
dari MUI untuk meyakinkan kehalalan produk yang akan dikonsumsi, dan
terhindar dari bahan yang diharamkan dalam agama Islam.
Pelatihan SJH telah menjadi agenda rutin LPPOM MUI, dan pada
program ini dilangsungkan pada 25-27 Nopember 2014, diikuti 48 peserta dari
kalangan perusahaan yang telah mendapat Sertifikat Halal maupun yang akan
mengajukan proses sertifikasi halal, dengan beragam latar-belakang posisi dan
jabatan di perusahaan masing-masing; Quality Control, Quality Assurance,
Supervisor, Manajer, bahkan juga dari tingkat manajemen. Selain dari
perusahaan yang menghasilkan produk konsumsi, pelatihan juga diikuti oleh
perusahaan konsultan bidang pangan, serta utusan instansi pemerintah,
diantaranya Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Perdagangan,
dan Badan POM RI, serta dosen perguruan tinggi. Materi pelatihan diberikan
dalam bentuk teori maupun praktek oleh para tenaga ahli LPPOM MUI yang
telah berpengalaman. (Usm).
Sumber: http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/2381
Prosedur Sertifikasi Halal MUI
Bagi perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal LPPOM MUI, baik
industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), dan
restoran/katering/dapur, harus melakukan pendaftaran sertifikasi halal dan memenuhi
persyaratan sertifikasi halal. Berikut ini adalah tahapan yang dilewati perusahaan
yang akan mendaftar proses sertifikasi halal :
1. Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH
52
Perusahaan harus memahami persyaratan sertifikasi halal yang tercantum
dalam HAS 23000. Selain itu, perusahaan juga harus mengikuti pelatihan SJH
yang diadakan LPPOM MUI, baik berupa pelatihan reguler maupun pelatihan
online (e-training).
2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH)
Perusahaan harus menerapkan SJH sebelum melakukan pendaftaran
sertifikasi halal, antara lain: penetapan kebijakan halal, penetapan Tim
Manajemen Halal, pembuatan Manual SJH, pelaksanaan pelatihan, penyiapan
prosedur terkait SJH, pelaksanaan internal audit dan kaji ulang manajemen.
3. Menyiapkan dokumen sertifikasi halal
Perusahaan harus menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk sertifikasi
halal, antara lain: daftar produk, daftar bahan dan dokumen bahan, daftar
penyembelih (khusus RPH), matriks produk, Manual SJH, diagram alir proses,
daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan
internal dan bukti audit internal.
4. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data)
Pendaftaran sertifikasi halal dilakukan secara online di sistem Cerol melalui
website www.e-lppommui.org. Perusahaan harus melakukan upload data
sertifikasi sampai selesai, baru dapat diproses oleh LPPOM MUI.CEROL-
SS23000 adalah sistem pelayanan sertifikasi halal LPPOM MUI secara online.
5. Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi
Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan
monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi. Monitoring pre audit
disarankan dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada
hasil pre audit. Pembayaran akad sertifikasi dilakukan dengan mengunduh akad di
Cerol, membayar biaya akad dan menandatangani akad, untuk kemudian
melakukan pembayaran di Cerol dan disetujui oleh Bendahara LPPOM MUI.
6. Pelaksanaan audit
53
Audit dapat dilaksanakan apabila perusahaan sudah lolos pre audit dan akad
sudah disetujui. Audit dilaksanakan di semua fasilitas yang berkaitan dengan
produk yang disertifikasi.
7. Melakukan monitoring pasca audit
Setelah melakukan upload data sertifikasi, perusahaan harus melakukan
monitoring pasca audit. Monitoring pasca audit disarankan dilakukan setiap hari
untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil audit, dan jika terdapat
ketidaksesuaian agar dilakukan perbaikan.
8. Memperoleh Sertifikat halal
Perusahaan dapat mengunduh Sertifikat halal dalam bentuk softcopy di
Cerol. Sertifikat halal yang asli dapat diambil di kantor LPPOM MUI Jakarta dan
dapat juga dikirim ke alamat perusahaan. Sertifikat halal berlaku selama 2 (dua)
tahun.
Panduan Pengisian Daftar Bahan:
a. Material Name: cantumkan seluruh bahan, meliputi bahan baku dan bahan
tambahan, serta bahanpenolong (termasuk bahan-bahan alternatif) dalam
bentuk nama, merk atau kode bahan (misalnyatepung terigu cap xxx; perisa
leci xxxx, dll). Nama bahan tidak boleh ada tulisan ID, RM, %, #, �
b. Producer: cantumkan nama pabrik yang memproduksi bahan (misalnya PT
ABCDE, Shugoi Co. Ltd., dll).Khusus untuk bahan nabatitanpa olahan, dapat
diisi dengan ”petani”
c. Country: cantumkan negara pabrik yang memproduksi bahan (misalnya
Indonesia, Jepang, dll).
d. Supplier: cantumkanpemasok (supplier) dari bahan. Untuk bahan yang dibeli
secara retail, maka dapatditulis secara umum seperti toko/pasar. Untuk bahan
yang termasuk dalam Daftar Bahan Tidak Kritis(SK07/Dir/LPPOM
MUI/I/13), maka tidak perlu mencantumkan nama pemasok dan dapat ditulis
“-“
54
e. Halal By: cantumkan lembaga penerbit Sertifikat Halal untuk bahan yang
bersangkutan, yaitu MUI ataulembaga sertifikasi yang diakui MUI.
f. Certificate No: cantumkan nomor Sertifikat halal untuk bahan yang
bersangkutan.
g. Valid End: cantumkan tanggal berakhirnya masa berlaku Sertifikat halal.
h. Other Doc: isikan jenis dokumen lain yang dilampirkan, misal flow process,
spesifikasi, MSDS.
i. Remarks: cantumkan keterangan asal bahan jika tidak didukung dengan
dokumen (misalnya bahannabati, bahan tambang, bahan kimia), atau nomor
surat persetujuan penggunaan bahan dari LPPOMMUI untuk produk
pengembangan/perpanjangan (bila ada), atau “inaktif” jika bahan sudah lama
tidak digunakan
KRITERIA SISTEM JAMINAN HALAL (SJH) di HAS 23000
Perusahaan yang mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI harus
menerapkan SJH sesuai dengan dokumen HAS 23000. Berikut adalah ringkasan dari
dokumen HAS 23000:
1. Manajemen Puncak harus menetapkan dan mensosialisasikan Kebijakan
Halal. Kebijakan Halal berisi komitmen perusahaan untuk memproduksi
produk halal secara konsisten.
2. Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang
mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki
tugas, tanggungjawab, dan wewenang yang jelas.
3. Perusahaan harus mempunyai prosedur pelaksanaan pelatihan. Pelatihan
internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal
harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali.
4. Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk tidak boleh berasal dari
bahan haram/najis.
5. Nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu
yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.
55
6. Fasilitas produksi harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan
bahan haram/najis.
7. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan
aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada rantai produksi yang dapat
mempengaruhi status kehalalan produk.
8. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan
telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria
(disetujui LPPOM MUI) dan diproduksi di fasilitas produksi yang
memenuhi kriteria (bebas dari bahan babi/ turunannya).
9. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk
yang tidak memenuhi kriteria.
10. Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan
SJH. Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan
dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten.
11. Manajemen Puncak/wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen
minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai
efektifitas penerapan SJH.
Bahan Diskusi:
a) Apa yang dimaksud dengan pangan halal?
b) Mengapa pangan halal penting?
c) Apa yang anda ketahui mengenai sistem jaminan halal?
d) Bagaimana agar suatu produk agroindustri dapat diberikan sertifikat halal?
e) Menurut anda, bagaimana hubungan antara keamanan pangan, mutu pangan,
dan sistem jaminan halal? Sertakan hasil analisis anda?
f) Produk apa sajakah yang perlu diberikan sertifikat halal? Berikan contoh
produknya dan berikan alasannya?
g) Siapa sajakah pihak yang perlu berperan dalam sistem jaminan halal suatu
produk? Jelaskan masing-masing fungsinya dalam sistem?
Sumber:
http://www.halalmui.org
http://e-lppommui.org
56
ACARA V
UJI KUALITATIF BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menyebutkan dan mengidentifikasi bahan tambahan
pangan berbahaya di Indonesia
2. Mahasiswa mampu menguji secara kualitatif bahan tambahan pangan
berbahaya pada pangan
B. Pendahuluan
Untuk menghindari kerusakan maka daging perlu diawetkan.
Pengawetan daging dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengawet yang
termasuk dalam bahan tambahan pangan. Bahan pengawet yang diberikan
merupakan bahan adiktif yang terdiri atas senyawa- senyawa kimia yang telah
diijikan penggunaannya. Pemilihan bahan pengawet harus sesuai ambang batas
aman untuk digunakan.
Bahan kimia yang umum digunakan untuk pengawetan produk olahan
daging antara lain:
1. Garam (Sodium Chloride)
2. Alkaline Phosphates (Sodium tripolyphosphate)
3. Sweetener seperti sukrosa, sorbitol, dan dextrose
4. Natrium atau potassium nitrit digabungkan dengan sodium atau potassium
erythorbate atau ascorbate
5. Natrium atau potassium laktat
6. Natrium asetat dan diasetat
7. Liquid smoke
8. Antioksidan seperti BHA, BHT
Bahan pengawet yang dilarang digunakan antara lain asam
borat, asam salisilat, kalium klorat, kloramfenikol, dan formalin. Uji kualitatif
bahan tambahan pangan adalah uji kimiawi untuk mengidentifikasi keberadaan
zat tambahan pangan zat yang dimaksud dalam sampel produk.
57
C. Prosedur Kerja
Alat : gelas bekker, pemanas spiritus, tabung reaksi, pipet tetes
D. Cara kerja:
1. Persiapan Sampel
a. Timbang 1-5 gr sampel.
b. Penambahan 5-10 ml aquadest
c. Aduk dan biarkan 10 – 15 menit
d. Penyaringan untuk mengambil filtrate pada sampel
2. Uji Suhu
Masukan thermometer ke dalam filtrate dan catat suhunya
3. Uji pH
a. Masukan stik pH pada filtrat
b. Lihat perubahan warna dan catat hasilnya
4. Uji kualitatif bahan tambahan pangan (BTP)
i. Analisis Kualitatif Asam Salisilat
Percobaan uji positif
a. Larutan Asam Salisilat + FeCl3 hingga warna berubah menjadi
ungu
b. Penambahan larutan HCL encer hingga warna menjadi kuning
bening
c. Lakukan percobaan yang sama pada larutan sampel yang akan
diuji, bandingkan dengan hasil uji positif.
ii. Analisis Kualitatif Sakarin
a. Timbang 100 mg sampel, kemudian larutkan dalam 5 ml NaOH
(1:20). Larutan ini diuapkan sampai kering. Residu dikeringkan
diatas api kecil secara hati- hati
58
b. Setelah residu dingin, larutkan dalam 2 ml HCl encer (13%).
Tambahkan setetes larutan ferri khlorida 1 N. Apabila larutan
berwarna violet berarti ada asam salisilat yang terbentuk dari
sakarin.
i. Analisa Kualitatif Asam Benzoat
Percobaan uji positif
a. 1 bagian contoh dilarutkan dalam 4 bagian air, diaduk dan bila
perlu disaring
b. Ambil lebih kurang 50-100 ml larutan, asamkan dengan asam sulfat
encer (4N), dua kali digojog berturut- turut dengan 20 ml dan 10 ml
ether. Larutan enteris tersebut diuapkan dengan pemanasan lambat
(jangan pakai api langsung)
c. Residu dicampur dengan 10 tetes H2SO4 pekat dengan 1 tetes asam
nitrat berasap (HNO3 65%)atau dengan 50 mg KNO3 dan
kemudian dipanaskan pada 180°C selama 3 menit. Setelah
didinginkan cairannya dibuat alkalisdengan penambahan ammonia
dan dididihkan . setelah dingin diberi (NH4)2S atau 40 mg hidroksil
amine-HCl. Timbulnya warna merah coklat menunjukkan adanya
asam benzoat.
59
ACARA VI
A. KUNJUNGAN INDUSTRI (UNTUK DATA SERTIFIKASI HALAL) KE
INDUSTRI YANG MENGOLAH/ BERBASIS BAHAN HEWANI
1. TUJUAN
a) Mahasiswa memperoleh gambaran nyata praktek pangan halal di agroindustri
berbasis bahan hewani
b) Mahasiswa memahami data-data yang diperlukan untuk memperoleh
sertifikasi halal
2. PENDAHULUAN
ii. SERTIFIKASI HALAL: PERSYARATAN DATA
1. Data sign up : nama dan alamat perusahaan, PIC, contact person,
username, password dll
2. Data registrasi: status sertifikasi ( baru/ pengembangan/ perpanjangan),
data Sertifikat halal, status SJH (jika ada), tipe produk, jenis izin
industri, jumlah karyawan, dan kapasitas produksi.
3. Dokumen halal:
a. Manual SJH (untuk registrasi baru atau perpanjangan)
b. Sertifikat halal sebelumnya (untuk registrasi pengembangan atau
perpanjangan)
c. Status atau Sertifikat SJH (untuk registrasi pengembangan atau
perpanjangan)
d. Diagram alir proses produksi produk yang disertifikasi
e. Statement of pork free facility (untuk perusahaan baru atau
fasilitas/pabrik baru)
f. Daftar alamat seluruh fasilitas produksi
g. Bukti diseminasi/sosialisasi kebijakan halal (untuk perusahaan baru
atau fasilitas baru)
60
h. Bukti pelaksanaan pelatihan internal SJH (untuk perusahaan baru
atau fasilitas baru)
i. Bukti pelaksanaan audit internal SJH (untuk perusahaan baru atau
fasilitas baru)
4. Data pabrik/ manufacturer, yaitu nama dan alamat pabrik, PIC, contact
person
5. Data produk, yaitu nama produk, kelompok produk dan jenis produk
6. Data bahan (nama bahan, produsen, negara produsen, supplier, data
dokumen bahan) beserta dokumen pendukung bahan.
7. Data matriks produk, yaitu bahan yang digunakan untuk setiap produk
iii. JAMINAN MUTU HALAL DARI PRODUSEN
Sebelum produsen mengajukan Sertifikat Halal bagi produknya, maka
terlebih dahulu disyaratkan yang bersangkuan menyiapkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Produsen menyiapkan suatu sistem halal (halal system)
2. Sistem halal tersebut harus didokumentasikan secara jelas dan rinci
serta merupakan bagian dan kebijakan manajemen produsen
3. Dalam pelaksanaanya, sistem halal (quality manual). Tujuan membuat
panduan halal adalah untuk memberikan uraian sistem manajemen halal
yang dijalankan produsen. Selain itu, panduan halal ini dapat berfungsi
sebagai rujukan teap dalam melaksanakan dan memelihara kehalalan
produk tersebut.
4. Produsen menyiapkan prosedur baku pelaksanaan (Standart Operating
Procedure) unuk mengawasi setiap proses yang kritis agar kehalalan
produknya terjamin.
5. Baik panduan halal maupun prosedur baku pelaksanaan yang disiapkan
harus disosialisasikan dan diuji coba di lingkungan produsen, sehingga
seluruh jajaran dari mulai direksi sampai dengan karyawan memahami
betul bagaimana memproduksi produk halal dan baik.
61
6. Produsen melakukan pemeriksaan (audit internal) serta mengevaluasi
apakh sistem halal yang menjamin kehalalan produk ini dilakukan
sebagaimana mestinya
7. Untuk melaksanakan butir 6, perusahaan harus mengangkat seorang
Auditor Halal Internal yang beragama Islam.
3. PROSEDUR KERJA
a. Mahasiswa mengamati kegiatan produksi di industri
b. Mahasiswa melakukan pencatatan data:
i. Data bahan (nama bahan, produsen, negara produsen, supplier, data
dokumen bahan) beserta dokumen pendukung bahan untuk bahan yang
digunakan untuk setiap produk: mulai dari bahan baku sampai dengan
bahan pengemas
ii. PPO produk yang disertifikasi
iii. Data pabrik
iv. Data produk
v. Data alat yang digunakan untuk produksi
vi. Metode dalam memproses bahan khususnya bahan hewani
vii. Data penggunaan bahan-bahan yang tidak halal
4. SUMBER PUSTAKA
http://www.halalmui.org
http://e-lppommui.org
62
B. PENYUSUNAN RENCANA SERTIFIKASI HALAL PADA
PERUSAHAAN HASIL KUNJUNGAN
1. TUJUAN
a. Mahasiswa mampu melakukan pengisian borang untuk memperoleh
sertifikasi halal
b. Mahasiswa memahami prinsip Sistem Jaminan Mutu Halal
2. PENDAHULUAN
Pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal, kecuali
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahan yang diharamkan Allah adalah
bangkai, darah, babi dan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah (QS
Al Baqaroh 173). Sedangkan minuman yang diharamkan Allah adalah semua
bentuk khamar (minuman beralkohol) (QS Al-Baqarah 219). Hewan yang
dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram apabila mati karena tercekik,
terbentur, jatuh ditanduk, diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk
berhala (QS Al Maidah 30). Jika hewan-hewan ini sempat disembelih dengan
menyebut nama Allah sebelum mati, maka akan tetap halal kecuali yang
diperuntukkan bagi berhala.
Bahan-bahan yang termasuk ke dalam kategori halal seperti diuraikan dan
dipersiapkan serta diolah menurut ketentuan halal menurut syariat Islam, maka
produknya dapat diajukan untuk mendapatkan Sertifikat Halal MUI.
1. Sertifikat halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan
suatu produk sesuai dengan syariat Islam. Sertifikasi halal ini merupakan
syarat untuk mencantumkan label halal.
2. Yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi
syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam yaitu :
a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi
b. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut
tata cara syariat Islam
63
c. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat
pengelolaan dan transportasinya tidak digunakan untuk babi. Jika
pernah digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainnya terlebih
dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat
Islam.
3. Pemegang Sertifikat Halal MUI bertanggungjawab untuk memelihara
kehalalan produk yang diproduksinya, dan sertifikat ini tidak dapat
dipindahtangankan
4. Sertifikat yang sudah berakhir masa berlakunya termasuk fotocopynya
tidak boleh digunakan atau dipasang untuk maksud-maksud tertentu.
3. PROSEDUR KERJA
a) Mahasiswa menyiapkan data yang diperoleh dari hasil kunjungan industri
b) Mahasiswa melakukan pengisian borang sebagai syarat memperoleh
sertifikasi halal
ACARA VII
RESPONSI
Tujuan: Pemahaman dan ketrampilan mahasiswa dalam bidang Keamanan Pangan
dapat diukur