27
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM SURAH AL-AHQĀF AYAT 13-17 (STUDI KOMPARASI TAFSR IBNU KAṠR DAN TAFSR AL-AZHĀR) Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Strata II Pada Jurusan Magister Pendidikan Agama Islam Oleh: MUKHAMAD ALIUN O100180036 PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2021

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG

DALAM SURAH AL-AHQĀF AYAT 13-17 (STUDI

KOMPARASI TAFSIR IBNU KAṠIR DAN TAFSIR AL-AZHĀR)

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Strata II

Pada Jurusan Magister Pendidikan Agama Islam

Oleh:

MUKHAMAD ALIUN

O100180036

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2021

Page 2: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

i

Page 3: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

ii

Page 4: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

iii

Page 5: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

1

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM

SURAH AL-AHQĀF AYAT 13-17 (STUDI KOMPARASI TAFSIR IBNU

KAṠIR DAN TAFSIR AL-AZHĀR)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak apa

saja yang terkandung dalam surah al-Ahqāf ayat 13-17 (studi komparasi tafsir

Ibnu Kaṡir dan tafsir al-Azhār). Kemudian mengetahui persamaan dan perbedaan

juga implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah al-

Ahqāf ayat 13-17 dalam kehidupan kekinian. Sedangkan manfaatnya untuk

menambah wawasan keilmuan dalam bidang pendidikan, keagamaan dan bahan

bacaan khususnya yang berhubungan dengan penelitian tafsir. Penelitian tesis ini

merupakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang obyek

utamanya adalah buku-buku perpustakaan, artikel, jurnal ilmiah dan literatur-

literatur lainnya sebagai obyek analisisnya. Adapun sumber data primernya adalah

tafsir Ibnu Kaṡir dan tafsir al-Azhār. Pendekatan yang digunakan adalah dengan

menggunakan metode tafsir muqāran, yaitu membandingkan antara tafsir Ibnu

Kaṡir dan tafsir al-Azhār mengenai surah al-Ahqāf ayat 13-17, dengan

perbandingan tersebut akan tampak sisi pesamaan dan perbedaan. Kemudian hasil

dari penjelasan kedua mufassir ini, penulis menyebutkan point-point yang

merupakan nilai-nilai pendidikan akhlak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah al-Ahqāf ayat 13-17

(studi komparasi tafsir Ibnu Kaṡir dan tafsir al-Azhār) dalam tesis ini mengenai

ruang lingkupnya terbagi menjadi 3 bagian. Pertama: Akhlak kepada Allah,

meliputi; iman, raja’, berdoa, bersyukur dan bertaubat. Kedua: Akhlak pribadi,

meliputi; istiqamah dan syaja’ah. Ketiga: Akhlak dalam keluarga, meliputi; birr

al-Wālidain. Adapun persamaannya antara penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka

adalah keduanya sama-sama menggunakan metode tafsir ar-Riwāyah, sedangkan

perbedaan antara penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka adalah Ibnu Kaṡīr seorang

mufasir yang dalam tafsirnya lebih cenderung ke tafsir bi al-Ma’ṡur, sedangkan

Hamka adalah seorang mufasir yang dalam tafsirnya memiliki corak antara

riwayah dengan dirayah, karena Hamka memelihara sebaik-baiknya hubungan

antara naqal dengan aqal. Implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang

terkandung dalam surah al-Ahqāf ayat 13-17 (studi komparasi tafsir Ibnu Kaṡir

dan tafsir al-Azhār) dalam kehidupan kekinian meliputi; Komitmen beriman

kepada Allah, anjuran bersikap istiqamah, anjuran bersikap syaja’ah, anjuran

bersikap birr al-Wālidain, anjuran berdoa, anjuran bersyukur, anjuran bertaubat

dan anjuran bersikap raja’. Strategi penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak yang

terkandung dalam surah al-Ahqāf ayat 13-17 (studi komparasi tafsir Ibnu Kaṡir

dan tafsir al-Azhār) dalam kehidupan kekinian meliputi; Penanaman nilai iman

kepada Allah, penanaman nilai istiqamah, penanaman nilai syaja’ah, penanaman

nilai birr al-Wālidain, penanaman nilai doa, penanaman nilai syukur, penanaman

nilai taubat dan penanaman nilai raja’.

Kata Kunci: nilai, pendidikan akhlak, tafsir

Page 6: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

2

Abstract

The purpose of this study is to determine the values of moral education in surah

al-Ahqāf verses 13-17 (a comparative study of Ibn Kaṡīr's tafsīr and al-Azhār's

tafsīr), to know the similarities and differences as well as the implications of

moral education values contained in surah al-Ahqāf verses 13-17 in contemporary

life. This research is useful for adding scientific insight in the fields of education,

religion and reading materials, especially those related to interpretive research.

This thesis is a library research, which is research whose main object is library

books, articles, scientific journals and other literatures as the object of analysis.

The primary data sources are the tafsīr of Ibn Kaṡīr and the tafsīr al-Azhār. This

research approach uses the tafsīr muqāran method, which is to compare the tafsīr

of Ibn Kaṡīr and the tafsīr al-Azhār regarding surah al-Ahqāf verses 13-17. This

comparison will show the similarities and differences. Then the researcher will

conclude the points which are the values of moral education. The results showed

that the scope of moral education values in surah al-Ahqāf verses 13-17

(comparative study of Ibn Kaṡīr's tafsīr and tafsīr al-Azhār) is divided into 3 parts.

First: Morals to Allah, including; faith, Raja'(hope), pray, gratitude and repent.

Second: personal morals, including; istiqamah and syaja'ah (brave). Third: Morals

in the family, including; birr al-Wālidaīn. The similarities between the

interpretation of Ibn Kaṡīr and Hamka are that they both use the tafsīr ar-Riwāyah

method. Meanwhile, the difference between the interpretation of Ibn Kaṡīr and

Hamka is that Ibn Kaṡīr is a mufasir who in his interpretation tends to tafsir bi al-

Ma'ṡūr, while Hamka is a mufasir who in his interpretation has a pattern between

riwayah and dirayah. This is because Hamka maintains a good relationship

between naqal and aqal. The implications of the values of moral education

contained in surah al-Ahqāf verses 13-17 (comparative study of tafsīr Ibn Kaṡīr

and tafsīr al-Azhār) in modern life include commitment to believe in Allah,

encouragement to be istiqamah, syaja'ah, birr al- Wālidaīn and raja'. in addition to

the encouragement to pray, be thankful, and repent. in surah al-Ahqāf verses 13-

17 are mentioned several strategies to inculcate the values of moral education

(comparative study of tafsīr Ibn Kaṡīr and tafsīr al-Azhār) in modern life

including cultivating the values of faith in Allah, istiqamah, syaja'ah, birr al-

Wālidaīn, prayer, gratitude, repentance and raja'.

Keywords: values, moral education, interpretation

1. PENDAHULUAN

Al-Qur’an dengan pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan,

pendidikan merupakan hal sangat penting sekali bagi kehidupan manusia.

Pendidikan memberi pengaruh yang besar bagi umat manusia, untuk membangun

Page 7: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

3

interaksi yang baik dengan sesamanya.1 Pendidikan yang tidak hanya berorientasi

pada ilmu pengetahuan (knowledge oriented) dan keterampilan (skill oriented),

namun juga berorientasi pada nilai (values oriented). Ini sebuah kewajiban yang

tidak bisa dielakkan dan dikesampingkan, bahwa dalam proses pendidikan harus

menekankan dan mengedepankan nilai-nilai etik dan akhlak. Karena pendidikan

adalah alat untuk mengembangkan tingkah laku manusia dan penataan tingkah

laku secara emosi berdasarkan agama Islam. Sedangkan al-Qur’an adalah sumber

utama dari pendidikan tersebut.2

Idealitanya, untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan dalam Islam, maka

harus kembali kepada al-Qur’an. Kembali kepada al-Qur’an berarti mendambakan

ketenangan lahir dan batin, karena ajaran yang terkandung di dalam al-Qur’an

penuh dengan kedamaian. Ketika umat Islam menjauhi al-Qur’an atau sekedar

menjadikan al-Qur’an hanya sebagai bacaan keagamaan, maka sudah pasti al-

Qur’an akan kehilangan relevansinya terhadap realitas-reakitas semesta alam.

Tidak cukup hanya membaca al-Qur’an dengan lisan saja, tetapi lebih dari itu

maka al-Qur’an harus dimengerti, dipahami, dan dihayati makna isi

kandungannya, agar pesan dan nilai-nilai dari ayat-ayat yang dibaca dapat

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terkhusus dalam hal ini adalah nilai-

nilai pendidikan akhlak.3

Namun realitanya, melihat fenomena yang terjadi di kehidupan umat

manusia pada saat ini, khususnya umat Islam mereka jauh dari nilai-nilai al-

Qur’an. Banyak sekali di kalangan umat Islam yang mampu membaca, bahkan

menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Akan tetapi banyak di antara mereka yang belum

memahami kandungan dan makna dari ayat-ayat yang mereka baca dan hafal

tersebut. Akibatnya banyak bentuk penyimpangan yang mudah ditemukan

1 Siti Shafa Marwah, Makhmud Syafe’i, Elan Sumarna, Relevansi Konsep Pendidikan

Menurut Ki Hadjar Dewantara Dengan Pendidikan Islam, dalam Jurnal Tarbawy: Indonesian

Journal of Islamic Education, Vol. 5, No.1, 2018, hlm. 15. 2 Syamsirin, Pendidikan Berbasis Etika Menurut az-Zarnuji dalam Prespektif Kitab

Ta’lim al-Muta’allim Tariqa at-Ta’alum, dalam Jurnal at-Ta’dib, Vol. 5, No. 1 Shafar 1430 H,

hlm. 60. 3 M. Thoyyib, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an (Telaah Surat al-Hujurat

Ayat 11-13), dalam Jurnal al-Hikmah, Vol. 2, No. 2, September 2012, hlm. 200-201.

Page 8: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

4

dilapisan masyarakat. Salah satunya yaitu penyimpangan akhlak dan dekadensi

moral.4

Banyak kasus anak dan remaja yang terjebak ke dalam dunia kelam seperti

narkoba, minuman keras, pencurian motor, ikut geng motor, dan tawuran5.

Kemudian kasus kekerasan yang dilakukan anak usia sekolah, pelecehan seksual,

aborsi dan kurangnnya nilai-nilai kesopanan terhadap orangtua.6 Mereka juga

sudah mengenal rokok, free sex, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya

yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat dan berurusan

dengan hukum.7

Oleh sebab itu, dari permasalahan yang ada dan untuk memurnikan

kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan ajaran Islam tersebut, maka

satu-satunya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara kembali kembali

kepada nilai-nilai yang ada dalam ajaran al-Qur’an, salah satunya yaitu dengan

menanamkan pendidikan akhlak.

Penanaman akhlak merupakan salah satu dari sekian banyak solusi yang

dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi, serta memutuskan mata rantai

kejahatan anak dan remaja, yang akan, sedang, maupun yang sudah terjadi.

Karena dengan cara itu, setidaknya seorang anak dapat terproteksi dengan pribadi

yang lebih kuat dan mulia. Penanaman akhlak sangat penting bagi kelangsungan

generasi di masa yang akan datang, maka dirasa sangat penting jika penanaman

akhlak dapat dicanangkan pada setiap wilayah perkampungan dengan beberapa

metode yang kreatif agar ke depannya generasi bangsa ini didominasi oleh

generasi emas yang memegang teguh nilai-nilai akhlaknya8

4 Ibid.

5 Gesang Ginanjar Raharjo, Keluarga Sarana Pembentukan Kepribadian Islam Bagi

Remaja, (Online), https://www.republika.co.id/berita/retizen/surat-pembaca/19/11/09/q0p65k349-

keluarga-sarana-pembentukan-kepribadian-islam-bagi-remaja diakses pada hari Sabtu 13 Juni

2020 pukul 22.15 WIB. 6 Tri Sukitman , Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran (Upaya

Menciptakan Sumber Daya Manusia Yang Berkarakter), dalam JPSD: Jurnal Pendidikan Sekolah

Dasar Vol. 2, No. 2 Agustus 2016, hlm. 86. 7 Nunung Unayah dan Muslim Sabarisman, Fenomena Kenakalan Remaja dan

Kriminalitas, dalam Jurnal Sosio Informa Vol. 1, No.02, Mei-Agustus, Tahun 2015, hlm. 123. 8 Zainal Abidin, Urgensi Penanaman Akhlak Di Tengah Maraknya Kasus Kenakalan

Remaja, dalam Research and Development Journal Of Education Vol. 5 No. 2 April 2019, hlm.

53-54.

Page 9: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

5

Akhlak merupakan salah satu ajaran Islam yang harus dimiliki oleh setiap

individu khusunya umat Islam, dalam menunaikan kehidupannya sehari-hari.

Akhlak yang baik merupakan perangai dari para rasul, orang terhormat, sifat

orang-orang yang bertakwa dan hasil perjuangan dari seorang hamba yang patuh

dan taat kepada Allah SWT. Sedangkan akhlak yang buruk merupakan racun,

kejahatan, dan keburukan yang menjauhkan diri dari Allah SWT.9

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tesis ini bermaksud untuk

mengkaji permasalahan akhlak dalam al-Qur’an dan memfokuskan penelitian

pada Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Surah al-Ahqāf Ayat

13-17 (Studi Komparasi Tafsir Ibnu Kaṡir dan Tafsir al-Azhār).

2. METODE

Penelitian tesis ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu

penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku perpustakaan, artikel, jurnal

ilmiah dan literatur-literatur lainnya sebagai obyek analisisnya. Adapun sumber

data primernya adalah tafsir Ibnu Kaṡir dan tafsir al-Azhār. Pendekatan yang

digunakan dalam tesis ini adalah dengan menggunakan metode tafsir muqāran10

,

yaitu membandingkan antara tafsir Ibnu Kaṡir dan tafsir al-Azhār mengenai surah

al-Ahqāf ayat 13-17. Kemudian hasil dari penjelasan kedua mufassir ini, penulis

menyebutkan point-point yang merupakan nilai-nilai pendidikan akhlak.

Sementara itu dalam menganalisis penulis menggunakan pola berpikir

deduktif, penulis berpangkal pada suatu pendapat umum berupa teori, hukum atau

kaidah dalam menyusuri suatu penjelasan tentang suatu kejadian khusus, atau

dalam menarik suatu kesimpulan.11

dan induktif, penulis berpangkal pada

sejumlah fakta empirik untuk menyusun suatu penjelasan umum.12

Sedangkan

dalam penarikan kesimpulan, menggunakan metode induktif. Penulis menarik

9 Hamka, Akhlaqul Karimah, Cet. Ke-1, (Jakarta: Gema Insani, 2017), hlm. 1.

10 Tafsir muqāran adalah metode tafsir yang menjelaskan al-Qur’an dengan cara

perbandingan atau disebut dengan metode komparatif (metode perbandingan), dengan perbandinga

tersebut akan tampak sisi pesamaan dan perbedaan. Lihat Abdul Mustakim, Metode Penelitian al-

Quran dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Sejahtera, 2015), hlm. 19. 11

Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 16. 12

Ibid., hlm. 18.

Page 10: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

6

sebuah kesimpulan atas dasar data-data yang bersifat teoritis untuk suatu

kesimpulan fakta yang bersifat khusus. Metode ini diharapkan menjadi

kesimpulan akhir yang merupakan hasil penelitian yang bersifat objektif dan dapat

dipertanggungjawabkan.13

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung dalam Surah al-Ahqāf

Ayat 13-17 (Studi Komparasi Tafsir Ibnu Kaṡir dan Tafsir al-Azhār)

3.1.1 Iman

Hamka berpendapat bahwa surah al-Ahqāf ayat 13, menunjukkan keimanan

seseorang yang sangat kuat. Orang yang beriman artinya membenarkan dan

meyakini akan Allah, maka segala kegiatan, aktivitas, jalan pikiran, pertimbangan

semua tertuju kepada Allah dan seluruh sikap hidupnya hanya bergantung kepada

Allah.14

Ibnu Kaṡīr berpendapat mengenai surah al-Ahqāf ayat 13, bahwa orang-

orang yang beriman, yakni mereka yang memurnikan amal untuk Allah dan

beramal karena taat kepada Allah atas apa yang telah disyari'atkan-Nya kepada

mereka.15

Definisi iman adalah mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan

hati dan melaksanakan dengan anggota badan. Seseorang dinyatakan beriman

bukan sekedar percaya terhadap sesuatu saja, melainkan kepercayaan itu

mendorongnya untuk mengucapkan sekaligus melakukan sesuatu tersebut sesuai

dengan keyakinannya. Karena itu, iman bukan sekadar dipercaya dan diucapkan,

melainkan bersatu secara utuh dalam diri seseorang yang memberikan pengaruh

ke dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia sehingga bernilai ibadah.16

Maka iman itu harus benar-benar mantap dalam jiwa yang disertai ketundukan

dan ketenangan hati. Beriman mampu menjauhkan diri dari keterbelengguan dan

13

Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1989), hlm. 21. 14

Hamka, Tafsir al-Azhar, Vol. 8, Cet. Ke-1, (Jakarta: Gema Insani, 2015), hlm. 296. 15

Ibnu Kaṡīr, Tafsir al-Qur’an al-Azim, Juz I, (Beriut: Dār al-Fikr, 2009), hlm. 1706. 16

Abdul Kosim dan Fathurrohman, Pendidikan Agama Islam sebagai Core Ethical

Values untuk Perguruan Tinggi Umum, Cet. Ke-1, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2018), hlm.

116.

Page 11: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

7

keterbudakan oleh manusia, syaitan dan hawa nafsu, sehingga orang yang beriman

benar-benar hanya tunduk kepada Allah SWT dan syari’at-Nya.17

3.1.2 Istiqamah

Hamka berpendapat dalam surah al-Ahqāf ayat 13, bahwa setelah menunjukkan

sikap hidup hanya kepada Allah, yakni berkomitmen hanya untuk ketaatan kepada

Allah, kemudian orang yang beriman pun beristiqamah (teguh pada

pendiriannya). Dengan komitmen dan konsisten ini, maka akan menentukan corak

hidup, dan menjadi sebuah sistem hidup.

Ibnu Kaṡīr berpendapat bahwa orang-orang yang berkomitmen dengan

keimanannya kepada Allah, kemudian mereka beristiqamah (meneguhkan

pendirian) mereka. Yakni mereka konsisten dengan memurnikan amal untuk

Allah dan beramal karena taat kepada Allah atas apa yang telah disyari'atkan

kepada mereka. Maka jaminan bagi mereka adalah tidak ada kekhawatiran saat

menjalani peristiwa yang akan mereka hadapi, baik di kehidupan dunia maupun di

akhirat kelak.

Kata استقامة (istiqamah) adalah bentuk kata jadian (infitife noun) dari kata

kerja استقام (istaqamu) terambil dari kata قام (qama) yang pada mulanya berarti

lurus tidak mencong.18

Kata ini kemudian dipahami dalam arti konsisten dan setia

melaksanakan apa yang diucapkan. Sufyan ats-Tsaqafi meminta kepada Nabi

Muhammad SAW untuk diberi jawaban yang menyeluruh tentang Islam sehingga

ia tidak perlu bertanya lagi kepada orang lain. Beliau pun menjawab dengan

singkat: ثمه استقم Katakanlah aku beriman kepada Allah lalu) قل آمنت بالله

istiqamahlah). (HR. Muslim). Ucapan itu menandai tulusnya hati dan lurusnya

keyakinan, sedang istiqamah menunjukkan benar dan baiknya amal seseorang.19

Adapun pengertian istiqamah dalam Mu’jam Mufradãt al-Faz al-Qurãn

adalah jalan menuju kebenaran, semisal: إهدنا الصراط المستقيم (Tunjukilah kami jalan

yang lurus). Hal ini menunjukkan bahwa istiqamah akan menguatkan seseorang

17

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, Risalah Islamiyah Bidang Akhlak, Cet.

Ke-1, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012), hlm. 13-14. 18

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an, jilid

12, Cet. Ke-2, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 400. 19

Ibid., hlm. 51.

Page 12: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

8

kepada jalan yang lurus, yaitu tetap berusaha dalam kebenaran walaupun sedang

dihadapkan dengan berbagai rintangan.20

3.1.3 Syaja’ah (Pemberani)

Syaja’ah merupakan salah satu ciri yang dimiliki seseorang yang istiqamah (teguh

pada pendirian) berjuang di jalan Allah. Keberanian yang dimaksud bukan

keberanian tanpa dasar, tapi keberanian melakukan dan menegakkan kebenaran

berdasarkan nilai-nilai agama.21

Hamka berpendapat bahwa orang yang beriman dan beristiqamah akan

memunculkan sikap syaja’ah (pemberani). Dengan sikap syaja’ah ini, maka akan

menghilangkan semua rasa takutnya kepada siapa pun termasuk tentara Jepang

waktu itu. Seluruh rasa takut hanya tertumpu kepada Allah.22

3.1.4 Birr al-Wālidain (Berbakti kepada Kedua Orangtua)

Hamka berpendapat bahwa surah al-Ahqāf ayat 15 menunjukkan sebuah wasiat

dan perintah utama kepada manusia, sesudah perintah beriman kepada Allah

sebagai dasar kehidupan. Dengan percaya kepada Allah, ketika manusia hendak

menegakkan budi baik dalam dunia ini maka perintah kedua sesudah perintah

berbakti kepada Allah adalah perintah menghormati kedua orangtua, yaitu ibu dan

bapaknya. Sebab pertalian darah, pertalian keturunan, terutama ibu dan bapak

merupakan tabiat murni manusia, bahkan tabiat murni binatang. Mereka

menumpahkan kasih sayang dan cintanya yang murni tanpa mengharapkan

balasan dari putra yang lahir dari hubungan mereka.

Sedangkan Ibnu Kaṡīr berpendapat bahwa Allah SWT telah

memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtua,

yaitu ibu dan bapaknya. Allah perintahkan mereka supaya berbuat baik serta

berlemah lembut kepada keduanya. Sebab, ibunya telah mengandungnya dengan

susah payah, yakni menderita karena mengandungnya, seorang ibu mengalami

kesulitan dan kepayahan, seperti halnya mengidam, pingsan, rasa berat dan

20

Al-‘Allamah ar-Ragἱb al-Asfahani, Mujam Mufradat al-Faz al-Quran, (Beirut: Dar al-

Fikr, tt), hlm. 433. 21

Junaidah, Sovia Mas Ayu, Pengembangan Akhlak pada Pendidikan Anak Usia Dini,

dalam al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam Vol. 8 No. 2, Desember 2018, hlm. 218. 22

Hamka, Tafsir al-Azhar, Vol. 8, Cet. Ke-1, (Jakarta: Gema Insani, 2015), hlm. 297.

Page 13: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

9

cobaan lainnya yang dialami oleh para wanita hamil pada umumnya. Demikian

pula susah payah saat melahirkan, dengan penuh kesulitan dan rasa sakit yang

teramat sangat. Maka wajiblah bagi seorang anak untuk berbakti kepada

orangtuanya dan harus bisa menerima keadaan orangtua.

Kata birr al-Wālidain berasal dari kata barra-yabirru-barran, yang

bermakna berbakti dan sopan, sedangkan al-Wālidain berasal dari kata walada-

yalidu-wilādatan, yang berarti melahirkan. Orang yang melahirkan manusia

adalah ibu, maka walada menjadi Wālidain yang berarti kedua orangtua.23

Jadi

birr al-Wālidain artinya berbakti kepada kedua orangtua ibu dan bapak. Hal ini

merupakan wujud syukur dan terima kasih kepada kedua orangtua yang telah

merawat dari kecil hingga dewasa.

3.1.5 Doa

Hamka berpendapat bahwa doa merupakan salah satu bentuk khidmat kepada

kedua orangtua semasa mereka hidup dan tetap mendoakannya setelah mereka

meninggal. Doa yang terdapat dalam surah al-Ahqāf ayat 15 telah memberikan

pesan dan pengaruh yang mendalam ke dalam jiwa Hamka. Ia merasakan betul

apa yang pernah dirasakan oleh ibu dan bapaknya, penderitaan, pengorbanan,

kasih sayang, kesukaran atau kemudahan hidup ketika membesarkanya. Oleh

sebab itu menurut Hamka, bertambah dewasa orang, harusnya bertambah pulalah

kasih sayang mereka kepada ibu dan bapaknya.

3.1.6 Bersyukur

Hamka berpendapat bahwa bersyukur adalah bentuk terimkasih kepada Allah atas

nikmat hidup dan fasilitas sarana-prasarana. Kemudian mensyukuri nikmat Allah

karena dilahirkan ke dunia melalui perantara ibu dan bapak yang baik-baik dan

mulia. Maka sebagai bentuk syukur atas karunia Allah tersebut, wajib kita berbuat

baik kepada ibu dan bapak dengan berkhidmat kepadanya dikala hidup maupun

setelah meninggal.

Mensyukuri nikmat Allah, yang telah diberikan kepada kita dan kedua ibu

bapak. Sebab, ibu telah mengandung dengan susah payah, sedangkan bapak

23

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), hlm. 1997.

Page 14: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

10

berjasa dalam mencari nafkah dan menemani sang ibu saat hamil hingga proses

persalinan. Bentuk syukur itu menurut Ibnu Kaṡīr supaya kita dapat berbuat amal

shalih yang Allah ridai dan kebaikan dari amal shalih tersebut turun-temurun

hingga ke anak cucu.

Syukur merupakan pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah

dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak dan tuntunan dari

Allah.24

Ar-Ragib al-Asfahani berpendapat bahwa syukur berarti tasawwur an-

Ni'mah wa izharuha (menggambarkan nikmat dan menampakkannya) yang

merupakan lawan dari kufur (kufr) yang berarti nisyan an-Ni'mah wa satruha

(melupakan nikmat dan menutupinya).25

Dalam ilmu psikologi syukur disebut dengan gratitude. Syukur

digambarkan sebagai sebuah bentuk emosi yang berkembang menjadi suatu sikat

dan moral yang baik, kemudian menjadi kebiasaan yang membentuk kepribadian

dan akhirnya mempengaruhi individu dalam merespon terhadap segala sesuatu.

Dalam konseptual rasa syukur terbagi menjadi dua tingkat, yaitu keadaan (state)

dan sifat (trait). Dalam sebuah keadaan rasa syukur berarti perasaan subjektif

berupa kekaguman, rasa terimakasih, dan menghargai segala sesuatu yang

diterima. Sedangkan sebagai sifat, rasa syukur diartikan sebagai kecenderungan

individu untuk merasakan kebersyukuran dalam hidupnya.26

Adapun masalah

yang timbul akibat kurangnyapun rasa syukur adalah kurangnya Self-fullfilment,

kurang merasa puas dengan apa yang dimilikinya saat ini. Keadaan ini dapat

memicu kecemasan dan serta tidak dapat mencapai ketenangan dalam hidup.

Kata kunci dari syukur adalah suka berterima kasih, tahu diri, tidak mau

sombong, dan tidak boleh lupa Tuhan. Bagi seorang Muslim, kunci syukur itu

adalah ingat Allah. Kita ada karena Allah dan kepada-Nya kita akan kembali. Di

sinilah, syukur seringkali disamakan dengan ungkapan rasa “terima kasih” dan

24

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan,

(Bandung: Mizan, 1997), hlm. 215-216. 25

Al-Allamah ar-Ragib al-Asfahani, Mu'jam Mufradat al-Faz al-Qur'an ..., hlm. 272. 26

Hasanal K., Moh. Mashudi, Relevansi Konsep Pendidikan Keluarga dalam al-Qur’an

(Studi Atas Kitab Tafsir fi Dzilalil Qur’an Karya Sayyid Quthb), dalam Jurnal Al-Hikmah Vol 8

Oktober 2020, hlm. 79.

Page 15: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

11

segala pujian hanya untuk Allah semata. Semakin sering bersyukur dan berterima

kasih, maka akan semakin baik, bahagia dan tenteram batinya.27

3.1.7 Bertaubat

Menurut Hamka bahwa setiap manusia akan mengalami perjalanan hidup yang

terjal, berbelit-belit, mendaki dan menurun, pasang naik dan turun, tertawa dan

menangis, pernah jaya dan pernah gagal, pernah juga berbuat salah dan dosa,

tetapi janganlah putus asa dan berhenti di tengah jalan, sadar dan jujurlah secara

terus terang akan kealpaan dan kekhilafan kita. Tentu ada kebenaran dan ada

kesalahan, namun yang terbaik bagi orang yang terlanjur berbuat salah dan dosa

sebab kelemahan dan kebodohannya adalah bertaubat kepada Allah SWT.

Bagaimanapun juga, kita tetap seorang Muslim, pasrah dan menyerahkan

sepenuhnya hidup hanya kepada Allah dan berusaha hendak menjadi orang baik.

Ibnu Kaṡīr berpendapat bahwa ujung surah al-Ahqāf ayat 15 di dalamnya

terdapat petunjuk bagi orang yang telah berumur 40 tahun, agar ia memperbaharui

taubat dengan kembali kepada Allah, lalu mensyukuri segala anugerah nikmat

Allah yang telah diberikan kepadanya dan kepada kedua orangtuanya serta

bertekad agar supaya dapat berbuat amal shalih yang Allah ridhai. Sesungguhnya

aku termasuk orang-orang yang berserah diri.

3.1.8 Raja’ (Pengharapan)

Hamka berpendapat bahwa Allah telah memberikan raja’ (pengharapan) kepada

umat manusia. Alangkah sedihnya bila hidup tidak diberi pengharapan. Allah

menunjukkan bahwa Dia adalah Maha Besar. Dia berkata bahwa permohonan

yang tulus ikhlas itu dikabulkan berkat amalan baik yang pernah dikerjakan.

Kalau ada kesalahan maka kesalahan itu dilampaui saja, Allah tidak

mengambilnya sebagai sebuah tuntutan yang berat, karena bila dibandingkan

kesalahan itu dengan jasa-jasa dan amalan baik dan mulia yang mereka kerjakan,

maka akan menjadi kecillah kesalahan itu. Sebab itu dilampaui saja, karena jarang

di atas dunia ini manusia yang akan terlepas sama sekali dari kesalahan dan

kealpaan.

27

Choirul Mahfud, The Power of Syukur: Tafsir Kontekstual Konsep Syukur dalam al-

Qur’an, dalam jurnal Epistemé, Vol. 9, No. 2, Desember 2014, hlm. 379-381.

Page 16: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

12

3.2 Persamaan dan Perbedaan Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang

Terkandung dalam Surah al-Ahqāf Ayat 13-17 Menurut Tafsir Ibnu

Kaṡir dan Tafsir al-Azhār

3.2.1 Persamaan Kedua Mufassir

Tabel 1. Persamaan Penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka Mengenai Nilai-Nilai

Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Surah al-Ahqāf Ayat 13-17

No Persamaan Kedua Mufassir

1. Keduanya sama-sama menggunakan metode tafsir ar-Riwāyah,

yaitu rangkaian keterangan yang terdapat dalam al-Qur’an, as-

Sunah, atau perkataan Sahabat sebagai penjelasan maksud dari

firman Allah, yaitu tafsir al-Qur’an dengan al-Quran, tafsir al-

Qur’an dengan as-Sunah atau tafsir al-Qur’an menurut asar yang

timbul dari kalangan para Sahabat, sehingga keduanya tidak lepas

dari pendapat para ulama terdahulu.

2. Secara garis besar nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung

dalam surah al-Ahqāf ayat 13-17 hasil analisis dari kedua mufassir

tersebut hampir sama pada penafsiran, nilai keimanan, nilai

keistiqamahan, nilai birr al-Wālidain, nilai syukur dan nilai taubat,

hanya saja secara spesifik ada sedikit penekatan kata yang akan

disampakan dibagian perbedaan.

3.2.2 Perbedaan Kedua Mufassir

Tabel 2. Perbedaan Penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka Mengenai Nilai-Nilai

Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Surah al-Ahqāf Ayat 13-17

No Perbedaan Kedua Mufassir

1. Perbedaan antara penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka adalah Ibnu

Kaṡīr seorang mufasir yang dalam tafsirnya lebih cenderung ke

tafsir bi al-Ma’ṡur. Sedangkan Hamka adalah seorang mufasir yang

dalam tafsirnya memiliki corak antara riwayah dengan dirayah,

karena Hamka memelihara sebaik-baiknya hubungan antara naqal

Page 17: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

13

dengan aqal. Hamka tidak hanya semata-mata mengutip atau

menukil pendapat ulama yang telah terdahulu, tetapi juga

mempergunakan tinjauan dan pengalamannya sendiri. Hamka tidak

ta'ashshub kepada suatu faham, melainkan mencoba mengerahkan

segala upaya untuk mendekati maksud ayat, menguraikan makna,

dari lafadz bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan memberi

kesempatan orang untuk berfikir.

2. Secara spesifik ada sedikit perbedaan dalam penekatan kata antara

penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka, di antaranya: Pertama; Nilai

iman menurut Ibnu Kaṡīr adalah memurnikan amal, sedangkan

Hamka adalah sikap hidup hanya bergantung kepada Allah. Kedua;

Nilai istiqamah menurut Ibnu Kaṡīr adalah teguh pendirian dalam

beramal, sedangkan Hamka adalah konsisten atas amal baik yang

telah diperbuatnya. Ketiga; Nilai birr al-Wālidain menurut Ibnu

Kaṡīr adalah berbakti dan berlemah lembut kepada kedua orangtua,

sedangkan Hamka adalah menegakkan budi baik sebagai rasa

hormat kepada kedua orangtua. Keempat; Nilai syukur menurut

Ibnu Kaṡīr adalah mensyukuri nikmat Allah, dan berterimakasih

kepada orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan,

sedangkan Hamka adalah berterimakasih kepada Allah atas nikmat

hidup dan berkat dilahirkan melalui perantara ibu dan bapak.

Kelima; Nilai taubat menurut Ibnu Kaṡīr adalah kembali kepada

Allah dan khusus bagi orang yang telah berumur 40 tahun, agar ia

senantiasa memperbaharui taubat, sedangkan Hamka adalah

kembali menuju petunjuk Allah dengan pasrah menyerahkan

sepenuhnya hidup hanya kepada-Nya dan berusaha menjadi orang

baik. Keenam; Nilai syaja’ah menurut Hamka adalah sikap hidup

yang muncul karena buah dari keimanan dan istiqamah, sedangkan

Ibnu Kaṡīr tidak berbicara terkait syaja’ah. Ketujuh; Nilai doa

menurut Hamka adalah permohonan kepada Allah dan merupakan

salah satu bentuk khidmat kepada orangtua semasa mereka hidup

Page 18: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

14

dan tetap mendoakannya setelah mereka meninggal, salah satunya

berdoa dengan ayat 15 dari surah al-Ahqāf, sedangkan Ibnu Kaṡīr

tidak menyinggung terkait doa. Kedelapan; Nilai raja’ menurut

Hamka adalah bentuk pengharapan manusia kepada Allah agar

dikabulkan permohonannya, kalau ada kesalahan kecil maka

kesalahan itu dilampaui saja, Allah tidak mengambilnya sebagai

sebuah tuntutan yang berat, agar manusia tidak sedih dalam

hidupnya, sedangkan Ibnu Kaṡīr dalam tafsirnya tidak menyinggung

masalah raja’.

3.3 Implikasi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam

Surah al-Ahqāf Ayat 13-17 Hasil Komparasi Tafsir Ibnu Kaṡir dan

Tafsir al-Azhār dalam Kehidupan Kekinian

Akhlak dan Islam tidak pernah meninggalkan satu aspekpun dari sekian aspek

kehidupan manusia, baik itu bersifat ruhani maupun yang bersifat jasmani,

keagamaan ataupun duniawi, intelektual atau insting, individual atau sosial. Islam

telah meletakkan dan menetapkan sistem yang terbaik untuk mengaturnya menuju

pada keluhuran.

Hukum Islam mempunyai watak tertentu dan beberapa karakter yang

membedakannya dari bermacam-macam hukum dunia yang lain. Hukum itu

dalam dasar-dasarnya secara umum berasal dari wahyu Allah; Pertama, Aturan-

aturannya dibuat dengan dorongan agama dan moral. Kedua, Balasannya

didapatkan di dunia dan di akhirat. Ketiga, Kecenderungan komunal

(bersama/umum). Hal tersebut dapat berkembang sesuai dengan lingkungan,

waktu dan tempat, privat dan publik, dan membahagiakan dunia seluruhnya.28

Masyarakat Muslim mempunyai tata krama dan tradisi yang harus

dijadikan sebagai habitat tempat tumbuh kembangnya anak Muslim, agar kelak

mereka bisa mempratikkannya, selain juga agar mereka bisa menghormatinya.

Tidak seharusnya anak Muslim mengasingkan diri dari masyarakat, tetapi

28

Muhammad Yusuf Musa, Islam: Suatu Kajian Komprehensif, alih bahasa A. Malik

Madani dan Hamim, (Jakarta: CV Rajawali, 1988), hlm. 160.

Page 19: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

15

sebaliknya, harus berinteraksi. Ia harus mampu memberikan pengaruh, bukannya

terpengaruh. Ia harus mempengaruhi masyarakat dengan akhlaknya yang mulia.

Jangan sampai terpengaruh dengan tradisi dan akhlak buruk yang ada dalam

masyarakat. Kita harus mengarahkan anak kita dalam memilih teman, jangan

sampai ia memilih teman buruk, tetapi harus memilih teman yang baik. Karena

seseorang itu akan terpengaruh oleh akhlak temannya.

Setelah mengetahui penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka dalam surah al-

Ahqāf Ayat 13-17 di atas, berikut implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam

kehidupan kekinian hasil komparasi tafsir Ibnu Kaṡīr dan Hamka. Pertama,

Komitmen beriman kepada Allah. Kedua, Anjuran bersikap Istiqamah. Ketiga,

Anjuran bersikap syaja’ah. Keempat, Penanaman nilai birr al-Wālidain. Kelima,

Anjuran berdoa. Keenam, Anjuran bersyukur. Ketujuh, Anjuran bertaubat. Dan

kedelapan, Anjuran bersikap raja’.

3.4 Strategi Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak yang Terkandung

dalam Surah al-Ahqāf Ayat 13-17 Hasil Komparasi Tafsir Ibnu Kaṡir

dan Tafsir al-Azhār dalam Kehidupan Kekinian

Setelah mengetahui penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka dalam surah al-Ahqāf Ayat

13-17 di atas sekaligus implikasinya dalam kehidupan kekinian, berikut akan

disampaikan strategi penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kehidupan

kekinian hasil komparasi tafsir Ibnu Kaṡīr dan Hamka.

3.4.1 Penanaman Nilai Iman Kepada Allah

Adapun strategi penanaman nilai iman kepada Allah. Berikut pola pembinaan

terstruktur tersebut:29

a. Memberikan contoh dan teladan yang baik kepada anak serta

membimbingnya untuk senantiasa beriman dan berpegang teguh kepada

ajaran-ajaran agama sehingga terbentuk akhlak yang mulia. Semisal;

Berkata jujur, amanah, syukur, tawakkal, ikhlas, sabar, pemaaf, dan yang

lainnya.

29

Munawir Haris dan Hilyatul Auliya, Urgensi Pendidikan Agama dalam Keluarga dan

Implikasinya Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak, dalam Masile: Jurnal Studi Ilmu

Keislaman Juli-Desember, Vol. 1, No.1, 2019, hlm. 53-55.

Page 20: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

16

b. Membiasakan anak untuk melaksanakan syiar-syiar agama sejak kecil

dalam praktek-praktek ibadah, seperti ikut shalat berjamah dengan orangtua

atau ikut serta ke masjid untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah

atau ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan religius lainnya.

c. Menyiapkan suasana keagamaan dan spiritualitas yang sesuai dengan

keadaan rumah di mana mereka berada. Pengetahuan agama dan spritual

termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh

oleh keluarga terhadap anak-anaknya.

d. Membimbing anak dengan memberikan buku-buku bacaan keagamaan yang

berguna untuk menambah wawasan sehingga mereka semakin memikirkan

ciptaan-ciptaan Allah dan atas keagungan-Nya.

3.4.2 Penanaman Nilai Istiqamah

Ada beberapa strategi yang bisa dipakai dalam penanaman nilai istiqamah

terhadapa anak, di antaranya:30

a. Pembiasaan, yakni melakukan perbuatan baik dan mulia secara terus-

menerus dan konsisten untuk waktu yang cukup lama, sehingga perbuatan

itu benar-benar dikuasai dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit

ditinggalkan. membiasakan anak sejak kecil berarti membiasakannya kelak

untuk dewasa nanti. Dengan begitu kelak saat dewasa tidak asing lagi

dengan pelaksanaan ibadah shalat, puasa, membaca al-Qur’an, zakat, infak,

shadaqah dan lain sebagainya.31

b. Peneladanan, yakni mencontoh perilaku, pemikiran, sifat dan sikap dari

orangtua guru dan tokoh-tokoh yang dikagumi untuk kemudian mengambil

alihnya menjadi suatu sikap, sifat dan prilaku pribadi secara konsisten.

c. Pemahaman, penghayatan dan penerapan secara sadar, dengan berusaha

memahami secara benar nilai-nilai, asas-asas dan prilaku yang baik,

30

Muhammad Harfin Zuhdi, Istiqomah dan Konsep Diri Seorang Muslim, dalam Jurnal

Religia, Vol. 14, No. 1, April 2011, hlm. 120-121. 31

Muhammad Yunan Harahap, Masruroh Lubis, dan Muhammad Ali Hanafiah, Strategi

Penanaman Kebiasaan Beribadah Pada Anak (Studi Kasus Pada Masyarakat Muslim Minoritas

Desa Kuta Gugung Kabupaten Karo), dalam Intiqad: Jurnal Agama dan Pendidikan Islam, Vol.

11, No. 2 (Desemner 2019), hlm. 333.

Page 21: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

17

kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari secara terus-

menerus dan konsisten.

3.4.3 Penanaman Nilai Syaja’ah

Tiga strategi penanaman nilai syaja’ah yang telah disebutkan dalam al-Qur'an dan

as-Sunnah32

, di antaranya: Pertama, Berani menghadapi musuh dalam peperangan

(QS. Al-Anfal: 15-16). Kedua, Berani menyatakan kebenaran (kalimah al-Haq)

sekalipun di hadapan penguasa yang dzalim. Sebagaimana sabda Rasulullah

SAW: "Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan di hadapan

penguasa yang dzalım." (HR. Tirmidzi). Ketiga, Berani untuk mengendalikan diri

tatkala marah sekalipun dia mampu melampiaskannya.

3.4.4 Penanaman Nilai Birr al-Wālidain

Ada beberapa hal yang harus ditanamkan orangtua dan para pendidik terhadap

anak, yaitu dengan mengajarkan anak agar menghormati dan berbakti kepada

orangtuanya. Adapun strategi penanaman nilai dalam birr al-Wālidain adalah

sebagaimana berikut: 33

a. Berbicara dengan halus dan sopan terhadap orangtua, serta tidak memotong

pembicaraannya.

b. Menyambut orangtua dengan senyum dan mencium tangannya.

c. Belajar dengan giat dan berusaha menjadi murid berprestasi untuk

menyenagkan orangtua.

d. Meminta izin tatkala hendak pergi dan masuk kamar orangtua.

e. Senantiasa tersenyum setiap kali berhadapan dengan orangtua.

f. Tidak mencela orangtua, jika keduanya melakukan sesuatu yang aneh atau

salah.

g. Tidak mendahului orangtua dalam mengambil makanan.

h. Tidak menelantangkan kaki di hadapan orangtua.

i. Mendoakan dan memintakan ampunan bagi orangtua, baik ketika mereka

masih hidup atau sudah mati.

32

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, Cet. Ke-10, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan

Pengamalan Islam (LPPI), 2009), hlm. 116-118. 33

Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Fān Tarbiyah al-‘Aulād fi al-Islām (Seni Mendidik

Anak 2), alih bahasa Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), hlm. 24.

Page 22: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

18

3.4.5 Penanaman Nilai Doa

Menurut Imam al-Ghazali (1979: 181-191) terdapat beberapa macam penanaman

nilai dalam doa, di antaranya:34

a. Memilih waktu yang mulia, untuk berdoa seperti hari Arafah untuk tahunan,

bulan Ramadhan untuk bulanan, hari jum’at untuk mingguan, dan waktu

sahur dari saat-saat malam.

b. Mengambil segala hal keadaan yang mulia yaitu adanya peristiwa fenomena

alam ataupun aktifitas manusia misal ketika turun hujan, ketika bergeraknya

barisan yang melaksanakan jihad fisabilillah, ketika didirikan shalat-shalat

fardu.

c. Menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangan.

d. Merendahkan suara dengan penuh ketundukan, antara benar-benar

merendahkan dan mengeraskan.

e. Merendahkan diri dengan khusyuk serta penuh rasa takut (kepada Allah

SWT).

f. Bersungguh-sungguh dalam berdoa dan mengulanginya sebanyak tiga kali.

g. Doa dimulai dengan berżikir kepada Allah SWT.

h. Memperhatikan adab batin yang merupakan penyebab diterimanya, doa oleh

Allah SWT, yaitu: mengembalikan segala hak orang yang teraniaya dan

menghadapkan segenap jiwa raga dengan sepenuh hati kepada Allah SWT.

i. Doa itu akan dikabulkan jika di dalamnya terkumpul kehadiran hati,

kosentrasi secara penuh terhadap apa yang dimintanya, dan bertepatan

dengan salah satu dalam enam waktu dikabulkannya doa, yaitu: Sepertiga

malam terakhir, saat ażan, antara ażan dan iqamat (pertengahan), setelah

melaksanakan shalat wajib, saat khatib duduk di antara khutbah pertama dan

kedua, dan saat-saat terakhir setelah waktu Ashar.

3.4.6 Penanaman Nilai Syukur

Adapun strategi penanaman nilai syukur kepada Allah SWT bisa dilakukan

dengan tiga cara,35

yaitu: Pertama, Bersyukur menggunakan hati (menyadari

34

Awaludin Hakim, Doa dalam Perspektif Al-Qur’an Kajian Tafsir Ibnu Katῑr dan Tafsir

Al-Azhar, dalam jurnal al-Fath, Vol. 11 No. 01 (Januari-Juni) 2017, hlm. 55-56.

Page 23: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

19

bahwa semua nikmat yang diperoleh merupakan anugerah dan bersumber dari

Allah SWT, QS. An-Nahl: 53). Kedua, Bersyukur menggunakan lisan mengakui

melalui ucapan bahwasanya asal semua nikmat adalah dari Allah SWT seraya

mengucapkan pujian kepada-Nya. Al-Qur’an juga mengajarkan supaya pujian

terhadap Allah SWT dilakukan dengan mengucapkan الحمد لله رب العلمين (segala puji

hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam). Ketiga, Bersyukur melalui amal

perbuatan (memanfaatkan semua nikmat sesuai dengan tujuan penciptaan atau

pemberiannya).

3.4.7 Penanaman Nilai Taubat

Adapun strategi penanaman nilai taubat yang sempurna adalah harus memenuhi

lima dimensi,36

yaitu: Menyadari kesalahan, menyesali kesalahan, memohon

ampun kepada Allah SWT (istighfar), berjanji tidak akan mengulanginya,

menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh, untuk membuktikan bahwa dia

benar-benar telah bertaubat. Lima dimensi di ataslah yang disebut dengan taubat

yang sempurna atau dalam bahasa al-Qur'an disebut taubat nasuha (QS. At-

Tahrim: 8).

3.4.8 Penanaman Nilai Raja’

Adapun strategi penanaman nilai raja’ adalah, sebagai berikut: Pertama, Selalu

optimis dalam melewati setiap warna kehidupan dengan lebih indah dan membuat

suasana hati menjadi tenang (QS. Yusuf: 87). Kedua, Selalu dinamis. Adalah

sikap untuk terus berkembang, berfikir cerdas, kreatif, rajin, dan mudah

beradaptasi dengan lingkungan. Ketiga, Berpegang teguh kepada tali agama Allah

yaitu agama Islam. Keempat, Berharap kepada Allah, agar selalu diberikan

kesuksesan dalam berbagai macam usaha dan mendapat rida dari-Nya. Kelima,

Menciptakan prasangka baik membuang jauh prasangka buruk. Keenam, Selalu

meningkatkan amal sholeh untuk bertemu Allah. Ketujuh, Selalu meningkatkan

jiwa untuk berjuang dijalan Allah. Kesembilan, Selalu meningkatkan rasa syukur

atas nikmat yang telah diteriamnya. Kesepuluh, Selalu merasa takut kepada

35

Desri Ari Enghariano, Syukur dalam Perspektif al-Qur’an, dalam jurnal El-Qanuny,

Vol. 5, No. 2 Edisi Juli-Desember 2019, hlm. 278-279. 36

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq ..., hlm. 61-62.

Page 24: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

20

ancaman dan siksaan Allah di hari akhirat kelak. Kesebelas, Selalu cinta

(mahabbah) kepada Allah. 37

4 PENUTUP

Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah al-Ahqāf ayat 13-17

(studi komparasi tafsir Ibnu Kaṡir dan tafsir al-Azhār) dalam tesis ini mengenai

ruang lingkupnya terbagi menjadi 3 bagian. Pertama: Akhlak kepada Allah,

meliputi; iman, raja’, berdoa, bersyukur dan bertaubat. Kedua: Akhlak pribadi,

meliputi; istiqamah dan syaja’ah. Ketiga: Akhlak dalam keluarga, meliputi; birr

al-Wālidain. Persamaan dan perbedaan nilai-nilai pendidikan akhlak yang

terkandung dalam surah al-Ahqāf ayat 13-17 (studi komparasi tafsir Ibnu Kaṡir

dan tafsir al-Azhār. Adapun persamaannya antara penafsiran Ibnu Kaṡīr dan

Hamka adalah keduanya sama-sama menggunakan metode tafsir ar-Riwāyah,

yaitu rangkaian keterangan yang terdapat dalam al-Qur’an, as-Sunah, atau

perkataan Sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu tafsir al-

Qur’an dengan al-Quran, tafsir al-Qur’an dengan as-Sunah atau tafsir al-Qur’an

menurut asar yang timbul dari kalangan para Sahabat, sehingga keduanya tidak

lepas dari pendapat para ulama terdahulu. Sedangan persamaan nilai-nilai

pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah al-Ahqāf Ayat 13-17 hasil dari

analisis dari kedua penafsiran ulama tersebut meliputi; Nilai keimanan, nilai

keistiqamahan, nilai birr al-Wālidain, nilai syukur dan nilai taubat. Perbedaan

antara penafsiran Ibnu Kaṡīr dan Hamka adalah Ibnu Kaṡīr seorang mufasir yang

dalam tafsirnya lebih cenderung ke tafsIr bi al-Ma’ṡur. Sedangkan Hamka adalah

seorang mufasir yang dalam tafsirnya memiliki corak antara riwayah dengan

dirayah, karena Hamka memelihara sebaik-baiknya hubungan antara naqal

dengan aqal. Hamka tidak hanya semata-mata mengutip atau menukil pendapat

ulama yang telah terdahulu, tetapi juga mempergunakan tinjauan dan

pengalamannya sendiri. Sementara perbedaan nilai-nilai pendidikan akhlak yang

terkandung dalam surah al-Ahqāf ayat 13-17 hasil dari analisis dari kedua

37

Novialdi, Yosi dan Suci Nurohma Wati, Mencari Ketenraman Jiwa dalam Ajaran

Tasawuf, dalam jurnal al-Karim: Jurnal Pendidikan, Psikologi dan Studi Islam, Vol. 5, No. 1

(2020), hlm. 44.

Page 25: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

21

penafsiran ulama tersebut meliputi; Nilai syaja’ah, nilai doa dan nilai raja’.

Sementara itu Ibnu Kaṡīr dalam tafsirnya tidak menyinggung terkait dengan tiga

nilai tersebut.

Implikasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah al-

Ahqāf ayat 13-17 (studi komparasi tafsir Ibnu Kaṡir dan tafsir al-Azhār) dalam

kehidupan kekinian meliputi; Komitmen beriman kepada Allah, anjuran bersikap

istiqamah, anjuran bersikap syaja’ah, anjuran bersikap birr al-Wālidain, anjuran

berdoa, anjuran bersyukur, anjuran bertaubat dan anjuran bersikap raja’. Strategi

penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surah al-Ahqāf

ayat 13-17 (studi komparasi tafsir Ibnu Kaṡir dan tafsir al-Azhār) dalam

kehidupan kekinian meliputi; Penanaman nilai iman kepada Allah, penanaman

nilai istiqamah, penanaman nilai syaja’ah, penanaman nilai birr al-Wālidain,

penanaman nilai doa, penanaman nilai syukur, penanaman nilai taubat dan

penanaman nilai raja’.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2019. Urgensi Penanaman Akhlak Di Tengah Maraknya Kasus

Kenakalan Remaja. Research and Development Journal Of Education Vol.

5. No. 2.

Ad-Dimasyqī, al-Imām Abū al-Fidā’ al-Hāfiz Ibnu Kaṡīr. 2009. Tafsir al-Qur’an

al-Azim. Juz I. Beriut: Dār al-Fikr.

Al-Asfahani, al-Allamah ar-Ragib. T.t. Mu'jam Mufradat al-Fāz al-Qur'ān.

Beirut: Dar al-Fikr.

Enghariano, Desri Ari. 2019. Syukur dalam Perspektif al-Qur’an, dalam jurnal El-

Qanuny, Vol. 5, No. 2.

Hakim, Awaludin. 2017. Doa dalam Perspektif Al-Qur’an Kajian Tafsir Ibnu

Katῑr dan Tafsir Al-Azhar, dalam jurnal al-Fath, Vol. 11 No. 01.

Hamka. 1982. Tafsir al-Azhār Juz I. Jakarta: Pustaka Panjimas.

---------. 2015. Tafsir al-Azhar. Vol. 8, Cet. Ke-1. Jakarta: Gema Insani.

---------. 2017. Akhlaqul Karimah. Cet. Ke-1. Jakarta: Gema Insani.

Harahap, Muhammad Yunan. Lubis, Masruroh dan Hanafiah, Muhammad Ali.

2019. Strategi Penanaman Kebiasaan Beribadah Pada Anak (Studi Kasus

Page 26: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

22

Pada Masyarakat Muslim Minoritas Desa Kuta Gugung Kabupaten

Karo), dalam Intiqad: Jurnal Agama dan Pendidikan Islam, Vol. 11, No. 2.

Haris, Munawir dan Auliya, Hilyatul. 2019. Urgensi Pendidikan Agama dalam

Keluarga dan Implikasinya Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak,

dalam Masile: Jurnal Studi Ilmu Keislaman Juli-Desember, Vol. 1, No.1.

Ilyas, Yunahar. 2009. Kuliah Akhlaq. Cet. Ke-10. Yogyakarta: Lembaga

Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI).

Junaidah, Mas Ayu, Sovia. 2018. Pengembangan Akhlak pada Pendidikan Anak

Usia Dini. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam. Vol. 8 No. 2,

Desember.

K. Hasanal, Mashudi, Moh.. 2020. Relevansi Konsep Pendidikan Keluarga dalam

al-Qur’an (Studi Atas Kitab Tafsir fi Dzilālil Qur’an Karya Sayyid

Quthb). Jurnal Al-Hikmah. Vol. 8 Oktober 2020.

Kosim, Abdul dan Fathurrohman. 2018. Pendidikan Agama Islam sebagai Core

Ethical Values untuk Perguruan Tinggi Umum. Cet. Ke-1. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Mahfud, Choirul. 2014. The Power of Syukur: Tafsir Kontekstual Konsep Syukur

dalam al-Qur’an. Jurnal Epistemé. Vol. 9. No. 2.

Majelis Tarjih, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2012. Risalah Islamiyah Bidang

Akhlak. Cet. Ke-1. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Mantra, Ida Bagoes. 2008. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia.

Surabaya: Pustaka Progressif.

Mursi, Muhammad Sa’id. 2001. Fān Tarbiyah al-‘Aulād fi al-Islām (Seni

Mendidik Anak 2. Alih bahasa Muhammad Muchson Anasy. Jakarta:

Pustaka al-Kautsar.

Musa, Muhammad Yusuf. 1988. Islam: Suatu Kajian Komprehensif. Alih bahasa

A. Malik Madani dan Hamim. Jakarta: CV Rajawali.

Novialdi, Yosi dan Wati, Suci Nurohma. 2020. Mencari Ketenraman Jiwa dalam

Ajaran Tasawuf, dalam jurnal al-Karim: Jurnal Pendidikan, Psikologi dan

Studi Islam, Vol. 5, No. 1.

Raharjo, Gesang Ginanjar. 2019. Keluarga Sarana Pembentukan Kepribadian

Islam Bagi Remaja. (Online),

(https://www.republika.co.id/berita/retizen/surat-

pembaca/19/11/09/q0p65k349-keluarga-sarana-pembentukan-kepribadian-

islam-bagi-remaja diakses pada hari Sabtu 13 Juni 2020).

Page 27: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM …

23

Shafa Marwah, Siti, Syafe’i, Makhmud, Sumarna, Elan. 2018. Relevansi Konsep

Pendidikan Menurut Ki Hadjar Dewantara Dengan Pendidikan Islam,

dalam Jurnal Tarbawy: Indonesian Journal of Islamic Education. Vol. 5,

No.1.

Shihab, M. Quraish. 1997. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai

Persoalan. Bandung: Mizan.

-------------------------. 2009. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-

Qur'an, jilid 12, Cet. Ke-2. Jakarta: Lentera Hati.

Sukitman, Tri. 2016. Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran (Upaya

Menciptakan Sumber Daya Manusia Yang Berkarakter), dalam JPSD:

Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar Vol. 2, No. 2 Agustus.

Surahmad, Winarno. 1989. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Syamsirin, 1430. Pendidikan Berbasis Etika Menurut az-Zarnuji dalam Prespektif

Kitab Ta’lîm al-Muta’allîm Tarîqa at-Ta’alum, dalam Jurnal at-Ta’dib.

Vol. 5, No. 1.

Thoyyib, M.. 2012. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam al-Qur’an (Telaah Surat

al-Hujurat Ayat 11-13), dalam Jurnal al-Hikmah. Vol. 2, No. 2.

Unayah, Nunung dan Sabarisman, Muslim. 2015. Fenomena Kenakalan Remaja

dan Kriminalitas, dalam Jurnal Sosio Informa Vol. 1, No.02, Mei-

Agustus.

Zuhdi, Muhammad Harfin. 2011. Istiqomah dan Konsep Diri Seorang Muslim,

dalam Jurnal Religia, Vol. 14, No. 1.