24
675 Abstrak KABUPATEN Kutai Barat yang baru terbentuk sebagai konsekwensi dari diber- lakukannya UU 47 tahun 1999. Akan tetapi menjadi kabupaten sendiri yang terlepas dari Kabupaten “induknya” (Kabupaten Kutai Kartanegara) tidak secara langsung menye- lesaikan masalah ketidakjelasan klaim wilayah adat, wilayah administrasi kampung, ijin-ijin yang diterbitkan diatasnya dan lain-lain. Pembentukan Tim Inventarisasi Hutan Adat dan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2001 dengan mengikutsertakan berbagai pihak termasuk didalamnya masyarakat adat dan lembaga penelitian mencoba mengembangkan metodologi identifikasi masyaraklat adat secara partisipatif. Diharapkan studi ini dapat digunakan untuk melakukan identifikasi masyarakat adat secara partisipatif diwilayah Kabupaten Kutai Barat atau Kabupaten kabupaten lainnya. Kendala kendala yang Perjalanan “Kilip” Mencari Pengakuan; Refleksi Pengembangan Methodologi Identifikasi Masyarakat Adat dan Wilayah Adat Secara Partisipatif di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur Oleh : Martua Sirait 1 , Don Bosco Bulor 2 , Yoga Sofyar 3 , Dwi Anugrah 4 , Ratna Rismawan 5 & Didin Suryadin 6 timbul akan dapat segera dihadapi tanpa harus mengabaikan hak-hak masyarakat adat yang pada saat ini terperangkap dalam lingkaran pemiskinan. 1. Pendahuluan Berbagai klaim masyarakat adat atas wilayahnya selama ini tidak dapat difasilitasi dengan baik melalui kebijakan-kebijakan Propinsi dan Kebijakan Sektoral “instant” saja. Cara-cara penyelesaian permasalahan tuntutan atas tanah dan sumber-sumber kekayaan melalui pembagian hasilnya, tanpa menye- lesaikan akar permasa-lahannya, yaitu masalah penguasaan atas tanah dan sumber daya alamnya tidak menyelesaikan masalah bahkan mempersulit proses kepastian bagi semua pihak. Pada tahun 2001 dibentuk tim Inventarisasi Hutan Adat dan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kutai Barat dengan tugas untuk mengembangkan metodologi identifikasi masyarakat adat yang cocok untuk keadaan di Kutai Barat, yang

Panel G final.pmd

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Panel G final.pmd

675

AbstrakKABUPATEN Kutai Barat yang baru

terbentuk sebagai konsekwensi dari diber-lakukannya UU 47 tahun 1999. Akan tetapimenjadi kabupaten sendiri yang terlepas dariKabupaten “induknya” (Kabupaten KutaiKartanegara) tidak secara langsung menye-lesaikan masalah ketidakjelasan klaim wilayahadat, wilayah administrasi kampung, ijin-ijinyang diterbitkan diatasnya dan lain-lain.Pembentukan Tim Inventarisasi Hutan Adatdan Hak Ulayat Masyarakat Hukum AdatKabupaten Kutai Barat pada tahun 2001dengan mengikutsertakan berbagai pihaktermasuk didalamnya masyarakat adat danlembaga penelitian mencoba mengembangkanmetodologi identifikasi masyaraklat adatsecara partisipatif. Diharapkan studi ini dapatdigunakan untuk melakukan identifikasimasyarakat adat secara partisipatif diwilayahKabupaten Kutai Barat atau Kabupatenkabupaten lainnya. Kendala kendala yang

Perjalanan “Kilip” Mencari Pengakuan;

Refleksi PengembanganMethodologi IdentifikasiMasyarakat Adat dan Wilayah AdatSecara Partisipatifdi Kabupaten Kutai Barat,Kalimantan Timur

Oleh : Martua Sirait1, Don Bosco Bulor2, Yoga Sofyar3,Dwi Anugrah4, Ratna Rismawan5 & Didin Suryadin6

timbul akan dapat segera dihadapi tanpa harusmengabaikan hak-hak masyarakat adat yangpada saat ini terperangkap dalam lingkaranpemiskinan.

1. PendahuluanBerbagai klaim masyarakat adat atas

wilayahnya selama ini tidak dapat difasilitasidengan baik melalui kebijakan-kebijakanPropinsi dan Kebijakan Sektoral “instant” saja.Cara-cara penyelesaian permasalahan tuntutanatas tanah dan sumber-sumber kekayaanmelalui pembagian hasilnya, tanpa menye-lesaikan akar permasa-lahannya, yaitu masalahpenguasaan atas tanah dan sumber dayaalamnya tidak menyelesaikan masalah bahkanmempersulit proses kepastian bagi semuapihak. Pada tahun 2001 dibentuk timInventarisasi Hutan Adat dan Hak UlayatMasyarakat Hukum Adat Kabupaten KutaiBarat dengan tugas untuk mengembangkanmetodologi identifikasi masyarakat adat yangcocok untuk keadaan di Kutai Barat, yang

Page 2: Panel G final.pmd

676

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

dapat digunakan sebagai dasar pengakuan hakhak masyarakat adat7. Tim beranggotakanberbagai pihak termasuk didalamnya masya-rakat adat dan lembaga penelitian. Tim inimenyiapkan draft Methodologi IdentifikasiMasyarakat Adat Secara Partisipatif yangselanjutnya di uji-cobakan oleh ICRAF-SEAdan Yayasan SHK-Kaltim pada tahun 2003-2004 dengan kerjasama Program Peta Pihak.Dalam pelaksanaan uji cobanya dirasakanbanyak hal-hal menarik yang ditemukan dansecara bersama-sama dengan berbagai penulis,dituliskan agar supaya dapat menjadi bahanpembelajaran bagi para pihak.

Kebutuhan akan suatu metoda identifikasimasyarakat adat secara partisipatif tidak hanyadibutuhkan oleh Kabupaten Kutai Barat, tetapijuga dibutuhkan oleh daerah lain di Kalimantandan juga di wilayah lain Indonesia gunamenjawab tuntutan masyarakat adat tanpamelanggar hak haknya dan berpedoman padaprinsip penghormatan, perlindungan, peme-nuhan dan pemajuan hak-hak masyarakatadat8.

Tulisan ini merupakan bagian yang tidakterpisahkan dari Draft Metodologi IdentifikasiMasyarakat Adat secara partisipatif yangdisiapkan oleh tim 2001. Refleksi atasmetodologi ini dilakukan dengan melakukandiskusi mendalam dengan beberapa tokohadat, pemuda, kelompok perempuan, peme-rintah dan para pihak yang bukan berasal darimasyarakat adat di wilayah Masyarakat Adatdari suku Dayak Bentian (di kecamatan BentianBesar) dan Masyarakat Adat dari suku DayakBenuaq (kecamatan Damai dan Muara Lawa).Diskusi dilakukan dengan melakukan simulaiatas tahapan tahapan yang akan dilalui bagimasyarakat adat untuk mendaftarkan hak hakadatnya dengan membawa prasyarat minimal,proses verifikasi, tim independent yang akanmenerima pendaftaran serta proses proseskebijakan lainnya yang diikuti dengan prosesbanding bagi kelompok yang merasa tidakdiuntungkan. Proses simulasi ini mendorongpara pihak untuk memberikan tanggapannyaserta kekawatirannya akan berbagi hal yangakan dihadapi dan cukup memberikan umpanbalik bagi tim guna menjawab kekawatiran parapihak dan mengantisipasinya dalam prosesdikemudan hari serta juga merevisi tahapanpengakuan yang dipikirkan semula.

Tulisan ini juga diharapkan dapat mem-bantu Pemerintah Kabupaten dan siapa sajayang peduli dengan keterpinggiran masyarakatadat untuk melakukan identifikasi masyarakatadat secara partisipatif dengan menempatkanmasyarakat adat sebagai bagian dari prosestersebut sehingga hak penentuan nasib sendiriserta hak hak lainnya yang dimiliki masyarakatadat dapat terpenuhi dan pada gilirannya akanmemberikan jaminan ketahan pangan danmelepaskan masyarakat adat dari jeratanpemiskinan. Refitalisasi budaya Berinuqsebagai bagian dari proses penetuan nasibsendiri menjadi kunci keberhasilan prosesidentifikasi masyarakat adat secara partisi-patif9. Dilain pihak diharapkan proses tersebutdapat memperbarui pemahaman para pihakatas keberadaan masyarakat adat beserta hak-haknya, menjadi masukan bagi usaha penga-kuan masyarakat adat dalam tingkat nasional,dan lokal demi pembentukan kebijakan yangmelindungi, menghormati dan mengakui hakmasyarakat adat serta segera di penuhinya.

2. Perdebatan Konsep PengakuanMasyarakat AdatPerjuangan menuntut pengakuan terus

berlangsung dimana Masyarakat Adat menun-tut untuk menata ulang hubungan negaradengan Mayarakat Adat. Beberapa kebijakanyang mencerminkan perubahan hubungan atasNegara dan Masyarakat Adat terbit setelahReformasi 1998 (Zakarin 1999; AMAN1999)10. Akan tetapi masih menyisakan pe-kerjaan rumah bagi pemerintahan dimasadepan untuk menjelaskan hubungan Negaradengan Masyarakat Adat11.

Proses Pengakuan Hak Hak MasyarakatAdat digunakan oleh Departemen Kehutanandan yang digunakan oleh Badan PertanahanNasional (BPN) sebagai suatu contoh prosespengakuan yang berbeda untuk masyarakatadat yang sama12.

Walaupun kedua proses ini menggunakanPeratuan Daerah (Kabupaten) sebagai dasarhukum pengakuan masyarakat adat, tetapikedua kebijakan ini memberikan arahan yangberbeda kepada Pemerintah Daerah (peme-rintah Kabupaten) dalam mengakui hak hakmasyarakat adat. Kriteria Masyarakat Adatyang dianut Departemen Kehutanan

Page 3: Panel G final.pmd

677

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Definisi & Proses Menurut Kehutanan Menurut BPN

Masyarakat Adat Diakui keberadaanya jika memenuhi unsur antara lain: 1. Masyarakaynya masih dalam bentuk

paguyuban (rechtgemeenschap) 2. Ada kelembagaan dalam bentuk

perangkat penguasaan adatnya 3. ada wilayah adat yang jelas 4. ada pranata hukum, khususnya peradilan

adat yang masih ditaati 5. masih mengadakan pemungutan hasil

hutan diwilayah hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari

Sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal atau atas dasar keturunan (ps 1 ayat 3).

Wilayah Adat Hutan Adat adalah hutan negara yang berada pada wilayah adat

Bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari masyarakat adat (ps1 ayat 2)

Hak Adat (atau dikenal dengan nama lain)

1. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari

2. Melakukan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan UU

3. Mendapatkan pemberdayaaan masyarakat

Kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat adat tertentu atas wilayah tertentu, untuk mendapatkan manfaat termasuk tanahnya, bagi kelangsungan hidupnya yang timbul dari hubungan lahir, bathin dan terus menerus pada wilayah tersebut (ps 1 ayat 1) Dianggap masih ada jika: 1. Masih ada keterikatan, mengakui dan

menerapkan hukum adatnya 2. Terdapat wilayah adat 3. Terdapat tatanan hukum adat

mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan wilayah adat

Pengajuan Pengakuan Pemerintah Kabupaten Pemerintah kabupaten atau Masyarakat Adatnya

Penentuan Masih Adanya Hak Adat

Penelitian oleh lembaga penelitian Pemerintah Kabupaten dengan mengikutsertakan; 1. pakar hukum adat, 2. masyarakat hukum adat 3. Ornop 4. instansi instansi pengelola SDA

Dasar Hukum Pengakuan & Pemenuhan Hak Hak Adat

Peraturan Daerah Kabupaten & SK Menteri Kehutanan

Peraturan Daerah Kabupaten

Penguasaan Tanah Adat Hak Pengelolaan Hutan Adat atas Hutan Negara

Hak Kepunyaan oleh anggota masyarakat adat, sebagai tanah bukan negara

Peran Pemerintah Kabupaten

Dalam RPP Hutan Adat dicantumkan sebagai perannya sebagaio Pengusukl kepada pemerintah Propinsi

Mengusulkan PERDA melalui hak Inisiatif DPR kabupaten atau usulan Pemerintah daerah c/q Kantor BPN atau Bagian Pemerintahan

Peran Pemerintah Propinsi

Dalam RPP Hutan adat dicantumkan peran mengusulkan kepada Menteri Kehutanan

Tidak ada

Peran Departemen Sektoral

Dalam RPP Hutan Adat dikatakan berperan mengkaji usulan Propinsi dan setelah itu menerima atau menolak

Terlibat dalam studi

Kebijakan penjabarannya

Peraturan Pemerintah (belum ada) Peraturan Daerah Kabupaten SK Menteri Kehutanan (belum ada)

Peraturan Daerah (baru ada satu perda 31/2001 Kabupaten Lebak untuk Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy)

Tabel 1Proses Pengakuan Masyarakat Adat Menurut Kehutanan dan BPN

Sumber: Martua Sirait,Herry Yogaswara,Lisken Situmorang,Chip Fay; Pengakuan Wilayah Kelola Masyarakat Adat; Ancaman atau Peluang (Kedai V, 2005)

Page 4: Panel G final.pmd

678

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

nampaknya dan juga mungkin instansi lainnyasarat dengan usaha untuk melindungi kepen-tingan sektornya. Penambahan kriteriamasyarakat adat masih dapat dimungkinkansehingga semakin jauh dari usaha peng-hormatan, perlindungan, pemenuhan danpemajuan hak-hak masyarakat adat. Bahkanbertentangan dengan apa yang disampaikandalam pandangan akhir pengesahan UU No.41/1999 tentang Kehutanan pada saat itu:

Undang-undang kehutanan ini lahirdalam kerangka reformasi..., terutamaupaya pemberdayaan masyarakat adatserta masyarakat yang bermukim disekitar kaweasan hutan yang selam inimengalami proses peminggiran, pemis-kinan yang berkelanjutan. Mereka tidakboleh lagi terpuruk di hutannya sendiri(Fraksi Karya Pembagunan, Drs. H.MuzzanniNoor, A-31 Dephut 1999)

Demikian pula disampaikan oleh AnggotaDewan yang lain:

Dalam Kaitannya dengan pelaksanaanhak hak masyarakat adat ini, Fraksi PDImengharapkan kepada pemerintahuntuk membantu melindungi dan mem-perlancar bukan sebaliknya menghalanghalangi serta mempersulit (Fraksi PDIDrs. Markus Wauran, Dephutbun 1999)

Sampai saat ini belum ada satu masyarakatadatpun yang mendapatkan Hak PengelolaanHutan Adat mengikuti skema UU41/1999 ataumengikuti skema SE Menhut tahun 2004.

Disisi lain Kebijakan UU No. 21 tahun 2001Otonomi Khusus Provinsi Papua berbedaproses pengakuan masyarakat adat melaluimekanisme di Majelis Rakyat Papua (MRP)yang anggotanya adalah perwakilan masya-rakat adat suku, ditambahkan perwakilanperempuan dan perwakilan agama. Akan tetapisampai saat ini Peraturan Pemerintah untukpelaksanaan pembentukan MRP belum ter-wujud. Selain nuansa keberpihakan dalamaspek ekonomi, sosial dan agama asli, Undangundang ini secara khusus dalam pasal 43 dan44 menekankan pentingnya perlindungan hak-hak masyarakat adat serta perlindungan atashak kekayaan intelektualnya.

Nampaknya bangun kebijakan kita belummenemukan pola hubungan yang tepat antaranegara dan masyarakat adat. Disatu sisi

instansi sektoral sarat dengan kepentingannyamempertahankan dominasinya atas keputusanpengakuan masyarakat adat sehingga memper-tahankan prosedurnya sendiri untuk mengakuimasyarakat adat. Kebijakaan ini juga cen-derung membenturkan pemerintah termasukdidalamnya anggota dewan untuk memutuskansiapa diantara mereka yang masyarakat adatdan siapa yang bukan secara sepihak.

Kebijakan ini beresiko membenturkanpemerintah dengan potensi pelanggaranpelanggaran HAM dari kacamata universal.Misal hak menetukan nasib sendiri (right toself determination) yang diakui dalamkonvensi ILO. Prosedur identifikasi kesatuanmasyarakat adat beserta wilayah adatnyasecara partisipatif mungkin dapat menjaditerobosan administrasi pemerintahan menjem-batani tugas tugas administrasi pemerintahanyang harus dijalankan aparat pemerintah danhak hak masyarakat adat yang tidak dilanggarserta tidak diabaikan. Pengakuan hak-hakmasyarakat adat merupakan satu langkah dasaruntuk dapat dimulainya suatu negosiasi ulangantar hak hak adat dengan ijin-ijin yang sudahditerbitkan dan menyelaraskan dengan pem-bangunan daerah dimasa depan. Yang padagilirannya memberikan kepastian bagi usahausaha produktif masyarakat adat berupapengelolaan sumber sumber adaya alam yangdapat memberikan jaminan ketahanan panganserta aset untuk melepaskan dirinya darilingkaran pemiskinan.

3. Siapa Masyarakat Adat diKabupaten Kutai Barat?Tidaklah mudah membuat pengelompokan

terhadap Masyarakat Adat di Kabupaten KutaiBarat. Banyak versi, pengelompokkan dapatkita telusuri dari sedemiakian banyaknyaliteratur sekitar suku Dayak. Sebut sajamisalnya, Malinckrodt, (1928), Stohr, (1959),Kennedy, (1974), Coomans, (1987) D.G.E.Hall, (1988), Selato, (1989) R. Soekmono,(1991) . Apa yang dikemukakan Tjilik Riwut,(1958), yang membagi Suku Dayak diKalimantan menjadi 18 suku pokok dengansekitar 400-an sub suku, menunjukkan kepadakita betapa rumitnya membuat penge-lompokkan atas suku yang satu ini: Dayak.

Apa yang dapat ditarik dari penyelidikankepustakaan, ialah bahwa suku Dayak ter-

Page 5: Panel G final.pmd

679

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

masuk dalam rumpun Bangsa Austronesia yangberimigrasi ke Asia Tenggara 2.500 SM sampai1500 SM (D.G.E. Hall, 1988: 7-11). Dari daerahseputar Yunnan di Cina Selatan merekaberimigrasi hingga sejumlah dari mereka tibadi Kalimantan melalui Malaysia (R. Soekmono,1991:58), ada pula sekelompok lainnya melaluiHainan, Taiwan dan Filipina (MikhailCoomans, 1987:3).

Soetoen dalam SFMP Dokumen No. 11tahun 1997 Hal. 23 mengatakan bahwapenduduk asli kalimantan Timur bukan hanyasuku dayak saja seperti biasanya disebutkanmelainkan juga orang kutai. Orang kutaitersebar sepanjang sungai mahakam danmerupakan orang-orang yang dahulu loyalkepada Sultan Kutai. Berdasarkan keper-cayaan penduduk, daerah Kutai dahulunyadidiami oleh lima puak, yaitu;

1. Puak Pantun, yang mendiami daerah sekitarMuara Ancalong dan Muara Kaman

2. Puak Punang, yang m,endiami sekitarwilayah Muara Muntai dan Kota Bangun

3. Puak Pahu, yang mendiami daerah sekitarMuara Pahu

4. Puak Tulur Dijanghkat, yang mendiamidaerah sekitar Barong Tongkok dan Melak

5. Puak Melani, yang mendiami wilayah sekitarKutai Lama dan Tenggarong

Kelima puak tersebut tumbuh dan ber-kembang menjadi suku Kutai yang mempunyaibahasa sama dengan dialek berbeda-beda satudengan yang lainnya.

Para penulis sering memasukkan suku kutaikedalam kelompok suku melayu, walupunbanyak yang mempermasalahkan kemiripansuku kutai dengan suku dayak dan beranggapanbahwa orang Kutai dahulunya termasuk dalamsuku Tunjung (Tonyooi). Akan tetapi karenaumumnya suku Kutai beragama islam makaperbedaan sering digunakan (Mallinckrodt,1928;46, Coomans, 1987:4 dalam SFMPDocument No. 11 1997:23)

Menurut ceritera para tetua yang dihu-bungi, semuanya sepakat bahwa orang DayakBenuaq dan Bentian kiranya termasuk dalamsuku Luangan, yang berpindah dari KalimantanTengah melalui sungai Lawa. Dalam pesia-rahan hidup masa lalu itu, sejumlah darimereka membangun tempat tinggal. Ada yang

di hulu sungai Lawa (suku Bentian) dan adayang milir hingga menetap di sekitar MuaraLawa (suku Benuaq Lawa). Masih menurutsejumlah tetua tadi, sebagian yang tak hendaktinggal, atau untuk sementara waktu tinggal disekitar muara Lawa, ada yang mudik hinggameretas sungai Idaatn (Benuaq Idaatn) dansungai Nyuatan (Benuaq Daya). Sementaramereka yang memutuskan untuk milir,akhirnya tiba di muara Pahu. Di sana merekamenetap dengan membangun sejumlah per-kampungan.

3.1 Masyarakat Adat yang Dinamis

Pengakuan, pemajuan, perlindungan danpenghormatan masyarakat adat setelah prosespenghancuran secara sistimatis melalui politikpengabaian, menciptakan keberadaan masya-rakat adat yang sangat beragam. Sebagianmasyrakat adat yang dapat mempertahankankeberadaannya dengan tingkat pengor-ganisasian yang tinggi, sedangkan disisi lainmasyarakat adat yang berstrategi untuk tidakbertentangan/berkonfrontasi dengan negara,rela atau dipaksa untuk meninggalkan sebagianatau hampir semua kehidupan adatanya. Makadengan ini akan sulit sekali didapat rumusan-rumusan masyarakat adat yang kaku sepertiyang dibuat sebelum kemerdekaan (mis:memiliki wilayah adat, hukum adat danperangkat adat yang masih digunakan dandipatuhi oleh semua masya-rakatnya), yangada hanyalah masyarakat adat yang dinamisdan berubah sesuai dengan tekanan peru-bahan. (wignyusubroto 1999 dalam sirait2001).

Masyarakat dapat di Kabupaten KutaiBarat kususnya dari susku dayak Benuaqmempunyai konsep hidup “menyambutdengan tangan terbuka” semua perubahan danpengaruh yang datangnya dari luar, walaudemikian masyarakat dayak menanggapimasuknya perubahan dan pengaruh dari luarberbeda-beda. Dengan adanya perbedaan inimaka ada 3 tipe reaksi masyarakat atas tekananperubahan dan pengaruh dari luar sepertiberikut;

1. Kelompok pertama ini adalah kelompokyang sangat mempertahankan tradisi danadat istiadat dari nenek moyang mereka.

2. Kelompok kedua ini adalah kelompok yangselektif dalam menerima perubahan danpengaruh dari luar. Pengaruh-pengaruh

Page 6: Panel G final.pmd

680

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

yang baiklah yang akan mereka gunakansebagai perubahan menuju kemajuan.

3. Kelompok ketiga adalah kelompok yangdengan terang-terangan ‘menelan’ semuaperubahan dan pengaruh-pengaruh dariluar tanpa menilai baik buruknya terlebihdahulu, dan menjadi bagian dari kehidupanmereka.13

3.2 Antara Revitalisasi dan ReinstalasiAdat

Demokrasi sering dihormati sebagai modelpemerintahan yang paling layak karenamenegaskan pentingnya “pemisahan keku-asaan” yang menurut sistim ini, rakyatlahsebagai yang mempunyai akses kepada ketigalembaga pemerintahan yang independent yaitulegislatif, eksekutif dan yudikatif. Maksudnyapemisahan kekuasaan ini untuk menjaminbahwa tidak ada seorangpun atau suatu lem-baga menjadi sangat berkuasa.

Meskipun demikian, sistem sosial yangmemiliki pengawasan terhadap kekuasaan danyang menjamin adanya pertanggung jawabanbukan hanya semata-mata terdapat dalamdemokrasi tris politica. Contohnya dalamSuku Sioux Oglala pada abad 19, yang menga-lami sejarah panjang mempertahankantanahnya dari pengambilan alih oleh peme-rintah Amerika telah menggunakan pemisahankekuasan dalam pemerintahan lembagaadatnya. Pengalaman menunjukkan bahwasistem pengurusan diri sendiri masyarakat adatyang paling berhasil tidak hanya menjalankanpemisahan kekuasaan melainkan juga me-njadikannya dasar bagi pengurusan diri sendiriyuang sekarang berlaku pada lembaga-lembagatradisional. (AMAN, ICRAF, FPP, satu yangkami tuntut PENGAKUAN, tahun 2003, hal.33 dan 36).

Sementara jika kita lihat KelembagaanAdat yang ada di Kutai Barat tidak melakukanpemisahan kekuasaan, kurangnya pemisahankekuasaan dalam banyak organisasi sosialtradisional masyarakat adat dayak merupakansalah satu persoaalan di Kalimantan, khu-susnya di Kalimanatan Timur.

3.3 Akses Terhadap Keadilan

Keadilan Transisional merupakan tindakanguna mewujudkan keadilan dalam masa transisi(dari rezim otoriter ke rezim demokrat).

Keadilan transisional adalah melibatkan(masyarakat adat) secara aktif untuk men-dapatkan keadilan dari perspektif korban,sehingga keadilan transisional dapat men-jembatani secara legal dan historis yangmenghubungkan masa lalu dan masa depan.Keadilan yang diberikan haruslah dimak-sudkan agar ketidak adilan dimasa lampautidak terjadi lagi dan agar keadilan ini tidakmenciptakan ketidak adilan baru. Pada saatyang sama dilakukan pemihakan kepadakorban yang menjadi korban diskriminasikebijakan yang merugikan dimasa lalu.(Laksono Karlina 2001 dalam sirait 2001)

Konflik-konflik antara Kampung yangsaling berbatasan dan didalam kawasankampung sering terjadi dikarenakan perebutansumber daya alam yang ekonomis untukdikelola oleh masyarakatnya maupun peru-sahaan. Sengketa tapal batas antar kampungdi Kabupaten Kutai Barat hampir merata disetiap kampung. Dari sekian banyak konflikyang terjadi baru beberapa konflik saja yangdapat terselesaikan secara baik melaluimusyawarah dan mufakat oleh kedua belehpihak yang bersengketa. Hampir semua konflikini mencuat karena adanya kompensasi ataufee yang dijanjikan pihak pengusaha. Belumadanya model pemenuhan keadilan selaindengan kompensasi. Restitusi atau bentukkeadilan lain belum banyak di pilih sebagaisalaha satau alat menjawab keadilan.

3.4 Sukat “Ukuran/Hukum” BagiSemua

Dahulu, nilai budaya tersosialisasikanmelalui keputusan-keputusan yang diambiloleh pemuka adat dan pelaksana berbagaikegiatan upacara adat. Adat sukat dalam sukuDayak Benuaq dan Tonyooi merupakanpengatur dan pedoman dalam menyelesaikanberbagai permasalahan yang terjadai dalamkehidupan sehari-hari. Dalam adat sukatterdapat aturan dan kaidah, ketentuan yangberlaku dalam masyarakat secara turun-temurun meskipun tidak tertulis atau termuatdalam suatu catatan dokumen14. Pengertianadat sebagai suatu norma, aturan, kaidah,ketentuan dan kebiasaan dalam masyarakatsecara turun-temurun selalu diikuti dengankata sukat. Kata sukat sendiri menggam-barkan bahwa para mantik dalam mengambilsuatu keputusan berkaitan dengan adat sukatselalu memiliki ukuran atau ketentuan serta

Page 7: Panel G final.pmd

681

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

kebijkasaan sehingga sehingga masyarakatbenar-benar merasa terlindungi dan terayomioleh adat sukat ini.

Adat sukat bukan saja mengatur hubunganantara manusia dengan manusia, manusiadengan lingkungan dan manuasia denganpenciptanya. Adat sukat terdiri dari dua bagianyang tidak dapat dipisahkan/dibedakan secarategas, yang berakibat hukum dapat berupasangksi denda, pengusiran, pengucilan dandicela, sedangkan yang tidak berakibat hukumdapat berupa kutukan dari roh-roh. Berikutini diuraikan beberapa hal penting tentangpengertian adat sukat dalam masyarakat alammasyarakat Dayak Benuaq dan Tonyooi;

1. Adat sukat adalah falsafah hidup bagimasyarakat. Hal ini berarti bahwa adatsukat dipakai sebagai pedoman dalammenjalankan kehidupan bermasyarakat.

2. Adat sukat berlaku bagi semua orang dalammencari dan mendapatkan keadilan. Padadasarnya adat sukat beranggapan bahwasegenap lapisan masyarakat adat berhakmencari dan mendapatkan perlindunganhukum kelembagaan adat.

3. Adat sukat adalah pendidikan non formalyang perlu dipelajari oleh semua lapisanmasyarakat , terutama yang nantinya akanberperan dalam adat sukat, seperti kepalaadat, tokoh adat, tokoh masyarakat,generasi muda dan para dukun tradisional(mis. pemeliant, pengewara, ataupenyentangih).

4. Adat sukat dapat memperkokoh rasapersatuan dan kesatuan dalam masyarakatkarena terciptanya kehidupan yang tertibaman dan damai.

5. Adat sukat memiliki kosekuensi sanksi adatdan ada bagian yang tidak memilikikonsekuensi sanksi adat.

6. Adat sukat mempunyai peran strategisdalam pembangunan karena menjunjungtinggi kerjasama dan gotong-royong yangmerupakan tradisi sejak jaman dulu15.

3.5 Keberadaan dan KeragamanKelembagaan MA HubunganKelembagan MA dengan SystemPemerintahan

Kutai Barat dengan berbagai etnis dayakdan etnis lainnya sebagai pendatang meru-

pakan suatu wilayah yang sangat komplekdengan adat budaya dari berbagai etnis yangada. Keterakomodiran adat budaya masya-rakat pendatang dalam lembaga adatmasyarakat lokal sangat diperlukan dalammenjaga kestabilan keamanan dan keten-traman di wilayah Kutai Barat. Sehingga perandari kelembagaan adat dalam mengayomimasyarakat adat secara keseluruhan dapatterwujud, sesuai dengan adat sukat yangmempunyai pengertian “Sukat untuk semua”

Bagan 1 akan memberikan gambaranbagaimana besarnya tantangan yang dihadapaioleh masyarakat adat dalam usaha pengelolaanpenghidupan wilayah adatnya sendiri dimasakini dan akan datang.

Saat ini masyarakat adat di Indonesiademikian juga di Kabupaten Kutai Baratmengalami dilema untuk memilih orinetasinyadan hubungan dengan berbagai pihak.Masyarakat Adat kampong di Kutai Barattergabung dalam beberapa sempekat danterjadi tarik menarik untuk beriorintasi kepadapemerintahan kampung (Menjadi bagian daripemerintahan Kampung atau Naggota BPK),menjadi bagian dari dewan adat dengan bataswilayah administrasi (Kecamatan, Kabupaten)dan sebagainya. Mendekatkan diri denganasosiasi lembaga adat atau tetap saja menjadilembaga adat kampung yang berinteraksidengan berbagai pihak.

3.6 Dewan Adat Kabupaten

Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat padadasarnya merupakan kelembagaan adattertinggi untuk wilayah adminsistrasi Kubar,namun selama ini Dewan Adat ini belummenunjukkan kinerjanya yang nyata danberarti bagi lembaga-lembaga adat yang adadikampung. Dewan Adat ini merupakan ben-tukan baru dan tidak dapat dipungkiri bahwapara pemuka adat di tingkat kampung dankecamatan yang mengatakan bahwa LembagaAdat Besar merupakan kepanjangan tangandari pihak pemerintah, tokoh-tokoh adat ditingkat kecamatan dan kampung menginginkanperan yang lebih proaktif dan keberpihakankepada masyarakat adat secara menyeluruhdan nyata dari Lembaga Adat Besar KutaiBarat. Dewan Adat Kabupaten Kutai Baratdibentuk dengan tugas;

1. Menjadi mitra pemerintah lokal untukmenata dan memperkuat Adat di Kubar agar

Page 8: Panel G final.pmd

682

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

TNI/ Polri

DPR/ MPR Depdagri

Peradilan Dephut Pertanian,

perkebunan & perikanan

Kesehatan, Pendidikan &

Kebudayaan, Badan Sosial, dll

Kampung Ka. Kampung

PDKT

DPR Kab

DPR Prop

BPK

Dewan Adat Kabupaten

Aliansi Masyarakat Adat

Nusantara (AMAN)

Asosiasi Lembaga Adat

Regional (AMA)

Ornop dan Jaringannya

Dewan Adat Kecamatan

sempekat

Eksekutif Legislatif Yudikatif

Propinsi Gubernur

Kabupaten Bupati/Walikota

Kecamatan Camat

Masyarakat adat mampu eksis di eraglobalisasi.

2. Menjadi penyalur aspirasi masyarakat adatbaik kepada eksektif maupun legislatif,sehingga kepentingan adat dapat menjadibahan utama dalam penyusunan kebijakanpembangunan di Kutai Barat

3. Membantu para pihak dalam menyelesaikankonflik, utamanya yang menyangkutkonfliki antar masyarakat adat maupunantara masyarakat adat dengan pihak luar.16

Pembentukan Dewan Adat Kabupatenbertujuan untuk;

1. Memberdayakan masyarakat adat agarmampu menentukan pengelolaan SumberDaya Alamnya sendiri

2. Mengupayakan perlindungan terhadap hak-hak masyarkat adat guna menentukannasibnya sendiri berdasarkan kearifan lokal

3. Meningkatkan kualitas sumber dayamanusia

4. Menegakkan kembali supremasi hukumadat yang ada dan telah berlaku selama ini

5. Mengembangkan aktivitas adat sesuaikarekteristik sub suku masing-masing

6. Mengembangkan aktivitas ekonomi gunamengupayakan kesejahteraan masyarakatadat.17

3.7 Lembaga Adat Kecamatan

Secara kelembagaan, Lembaga AdatKecamatan berada di bawah dari Dewan AdatKubar, namun peran yang dilaksanakan olehlembaga adat kecamatan dapat dikatakancukup penting dalam upaya penyelesaiankonflik-konflik yang terjadi dalam masyarakatadat di wilayah adatnya. Wilayah hukumlembaga adat kecamatan pada saat sekarang inisama luasnya dengan wilayah administrasipemerintahan kecamatan, lembaga adatkecamatan dipimpin oleh seorang kepala adatdari suatu kampung yang dipilih melaluimusyawarah dan salah satu syarat untuk dapatmenjadi kepala adat kecamatan adalah ia yangmempunyai kemampuan pengetahuan adatsecara menyeluruh dan mendalam serta dapatdijadikan panutan oleh masyarakat adatnya.Stuktur lembaga adat kecamatan terdiri dariseorang kepala adat, seorang sekertaris, dan

Bagan 1Tantangan dalam Pengurusan Diri Sendiri bagi Masyarakat Adat di Kutai Barat

Page 9: Panel G final.pmd

683

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

anggota sebanyak 3 orang. Salah satu tugasdari lembaga adat kecamatan adalah membantupenyelesaian permasalahan yang tidak dapatdiselesaikan di wilayah kampung, sebelumberlanjut ketingkat Dewan Adat Kabupaten.Lembaga adat kecamatan membawahi berapapun jumlah kampung yang ada di wilayahkecamatan tersebut, baik kampung tersebutmasih mayoritas penduduk asli (dayak) mau-pun penduduknya sudah heterogen/berbaurdari semua suku yang ada di Indonesia.

3.8 Lembaga Adat Kampung

Masyarakat adat kampung merupakanmasyarakat adat yang secara langsung mene-rapkan dan mempraktekkan hukum adat dalamkehidupan sehari-hari mereka. Hukum adatyang berlaku dalam masyarakat mempunyairuang lingkup yang luas mencakup seluruhaspek kehidupan, baik itu adat perkawinan,kematian, kelahiran, pertanahan, dan adatyang mengatur kehidupan sehari-hari. Ber-lakunya ketentuan hukum adat tergantung daripenerimaan masyrakat yang bersangkutan,disamping itu pula terkadang dikaitkan denganhal-hal yang bersifat spiritual berupa duku-ngan roh-roh nenek-nenek moyang yangdimunculkan berupa anggapan bahwa jika adattersebut dilanggar pelanggarnya akan men-dapat kutukan dari arwah nenek-nenekmoyang tersebut. Dalam menyelesaikanmasalah/perselisihan yang terjadi, Kepala Adattetap mendengarkan dan memperhatikanpertimbangan-pertimbangan dari para pemukaadat dan tetua adat serta melihat sukat darikasus kasus terdahulu untuk menentukanseberapa besar denda atau hukuman apa yang

akan di jatuhkan kepada yang bersalah. Dalammengajukan permasalahan/ gugatan, sipemohon harus mengajukan sebuah piringputih dan sejumlah uang (± Rp. 20.000,-),serta saksi untuk dapat diproses secara adatoleh lembaga adat, begitupula kepada tergugat,ia harus memberikan piring putih sebagaitanda bahwa ia siap untuk kasus yang diajukanoleh penggugat. Dana yang dibayarkantersebut digunakan untuk operasional lembagaadat dalam melakukan penegakan hukum adat.

Secara kelembagaan, lembaga adat kam-pung dipimpin oleh seorang Kepala Adat,seorang sekertaris, dan tiga dewan adat.Seorang Kepala Adat dituntut mempunyaikemampuan dan pengetahuan tentang adat danhukum-hukum adat, begitu pula dengansekertaris dan para anggota adatnya. BeberapaLembaga Adat Kampung bergabung dalam satusatuan wilayah tertentu dapat berupa anaksungai dan kadang kala sama dengan wilayahadministrasi membentuk sempekat ataukumpulan beberapa Lembaga Adat Kampung.Penggabungan dalam suatu sempekat eratkaitannya dengan sejarah migrasi dan sejarahterbentuknya suatu kampung.

Kepala Adat Besar “Pemuntung butbuyung pemula ajakng lihang”, Sekertaris“Jut batang pekalukng jungkau batangpetanaq” sebagai pencatat sekaligus mengurusiseni dan budaya, Anggota I “Mantiq nyeremiq”mengurusi masalah hukum adat hidup danmati, Anggota II “ Tatau nyerimpan” yangmengurusi masalah silsilah atau sejarah, danAnggota III “Puntu gadikng puntu balau”sebagai bendahara.

Anggota III Anggota II Anggota I

Sekretaris

Ka. Adat

Anggota III Anggota II Anggota I

Sekretaris

Ka. Kecamatan/ Ka. Besar

Struktur Lem baga Adat Kam pung Struktur Lem baga Adat Kecam atan

Bagan 2Kelembagaan Adat Kampung dan Kecamatan di Muara Lawa

Page 10: Panel G final.pmd

684

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

3.9 Lembaga Adat dalam Wilayah yangHeterogen; Pengalaman

Damai Kota

Dinamika kehidupan adat di KampungDamai Kota sangat menarik untuk dijadikancontoh dan inspirasi bagi lembaga-lembagaadat di kampung-kampung lainnya yangmemiliki keragaman suku atau adat karenapengaruh dari hadirnya para pendatangdiwilayahnya. Kehadiran para pendatang diDamai Kota bukan dijadikan penghalang ataupenghambat dalam kehidupan beradat, kaumpendatang malah dirangkul dan diajak turutserta dalam menegakan aturan-aturan adatyang selama ini berlaku di Damai Kota.

Kehadiran para kaum pendatang dalamkehidupan beradat dan berbangsa di DamaiKota sangat dihargai dan dilindungi oleh adatyang berlaku, bahkan mereka turut serta dalamkepegurusan lembaga adat Damai Kota, hal inisearah atau sepaham dengan Adat Sukat yangmempunyai pemahaman bahwa “hukumuntuk semua”. Keikut sertaan merekamerupakan suatu pengakuan dari masyarakatasli setempat bahwa dengan kehadiran parapendatang selama mereka mau menjunjungaturan adat dan kebiasaan di tempattersebut,mereka patut pula untuk dilindungisecara hukum adat yang berlaku. Kehadiranpendatang dalam lembaga adat sangat mem-bantu dalam penyelesaian kasus-kasus yangterjadi, baik antara kaum pendatang denganmasyarkat lokal, maupun antara kaumpendatang. Secara kepengurusan lembaga adatkampung damai kota tidak berbeda dengankepengurusan lembaga adat kampung lainnya,hanya saja dalam lembaga adat kampungDamai Kota ada hadirnya perwakilan dari parakaum pendatang sebagai wakil mereka dilembaga adat tersebut, dan mungkin pula dapatdikatakan sebagi pengakuan secara adat bahwamereka adalah bagian dari masyarakat adatkampung Damai Kota.

4. Pola Pengelolaan Sumberdaya Alamoleh Masyarakat Adat Benuaq danBentian di Kutai BaratSumber daya alam yang dikelola oleh

Masyarakat Benuaq terdiri dari berbagai jenis,mulai dari hutan alam (bengkar), hutan belukar(Kurat uraq, Bengkar Bengkaletn), kebun(simpukng) sawah (paya) dan ladang (umaq

Baber Kelewako, Kelewo) dan lain-lain.Sumber kekayaan alam yang ada diatas tanahsecara umum seperti hutan (kayu produksi,kayu adat, kayu obat-obatan, damar, rotan,buah-buahan), terdapat juga kekayaan alamlainnya seperti ikan, binatang buruan, obatobatan dll. Tanah merupakan simbol statusekonomi dan sosial tersendiri bagi masyarakatini yang mementingkan tanah untuk mengu-sahakan usaha produktif pangan dan hasilpertanian-kehutanan berorientasi eksportseperti kayu kayuan, getah-getahan dan rotan(Sardjono & Ismayadi, in Colfer Byron, 2001).Sehingga batas batas wilayah yang dikelolakeluarga didalam wilayah adatnya ditandaidengan ditanami pohon pohonan tertentu,biasanya durian untuk mempertegas klaimnya.

Simpukng dalam bahasa (Dayak Benuaq ),Lembo ( bahasa Kutai), Munan dalam bahasaTunjung yang artinya adalah kumpulantanaman buah-buahan atau jenis kayuan dalamsatu tempat. Pengertian simpukng sangatlahluas sehingga agar lebih jelas maka diuraikanberdasarkan kriteria dan kegunaannya. Contoh: seperti simpukng buah-buahan yang sudahdikenal dari nenek moyang jaman dulu yangsudah ratusan tahun yang lalu dan sampaisekarang masih dikelola dengan caratradisional (mengandalkan kesuburan tanah )

Didalam Simpukng di budidayakan sepertitanaman rotan, karet, kelapa, buah-buahan(cempedak, durian, kapul, jentikan, langsat,kopeq, semayap, lai, ruwiq, mawoi, pasi,keliwatn, engkarai, ketungan, layuqng, tuola,rupai, kenih, ihau, bukuq, maluwikng, encambulau, encam payang, encam repeh, encamuneq, encam buyuqng, encam kelauq, encamlingau dan lain-lain). Tetapi ada juga kayukayuan untuk bangunan serta obat obatan.seperti ulin, kapur, meranti, bengkirai,jelutung, nyatoh, tengkawang, ipil, keruing,pudou, jemiring, melasio, pangin, belengkanai,empreqng, Minaq/ arau, medang, benuang,entoq, nangka air, lalatn dan lain-lain. Kayuuntuk keperluan adat benuaq seperti nansang,jelutung, lelutung tukaq, deraya, kelejempiq,semeneo, laliq, nunuq dan lain- lain, kayuuntuk obat-obatan (jenis pohon, jenis rumput,jenis akar). Untuk jenis obat dari pohon sepertikayu pahit, bekakang dan emukng dan lain -lain. Untuk jenis obat rerumputan yaitutempora, kemot aji, kelahakng dll. Untuk jenisobat akar-akaran yaitu besek, penyawer,temelekar, kelagit, pengeraya.

Page 11: Panel G final.pmd

685

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Masyarakat dayak pada umumnya khususmasyarakat dayak Benuaq dan Bentianhidupnya dari berladang. Mereka membukaladang untuk menanam padi, singkong, umbi-umbian, jagung, serai, kunyit, jahe dansebagainya. Di tengah kesibukan berladangtidak ketinggalan dengan menanam buah-buahan (simpukng buah) Kesemuanya itumereka tanam di ladang dalam satu hamparan.Salah satu tradisi yang tidak dapat ditinggalkandan dapat menguntungkan bagi keluarga.

Kondisi lahan kampung terdiri dari lahanperladangan yang di dalamnya sudah termasuklahan simpukng, lahan/ kawasan hutan danperkebunan (karet lokal) dan tanaman rotan.Untuk kawasan hutan termasuk juga tanamanrotan sebagian besar banyak yang rusak akibatperusahaan kayu (HPH) dan ada yang terbakardi tahun 1982 dan tahun 1987.

Hutan milik masyarakat sangatlah ter-ganggu oleh masuknya perusahaan kayu(HPH) dan ditambah lagi perusahaan tambangbatu bara yang sudah mulai bernegosiasi soalganti rugi tanah. Sebagian masyarakat meng-anggap bahwa kehadiran perusahaan tidaklahmembawa perbaikan menuju hal yang baik,walaupun ada bantuan seperti perbaikan jalanatau bantuan buat bangunan (fasilitas kam-pung). Masih kurang perhatian serius daripihak pemerintah yang bisa memberi duku-ngan terhadap kampung yang jauh dari tingkatKabupaten maupun kecamatan

4.1 Kepemilikan Simpukng

Pada jaman penjajahan belanda ada aturan-aturan dari lembaga adat dan pemerintah yangperlu masyarakat ketahui salah satu mengenaihak waris. Simpukng keturunan belum dapatdibagi apabila orang tua masih hidup. Membagisimpukng itu harus dimusyawarahkan terlebihdahulu. Simpukng tidak mutlak harus anaklaki-laki atau anak perempuan yang mewa-risinya, tetapi simpukng khususnya simpukngketurunan selalu dikatakan simpukng milikbersama. Biasanya yang dipercayakan untukdiwariskan atas nama simpukng ini harusdisepakati semua keluarga dan selalu dirun-dingkan lebih dahulu. Jadi semua keluargadikumpulkan dan keluargalah yang menun-jukkan siapa dari antara mereka yang diberitugas untuk mewariskannya

Pembagian hak waris harus ada kese-pakatan dari pihak keluarga. Ada 3 uraian hak

waris yang bisa diserahkan kepada anakperempuan (menurut Pak Nyangkum dariLambing)

1. Ada kesepakatan dari orang tua bahwa or-ang tua laki-laki dapat mewariskan harta/tanahnya kepada anaknya laki-laki danwarisan yang dimiliki orang tua perempuanyang diberikan dari keturunan ibunya makaharta/tanah diberikan atau diwariskankepada anak perempuan. Artinya hakkepemilikan tanah warisan antara anak laki-laki dengan perempuan sama. Seperti sukuJawa, Bugis dan Dayak (menurut Bp. AwangIdjau). Tidak ada perbedaan. Karena anaklahir bukan hanya satu orang tua. Otomatisada bapak ada ibu.

2. Kecuali jika anaknya hanya anak laki-lakisemua maka hak warisan diberikan kepadaanak laki-laki dan jika hanya anaknyaperempuan semua maka hak warisandiberikan kepada anak perempuan.

3. Apabila jika tidak memiliki anak (tidak adaketurunan) maka hak waris akan dikem-balikan kepada masing-masing keluarga.Warisan laki-laki diberi kepada keluargalaki-laki dan warisan perempuan diberikankepada pihak perempuan.

4.2 Peranan Kelompok Perempuandalam Penggelolaan Simpukng

Dalam Tabel 2 dibawah ini dapat terlihatpembagian tugas yang ada dianata perempuandan laki laki. Untuk tingkat kesetaraanterhadap tugas tugas perempuan dan laki laki,masih terlihat dominasi laki laki atas usahausaha yang dikatagorikan atau diasumsikanmerupakan pekerjaan berat, misal pergikehutan dan lain-lain, akan tetapi pekerjaanpekerjaan yang sifatnya rutin manjaditanggung jawab perempuan. Yang menonjoldisini adalah yang berkaitan denganmemasarkan hasil-hasil tersebut lebih banyakdilakukan oleh perempuan. Pada masyarakatBenuaq ini banyak laki-laki muda bekerja diperusahan HPH dan HTI dan cenderungmeninggalkan ladang untuk berusaha tambangemas.

4.3 Ketahanan Pangan

Masyarakat pada umumnya sudahmengenal berbagai jenis pangan antara lainberas, jagung, umbi-umbian, sagu, palawija,

Page 12: Panel G final.pmd

686

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

sayuran dan buah buahan. Dan bahan panganini diusahakan oleh para petani. Saat ini panganselalu diidentikkan dengan beras. Maka berasmenjadi komoditas penting dalam kecukupanpangan. Permasalahan pangan menjadi sangat

kompleks, mulai dari berbagai upayabudidaya, hambatan alam (serangan hama danpenyakit termasuk banjir), terbatasnyateknologi pertanian. Dan masalah pemasarantermasuk masalah yang bernuansa struktural.

No.

1 Untuk memin

2 Sambilbuah, iUntuk

3 Menandan biatandan

4 SetelahdenganKarenayang a

5 Setiap (Pembe

6 Pembe7 Pembe

Pohon 8 Tahun

membedan sa

9 Sambilrumputsupaya(pemel

10 Tanamharus b

11 Musim buah :

12 Buah yDurianUntuk Untuk

13 Untuk 14 Memba15 Yang m16 Y

Tabel 2

Page 13: Panel G final.pmd

687

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Sekarang ini yang banyak dilihat dari perge-rakan petani bahwa petani yang seharusnyamenjadi produsen pangan tetapi kini petanimenjadi pekerja atau buruh dalam prosesproduksi pangan.

Hasil survey bahwa ketahanan pangan bisabertahan sekitar 4–5 bulan. Setelah itu sudahharus membeli beras. Salah satu juga masalahyang dihadapi petani tentang pemasaran yangbersifat politik dimana ketidakmampuanpetani mengangkat harga jual gabah. Karenapada saat musim panen harga gabah seringanjlok sehingga sangat merugikan petani.

Beras masih dianggap komoditas pertanianyang memiliki peran strategis dalam me-mantapkan ketahanan pangan. Untuk itupembangunan pertanian saat ini lebihdiprioritaskan pada peningkatan produksiberas.

5. Pandangan Pihak PemerintahDaerah

5.1 Pengumpulan Data Sekunder

Studi Indentifikasi Masyarakat Adat danInventarisasi Wilayah Adat di Kubar selaindilakukan dengan pengambilan data langsungdi lapangan (primer) juga menggali data-dataskunder dari berbagai kalangan. Dari beberapapendapat dan pandangan pihak Pemkab(mereka yang bekerja di Pemkab Kubar) dapatdi tarik suatu kesimpulan bahwa sebenarnyapengambilan data skunder itu merupakan halyang lajim dalam mendukung atau menambahwacana, sehingga data-data primer darilapangan dapat di olah secara langsung dengandukungan dari data-data sekunder.

Sementara itu peran dari pemkab sendiriterhadap studi ini kami mendukungnya.Pemkab sendiri sudah banyak upaya-upayayang dilakukan dalam menata kembali kawasanadat baik itu berupa hutan adat maupun yanglainnya. Bahkan pemkab kubar sekarang telahmemiliki perda Kampung yang didalamnyatermuat pula masalah masyarakat adat danwilayahnya. Sebenarnya pemerintah pusatdalam UUPA juga ada pengakuan pemerintahterhadap wilayah adat dan kesatuanmasyarakat adat, hanya saja dalam pene-rapannya memang masih banyak kekurangan-kekurangannya, hal tersebut dikarenakanberbagai kendala baik dari segi SDM-nyamaupun dari segi teknis di lapangan.

5.2 Survey Sistematis Partisipatifversus Pendaftaran Terbuka

Secara umum dari pandangan beberapawakil pihak pemerintahan yang menjairesponden dapat disimpulkan bahwa jika kitalihat tujuan dari studi ini, baik surveysistimatispartisipatif maupun pendaftaranterbuka semuanya sama baiknya , hanya sajamasing-masing memiliki kelebihan dankekurangan baik dilihat dari segi biaya maupunwaktu dan tenaga yang diperlukan dalammelakukannya. Namun yang jelas kedua caratersebut diatas dalam pelaksanaannya haruslahdilakukan penilaian secara objektif dari segalasegi dan para pelaksana dilapangan haruslahmereka yang betul-betul tidak berpihakkepada salah satu responden atau pendaftarnamun keberpihakannya lebih kepada ke-benaran yang ada.

Kesiapan bukti-bukti dan saksi yang benar-benar falid sangat diperlukan dalam sistimpendaftaran terbuka, pengecekan dan veri-fikasi lapangan atas bukti-bukti dan saksisangat diperlukan untuk menjamin dan men-jaga bahwa penilaian yang dilakukan benar-benar objektif. Sementara dalam surveysistimatis partisipatif para responden masihada waktu untuk menyusun atau mengum-pulkan bukti dan saksi-saksi yang diperlukandalam menguatkan argumentasinya, namuntetap pula verivikasi dan pengecekan dila-pangan tetap dilakukan untuk menjagakeobjektivitasan penilaian.

5.3 Peran Pemerintah atau LembagaIndependen

Kesiapan atas pengajuan pendaftaran ter-buka, tenaga, dana Sebenarnya itu meru-pakantugas dari pemerintah untuk mendata danmengidentifikasi masyarakat adat dan wila-yahnya di dalam wilayah kerja masing-masingkecamatan, namun selama ini belum bisaberjalan dengan baik karena masih kurangnyaSDM dan dana yang dibutuhkan dan banyaksekali pekerjaan-pekerjaan yang harusdiselesaikan sesegera mungkin, namun bukanberarti tidak ada kepudulian dari pihakpemerintah. Jika akan ada lembaga inde-pendent yang akan membantu tugas tersebut,rasanya pemerintah akan sangat berterima-kasih sekali karena dapat membantu tugaspemerintah, hanya saja di dalam lembagatersebut menuirut saya tetap harus ada darikepemerintahan agar tetap dapat berkoor-

Page 14: Panel G final.pmd

688

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

dinasi dengan baik dan lancar. Demikianseklumit pendapat dari Bapak CamatKecamatan Barong Tongkok yang menjadisalah satu responden dari pihak kepe-merintahan.

5.4 Kemampuan Analisa & Verifikasi,Tolak Ukur

Kemampuan sumber daya manusaia dalamanalisa dan verifikasi sebagai tolak ukur yangakan dijadikan pedoman dalam penilaian benartidaknya data-data yang diajukan atau didaftarkan oleh masyarakat adat ataupunmelalui pendataan atau pendaftaran yangdilakukan sangat lah menjadi penentu dalamkeberhasilan studi ini. Ukuran atau pedomanyang dipakai hruslah mewakili dari semuaunsur-unsur adat yang ada di kubar ini, dan halitu haruslah berdasarkan kesepakatan bersamasemua kepala-kepala adat serta pemuka atautokoh masyarakat adat yang benar-benarmemahami tentang hukum-hukum adat danmasyarakat adatnya. Jangan sampai ketidakmampuan analisa dan verifikasi akan menjadititik awal dari timbulnya permasalahan –permasalahan baru kedepannya karena adanyaketidak puasan dari salah satu pihak yangbersinggungan (sumber Yan Sinyal).

Pihak Pemerintahan Kutai Baratsebenarnya sangat mendukung sekali studiinventarisasi dan identifikasi masyarkat adatdan wilayah adatnya di Kubar, karena itu akanmembantu sekali dalam program pem-bangunan kutai barat kedepannya yangberbasiskan masyarakat dan untuk masya-rakat. Kekhawatiran akan timbulnya ketidakpuasan dari salah satu pihak dari hasil analisadan verifikasi tentunya hal yang wajar, hanyasaja jangan sampai memicu timbulnya konflikbaru, ketidak puasan haruslah diselesaikanatau dirembukkan berdasarkan musyawarahdan mufakat untuk mencari penyelesaian yangterbaik (sumber Vinsen).

Oleh karena itu, dalam menilai situasisebaiknya dilihat dari kreteria serta kepentiganmasyarkat yang bersangkutan, yaitu bila manadengan pengakuan hak dan kepentingannyalebih terjamin dibandingkan dengan cara lain,maka pengakuan dapat diberikan dalam rangkameningkatkan kesejahteraan masyarakat adat,sepanjang masih mempunyai ciri-ciri sebagaimasyarakat hukum adat sebaiknya diakuisebagai persekutuan hukum yang menjadipegangan hak ulayat.18

5.5 Menterjemahkan KedalamKebijakan Kabupaten

Sebenarnya kebijakan yang telah diambiloleh Pemkab Kubar sudah ada keber-pihakannya pada masyarakat adat, yangmungkin perlu dikuatkan lagi adalahpelaksanaannya dilapangan sehari-hari, baikketika pemkab berhadapan dengan masyarkatadatnya maupun ketika pemkab berhaapandengan calon investor. Jangan sampaimasyarakat adat menjadi korban atas suatukepentingan ekonomi segelintir orang yangberkuasa saja, namun masyarakat adatnyaterabaikan sama sekali bahkan tertindas.

Yang jelas untuk menjamin legalitasmasyarkat hukum adat dan wilayahnyadihadapan pihak luar, diperlukan suatupengakuan resmi, yang memungkinan dariPemerintah Daerah Tingkat II keluarnyapengakuan tersebut19

5.6 Pandangan Masyarakat Adat Perandan Pandangan MA

Secara umum pendapat dari tokoh-tokohpenting dalam masyarakat adat yang ada diwilayah DAS Kedang Pahu dalam menanggapaistudi yang dilakukan ini sangat senang sekalidan sangat berharap bahwa studi ini dapatmenjadi dasar untuk masyarakat adat dalammenuntut peran mengatur dirinya sendiridalam segala hal. Jika pengakuan hak-hak adatserta pengakuan pengurusan diri sendiri olehmasyarakat adat dari pemerintahan dapatterealisasi tidak menutup kemungkinan haltersebut akan lebih meringankan pemerintahbaik dari segi anggaran maupun lainnya.

Kesiapan lembaga adat baik dari lembagaadat kampung, lembaga adat besar danpresedium Dewan Adat sangat dibutuhkan.Kesiapan tersebut dari segala aspek, baikaspek sumber daya manusianya, sarana danprasarana penunjang untuk melaksanakanpengaturan diri sendiri secara murniberdasarkan nilai-nilai adat budaya dankearifan tradisional yang selama ini telahdilaksanakan sebagai bagian dari warisannenek moyang.

Hal tersebut diatas tidak lepas dari sebe-rapa besar dan efektifnya peran yang dila-kukan atau dilaksanakan oleh lembaga adatbeserta masyarakat adatnya dalam pengelolaankawasan adat dan diri sendiri untuk mencapaiapa yang diinginkan dan diharapkan demikesejahteraan masyarakat adatnya.

Page 15: Panel G final.pmd

689

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

5.7 Mengisi Kuesioner Survey atauMendaftarkan Diri

Mengisi kuesioner survey atau pun men-daftarkan diri kedua-duanya harus dapatdijelaskan dengan sejelas-jelasnya. Misalnyakuesioner survey, terkadang kami sebagaimasyarkat awam ini sangat kesulitan dalampengisian kuesioner survey karena banyaknyayang kami tidak tahu/ mengerti dari per-tanyaan-pertanyaan yang harus kami jawab,kalau mendaftarkan diri apak yang harus kamidaftarkan, kami belum tahu dan belum jelastata caranya dan syarat-syaratnya, jika semua-nya sudah jelas dan ada yang membimbingkami, kami tidak akan ber-keberatan bahkanjika diperlukan untuk terjun langsung kelapangan masyarakat bersedia untuk mendam-pingi team dalam melakukan pemeriksaan dilapangan. Yang penting semuanya jelas, se-hingga masyarakat tidak bingung dalammengisi kuesioner survey atau mendaftarkanwilayah adatnya pada lembaga atau badan yangmelaksanakannya.

Ada masukan lain dari pengalamanmasyarakat di Lambing Kecamatan Ma. Lawaberdasarkan penuturan dari Ibu Padma, bahwadulu pernah ada pendataan lahan milikmasyarakat melalui kantor kepala kampung,masyarakat ramai mendaftarkan lahan merekake kantor kepala kampung, setelah menunggubeberapa lama, masyarakat dikejutkan dengandatangnya tagihan PBB yang mereka harusbanyar, sejak itu ada keengganan darimasyarakat jika harus mendaftarkan lahanmereka, mereka takut haltersebut terjadi lagi.Melihat kejadian tersebut disini adanyaketidak jelasan dari pemerintah maksud daripendaftaran lahan-lahan milik masyarakat.

5.8 Kesiapan Data, Bukti, Kesaksian

Dari semua responden semuanya men-jawab dengan nada yang serupa, Secara tertuliskami memang belum semuanya memiliki data-data tentang wilayah adat luasanya berapa dansampai dimana (dalam bentuk tertulis/peta)namun kami jika diminta untuk menunjukkanbatas-batasnya langsung kami tahu, namunpada masa sekarang sudah dapat dipastikanbahwa luasan wilayah adat suatu kampungmengikuti luas wilayah administrasi kampungsecara pemerintahan. Bukti-bukti lainnya dansaksi-saksi yang mengetahui masih dapat diajukan atau di hadirkan bila diperlukan,

karena orang-orang tua yang mengetahuisejarahnya masih dapat dihadirkan atau didengar ceritanya bila diperlukan. Konflik-konflik tata batas wilayah memang masih adadan sekarang masih dalam penyelesaian secaramusyawarah mufakat berdasarkan sejarah dankesaksian para saksi dari masing-masing pihakyang berselisih.

Berdasarkan ingatan kami siap untukmengajukan bukti-bukti dan kesaksian jikamemang hal tersebut nantinya diperlukandalan pengidentifikasian wilayah adat danmasyarakat adat kami akan dengan senang hatiuntuk membantu proses tersebut.

5.9 Kriteria dan Indikator Verifikasi,“Sukat” atau Alat Ukur yangDisepakati Bersama

Kriteria atau indikator yang akan dipakaisebagai suatu alat ukur benar tidaknya data-data dan benar tidaknya saksi-saksi yangmemberikan kesaksian harus berdasarkankesepakatan bersama antar semua lembagaadat dan masyarakat adat, untuk para saksitentunya harus memenuhui kreteria-kreteriayang disepakati, misalnya mengetahui tentangsejarah, hukum adat, dan sebagainya. Kese-pahaman dan kesamaan presepsi disini sangatdiperlukan agar tidak berkembang menjadipermasalahan baru. Mengenai alat ukur yangakan dipakai bisa dari ukuran-ukuran adatyang selama ini telah berlaku, atau dapat puladari pemikiran-pemikiran baru yang tidakbertentangan dengan adat sukat yang telah adadan berjalan selama ini.

5.10 Keterlibatan dalam ProsesIdentifikasi dan PembuatanKebijakan

Keterlibatan masyarakat adat dalam prosesidentifikasi dan pembuatan kebijakan sudahsepatutnya dilakukan, karena masyarakatlahyang akan bekerja dan mereka pula yang akanmenerima hasil atau dampak dari kebijakan-kebijakan yang diambil.

Pendapat dari Kepala Adat Besar Ma. LawaBapak Awang Ijau sudah selayaknya jika adadari masyarakat adat yang terlibat dalamproses tersebut dan proses dalam penentuankebijakan-kebijakan yang menyangkut masya-rakat adat yang ada di Kubar ini. Tentunyaketerwakilan masyarakata adat disini harusyang representatif sehingga dapat mewakili

Page 16: Panel G final.pmd

690

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

masyarakat adatnya, bukan dari mereka-mereka yang hanya sedikit mengetahui masya-rakat adat dan hukum adat namun memilikipendidikan tinggi, lalu mereka yang diundangdan dimintai pendapatnya dan jadilah pen-dapat mereka adalah pendapat dari masyarakatadat.

Hal senada disampaikan pula oleh kepalaadat Kampung Ma. Bomboy dan Damai Kota.Selama ini keterlibatan masyarakat adat dalamsuatu proses pembutan kebijakan masih sangatkurang bahkan mereka yang mewakili jikadiundang ada undangan bukanlah dari mereka/tokoh-tokoh adat/ masyarakat yang betul-betul memahami hukum adat dan masyarakatadatnya. Sebenarnya akan lebih baik danhasilnya akan jauh lebih dirasakan oleh masya-rakat adat adalah jika mereka yang sebenarnyamemahami dan menguasi hukum adat danmasyarakat adatnyalah yang di undang untukterlibat dalam proses kebijakan walaupunmereka tidak berpendidikan tinggi.

Sementara itu Bapak D. Madrah menyam-paikan keinginan dan harapannya dalam prosesidentifikasi dan pembuatan kebijakan denganmengikutsertakan keterlibatan masyarakatadat dalam proses kebijakan yang berhubungandengan wilayah adat dan masyarakat adatjangan hanya mereka diundang untuk di-dengarkan pendapatnya saja, atau untukmenanggapi draf yang sudah ada, melainkanketerlibatan yang sesungguhnya dan menye-luruh sejak awal hingga kebijakan tersebutditetapkan, sehingga mereka tahu dan pahamisi dari kebijakan tersebut.

5.11 Pemenuhan Hak-hak MA

Hukum International tentang hak asasimanusia mengakui bahwa semua bangsamempunyai hak untuk menentukan nasibnyasendiri. Hak ini memberikan kepada merekakebebasan untuk menentukan posisi politikdan kebebasan untuk mengejar kemajuanekonomi, sosial budaya.20

Masyarakat adat juga menyatakan ini dandalam draft Deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Masyarakat Adat hak tersebutsudah diakui.. Namun pernyataan tersebuttelah menimbulkan reaksi keras dari banyakpemerintahan yang takut bahwa pelaksanaanhak mentukan nasib sendiri oleh masyarakatadat akan menimbulkan perpecahan bangsa.

Sebenarnya hampir semua masyarakat adatdi dunia ini tidak mencari kemerdekaan penuhdari negara-bangsa, melainkan merekamenginginkan hak otonomi yang lebihluasuntuk engembangkan kehidupan sosial, politikdan ekonomi mereka. Paling tidak adanya hakuntuk menguasai wilayah mereka, menggu-nakan hukum adat mereka dan adanyajaminan bahwa tidak akan ada suatu pem-bangunan yang dilaksanakan dalam wilayahmereka tanpa persetujuan ataupun keinginandari mereka. Persetujuan dan ketidaksetujuantersebut diputuskan oleh mereka secara bebastanpa ada tekanan ataupun paksaan, yangterlebih dahulu mereka mendapatkan pen-jelasan secara rinci tentang rencana pem-bangunan tersebut.

5.12 Lembaga Adat dalam Wilayah yangHeterogen; Pengalaman

Damai Kota

Dinamika kehidupan adat di KampungDamai Kota sangat menarik untuk dijadikancontoh dan inspirasi bagi lembaga-lembagaadat di kampung-kampung lainnya yangmemiliki keragaman suku atau adat karenapengaruh dari hadirnya para pendatangdiwilayahnya. Kehadiran para pendatang diDamai Kota bukan dijadikan penghalang ataupenghambat dalam kehidupan beradat, kaumpendatang malah dirangkul dan diajak turutserta dalam menegakan aturan-aturan adatyang selama ini berlaku di Damai Kota.

Kehadiran para kaum pendatang dalamkehidupan beradat dan berbangsa di DamaiKota sangat dihargai dan dilindungi oleh adatyang berlaku, bahkan mereka turut serta dalamkepegurusan lembaga adat Damai Kota, hal inisearah atau sepaham dengan Adat Sukat yangmempunyai pemahaman bahwa “hukumuntuk semua”. Keikutsertaan merekamerupakan suatu pengakuan dari masyarakatasli setempat bahwa dengan kehadiran parapendatang selama mereka mau menjunjungaturan adat dan kebiasaan di tempat tersebut,mereka patut pula untuk dilindungi secarahukum adat yang berlaku. Kehadiran pen-datang dalam lembaga adat sangat membantudalam penyelesaian kasus-kasus yang terjadi,baik antara kaum pendatang dengan masyarkatlokal, maupun antara kaum pendatang. Secarakepengurusan lembaga adat kampung damaikota tidak berbeda dengan kepengurusan

Page 17: Panel G final.pmd

691

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

lembaga adat kampung lainnya, hanya sajadalam lembaga adat kampung Damai Kota adahadirnya perwakilan dari para kaum pendatangsebagai wakil mereka di lembaga adat tersebut,dan mungkin pula dapat dikatakan sebagipengakuan secara adat bahwa mereka adalahbagian dari masyarakat adat kampung DamaiKota.

5.13 Keragamaman di Wilayah MAyang Sudah Heterogen dan MasihHomogen

Keragaman masyarakat adat di wilayahMasyarakat adat di Kabupaten Kutai Baratsangat beragam sekali, ada beberapa kawasanyang sudah mengalami banyak percampuranetnis dan ada beberapa kawasan wilayah adatyang masih sangat homogen atau mayoritaspenduduknya berasal dari satu etnis saja,dengan latar belakang sejarahnya masing-masing. Dengan demikian “penduduk asli”Kalimantan Timur bukan saja orang dayakseperti yang selama ini diketahui, melainkanjuga suku Kutai. Orang Kutai tersebardisepanjang Sungai Mahakam dan merupakanorang-orang yang dahulunya patuh dan taatkepada Sultan Kutai. Mengenai sebagian besarsuku bugis dan banjar untuk daerah KalimantanTimur sangat sulir untuk disebut sebagai“pendatang” mengingat keberadaan merekayang telah ada di daerah Kalimantan Timursejak lama. Keberadaan kedua suku tersebutsudah hampir ratusan tahun di KalimantanTimur dan mereka sudah banyak memilikilahan secara pribadi di berbagai tempat.Migrasi suku Banjar dan Bugis diperkirakansejak abat 17 – 18 lalu, migrasi mereka karenamotivasi usaha berdagang, penyedia jasa, adapula yang bertani dan sebagainya(Abdurrahman H. SH, MM & Wentzel SondraDr, SFMP Document No. 11, 1997).

Keragaman etnis dalam Masyarakat Adatbukanlah sebagai halangan atau penghambattumbuh kembangnya hukum adat yang telahberlaku secara turun-temurun. Justru keha-diran beragam etnis di dalam masyarakat adatdi satu wilayah adat dapat menambah hasanahdan kajian hukum adat yang lebih baik lagikarena adanya masukan-masukan dari ber-bagai pihak (etnis) untuk kebaikan bersama.

6. Peluang dan TantanganDari hasil survey dan studi literatur studi

Identifikasi dan Inventarisasi Masyarakat Adatdan Wilayah Adat secara partisipatif di KutaiBarat ada beberapa hal yang bisa menjadipeluang dan tantangan dalam pelaksanaankegiatan ini kedepan.

6.1. Peluang

1. Adanya kemauan dan niat baik dariMasyarakat Adat untuk dapat menetapkansecara yuridis/hukum yang pasti baik itusecara Hukum Nasional maupun HukumAdat atas Wilayah Adat masing-masingkampung.

2. Kesanggupan dari masing-masing lembagaadat kampung untuk membantu dalammenentukan aturan/ukuran verifikasiwilayah adat serta masyarakat adatberdasarkan atas kesepakatan.

3. Terbukanya peluang dari pihak PemkabKubar bagi lembaga-lembaga diluar lembagapemerintahan untuk melaksanakanpendataan dan verivikasi Wilayah adat danMasyarakat Adatnya, selama studi ataupendataan tersebut tidak menimbulkanmasalah baru di tingkat masyarakat dandapat mendukung program kerja pemkabKubar.

6.2. Tantangan

1. Masih kurangnya bukti-bukti secara tertulismengenai wilayah adat dan sejarah-sejarahterbentuknya masyarakat adat danwilayahnya.

2. Masih banyaknya konflik antara kampungyang masih belum terselesaikan hinggasekarang ini.

3. Adanya rencana dari pihak pemerintahkabupaten kutai barat untuk melakukanpemekaran beberapa kampung dankecamatan, yang akan berdampak padaakan munculnya konflik-konflik batas baru.

4. Kurangnya pemahaman dari masyarakattentang penataan, masyarakat khawatirlahan mereka akan hilang haknya jika masukke dalam wilayah kampung lain, jika lahan

Page 18: Panel G final.pmd

692

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

mereka tepat berada diantara bataskampung atau berada dalama kampung lain.

7. Pelajaran yang Dapat Disimak

7.1 Lokal Tingkat Kampung

1. Bahwa pendokumentasian atau pencatatanhukum-hukum adat sangatlah diperlukansebagai bahan bukti dimasa datang apa bilaterjadi perselisihan baik antara wargamaupun antar kampung yang salingberbatasan atau pun sebagai bahan belajarbagi generasi penerus.

2. Studi ini dapat dijadikan sebagai sarapembelajaran bagi pemangku adat disetiapkampung untuk lebih memperhatikanpendokumentasian atau pencatatan semuaproses adat yang terjadi di kampung.

3. Pembelajaran bagi masyarakat adat, bahwapenataan wilayah tidak akan meng-hilangkan status hak kepemilikan terhadaplahan, walaupun letaknya berada di luarkampung.

4. Dinamika kehidupn yangterjadi menuntuthukum adat yang dinamis pula, oleh sebabitu wawasan bagi para pemangku adatsangat diperlukan, karena hukum adat itudinamis tidak statis, sehingga masyarakatmerasa bahwa keadilan untuk semua.

7.2 Lokal Tingkat Kecamatan

1. Pengurus lembaga adat kecamatan haruslebih proaktif dalam melihat dinamika yangterjadi dalam wilayah adatnya, sehinggamasyarakat adat merasa bahwa merekaselalu dilindungi olehhukum adat yangberlaku

2. Kerjasama antara pemangku adat keca-matan baik antar kecamatan maupundengan pemangku adat di dalam wilayahnyaharus lebih ditingkatkan, baik itu kerjasamamengenai hal-halyang menyangkut masalahadat istiadat maupun yang lainnya demimenunjang kesejahteraan masyarakat adatdiwilayahnya.

7.3 Lokal Tingkat Kabupaten

1. Presedium Dewan Adat Kabupaten haruslebih proaktif dalam menyikapi perma-salahan-permasalahan adat yang berada diwilayah adatnya.

2. Lebih memperhatikan aspirasi dari masya-rakat adat dan keberpihakan haruslahkepada masyarkat adat bukan kepada parapengusaha atau pun pada lembaga kepeme-rintahan yang mempunyai maksud untukmengambil keuntungan dari masyarakatadat tanpa memikirkan kesejahteraan yangsebenarnya bagi masyarakat sekitarnya.

3. Kearifan pemkab dalam mensikapi danmenyelesaikan permasalahan yang terjadidi kalangan masyarakat adat haruslah lebihditingkatkan, karena permasalahan yangtimbul di masyarakat adat adalah buah darikebijakan-kebijakan Pemkab dan Pemprofbahkan kebijakan nasional yang kurangmemperhatikan hak-hak masyarakatadatnya, bahkan terkesan lebih memen-tingkan hak-hak para investor.

7.4 Tingkat Propinsi

1. Pemprof dan DPRD TK I Kaltim sudahsepatutnya melihat permasalahan hukumadat ini sebagai sesuatu suatu yang harusdilestarikan dan dijaga serta dibina se-hingga hukum adat dan masyarakat adat diKalimantan Timur ini menjadi suatukomunitas masyarakat yang berdikari tidakseperti yang selama ini mereka alami.

2. Kebijakan-kebijakan pembangunan baikfisik maupun ekonomi dan budayasebaiknya mendengarkan aspirasi masya-rakat yang terkena dampak dari pemba-ngunan sehingga hasil dari pembangunantersebut benar-benar bermanfaat bagimasyarakat sekitarnya.

3. Pengakuan hukum adat dan wilayah adatbagi masyarakat adat di Kaltim sudahwaktunya dilakukan dengan tujuan untukmemberikan otonomi yang luas dalammengelola wilayah adatnya secara mandiriuntuk kesejahteraan masyarakat adatnya.

***

Page 19: Panel G final.pmd

693

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Daftar PustakaAlcorn Janis, Royo Antoinette (ed.), 2000. Indigenous Social Movements and Ecological

Resilience: lesson from the Dayak of Indonesia. PeFor Discussion Paper.Biodiversity Support Pro-gram, Discussion Series. Washington DC.

AMAN 2003b. Lokakarya Masyarakat Adat dalam rangka Kongres Masyarakat Adat NusantaraII, Desa Tanjung, Nusa Tenggara Barat.

AMAN 2003a. Kumpulan Pernyataan Sikap AMAN (1999-2003), Sekretariat Nasional AMAN,Jakarta.

AMAN 2002. Keharusan Perluasan Partisipasi Politik Masyarakat Adat; Agenda Politik AMAN& Strategi dan Rencana Aksi Penguatan Posisi Politik Masyarakat Adat Nusan-tara2002-2003. Sekretariat Nasional AMAN, Jakarta.

AMAN 1999b. Catatan Hasil Kongres Masyarakat Adat Nusantara I, Jakarta 15-22 Maret 1999.Sekretariat Nasional AMAN, Jakarta

AMAN 1999a. Lokakarya Masyarakat Adat dalam rangka Kongres Masyarakat Adat NusantaraI, Jakarta.

AMAN 2001. Menyatukan Langkah Menegakkan Kedaulatan Masya-rakat Adat: Catatan SingkatTentang Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Sekretariat Nasional AMAN, Jakarta

AMAN-ICRAF-FPP 2003, Satu Yang Kami Tuntut: PENGAKUAN, AMAN-ICRAF-FPP, Bogor.

Asia A. Rama, 2002. Pengembangan Kehutanan Masyarakat di Kutai Barat, Propinsi KalimantanTimur. Disampaiakan dalam rangka Lokakarya Refleksi 4 Tahun Re-formasiMengembangkan Social Forestry dalam Era Desesntralisasi Sesi I. RefleksiPerjalanan Pem-bangunan Kehutanan, Dephut. Jakarta

Cash David, Clark William, Alcock Frank, Dickson Nancy, Eckley Noelle, & JagerJill, 2002.Salience, Credi-bility, Legitimacy and Boundaries: Linking Research, Assessmentand Decision Making. John F. Kennedy School of Government, Harvard University,Faculty Research Working Papers Series. RWP 02-046. UK.

CMWG 2004, Mailing List CMWG, People and Parks Ombudsperson. May 19 2004

CIFOR 2003 (draft). Catatan Lokakarya Kemiskinan & Desentralisasi, Sendawar 23-24September 2003. CIFOR-BMZ-Pemkab Kutai Barat

CIFOR (no dates), Generating Economicv Growth, Rural Livelihoods and Environmental Benefitfrom Indonesia’s Forest: Issues and Policy Options (summary version)

Colchester Marcus, Sirait Martua & Wijardjo Boedhi 2003. The Application of FSC Principles 2& 3 in Indonesia: Obatacles and Possibilities, Walhi-Aman , Jakarta

Crevello Marie Stacy 2003, Local Land Use of Borneo; Application of Indi-genous KnowledgeSystems and Natural Resource Utilization Among The Benuaq Dayak of Kalimantan,Indonesia. A disser-tation submitted to the school of graduate school of LoussianaState University and Agricultural and Mechanical college in the school of Naturaland renewable resources.

Departemen Kehutanan 2003, Statistik Kehutanan Indonesia 2002, Jakarta

Departemen Kehutanan 2004, Eksekutif Data Srategis Kehutanan 2003, Jakarta

Djueng Stephanus & Moniaga Sandra 1995. Konvensi ILO 169; Mengenai Bangsa Pribumi danMasyarakat Adat di Negara Negara Merdeka. ELSAM-LBBT, Pontianak

Dinas Kehutanan kabupaten Kutai Barat 2003. Payung Hukum Kehutanan Masyarakat; ProgramInisiasi Proses Handover Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Partisipatif danBerkelanjutan di Kabupaten Kutai Barat, Kali-mantan Timur-FF No. 1025-1352.Sendawar.

Page 20: Panel G final.pmd

694

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

DFID 2003, Growth and Poverty Discussion Group-Overall Summary. DFID e DiscussionAgriculture Develop-ment and Poverty.

Fakih Mansour (tidak diterbitkan) Trans-forming Indigenous People’s: Towards CulturalSovereignty.

Fay, C., and While Andy 2004 Indonesian Forestry In Transition: New Realities --NewDirections (forthcoming)

Fay, C., and G. Michon 2004. Redressing Forestry Hegemony: When a Forestry RegulatoryFramework is Best Replaced by an Agrarian One. Agroforestry Systems(forthcoming)

Fay, C., Sirait, M., Kusworo A. 2000. Getting the Boundaries Right- Indonesia’s Urgent Needto Redefine its Forest Estate. ICRAF Occasional Paper

Fay, Chip, and M. Sirait. 1999. “Reforming the Reformists in Post-Suharto Indonesia.” In WhichWay Forward, pp. 126-143. Washing-ton, DC: Resources for the Future Press.

Fay, Chip & Sirait Martua, Apakah Dampak Lingkungan system Wanatani? Perdebatan FungsiPublik dan Privat, Wanatani yang dikelola oleh rakyat. In Wanatani di NusaTenggara. Prosiding Lokakarya Wanatani se Nusa Tenggara, 11-14 November 2001,Denpasar Bali. ICRAF-WINROCK INTERNA-TIONAL, 2002

Fay Chip, Sirait Martua, Reforming the Reformists: Challenges to Government Forestry Reformin Post-Suharto Indonesia. Presen-ted at the American Association of RuralSociology, Chicago, Illinois August 6, 1999. Published as Chapter 6 in a book tittleWhich Way Forward, People, Forest and Policy Making in Indonesia edited by CarolColfer & Ida Ayu Resosudarmo.RFF-CIFOR, Washington DC, 2002

Fay Chip, Sirait Martua, Mereformasi Para Reformis di Indonesia Pasca Soeharto. Chapter 6in Kemana Harus Melangkah? Masyarakat, Hutan, dan Perumusan kebijakan diIndonesia. Yayasan Obor, Jakarta 2003

FKKM 2003, Mailing List FKKM , Komentar tentang Raperda Pemanfaatan Tanah Ulayat?, April11-12, 2003.

Ginting Longgena 1995, Percepatan gerakan Pemetaan Tanah Adat Kalimantan Timur: SebuahUrgensi. Oleh oleh dari “Land Deliniation and Lanmd Use Planning MethodsWorkshop” Los Banos-Manila-Mindoro-Palawan, Phillipiones 22-31, October 1995.

Gonner Christian 2002, a Forest Tribe of Borneo. Man and Forest Series 3. K.Seeland &F.Schmithusen (ed.). DK Printworld (P) Ltd. New Delhi

Gonner Christian 2000, Resource Management in Dayak Benuaq Village: Strategic, Dynamicand Prospects, A case Study from East Kalimantan Indonesia. Tropical ForestResearch, Eschborn.TOB-FTWF-20e.Germany.

ICRAF Policy Memo II on the draft of Peraturan Pemerintah Tentang Hutan Adat (GovernmentRegu-lation on Indigenous Cultural Communities Forest’s), submitted to the legalBureau Ministry of Foretry, (2003)

ICRAF Policy memo on the Draft on Revision on Basic Agrarian Law no 5/1967. submitted tothe Bureau on Land Administration (2004)

IHSA 2003, Pokok Pokok Pikiran Untuk Penyususnan RPP Hutan Adat dan Masyarakat HukumAdat, Concept Note 1, 23 Juni 2003. IHSA, Jakarta

KEDAI V. (draft 2003), Otonomi Masyarakat Adat. Saresehan Kongres Masya-rakat AdatNusantara II, Desa Tanjung, Kab. Lombok Barat, NTB. 20 September 2003, Bogor

Kadok Paulus 2002, Pengalaman Masyarakat Mengelola Hutan di Kabupaten Kutai Barat.Disampaiakan dalam rangka Lokakarya Refleksi 4 Tahun Reformasi Mengem-bangkan Social Forestry dalam Era Desesntralisasi Sesi I. Refleksi PerjalananPembangunan Kehu-tanan, Dephut. Jakarta.

Page 21: Panel G final.pmd

695

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Khay Jin Khoo, Sungkar Yasmin, Yogaswara Herry, Lumenta Dave, draft 2004. Borneo Projecton Ethnicity and Inequality. Regional Workshop on Southeast Asia, 2-3 August2004, Novotel, Bogor, LIPI-CRISE

KK-PKD 2001a, Potret Kehutanan Kutai Barat. Kelompok Kerja Program Kehutanan Daerah-Kabupaten Kutai Barat, Edisi Pertama. Sendawar.

KK-PKD 2001b, Program Kehutanan Kabupaten Kutai Barat, Kelompok Kerja ProgramKehutanan Daerah-Kabupaten Kutai Barat, Edisi Pertama. Sendawar.

LBBT 2004 (draft), Identifikasi Hak Ulayat Masyarakat Adat Sungai Utik dan sekitarnya,Kabupaten kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Draft May 2004, Pontianak

Madrah Dalmasius T 2001, Adat Sukat Dayak Tonyooi, Cetakan pertama. Yayasan Rio Tinto-Puspa Swara, Jakarta

Maunati Yekti 2004, Identitas Dayak; Komodifikasi dan Politik Kebu-dayaan, LKIS, Jakarta.

Mitra-mitra BSP, Wijarjdo Boedhi, Malik Ichsan, Fauzi Noer, Royo Antoinette 2001, Konflik,Bahaya atau Peluang: panduan Latihan menghadapi dan Menangani Konflik SumberDaya Alam. KPA-BSP Kemala, Jakarta

Nanang Martinus & Inoue Makoto 2000, Local Forest Management In Indonesia: A Cotradictionbetween the National Forest Policy and The Reality. International Review forEnvironmental Strategy. Vol 1 no 1, pp 175- 191, 2000. IGES Japan.

Nanang Martinus 2002, Forest Management by the Bahau Sa’ People of East Kalimantan, IGES,Japan

Ostrom Elinor 1999, Self-Governance and Forest Resources. CIFOR Occasional Paper no 20.Bogor.

Padoch Christine & Peluso Nancy Lee (ed) 2003, Borneo in Transition: People, Forest ,Conservation and Development, Second Edition. South-East Asia Social ScienceMonographs, Oxford Press, Kuala Lumpur Malaysia

Petebang Edi (ed.) 2000, Kedaulatan Masyarakat Adat yang Teraniaya. LBBT-PPSDAK-PPSHK-PPSTA-AMA kalbar.

Rumboko Lukas, Handoyo, Chip Fay, Martua Sirait, Gamal Pasya & Zulfarina. Model KonservasiFungsi Hutan dengan Pendekatan Social Forestry. Results from the ForestryResearch Center (FORDA). A joint research, 17 December 2002, Bogor.

Sardjono Mustofa Agung 2004, Mosaik Sosiologis Kehutanan: Masyarakat Lokal, Politik danKelestarian Sumberdaya. CSF-MIALS-FF & Debut Press, Jogyakarta.

Suleeman Evelyn & Ju Lan Thung, (2004 draft). A General Overview of Ethnicity and In equalityin Indonesia, Regional Workshop on Southeast Asia, 2-3 August 2004, Novotel,Bogor, LIPI-CRISE

Sirait Martua & A. Ruwijanto. Proses Penetapan Kawasan Hutan Negara di Indonesia (theProcess of State Forest Gazettement in Indonesia), TELAPAK Sirkular no. 1, 1998,Bogor

Sirait Martua& Moniaga Sandra, Sejarah Pemetaan Masyarakat dan Partisipasi Politik (thehistory of Community Mapping and the Political Participation), Kabar JKPP, No I,1997, Bogor.

Sirait Martua 2002. Marginalisasi Hak Hak Rakyat dalam Kebijakan Penge-lolaan Sumber DayaAlam & Lingkungan. Makalah disipkan untuk seminar “ Environmental GoodGovernance dalam Kebi-jakan Pemerintahan Daerah yang Berkaitan dengan Penge-lolaan SDA dan Lingkungan di Era Otonomi”, Bandar Lampung 13 July 2002.

Sirait Martua, Yogaswara Herry, Situmorang Lisken, Fay Chip, Pasya Gamal, Kusworo Ahmad,2003; Peng-akuan Wilayah Kelola Masyarakat Adat: Ancaman atau Peluang. DalamKEDAI V (draft 2003). Bogor.

Page 22: Panel G final.pmd

696

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Sirait Martua, Situmorang Lisken , Galudra Gamma, Fay Chip & Pasya Gamal. KebijakanPengukuhan Kawasan Hutan dan Realisasinya (State Forest Estate GazettmentProcess and it’s Realizations) ICRAF Southeast Asia Working Paper , No. 2004_2

Sirait Martua, Fay Chip, Kusworo Ahmad, Bagaimana Hak-Hak Masyarakat Adat DalamMengelola Sumber Daya Alam Diatur? an Academic Draft to Supporting the Recog-nition of Indigenous Cultural Communities right in side forest zone, presented tothe Ministry of Forestry, 1999. Reprinted in SERI KEBIJAKAN ICRAF I, May 2001

Sirait Martua, Situmorang Lisken, Pengukuhan Hutan dan Reforma Penguasaan Tanah (StateForest Formal Gazetment Process and Tenure Reform). Paper presented duringthe JKPP Conference 2 April 2003, Cisarua West Java

Sirait Martua & Kadok Paulus. Hambatan Kebijakan dalam Mengakomodir Hak-hakMasyarakat Adat Atas Tanah Sumberdaya Alam Lainnya: Refleksi Kebijakan diKutai Barat, Kalimantan Timur (Policy barrier to accommodate the right of theIndigenous People’s; Reflection from the situation in West Kutai District). Presentedat the seminar in West Kutai District, 2003, Melak

SHK Kaltim 2001. Peta Pihak; Pemetaan Partisipatif Multipihak (2001-2004), SHK Kaltim-Pemda KUBAR - Aliansi Pendukung Pemetaan Partisipatif Multipihak. Samarinda.

SHK Kaltim 2003. Pertemuan Lanjutan Peta Pihak Kabupaten Kutai Barat, Sendawart 14 Mei2003. Samarinda

SHK Kaltim 2003. Pertemuan Peta Pihak, Sendawar 23 April 2003. Samarinda

Sumardjono Maria SW 2003, Penyempurnaan UUPA & Sinkronisasi Kebijakan. SKH Kompas,24 September 2003.

Sitorus Soaduon, Levang Patrice, Dounias Edmond, Mamung Dollop, Abot Darif 2004. PotretPunan Kalimantan Timur: Sensus Punan 2002-2003CIFOR, Bogor

Sukanti Hutagalung Arie 2002, Kedudukan Tanah Adat/Ulayat Menurut Peraturan Perundangundangan. Diskusi Pertanahan, Depdagri 19-20 Juni 2002, Jakarta

Tim kerja KNUPKA 2004a. Pokok Pokok Pikiran mengenai Penyelesaian Konflik Agraria. HasilLokakarya Persiapan Menuju Pembentukan Komisi Nasional untuk Penyele-saianKonflik Agraria (KNUPKA). KOMNAS HAM, KPA, HUMA, WALHI, BINA DESA,Maret 2004, Jakarta

Tim Kerja KNUPKA 2004b. Draft Kepress KNUPKA, Seminar dan Loka-karya MensegerakanPemben-tukan Komisi Nasional Untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA)Sebagai Bagian dari Usaha Pemenuhan HAM dan Persiapan Pelaksanaan Pemba-ruan Agraria di Indonesia, 22-23 Juni 2004. Komnas Ham bekerjasama dengan KPA-HUMA-Walhi Bina-Desa.

Tim Kerja KNUPKA 2004c. Konflik Agraria dan peluang Pelembagaannya di Indonesia secaraTuntas (Naskah Akademis), Seminar dan Lokakarya Mensegerakan Pem-bentukanKomisi Nasional Untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA) Sebagai Bagian dariUsaha Pemenuhan HAM dan Persiapan Pelaksanaan Pembaruan Agraria di Indonesia,22-23 Juni 2004. Komnas Ham bekerjasama dengan KPA-HUMA-Walhi Bina-Desa.

Tim Kerja KNUPKA 2004d. Konflik Agraria Berbagai Temuan; Kajian Yuris-prudensi, Seminardan Lokakarya Mensegerakan Pembentukan Komisi Nasional Untuk Penyele-saianKonflik Agraria (KNUPKA) Sebagai Bagian dari Usaha Pemenuhan HAM danPersiapan Pelaksanaan Pembaruan Agraria di Indonesia, 22-23 Juni 2004. KomnasHam bekerjasama dengan KPA-HUMA-Walhi Bina-Desa.

Tim Kerja KNUPKA 2004e. Pendataan Konflik Agraria, Seminar dan Lokakarya MensegerakanPem-bentukan Komisi Nasional Untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA)Sebagai Bagian dari Usaha Pemenuhan HAM dan Persiapan Pelaksanaan Pemba-

Page 23: Panel G final.pmd

697

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

ruan Agraria di Indonesia, 22-23 Juni 2004. Komnas Ham bekerjasama dengan KPA-HUMA-Walhi Bina-Desa.

Tim Kerja KNUPKA 2004f. Penyelesaian Konflik Agraria Sungguh Dibu-tuhkan Rakyat; HasilKonsultasi & Konsolidasi di Wilayah, Seminar dan Lokakarya MensegerakanPembentukan Komisi Nasional Untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA)Sebagai Bagian dari Usaha Pemenuhan HAM dan Persiapan Pelaksanaan PembaruanAgraria di Indonesia, 22-23 Juni 2004. Komnas Ham bekerjasama dengan KPA-HUMA-Walhi Bina-Desa.

Tim Kerja KNUPKA 2004g. Mekanisme Penyelesaian Sengketa/Konflik Agraria MenurutPeraturan perundang-Undangan, Seminar dan Lokakarya MensegerakanPembentukan Komisi Nasional Untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA)Sebagai Bagian dari Usaha Pemenuhan HAM dan Persiapan Pelaksanaan PembaruanAgraria di Indonesia, 22-23 Juni 2004. Komnas Ham bekerjasama dengan KPA-HUMA-Walhi Bina-Desa.

Widjarjo Boedhi 1996, Kasus Jelemu Sibak: Laporan Pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadapMasyrakat Adat Jelmu Sibak oleh PT Kalhold Utama, Kalimanis Group. KomiteHAM kaltim, Samarinda

Harian Umum

Kaltim Post 2001, harian

Kaltim Post 2002, harian

Kaltim Post 2004, harian umum. Perda Hukum Adat. Kutai Kartanegara, Rabu 18 February 2004Kaltim Post Online, www.kaltimpost.web.id , Samarinda

Kaltim Post 2004, harian umum. Belajar Hak Ulayat, DPRD ke Sumbar. Pasir , Selasa 20 Januari2004. Kalimantan Timur Post Online, www.kaltimpost.web.id, Samarinda

Kaltim Post 2004, harian umum. Adat Simbol Sebuah Perjuangan. Kutai Barat, Kamis 8 Januari2004. Kalimantan Timur Post Online, www.kaltimpost.web.id, Samarinda

Kaltim Post 2003, harian umum. Mari Bahas Hak Ulayat. Kolom Pembaca, Senin 22 Desember2003. Kalimantan Timur Post Online, www.kaltimpost.web.id, Samarinda

Kaltim Post 2003, harian umum. Pernyataan Kabag Humas Disesalkan; Pemuka Adat Paser Tidakpernah Dilibat-kan. Pasir, Selasa 16 Desember 2003. Kaltim Post Online, www.kaltimpost.web.id, Samarinda

Kaltim Post 2003, harian umum. Pemkab Pahami Aspirasi PP LAP; Bupati MenyerahkanSepenuhnya kepada Dewan. Pasir, Jumat 12 Desember 2003. Kaltim Post Online,www.kaltimpost.web.id, Samarinda

Kaltim Post 2003, harian umum. LAP Minta Raperda Hak Ulayat Ditarik; Isisnya LecehkanWarga Adat Paser. Pasir, Selasa 9 Desember 2003. Kaltim Post Online,www.kaltimpost.web.id, Samarinda

Kaltim Post 2003, harian umum. Warga Paser Mayoritas Ka’o: Lembaga Adat Paser GelarSilaturahmi Ramadan. Pasir, Selasa 20 November 2003. Kaltim Post Online, www.kaltimpost.web.id, Samarinda

Kompas 2004, harian umum. Pengalihan Usaha Kehutanan Kepada Masya-rakat Adat, Kompas9 September 2004, www.kompas.com , Jakarta

Page 24: Panel G final.pmd

698

Resourse Tenure, Kemiskinan & Kertahanan Pangan; Suatu Pengantar Kondisi di Indonesia

Footnotes1 Martua Sirait, Peneliti ICRAF berbasis di Bogor. Sejak tahun 2001 terlibat dengan proses pengembangan MetodologyIdentifikasi Hak Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Kutai Barat ([email protected])

2 Don Bosco Bulor, Guru SMU Purnama, sejak tahun 1992 tinggal di Kampung Benggris, Kab. Kutai Barat dan terlibat aktifdalam diskusi diskusi dengan para pihak mengenai bentuk pengakuan bagi masyarakat adat.

3 Yoga Sofyar, SHK Kaltim berbasis di Samarinda ([email protected])

4 Dwi Anugrah, SHK Kaltim berbasis di Jengan Danum, Kutai Barat ([email protected])

5 Ratna Rismawan, pengembang pertanian, berbasis di Linggang Bigung, Kutai Barat

6 Didin Suryadin, staf HUMA berbasis di Jakarta, terlibat dalam proses pengembangan data base identifikasi masyarakatadat di Kabupaten Kutai Barat (2001), ([email protected])

7 Surat Keputusan Bupati Kutai Barat no 340/2001 tentang Pembentukan Tim Inventarisasi Hutan Adat dan Hak UlayatMasyarakat Hukum Adat Kabupaten Kutai Barat

8 Lihat Harian Suara Kaltim ttg Pembahasan Perda Hak Ulayat Kabupaten Pasir, 22 Desember 2003

9 Berinuq merupakan istilah dalam bahasa Benuaq dan Tunjung untuk musyawarah masyarakat adat yang memiliki semangatkebersamaan (sempekat) untuk mencapai kesepakatan

10 Lihat Perubahan ke 2 UUD 1945 tentang pasal 18 dan pasal 28, Permen BPN no 5 tahun 1999 tentang PenyelesaianTanah Ulayat.

11 Terdapat pula banyak kebijakan yang saling bertentangan tetnag keberadaan hak hak masyarakat adat, didalam UUK41/1990 antara defisnisi Nutan Negara (wilayah yang tidak dibenai hak) dan definisi Hutan Adat (wilayah adat yangdidalamnya terdapat hutan negara) , inkonsistensi ini menunjukan kerancuan tentang masyarakat adat dan hak haknya.

12 Lihat UUK no 41/199 pasal 69 , surat Edaran Menteri Kehutanan tentang Pengakuan Hutan Adat serta UUPA 5/1960beserta Permen BPN no 5/1999, tentang penelesaian tanah ulayat.

13 Madrah, Adat Sukat Dayak Benuq Tonyooi, Hal. 12. 20012) Madrah, Adat Sukat Dayak Benuaq dan Tonyooi, Yay. RioTinto. Hal 14. 2001.

15 Ibid, hal 15-16.

16 Anonim, Buku putih Konggres Dewan Adat Kutai Barat, Hal. 1. 2003

17 Ibid, Hal. 9

18 SFMP Document No. 11 Hal 51 Tahun 1997

19 SFMP Doc. No. 11 hal. 51, tahun 1997

20 Pasal 1 Kovenan International tentang hak-hak sipil dan politik dalam satu yang kami tuntut “pengakuan”