19
Pare (Momordica charantia) Pare atau bitter gourd adalah tanaman yang tumbuh di daerah tropis, yaitu daerah Amazon (Amerika Selatan), Afrika Timur, Asia, dan Karibia (Taylor 2002). Di Indonesia tanaman pare hampir terdapat di seluruh daerah, sehingga dikenal dengan banyak nama lokal. Tanaman pare memiliki dua varietas yang terkenal, yaitu charantia dan muricata. Varietas charantia disebut juga pare putih yang mempunyai ciri-ciri buah lonjong besar, berwarna hijau muda dan tidak begitu pahit. Varietas muricata lebih kecil atau pendek dan pahit. Menurut Rukmana (1997) tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut: kerajaan Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Curcubitales, famili Curcubitaceae, genus Momordica, dan spesies Momordica charantia L. Rasa pahit pada daun dan buah disebabkan oleh sejenis glikosida yang disebut momordicin atau charantin. Buah

Pare pare

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pare pare

Pare (Momordica charantia)

Pare atau bitter gourd adalah tanaman

yang tumbuh di daerah tropis, yaitu daerah

Amazon (Amerika Selatan), Afrika Timur,

Asia, dan Karibia (Taylor 2002). Di

Indonesia tanaman pare hampir terdapat di

seluruh daerah, sehingga dikenal dengan

banyak nama lokal. Tanaman pare memiliki

dua varietas yang terkenal, yaitu charantia

dan muricata. Varietas charantia disebut

juga pare putih yang mempunyai ciri-ciri

buah lonjong besar, berwarna hijau muda dan

tidak begitu pahit. Varietas muricata lebih

kecil atau pendek dan pahit.

Menurut Rukmana (1997) tanaman ini

diklasifikasikan sebagai berikut: kerajaan

Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi

Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo

Curcubitales, famili Curcubitaceae, genus

Momordica, dan spesies Momordica

charantia L.

Rasa pahit pada daun dan buah

disebabkan oleh sejenis glikosida yang

disebut momordicin atau charantin. Buah

pare mempunyai kegunaan yang luas, di

Page 2: Pare pare

antaranya untuk mengobati berbagai penyakit

seperti diabetes, wasir, kerusakan hati, diare,

sakit kuning, menambah produksi air susu

ibu, sariawan, batuk, dan obat luka sehingga

membuat pare digolongkan ke dalam obat-

obatan tradisional.

Selain sebagai sayuran, sebagian

masyarakat memanfaatkan pare untuk

pengobatan berbagai jenis penyakit. Di

Amerika, jus dari buah pare segar banyak

dimanfaatkan untuk terapi penderita human

immunodeficiency virus (HIV). Dari

beberapa penelitian telah berhasil diisolasi

suatu protein aktif dari biji pare yang

berfungsi sebagai inhibitor sintesis protein

yang dinamakan MAP 30.

Gambar 1 Buah pare

Kelompok protein ini disebut ribosom

inactivating protein atau RIP (Minami et al.

1992). Kondoe di dalam Budianto (2003)

juga mengatakan bahwa RIP juga terdapat

pada anggota famili Cucurbitaceae lainnya

yaitu Luffa cylindrica dan Trichosantes

Page 3: Pare pare

kirilowii. Kelompok RIP ini merupakan

protein yang dapat dimanfaatkan baik dalam

bidang pertanian maupun kesehatan. Lin

Huang et al. (1999) melaporkan bahwa MAP

30 yang diisolasi dari biji pare adalah suatu

protein bioaktif yang dapat melawan sel

tumor. Jackson dan Jones di dalam Budianto

et al. (2003) menyebutkan bahwa bahan aktif

yang terkandung dalam buah pare, yaitu

momordikosida K dan L dapat berperan

dalam menghambat spermatogenesis dan

bersifat reversibel, sehingga dapat digunakan

sebagai kontrasepsi pada pria. Hal serupa

juga dilaporkan oleh Girini et al. (2005),

yakni kandungan glikosida triterpen dalam

buah pare dapat menghambat motilitas dan

viabilitas spermatozoa.

Tanaman pare diduga mengandung

senyawa bioaktif yang bersifat hipoglikemik

yaitu charantin (Taylor 2002). Senyawa ini

tergolong fitosterol atau glikosida kompleks.

Diduga ekstrak buah pare dapat

meningkatkan laju metabolisme sel melalui

peningkatan dan penggunaan glukosa oleh sel

target yang efeknya bersifat antidiabetik.

Page 4: Pare pare

Selain charantin, buah pare juga

mengandung hydroxytryptamine, vitamin A,

B, dan C. Sedangkan bijinya mengandung

momordisin. Buah pare juga dikatakan

mengandung saponin, flavonoid, polifenol

serta glikosida cucurbitacin.

Buah pare yang dianggap baik sebagai

sayuran maupun buah secara tradisional telah

digunakan sebagai herbal anti-diabetes dan

jus buahnya atau buah mentahnya secara

ilmiah telah terbukti dapat menurunkan kadar

glukosa darah pada uji dengan hewan

percobaan maupun uji klinis pada manusia.

Misalnya, uji ekstrak air,methanol, dan

kloroform buah mentah pare pada tikus

percobaan dengan dosis 20 mg/kg berat

badan dapat menurunkan kadar glukosa darah

puasa sebesar 48%, sebanding dengan

penggunaan obat antidiabetika oral sintetik

glibenklamida. Uji toksisitas yang dilakukan

juga membuktikan bahwa ekstrak buah pare

tersebut aman untuk dikonsumsi (Subroto

2006).

Buah pare yang mengandung senyawa

aktif charantin, vicine, dan polipeptida-p

Page 5: Pare pare

(protein mirip insulin) memiliki mekanisme 3

meningkatkan sekresi insulin, asupan glukosa

jaringan, sintesis glikogen otot hati, oksidasi

glukosa, dan menurunkan glukoneogenesis

hati. Dalam percobaan dengan hewan pare

terbukti memiliki mekanisme mirip dengan

insulin dalam menurunkan kadar gula darah.

Penelitian menunjukkan bahwa buah muda

pare mengandung peptida aktif yang

dinamakan MC6 yang berukuran 10 kD.

Peptida tersebut terdiri dari 3 peptida aktif

(MC6.1, MC6.2, dan MC6.3) yang terbukti

memiliki aktivitas hipoglikemik (Subroto

2006).

Dosis yang direkomendasikan untuk

buah pare tergantung pada sediaannya. Dosis

untuk tingtur berkisar antara 5 mL hingga 50

mL tiga kali sehari. Namun demikian, karena

rasanya pahit maka sediaan pare dapat juga

berbentuk tablet atau kapsul. Dosis untuk

kapsul yang berisi bubuk kering berkisar

antara 3-15 g/hari atau bila dalam bentuk

ekstrak kering setara dengan 100-200 mg, 3

kali sehari.

Paten terbaru tentang pare di Kantor

Page 6: Pare pare

Paten Amerika Serikat yang diberikan kepada

Pushpa Khanna dari India dengan no.

US6,831,162 B2 lebih mengungkap khasiat

biji buah pare sebagai antidiabetes. Paten

tersebut mengungkap tentang isolasi senyawa

yang dinamakan polipeptida-K dari biji buah

pare. Senyawa dalam bentuk bubuk amorf

tersebut diformulasikan dalam berbagai

bentuk seperti tablet dan produk-produk

edible seperti biskuit dan permen karet yang

tidak ditelan dengan segera.

Uji klinis yang dilakukan terhadap lebih

dari 500 pasien diabetes menunjukkan bahwa

sediaan yang mengandung 12 mg hingga 70

mg polipeptida-K tersebut cukup efektif

dalam mengaktifkan insulin yang sudah non-

aktif dan dapat meremajakan pankreas

tergantung dari kekronisan kondisi patologi

dari masing-masing individu pasien. Selain

dapat menurunkan kadar gula darah,

polipeptida-K juga mengendalikan hipertensi

dengan cara mengendalikan total kolesterol,

HDL, LDL, VLDL, dan trigliserida.

Radikal bebas, Antioksidan, dan Lipid

Page 7: Pare pare

Peroksida

Radikal bebas adalah suatu atom atau

molekul yang memiliki satu atau lebih

elektron tidak berpasangan dan sangat reaktif

(Muhilal 1991). Radikal bebas, disimbolkan

dengan tanda (•), dapat terbentuk secara

endogen sebagai hasil proses metabolisme

tubuh, atau secara eksogen misalnya melalui

proses adsorpsi radiasi (UV, sinar tampak,

panas) dan melalui reaksi redoks (Gitawati

1995). Salah satu peluang terbentuknya

radikal bebas secara endogen yaitu pada

peristiwa reduksi oksigen di dalam rantai

transpor elektron. Proses reduksi oksigen ini

menghasilkan radikal superoksida (O2

-

•),

hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal

hidroksil (OH•) sebagai zat perantara.

Radikal bebas dalam upaya menstabilkan

dirinya akan mencari pasangan elektron dari

molekul lain. Di dalam tubuh, radikal bebas

ini akan menarik elektron dari makromolekul

di sekitarnya seperti protein, karbohidrat,

lipid, maupun DNA yang merupakan bagian

Page 8: Pare pare

dari sel. Jika terjadi kerusakan pada unsur-

unsur tersebut, pada akhirnya akan mengarah

pada kerusakan sel (Halliwel&Gutteridge

1985).

Lipid peroksida adalah suatu molekul

yang terbentuk dari peroksidasi lipid.

Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi

antara radikal bebas dengan PUFA yang

mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap

(Halliwell & Gutteridge 1985). Reaksi

peroksidasi lipid diawali oleh pengambilan

sebuah atom hidrogen dari gugus metilena (-

CH2) pada PUFA oleh radikal bebas. Pada

tahap ini terjadi pembentukan radikal bebas

karbon (-CH-•) yang disebabkan adanya

ikatan rangkap pada asam lemak yang dapat

melemahkan ikatan antara atom C dan H

yang berdekatan dengan ikatan rangkap,

sehingga atom H mudah diambil oleh radikal

bebas. Tahap selanjutnya yaitu penstabilan

radikal bebas karbon melalui penataan ulang

ikatan rangkap, sehingga terbentuk diena

terkonjugasi. Apabila diena terkonjugasi

bereaksi dengan O2, maka akan terbentuk

radikal lipid peroksida (ROO•). Hadirnya

Page 9: Pare pare

radikal peroksida ini dapat memudahkan

pengambilan atom hidrogen dari molekul

lipid lain, sehingga tahap ini disebut sebagai

tahap propagasi. Radikal peroksida

selanjutnya dapat bergabung dengan atom H

yang lain membentuk lipid hidroperoksida

dan radikal bebas yang baru. Jalur lain yang

ditempuh oleh radikal peroksida yaitu dengan

membentuk peroksida siklik yang disebut

dengan enderoperoksida. Tahap terminasi

terjadi bila radikal lipid peroksida bereaksi

dengan antioksidan atau senyawa biologi

seperti protein (Tabel 1).

Lipid peroksida atau lipid hidroperoksida

merupakan suatu molekul yang stabil pada

suhu fisiologis atau suhu tubuh. Namun ion-

ion logam transisi yang terdapat di dalam 4

Tabel 1 Tahapan reaksi pembentukan radikal

bebas

Tahapan Reaksi

1. Inisiasi RH + OH

2.

Propagasi

R•

+ O2

Page 10: Pare pare

ROO•

+ RH → ROOH + R•

3.

Terminasi

ROO•

+ ROO•

→ ROOR + O2

ROO•

+ R•

→ ROOR

R•

+ R•

tubuh seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu)

dapat mengkatalisis penguraian lipid

hidroperoksida hingga membentuk produk

yang berbahaya seperti epoksida, keton,

asam, dan aldehida. Beberapa contoh

aldehida yang dihasilkan dari peruraian

peroksida adalah malondialdehida (MDA)

dan 4-hidroksinonenal. Kedua produk

aldehida tersebut dapat menyerang protein

terutama pada gugus thiol (-SH) dan gugus

amino (-NH2), sehingga enzim-enzim yang

Page 11: Pare pare

membutuhkan senyawa-senyawa tersebut

untuk aktivitasnya akan terhambat bila

peroksidasi lipid sedang berlangsung

(Sulistyo 1998).

Konsentrasi lipid peroksida yang

berlebih pada darah maupun organ dapat

mengakibatkan berbagai penyakit

degeneratif. Menurut Yagi (1994) bila kadar

lipid peroksida di hati meningkat, maka lipid

peroksida ini dapat keluar dan akan merusak

organ atau jaringan lain. Pada manusia, lipid

peroksida dalam darah akan meningkat

seiring dengan bertambahnya usia, tetapi

jumlahnya tidak boleh melebihi konsentrasi

normalnya, yaitu 4 nmol/mL.

Konsentrasi lipid peroksida dapat diukur

dengan metode asam tiobarbiturat (TBA)

yang akan mengukur adanya MDA

(malondialdehida) sebagai produk reaksi

peroksidasi lipid. Asam tiobarbiturat akan

bereaksi dengan gugus karbonil dari MDA,

yaitu satu molekul MDA akan berikatan

dengan dua molekul TBA. Reaksi ini akan

menghasilkan senyawa kompleks berwarna

merah yang serapannya dapat diukur secara

Page 12: Pare pare

spektrofotometri (Gambar 2).

Gambar 2 Reaksi antara TBA dengan MDA

Sumber: Halliwel&Gutteridge (1985)

Untuk mengontrol radikal bebas, dapat

digunakan senyawa-senyawa yang berperan

sebagai penangkap radikal bebas atau dikenal

sebagai antioksidan. Antioksidan

didefinisikan sebagai senyawa yang dapat

memberikan elektron kepada radikal bebas.

Proses antioksidasi dapat terjadi pada enzim

yang berperan mengubah senyawa radikal

bebas menjadi senyawa yang lebih stabil.

Misalnya enzim superoksida dismutase

(SOD) yang mengubah radikal O2

-

menjadi

H2O2 dan O2.

O2

-

+ O2

-

+ H+

Page 13: Pare pare

+ H+

SOD H2O2 + O2

Mekanisme kerja antioksidan pada

senyawa radikal bebas ada tiga macam, yaitu

(1) antioksidan primer yang berperan untuk

mengurangi pembentukan radikal bebas baru

dengan cara memutus reaksi berantai dan

mengubahnya menjadi produk yang lebih

stabil. Antioksidan primer ini terdiri atas

superoksida dismutase (SOD), katalase, dan

glutation peroksidase. Ketiga contoh

antioksidan tersebut dapat mengubah radikal

superoksida menjadi air. (2) antioksidan

sekunder yang berperan untuk mengikat

radikal bebas dan mencegah amplifikasi

senyawa radikal. Antioksidan sekunder

terdapat pada vitamin C, vitamin B, vitamin

E, betakaroten, dan senyawa-senyawa

fitokimia. (3) antioksidan tersier yang

berperan dalam mekanisme biomolekuler.

Antioksidan tersier terdiri atas enzim

perbaikan DNA dan metionin sulfoksida

reduktase (Kartikawati 1999)

Page 14: Pare pare

Ada dua jenis antioksidan berdasarkan

asalnya, yakni antioksidan yang berasal dari

dalam tubuh (endogen) dan antioksidan yang

dikonsumsi dari luar tubuh (eksogen)

(Gitawati 1995). Antioksidan endogen

merupakan jenis antioksidan yang diproduksi

oleh tubuh atau secara alami terdapat dalam

tubuh. Beberapa contoh antioksidan endogen

adalah enzim-enzim seperti superoksida

dismutase, glutation peroksidase, glutation

reduktase, katalase, tioredoksin reduktase,

heme oksigenase, dan biliverdin reduktase.

Selain itu ada juga glutation dan koenzim-Q

yang merupakan antioksidan endogen bukan

dari golongan enzim. Antioksidan eksogen

merupakan jenis antioksidan yang diperoleh

dari diet atau asupan makanan. Antioksidan

ini diperoleh dengan cara mengkonsumsi

jenis-jenis makanan tertentu yang

mengandung komponen antioksidan seperti

vitamin C, vitamin E atau berbagai jenis 5

fitokimia. Fitokimia merupakan antioksidan

alami yang terdapat pada tanaman. Beberapa

contoh fitokimia, yaitu golongan karotenoid,

flavonoid, fitostrerol, dan polifenol.

Page 15: Pare pare

Senyawa turunan fenol tersebar luas dalam

tumbuhan dan beberapa diantaranya lebih

efektif dibandingkan dengan senyawa

antioksidan sintetik (Muhilal 1991).

Fitokimia yang umum terdapat pada

tumbuhan tingkat tinggi antara lain asam

askorbat (vitamin C), karoten, flavonoid,

saponin, tanin, dan tokoferol. Zat antioksidan

alami lain adalah isoflavon. Isoflavon

termasuk golongan isoflavonoid yang

merupakan isomer flavon. Senyawa ini

banyak terkandung pada tanaman kacang-

kacangan, terutama kacang kedelai.

Streptozotosin

Streptozotosin (2-deoksi-2-(3-metil-3-

(nitrosoureido)-D-glukopiranosa) merupakan

senyawa hasil sintesis Streptomycetes

achromogenes dan digunakan untuk

menginduksi diabetes pada hewan coba,baik

diabetes melitus tergantung insulin (IDDM)

atau tidak tergantung insulin (NIDDM).

Struktur STZ dicirikan dengan adanya

metilnitrourea yang berikatan pada atom C

ke-2 glukosa (Gambar 3).

Page 16: Pare pare

Menurut Ganda dalam tulisan Szkudelski

(2001) penggunaan dosis yang digunakan

pada tikus untuk menginduksi IDDM secara

intravena di antara 40 dan 60 mg/kg BB,

berhasil juga secara intraperitoneal dengan

dosis yang sama atau lebih tinggi, dan kurang

efektif di bawah 40 mg/kg BB, meskipun

juga tergantung spesiesnya. Dengan suntikan

STZ sebanyak 50 mg/kg BB secara intravena

pada tikus, kadar glukosa darah dapat

meningkat sampai sekitar 15mM (270

mg/dL) setelah 2 minggu).

Senyawa STZ masuk ke dalam sel-β

pankreas melalui glucose transporter 2

(GLUT 2). Ekspresi GLUT 2 yang tereduksi

akibat kerja STZ sebagai zat diabetogenik

Gambar 3 Struktur STZ

ditemukan oleh Schenedl dan Thulesen.

Metabolisme STZ dalam sel akan membentuk

komponen karbamoilasi seluler, karbamoilasi

intermolekular dan komponen seluler alkilasi.

Pada tahap awal, STZ akan diubah menjadi

senyawa isosianat dan melepaskan

metilnitrourea. Isosianat dapat membentuk

Page 17: Pare pare

berbagai macam senyawa karbamoilasi

intramolekuler. Metilnitrourea yang

dilepaskan membentuk metildiazohidroksida

yang dapat menyisipkan gugus alkil pada

berbagai macam komponen seluler seperti

DNA, protein, atau bereaksi dengan H2O

membentuk metanol.

Sifat diabetogenik STZ diduga terjadi

karena kerusakan DNA dalam sel-sel B

pancreas. Elsner et al. (2000) melaporkan

bahwa penyebab kematian sel-sel B pankreas

hasil induksi STZ adalah alkilasi DNA. Di

samping itu kerusakan DNA pada sel B

diduga juga akibat aktivitas senyawa oksigen

reaktif dari nitrit oksida (NO). Senyawa

STZ adalah donor NO yang telah

ditemukan sebagai penyebab kerusakan sel

pulau pankreas, dengan cara meningkatkan

aktivitas guanilil siklase. Dalam

mitokondria, NO juga akan meningkatkan

aktivitas xanthin oksidase dan menurunkan

oksigen yang berdampak pada penghambatan

siklus Krebs, sehingga terjadi pembatasan

produksi ATP dalam mitokondria yang

kemudian menyebabkan deplesi nukleotida

Page 18: Pare pare

dalam sel β dan pada akhirnya

mengakibatkan kerusakan DNA (Szkudelski

2001). Dalam jumlah terbatas NO

memainkan peranan penting dalam tubuh

manusia, misalnya sebagai molekul sinyal,

membantu regulasi aliran darah, melawan

infeksi, dan mematikan sel tumor.

Sebaliknya, dalam jumlah berlebih NO

dapatmenjadi berbahaya misalnya memicu

inflamasi kronik, menggangu fungsi otak, dan

merestriksi aliran darah. Selain itu, apabila

NO bertemu dengan radikal superoksida, NO

akan menjadi radikal bebas yang lebih aktif

dan dapat merusak sistem antioksidan serta

protein dalam tubuh (Packer dan Colman

1999).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah: sampel hati tikus

Sprague Dawley yang diperoleh dari Pusat

Studi Satwa Primata (PSSP). Bahan-bahan

untuk uji TBA antara lain: asam tiobarbiturat