View
320
Download
9
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
NOTULENSI PROBLEM BASED LEARNING I
“Deg-degan......”
Tutor:
dr.
Disusun Oleh:
Kelompok VIII
Mina Rahmanda Putri G1A009011
Dannia Rizki Ariani G1A009027
David Santoso G1A009031
Sukma Setya N G1A009040
Sylviana Kuswandi G1A009066
Saddam Husein S G1A009070
Rizka Oktaviana P G1A009086
Selly Marcella P G1A009104
Aris Wibowo G1A009108
Winda Tryani G1A009128
Pandu Nugroho K G1A009133
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2009
BAB 1
PENDAHULUAN
Informasi I
“DEG-DEGAN….”
Seorang wanita berusia 45 tahun datang sendiri ke Puskesmas tempat anda bertugas dengan keluhan utama dada berdebar-debar. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, semakin lama semakin berat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien juga mengeluh tangannya sering gemetar, badan mudah lelah, sering merasa kepanasan, gelisah, sulit berkonsentrasi dan sensitif (mudah marah). Pasien menjadi mudah lapar hingga dapat makan 4-5x/hari, namun berat badan tidak meningkat bahkan cenderung menurun. Frekuensi buang air besar pasien meningkat (2-3x/hari) tanpa disertai perubahan jumlah maupun konsistensi fesesnya. Pasien tidak merasakan adanya perubahan pada fungsi berkemih.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Sebelumnya pasien tidak mempunyai riwayat penyakit yang signifikan (penyakit berat yang perlu perawatan rumah sakit seperti penyakit jantung), tidak sedang dalam pengobatan dan tidak ada riwayat alergi. Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di daerah perkotaan dengan seorang suami dan 2 orang anak. Pasien tidak merokok maupun minum alkohol.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan hasil :
KU : cemas, tidak tenang
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 51 kg
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Denyut nadi : 100-120x/menit bervariasi
Frekuensi napas : 20/menit
Temp. axiller : 37,4’C
Kulit hangat dan lembab
Kepala : tidak anemis
diplopia pada saat melirik ke kanan atas
eksoftalmus
Leher : teraba massa difus di leher depan tanpa benjolan diskret dan dapat digerakkan
Thorax : disritmia cordis
Pulmo dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : tremor halus (+)
A. Kejelasan istilah dan konsep
a. Disritmia cordis
Gangguan irama jantung karena konduksi elektrolit normal dan otomatis.
b. Diplopia
Bayangan ganda yang terlihat oleh mata.
c. Tremor halus
Gerakan involunter bolak-balik pada anggota tubuh. Biasanya tidak terlihat secara
kasat mata. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan tremor halus menggunakan
kertas. Menghebat pada keadaan anisietas (kecemasan), hipertiroidisme,
alkoholisme.
d. Benjolan diskret
Benjolan tidak terpisah
e. Massa difus
Masa yang teraba berbatas tidak tegas.
B. Batasan masalah
Anamnesis
1. Ny berusia 45 tahun, menikah
2. Keluhan utama : dada berdebar-debar, tangan sering gemetar, badan mudah
lelah, merasa panas sepanjang hari, susah berkonsentrasi, mudah marah, mudah
laper tetapi berat badan cenderung turun, frekuensi buang air besar meningkat.
3. Onset : 1 bulan lalu
4. Progresifitas : Memberat
5. RPD : tidak pernah menderita penyakit serius dan tidak minum obat tertentu.
6. Tidak merokok dan minum alkohol.
Pemeriksaan fisik
1. KU : cemas, tidak tenang
2. Tinggi badan : 162 cm (N)
3. Berat badan : 51 kg (N)
4. Tekanan darah : 130/80 (N)
5. Denyut nadi : 100-120x/menit bervariasi takikardia
normalnya 80-100x/menit dan reguler
6. Frekuensi napas : 20/menit (N)
7. Temp. axiller : 37,4’C (N)
8. Kulit hangat dan lembab
9. Kepala : tidak anemis
diplopia pada saat melirik ke kanan atas
10. Leher : teraba massa difus di leher depan tanpa benjolan
diskret dan dapat digerakan
11. Thorax : disritmia cordis
Pulmo dalam batas normal
12. Abdomen : dalam batas normal
13. Ekstremitas : tremor halus (+)
tampak bercak-bercak eritema pada tungkai bawah.
C. Menganalisa masalah
Hipotesis :
1. Hipertiroidisme
2. Grave disease
3. Limfadenopati
4. Kehamilan
5. Erisipelas
Pada dasarnya pembagian kelainan kelenjar tiroid dibedakan menjadi :
1. Hipotiroidisme ; yang bisa disebabkan oleh
a. Kegagalan primer kelenjar tiroid
b. Kegagalan hipotalamus atau hipofisis anterior
c. Kekurangan iodium dari makanan
Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelanjar tiroid yang
mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelanjar tiroid. Pada penderita ini terjadi
peningkatan pelepasan TSH yang menyebabkan pembesaran tiroid.
Manifestasinya antara lain lelah, suara parau, tidak tahan dingin, keringat kurang,
kulit dingin, wajah bengkak, dan gerakan lamban.
2. Hipertiroidisme ; yang dapat disebabkan oleh
a. Grave disease
b. Tirotoksikosis
c. Goiter toksik
Pada hipertiroidisme, respon jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid
menjadi berlebihan. Manifestasinya antara lain lelah, keringat berlebih, takikardi, dan
gemetar.
Tes Hipertiroid Hipotiroid
RAI Naik Turun
T3 Naik Turun
T4 Naik Turun
Serum TSH Turun Naik
Kelainan Tiroid
Berdasarkan hipotesis :
1. Hipertiroidisme
hipertiroidisme adalah suatu keadaan di mana didapatkan
kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis
dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid
berlebihan. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar
tiroid yang hiperaktif.
2. Grave disease
Penyakit Grave adalah suatu gangguan autoimun dimana pada gangguan tersebut,
terdapat beragam autoantibodi di dalam serum terutama autoantibodi terhadap
reseptor TSH.
Hipotiroid Tirotoksisitas
Kelainan atau penyakit yang mendasarinya :
Kegagalan primer
kelenjar tiroid
Kegagalan
hipotalamus atau
hipofisis anterior
Kekurangan iodium
dari makanan
Berkaitan dengan hipertiroidisme
Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme
Primer Sekunder
Kelainan yang mendasarinya
Grave
Goiter Toksik
Kelainan yang mendasarinya
Adenoma hipofisis
3. Limfadenopati
Keadaan dimana terdapat perbesaran kelenjar limpa yang disebabkan oleh reaksi
peradangan.
4. Kehamilan
Menjadi hipotesis karena ada riwayat amenorrea selama 10 minggu.
5. Erisipelas
Penyakit pada kulit dengan gambaran eritem pada kulit (biasanya tungkai) yang
disebabkan adanya infeksi bakteri.
INFORMASI II
Dari pemeriksaan penunjang diperoleh hasil :
Hb : 12 g/dl (N = 12-16)
normal
Leukosit : 7500/µL (N=4000-10.000)
normal
Trombosit : 330.000/µL (N=150.000-450.000)
normal
TSH : 0,04mU/ L (N= 0,02-5,0µU/ml)
normal
T3 : 10,5 µg/dl (N=0,08-0,16 µg/dl)
naik
T4 : 40,6 µg/dl (N=4-11 µg)
naik
Antibodi reseptor TSH meningkat
Urinalisis
Protein (-)
Glukosa (-)
β-HCG (-)
Berdasarkan informasi 2
a. diagnosis limfadenopati dapat dihilangkan karena pada pemeriksaan laher terdapat
masa difus tanpa diskret yang tidak ditemukan dalam limfadenopati
b. diagnosis erisipelas dapat dihilangkan karena pasien tidak memiliki riwayat trauma.
Maka, berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang berupa kadar T3, T4 dan TSH yang
meningkat disertai meningkatnya Ab-reseptor TSH, maka dapat disimpulkan bahwa
diagnosis kerja adalah HIPERTIROIDISME et causa GRAVE DISASE.
Pasien didiagnosa menderita Graves’ disease kemudian diterapi dengan PTU
(propylthiouraci). Terjadi perbaikan klinis yang ditandai dengan berat badan naik, rasa lemah
hilang, dan ukuran goiter berkurang. Fungsi tiroid dimonitor secara rutin dan dosis PTU
disesuaikan dengan keadaan euthyroid. Setelah 2 tahun terapi, pasien stop mengkonsumsi
PTU.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Goiter
Definisi
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang abnormal. Pembesaran ini
dapat memiliki fungsi kelenjar yang normal (eutirodisme), hipotiroidisme atau kelebihan
produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada
leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid
yang tidak normal.
Klasifikasi Goiter menurut WHO :
1. Goiter kongenital
Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering
terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
2. Goiter endemik dan kretinisme
Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi
dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada
populasi yang tinggal disepanjang laut.
3. Goiter sporadis
Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim
pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama
dengan hipertiroidisme. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
a. Goiter yodium
Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus,
dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
b. Goiter sederhana (Goiter kollot)
Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau
menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.
c. Goiter multinodular
Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus
yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan.
4. Goiter intratrakea
Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid
ekstratrakea yang terletak secara normal.
Patofisiologi Goiter
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah
untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid
cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium
individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan
mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti
namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh
dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang
disebut sebuah gondok
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga
dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya
dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus.
Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon
tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi
TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan
fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH,
TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat
mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi,
atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi
TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia
kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini
berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid
termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong
reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid
hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human
chorionic gonadotropin.
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh,
hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone
tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat
menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid
kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga
aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam
sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan
bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen,
nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara
menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya
lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa
aman dan konsep diri klien.
2. Struktur makroskopis dan mikroskopis tiroid.
Makroskopis
Mikroskopis
Keterangan :
1. Folikel tiroid (penghasil hormone tiroid T3 dan T4)2. Koloid (penghasil hormone kalsitonin)3. Jaringan epitel kuboid simpleks4. Parafollicular atau C-cells
3. Karakteristik T3 dan T4.
T3 T4
Produksi : 26-39 mg/hr 80-100 mg/hr
Kadar bebas: 0,25 % dari total 0,35 % dari total
Ikatan: kurang kuat Kuat
Efek hormone : kuat Kurang kuat
Turn over: lebih cepat Lebih lambat
Waktu paruh: 24-30 jam 6 hari
Bentuk: hormone aktif Bisa dikonversi jadi T3
Fungsi:
Metabolisme
Merangsang konsumsi O2, panas
Stimulus:
peningkatan kontraksi otot miokard
peningkatan tonus diastole
naiknya curah jantung dan takikardi
Pertumbuhan fetus
Mempercepat sintesis kolesterol
4. Fungsi T3 dan T4.
a) Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan
dengan reseptornya di inti sel.
b) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP
(adenosin trifosfat) meningkat.
c) Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
d) Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.
5. Sintesis dan sekresi T3 dan T4.
a) Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
b) Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status
valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
c) Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu
tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim
tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
d) Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)
menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan
DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim
tiroperoksidase.
e) Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat
oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
f) Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.
Proses ini dibantu oleh TSH.
g) MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,
dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam
proses ini.
h) Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan
kompleks golgi. (Sylvia, 2005)
Gambar sintesis dan sekresi hormone tiroid :
Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-
Releasing Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia
mediana hipotalamus. Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis
anterior lewat darah porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi
hifofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH. TSH merupakan salah satu
kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik terhadap kelenjar tiroid:
a) Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel,
dengan hasil akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi
darah dan berkurangnya subtansi folikel tersebut.
b) Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan
proses iodide trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio
konsentrasi iodida intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan
kali normal.
c) Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
d) Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
e) Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan
sel kuboid menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke
dalam folikel.
Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi
TSH oleh hipofisis anterior. Hal ini terutama dikarenakan efek langsung hormon
tiroid terhadap hipofisis anterior. (Sylvia, 2005)
Grave Disease
1. Definisi
Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering
hipertiroidisme adalah suatu penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh produksi
otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit
Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus
yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol)
dan kadang-kadang dengan dermopati.
2. Etiologi, Faktor resiko dan Epidemiologi
Etiologi
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi
genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat
dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit
Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali
lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka
kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.
Factor resiko
Salah satu factor resiko dari graves disease adalah wanita dengan usia 20-40
tahun. Banyak yang mengatakan hal ini dikarenakan genetiknya, tetapi masih belum
terdapat bukti yang jelas mengenai hipotesis tersebut. Salah satu factor pencetusnya
juga adalah psikososial stress. Pada wanita usia 20-40 tahun usia tersebut adalah masa
repsoduktif bagi wanita. Pada usia tersebut wanita banyak mengalami stress karena
pekerjaan, relationshipnya dengan orang lain, stress pada rumah tangganya, dan lain-
lain. Hal tersebut mengakibatkan ketidakstabilan hormone. Karena graves disease ini
merupakan penyakit autoimmune, maka salah satu factor yang dapat mempengaruhinya
adalah lingkungan, seperti psikososial stress.
Epidemiologi
Dari penelitian yang telah dilakukan USA terdapat 30 kasus/100.000
penduduk/tahun sedangkan di United Kingdom 100-200 kasus/100.000 penduduk/tahun.
Perempuan memiliki resiko terbesar untuk terkena penyakit grave’s ini. Pada
pemeriksaan fisik, sekitar 50% dari penderita penyakit Graves disertai dengan berbagai
tingkat kelainan mata atau oftalmopati (3,4). Dengan pemeriksaan ultrasonografi
atau CT - scan ternyata bahwa sekitar 98% pada penderita penyakit Graves
ditemukan penebalan otot mata ekstra-okuler (5,6). Oleh karena itu prevalensi
oftalmopati Graves sangat tergantung cara kita melakukan penelitian, dengan atau tanpa
alat bantu.
Tidak ada korelasi antara beratnya kelainan mata dan tingkat kelainan fungsi
tiroid. Bahkan sekitar 10-20% penderita dengan oftalmopati yang jelas, dijumpai pada
mereka tanpa tanda hipertiroidisme klinis maupun laboratorium. Dari 127 penderita
dengan kelainan mata 77% ditemukan pada penyakit hipertiroidisme Graves, 20% pada
keadaan eutiroidisme, bahkan 2% pada hipotiroidisme. Dari jumlah penderita tersebut,
dilihat hubungan manifestasi klinik oftalmopati dan kejadian hipertiroidisme, tampak
bahwa 39,4% oftalmopati ditemukan bersamaan dengan hipertiriodisme, 19,6% kelainan
mata mendahului hipertiroidisme, dan 41,0% kelainan mata ditemukan setelah adanya
hipertiroidisme. Walaupun oftalmopati Graves dapat ditemukan pada semua umur, tetapi
oftalmopati berat lebih sering ditemukan pada umur tua.
3. Mengapa Grave disease banyak diderita oleh wanita ?
Penyakit tiroid lebih banyak diderita kaum wanita ketimbang pria, umumnya pada
usia reproduksi. “Ini berkaitan dengan faktor gen. Salah satu gen yang berkaitan dengan
hormon tiroid itu variasinya lekat dengan variasi gen yang terdapat pada perempuan,
meskipun pada laki-laki juga ada. Pada laki-laki, kebanyakan adalah kanker tiroid,” jelas
Dante.
Dan bisa juga karena wanita hamil. Wanita hamil membutuhkan asupan yang
banyak ketimbang wanita yang tidak hamil. Salah satunya iodium, kebanyakan wanita
yang terkena penyakit goiter kekurangan iodium. Oleh karena itu wanita lebih rentan
terkena goiter dari pada pria.
4. Tanda dan Gejala
a. Jantung berdetak lebih cepat dan bisa terjadi kelainan irama jantung,
yang bisa menyebabkan palpitasi (jantung berdebar-debar)
b. Tekanan darah cenderung meningkat
c. Penderita merasakan hangat meskipun berada dalam ruangan yang
sejuk
d. Kulit menjadi lembab dan cenderung mengeluarkan keringat yang
berlebihan
e. Tangan memperlihatkan tremor (gemetaran) halus
f. Penderita merasa gugup, letih dan lemah meskipun tidak melakukan
kegiatan yang berat
g. Nafsu makan bertambah, tetapi berat badan berkurang
h. Sulit tidur
i. Sering buang air besar, kadang disertai diare
5. Patofisiologi dan Patogenesis.
Patofisiologi
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada
kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari
ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel
ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan
dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya
beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut
merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.
Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi
TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar
tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan
pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga
diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid
membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk
akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme
tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini,
terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan
sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini
menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik,
sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau
diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.
Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah
jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
Patogenesis
Limfosit T menjadi sensitive dalam glandula Thyroid dan menstimulasi limfosit B
untuk mensintesis antibody ke antigen. Satu grup antibody langsung melawan TSH
reseptor di membrane sel thyroid. Autoantibodi menstimulasi reseptor TSH secara bebas,
yang meningkatkan pertumuhan dan aktivasi sel thyroid. Biasanya pasien dengan
autoimun hyperthyroid, reseptor TSH antibody tidak ditemukan, tetapi thyroperoxidase
autoantibody di presentasikan.
Kehadiran reseptor TSH antibody dikolerasikan dengan aktifitas dan dengan ratio
kekambuhan penyakit. Beberapa faktor diperkirakan untuk menghasut respon imun
Grave’s disease, yang bernama iodide excess. Hal ini sudah diperkirakan, bahwa hidup
dengan kondisi stress dapat menyebabkan Grave’s disease. Sebalikanya, sebelum hamil,
manifestasi klinik sindrom autoimun dapat dilemahkan dari kekambuhan yang sering
sebelum periode post partal. Patogenesis Oftamopati mungkin menyebabkan stitotoksik
limfosit dan sesivitas antibody ke antigen yang sering seperti reseptor TSH ditemukan di
orbital otot mata, dan jaringan thyroid.
6. Tatalaksana
Pengelolaan Penyakit Grave:
Prinsip pengobatan penyakit graves tergantung dari etiologi, usia pasien, riwayat
alamiah penyakit , tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien ( misalnya pasien
ingin mempunyai anak dalam waktu singkat ) dan risiko pengobatan.
Secara medika pengelolaan hipertiroidisme akibat penyakit graves ada3
penggolongan:
1. Tirostatika ( OAT- Obat Anti Tirod)
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT, antara lain:
a. Berdasarkan titrasi ( dosis besar ) yaitu berdasarkan klinis atau laboratories dosis
diturunkan atau dosis terendah di mana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme.
b. Blok subtitusi yaitu dengan cara pemberian dosis besar terus –menerus dan
apabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormone tiroksin
hingga menjadi eutiroidisme pulih kembali.
Tabel Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolaan Tiroktoksikosis
Kelompok obat Efek Indikasi
Obat Anti Tiroid
Propiltiourasil (PTU)
Metimamazol (MMI)
Karbimazol (CMZ)
Menghambat sintesis
hormone tiroid dan berefek
imunosupresif.
PTU jg dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3
Pengobatan ini pertama pada
graves. Obat jangka pendek
prabedah
B- adrenergic- antagonis
Propranolol
Metoprolol
Mengurangi dampak
hormone pada jaringan
Obat tambahan kadang
sebagai obat tunggalpada
tiroiditis
Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung iodine
Kalium Iodida
Solusi Lugol
Natrium Ipodat
Asam Iopanoat
Menghambat keluarnya T3
dan T4
Menghambat T3 dan T4 serta
produksi T3 ekstratiroidal
Persiapan tiroidektomi. Pada
krisis tiriod, bukan untuk
penggunaan rutin
Obat Lainya
Kalium Perklorat
Litium karbonat
Glukokortikoids
Menghambat transport
yodium, sintesis keluarnya
hormone
Memperbaiki efek hormone
dijaringan dan sifat
imunologis
Bukan indikasi rutin
Pada subakut, tiroiditis berat,
dan krisis tiroid
2. Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan jika pasien dalam keadaan eutiroid, klinis
maupun biokimia.
Metode:
a. Tiroidektomi subtotal dupleks yaitu operasi dilakukan pengangkatan jaringan
disisakan seujung ibu jari.
b. Tubektomibtotal yaitu pengangkatan jaringan seluruhnya sampai ismush
c. Tiroidektomi subtotal lobus lain
3. Yodium Radioaktif
Prinsip : Pemberian OAT ( Obat anti Tiroid ) sebelum dilakukan yodium radioaktif
penting, hal ini dimaksudkan untuk menghindari krisis tiroid.
Terapi yodium radioaktif tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui, karena
dapat berefek negatif pada bayi.
Dosis diberikan secara bertahap dan dosis besar. Dosis bertahap diberikan apabila
dalam keadaan eutiroid tanpa hipotirodisme, sedangkan dosis besar diberikan dalam
keadaan hipotirodisme kemudian ditambah tiroksin sebagai subtitusi.
Secara Non Medikamentosa :
1. Istirahat cukup
2. Diit makanan:
- makanan tinggi kalori
- makanan tinggi protein
- makanan tinggi kalsium
- menghindari makanan tinggi Yodium
- meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung goitrogen , misalnya :
brokoli, kol, kembang kol, bayam
- menghindari makan yang dapat menyebabkan peradangan , misalnya : micin,
makanan berminyak
- intake makanan yang memperkuat tulang seperti Mg, Zn, P, glukosamin, dll.
4. Komplikasi
a. Penyakit jantung tiroid (PJT) .
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak,
edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan
adanya atrium fibrilasi.
b. Krisis Tiroid (Thyroid Storm).
Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis
(life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat,
operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda
tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tiba-tiba
c. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).
Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya
hanya bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya
hipokalemi akibat kalium terlalu banyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya
keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena
glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium
(K channel ATP-ase)
5. Prognosis
Hipertiroidisme yang memberat manifestasi klinisnya dapat membahayakan
kehidupan. Salah satunya adalah krisis tiroid. Manifestasi klinis dari krisis tiroid adalah
demam tinggi, takikardi hebat, agitasi, gelisah, dan lain-lain. Hipertiroidisme yang berat
dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari seluruh kehamilan dan jika tidak
dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan tirotoksikosis.
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC
Sudoyo Aru W, Bambang Setiyohadi, Idrus Alvi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
Price, Syilvia Anderson et all. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
Ed. 6. Jakarta : EGC.
http://med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=173&Itemid=91
De jong, Wim, R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC
http://www.klinkstore.com/gondok-goiter