36
NOTULENSI PROBLEM BASED LEARNING I “Deg-degan......Tutor: dr. Disusun Oleh: Kelompok VIII Mina Rahmanda Putri G1A009011 Dannia Rizki Ariani G1A009027 David Santoso G1A009031 Sukma Setya N G1A009040 Sylviana Kuswandi G1A009066 Saddam Husein S G1A009070 Rizka Oktaviana P G1A009086 Selly Marcella P G1A009104 Aris Wibowo G1A009108 Winda Tryani G1A009128 Pandu Nugroho K G1A009133 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

pbl fix PRINT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pbl fix PRINT

NOTULENSI PROBLEM BASED LEARNING I

“Deg-degan......”

Tutor:

dr.

Disusun Oleh:

Kelompok VIII

Mina Rahmanda Putri G1A009011

Dannia Rizki Ariani G1A009027

David Santoso G1A009031

Sukma Setya N G1A009040

Sylviana Kuswandi G1A009066

Saddam Husein S G1A009070

Rizka Oktaviana P G1A009086

Selly Marcella P G1A009104

Aris Wibowo G1A009108

Winda Tryani G1A009128

Pandu Nugroho K G1A009133

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2009

Page 2: pbl fix PRINT

BAB 1

PENDAHULUAN

Informasi I

“DEG-DEGAN….”

Seorang wanita berusia 45 tahun datang sendiri ke Puskesmas tempat anda bertugas dengan keluhan utama dada berdebar-debar. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, semakin lama semakin berat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pasien juga mengeluh tangannya sering gemetar, badan mudah lelah, sering merasa kepanasan, gelisah, sulit berkonsentrasi dan sensitif (mudah marah). Pasien menjadi mudah lapar hingga dapat makan 4-5x/hari, namun berat badan tidak meningkat bahkan cenderung menurun. Frekuensi buang air besar pasien meningkat (2-3x/hari) tanpa disertai perubahan jumlah maupun konsistensi fesesnya. Pasien tidak merasakan adanya perubahan pada fungsi berkemih.

Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Sebelumnya pasien tidak mempunyai riwayat penyakit yang signifikan (penyakit berat yang perlu perawatan rumah sakit seperti penyakit jantung), tidak sedang dalam pengobatan dan tidak ada riwayat alergi. Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di daerah perkotaan dengan seorang suami dan 2 orang anak. Pasien tidak merokok maupun minum alkohol.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan hasil :

KU : cemas, tidak tenang

Tinggi badan : 162 cm

Berat badan : 51 kg

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Denyut nadi : 100-120x/menit bervariasi

Frekuensi napas : 20/menit

Temp. axiller : 37,4’C

Kulit hangat dan lembab

Kepala : tidak anemis

Page 3: pbl fix PRINT

diplopia pada saat melirik ke kanan atas

eksoftalmus

Leher : teraba massa difus di leher depan tanpa benjolan diskret dan dapat digerakkan

Thorax : disritmia cordis

Pulmo dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : tremor halus (+)

A. Kejelasan istilah dan konsep

a. Disritmia cordis

Gangguan irama jantung karena konduksi elektrolit normal dan otomatis.

b. Diplopia

Bayangan ganda yang terlihat oleh mata.

c. Tremor halus

Gerakan involunter bolak-balik pada anggota tubuh. Biasanya tidak terlihat secara

kasat mata. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan tremor halus menggunakan

kertas. Menghebat pada keadaan anisietas (kecemasan), hipertiroidisme,

alkoholisme.

d. Benjolan diskret

Benjolan tidak terpisah

e. Massa difus

Masa yang teraba berbatas tidak tegas.

Page 4: pbl fix PRINT

B. Batasan masalah

Anamnesis

1. Ny berusia 45 tahun, menikah

2. Keluhan utama : dada berdebar-debar, tangan sering gemetar, badan mudah

lelah, merasa panas sepanjang hari, susah berkonsentrasi, mudah marah, mudah

laper tetapi berat badan cenderung turun, frekuensi buang air besar meningkat.

3. Onset : 1 bulan lalu

4. Progresifitas : Memberat

5. RPD : tidak pernah menderita penyakit serius dan tidak minum obat tertentu.

6. Tidak merokok dan minum alkohol.

Pemeriksaan fisik

1. KU : cemas, tidak tenang

2. Tinggi badan : 162 cm (N)

3. Berat badan : 51 kg (N)

4. Tekanan darah : 130/80 (N)

5. Denyut nadi : 100-120x/menit bervariasi takikardia

normalnya 80-100x/menit dan reguler

6. Frekuensi napas : 20/menit (N)

7. Temp. axiller : 37,4’C (N)

8. Kulit hangat dan lembab

9. Kepala : tidak anemis

diplopia pada saat melirik ke kanan atas

10. Leher : teraba massa difus di leher depan tanpa benjolan

diskret dan dapat digerakan

11. Thorax : disritmia cordis

Pulmo dalam batas normal

12. Abdomen : dalam batas normal

13. Ekstremitas : tremor halus (+)

tampak bercak-bercak eritema pada tungkai bawah.

Page 5: pbl fix PRINT

C. Menganalisa masalah

Hipotesis :

1. Hipertiroidisme

2. Grave disease

3. Limfadenopati

4. Kehamilan

5. Erisipelas

Pada dasarnya pembagian kelainan kelenjar tiroid dibedakan menjadi :

1. Hipotiroidisme ; yang bisa disebabkan oleh

a. Kegagalan primer kelenjar tiroid

b. Kegagalan hipotalamus atau hipofisis anterior

c. Kekurangan iodium dari makanan

Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelanjar tiroid yang

mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelanjar tiroid. Pada penderita ini terjadi

peningkatan pelepasan TSH yang menyebabkan pembesaran tiroid.

Manifestasinya antara lain lelah, suara parau, tidak tahan dingin, keringat kurang,

kulit dingin, wajah bengkak, dan gerakan lamban.

2. Hipertiroidisme ; yang dapat disebabkan oleh

a. Grave disease

b. Tirotoksikosis

c. Goiter toksik

Pada hipertiroidisme, respon jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid

menjadi berlebihan. Manifestasinya antara lain lelah, keringat berlebih, takikardi, dan

gemetar.

Tes Hipertiroid Hipotiroid

RAI Naik Turun

T3 Naik Turun

T4 Naik Turun

Serum TSH Turun Naik

Page 6: pbl fix PRINT

Kelainan Tiroid

Berdasarkan hipotesis :

1. Hipertiroidisme

hipertiroidisme adalah suatu keadaan di mana didapatkan

kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis

dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid

berlebihan. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif.

2. Grave disease

Penyakit Grave adalah suatu gangguan autoimun dimana pada gangguan tersebut,

terdapat beragam autoantibodi di dalam serum terutama autoantibodi terhadap

reseptor TSH.

Hipotiroid Tirotoksisitas

Kelainan atau penyakit yang mendasarinya :

Kegagalan primer

kelenjar tiroid

Kegagalan

hipotalamus atau

hipofisis anterior

Kekurangan iodium

dari makanan

Berkaitan dengan hipertiroidisme

Tidak berkaitan dengan hipertiroidisme

Primer Sekunder

Kelainan yang mendasarinya

Grave

Goiter Toksik

Kelainan yang mendasarinya

Adenoma hipofisis

Page 7: pbl fix PRINT

3. Limfadenopati

Keadaan dimana terdapat perbesaran kelenjar limpa yang disebabkan oleh reaksi

peradangan.

4. Kehamilan

Menjadi hipotesis karena ada riwayat amenorrea selama 10 minggu.

5. Erisipelas

Penyakit pada kulit dengan gambaran eritem pada kulit (biasanya tungkai) yang

disebabkan adanya infeksi bakteri.

INFORMASI II

Dari pemeriksaan penunjang diperoleh hasil :

Hb : 12 g/dl (N = 12-16)

normal

Leukosit : 7500/µL (N=4000-10.000)

normal

Trombosit : 330.000/µL (N=150.000-450.000)

normal

TSH : 0,04mU/ L (N= 0,02-5,0µU/ml)

normal

T3 : 10,5 µg/dl (N=0,08-0,16 µg/dl)

naik

T4 : 40,6 µg/dl (N=4-11 µg)

naik

Antibodi reseptor TSH meningkat

Urinalisis

Protein (-)

Glukosa (-)

β-HCG (-)

Berdasarkan informasi 2

a. diagnosis limfadenopati dapat dihilangkan karena pada pemeriksaan laher terdapat

masa difus tanpa diskret yang tidak ditemukan dalam limfadenopati

Page 8: pbl fix PRINT

b. diagnosis erisipelas dapat dihilangkan karena pasien tidak memiliki riwayat trauma.

Maka, berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang berupa kadar T3, T4 dan TSH yang

meningkat disertai meningkatnya Ab-reseptor TSH, maka dapat disimpulkan bahwa

diagnosis kerja adalah HIPERTIROIDISME et causa GRAVE DISASE.

Pasien didiagnosa menderita Graves’ disease kemudian diterapi dengan PTU

(propylthiouraci). Terjadi perbaikan klinis yang ditandai dengan berat badan naik, rasa lemah

hilang, dan ukuran goiter berkurang. Fungsi tiroid dimonitor secara rutin dan dosis PTU

disesuaikan dengan keadaan euthyroid. Setelah 2 tahun terapi, pasien stop mengkonsumsi

PTU.

Page 9: pbl fix PRINT

BAB II

PEMBAHASAN

1. Goiter

Definisi

Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang abnormal. Pembesaran ini

dapat memiliki fungsi kelenjar yang normal (eutirodisme), hipotiroidisme atau kelebihan

produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada

leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid

yang tidak normal.

Klasifikasi Goiter menurut WHO :

1. Goiter kongenital

Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering

terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.

2. Goiter endemik dan kretinisme

Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi

dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada

populasi yang tinggal disepanjang laut.

3. Goiter sporadis

Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim

pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama

dengan hipertiroidisme. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

a. Goiter yodium

Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus,

dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.

Page 10: pbl fix PRINT

b. Goiter sederhana (Goiter kollot)

Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau

menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.

c. Goiter multinodular

Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus

yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan.

4. Goiter intratrakea

Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid

ekstratrakea yang terletak secara normal.

Patofisiologi Goiter

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah

untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid

cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium

individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan

mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti

namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh

dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang

disebut sebuah gondok

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga

dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya

dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus.

Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon

tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi

TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan

fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH,

TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat

mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi,

atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang.

Page 11: pbl fix PRINT

Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi

TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia

kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini

berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid

termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.

Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong

reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid

hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human

chorionic gonadotropin.

Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh,

hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone

tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat

menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid

kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga

aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang

dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior

medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam

sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan

bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen,

nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara

menjadi serak atau parau.

Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat

simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya

lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa

aman dan konsep diri klien.

Page 12: pbl fix PRINT

2. Struktur makroskopis dan mikroskopis tiroid.

Makroskopis

Mikroskopis

Keterangan :

1. Folikel tiroid (penghasil hormone tiroid T3 dan T4)2. Koloid (penghasil hormone kalsitonin)3. Jaringan epitel kuboid simpleks4. Parafollicular atau C-cells

Page 13: pbl fix PRINT

3. Karakteristik T3 dan T4.

T3 T4

Produksi : 26-39 mg/hr 80-100 mg/hr

Kadar bebas: 0,25 % dari total 0,35 % dari total

Ikatan: kurang kuat Kuat

Efek hormone : kuat Kurang kuat

Turn over: lebih cepat Lebih lambat

Waktu paruh: 24-30 jam 6 hari

Bentuk: hormone aktif Bisa dikonversi jadi T3

Fungsi:

Metabolisme

Merangsang konsumsi O2, panas

Stimulus:

peningkatan kontraksi otot miokard

peningkatan tonus diastole

naiknya curah jantung dan takikardi

Pertumbuhan fetus

Mempercepat sintesis kolesterol

4. Fungsi T3 dan T4.

a) Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan

dengan reseptornya di inti sel.

b) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP

(adenosin trifosfat) meningkat.

Page 14: pbl fix PRINT

c) Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.

d) Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.

Page 15: pbl fix PRINT

5. Sintesis dan sekresi T3 dan T4.

a) Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.

b) Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid

merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status

valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.

c) Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu

tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim

tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).

d) Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin)

menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan

DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim

tiroperoksidase.

e) Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat

oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.

Page 16: pbl fix PRINT

f) Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah.

Proses ini dibantu oleh TSH.

g) MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi,

dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam

proses ini.

h) Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan

kompleks golgi. (Sylvia, 2005)

Gambar sintesis dan sekresi hormone tiroid :

Page 17: pbl fix PRINT

Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid

Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-

Releasing Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia

mediana hipotalamus. Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis

anterior lewat darah porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi

hifofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH. TSH merupakan salah satu

kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik terhadap kelenjar tiroid:

a) Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel,

dengan hasil akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi

darah dan berkurangnya subtansi folikel tersebut.

b) Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan

proses iodide trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio

konsentrasi iodida intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan

kali normal.

c) Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.

d) Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.

Page 18: pbl fix PRINT

e) Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan

sel kuboid menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke

dalam folikel.

Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi

TSH oleh hipofisis anterior. Hal ini terutama dikarenakan efek langsung hormon

tiroid terhadap hipofisis anterior. (Sylvia, 2005)

Grave Disease

1. Definisi

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering

hipertiroidisme adalah suatu penyakit otonium yang biasanya ditandai oleh produksi

otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit

Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus

yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol)

dan kadang-kadang dengan dermopati.

2. Etiologi, Faktor resiko dan Epidemiologi

Etiologi

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya

sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi

genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat

dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit

Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali

lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka

kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.

Factor resiko

Salah satu factor resiko dari graves disease adalah wanita dengan usia 20-40

tahun. Banyak yang mengatakan hal ini dikarenakan genetiknya, tetapi masih belum

terdapat bukti yang jelas mengenai hipotesis tersebut. Salah satu factor pencetusnya

juga adalah psikososial stress. Pada wanita usia 20-40 tahun usia tersebut adalah masa

Page 19: pbl fix PRINT

repsoduktif bagi wanita. Pada usia tersebut wanita banyak mengalami stress karena

pekerjaan, relationshipnya dengan orang lain, stress pada rumah tangganya, dan lain-

lain. Hal tersebut mengakibatkan ketidakstabilan hormone. Karena graves disease ini

merupakan penyakit autoimmune, maka salah satu factor yang dapat mempengaruhinya

adalah lingkungan, seperti psikososial stress.

Epidemiologi

Dari penelitian yang telah dilakukan USA terdapat 30 kasus/100.000

penduduk/tahun sedangkan di United Kingdom 100-200 kasus/100.000 penduduk/tahun.

Perempuan memiliki resiko terbesar untuk terkena penyakit grave’s ini. Pada

pemeriksaan fisik, sekitar 50% dari penderita penyakit Graves disertai dengan berbagai

tingkat kelainan mata atau oftalmopati (3,4). Dengan pemeriksaan ultrasonografi

atau          CT - scan ternyata bahwa sekitar 98% pada penderita penyakit Graves

ditemukan penebalan otot mata ekstra-okuler (5,6). Oleh karena itu prevalensi

oftalmopati Graves sangat tergantung cara kita melakukan penelitian, dengan atau tanpa

alat bantu.

Tidak ada korelasi antara beratnya kelainan mata dan tingkat kelainan fungsi

tiroid. Bahkan sekitar 10-20% penderita dengan oftalmopati yang jelas, dijumpai pada

mereka tanpa tanda hipertiroidisme klinis maupun laboratorium. Dari 127 penderita

dengan kelainan mata 77% ditemukan pada penyakit hipertiroidisme Graves, 20% pada

keadaan eutiroidisme, bahkan 2% pada hipotiroidisme. Dari jumlah penderita tersebut,

dilihat hubungan manifestasi klinik oftalmopati dan kejadian hipertiroidisme, tampak

bahwa 39,4% oftalmopati ditemukan bersamaan dengan hipertiriodisme, 19,6% kelainan

mata mendahului hipertiroidisme, dan 41,0% kelainan mata ditemukan setelah adanya

hipertiroidisme. Walaupun oftalmopati Graves dapat ditemukan pada semua umur, tetapi

oftalmopati berat lebih sering ditemukan pada umur tua.

3. Mengapa Grave disease banyak diderita oleh wanita ?

Penyakit tiroid lebih banyak diderita kaum wanita ketimbang pria, umumnya pada

usia reproduksi. “Ini berkaitan dengan faktor gen. Salah satu gen yang berkaitan dengan

hormon tiroid itu variasinya lekat dengan variasi gen yang terdapat pada perempuan,

Page 20: pbl fix PRINT

meskipun pada laki-laki juga ada. Pada laki-laki, kebanyakan adalah kanker tiroid,” jelas

Dante.

Dan bisa juga karena wanita hamil. Wanita hamil membutuhkan asupan yang

banyak ketimbang wanita yang tidak hamil. Salah satunya iodium, kebanyakan wanita

yang terkena penyakit goiter kekurangan iodium. Oleh karena itu wanita lebih rentan

terkena goiter dari pada pria.

4. Tanda dan Gejala

a. Jantung berdetak lebih cepat dan bisa terjadi kelainan irama jantung,

yang bisa menyebabkan palpitasi (jantung berdebar-debar)

b. Tekanan darah cenderung meningkat

c. Penderita merasakan hangat meskipun berada dalam ruangan yang

sejuk

d. Kulit menjadi lembab dan cenderung mengeluarkan keringat yang

berlebihan

e. Tangan memperlihatkan tremor (gemetaran) halus

f. Penderita merasa gugup, letih dan lemah meskipun tidak melakukan

kegiatan yang berat

g. Nafsu makan bertambah, tetapi berat badan berkurang

h. Sulit tidur

i. Sering buang air besar, kadang disertai diare

5. Patofisiologi dan Patogenesis.

Patofisiologi

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada

kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari

ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel

ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan

dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya

beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang

“menyerupai” TSH, Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi immunoglobulin yang

Page 21: pbl fix PRINT

disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor

membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut

merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.

Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi

TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar

tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.

Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan

pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga

diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid

membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk

akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme

tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini,

terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan

sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini

menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik,

sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau

diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.

Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah

jaringan periorbital dan otot-otot  ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.

Patogenesis

Limfosit T menjadi sensitive dalam glandula Thyroid dan menstimulasi limfosit B

untuk mensintesis antibody ke antigen. Satu grup antibody langsung melawan TSH

reseptor di membrane sel thyroid. Autoantibodi menstimulasi reseptor TSH secara bebas,

yang meningkatkan pertumuhan dan aktivasi sel thyroid. Biasanya pasien dengan

autoimun hyperthyroid, reseptor TSH antibody tidak ditemukan, tetapi thyroperoxidase

autoantibody di presentasikan.

Kehadiran reseptor TSH antibody dikolerasikan dengan aktifitas dan dengan ratio

kekambuhan penyakit. Beberapa faktor diperkirakan untuk menghasut respon imun

Grave’s disease, yang bernama iodide excess. Hal ini sudah diperkirakan, bahwa hidup

dengan kondisi stress dapat menyebabkan Grave’s disease. Sebalikanya, sebelum hamil,

manifestasi klinik sindrom autoimun dapat dilemahkan dari kekambuhan yang sering

Page 22: pbl fix PRINT

sebelum periode post partal. Patogenesis Oftamopati mungkin menyebabkan stitotoksik

limfosit dan sesivitas antibody ke antigen yang sering seperti reseptor TSH ditemukan di

orbital otot mata, dan jaringan thyroid.

6. Tatalaksana

Pengelolaan Penyakit Grave:

Prinsip pengobatan penyakit graves tergantung dari etiologi, usia pasien, riwayat

alamiah penyakit , tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien ( misalnya pasien

ingin mempunyai anak dalam waktu singkat ) dan risiko pengobatan.

Secara medika pengelolaan hipertiroidisme akibat penyakit graves ada3

penggolongan:

1. Tirostatika ( OAT- Obat Anti Tirod)

Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT, antara lain:

a. Berdasarkan titrasi ( dosis besar ) yaitu berdasarkan klinis atau laboratories dosis

diturunkan atau dosis terendah di mana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme.

b. Blok subtitusi yaitu dengan cara pemberian dosis besar terus –menerus dan

apabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka ditambah hormone tiroksin

hingga menjadi eutiroidisme pulih kembali.

Tabel Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolaan Tiroktoksikosis

Kelompok obat Efek Indikasi

Obat Anti Tiroid

Propiltiourasil (PTU)

Metimamazol (MMI)

Karbimazol (CMZ)

Menghambat sintesis

hormone tiroid dan berefek

imunosupresif.

PTU jg dapat menghambat

konversi T4 menjadi T3

Pengobatan ini pertama pada

graves. Obat jangka pendek

prabedah

B- adrenergic- antagonis

Propranolol

Metoprolol

Mengurangi dampak

hormone pada jaringan

Obat tambahan kadang

sebagai obat tunggalpada

tiroiditis

Page 23: pbl fix PRINT

Atenolol

Nadolol

Bahan mengandung iodine

Kalium Iodida

Solusi Lugol

Natrium Ipodat

Asam Iopanoat

Menghambat keluarnya T3

dan T4

Menghambat T3 dan T4 serta

produksi T3 ekstratiroidal

Persiapan tiroidektomi. Pada

krisis tiriod, bukan untuk

penggunaan rutin

Obat Lainya

Kalium Perklorat

Litium karbonat

Glukokortikoids

Menghambat transport

yodium, sintesis keluarnya

hormone

Memperbaiki efek hormone

dijaringan dan sifat

imunologis

Bukan indikasi rutin

Pada subakut, tiroiditis berat,

dan krisis tiroid

2. Tiroidektomi

Prinsip umum: operasi baru dikerjakan jika pasien dalam keadaan eutiroid, klinis

maupun biokimia.

Metode:

a. Tiroidektomi subtotal dupleks yaitu operasi dilakukan pengangkatan jaringan

disisakan seujung ibu jari.

b. Tubektomibtotal yaitu pengangkatan jaringan seluruhnya sampai ismush

c. Tiroidektomi subtotal lobus lain

3. Yodium Radioaktif

Prinsip : Pemberian OAT ( Obat anti Tiroid ) sebelum dilakukan yodium radioaktif

penting, hal ini dimaksudkan untuk menghindari krisis tiroid.

Terapi yodium radioaktif tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui, karena

dapat berefek negatif pada bayi.

Page 24: pbl fix PRINT

Dosis diberikan secara bertahap dan dosis besar. Dosis bertahap diberikan apabila

dalam keadaan eutiroid tanpa hipotirodisme, sedangkan dosis besar diberikan dalam

keadaan hipotirodisme kemudian ditambah tiroksin sebagai subtitusi.

Secara Non Medikamentosa :

1. Istirahat cukup

2. Diit makanan:

- makanan tinggi kalori

- makanan tinggi protein

- makanan tinggi kalsium

- menghindari makanan tinggi Yodium

- meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung goitrogen , misalnya :

brokoli, kol, kembang kol, bayam

- menghindari makan yang dapat menyebabkan peradangan , misalnya : micin,

makanan berminyak

- intake makanan yang memperkuat tulang seperti Mg, Zn, P, glukosamin, dll.

4. Komplikasi

a. Penyakit jantung tiroid (PJT) .

Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak,

edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan

adanya atrium fibrilasi.

b. Krisis Tiroid (Thyroid Storm).

Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis

(life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat,

operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda

tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tiba-tiba

c. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).

Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya

hanya bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya

hipokalemi akibat kalium terlalu banyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya

Page 25: pbl fix PRINT

keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena

glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium

(K channel ATP-ase)

5. Prognosis

Hipertiroidisme yang memberat manifestasi klinisnya dapat membahayakan

kehidupan. Salah satunya adalah krisis tiroid. Manifestasi klinis dari krisis tiroid adalah

demam tinggi, takikardi hebat, agitasi, gelisah, dan lain-lain. Hipertiroidisme yang berat

dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari seluruh kehamilan dan jika tidak

dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan tirotoksikosis.

Page 26: pbl fix PRINT

DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC

Sudoyo Aru W, Bambang Setiyohadi, Idrus Alvi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI.

Price, Syilvia Anderson et all. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.

Ed. 6. Jakarta : EGC.

http://med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=173&Itemid=91

De jong, Wim, R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC

http://www.klinkstore.com/gondok-goiter