Upload
cheeca1
View
72
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORANPROBLEM BASED LEARNING 1
”Perdarahan Saluran Cerna Disebabkan Ulkus”
Tutor :
dr.Vitasari Indriani
Oleh :
KELOMPOK 5
Karina Adistiarini (G1A009010)
David Santoso (G1A009031)
Famila (G1A009044)
Wily Gustafianto (G1A009058)
Karina Adzani Herma (G1A009059)
Dyah Handayani (G1A009063)
Yanuar Firdaus (G1A009079)
Saidatun Nisa (G1A009090)
Alifah Nuramal Sari (G1A009099)
Egi Dwi Satria (G1A009122)
Muh.Syakur Ridho (G1A007015)
BLOK DIGESTIVEUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANPROGRAM PENDIDIKAN DOKTER
PURWOKERTO
2011
PBL/CBL KASUS KE : 1
JUDUL SKENARIO : -
KELOMPOK : 4
HARI/TGL TUTORIAL : 1. Selasa, 14 Juni 2011
2. Kamis, 16 Juni 2011
Informasi 1
Tn. X, seorang pria berusia 29 tahun datang dengan keluhan muntah darah.
Muntah berisi cairan, sisa makanan disertai bercak-bercak darah kehitaman sejak
2 hari yang lalu. Muntah terjadi + 5 kali/hari setiap muntah + ½ gelas belimbing
dan lebih sering pada pagi hari. Ia juga merasakan nyeri ulu hati dan kembung.
Keluhan ini (nyeri perut) sudah dirasakan sejak 4 tahun yang lalu kumat-kumatan,
terutama jika ia kurang tidur dan terlambat makan. Ia terbiasa minum antasida
yang dibelinya di apotik. Pada awalnya obat tersebut cukup membantu
mengurangi nyeri, tetapi akhir-akhir ini obat tersebut sudah kurang manjur lagi
untuknya. Ia menyangkal adanya demam dan menggigil
Ia mengatakan bahwa ia tidak pernah mengalami keluhan kesehatan selain
yang tersebut di atas.
Ia adalah seorang arsitek di perusahaan swasta dan sejak 2 minggu yang
lalu sering lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya. Akibat beban pekerjaan
yang berat, ia sering merasa nyeri kepala dan untuk mengatasinya ia minum asam
mefenamat. Ia seorang perokok dan biasanya menghabiskan 6-8 batang
rokok/hari. Ia jarang minum kopi dan tidak mengatur pola makannya. Ia seorang
lajang yang tidak menganut hubungan seksual bebas, tidak pernah menggunakan
obat-obatan terlarang maupun minum minuman keras (alcohol).
Langkah 1 : Kejelasan Istilah
1. Antasida
Obat yang dimaksudkan untuk mengatasi kelebihan asam lambung.
Semua antasida merupakan basa yang akan menetralkan asam lambung yang
berlebih. Senyawa antasida yang sering digunakan adalah NaHCO3, CaCO3,
Al(OH)3, MgCO3, Mg(OH)2 dan NaAl(OH)2CO3.
2. Asam Mafenamat
Termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non
Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa digunakan untuk
mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk
mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang
haid.
Langkah 2 : Identifikasi Masalah
Identitas Pasien:
Nama : Tn X
Umur : 29 tahun
Keluhan utama : Muntah darah
RPS :
Onset : 2 hari yang lalu
Kuantitas : Lebih dari 5 hari dalam sehari
Gejala penyerta : Nyeri ulu hati dan kembung
Faktor memperingan : Meminum obat antasida dan asam mafenamat
Faktor memperberat : Kurang tidur
RPD : -
RPK : -
RSOS-EK : Perokok aktif ,tidak dapat mengatur pola makan
Pekerjaan : Arsitek di perusahaan swasta
Langkah 3 : Menyusun Batasan Masalah
1. Jelaskan anatomi dan histologi, dan fisiologi dari gaster
2. Fisiologi menelan
3. Hubungan faktor resiko ( stress) dengan muntah darah
Langkah 4 : Analisis Masalah
1. Anatomi, histologi, dan fisiologi kardiovaskuler :
a. Anatomi
Lambung adalah ruangan berbentuk kantung mirip huruf J terletak
diantara esofagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi tiga bagian
berdasarkan perbedaan anatomis, histologis, dan fungsional. Fundus
adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian
tengah atau utama lambung adalah korpus (badan). Lapisan otot polos di
fundus dan korpus relatif tipis, tetapi di bagian bawah lambung, antrum,
memiliki otot yang jauh lebih tebal. Di antara regio-regio tersebut terdapat
perbedaan kelenjar di mukosa. Bagian akhir lambung adalah sfingter
pilorus, yang berfungsi sebagai sawar anatara lambung dan bagian atas
usus halus,duodenum (Sherwood, 2001).
b. Histologi
Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis, dan serosa. Pada lapisan mukosa, terdapat sel-sel
yang menghasilkan berbagai jenis cairan seperti enzim, asam lambung,
dan hormone. Sel-sel tersebut yaitu sel goblet, sel parietal, dan sel chief.
Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga
lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam
lambung. Sel parietal sendiri berfungsi untuk menghasilkan asam lambung
(Hydrochloric acid) yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin.
Lambung bersifat sangat asam karena diperkirakan, sel parietal
memproduksi 1,5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat
keasaman dalam lambung mencapai pH2. Sel chief berfungsi untuk
memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif
sebab agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel
tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut Submukosa
ialah lapisan yang terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang berfungsi
untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk
membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel
tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam
pencernaan mekanis. Terdapat 3 lapisan otot yakni otot sirkuler, otot
longitudinal, otot oblik. Kontraksi dari ketiga macam otot-otot tersebut
akan menimbulkan gerakan peristaltic yang disini menyebabkan makanan
di dalam lambung di aduk-aduk. Serosa merupakan lapisan terluar yang
berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini akan
mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi
antara perut dan anggota tubuh lainnya( Guyton,2008).
c. Fisiologi
Dibentuk oleh sel G di dinding lateral kelenjar pada bagian antrum
mukosa lambung. Gastrin juga ditemukan di pankreas janin, tapi belum
pasti pada dewasa. Sekresi gastrin dipengaruhi oleh isi lambung, kecepatan
pengiriman impuls melalui saraf vagus, dan berbagai faktor yang berasal
dari darah. Lebih jelasnya lihat tabelnya (Guyton,2008).
Asam di antrum menghambat sekresi gastrin, efek asam tersebut
merupakan feedback negatif yang mengatur sekresi gastrin. Peningkatan
sekresi hormon meningkatkan sekresi asam, tetapi asam tersebut akan
memberikan umpan balik yang menghambat sekrsei gastrin lebih lanjut
(Marieb,2007).
Kolesistokinin-Pankreomizin (CCK-PZ/ CCK )
CCK merupakan hormon yang menyebabkan kontraksi kandung
empedu dan meningkatkan sekresi getah pankreas yang kaya akan enzim.
Selain itu, CCK juga menguatkan kerja sekretin, menghambat
pengosongan lambung, menimbulkan efek tropik (pertumbuhan mukosa)
pada pankreas, meningkatkan sekresi enterokinase, dan dapat
meningkatkan gerakan usus halus dan kolon.CCK disekresi oleh sel-sel
endokrin, sel-sel I di usus bagian atas, saraf ileum distal dan kolon. CCK
yang disekresi di jejunum dan duodenum mungkin terutama CCK8 dan
CCK12, meskipun CCK58 juga terdapat pdi usus dan sirkulasi darah.
Sekresi CCK meningkat bila hasil pencernaan berkontak dengan mukosa
usus, khususnya peptida dan asam amino, dan juga dengan adanya asam-
asam lemak. Karena empedu dan getah pankreas yang memasuki
duodenum mencernakan protein dan lemak lebih lanjut, seterusnya
merangsang lagi CCK (feedback positif). Umpan balik tersebut berakhir
bila hasil-hasil pencernaan bergerak ke bagian distal saluran
cerna(Sherwood,2001).
2. Fisiologi menelan
Ingesti mastikasi bolus
Cavum oris gerakan lidah stimulus reseptor pusat menelan
Palatum mole naik + epiglottis menutup
Relaksasi sfingter faringoesofageal
Bolus ke esophagus peristaltic
Gaster
Reseptor
Strecth-reseptor Kemoreseptor
Stimulus sel G Gastrin
Parietal sel HCL
jika pH < 2
feedback (-)
Gastrin akan dihambat
( Sherwood, 2001 )
3. Hubungan Faktor Resiko stress dengan muntah darah
Pada kasus ini stres adalah salah satu pemicu peningkatan asam lambung
namun yang menyebabkan perdarahan adalah faktor-faktor pemicu lain pada
kasus ini adalah penggunaan asam mefenamat dan antasida yang dapat
menurunkan pertahanan mukosa asam lambung dan juga infeksi dari H.
Pylori (Klabunde,2007).
Regulasi pembentukan HCL:
Pembentukan HCl dimulai dengan adanya ion H+ dan ion Cl- yang secara
aktif ditransportasikan melalui pompa yang berbeda di membrane plasma sel
parietal. Ion H+ yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma melainkan
dari sisa proses metabolisme di sel parietal. Apabila sebuah H+ disekresikan,
netralitas interior sel dipertahankan oleh pembentukan H+ baru dari asam
karbonat (H2CO3) untuk menggantikan H+ yang keluar tersebut. Sel parietal
mempunyai banyak enzim karbonat anhidrase (ca). dengan adanya enzim
karbonat anhidrase, H2O mudan berikatan dengan CO2 yang diproduksi oleh
sel parietal melalui proses metabolisme. Kombinasi antara H2O dan
CO2menghasilkan H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3-
(Martini, 2006).
Ion H+ yang dihasilkan ini dapat menggantikan ion H+ yang disekresikan.
HCO3- yang terbentuk disekresikan ke dalam plasma oleh pembawa yang
sama dengan pembawa yang mengangkut Cl- dari plasma ke dalam lumen
lambung. Pertukaran HCO3- dengan Cl- ini akan menjaga netralitas listrik
plasma selama sekresi HCl. (Sherwood, 2001).
Langkah 5 : Menyusun Sasaran Belajar
1. Efek ranitidine dan simetidine
2. Gejala klinis varices dan non varices
3. Endoskopi Biopsi Lambung
4. Penatalaksanaan perdarahan saluran atas disertai ulkus
5. Komplikasi
Informasi II:
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :cukup baik, compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84x/ menit
Pernapasan : 18x/ menit
Suhu : 36,9o C
Kepala : mata conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : datar, frekuensi dan bunyi peristaltic normal, perkusi timpani, supel, nyeri tekan epigastrium, massa (-)
Ekstremitas : akral hangat
Informasi III
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
Hb : 12 g/dl (14-18 g/dl)
WBC : 6.3000/ml (4.000-10.000/ml)
Platelet : 180.000/ml (150.000-450.000/ml)
AST : 15 U/L (5-35 U/L)
ALT : 22 U/L (5-45 U/L)
ALP : 100 U/L (30-130 U/L)
Bilirubin Total: 0,9 mg/dl (0,1-1,1 mg/dl)
Glukosa : 80 mg/dl (75-110 mg/dl)
Cholesterol : 180 mg/dl (120-200 mg/dl)
Serologi : Antibodi terhadap Heliobacter pilorii (+)
Hasil biopsi lambung 3 bulan yang lalu menunjukan adanya inflamasi akut dan
kronik, Periodic Acid-Schieff (PAS)/alcian blue stain menunjukan tidak ada bukti
metaplasia usus dan tidak ada neoplasma yang teridentifikasi.
Gambaran PA
Tampak mukosa gaster menggantung pada tepi ulkus. Ta,pak serbukan sel-sel
radang mononuclear pada dasar ulkus tidak terlalu prominen. Tampak pula
pelebaran pembuluh darah.Tampak kuman berbentuk spiral (Heliobacter pylori)
dalam sel mukosa gaster.
Langkah 6 : Jawaban Sasaran Belajar
1. Ranitidin dan Simetidine
Ranitidine dan simetidine memiliki indikasi yang sama dalam ulkus
peptikum, kondisi hipersekresi patologis, serta refluks esofagitis. Antasida pun
memiliki indikasi yang tidak jauh berbeda dengan ranitidine dan simetidine.
Namun pada antasida, mekanismenya adalah dalam mengurangi produksi HCl
yang dikeluarkan lambung dengan meningkatkan nilai pH dan menurunkan
aktivitas pepsin dalam caitan lambung. Pada ranitidine dan simetidine,
mekanismenya yaitu menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Reseptor tersebut akan merangsang sekeresi cairan lambung akibat penurunan
volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung, dan penurunan sekresi asam
lambung tersebut akan mengakibatkan penurunan perubahan pepsinogen
menjadi pepsin, dan akhirnya menurunkan nyeri epigastrium (Mansjoer,
2001).
Efek Samping ranitidine :
a. Pusing, lesu, sakit kepala, konstipasi, mual, nyeri abdomen, ruam kulit
b. Kadang-kadang terjadi , malaise, mialgia, , diare dan pruritus.
c. Konstipasi, pusing, sakit perut.
d. Confusion, hyperprolactinemia, gangguan fungsi sexual, hepatitis (jarang).
e. Rasa sakit di daerah penyuntikan pada pemberian secara i.m.
f. Rasa terbakar pada pemberian secara i.v ( Guyton, 2008 ).
2. Gejala klinis Varices dan Non Varices
a. Varises
Varises esofagus biasanya tidak bergejala, kecuali jika sudah robek dan
berdarah. Beberapa gejala yang terjadi akibat perdarahan esofagus adalah
1. Muntah darah
2. Tinja hitam seperti ter
3. Kencing menjadi sedikit
4. Sangat haus
5. Pusing
6. Syok
Varises esofagus merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah
penyakit yang ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati.
Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C, atau konsumsi alkohol dalam
julah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah
tersumbatnya saluran empedu ( Ganiswarna, 2007).
Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises
esofagus ( Marieb, 2007) :
1. Gagal jantung kongestif yang parah.
2. Trombosis. Adanya bekuan darah di vena porta atau vena splenikus.
3. Sarkoidosis.
4. Schistomiasis.
5. Sindrom Budd-Chiari.
6. Non variceal :muntah darah dengan factor penyebab (contoh minum
obat-obatan atau sehabis makan).
3. Endoskopi-Biopsi Lambung
Dalam pemeriksaan invasif untuk diagnosis infeksi H. Pylori dilakukan
dengan mengambil spesimen biopsi mukosa lambung secara endoskopik.
Selanjutnya spesimen yang diambil dengan persyaratan dan cara tertentu akan
diperiksa dengan teknik khusus sesuai dengan tujuan diagnostik. Persyaratan
yang dimaksudkan adalah upaya mengurangi kemungkinan terjadinya hasil
negatif palsu akibat pengaruh obat – obatan yang dipergunakan sebelum
pengambilan biopsi. Biasanya dianjurkan untuk menghentikan obat antibiotik,
anti skeresi asam lambung terutama golongan inhibitor pompa proton, bismuth
selama satu/dua minggu sebelum pemeriksaan. Biopsi standar untuk diagnosis
infeksi H.pylori diambil dari antrum dan korpus, sedangkan untuk menilai
adanya metaplasia diambil biopsi dari angulus. Sebelum endoskop
dimasukkan melalui mulut atau organ lainnya, penderita biasanya dipuasakan
terlebih dahulu selama beberapa jam. Sebab, makanan di dalam lambung bisa
menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan
dilakukan (Sherwood, 2001).
a. Indikasi
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
2. Dispepsia
3. Disfagia
4. Odinofagia
5. Nyeri Epigastrium Kronis
6. Kecurigaan Obsruksi Outlet
7. Survey Endoscopi curiga keganasan
8. Nyeri dada tak khas
b. Kontra Indikasi Absolut:
1. Tidak kooperatif
2. Gangguan jiwa(psikopat)
3. Alergi obat premedikasi
4. Syok
5. Infark miokard akut
6. Respiratori distress
7. Perdarahan masif
c. Kontra indikasi Relatif
1. Kelainan kolumna vertebralis
2. Gagal jantung
3. Sesak nafas
4. Gangguan kesadaran
5. Infeksi akut
6. Aneurisma aorta torakalis
7. Tumor Mediastinum
8. Stenosis esofagus
9. Gastritis korosif akut ( Guyton, 2008).
Bila dilakukan biopsi,dianjurkan makan makanan cair atau bubur saring
selama beberapa waktu tergantung apa yang ditemuka dan berapa banyak
biopsi dilakukan. Bila ada perdarahan pasien diminta menghubungi dokter.
Teknik melakukan endoskopi-biopsi lambung :
a. Pasien berbaring miring ke kiri menghadap pemeriksa.
b. Kepala agak menunduk, dengan alas handuk kecil.
c. Tangan kiri dibawah bantal dan tangan kanan bebas diposisikan diatas
paha kanan. Posisi kaki seperti memeluk guling.
d. Di ujung endoskop diberi biopsy forceps yang berbentuk seperti capitan.
e. Endoskop dimasukkan oleh pemeriksa ke dalam mulut pasien hingga
mencapai lambung.
f. Di lambung, mukosa dicapit menggunakan biopsy forceps kemudian
ditarik keluar (Glupczynski, 1996).
4. Penatalaksanaan
Farmakologi
a. Mengurangi nyeri
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mencegah kekambuhan usus
1. Mengurangi keparahan dengan menurunkan H+
Bekerja mengurangi kadar asam
Menetralisir asam
- Ph 7 => menurunkan aktivasi pepsin
- Mekanisme kerja :
1) bergantung pada kelarutan dan kecepatan netralisasi asam
2) pengosongan lambung
a. Sistemik
- diabsorpsi dalam usus halus ( urin bersifat alkalis )
- NaHCO3 + HCL + NaCL +H2O + CO2->sendawa
- Dosis : 1-4 gr
- Hati : NaHCO3 + susu + sindrom alkali susu
b. Non – Sistemik
- Tidak diabsorbsi
- AlC(OH)3 + 3HCL <-> AlCL3 + 3H2O
Inaktifasi pepsin
- ESO :
1) Konstipasi
2) Mual
3) Muntah
Hambatan produksi asam
1. Antagonis H2O reseptor
Mekanisme kerja :
- Bekerja pada reseptor yang di transmisikan oleh
asetilkolin,hormon gastrin dan pengeluaran histamin.
- Memblok kerja histamin pada sel parietal,dan
- Menurunkan sekresi asam
Contoh :
1) Simetidin
2) Ranitidin
3) Nizatidin
- KI : ibu hamil -> lewat plasenta + air susu
2. Pump – ion Inhibitor
a. Hambatan enzim h+/K+ Atpase
b. Secara selektif pada sel-sel pariental
c. Bioavaibilitas menurun 50% kerena pengaruh makanan
sebaiknya 30 menit sebelum makan
Contoh: Esomeprazol, Lanzoprazol, Omeprazol,
Pantoprazol, Rabeprazol (Ganiswara, 2007).
2. Menaikkan perlindungan dengan mucosaprotectant
Bekerja melindungi mukosa
- Sukralfat
a. Tidak diabsorbsi sistemik
b. Mekanisme kerja
o Sawar terhadap HCL + pepsin, efektif untuk ulkus
duodenum
c. Perlu suasana asam untuk kerja, barang antasid AH2 untuk
menurunkan bioavabilitas
o KI : gagal ginjal, ibu hamil
o Dosis :
1 g -> 4x / hari
1 jam sebelum makan
Antasid 1 jam setelah sukralfat
- Prostaglandin analog ( misoprostol )
a. Mekanisme kerja : menghambat sekresi HCL
b. ESO :
o Mual
o Gangguan abdomen
o Pusing , sakit kepala
o KL : ibu hamil
o Dosis : 200 mg, 4x / hari
3. Menghilangkan gelaja mual dan muntah
Antiemetik
- Antikolinergik
1) Contoh :
Skopolamin
Hyoscine
o ESO : sedasi
- Antagonis dopamin
Efektif pada mual yang diakibatkan oleh ESO
Contoh : metroklopramid Domperidon
- Derivat fenotiazin
Contoh :
Promethazine
Proklorperazin
Mekanisme : memblok dopamine O2 , reseptor H2 , CTZ
- Antihistamin
Contoh : efektif untuk mual muntah dan mabuk perjalanan
4. Mengurangi rasa nyeri
Analgetik
Penghambat COX-2
Contoh : nabumeton (Glupczynski, 1996).
Nonfarmakologi
1. mengontrol keasaman lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-
obatan, dan tindakan pembedahan
2. Penurunan stress dan istirahat.
3. Penghentian merokok
4. Modifikasi diet
a) Makan porsi sedikit namun sering
b) Asupan tinggi serat
c) Hindari cafein, alcohol, susu, soda
d) Hindari rokok
e) Makan-makanan yang lunak
5. Obat-obatan
6. Menciptakan suasana yang tenang
7. Memberi dukungan emosi
8. Membatasi NSAID dan edukasi pemakaiannya (Guyton, 2008).
5. Komplikasi
Ulkus yang telah berlangsung lama akan menimbulkan komplikasi dan
harus segera dilakukan tindakan pembedahan. Komplikasi ulkus peptikum
harus ditanamkan dalam pikiran kita, beberapa di antaranya (Glupczynski,
1996) :
a. Intraktibilitas
Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang
berarti bahwa terapi medic telah gagal mengatasi gejala-gejala secar
adekuat. Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu
untuk bekerja, sering memerlukan perawatan di rumah sakit, atau hanya
tidak mampu mengikuti cara pengobatan.
b. Perforasi
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi
ini bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum.
Tukak biasanya pada dinding anterior duodenum atau lambung, karena
daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum.
c. Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema,
pilorospasme, atau jaringan parut, terjadi pada sekitar 5% dari penderita
ulkus peptikum.Obstruksi lebih sering timbul pada penderita ulkus
duodenum, tetapi kadang-kadang terjadi bila tukak lambung terletak dekat
dengan sfingter pylorus.
d. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering
terjadi, setidaknya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit.
Tempat yang paling sering mengalami perdarahan adalah dinding posterior
bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria
pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.
e. Keganasan
Untuk menegakkan adanya suatu keganasan diperlukan pemeriksaan
biopsi sitologi jaringan ( Sherwood, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswarna, Sulistia G. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI
Glupczynski Y. Culture of Helicobacter pylori from gastric biopsies and
antimicrobial supceptibility testing in Lee and Megraud (Eds): Helicobacter
pylori : techniques for clinical diagnosis and basic research. W.B. Sounders
Co Ltd., Philadelphia 1996:17-32.
Gray, Huon H, et all. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Erlangga
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiology Kedokteran. Penrbit Buku
Kedoteran EGC: Jakarta
Klabunde, R.E. 2007. Cardiovascular Physiology Concepts. Available at:
http://www.cvphysiology.com/Blood%20Pressure/BP024.htm
Mansjoer, Arief, et all. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 4. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
Marieb, Elaine N., Hoehn, Katja. Human Anatomy & Physiology. Edisi ke 7.
Benjamin Cummings Publishing. 2007
Martini, Frederic H. 2006. Fundamental of Anatomy and Physiology. 7th edition.
San fransisco – Pearson.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi: Pembuluh Darah dan Tekanan Darah. Edisi
2. Jakarta: EGC