pbl SLE

Embed Size (px)

DESCRIPTION

wrap up SLE blok MPT semester 2

Citation preview

Sasaran Belajar

LI 1 Memahami dan menjelaskan autoimunitasLO 1.1 DefinisiLO 1.2 PatofisiologiLO 1.3 KlasifikasiLO 1.4 Pemeriksaan

LI 2 Memahami dan menjelaskan SLELO 2.1 DefinisiLO 2.2 EpidemiologiLO 2.3 EtiologiLO 2.4 PatofisiologiLO 2.5 Manifestasi klinisLO 2.6 Diagnosis dan diagnosis bandingLO 2.7 Penatalaksanaan dan pencegahanLO 2.8 PrognosisLO 2.9 Komplikasi

LI 3 Memahami dan menjelaskan pandangan Islam apabila terkena penyakit

LI 1 Memahami dan menjelaskan autoimunitasLO 1.1 DefinisiGangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-telorance sel B, sel T atau keduanya.

Banyak penyebab terjadinya autoimunitas salah satunya adalah infeksi. Berbagai macaminfeksi diantaranya bakterial dan virus. Infeksi memegang peranan besar hampir sebagian besar untuk patogenisis terjadinya penyakit autoimun. Infeksi selain sebagai pencetus terjadinya penyakit autoimun juga berperan sebagai faktor pemberat penyakit autoimun itu sendiri dan bahkan sebagai penyebab kematian

LO 1.2 PatofisiologiKarena sel T-helper mengendalikan imunitas selular maupun humoral, sel T regulator (Treg) sangat penting untuk menghambat terjadinya autoreaktif dari sel-sel yang lolos dari negative selection. Toleransi sel T-helper dianggap sangat penting bagi pencegahan penyakit autoimun. Ada lebih dari satu jalur yang memungkinkan toleransi dapat dipintas, dan semua jalur tersebut meliputi kombinasi gen suseptibilitas serta pemicu dari lingkungan (khususnya infeksi).

- Peranan gen suseptibilitas. meskipun penyakit autoimun yang multipel sangat berkaitan dengan alel HLA yang spesifik, tetapi ekspresi molekul HLA tertentu tidak dengan sendirinya menjadi penyebab autoimunitas. Defek pada jalur yang secara normal akan mengatur toleransi sentral atau perifer juga ikut terlibat; jadi, defek pada jalur Fas-fasL atau molekul-molekul lain yang terlibat dalam proses kematian yang ditimbulkan oleh aktivasi dapat mencegah apoptosis sel T autoreactif. Perkembangan sel T regulator yang cacat atau ekspresi antigen sendiri yang cacat oleh epitelium kelenjar timus juga merupakan jalur yang dapat dipintas toleransi. sebagian besar penyakit autoimun pada manusia memiliki pola suseptibilitas / kerentanan yang kompleks, multigenik, dan tidak dapat dikaitkan hanya dengan mutasi gen yang tunggal.

- Peranan infeksi. Onset banyak penyakit autoimun secara temporer berkaitan dengan infeksi. Hal ini dapat terjadi karena infeksi meningkatkan ekspresi molekul kostimulator pada APCs dan mengatasi jalur toleransi perifer. infeksi dapat pula mengganggu toleransi lewat mimikri molekular di tempat agen penyebab infeksi berbagai epitop dengan anigen sendi; karena itu, respons imun terhadap epitop tersebut dapat pula merusak jaringan tubuh yang normal. Jejas jaringan yang terjadi dalam proses respons terhadap infeksi dapat mengubah struktur antigen sendiri atau melepaskan antigen sendiri yang normal; molekul-molekul ini dapat mengaktifkan sel-sel T yang tidak toleran terhadap antigen yang sudah berubah atau terhadap antigen tersembunyi sebelumnya. Begitu terinduksi, penyakit autoimun cenderung bersifat progresif (sekalipun dalam perjalanannya akan terjadi beberapa relaps atau remisi). Mekanisme yang penting untuk terjadinya persistensi dan evolusi autoimunitas adalah fenomena penyebaran epitop. Struktur molekuler antigen sendiri tertentu normalnya mencegah pemajanan beberapa epitop sendiri terhadap sel-sel T yang berkembang. Dengan demikian, sel-sel T tidak dibuat toleran terhadap epitop yang bersifat kriptic tersebut. Akan tetapi, jika epitop tersebut dapat dikenali dalam kehidupan pascanatal akibat perubahan molekuler pada antigen sendiri, sel T yang reaktif terhadap epitop semacam ini dapat menimbulkan autoimunitas yang persisten. Fenomena tersebut dinamakan penyebaran epitop karena respons imun menyebar kepada determinan yang pada awalnya tidak dikenali (mitchel et al, 2006).

LO 1.3 Klasifikasi LO 1.4 PemeriksaanBeberapa pemeriksaan autoantibodi seringkali dapat membantu diagnosis penyakit autoimun. Pemeriksaan tersebutjuga bermanfaat sebagai pemeriksaan penyaring pada kelompok resiko seperti misalnya keluarga penderita autoimun, atau mencari penyakit autoimun lain yang sering menyertai suatu penyakit autoimun tertentu seperti kemungkinan tiroiditis pada gastritis autoimun atau sebaliknya.Pemeriksaan autoantibodi untuk diagnosis penyakit auto imunPenyakit Antibodi

Tiroditis HashimotoTiroid

Miksedemia primerTiroid

Tirotoksikosis Tiroid

Anemia pernisiosa Lambung

Atrofi adrenal idiopatikAdrenal

Miastenia gravisOtot, reseptor asetilkolin

Pemvigus vulgaris dan pemfigoidKulit

Anemia hemolitik autoimunEritrosit (uji Coombs)

Sindrom SjorgenSel ductus salivarius

Sirosis biliar orimerMitokondria

Hepatitis kronik aktifAnti Sm, mitokondria

Artritis rheumatoidAntiglobulin

SLEAntinuclear, DNA, sel LE

SklerodemaNucleolus

Penyakit jaringan ikat lainNucleolus

LI 2 Memahami dan menjelaskan SLELO 2.1 DefinisiPenyakit lupus eritematous sistemik merupakan penyakit sistemik evolutif yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah dan sistem saraf, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodic yang diselingi oleh periode remisi, dan ditandai oleh adanya autoantibodi, khususnya antibodi antinuclear.

LO 2.2 EpidemiologiInsidens SLE pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit SLE jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena disbanding laki-laki, rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit SLE di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk berkulit putih.

LO 2.3 Etiologi1. Genetik:a. Sering pada anggota keluarga dan saudara kembar monozigot (25%) dibanding kembar dizigotik (3%), berkaitan dengan HLA seperti DR2, DR3 dari MHC kelas II.b. Individu dengan HLA DR2 dan DR3 risiko 2-3 kali dibanding dengan HLA DR4 dan HLA DR5.c. Gen HLA diperlukan untuk proses pengikatan dan presentasi antigen, serta aktivasi sel T.d. Haploptip (pasangan gen yang terletak dalam sepasang kromosom yang menetukan ciri seseorang), HLA menggangu fungsi sistem imun yang menyebabkan peningkatan autoimunitas.2. Defisiensi komplemena. Defisiensi C3 / C4 jarang pada yang manifestasi kulit dan SSP.b. Defisiensi C2 pada LES dengan predisposisi genetik.c. 80% penderita defisiensi komplemen herediter cenderung LES.d. Defisiensi komplemen menyebabkan eliminasi kompleks imun terhambat, menaikkan jumlah kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi lebih lama, lalu mengendap di jaringan yang menyebabkan berbagai macam manifestasi LES.3. Hormona. Estrogen : imunomodulator terhadap fungsi sistem imun humoral yang akan menekan fungsi sel Ts dengan mengikat reseptor menyebabkan peningkatan produksi antibodi.b. Androgen akan induksi sel Ts dan menekan diferensiasi sel B (imunosupresor).c. Imunomodulator adalah zat yang berpengaruh terhadap keseimbangan sistem imun.d. 3 jenis imunomodulator : Imunorestorasi Imunostimulasi Imunosupresi

4. Autoantibodi

5. Lingkungana. Bakteri atau virus yang mirip antigen atau berubah menjadi neoantigen.b. Sinar UV akan meningkatkan apoptosis, pembentukan anti DNA kemudian terjadi reaksi epidermal lalu terjadi kompleks imun yang akan berdifusi keluar endotel setelah itu terjadi inflamasi.

LO 2.4 PatofisiologiTerjadinya SLE dimulai dengan interaksi antara gen yang rentan serta faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinyaa respons imun yang abnormal. Respon tersebut terdiri dari pertolongan sel T hiperaktif pada sel B yang hiperaktif pula, dengan aktivasi poliklonal stimulasi aantigenik spesifik padaa kedua sel tersebut. Pada penderita SLE mekanisme yang menekan respon hiperaktif seperti itu, mengalami gangguan. Hasil dari respon imun abnormal tersebut adalah produksi autoantibody dan pembentukan immune complex. Subset patogen autoantibody dan deposit immune complex dijaringan serta kerusakan awal yang ditimbulkannya merupakan karakteristik SLE.Antigen dari luar yang akan di proses makrofag akan menyebabkan berbagai keadaan seperti : apoptosis,aktivasi atau kematian sel tubuh,sedangkan beberapa antigen tubuh tidak dikenal(self antigan) contoh: nucleosomes,U1RP,Ro/SS-A.Antigen tersebut diproses seperti umumnya antigen lain oleh makrofag dan sel B.Peptida ini akan menstimulasi sel T dan akan diikat sel B pada receptornya sehingga menghasilkan suatu antibody yang merugikan tubuh.Antibody yang dibentuk peptida ini dan antibody yang terbentuk oleh antigen external akan merusak target organ (glomerulus,sel endotel,trombosit).Disisi lain antibody juga berikatan dengan antigennya sehingga terbentuk immune complex yang merusak berbagai organ bila mengendap.Perubahan abnormal dalam system imun tersebut dapat mempresentasikan protein RNA,DNA dan phospolipid dalam system imun tubuh.Beberapa autoantibody dapat meliputi trombosit dan eritrosit karena antibody tersebut dapat berikatan dengan glycoprotein II dan III di dinding trombosit dan eritrosit.Pada sisi lain antibody dapat bereaksi dengan antigen cytoplasmic trombosit dan eritrosit yang menyebabkan proses apoptosis.Peningkatan immune complex sering ditemukan pada SLE dan ini menyebabkan kerusakan jaringan bila mengendap.Immune complex juga berkaitan dengan complemen yang akhirnya menimbulkan hemolisis karena ikatannya pada receptor C3b pada eritrosit.Kerusakan pada endotel pembuluh darah terjadi akibat deposit immune complex yang melibatkan berbagai aktivasi complemen, PMN dan berbagai mediator inflamasi.Keadaan-keadaan yang terjadi pada cytokine pada penderita SLE adalah ketidakseimbangan jumlah dari jenis-jenis cytokine.Keadaan ini dapat meningkatkan aktivasi sel B untuk membentuk antibody.Berbagai keadaaan pada sel T dan sel B yang terjadi pada SLE:Sel T:-Lymphopenia-Penurunan sel T suppressor-Peningkatan sel T helper-Penurunan memory dan CD4-Penurunan aktivasi sel T suppressor-Peningkatan aktivasi sel T helperSel B:-Aktivasi sel B-Peningkatan respon terhadap cytokine.Bagian terpenting dari patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas

LO 2.5 Manifestasi klinisManifestasi SLE bervariasi antara penyakit kronik dengan riwayat keluhan dan gejala intermiten sampai fase akut yang fatal. Gejala konstitusional dapat berupa demam yang menetap atau intermitten, kelelahan, penurunan berat badan dan anoreksia. Satu sistem organ dapat terkena, meskipun penyakit multisystem lebih khas.Sistem Klinis

Konstitusional Demam, malaise, penurunan berat badan

Kulit Ruam kupu-kupu (butterfly rush), lupus discoid, eritema periungual, fotosensitivitas, alopesia, ulserasi mukosa

Musculoskeletal Poliartralgia dan artritis, tenosynovitis, miopati, nekrosis aseptic

Vascular Fenomena Raynaud, retikularis livedo, thrombosis, eritomelalgia, lupus profundus

Jantung Pericarditis dan efusi, miokarditis, endocarditis Libma-Sacks

Paru Pleuritic, pneumonitis basilar, atelectasis, pendarahan

GanstrointestinalPeritonitis, disfungsi esophagus, colitis

Hati, limpa, kelenjarHepatomegaly, splenomegaly, limfadenopati

Neurologi Seizure, psikosis, polineuritis, neuropati perifer

Mata Eksudat, papilledema, retinopati

Renal Glomerulonefritis, sindrom nefrotik, hipertensi

(dikutip dengan modifikasi Petty dan Laxer,2005)

LO 2.6 Diagnosis dan diagnosis bandinga. Diagnosis Berbagai kriteria diagnosis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang paling banyak dianut adalah kriteria menurut American College of Rheumatology (ACR). Diagnosis SLE ditegakkan apabila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR tersebut.NoKriteriaDefinisi

1Bercak malar (butterfly rash)Eritemia datar atau menimbulkan yang menetap di daerah pipi, cenderung menyebar ke lipataan nasolabial

2Bercak diskoidBercak eritema yang menimbulkan dengan adherent keratoric scaling dan follicular plugging, pada lesi lama dapat terjadi pparut atrofi

3Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar matahari, pada anamnesis atau pemerikasaan fisik

4Ulkus mulutUlkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri

5Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkk, dan efusi

6Serositif a. PleuriticRiwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction rub atau terdapat efusi pericardial pada pemeriksaan fisik b. Pericarditis Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial friction rub atau terdapat efusi pericardial pada pemeriksaan fisik

7Gangguan ginjala. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukanb. Celullar cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau campuran

8Gangguan saraf KejangTidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolic (uremia, ketoasidosis, atau keseimbangan elektrolit)atau Psikosis Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolic (uremia ketoasidosis, atau keseimbangan elektrolit)

9Gangguan darahTerdapat salah satu kelainan darah Anemia hemolitik : dengan retikulositosis Leukopenia :