Upload
tiwi
View
231
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
abcd
Citation preview
1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ASMA
1.1 DEFINISI
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napasmembengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma adalah kondisi berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan saluran pernafasan menyempit untuk sementara waktu sehingga membuat kesulitan bernafas. Meskipun asma dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama sekali pada anak mulai usia 5 tahun. Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6% anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75% meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40% di antara populasi anak di kota. Kebanyakan anak yang menderita asma dapat berinteraksi dengan lingkungannya, kecuali pada waktu kambuh. Sedikit anak yang tahan terhadap asma dan membutuhkan obat pencegah setiap harinya untuk dapat melakukan olahraga dan bermain secara normal.
1.2 ETIOLOGI
Sampai pada saat ini etiologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti, namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial (Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008).
a. Faktor predisposisi Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahuibagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanyamempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergiini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar denganfoktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan x: debu (Dermatophagoides pteronissynus), bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polus.2. Ingestan, yang masuk melalui mulutex: makanan dan obat-obatan3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulitex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
StressStress/ gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi pencetusserangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yangmengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahpribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja`
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal iniberkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratoriumhewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktulibur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkanserangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesaiaktifitas tersebut
Obat-obatanBeberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentuseperti pennisilin,
salisilat, beta blocker dan kodeinFAKTOR RESIKO
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma 2009, faktor resiko asma dibagi menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan :
a. Faktor Genetik Hiperaktivitas Atopi/alergi bronkus Faktor yang memodifikasi penyakit genetik Jenis Kelamin dimana laki-laki lebih beresiko dari pada perempuan Ras/Etnik dimana status ekonomi ras menentukan status gizi
b. Faktor Lingkungan Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll) Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari ) Makanan ( bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makananlaut, susu sapi, telur) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β-bloker dll) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll Ekspresi emosi berlebih Asap rokok dari perokok aktif dan pasif Polusi udara luar dan dalam ruangan Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukanaktifitas tertentu Perubahan cuaca Kekurangan berat badan saat kelahiran Obesitas Jalan napas sempit sejak lahir
1.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi asma meningkat, terutama di negara-negara Barat, dimana >5% populasi mungkin simtomatik dan mendapatkan pengobatan. Bersamaan dengan prevalensi yang meningkat terjadi peningkatan mortalitas, meskipun ada perbaikan pengobatan. Di inggris, satu dari tujuh orang memiliki penyakit alergi dan lebih dari 9 juta orang mengalami mengi pada tahun lalu. Jumlah remaja dengan asma hampir berlipat dua selama lebih dari 12 tahun terakhir ini. Asma jarang terjadi di Timur Jauh dan paling sering terjadi di Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Terdapat beberapa korelasi dengan gaya hidup kebarat-baratan, termasuk kondisi lingkungan yang disukai tungau debu rumah dan polusi atmosferik. Banyak faktor dapat menyebabkan atau mencetuskan asma. 20% orang yang bekerja mungkin rentan terhadap asma akibat pekerjaan.
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT ASMA
KNAA (Konsensus Nasional Asma Anak) membagi asma menurut perjalanan penyakitnya dan berdasarkan parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru menjadi 3 derajat penyakit, yaitu:
Asma episodik jarang (asma ringan) Asma episodik sering (asma sedang)
Asma persisten (asma berat)
Pembagian derajat penyakit asma pada anak
Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal paru
Asma episodik jarang(Asma ringan)
Asma episodik sering(Asma sedang)
Asma persisten(Asma berat)
Frekwensi serangan
Lama serangan
Intensitas serangan
Di antara serangan
Tidur dan aktivitas
Pemeriksaan fisis di luar serangan
Obat pengendali (anti inflamasi)
Uji faal paru(di luar serangan)
Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
< 1 x / bulan
< 1 minggu
biasanya ringan
tanpa gejala
tidak terganggu
normal (tidak ditemukan kelainan)
tidak perlu
PEF / FEV1 >80%
variabilitas < 20%
> 1 x / bulan
1 minggu
biasanya sedang
sering ada gejala
sering terganggu
mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
perlu, non steroid
PEF/ FEV1 60-80%
variabilitas 20-30%
Sering
Hampir sepanjang tahun (tidak ada remisi)
biasanya berat
gejala siang & malam
sangat terganggu
tidak pernah normal
perlu, steroid
PEF / FEV1 < 60%
variabilitas > 30%
Penilaian derajat serangan asma
Parameter klinis, fungsi paru,laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas
Aktivitas
BerjalanBayi: menangis keras
BerbicaraBayi: tangis pendek dan lemah
IstirahatBayi:berhenti makan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin teragitasi Biasanya teragitasi Biasanya Kebingungan
(gelisah/ tergoncang) teragitasi
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi
Sedang, hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspir +inspirasi
Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop
Sulit/ tidak terdengar
Otot bantu nafas
Biasanya tidak
Biasanya ya
Ya
Gerakan paradoks torakoabdominal
Retraksi
Dangkal, retraksi interkostal
Sedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah nafas cuping hidung
Dangkal/ hilang
Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun
Laju nadi Normal Takikardia Takikardia
Bradikardia
Pulsus paradoksus
Tidak ada
10-20 mm Hg
>20mmHg Tidak ada (kelelahan otot napas)
PEFR atau FEV1 (% nilai dugaan / % nilai terbaik)
-pra bronkodilator-pasca bronko dilator
>60%
>80%
40-60%
60-80%
<40%
<60%
Sa O2 %
Pa O2
Pa CO2
>95%
Normal
< 45 mm Hg
91-95%
>60 mmHg
<45 mm Hg
< 90%
< 60 mmHg
> 45 mm Hg
Pembagian derajat penyakit asma pada anak
Parameter klinis, kebutuhan obat dan faal
Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
paruFrekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan SeringLama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada remisiIntensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya beratDi antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malamTidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis diluar serangan
Normal (tidak ditemukan kelainan)
Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)
Tidak pernah normal
Obat pengendali (anti inflamasi)
Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru(di luar serangan)
PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%1.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Patogenesis
Asma Sebagai Penyakit Inflamasi
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran nafas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris) dan functio laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi, yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun non alergik.
Seperti telah dikemukakan di atas baik asma alergik maupun non alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran nafas. Oleh karena itu, paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell; sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th (sel T helper; penolong). Sel Th inilah yang akan memberikan instruksi melalui IL (interleukin) atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofage, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran nafas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel, sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran nafas (HSN). Jalur non alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN
Hiperaktivitas Saluran Nafas (HSN)
Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran nafas pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut di atas pasien juga sangat peka terhadap alergen yang spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi didapat.Berbagai keadaan dapat meningkatkan hiperekativitas saluran nafas seseorang, yaitu:
1. Inflamasi Saluran NafasSel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat
dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa intervensi pengobatan dengan anti inflamasi dapat menurunkan derajat HSN dan gejala asma.
2. Kerusakan EpitelSalah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma kerusakan
bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sering lebih mudah terangsang. Sel-sel epitel bronkhus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai bronkodilator . Kerusakan sel-sel epitel bronkhus akan mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi.
3. Mekanisme NeurologisPada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis4. Gangguan IntrinsikOtot polos saluran nafas dan hipertrofi otot polos pada saluran nafas diduga
berperan dalam HSN.5. Obstruksi Saluran NafasMeskipun bukan faktor utama, obstruksi saluran nafas diduga ikut berperan
dalam HSN.
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang biasanya timbul berhubungan dengan beratnya hiperaktivitasbronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun denganpengobatan. Gejala-gejala asma antara lain (Mansjoer, 2002):
a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskopb. Batuk produktif sering pada malam haric. Napas atau dada seperti ditekanGejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan
memburuk pada malam hari. Namun, biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dandalam, gelisah,duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras (Mansjoer, 2002; Tanjung, 2003). Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,tachicardi dan pernafasan cepat dangkal .
Serangan asma seringkali terjadi padamalam hari (Tanjung, 2003).Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.2)Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanyatanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.3) Tingkat III :a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yangberat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti: Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBBB ( Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Hasil pemeriksaan spirometri pada penderita asma:
Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) menurun
Kapasitas vital paksa (FVC)menurun
Perbandingan antara FEV1 dan FEC menurun. Hal ini disebabkan karena penurunan FEV1 lebih besar dibandingkan penurunan FVC
Volume residu (RV) meningkat
Kapasital fungsional residual (FRC) meningkat
6. Uji kecepatan aliran puncak ekspiratoir (APE)
Tes ini merupakan tes sederhana dengan menggunakan alat pengukur aliran puncak Wright. Bila hasil pengukuran menunjukkan:
Kecepatan APE mula-mula kurang dari 60 liter/menit, atau
Peningkatan APE terhadap standar (sesudah diberikan terapi selama 1 jam) kurang dari 50%
maka pasien dianjurkan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit.
Diagnosis Banding
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Gagal jantung (Asma kardial)
Obstruksi saluran pernafasan akibat tumor
Obstruksi saluran pernafasan akibat benda asing
2.5 PENATALAKSANAAN
Tatalaksana serangan asma pada anak
Nilai derajat serangan
Serangan berat
Nebuliser b2- agonis Oksigen Prednison oral Nebuliser 1-3 kali Prednison oral bila sebelumnya minum / tidak ada kemajuan Intubasi + ventilator O2 100% Nebuliser b2- agonis Kortikosteroid iv
Serangan ringanGagal nafas
Ruang Rawat Inap
Oksigen teruskan Atasi dehidrasi dan asidosis jika ada Steroid iv tiap 6-8 jam
Nebulisasi tiap 1-2 jam Aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan
timbul ancaman henti nafas, alih rawat ke Ruang Rawat Intensif Bekali obat ß-agonis (hirupan / oral) Jika sudah ada obat pengendali, teruskan Dapat diberikan steroid oral
Boleh pulang
Ruang Rawat Sehari
Oksigen teruskan Berikan steroid oral Nebulisasi tiap 2 jam Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke Ruang
Rawat Inap
Catatan :1. Jika menurut penilaian serangannya sedang/berat, nebulisasi dengan ß-
agonis + Prednison oral + O2
2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali maksimal 0,3 ml/kali
3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi
Tatalaksana jangka panjangSehubungan kesulitan menggunakan alat-alat penunjang diagnosis asma pada anak-anak di bawah 6 tahun, maka penentuan derajat penyakit asma pada kelompok anak-anak ini sepenuhnya bergantung pada gejala-gejala klinis (Tabel 22-2).
Untuk anak-anak yang sudah besar (> 6 tahun) sebaiknya dilakukan pemeriksaan faal paru. Uji fungsi paru yang sederhana atau dengan peak flow meter, atau dengan lebih canggih dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan dengan lari bebas (exercise), udara dingin dan kering, atau dengan salin hipertonis sangat menunjang diagnosis. Ada 3 macam pemeriksaan yang berguna untuk mendukung diagnosis asma anak: Variabilitas PEFR atau FEV1 ³ 20% Kenaikan ³ 20% PEFR/FEV1 setelah pemberian bronkodilator inhalasi Penurunan ³ 20% PEFR/FEV1 setelah provokasi bronkusVariabilitas harian adalah perbedaan peningkatan/penurunan PEFR dalam 1 hari, sebaiknya penilaian dilakukan selama 2 minggu.
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah sebagai berikut:
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal, termasuk bermain dan berolah raga
2. Sesedikit mungkin absen sekolah3. Gejala tidak timbul siang atau malam hari4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (PEFR) yang
mencolok5. Kebutuhan obat seminimal mungkin6. Efek obat dapat dicegah seminimal mungkin, terutama yang menghambat
tumbuh kembang anak.
OBAT-OBATAN
Obat-obat yang umum digunakan
Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi
Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik
Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml
-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2
Waktu 10-15 menit 3-5 menit
Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis
Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi
Golongan -agonis
Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes
Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15
mg/kg)
Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule
Golongan antikolinergik
Ipratropium bromide Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes
6 thn : 4-10 tetes
Golongan steroid
Budesonide
Fluticasone
Pulmicort
Flixotide
Respule
Nebule
Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma
Steroid Oral :
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis
Prednisolon Medrol, Medixon
Lameson, Urbason
Tablet
4 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Prednison Hostacortin, Pehacort,
Dellacorta
Tablet
5 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Triamsinolon Kenacort Tablet
4 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Steroid Injeksi :
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis
M. prednisolon
suksinat
Solu-Medrol
Medixon
Vial 125 mg
Vial 500 mg
IV / IM 1-2 mg/kg
tiap 6 jam
Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef
Silacort
Vial 100 mg
Vial 100 mg
IV / IM 4 mg/kgBB/x
tiap 6 jam
Deksametason Oradexon
Kalmetason
Fortecortin
Corsona
Ampul 5 mg
Ampul 4 mg
Ampul 4 mg
Ampul 5 mg
IV / IM 0,5-1mg/kgBB bolus,
dilanjutkan 1
mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam
Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB
tiap 6 jam
Agonis Reseptor Beta-2 AdrenergikMerupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma yang
terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik (misalnya
adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot.
Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2 adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat.
Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting.
Pada serangan penyakit asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang.
Pada saat pertama kali mengkonsumsi teofilin, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat.
Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Kortikosteroid Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam
mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan:
Gangguan proses penyembuhan luka Terhambatnya pertumbuhan anak-anak Hilangnya kalsium dari tulang Perdarahan lambung Katarak prematur Peningkatan kadar gula darah Penambahan berat badan Kelaparan Gangguan mental
Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan penyakit asma yang berat. Kortikosteroid per-oral
(ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala penyakit asma.
Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.
Cromolin dan NedocromilKedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan
dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.
Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.
Obat Antikolinergik Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan
pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin dan ipratropium bromida.
Pengubah LeukotrienMerupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan penyakit asma.
Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton.
Terapi Awal Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5 Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian
dapat diulang dalam 1 jam Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan
mempunyai efek supresi profilaksis Ekspektoran, apabila terdapat mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) dalam
saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG)
Antibiotik, hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
Antibiotika yang efektif adalah: Pengobatan Berdasarkan Saat Serangan:
Reliever atau Pelega1. Golongan Adrenergik Adrenalin atau epinephrine 1 : 1000; 0,3 cc/sc Ephedrine: oral Short acting beta 2-agonis (SABA) Salbutamol (Ventolin): Oral, injeksi, inhalasi Terbutaline (Bricasma): Oral, injeksi, inhalasi Fenoterol (Berotec): Inhalasi Procaterol (Meptin): Oral, inhalasi
Orciprenaline (Alupent): Oral, inhalasi2. Golongan Methylxantine Aminophylline: Oral, injeksi Theophylline: Oral3. Golongan Antikolinergik Atropin: Injeksi Ipratropium bromide: Inhalasi4. Golongan Steroid Methylprednisolone: Oral, injeksi Dexamethasone: Oral, injeksi Beclomethasone (Beclomet): Inhalasi
Budesonide (Pulmicort): Inhalasi Fluticasone (Flixotide): Inhalasi
Controller atau Pengontrol1. Golongan adrenergik Long-acting beta 2-agonis (LABA): Salmeterol dan
formoterol (inhalasi)2. Golongan methylxantine: Theophylline slow release3. Golongan steroid: Inhalasi, oral, injeksi4. Leukotriene modifiers: Zafirlukast5. Cromolyne sodium: Inhalasi6. Kombinasi LABA dan steroid: Inhalasi
PENCEGAHAN
Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.
Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan penyakit asma, antara lain :
1. Menjaga kesehatan
2. Menjaga kebersihan lingkungan
3. Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma
4. Menggunakan obat-obat antipenyakit asma
Setiap penderita harus mencoba untuk melakukan tindakan pencegahan. Tetapi bila gejala-gejala sedang timbul maka diperlukan obat antipenyakit asma untuk menghilangkan gejala dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala penyakit asma.
1. MenjagaKesehatanMenjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit tetapi juga berarti mudah untuk mendapat serangan penyakit asma beserta komplikasinya.Usaha menjaga kesehatan ini antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai. Penderita dianjurkan banyak minum kecuali bila dilarang dokter, karena menderita penyakit lain seperti penyakit jantung atau ginjal yang berat. Banyak minum akan mengencerkan dahak yang ada di saluran pernapasan, sehingga dahak tadi mudah dikeluarkan. Sebaliknya bila penderita kurang minum, dahak akan menjadi sangat kental, liat dan sukar dikeluarkan.Pada serangan penyakit asma berat banyak penderita yang kekurangan cairan. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran keringat yang berlebihan, kurang minum dan penguapan cairan yang berlebihan dari saluran napas akibat bernapas cepat dan dalam.
2. MenjagakebersihanlingkunganLingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari. Saluran pembuangan air harus lancar. Kamar tidur merupakan tempat yang perlu mendapat perhatian khusus. Sebaiknya kamar tidur sesedikit mungkin berisi barang-barang untuk menghindari debu rumah. Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk, atau semprotan rambut dan lain-lain mencetuskan penyakit asma. Lingkungan pekerjaan juga perlu mendapat perhatian apalagi kalau jelas-jelas ada hubungan antara lingkungan kerja dengan serangan penyakit asmanya.
3. MenghindariFaktorPencetusAlergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami. Alergen lain seperti kucing, anjing, burung, perlu mendapat perhatian dan juga perlu diketahui bahwa binatang yang tidak diduga seperti kecoak dan tikus dapat menimbulkan penyakit asma. Infeksi virus saluran pernapasan sering mencetuskan penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi orang-orang yang sedang terserang influenza. Juga dianjurkan menghindari tempat-tempat ramai atau penuh sesak. Hindari kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim, berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga yang melelahkan. Jika akan berolahraga, lakukan latihan pemanasan terlebih dahulu dan dianjurkan memakai obat pencegah serangan penyakit asma. Zat-zat yang merangsang saluran napas seperi asap rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat atau uap zat-zat kimia dan udara kotor lainnya harus dihindari. Perhatikan obat-obatan yang diminum, khususnya obat-obat untuk pengobatan darah tinggi dan jantung (beta-bloker), obat-obat antirematik (aspirin, dan sejenisnya). Zat pewarna (tartrazine) dan zat pengawet makanan (benzoat) juga dapat menimbulkan penyakit asma.
1. Menggunakan obat-obat anti penyakit asma Pada serangan penyakit asma yang ringan apalagi frekuensinya jarang, penderita boleh memakai obat bronkodilator, baik bentuk tablet, kapsul maupun sirup. Tetapi bila ingin agar gejala penyakit asmanya cepat hilang, jelas aerosol lebih baik.Pada serangan yang lebih berat, bila masih mungkin dapat menambah dosis obat, sering lebih baik mengkombinasikan dua atau tiga macam obat. Misalnya mula-mula dengan aerosol atau tablet/sirup simpatomimetik (menghilangkan gejala) kemudian dikombinasi dengan teofilin dan kalau tidak juga menghilang baru ditambahkan kortikosteroid.Pada penyakit asma kronis bila keadaannya sudah terkendali dapat dicoba obat-obat pencegah penyakit asma. Tujuan obat-obat pencegah serangan penyakit asma ialah selain untuk mencegah terjadinya serangan penyakit asma juga diharapkan agar penggunaan obat-obat bronkodilator dan steroid sistemik dapat dikurangi dan bahkan kalau mungkin dihentikan.
1.10 KOMPLIKASI
Komplikasi Asma
1.Pneumotoraks
2.Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3.Atelektasis
4.Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5.Gagal napas
6.Bronkitis
7.Fraktur iga
PROGNOSIS
. Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).
Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible,
pasien ini seringkali memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.
Terapi Inhalasi pada Anak
Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara inhalasi (hirupan) ke dalam saluran respiratorik. Penggunaan terapi inhalasi sangat luas di bidang respirologi atau respiratory medicine. Terapi inhalasi sebenarnya sudah dikenal dan dilakukan oleh manusia sejak lama, persisnya kapan datanya tidak jelas. Secara farmakologis, teknis pemberian obat perlu disesuaikan dengan organ sasaran yang dituju. Berdasarkan luas sebarannya, pemberian obat dapat dibagi dua yaitu sistemik dan topikal. Inhalasi merupakan pemberian obat secara topikal seperti halnya salep kulit atau tetes mata.
Sesuai dengan prinsip terapi topikal, maka terapi inhalasi mempunyai beberapa kelebihan yaitu:
• Awitan efek segera, karena obat langsung bekerja di sasaran tanpa perlu menjalani proses yang panjang seperti pemberian secara sistemik.
• Dosis obat sangat kecil dibanding pemberian secara sistemik• Efek samping obat minimal, karena dosis totalnya yang kecilPrinsipPrinsip dasar terapi inhalasi adalah menciptakan partikel kecil aerosol (respirable aerosol) yang dapat mencapai sasarannya tergantung tujuan terapi melalui proses hirupan (inhalasi). Sasarannya meliputi seluruh bagian dari sistem respiratorik mulai dari hidung, trakea, bronkus, hingga saluran respiratorik terkecil (bronkiolus), bahkan bisa mencapai alveolus. Aerosol adalah dispersi dari partikel kecil cair atau padat dalam bentuk uap/kabut yang dihasilkan melalui tekanan, atau tenaga dari hirupan napas. Oleh karena itu besar partikel hirupan yang kita hasilkan harus berukuran <5 mm agar dapat menghasilkan efek klinis. Terapi inhalasi dapat digunakan untuk memberikan pengobatan terhadap berbagai kasus respiratorik, baik kasus infeksi maupun noninfeksi, dalam keadaan akut maupun terapi jangka panjang.Jenis terapi inhalasiSaat ini dikenal tiga jenis alat inhalasi dalam praktek klinis sehari-hari yaitu:
1.Nebulizer2.Dry powder inhaler (DPI)3.Metered dose inhaler (MDI)NebulizerDari aspek teknis ada dua jenis nebulizer, jet dan ultranonik. Nebulizer jet adalah alat yang menghasilkan aerosol dengan aliran gas kuat yang dihasilkan oleh kompresor listrik atau gas (udara atau oksigen) yang dimampatkan. Nebulizer ultrasonik menggunakan tenaga listrik untuk menggetarkan lempengan yang kemudian menggetarkan cairan di atasnya kemudian mengubahnya menjadi aerosol. Karena berbagai faktor, nebulizer jet merupakan nebulizer yang paling banyak digunakan, jet nebulizer dapat diandalkan dan dapat menebulisasi semua jenis. Alat ini dapat digunakan pada semua kasus respiratorik. Pemakaiannya hanya
memerlukan sedikit upaya dan koordinasi. Selanjutnya yang dimaksudkan nebulizer adalah nebulizer jet kecuali jika disebutkan lain. Volume isi adalah jumlah total cairan obat yang diisikan ke dalam labu nebulizer pada tiap kali nebulisasi. Volume residual adalah sisa cairan dalam labu nebulizer saat nebulisasi telah dihentikan. Sebagai patokan jika volume residual sekitar 1 ml, maka diperlukan volume isi sekitar 5 ml. Waktu nebulisasi adalah waktu sejak nebulizer dinyalakan dan aerosolnya dihirup sehingga nebulizer dihentikan. Untuk bronkodilator waktu nebulisasi tidak lebih dari 10 menit. Sebelum penggunaan nebulizer pasien diberitahu bagaimana caranya. Sejauh memungkinkan pasien diminta untuk duduk tegak di kursi, bernapas dengan wajar yaitu dengan frekuensi dan kedalaman seperti bernapas biasa. Diminta juga untuk tidak bicara selama dalam nebulisasi, dan menjaga agar labu nebulizer tetap dalam posisi tegak. Jika cairan obat dalam labu tinggal sedikit, pasien dianjurkan agar menepuk-nepuk labu untuk meningkatkan volume output aerosol.Dry Powder Inhaler (DPI)Turbuhaler mempunyai penampung bubuk obat murni tanpa bahan tambahan. Dosis terukur oleh piring ukur sesaat sebelum dihirup. Selama dihirup, obat akan melalui saluran berbentuk spiral dalam mouthpiece Turbuhaler. Turbulensi dalam saluran spiral ini akan mengendapkan partikel besar. Deposisi di bronkus dengan alat ini berkisar 17-32%, 20-25% tertinggal di inhaler, dan sekitar 50% terdeposisi di orofaring.Langkah penggunaan Turbuhaler:
• Tutup Turbuhaler dibuka• Pegang turbuhaler dalam posisi tegak, putar bagian bawahnya searah
jarum jam hingga “mentok” kemudian putar balik berlawanan jarum jam hingga terdengar bunyi klik
• Untuk pemakaian pertama lakukan langkah ini dua kali, untuk pemakaian selanjutnya cukup satu kali
• Masukkan mouthpiece ke dalam mulut, katupkan kedua bibir• Setelah ekspirasi maksimal, lakukan inspirasi dengan cepat dan dalam
hingga maksimal• Tahan napas selama 10 detik, kemudian hembuskan napas keluar• Selesai melakukan hirupan, pasien berkumur dan airnya dibuang untuk
menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik.
Inhaler jenis ini bersifat effort dependent karena sumber tenaga penggerak alat ini sepenuhnya adalah upaya inspirasi maksimal dari pasien sehingga juga disebut breath-actuated inhaler. Pada anak kecil (balita) hal ini sulit dilakukan mengingat kemampuannya melakukan inspirasi kuat belum optimal. Pada anak yang lebih besar (di atas 5 tahun), penggunaan alat ini relatif mudah karena tidak memerlukan manuver yang kompleks seperti pada MDI. DPI ini tidak memerlukan alat tambahan seperti spacer sehingga lebih praktis dan mudah untuk dibawa.Metered Dose Inhaler (MDI)Seperti halnya DPI, maka alat ini bersifat effort dependent, karena memerlukan manuver tertentu yang cukup sulit agar sejumlah dosis obat mencapai sasarannya. Pemakaiannya secara langsung tanpa spacer bahkan lebih sulit daripada DPI. Sumber tenaga penggeraknya adalah propelan (zat pembawa) yang dibuat bertekanan tinggi dalam suatu tabung aluminium yang disebut kanister.Langkah penggunaan MDI:
• Kanister dalam aktuator dikocok dengan arah atas bawah beberapa kali, lalu tutup aktuator dibuka
• MDI disiapkan dalam posisi tegak, pasien melakukan ekspirasi maksimal• Orifisium aktuator dimasukkan dalam mulut pasien di antara dua baris
gigi, bibir dikatupkan rapat• Pasien melakukan inspirasi pelan, sesaat setelah itu kanister ditekan ke
bawah agar obat keluar terdispersi, inspirasi diteruskan pelan dan dalam sehingga maksimal
• Dalam posisi inspirasi maksimal, napas ditahan selama 10 detik, baru lakukan ekspirasi
• Bila diperlukan dosis kedua dan seterusnya, lakukan langkah yang sama setelah 30-60 detik.
• Selesai melakukan hirupan, pasien berkumur dan airnya dibuang untuk menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik
Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacerPenggunaan MDI secara langsung mempunyai dua kekurangan utama. Pertama, MDI memerlukan manuver yang cukup sulit bahkan bagi orang dewasa sekalipun. Di samping itu percikan partikel dari MDI langsung ke mulut memiliki kecepatan tinggi dan ukuran partikel yang besar menyebabkan deposisi obat di orofaring tinggi. Untuk mengurangi hal tersebut ada yang menyarankan agar MDI jangan langsung dipasang di mulut, tetapi diberi jarak sekitar 4 cm. Namun cara ini berisiko membuat obat tersebar ke udara. Kemudian timbul pemikiran untuk menambahkan alat berupa tabung yang memberi ruang ( space) tambahan sehingga alatnya disebut spacer. Spacer dimaksudkan untuk mengurangi laju dan ukuran partikel sehingga saat mencapai rongga mulut keadaannya lebih ideal. Untuk penggunaan pada anak besar ujung spacer cukup dilengkapi dengan mouthpiece, sedangkan untuk bayi dan anak kecil ditambahkan masker.Langkah penggunaan MDI dengan spacer:
• Kanister dalam aktuator dikocok dengan arah atas bawah beberapa kali, lalu tutup aktuator dibuka
• MDI disiapkan dalam posisi tegak, masukkan dalam spacer• Semprotkan obat dari MDI ke dalam spacer• Untuk anak besar diminta menghirup obat dalam spacer melalui
mouthpiece• Untuk bayi dan anak kecil, spacer dipasangi masker sebelumnya dan
katupkan masker menutupi mulut dan hidung pasien• Biarkan anak bayi bernapas ke dalam spacer selama sekitar 20-30 detik,
sehingga semua obat dalam spacer telah dihirup• Bila diperlukan dosis kedua dan seterusnya, lakukanlah langkah yang
sama setelah 30-60 detik• Selesai melakukan hirupan, jika sudah mampu pasien berkumur dan
airnya dibuang untuk menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik
Kesalahpahaman tentang efektivitas alat inhalasiDi kalangan awam, bahkan juga di sebagian kalangan medis ada anggapan bahwa terapi inhalasi dengan nebulizer lebih unggul dibanding cara lain. Banyak studi yang membuktikan bahwa bila digunakan dengan benar, DPI dan MDI dengan spacer sama efektivitasnya dengan nebulisasi. Namun untuk mengubah pandangan ini tidak mudah. Agaknya hal ini terkait dengan aspek psikologis. Pada terapi nebulisasi, “upacaranya” lebih terasa, mulai dari penyiapan obat dan alatnya, dan juga visualisasi obat dalam bentuk kabut yang nyata.