22
PR RESPONSI dr. Iwan Dewanto Sp.M Oleh: Ngakan Gde Aditya Permadi Pemeriksaan Sistem Lakrimalis Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi pada sistem lakrimasi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test. Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.

Pemeriksaan Sistem Lakrimalis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lakrimasi

Citation preview

PR RESPONSI dr. Iwan Dewanto Sp.MOleh: Ngakan Gde Aditya Permadi

Pemeriksaan Sistem LakrimalisBeberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi pada sistem lakrimasi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test.Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.

Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiriSumber: http://www.djo.harvard.edu

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.

Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test IISumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.

Terapi Non Medikamentosa GlaukomaTerapi Laser1. Iridektomi LaserTerapi ini digunakan untuk mengurangi tekanan dangan mengeluarkan bagian iris untuk membangun kembali outflow aqueus humor.Indikasi :Iridektomi diindikasikan untuk glauckoma sudut tertutup dengan blok pupil, iridektomi juga diindikasikan unruk mencegah terjadinya blok pupil pada mata yang beresiko yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi. Iridektomi laser juga dilakukan pada serangan glaukoma akut dan pada mata kontra-lateral dengan potensial glaukoma akut.Kontra Indikasi :Iridektomi laser tidak dapat dilakukan pada mata dengan rubeosis iridis karena dapat terjadi perdarahan. Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang menggunakan anti-koagulan sistemik, seperti aspirin. Walaupun laser iridektomi tidak membantu dalam kasus glaukoma sudut tertutup yang disebabkan oleh mekanisme blok pupil, tetapi kadang-kadang laser iridektomi perlu dilakukan unutk mencegah terjadinya blok pupil pada pasien dengan sudut bilik mata tertutup.

Pertimbangan sebelum operasiPada glaukoma sudut tertutup akut sering mengalami kesulitan saat melakukan iridektomi laser karena kornea keruh, sudut bilik mata dangkal, pembengkakan iris. Sebelum dilakukan laser harus diberikan inisial gliserin topikal untuk memperbaiki edema kornea agar mudah untuk mempenetrasi kripta iris.Teknik :Pada umumnya iridektomi menggunakan argon laser tetapi pada keadaan kongesti, edem dan inflamasi akibat serangan akut, teknik ini sulit dilakukan. Setelah dilakukan identasi gonioskopi, kekuatan inisial diatur dalam 0,02-0,1 detik dan kekuatan 500-1000 mW. Biasanya teknik yang digunakan adalah teknik pewarnaan iris, komplikasi dari argon laser adalah sinekia posterior, katarak lokal, meningkatnya tekakan inraokular, iritis, lubang iridektomi lebih cepat tertutup kembali dan terbakarnya kornea dan retina. Perawatan setelah operasiPerdarahan dapat terjadi ditempat iridektomi. Pada perdarahan ringan dapat diatasi dengan terapi anti-koagulasi. Namun pada pasien yang mengalami kelainan pembekuan darah dapat diatasi dengan argon laser karena argon laser dapat membantu proses koagulasi pembuluh darah. Peningkatan tekanan intaokular dapat terjadi setelah operasi. Apabila terjadi inflamasi maka dapat disembuhkan dengan menggunakan kortikosteroid topikal.Komplikasi :Pada umunya komplikasi yang sering terjadi meliptui kerusakan lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina, pendarahan, gangguan visus dan tekanan intraokular meningkat.

2. Iridoplasti LaserMerupakan tindakan alternatif jika tekanan intraocular gagal diturunkan secara intensif dengan terapi medika mentosa bila tekanan intraokularnya tetap sekitar 40 mmHg, visus jelek, kornea edema, dan pupil tetap dilatasi. Pada laser iridoplasti ini pengaturannya berbeda dengan penganturan pada laser iridektomi. Di sini pengaturannya dibuat sesuai untuk membakar iris agar otot sfingter iris berkonraksi sehingga iris bergeser kemudian sudut pun terbuka. Agar laser iridoplasti berhasil maka titik tembakan harus besar, powernya rendah, dan waktunya lama.

3. Trabekuloplasti laserPenggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jaringan trabekular dapat mempermudah aliran ke luar humor akueus karena efek luka bakar tersebut pada jaringan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan untuk berbagai macam bentuk glaukoma sudut terbuka dan hasilnya bervariasi tergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran trabekuloplasti laser untuk terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.

Terapi Bedah1. Iridektomi bedah InsisiDikerjakan pada kasus glaukoma sudut tertutup sebagai tindakan pencegahan. Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera posterior ke kamera anterior. Diindikasikan pada penanganan galukoma dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia. Pupil dibuat semiosis dengam menggunakan miotik tetes atau asetilkolin intra kamera. Kemudian dilakukan insisi 3mm pada kornea sklera 1 mm dibelakang limbus. Insisi dilakukan agar iris prolaps. Bibir insisi bagian posterior ditekan sehingga iris perifer hamper selalu prolaps lewat insisi dan kemudian dilakukan iridektomi. Bibir insisi posterior ditekan lagi diikuti dengan reposisi pinggir iridektoni. Luka insisi kornea ditutup dengan satu jahitan atau lebih, dan bilik mata depan dibentuk kembali. Setelah operasi selesai, fluoresen sering digunakan untuk menentukan ada tidaknya kebocoran pada bekas insisi. Oleh karena kebocoran dapat meningkatkan komplikasi seperti bilik mata depan dangkal.

2. TrabekulektomiDilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sklera. Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness) sklera dengan engsel di limbus. Satu segmen jaringan trabekula diangkat, flap sklera ditutup kembali dan konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah kebocoran cairan aqueus. Trabekulektomi meningkatkan aliran keluar humor aqueus dengan memintas struktur pengaliran yang alamoah. Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini, akan terbentuk bleb (gelembung). Dapat diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva. Persiapan Sebelum Operasiyaitu pembahasan ditujukan untuk memperbaiki penglihatan dan biasanya dikerjakan secara berencana, kecuali pada kasus-kasus yang tidak biasa, misalnya lensa hipermature yang sejak awal telah memberikan ancaman terjadinya reptura.Indikasi:Tindakan trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat atau setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer.Komplikasi:Setelah prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hifema (darah di kamera anterior mata), infeksi dan kegagalan filtrasi.

TRABEKULEKTOMI

Pada saat ini, bila seorang dokter ahli mata dihadapkan untuk mengerjakan bedah anti glaukoma, maka lazimnya yang terpikir adalah melakukan trabekulektomi. Dari kepustakaan, dapat diketahui, trabekulektomi merupakan bedah anti glaukoma yang sekarang paling banyak dilakukan, memberikan hasil yang terbaik, dan dapat digunakan untuk semua jenis glaukoma.Semula operasi ini dirancang sebagai trabekulokanalektomi, yang mengharapkan tekanan intraokuler dapat turun oleh karena akuos dapat mengalir ke seluruh Schlemm yang ikut terpotong pada waktu pengangkatan sebagian trabekulum. Dikemukakan, walaupun terdapat beberapa mekanisme penyebab turunnya tekanan intraokuler, ternyata yang paling menonjol adalah terjadinya pengaliran akuos langsung ke bawah konjungtiva. Hal ini terlihat dengan terbentuknya gelembung (bleb) akuos di bawah jaringan tersebut pada kasus-kasus yang terkontrol. Dengan demikian, mekanisme tersebut tidak banyak berbeda dengan apa yang dicapai bedah filtrasi klasik. Cara pembedahannya sendiri tidak banyak berbeda dengan bedah filtrasi klasik, hanya saja dibuat flep sklera yang ternyata merupakan dasar keuntungan dari jenis operasi anti glaukoma ini, dalam hal mengurangi penyulit pasca bedah.Cara yang sekarang banyak dilakukan adalah mengguna- kan flep sklera yang berbasis pada limbus tersebut, tetapi tanpa melakukan dialisis, seperti yang dikemukakan kembali oleh Cairns (1970). Pada tahun 1972, ia melaporkan hasil baik pada 95% di antara kasus-kasus yang dilakukan dengan metode tersebut. Pada tulisan ini, selair, akan dibicarakan mengenai teknik pembedahan dan penyulit -penyulit yang dapat terjadi selama bedah trabekulektomi, juga usaha-usaha untuk mengatasi penyulit tersebut.

Urutan bedah trabekulektomi adalah sebagai berikut :Tindakan pembedahan umumnya dilakukan di bawah anestesi lokal, termasuk akinesia dan anesteri retrobulber. Setelah disinfeksi daerah operasi dan membuat tali kendali otot rektus superior serta retraksi palpebra, dilakukan tahap- an-tahapan pembedahan sebagai berikut:1).Parasintesis di kornea perifer bagian temporal bawah.2). Flap tenon - konjungtiva yang dapat dibuat baik dengan basis dalam limbus (limbal base flap) maupun berbasis pada fornik (Fornix base flap). Bila digunakan flep tenon - kon- jungtiva dengan basis limbus kornea, dilakukan pada jarak 6-8 mm dari dan sejajar limbus. Pada yang berbaris fornik, dibuat sayatan sepanjang limbus 7 mm.3). Flap sclera berbasis pada limbus dengan ukuran 4x4 mm, setengah tebal sklera, yang dilanjutkan ke arah kornea melewati taji sklera (berwarna putih) sampai dengan lokali- sasi trabekulum (berwarna lebih gelap). Selanjutnya dibuat 2 buah jahitan sementara pada kedua sudut posterior flep sklera.4). Pembuatan jendela trabekula sebesar 2 x 2 mm. Sayatan dibuat dengan pisau silet dimulai pada ke.dua sisi kanan dan kiri tegak luaus pada limbus, lak bagian psoterior. Bagian depan digunting dengan gunting Vannas.5). Iridektomi perifer. Bersihkan bibir luka pada waktu iridektomi, parhatikan bahwa pupil lonjong ke arah jendela trabekula. Reposisi iris biasanya cukup dilakukan dengan menekan dan mendorong- nya ke arah pupil dari luar, melalui perifer kornea di atasnya.6). Kedua jahitan sementara flep sklera dikuatkan. Bila perlu ditambah satu atau lebih jahitan lagi.7).Flep tenon konjungtiva dijahit secala jclujur pada yang berbasis limbus. Pada flep dengan basis difornik, cukup dibuat 2 jahitan pada kedua ujung sayatan, setelan konjungtiva di .tarik dan diyakini dapat menutup bekas sayatan.8). Injeksi antibiotika subkonjungtiva dan diberikan salep mata antibiotika.

Penyulit-penyulit yang dapat terjadi selama pembedahanPenyulit-penyulit lebih sering terjadi pada pembedahan pemula dan mereka yang melakukannya kurang hati-hati serta kurang memperhatikan faktor-faktor predisposisi penyulit.

PerdarahanPerdarahan dapat terjadi pada satiap tahapan pembedahan.Pasien usia lanjut, hipertensi, arterio sklerosis, kelainan pem- bekuan, penyaldt obstruksi pernafasan merupakan predis- posisi. Begitu pula penderita glaukoma kongesti dan posisi kepala penderita yang terlampau rendah dari badan.Sebagian pendarahan dapat dicegah, misalnya dengan menggunakan jarum yang tidak memotong pada waktu mem- buat tali kendali. Perdarahan pada waktu membuat flep tenon konjungtiva dapat dikurangi dengan diseksi tidak me- motong. Kauterisasi pembuluh darah pada permukaan sklera hendaknya dilakukan sebelum pembuatan flep sklera. Pada waktu iridektomi, diyakini bahwa tidak memotong badan siliar atau iris terlalu basal.Irigasi dengan BSS atau penekanan dengan kapas, tidak jarang dapat menghentik an perdarahan. Bila melakukan kauterisasi,sebaiknya dilakukan dengan cara kauterisasi bidang basah, terutama bila mengkauterisasi dipermukaan sklera dan di bibir jendela trabekula. Hifema yang meng- ganggu dibersihkan dengan irigasi bilik mata depan melalui lobang parasintesis.

Konjungtiva robekRobekan konjungtiva umumnya terjadi di daerah litrbus kornea. Hal ini akan mengganggu pembentukan bleb pada pembedahan trabekulektomi yang mempergunakan flep tenon konjungtiva dengan basis limbus. Luka tersebut akan menjadi lebih terbuka dan berbentuk lobang kancing (button hole) pada waktu penjahitan kembali flep tenon - konjungtiva.Masalah ini tidak perlu ada bila trabekulektomi dilakukan dengan menggunakan flep tenon - konjungtiva yang berbasis pada fornik.Robekan tersebut harus dijahit, dan dianjurkan untuk menjehitnya dengan benang 10 - 0 dan jarum yang tidak me- motong, serta menyertakan tenon di bawahnya sampai tidak ada kebocoran lagi.

Perforasi sklera/kornea dan flep sklera robekPerforasi sklera biasanya terjadi pada waktu membuat inaisi batas flep sklera yang terlalu dalam atau diseksi sklera, terutama bila flep sklera dibuat terlalu tebal dan mengguna- kan pisau yang tajam. Oleh karena itu, membuat batas flep sklera sebaiknya dimulai dengan his. permulaan yang tidak terlalu dalam. Sedang sayatan berikutnya, yaitu untuk mencapai kedalaman yang diingini, dapat dibuat dengan sedikit menarik satu sisi bibir luka sayatan permulaan untuk melihat kedalamannya. Dianjurkan pula untuk tidak melakukan diseksi sklera dengan pisau yang terlah. tajam. Biasanya dipergunakan pisau beaver atau pisau gulf seperti waktu melakukan operasi pterygium. Jika perforasi terjadi juga, tetapi kecil, dapat dibiarkan. Per- forasi yang cukup panjang dijahit dengan benang 10 - 0, dan bila ada perdarahan dari badan siliar harus dikontrol dulu se- belum penjahitan sklera.Perforasi kornea yang prematur tidak perlu terlalu di- risaukan, oleh karena dapat disertakan pada waktu membuat jendela trabekula.Robeknya flep sklera dapat dihindari dengan tidak me- megang flep pada tepinya, tetapi menjepitnya agak lebar pada sisirya. Selain itu, jangan membuat flep sklera terlalu tipis dan menarik flep terlalu kuat.

Iris tidak prolap atau prolap berlebihanUmumnya iris mudah prolap bila jendela trabekula di- buat pada tempat yang tepat. Iris akan sukar atau tidak prolap bila jendela trabekula terlak posterior, lebih-lebih bila pengangkatan jaringan trabekulum tidak lengkap, adanya sinekhia posterior atau iris yang kaku karena pengobatan miotikum yang lama.Bila jendela trabekula baik, iris juga dapat dibuat prolap dengan menyuntikkan BSS melalui lobang parasintesis. Hindari memasukkan pinset iris terlalu dalam ke bilik mata depan untuk menarik iris, oleh karena dapat menimbulkan trauma pada lensa. Prolap iris yang berlebihan dapat terjadi pada pupil yang lebar, adanya penekanan terhadap bolamata, meningkatnya tekanan di ruang posterior atau terjebaknya akuos di bilik mata belakang. Adalah bijaksana untuk tidak langsung melakukan iricektomi, tetapi iridotomi dahulu pada keadaan demikian.

Bilik mata depan yang dangkal/rataBilik mata depan yang menjadi sangat dangkal disebab- kan oleh banyaknya akuos yang keluar, biasanya setelah iridektomi. Umumnya ke dalaman bilik mata depan kembali setelah flep sklera dijahit kembali.Ada kalanya ruang anterior tersebut tetap dangkal sehingga perlu dibentuk dengan memasukkan BSS melalui lubang parasintesis. Pengisian ini pun sering dilakukan untuk mengetahui banyak. sedikitnya drainase akuos melalui celah- celah flep sklera. Bila ia terlalu banyak, diperlukan penambah- an jahitan flep sklera. Pada keadaan-keadaan tertentu, bilik mata depan dapat tidak terbentuk atau kembali menghilang walt.upun sudah dicoba mengisinya dengan hawa. Untuk ini harus waspada akan adanya dorongan terhadap diafragma iris lensake depan, oleh karena meningkatnya tekanan di ruang posterior. Penyebab-penyebab tersebut selayaknya harus diketahui lebih dini sejak awal pembedahan, adalah:a. Akinesia dan anestesia retrobulber, termasuk massase bola mata yang tidak sempurna.b. Penekanan bola mata oleh kelopak mata atau speculum palpebra.c. Posisi kepala terlalu rendah.Dalam keadaan yang ekstrim dan lazim disertai dengan meningkatrya tekanan bola mata, bilik mata depan baru dapatdibentuk setelah melakukan sklerotomi posterior untuk mengurangi volume di rongga mata bagian belakang.

Indikasi trabekulektomi adalah:1. Gagal dengan terapi medikamentosa atau trabekuoplasti laser2. Tidak cocok untuk dilakukan laser karena pasien tidak kooperatif atau visualisasi trabekulum tidak adekuat (sudut sempit, kornea keruh)3. Penyakit yang telah lanjut yang membutuhkan target TIO sangat rendah, dapat diuntungkan dengan trabekulektomi dini.

Menetapkan DiagnosisDalam menetapkan diagneosis glaukoma, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu:1. Tonometri. Alat ini berguna untuk menilai tekanan intraokular. Tekanan bola mata normal berkisar antara 10-21 mmHg. 2. Gonioskopi. Sudut bilik mata depan merupakan tempat penyaluran keluar humor akueus. Dengan gonioskopi kita berusaha menilai keadaan sudut tersebut, apakah terbuka, sempit atau tertutup ataukah terdapat abnormalitas pada sudut tersebut.

512Keterangan:Iris processesScleral spurSchlemm canalTrabeculumScwalbe line43

Konfigurasi sudut pada gonioskopi ditentukan oleh bentuk kornea dan pembesaran lensa. Berikut ini skala penilaian gonioskopi:

43210

Skala 0, artinya tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan iris. Interpretasi: sudut tertutup. Skala 1, artinya tidak terlihat bagian trabekulum sebelah belakang dan garis Schwalbe terlihat. Interpretasi: sudut sangat sempit. Skala 2, artinya sebagian kanal Schlemm terlihat. Interpretasi: sudut sempit sedang. Mempunyai kemampuan untuk jadi tertutup. Skala 3, artinya sebagian kanal Schlemm masih terlihat termasuk skleral spur. Interpretasi: sudut terbuka sedang, tidak akan terjadi sudut tertutup. Skala 4, artinya badan siliar terlihat. Interpretasi: sudut terbuka. 3. Penilaian diskus optikus. Dengan menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur rasio cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). CDR yang perlu diperhatikan jika ternyata melebihi 0,5 karena hal itu menunjukkan peningkatan tekanan intraokular yang signifikan. 4. Pemeriksaan lapang pandang. Hal ini penting dilakukan untuk mendiagnosis dan menindaklanjuti pasien glaukoma. Lapang pandang glaukoma memang akan berkurang karena peningkatan TIO akan merusakan papil saraf optikus. 5. Tes provokasi. Dilakukan pada keadaan yang meragukan. Yaitu dengan tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca, dan tes bersujud (prone test).

Lensa Intra OkularJenis-Jenis Lensa Tanam (Lensa Intra Okular) Lensa MonofokalLensa yang memberikan penglihatan yang jelas pada satu jarak saja (penglihatan jauh). Jenis lensa ini ada 2 macam yaitu:1. Lensa Non AsphericJenis lensa ini cocok untuk pasien yang tidak lagi mempunyai aktifitas yang menuntut penglihatan yang sangat sempurna. Pada lensa monofokal, pasien masih memerlukan kacamata baca untuk membaca dekat. Contoh: Ibu Rumah Tangga, Usia lanjut.2. Lensa AsphericKelebihan dari jenis lensa ini adalah menghasilkan kualitas penglihatan yang lebih baik, cocok untuk pasien yang aktif dengan kegiatan seperti mengemudi dimalam hari serta mempunyai hobi bermain golf.

Lensa MultifokalTipe lensa ini dapat mengurangi pasien dari ketergantungan akan kacamata jarak jauh dan dekat.

Lensa TorikLensa torik ini dapat mengatasi astigmatisma sampai silinder -3.00.