66
Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalimantan Barat Sehat 2013 PROFIL KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2013 Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalimantan Barat Yang Sehat PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT DINAS KESEHATAN JALAN D. ABDUL HADI NO. 7 PONTIANAK 78121 TEP. (0561) 734458 & 761505 Tahun 2014

PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT DINAS · PDF fileProvinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau ... BT pada peta bumi. ... luas Indonesia atau 1,13 kali

Embed Size (px)

Citation preview

Mewujudkan Kemandirian

Masyarakat Kalimantan

Barat Sehat 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TAHUN 2013

Mewujudkan Kemandirian

Masyarakat Kalimantan

Barat Yang Sehat

PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT

DINAS KESEHATAN JALAN D. ABDUL HADI NO. 7 PONTIANAK 78121

TEP. (0561) 734458 & 761505

Tahun 2014

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan buku profil

kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2013.

Buku ini merupakan salah satu produk Sistem Informasi Kesehatan dan

berisikan data-data yang merupakan hasil pembangunan kesehatan di Provinsi

Kalimantan Barat Tahun 2013.

Buku ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan untuk proses

pengambilan keputusan dan sebagai bahan monitoring dan evaluasi kegiatan dalam

rangka peningkatan kinerja sehingga berdampak pada peningkatan status kesehatan

masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat.

Kami menyadari bahwa karena keterbatasan kami, maka kualitas/mutu,

kelengkapan dan akurasi data yang disajikan dalam buku profil ini masih jauh dari yang

diharapkan, oleh karenanya kami mengharapkan saran/kritik yang membangun demi

penyempurnaan buku ini.

Demikianlah yang kami sampaikan dan kepada semua pihak yang telah

membantu sehingga tersusunnya buku profil kesehatan tahun 2013 ini, kami

mengucapkan banyak terima kasih.

Pontianak, Oktober 2014

KEPALA DINAS KESEHATAN

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Dr. Andy Jap, M.Kes Pembina Utama Muda

NIP. 19620828 198801 1 004

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

1

B A B I

P E N D A H U L U A N

Penyusunan buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

merupakan hasil dari salah satu mata rantai pelaksanaan Sistem Informasi

Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka menyediakan berbagai

data & informasi di bidang kesehatan. Data dan informasi kesehatan tersebut akan

menjadi faktor pendukung di dalam sistem manajemen pembangunan kesehatan,

dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan berbagai upaya kesehatan akan

menjadi berdaya guna dan berhasil guna sebagaimana termaktub dalam Rencana

Strategis (Renstra) dinas kesehatan provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 –

2018.

Sistem Informasi Kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem

Kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu penerbitan buku Profil

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat sekarang ini lebih dikaitkan dengan sistem

kesehatan yang diarahkan pada pencapaian Visi Kalimantan Barat Sehat 2013

yakni ”mewujudkan masyarakat kalimantan barat yang beriman, sehat,

cerdas, aman, berbudaya dan sejahtera”. Artinya, Profil Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat Tahun 2013 ini disusun agar dapat menjadi salah satu sarana

untuk menilai pencapaian Pembangunan Kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat

dalam rangka mencapai Visi tersebut.

Profil adalah dokumen yang berisi tentang data dan informasi dari sistem

manajemen data/informasi sebuah organisasi, mulai dari pengumpulan,

pengolahan, analisis, penyajian dan penyebarluasan informasi. Untuk fungsi

manajemen dan pengambilan keputusan sebuah organisasi memerlukan dukungan

data/informasi.

Dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun

2013 ini kami menggunakan berbagai sumber data antara lain

Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013.

Data dari berbagai sektor/Instansi terkait.

Data dari berbagai bidang di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat.

Walaupun dengan berbagai keterbatasan data dan informasi yang dapat

kami sajikan, akhirnya buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

2

2013 ini dapat diselesaikan. Apa yang kami tampilkan pada buku Profil

Kesehatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai

perubahan maupun perbaikan pada program Pembangunan Daerah Provinsi

Kalimantan Barat khususnya sektor kesehatan secara menyeluruh. Untuk

memenuhi kebutuhan berbagai data dan informasi guna menunjang manajemen

program kesehatan pada semua tingkat administrasi. Untuk itu segala upaya dan

perbaikan terhadap isi buku profil ini telah kami coba laksanakan baik terhadap

kualitas maupun kuantitas dan juga dalam hal menganalisa data-data yang ada.

Penyusunan Buku Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

ini mengalami keterlambatan jika disesuaikan dengan waktu yang seharusnya

dimana bulan Juli sudah harus tersusun, hal ini disebabkan karena adanya

keterlambatan laporan data profil dari Dinas Kesehatan Kabupatan/Kota.

Guna memberikan gambaran yang lebih baik tentang situasi kesehatan di

Provinsi Kalimantan Barat maka buku Profil Kesehatan ini kami susun dengan

sistimatika sebagai berikut :

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Gambaran umum Provinsi

Bab III : Pembangunan Kesehatan Daerah

Bab IV : Pencapaian Pembangunan Kesehatan

Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan

Bab VI : Penutup

Lampiran tabel-tabel

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

3

BAB II

GAMBARAN UMUM PROVINSI

2.1. Letak Wilayah

Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau

di antara garis 2° 08' LU serta 3

° 02' LS serta di antara 108° 30' BT dan 114° 10'

BT pada peta bumi. Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini, maka daerah

Kalimantan Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0°) tepatnya

di atas Kota Pontianak. Karena pengaruh letak ini pula, maka Kalimantan Barat

adalah salah satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi

kelembaban yang tinggi.

Ciri-ciri spesifik lainnya adalah bahwa wilayah Kalimantan Barat

termasuk salah satu Provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan

negara asing, yaitu dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan

dengan posisi ini, maka daerah Kalimantan Barat kini merupakan satu-satunya

Provinsi di Indonesia yang secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk

masuk dan keluar dari negara asing. Hal ini dapat terjadi karena antara

Kalimantan Barat dan Sarawak telah terbuka jalan darat antar negara Pontianak –

Entikong – Kuching (Sarawak, Malaysia) sepanjang sekitar 400 km dan dapat

ditempuh sekitar enam sampai delapan jam perjalanan.

Batas-batas wilayah selengkapnya daerah Provinsi Kalimantan Barat

adalah :

Utara : Sarawak (Negara Malaysia)

Selatan : Laut Jawa & Provinsi Kalimantan Tengah

Timur : Provinsi Kalimantan Timur

Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata

Sebelah utara Provinsi Kalimantan Barat terdapat empat kabupaten yang

langsung berhadapan dengan negara jiran yaitu; Sambas, Sanggau, Sintang dan

Kapuas Hulu, yang membujur sepanjang Pegunungan Kalingkang – Kapuas Hulu.

2.2. Luas Wilayah

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

4

Sebagian besar wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah merupakan

daratan berdataran rendah dengan luas sekitar 146.807 km2 atau 7,53 persen dari

luas Indonesia atau 1,13 kali luas pulau Jawa. Wilayah ini membentang lurus dari

Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke

Timur.

Dilihat dari besarnya wilayah, maka Kalimantan Barat termasuk Provinsi

terbesar keempat setelah pertama Provinsi Papua (319.036 km2), kedua

Kalimantan Timur (204.534 km2) dan ketiga Kalimantan Tengah (153.564 km

2).

Dilihat dari luas menurut Kabupaten/Kota, maka yang terbesar adalah

Kabupaten Ketapang (31.240,74 km2 atau 21,28 persen) kemudian diikuti Kapuas

Hulu (29.842 km2 atau 20,33 persen), dan Kabupaten Sintang (21.635 km atau

14,74 persen), sedangkan sisanya tersebar pada 11 (sebelas) kabupaten/kota

lainnya.

2.3. Topografi

Secara umum, daratan Kalimantan Barat merupakan dataran rendah dan

mempunyai ratusan sungai yang aman bila dilayari, sedikit berbukit yang

menghampar dari Barat ke Timur sepanjang “Lembah Kapuas” serta Laut

Natuna/Selat Karimata. Sebagian daerah daratan ini berawa-rawa bercampur

gambut dan hutan mangrove.

Wilayah daratan ini diapit oleh dua jajaran pegunungan yaitu,

Pegunungan Kalingkang/Kabupaten Kapuas Hulu di bagian Utara dan

Pegunungan Schwaner di Selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi

Kalimantan Tengah.

Dilihat dari tekstur tanahnya maka, sebagian besar daerah Kalimantan

Barat terdiri dari jenis tanah PMK (podsolet merah kuning), yang meliputi areal

sekitar 10,5 juta hektar atau 17,28 persen dari luas daerah yang 14,7 juta hektar.

Berikutnya, tanah OGH (orgosol, gley dan humus) dan tanah Aluvial sekitar 2,0

juta hektar atau 10,29 persen yang terhampar di seluruh Kabupaten/Kota, namun

sebagian besar terdapat di kabupaten daerah pantai.

2.4. Sungai dan Danau

Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki

Provinsi “Seribu Sungai”. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang

mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

5

dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan

jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat

telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan.

Sungai besar utama adalah Sungai Kapuas, yang juga merupakan sungai

terpanjang di Indonesia (1.086 km), yang mana sepanjang 942 km dapat

dilayari. Sungai-sungai besar lainnya antara lain : Sungai Melawi (dapat

dilayari 471 km), Sungai Pawan (197 km), Sungai Kendawangan (128 km),

Sungai Jelai (135 km), Sungai Sekadau (117 km), Sungai Sambas (233 km),

Sungai Landak (178 km), dan lainnya.

Jika sungai-sungai sangat menonjol jumlahnya di Kalimantan Barat, maka

sebaliknya yang terjadi dengan danau. Dari danau-danau yang ada hanya dua yang

cukup berarti. Kedua danau ini adalah Danau Sentarum dan Danau Luar I yang

berada di Kabupaten Kapuas Hulu.

Danau Sentarum mempunyai luas 117.500 hektar yang kadang-kadang

nyaris kering di musim kemarau, serta Danau Luar I yang mempunyai luas sekitar

5.400 hektar. Kedua danau ini mempunyai potensi yang baik sebagai objek

wisata.

2.5. Gunung-gunung

Dipengaruhi oleh dataran rendah yang amat luas, maka ketinggian gunung-

gunung relatif rendah serta non aktif. Gunung yang paling tinggi adalah gunung

Baturaya di Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang yang mempunyai ketinggian

2.278 meter dari permukaan laut, jauh lebih rendah dibanding G. Semeru

(Jatim,3.676 meter) atau G. Kerinci (Jambi, 3.805 meter).

Gunung Lawit yang berlokasi di Kapuas Hulu, Kec. Embaloh Hulu dan

lebih dahulu dikenal di Kalimantan Barat, ternyata hanya menempati tertinggi

ketiga karena mempunyai tinggi 1.767 meter, sedangkan tertinggi kedua adalah

Gunung Batusambung (Kec. Ambalau) dengan ketinggian mencapai 1.770 meter

(Tabel 1.13).

2.6. Pulau-pulau

Walaupun sebagian kecil wilayah Kalimantan Barat merupakan perairan

laut, akan tetapi Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan kecil

(sebagian tidak berpenghuni) yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut

Natuna yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Sumatera.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

6

Pulau-pulau besarnya seperti Pulau Karimata, Pulau Maya dan Pulau

Panebangan di Kabupaten Kayong Utara, serta Pulau Bawal dan Pulau Gelam di

perairan Selat Karimata, Kabupaten Ketapang. Pulau besar lainnya antara lain

adalah Pulau Laut, Pulau Betangin Tengah, Pulau Butung, Pulau Nyamuk dan

Pulau Karunia di Kabupaten Pontianak.

Sebagian kepulauan ini, terutama di wilayah Kabupaten Ketapang

merupakan Taman Nasional serta wilayah perlindungan atau konservasi.

2.7. Penggunaan Tanah

Sebagian besar luas tanah di Kalimantan Barat adalah hutan (67,967%)

dan padang/semak belukar/alang-alang (25,49%), hutan lebat (41,54%), dan

hutan sejenis (0,94%). Adapun areal hutan terluas terletak di Kabupaten Kapuas

Hulu seluas 2.636.785 ha, kemudian diikuti oleh Kabupaten Ketapang yaitu

seluas 1.92.057 ha. Sementara itu areal perkebunan mencapai 2.640.199 ha atau

17,89 %.

Dari 14,68 ribu ha luas Kalimantan Barat, areal untuk pemukiman hanya

berkisar 0,31 persen. Adapun areal pemukiman terluas berada di Kabupaten

Sintang diikuti kemudian oleh Kabupaten Sambas dan Kabupaten Ketapang.

2.8. I k l i m

2.8.1. Angin dan Udara

Faktor yang merupakan ciri umum bagi suatu daerah dataran rendah di

daerah tropis adalah suhu udara yang relatif panas atau tinggi, sedangkan khusus

daerah Kalimantan Barat suhu yang tinggi ini diikuti pula dengan kelembaban

udara yang tinggi. Berdasarkan catatan empiris dari Stasiun Meteorologi Supadio

Pontianak yang meliputi Stasiun Meteorologi (SM) Supadio Pontianak, SM

Pangsuma Putussibau, SM Paloh Sambas, SM Susilo Sintang, SM Nanga Pinoh

Melawi dan Stasiun Klimatologi Siantan Kabupaten Pontianak, umumnya suhu

udara di daerah Kalbar cukup normal namun bervariasi, yaitu rata-rata sekitar

26,10C sampai dengan 28,5

0C.

Selama tahun 2013, temperatur udara di Kalimantan Barat maksimum

mencapai 34,30C. yang terjadi di stasiun meteorologi Maritim Kota Pontianak

pada bulan November 2013. Sementara temperatur minimum tercatat 21.50C

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

7

yang terjadi di stasiun meteorologi Maritim Kota Pontianak pada bulan Maret

2013.

Pada umumnya, kecepatan angin di Kalimantan Barat dari beberapa

stasiun meteorologi, sepanjang bulan ditahun 2013, secara rata-rata 1 hingga 10

knot/jam, sedangkan maksimum tercatat sebesar 27 knot/jam terjadi di stasiun

meteorologi Supadio Pontianak Kabupaten Kubu Raya pada bulan Oktober 2013.

2.8.2. Curah Hujan dan Hari Hujan

Pada tahun 2013, rata-rata curah hujan bulanan tertinggi terjadi di Stasiun

Meteorologi Paloh Kabupaten Sambas bulan Desember yaitu mencapai 908,0

mm dan terendah juga terjadi di Stasiun Meteorologi Paloh Kabupaten Sambas

pada bulanMaret 2013 yaitu 25,0 mm. Banyaknya hari hujan tertinggi tercatat di

Stasiun Meteorologi Siantan bulan Mei sebanyak 29 hari, sedangkan Jumlah hari

hujan terendah terjadi di Stasiun Meteorologi Paloh Kabupaten Sambas sebanyak

6 hari yang terjadi pada bulan Maret 2013.

Hasil Pemantauan di Stasiun Meteorologi Maritim Pontianak

menggambarkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2013,

yang mencapai 414,0 mm, sedangkan yang terendah tercatat 101,0 mm yang

terjadi pada bulan Juni 2013.

Demikian juga halnya dengan beberapa stasiun meteorologi lainnya

seperti, Siantan, Susilo dan Nanga Pinoh masing-masing curah hujan tertinggi

mencapai 385,2 mm, 445,0 mm dan 594,0 mm; angka terendah masing-masing

51,1 mm, 101,0 mm, dan 147,0 mm.

2.9. Wilayah Administratif dan Pemerintahan.

Tabel : 2.1.

Jumlah Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2013

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

8

LUAS

WILAYAH

(km2)

1 2 3 4 5 6 7

1 KAB. SAMBAS 6,395 19 184 0 184

2 KAB. BENGKAYANG 5,397 17 122 2 124

3 KAB. LANDAK 9,909 13 156 0 156

4 KAB. PONTIANAK 1,367 9 60 7 67

5 KAB. SANGGAU 12,858 15 163 6 169

6 KAB. KETAPANG 31,241 20 253 9 262

7 KAB. SINTANG 21,635 14 281 6 287

8 KAB. KAPUAS HULU 29,842 23 278 4 282

9 KAB. SEKADAU 5,444 7 87 0 87

10 KAB. MELAWI 10,644 11 169 0 169

11 KAB. KAYONG UTARA 4,568 5 43 0 43

12 KAB. KUBU RAYA 6,895 9 116 0 116

13 KOTA PONTIANAK 108 6 0 29 29

14 KOTA SINGKAWANG 504 5 0 26 26

146,807 173 1,912 89 2,001JUMLAH

NO KABUPATEN/KOTA

JUMLAH

DESA KELURAHAN DESA+KELKEC

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Pada tahun 2013 berdasarkan Data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota,

Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota yaitu dua

belas kabupaten dan 2 (dua) kota. Empat belas Kabupaten/kota ini terbagi dalam

173 kecamatan dengan 2.001 desa/kelurahan. Rincian jumlah kecamatan dan

Desa/Kelurahan dapat terlihat pada Tabel 2.1.

2.10. Kependudukan

Penduduk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2013 diperkirakan berjumlah

sekitar 4,641.434 juta jiwa (angka proyeksi BPS), dimana sekitar 2366.312 juta

jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 2.275.122 juta jiwa adalah perempuan. Luas

wilayah Provinsi Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2,

sehingga jika dilihat

dari luas wilayah dan jumlah penduduk, maka kepadatan penduduk di Kalimantan

Barat adalah sekitar 32 Jiwa per Km2.

Tabel : 2.2

Jumlah Penduduk Menurut Daerah Dan Kepadatan Per Kabupaten/Kota

Tahun 2013

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

9

LUAS KEPADATAN

WILAYAH PENDUDUK

(km2) per km

2

1 KAB. SAMBAS 6,395 251,587 260,106 511,693 80

2 KAB. BENGKAYANG 5,397 119,333 110,326 229,659 43

3 KAB. LANDAK 9,909 181,049 166,093 347,142 35

4 KAB. PONTIANAK 1,367 124,344 120,883 245,227 179

5 KAB. SANGGAU 12,858 222,974 208,052 431,026 34

6 KAB. KETAPANG 31,241 237,480 220,450 457,930 15

7 KAB. SINTANG 21,635 198,132 186,412 384,544 18

8 KAB. KAPUAS HULU 29,842 120,662 116,247 236,909 8

9 KAB. SEKADAU 5,444 97,523 91,616 189,139 35

10 KAB. MELAWI 10,644 96,792 92,627 189,419 18

11 KAB. KAYONG UTARA 4,568 51,844 49,911 101,755 22

12 KAB. KUBU RAYA 6,895 268,651 260,661 529,312 77

13 KOTA PONTIANAK 108 293,918 294,267 588,185 5,446

14 KOTA SINGKAWANG 504 102,023 97,471 199,494 396

146,807 2,366,312 2,275,122 4,641,434 32

PEREMPUAN TOTAL

JUMLAH

NO KABUPATEN/KOTA

JUMLAH PENDUDUK

LAKI-LAKI

Sumber : BPS

Dilihat dari tabel 2.2. Persebaran penduduk Kalimantan Barat tidak

merata antar wilayah kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, maupun

antar wilayah kawasan pantai bukan pantai atau perkotaan dan pedesaan.

Seperti daerah pesisir yang mencakup Kabupaten Sambas, Kabupaten

Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong

Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak, dan Kota Singkawang yang

dihuni oleh lebih dari 50% total penduduk Kalimantan Barat dengan

kepadatan rata-rata mencapai 50,7 jiwa per Km2. Sebaliknya enam kabupaten

lain (bukan pantai) selain kota pontianak secara rata-rata tingkat kepadatan

penduduknya relatif lebih jarang. Kabupaten Kapuas Hulu dengan luas

wilayah 29.842 km2

atau sekitar 20,33% dari luas wilayah Kalimantan Barat

hanya dihuni rata-rata 8 (delapan) jiwa per kilometer persegi.

Kota Pontianak dengan luas wilayah paling kecil diantara

Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat yaitu sekitar 107,80 km2 memiliki

jumlah penduduk paling besar mencapai 588.185 jiwa atau sekitar 12,7

persen dari total Penduduk Kalimantan Barat. Dengan demikian Kota

Pontianak merupakan kota terpadat penduduknya yaitu 5.446 Jiwa per Km2.

Komposisi penduduk Kalimantan Barat, dari 4.641.434 jiwa penduduk,

50,98 % atau 2.366.312 jiwa adalah laki-laki dan 49,02% atau 2.275.122 jiwa

adalah perempuan. Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk adalah sebesar

104 artinya dalam setiap 204 penduduk terdapat 104 jiwa penduduk laki-laki

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

10

dan 100 jiwa penduduk perempuan. Dilihat dari ratio penduduk berdasarkan

kabupaten/kota, hampir seluruh kabupaten/kota di wilayah Kalimantan Barat

(kecuali Kabupaten Sambas dan Kota Pontianak) memiliki ratio lebih dari 100,

yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari penduduk perempuan,

untuk lengkapnya dapat dilihat pada lampiran profil kesehatan tabel 2.

Gambar : 2.1

Piramida Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

Sumber : BPS

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

11

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalimantan Barat

Sehat 2013

B A B III

PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH

3.1. Visi

Visi merupakan cara pandang jauh kedepan tentang kemana Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat akan diarahkan dan apa yang akan dicapai.

Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang

diinginkan, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat secara terus menerus

mengembangkan peluang dan inovasi agar tetap eksis dan unggul dengan

senantiasa mengupayakan perubahan ke arah perbaikan. Perubahan tersebut harus

disusun dalam tahapan yang terencana, konsisten dan berkelanjutan sehingga

dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil

(outcomes).

Untuk memenuhi harapan diatas, maka Visi Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat adalah :

3.1.1. Penjelasan Makna

Didalam pernyataan Visi tersebut, terdapat kata–kata kunci sebagaiberikut

:

Masyarakat Kalimantan Barat Sehat 2013 yang diharapkan adalah

masyarakat yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mecegah risiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, berpartisipasi

aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, serta mampu menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu. Sehat dalam hal ini mengandung arti dalam perspektif

luas, tidak sebatas pada kondisi fisikal yang prima, melainkan juga sehat rohani,

mental, intelektual dan sosial.

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Kalbar mengandung makna bahwa

masyarakat Kalbar mempunyai kemampuan untuk mewujudkan kesehatannya

dimana setiap penduduknya mampu memelihara, meningkatkan dan melindungi

kesehatannya dengan pembiayaan secara mandiri.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

12

Kemandirian masyarakat untuk hidup sehat juga tidak terlepas dengan

keluarga, yang merupakan unit terkecil dari masyarakat. Di dalam sistem

pelayanan kesehatan masyarakat, keluarga merupakan sumber informasi dalam

perawatan di rumah dan pengobatan sendiri. Diharapkan dalam keluarga

menunjukkan kemandiriannya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada

anggota keluarganya dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu.

Sesuai amanat pada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem

Kesehatan nasional pasal 6: Pelaksanaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

ditekankan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat,

profesionalisme sumber daya manusia kesehatan serta upaya promotif dan

preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Pelaksanaan SKN harus memperhatikan :

a. Cakupan pelayanan kesehatan berkualitas, adil dan merata,

b. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat,

c. Kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi

kesehatan masyarakat,

d. Kepemimpinan dan profesionalisme dalam pembangunan kesehatan,

e. Inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan terbukti

bermanfaat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas

termasuk penguatan sistem rujukan,

f. Pendekatan secara global dengan mempertimbangkan kebijakan kesehatan

yang sistematis, berkelanjutan, tertib dan responsive gender dan hak anak,

g. Dinamika keluarga dan kependudukan,

h. Keinginan masyarakat,

i. Epidemiologi penyakit,

j. Perubahan ekologi dan lingkungan,

k. Globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi dengan semangat persatuan dan

kesatuan nasional serta kemitraan dan kerjasama lintas sektor.

Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu,

masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran yang dimainkan oleh

pemerintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri

menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang dapat dicapai. Perilaku yang sehat

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

13

dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan

kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan

kesehatan. Oleh karena itu, salah satu upaya kesehatan pokok adalah mendorong

kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3.2. Misi

Pernyataan Misi mengandung pernyataan yang mencerminkan pandangan

organisasi tentang kemampuan dirinya. Pernyataan misi merupakan hal yang

sangat penting untuk mengarahkan kegiatan Dinas Kesehatan untuk lebih eksis

dan dapat mengikuti efek global otonomi daerah.

Misi ditetapkan untuk mengarahkan operasionalisasi Dinas Kesehatan

sehingga terus eksis dan mengikuti perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi,

yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misi yang ditetapkan

diharapkan seluruh pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan

pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) mengetahui peran dan program-

program serta hasil yang akan diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan

Barat dimasa mendatang.

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dalam penetapan misinya,

telah mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi, keinginan dan harapan

pelanggan dan stakeholders, serta permasalahan yang akan dihadapi/ditangani

sehubungan dengan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun

eksternal. Karena itu, misi yang telah ditetapkan memungkinkan untuk dilakukan

perubahan dan penyesuaian sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan yang

signifikan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka Dinas Kesehatan dengan

memperhatikan tugas pokok dan fungsi, menetapkan Misi sebagai berikut :

1. Terbinanya Keluarga Sehat, Mandiri dan Sadar Gizi Yang Ditunjang

Oleh Perilaku Hidup Bersih Sehat.

2. Membuat Masyarakat Kalimantan Barat Yang Sehat dan Mandiri di

Bidang Kesehatan serta Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan

3. Meningkatkan Upaya Pelayanan Kesehatan, Penyediaan Obat dan

Perbekalan Kesehatan Yang Optimal, Bermutu dan Terjangkau Serta

Meningkatnya Upaya Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan

4. Memantapkan Sumber Daya dan Informasi Kesehatan

5. Mewujudkan kapasitas Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan

Barat yang profesional

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

14

3.3. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD

3.3.1. Tujuan

Tujuan merupakan target kualitatif organisasi, sehingga pencapaian target

ini dapat merupakan ukuran kinerja faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi.

Tujuan sifatnya lebih konkrit daripada misi dan mengarah pada suatu titik terang

pencapaian hasil. Dengan adanya pernyataan tujuan, maka akan jelas bagi

organisasi mengenai arah yang akan dituju dalam rangka mempertahankan

eksistensi dimasa datang.

Untuk menetapkan tujuan, diperlukan suatu alat bantu berupa metode atau

analisis yang dapat memberikan suatu rujukan teoritis dalam menggambarkan

situasi dan kondisi Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Dari

pencermatan lingkungan intern dan ekstern ini akan diperoleh strategi yang akan

menentukan faktor-faktor kunci keberhasilan guna memberikan rambu-rambu

dalam menetapkan tujuan.

Agar dapat mengukur pencapaian tujuan pada suatu periode tertentu

diperlukan adanya indikator kinerja tujuan, yang pada hakekatnya merupakan

benefit atau impacts dari suatu kegiatan. Untuk keperluan ini dibutuhkan adanya

Sistem Pengukuran Kinerja yang berlaku di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat.

Suatu instansi pemerintah dalam menetapkan tujuan harus memperhatikan

kriteria:

1) Cukup jelas

2) Diselaraskan dengan Visi dan Misi

3) Mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

instansi

4) Menggambarkan hasil yang ingin dicapai

5) Mengakomodasi issue strategis yang dihadapi

6) Mencerminkan “Core Area” dimana organisasi berperan.

Dengan demikian, tujuan merupakan penjabaran secara lebih nyata dari

perumusan visi dan misi yang unik dan idealistik.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

15

Adapun tujuan strategis tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “Mewujudkan aparatur Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat yang profesional” adalah

Terciptanya pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan

prima kepada masyarakat.

2. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “Membuat masyarakat

Kalimantan Barat yang sehat dan mandiri di bidang kesehatan serta

Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan”

adalah Tercapainya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan

yang sehat dan bermutu.

3. Tujuan Strategis untuk mencapai misi: “Meningkatkan upaya

Pelayanan Kesehatan, Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

yang Optimal, Bermutu dan Terjangkau serta Meningkatnya upaya

Penanggulangan bencana bidang Kesehatan“ adalah sebagai berikut:

a. Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu.

b. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan.

c. Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang

bermutu.

d. Meningkatnya penanganan obat & perbekalan kesehatan yang

optimal.

4. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “Terbinanya Keluarga sehat,

mandiri dan sadar gizi yang ditunjang oleh perilaku hidup bersih

sehat” adalah Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan

di Puskesmas dan jaringannya, serta peningkatan dukungan

manajemen upaya pelayanan kesehatan.

5. Tujuan strategis untuk mencapai misi: “ Memantapkan Sumber Daya

dan Informasi Kesehatan ” adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan

dalam rangka meningkatkan profesionalisme.

b. Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan

pengembangan kesehatan.

c. Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan

jaminan kesehatan.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

16

3.3.2. Sasaran Dan Indikator Kinerja Sasaran

Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan

dicapai secara nyata dalam jangka waktu tahunan. Sasaran merupakan bagian

internal dalam proses perencanaan strategis Dinas Kesehatan.

Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, menantang namun

dapat dicapai, orientasi pada hasil dan dapat dicapai dalam periode tertentu.

Sasaran Dinas Kesehatan selama 5 (lima) tahun periode 2013 – 2018 juga disertai

dengan indikator kinerja sasaran. Indikator kinerja sasaran merupakan ukuran

keberhasilan dari suatu sasaran strategis organisasi yang bersifat kuantitatif atau

kualitatif dan dijadikan patokan/tolok ukur dalam menilai keberhasilan atau

kegagalan penyelenggaraan pemerintahan dalam mencapai visi dan misi

organisasi.

Berdasarkan pengertian tersebut maka Dinas Kesehatan menetapkan

sasaran sebagai berikut :

3.3.2.1. Tujuan Pertama:

“Terciptanya pegawai yang profesional guna memberikan pelayanan prima

kepada masyarakat ”, dengan sasaran :

1. Meningkatkan pegawai yang profesional yang didukung oleh

rencana kerja, penganggaran, sarana dan prasarana yang efektif

dan efisien serta memadai, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya:

- Prosentase pejabat struktural yang telah mengikuti diklatpim.

- Prosentase pejabat struktural yang telah memenuhi syarat

kompetensi jabatan.

- Prosentase pegawai fungsional yang telah mengikuti diklat teknis

fungsional sesuai dengan jenjangnya.

- Tingkat ketepatan penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya/

pendidikannya.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap pelayanan administrasi

ketatausahaan.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan disiplin.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penerapan sanksi pelanggaran

disiplin pegawai.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

17

- Indeks kepuasan pegawai terhadap tingkat kesejahteraan (ekonomi)

dikaitkan dengan kebutuhan minimal di lingkungan Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.

- Indeks kepuasan pegawai terhadap penghargaan dan prestasi kerja.

- Prosentase kegiatan yang telah menyampaikan laporan hasil akhir

kegiatan.

- Prosentase hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan yang sesuai

dengan rencana.

- Prosentase tertatanya administrasi kepegawaian, dengan rincian

indikator sebagai berikut :

Penyelesaian proses kenaikan pangkat

Penyelesaian proses gaji berkala

Penyelesaian proses Cuti PNS

Penyelesaian proses usul pensiun PNS

Penyelesaian proses usul penghargaan satya lencana

a. Dokter PTT

b. Dokter Gigi PTT

c. Bidan PTT

Penyelesaian proses selesai masa bakti tenaga kesehatan PTT :

a. Dokter PTT

b. Dokter Gigi PTT

Penilaian tenaga puskesmas teladan

Fasilitasi pelatihan peningkatan keterampilan & kemampuan

PNS

Analisis jabatan

- Berfungsinya sarana dan prasarana gedung.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana gedung.

- Berfungsinya sarana dan prasarana mobilitas.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana mobilitas.

- Berfungsinya sarana dan prasarana alat kantor dan rumah

tangga.

- Tingkat pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana alat kantor

dan rumah tangga.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

18

2. Meningkatkan ketertiban pelayanan perijinan di bidang Kesehatan

sesuai dengan ketentuan, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya:

- Tingkat kesesuaian waktu pelayanan perijinan dengan ketentuan

- Kontribusi PAD dari pelayanan perizinan terhadap PAD Provinsi

Kalimantan Barat.

3.3.2.2. Tujuan Kedua :

“Tercapainya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan yang sehat

dan bermututu”, dengan sasaran :

3. Meningkatkan Kualitas Kesehatan Lingkungan, dengan indikator

kinerja sasaran diantaranya :

- Keluarga yang menggunakan air bersih memenuhi syarat kesehatan

diperkotaan dan pedesaan.

- Keluarga menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

- Sarana air bersih memenuhi syarat kesehatan.

- TTU yang memenuhi syarat kesehatan

- Rumah makan/restoran yang memenuhi Laik Hygiene Sanitasi

- Institusi Yang Sehat

- Dokumen AMDAL yang memenuhi kriteria kajian kesehatan

masyarakat

- Tenaga sanitasi yang pernah mengikuti diklat di bidang kesling

- Dinkes Kab/kota yang memiliki simkesling

- Informasi kesling yang tersedia

4. Menurunnya angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat

penyakit menular dan penyakit tidak menular, dengan indikator

kinerja sasaran diantaranya:

- Persentase darah donor di skrining terhadap HIV/AIDS dan Sifilis

- Jumlah klien yang mendapatkan testing HIV lengkap

- Terbentuknya klinik VCT baru

- Jumlah orang yang mendapatkan ARV

- Jumlah Orang dengan profilaksis dan pengobatan ODHA sesuai

standar

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

19

- Infeksi menular seksual (IMS) yang ditemukan dan diobati sesuai

standar

- Menurunkan transmisi penularan HIV/AIDS di kelompok resiko

tinggi

- Cakupan UCI desa/kelurahan

- Cakupan imunisasi Anak sekolah (BIAS)

- Cakupan imunisasi BCG

- Cakupan imunisasi DPT/HB1

- Cakupan imunisasi polio 4

- Cakupan imunisasi campak

- AFP rate per 100.000 penduduk < 15 tahun

- Jumlah Kab/kota yang melakukan SKD KLB

- Persentase desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani <24 jam

- Persentase calon jamaah haji mendapatkan pemeriksaan kesehatan

- Persentase Kab/kota melaksanakan SKD KLB pada kondisi matra

- Persentase Kab/kota melaksanakan pengendalian faktor resiko

Penyakit Tidak Menular (PTM)

- Angka Kesakitan DBD (IR)

- Angka kematian akibat DBD, dengan rincian indikator :

Angka Bebas Jentik (ABJ)

Penderita DBD yang ditemukan & di obati sesuai standar

Prosentase Desa/Kel yang melaksanakan PJB (Pemantauan

Jentik Berkala)

- Penderita DSS (Dengue Shock Syndrom) yang ditemukan di RS

Pusk

- Angka kesakitan malaria (positif) per 1.000 penduduk

- Angka kematian malaria

- Penderita malaria yang ditemukan dan diobati sesuai standart

- Persentase penemuan penderita baru malaria klinis

- Persentase malaria klinis yang dilakukan pemeriksaan lab

- API (Annual Parasite Incident)

- Penemuan TB baru BTA (+)

- Angka kesembuhan TB baru BTA (+)

- Angka kematian akibat TB paru

- Cakupan pengobatan massal Filariasis

- Jumlah kasus klinis filariasis yang ditangani

- Prevalensi kusta per 10.000 penduduk

- Angka kesembuhan kusta (RFT rate)

- Cakupan penemuan penderita kusta baru

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

20

- Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan kewaspadaan Pandemi

Influenza

- Prevalensi ibu hamil yang positif malaria

- Prevalensi ibu hamil yang positif TB

- Cakupan penemuan dan tata laksana penderita Pneumonia balita

- Prosentase penemuan dan pengobatan pneumonia balita sesuai

standart

- Prosentase penemuan kasus diare pada balita dan ditangani sesuai

standart

- Angka kematian diare saat KLB

- Prosentase diare yang diberi oralit

- Prosentase penemuan kasus diare di sarkes dan kader

- Prevalensi kecacingan pada anak SD

- Prevalensi kasus kusta pada anak <15 tahun

3.3.2.3. Tujuan Ketiga :

“Meningkatnya pelayanan kesehatan khusus yang bermutu”, dengan sasaran :

5. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khusus dengan

dukungan/peran serta masyarakat dan stakeholder terkait, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Rasio cabut dan tambal gigi pada sarana pelayanan kesehatan

- Pemeriksaan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar

- Pelayanan gangguan jiwa disarana pelayanan kesehatan umum

- Tempat kerja formal menerapkan kesehatan kerja

- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan kerja

- Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan indera

- Pelayanan darah yang memenuhi standar transfusi darah

- Akreditasi Laboratorium Klinik

- Akreditasi Laboratorium Kesehatan dan Laboratorium swasta

- Pelayanan Spesialistik penyakit paru

- Puskesmas yang melaksanakan program kesehatan olahraga

masyarakat

- Terbentuknya balai kesehatan kerja dan olah raga masyarakat

6. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan yang efektif dan

efisien, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Tingkat pemanfaatan RS :

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

21

BOR

LOS

TOI

BTO

- Net Death Rate

- Persentase rujukan ke rumah sakit regionalnya

- Persentase rumah sakit yang telah terakreditasi

3.3.2.4. Tujuan Keempat :

“Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan”, dengan sasaran :

7. Meningkatnya penanggulangan bencana bidang kesehatan yang

tepat dan cepat, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya:

- Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat

sesuai standar

- Dinkes Kab/Kota yang melakukan kegiatan pra bencana

3.3.2.5. Tujuan Kelima :

“Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang bermutu“, dengan

sasaran :

8. Meningkatkan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan

dasar dan rujukan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Persentase pemilihan ISO

- Persentase Pemilihan akreditasi

- Persentase Pemilihan terlaksananya kinerja pemerintah

- Persentase puskesmas kota yang melaksanakan program puskesmas

perkotaan

- Persentase tenaga pelayanan kesehatan terlatih

- Persentase pada jangka menengah algoritma klinik

- Persentase pada jangka rendah perkesmas

- Persentase RS terakreditasi

- Persentase RS PONEK

- Persentase RS yang mempergunakan perizinan dan kesehatan RS

- Persentase RS yang mudah untuk pengkalibrasi alat-alat

3.3.2.6. Tujuan Keenam :

9. Meningkatkan kualitas penanganan obat & perbekkes, alat

kesehatan, obat tradisional, pangan, kosmetik dan PKRT, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya :

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

22

- Persentase pengadaan obat esensial

- Persentase ketersediaan obat generik

- Persentase penulisan resep obat generik

- Persentase pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan

kefarmasian

- Persentase pembinaan pada sarana gudang/instalasi farmasi

Kab/kota

- Persentase peredaran alkes & PKRT yang memenuhi syarat

- Persentase upaya penyuluhan P3 NAPZA oleh tenaga kesehatan

- Cakupan pemeriksaan sarana produksi & distribusi produk

terapeutik (obat), obat tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik,

pangan dll

- Persentase pembinaan sarana produksi & distribusi produk

terapeutik (obat), obat tradisional, alat kesehatan, PKRT kosmetik,

pangan dll

- Persentase produksi & distribusi produk obat, obat tradisional, alat

kesehatan, PKRT kosmetik, pangan dll

- Bimbingan teknis terhadap sarana produksi Obat Asli Indonesia

3.3.2.7. Tujuan Ketujuh:

“Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan

jaringannya, serta peningkatan dukungan manajemen upaya pelayanan

kesehatan”, dengan sasaran :

10. Meningkatkan upaya kesehatan ibu dan kesehatan anak di tingkat

propinsi dan kabupaten, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Cakupan Kunjungan ibu hamil K4

- Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

- Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan

yang memiliki kompetensi kebidanan

- Cakupan pelayanan nifas

- Cakupan neonatus dengan kompilkasi yang ditangani

- Cakupan kunjungan bayi

- Cakupan pelayanan anak balita

- Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat

- Cakupan peserta aktif KB

- Persentase balita yang naik berat badannya (N/D)

- Persentase balita Bawah Garis Merah

- Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

23

- Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe

- Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi gizi

kurang dari keluarga miskin

- Persentase balita gizi buruk mendapat perawatan sesuai dengan

standar tata laksana gizi buruk

- Persentase bayi yang mendapat ASI-Eksklusif

- Persentase desa dengan garam beryodium baik

- Kecamatan bebas rawan gizi

- Balita gizi buruk mendapat perawatan

11. Menumbuhkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan

mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat, dengan

indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat

- Persentase posyandu Aktif

- Desa siaga aktif

- Persentase upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

3.3.2.8. Tujuan Kedelapan:

“Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya Kesehatan dalam rangka

meningkatkan profesionalisme”, dengan sasaran :

12. Meningkatkan jumlah dan jenis tenaga kesehatan,

menyelenggarakan kegiatan pelatihan seminar dan bentuk-bentuk

kegiatan peningkatan keterampilan tenaga kesehatan, memfasilitasi

kegiatan organisasi profesi dalam rangka peningkatan mutu

pelayanan kesehatan masyarakat, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Peningkatan Jumlah dan Jenis Tenaga kesehatan, terselenggaranya

kegiatan-kegiatan Pelatihan, Seminar dan Kegiatan peningkatan

keterampilan

13. Meningkatkan Kemampuan pengetahuan, sikap dan keterampilan

pengelola, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Meningkatkan Kemampuan pengelolaan Sumber Daya Manusia

Kesehatan

- Meningkatnya persentase Puskesmas yang memiliki Tenaga dokter

- Meningkatnya persentase rumah sakit yang memiliki dokter spesialis

- Meningkatnya jumlah jenis dan kualitas sumber daya kesehatan,

dengan rincian indiaktor sasaran :

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

24

Dr. Spesialis

Dr. Umum

Dr. Gigi

Perawat

Bidan

Apoteker

Asisten Apoteker

Kes. Mas

Sanitarian

Gizi

Fisioterapi

Analis Lab

Atem/rotgen

Perawat Anestesi

- Meningkatnya pemerataan/distribusi tenaga kesehatan, dengan

rincian indiaktor sasaran :

Ratio dokter per 100.000/pddk

Ratio dokter spesialis per 100.000/pddk

Ratio dokter gigi per 100.000/pddk

Ratio perawat per 100.000/pddk

Ratio Bidan per 100.000/pddk

Ratio apoteker per 100.000/pddk

Ratio asisten apoteker per 100.000/pddk

Ratio kesehatan masyarakat per 100.000/pddk

Ratio tenaga sanitasi per 100.000/pddk

Ratio tenaga gizi per 100.000/pddk

Ratio tenaga fisioterapi per 100.000/pddk

Ratio analis laboratorium per 100.000/pddk

Ratio aterm & rontgen per 100.000/pddk

Ratio perawat anestesi per 100.000/pddk

- Meningkatnya prosentase tenaga strategis pada Daerah Terpencil

Perbatasan.

3.3.2.9. Tujuan Kesembilan:

“Meningkatnya pelaksanaan manajemen informasi dan pengembangan

kesehatan”, dengan sasaran :

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

25

14. Meningkatkan pelaksanaan dan kesinambungan SIK, sehingga

memperoleh data yang berkualitas, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Tersusunnya profil kesehatan yang berkualitas, akurat dan tepat

waktu

- Tersedianya data yang berkualitas, akurat dan tepat waktu

- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas di Bidang IT (teknologi

informasi)

- Optimalisasi pemanfaatan Sistem Informasi Kesehatan

15. Meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan

kesehatan, dengan indikator kinerja sasaran diantaranya :

- Tersedianya SDM yang memiliki kapasitas untuk penelitian dan

pengembangan kesehatan

- Terlaksananya pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan

- Tersosialisasinya dan termanfaatkannya hasil penelitian dan

pengembangan kesehatan

Tujuan Kesepuluh :

“ Meningkatnya pengembangan sumber daya pembiayaan dan jaminan

kesehatan ”, dengan sasaran :

16. Meningkatkan pelaksanaan pengembangan sumber daya

pembiayaan dan jaminan kesehatan, dengan indikator kinerja sasaran

diantaranya :

- Tersusunnya dokumen PHA dan DHA agar dapat terlaksana

penyusunan perencanaan dan penganggaran berbasis Health Account

- Peningkatan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan prabayar

- Tercakupnya seluruh masyarakat miskin dalam jaminan kesehatan

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

26

BAB IV

PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Mengacu kepada sistimatika dari uraian Visi, Misi Kalimantan Barat Sehat yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat Periode 2013 – 2018, pada bab ini akan menyajikan gambaran

tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam tahun 2013 di Provinsi Kalimantan

Barat.

Uraian pada bab ini meliputi gambaran tentang derajat kesehatan masyarakat,

keadaan lingkungan, keadaan perilaku masyarakat dan keadaan pelayanan

kesehatan.

4.1. DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT

Untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat Provinsi Kalimantan

Barat dipergunakan beberapa indikator berdasarkan data-data yang diperoleh

dari SDKI, SUSENAS, RISKESDAS, BPS atau data-data terkait lainnya.

Indikator-indikator yang digunakan antara lain meliputi :

4.1.1. MORTALITAS

4.1.1.1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir

sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan

kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua

macam yaitu endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal :

adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan

umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang

diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.

Dan eksogen atau kematian post neo-natal : adalah kematian bayi yang terjadi

setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh

faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

Angka Kematian Bayi (AKB) di Kalimantan Barat untuk tahun 2012

berdasarkan laporan pendahuluan hasil Survey Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012 adalah 31 per 1.000 Kelahiran hidup. Sedang untuk

Angka Kematian Bayi Nasional adalah 32 per 1.000 Kelahran Hidup. Hal ini

berarti terjadi penurunan angka kematian bayi yang signifikan di provinsi

Kalimantan Barat dimana Angka Kematian Bayi di Kalimantan Barat sudah lebih

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

27

rendah dibandingkan dengan Angka Kematian Bayi Nasional. Berturut-turut

AKB di Kalimantan Barat berdasarkan hasil SDKI mulai tahun 1994 adalah 97

per 1.000 Kelahiran Hidup, Tahun 1997 menjadi 70 per 1.000 KH, Tahun 2002

menjadi 47 per 1.000 KH, turun menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup

berdasarkan SDKI Tahun 2007 dan turun menjadi 31 per 1.000 KH berdasarkan

laporan pendahuluan SDKI 2012. Adapun target Indonesia pada tahun 2015

(target MDG’s) adalah menurunkan AKB sampai 19 per 1.000 kelahiran hidup.

Gambar 4.1

Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Kalimantan Barat dan Nasional

Tahun 1994 - 2012

Sumber : SDKI 1994, 1997, 2002, 2007 dan 2012

Namun demikian jika merujuk pada data profil kesehatan kabupaten/kota

yang masuk di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, terlihat bahwa kasus

kematian bayi yang dilaporkan adalah sebesar 706 kasus dengan 90.117 kelahiran

hidup. Sehingga dengan demikan jika dihitung angka kematian bayinya adalah

7,8 per 1.000 kelahiran hidup (tabel 7 lampiran profil).

Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi

masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

28

untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan

kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor

endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk

mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program

pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi (tablet Fe)

dan suntikan anti tetanus.

Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak

serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi,

serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak,

program penerangan tentang gizi dan pemberian makanan sehat untuk anak

dibawah usia 5 tahun.

4.1.1.2. Angka Kematian Ibu (AKI)

Informasi mengenai tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) bermanfaat

untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama

pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi

(making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu

oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi

kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran,

yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan

meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.

Mengacu hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka

kematian ibu periode dua dasawarsa seperti terlihat pada gambar 4.2. dimana

angka kematian menunjukan adanya penurunan dari tahun ketahun, namun tejadi

kenaikan kembali pada periode tahun 2007 – 2012. Jika dilihat dari hasil Sensus

Penduduk Tahun 2010, angka kematian ibu Provinsi Kalimantan Barat adalah

sebesar 240 per 100.000 Kelahiran Hidup, sedang untuk nasional sebesar 259 per

100.000 kelahiran hidup. Hal ini berarti bahwa angka kematian ibu di Kalimantan

Barat telah menunjukan adanya penurunan yang sangat signifikan, dimana dalam

dua dasawarsa, baru pada tahun 2012 inilah angka kematian ibu di Kalimantan

Barat berada dibawah angka nasional, baik dibandingkan dengan hasil SDKI

maupun hasil Sensus Penduduk.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

29

Gambar 4.2

Angka Kematian Ibu (AKI) Nasional

Tahun 1994 - 2012

Sumber : SDKI 1994, 1997, 2002, 2007 dan 2012.

Sedang, jika dilihat berdasarkan kasus kematian maternal yang terjadi pada

tahun 2013 di Provinsi Kalimantan Barat, tercatat sebanyak 96 kasus kematian

ibu, dengan rincian sebanyak 3 kasus kematian ibu hamil, 90 kasus kematian ibu

pada saat persalinan serta sebanyak 3 kasus kematian ibu nifas. Sehingga jika

dihitung angka kematian ibu maternal dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak

90.117, maka kematian ibu maternal di provinsi Kalimantan Barat pada tahun

2013 adalah sebesar 107 per 100.000 kelahiran hidup.

4.1.1.3. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak berusia 0-

5 tahun (59 Bulan) selama satu tahun tertentu per 1.000 anak umur yang sama

pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi).

AKABA menggambarkan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh

terhadap kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan

kecelakaan.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

30

AKABA Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan hasil SDKI berturut-turut

mulai tahun 1994 adalah 93 per 1.000 Kelahiran Hidup, turun menjadi 88,2 per

1.000 Kelahiran Hidup pada tahun 1997, turun menjadi 63 per 1.000 Kelahiran

Hidup pada tahun 2003, turun menjadi 59 per 1.000 Kelahiran Hidup pada tahun

2007, dan menurun kembali menjadi 37 per 1.000 Kelahiran Hidup pada tahun

2012. Angka ini lebih rendah dari rata-rata angka kematian balita secara nasional

yaitu 40 per 1.000 Kelahiran Hidup. Meskipun demikian, jika dibandingkan

dengan target yang akan dicapai pada tahun 2015 sesuai dengan MDGs yaitu

sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup, maka AKABA Kalimantan Barat masih

tinggi. Dengan demikian, meskipun terjadi penurunan angka kematian balita di

provinsi Kalimantan Barat dan hasil yang dicapai cukup menggembirakan, namun

masih perlu ditingkatkan kegiatan yang menunjang penurunan angka kematian

Balita.

Gambar 4.3

Angka Kematian Balita Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 1994 – 2013

Sumber : SDKI 1994; 1997; 2002-2003; 2007; 2012

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

31

4.1.1.4. Angka Harapan Hidup

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial

ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan angka harapan hidup

penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui

Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses

terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,

mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan

dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.

Angka Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun hidup

yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x,

pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan

masyarakatnya.

Angka harapan hidup saat lahir adalah rata – rata hidup yang akan dijalani oleh

bayi yang baru lahir pada tahun tertentu.

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan

meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Umur Harapan Hidup

yang rendah di suatu daerah, harus diikuti dengan program pembangunan

kesehatan dan program sosial lainnya, termasuk kesehatan lingkungan,

kecukupan gizi dan kalori serta program pemberantasan kemiskinan.

Meningkatnya Angka Harapan Hidup secara tidak langsung juga

memberi gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat

kesehatan masyarakat serta turut berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan

Manusia (IPM).

Dilihat dari tahun ke tahun, Angka Harapan Hidup di Kalimantan Barat

terjadi peningkatan. Angka Harapan Hidup tahun 2008 berdasarkan Data yang

dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat adalah 66,3,

kemudian meningkat menjadi 66,45 pada tahun 2009, meningkat kembali

menjadi 66.6 pada tahun 2010, 66.75 pada tahun 2011 dan menjadi 66.92 pada

tahun 2012, sedangkan untuk tahun 2013, sampai profil ini disusun, BPS

Kalimantan Barat belum mempublikasikan angka umur harapan. Secara berurutan

kecenderungan peningkatan umur harapan hidup di Kalimantan Barat dapat

dilihat pada Gambar 4.4.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

32

Gambar 4.4

Umur Harapan Hidup Penduduk KalimantanBarat

Tahun 2008 - 2012

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat

4.1.1.5.Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan manusia adalah proses agar manusia mampu memiliki lebih

banyak pilihan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik

dan sebagainya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang

menggabungkan tiga aspek penting, yaitu peningkatan kualitas fisik (kesehatan),

intelektualitas (pendidikan), dan kemampuan ekonominya (daya beli) seluruh

komponen masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Indeks Pembangunan

Manusia adalah mengukur pencapaian keseluruh negara atau provinsi. Dengan

demikian IPM mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi

di negara atau provinsi tertentu. IPM direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu

umur panjang dan sehat (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup yang

layak (standard of living). Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi

umur panjang dan sehat adalah angka harapan hidup. Untuk mengukur dimensi

pengetahuan adalah angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

33

dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli (purchsing power

parity/PPP).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Barat Tahun 2012

adalah sebesar 70,31 point, lebih besar dibanding tahun 2011 sebesar 69,66 point,

atau mengalami reduksi shortfall sebesar 2,13 persen, yang artinya

kemajuan/kecepatan kinerja pembangunan manusia Kalimantan Barat menuju

ideal (100 point) sebesar 2,13 persen pertahun. Dengan kenaikan reduksi shortfall

tersebut, sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Badan Pusat Statistik

Provinsi Kalimantan Barat, maka Provinsi Kalimantan Barat telah mengalami

kemajuan kinerja pembangunan tercepat no 4 terbesar setelah Provinsi

Kalimantan Selatan (2,17%), Provinsi Jawa Timur (2,36%) dan Provinsi Bali

(2,41%).

Gambar. 4.5.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Barat Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2010 – 2012

2009 2010 2011 2012 2009-2010 2010-2011 2011-2012

6100 KALIMANTAN BARAT 68,79 69,15 69,66 70,31 1,17 1,65 2,13

6101 Sambas 64,46 64,93 65,80 66,19 1,34 2,45 1,14

6102 Bengkayang 67,18 67,55 67,98 68,50 1,12 1,31 1,62

6103 Landak 67,21 67,55 68,16 69,05 1,03 1,86 2,80

6104 Pontianak 68,41 68,75 69,07 69,42 1,09 1,01 1,15

6105 sanggau 68,19 68,55 68,97 69,50 1,13 1,34 1,70

6106 Ketapang 67,41 67,89 68,63 69,05 1,49 2,30 1,35

6107 Sintang 68,00 68,31 68,77 69,14 0,95 1,45 1,19

6108 Kapuas Hulu 69,79 70,03 70,38 70,52 0,80 1,16 0,45

6109 Sekadau 66,63 66,99 67,52 68,47 1,08 1,59 2,92

6110 Melawi 68,45 68,67 69,01 69,39 0,70 1,07 1,21

6111 Kayong Utara 65,07 65,38 65,75 66,19 0,90 1,05 1,30

6112 Kubu Raya 66,77 67,56 68,06 68,86 2,35 1,55 2,50

6171 Kota Pontianak 72,41 72,96 73,43 74,21 1,97 1,74 2,96

6172 Kota Singkawang 68,47 68,86 69,21 69,77 1,24 1,13 1,81

Redukasi

ShortfallKode Provinsi

Redukasi

Shortfall

Redukasi

Shortfall(tahun)

IPM

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat

Gambar 4.5 terlihat secara rinci angka IPM kabupaten/kota, IPM Kota

Pontianak menempati urutan tertinggi yaitu sebesar 74,21 point dan diikuti

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

34

Kabupaten Kapuas Hulu 70,52 point. Sedangkan 12 (dua belas) kabupaten/kota

lainnya masih berada dibawah angka Provinsi Kalimantan Barat, namun sudah

berada pada status pembangunan katagori menengah (66 ≥ IPM ≤ 80).

Kabupaten/kota yang mencapai reduksi shortfall tertinggi bahkan melampaui

angka Provinsi Kalimantan Barat yaitu Kota Pontianak (2,5%), Kabupaten

Sekadau (2,92%), Kabupaten Landak (2,8%), dan Kabupaten Kubu Raya (2,5%).

Secara lengkap Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Barat menurut

kabupaten/kota dapat dilihat pada gambar 4.5.

Dari sisi perencanaan pembangunan, angka IPM yang semakin tinggi

menunjukkan keberhasilan di dalam pembangunan sumber daya manusia,

sebaliknya angka IPM yang semakin rendah menunjukkan kekurang berhasilan di

dalam pembangunan sumber daya manusia. Secara lengkap Indeks Pembangunan

Manusia Kalimantan Barat dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 dapat

dilihat pada gambar 4.6.

Gambar. 4.6.

Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Barat

Tahun 2008 - 2013

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

35

4.1.2. MORBIDITAS

4.1.2.1. Malaria

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia

plasmodium terdiri dari empat spesies, yaitu plasmodium falciparum,

plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium ovale. Plasmodium

falciparum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan

kematian. Keempat spesies plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu

plasmodium falciparum yang meyebabkan malaria tropika, plasmodium vivax

yang menyebabkan malaria tertiana, plasmodium malariae yang menyebabkan

malaria kuartana dan plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale

(Soedarmo, dkk., 2008).

Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopheles betina yang

sebelumnya terinfeksi. Pada keadaan lain, malaria berkembang pasca-penularan

transplasenta atau sesudah transfusi darah yang terinfeksi. Masa inkubasi (antara

gigitan nyamuk yang terinfeksi dan adanya parasit dalam darah) bervariasi sesuai

dengan spesies; pada P. falciparum masa inkubasinya 10 – 13; pada P.vivaks dan

P. ovale, 12 – 16 hari; dan pada P. malariae 27 – 37 hari, tergantung pada ukuran

inokulum. Malaria yang ditularkan melalui tranfusi darah yang terinfeksi nampak

nyata pada waktu yang lebih pendek (Nelson, 2000).

Penyakit Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Berdasarkan rekapitulasi Profil Kabupaten/Kota Tahun 2013 (tabel 24)

terdapat 64.036 kasus suspect (dengan pemeriksaan sediaan darah + klinis), dan

terdapay 2.217 penderita dengan kriterian malaria positif. Dengan demikian,

berdasarkan kasus penderita malaria positif, maka angka kesakitan malaria di

Kalimantan Barat adalah 0,5 per 1.000 penduduk. Hal ini berati bahwa dari

setiap 1.000 penduduk terdapat kurang dari 1 orang yang terjangkit penyakit

Malaria.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, Insiden Malaria

pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9 persen menurun dibanding tahun

2007 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami peningkatan tajam jumlah

penderita malaria (gambar 4.7). Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0 persen.

Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8% dan

28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%),

Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%) (tabel 6.9).

Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

36

angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di Jawa-Bali

merupakan daerah dengan prevalensi malaria lebih rendah dibanding provinsi

lain, tetapi sebagian kasus malaria di Jawa-Bali terdeteksi bukan berdasarkan

diagnosis oleh tenaga kesehatan.

Gambar 4.7.

Insiden dan Prevalensi Malaria Menurut Provinsi

Di Indonesia Tahun 2013

Sumber : Laporan Riskesdas Tahun 2013

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

37

4.1.2.2. TB Paru

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat

infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang,

dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh

orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan

yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.

Berdasarkan laporan seksi Bimdal Pemberantasan Penyakkit Dinas

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, tercatat jumlah kasus baru TB Paru

sebanyak 4.806 kasus dengan angka insidens 103,55 per 100.000 penduduk.

Sedang untuk persentase kesembuhan penderita TB Paru dengan BTA positif di

Kalimantan Barat adalah sebesar 91,84, dengan rincian dari 4.633 penderita yang

diobati, sebanyak 4.255 penderita dinyatakan sembuh. (tabel 12). Adapun untuk

persentase kesembuhan penderita TB berturut-turut dari tahun 2009 dapat dilihat

pada gambar 4.8

Gambar. 4.8.

Persentase Kesembuhan Pengobatan TB Paru

Tahun 2009 – 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Kota dan

Laporan Seksi Bimdal P2 Penyakit Dinas Kesehatan Prov. Kalbar

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengenai Penyakit

Tuberkulosis paru, didapatkan bahwa bahwa untuk tahun 2013, lima provinsi

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

38

dengan TB paru tertinggi berbedlah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%), DKI

Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%). Hasil

ini tidak berbeda dengan hasil riskesdas tahun 2007.

4.1.2.3. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus Infection / Acquired

Immunodeficiency Syndrome)

Pada tahun 2013, di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan Laporan

Bidang Bina Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2PL) Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat, kasus HIV sebesar 438 kasus, sedang AIDS ada

sebesar 334 kasus, dengan jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 9 orang.

Secara lengkap distribusi penyebaran kasus HIV AIDS menurut kabupaten/Kota

Tahun 2013 di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada gambar 4.9.

Gambar. 4.9.

Distribusi Kasus HIV AIDS Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2009 – 2013

Sumber : Laporan BIdang P2PL

Secara komulatif, Berdasarkan laporan Bidang P2PL, sejak tahun 1993

sampai dengan tahun 2013 tercatat sebanyak 4.252 penderita HIV dan 2.163

orang penderita AIDS, dengan 522 penderita AIDS yang meninggal.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

39

4.1.2.4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Acute Flaccid Paralysis (AFP) dapat diartikan sebagai lumpuh

layuh mendadak yaitu gejala lumpuh yang terjadi secara cepat

(mendadak atau akut), dengan sifat kelumpuhannya adalah lemas

(layuh atau paralitik yang tidak disebabkan oleh ruda paksa). Sifat akut diartikan

dengan lama waktu mulai sakit demam, pilek sampai dengan

berlangsung cepat berkisar antara 1-14 hari.

Kejadian AFP diproyeksikan sebagai indikator untuk menilai keberhasilan

program Eradikasi Polio (Erapo). Upaya pemantauan terhadap keberhasilan Erapo

yaitu dengan melaksanakan kegiatan ” Surveilans Secara Aktif ” untuk

menemukan kasus lumpuh layuh mendadak pada usia <15 tahun (AFP)

sebagai upaya untuk mendeteksi secara dini munculnya virus polio liar yang

mungkin ada di masyarakat untuk segera dilakukan penanggulangannya.

Tahun 2013, berdasarkan hasil rekapitulasi data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2013 (tabel 9) terdapat 32 kasus AFP atau sebesar 2,29 per

100.000 penduduk berisiko (usia < 15 tahun). Dibandingkan dengan tahun 2012,

dimana angka AFPnya sebesar 1,94 per 100.000 penduduk usia < 15 tahun, maka

pada tahun 2013 di Kalimantan Barat mengalami peningkatan. Sedang dilihat

dari kasus AFP tahun 2012, angka AFP Kalimantan Barat belum mencapai target

SPM sesuai yang direncanalan yaitu ≥ 2 per 100.000 anak usia < 15 tahun. Angka

AFP berturut-turut dari tahun 2010 s.d tahun 2013 dapat dilihat pada gambar

4.10.

Gambar. 4.10.

Angka Acute Flaccid Paralysis (AFP) Tahun 2010-2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2013

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

40

4.1.2.5. DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus

akut yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan

ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manivestasi perdarahan dan bertendensi

menimbulkan shock dan kematian. Penyakit DBD ini ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes Aegypti dan mungkin juga Aedes Albopictus.

Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia

kecuali di ketinggian lebih 1.000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi

penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit DBD dapat menyerang

semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit DBD lebih banyak menyerang

anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan

kenaikan proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada orang dewasa

(Faziah, 2004).

Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah endemik untuk penyakit

DBD, hal ini disebabkan karena letak geografis Kalimantan Barat yang sebagian

besar merupakan dataran rendah dan merupakan daerah rawa. Di samping itu,

budaya masyarakat perkotaan di Kalimantan Barat cenderung menyimpan

persediaan air pada tempat-tempat penampungan air di sekitar rumahnya. Hal ini

akan menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes Aegypti yang paling disukai.

Gambar 4.11.

Jumlah Kasus DBD Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

41

Gambar 4.11. memperlihatkan bahwa kasus DBD pada tahun 2013

terbanyak ada di Kabupaten Ketapang yaitu sebanyak 207 (24,7%) kasus dari 838

total kasus di Kalimantan Barat, kemudian disusul oleh Kabupaten Kubu Raya

sebanyak 127 (15,16%) kasus dan Kota Pontianak sebanyak 100 (11,93) kasus.

Sedang untuk Kabupaten/Kota lainnya masih berada di bawah 10% dari total

kasus yang ada.

Gambar 4.12.

Jumlah Kasus DBD di Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2009 - 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2013

Di Provinsi Kalimantan Barat dalam kurun waktu lima tahun terakhir

terjadi kasus DBD yang cukup fluktuatif, berturut-turut mulai tahun 2009 kasus

yang sangat tinggi yaitu 9.710 kasus dengan angka kesakitan 225 per 100.000

penduduk, kemudian pada tahun 2010, terjadi penurunan kasus yang cukup tajam

dari tahun sebelumnya menjadi 677 kasus dengan angka kesakitan 15 per 100.000

penduduk dan penderita meninggal sebanyak 13 orang (CFR 1,9%). Pada tahun

2011 kembali terjadi kenaikan kasus menjadi 784 kasus dengan angka kesakitan

sebesar 17,5 per 100.000 penduduk dan penderita meninggal sebanyak 10 orang

(CFR 1,3%). Pada tahun 2012 menjadi 1.614 kasus dengan angka kesakitan

sebesar 35,5 per 100.000 penduduk dan penderita meninggal sebanyak 22 orang

(CFR 1,4%). Pada tahun 2013 kembali terjadi penurunan kasus menjadi 838

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

42

kasus dengan angka kesakitan 18,1 per 100.000 penduduk dan penderita meinggal

sebanyak 14 orang (CFR 1,7%). Kecenderungan kasus DBD dari tahun ke tahun

dapat dilihat pada gambar 4.12.

4.1.3. STATUS GIZI

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui beberapa indikator, diantaranya

adalah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status Gizi balita, status

gizi wanita usia subur Kurang Energi Kronis (KEK).

4.1.3.1. Gizi Buruk

Status Gizi merupakan suatu indikator yang sangat penting untuk menilai

status indikator derajat Kesehatan Masyarakat. Gizi buruk adalah suatu istilah

teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi

buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.

Anak balita sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan

membandingkan antara berat badan menurut umurnya dengan rujukan (standar)

yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar,

anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang.

Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk. Gizi buruk yang disertai

dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor. Sementara itu,

pengertian di masyarakat tentang ”Busung Lapar” adalah tidak tepat. Sebutan

”Busung Lapar” yang sebenarnya adalah keadaan yang terjadi akibat kekurangan

pangan dalam kurun waktu tertentu pada satu wilayah, sehingga mengakibatkan

kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan, yang pada akhirnya berdampak pada

kondisi status gizi menjadi kurang atau buruk dan keadaan ini terjadi pada semua

golongan umur. Tanda-tanda klinis pada ”Busung Lapar” pada umumnya sama

dengan tanda-tanda pada marasmus dan kwashiorkor. Anak kurang gizi pada

tingkat ringan dan atau sedang tidak selalu diikuti dengan gejala sakit. Dia seperti

anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan

seksama badannya mulai kurus.

Berdasarkan hasil laporan program gizi Dinas Kesehatan Provinsi

Kalimantan Barat Tahun 2013, dari seluruh Kabupaten/Kota yang ada terdapat

kasus gizi buruk sebanyak 290 kasus (table 45). Angka tersebut didapatkan dari

laporan kasus dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis kasus gizi buruk. Sedang

kasus gizi buruk yang berasal dari banyaknya Balita yang ditimbang berdasarkan

Pemantauan Status Gizi (PSG) adalah sebanyak 3.483 kasus dari 103.886 Balita

yang ditimbang (3,35%).

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

43

Gambar 4.13.

Kasus Gizi Buruk Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Gambar 4.13. merupakan gambaran penyebaran kasus gizi buruk di

Kalimantan Barat tahun 2013, kasus gizi buruk terbanyak ada di Kabupaten

Ketapang yaitu sebanyak 44 kasus, diikuti oleh Kota Pontianak sebanyak 43

kasus, Kabupaten Kapuas Hulu 34 kasus dan Kabupaten Mempawah 33 kasus.

Kabupaten lainnya rata-rata masih dibawah 30 Kasus. Dilihat dari gizi buruk yang

mendapat perawatan, seluruh balita gizi buruk mendapat perawatan sesuai

prosedur tatalaksana gizi buruk, kecuali Kabupaten Ketapang, dimana dari 44

kasus gizi baruk, 43 diantaranya mendapatkan perawatan (99,7%).

Hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi berat-kurang (underweight) secara

nasional adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi

kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %)

dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi

gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7

persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9 persen dari

2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5 persen

maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1

persen dalam periode 2013 sampai 2015.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

44

4.1.3.2. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang

belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas,

artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB)

lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500

gram. "Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi

sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya

kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang

menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang." (Pringgardani, SpA).

Berat Badan Lahir Rendah (< 2.500 gram) merupakan salah satu faktor

utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan nenonatal. Barker dkk

dalam Hardiansyah dkk (2000) mengungkapkan bahwa BBLR mempunyai

dampak yang kompleks sampai usia dewasa antara lain meningkatkan resiko

terkena penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, gangguan metabolik dan

kekebalan tubuh serta katahanan fisik yang resultantenya adalah beban ekonomi

individu dan masyarakat.

Gambar 4.14.

Persentase Bayi dan BBLR

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 – 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Di Kalimantan Barat sebagaimana gambar 4.14. menunjukan bahwa sejak

tahun 2009, persentase bayi BBLR cenderung mengalami penurunan meskipun

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

45

tidak terlalu signifikan penurunannya, dan di tahun 2013 kembali terjadi

peningkatan BBLR. Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan rekapitulasi data

profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2013 , terdapat 1.862 bayi dengan BBLR

dari 78.680 bayi lahir hidup yang ditimbang (2,37%).

Hasil Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi bayi dengan berat badan

lahir rendah (BBLR) berkurang dari 11,1% persen tahun 2010 menjadi 10,2

persen tahun 2013. Variasi antar provinsi sangat mencolok dari terendah di

Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%).

Menurut kelompok umur, persentase BBLR tidak menunjukkan pola

kecenderungan yang jelas. Persentase BBLR pada perempuan (11,2%) lebih

tinggi daripada laki-laki (9,2%), namun persentase berat lahir ≥4000 gram pada

laki-laki (5,6%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (3,9%). Menurut

pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan terlihat adanya kecenderungan

semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah

prevale nsi BBLR. Menurut jenis pekerjaan, persentase BBLR tertinggi pada anak

balita dengan kepala rumah tangga yang tidak bekerja (11,6%), sedangkan

persentase terendah pada kelompok pekerjaan pegawai (8,3%). Persentase BBLR

di perdesaan (11,2%) lebih tinggi daripada di perkotaan (9,4%).

4.2. KEADAAN LINGKUNGAN

Untuk menggambarkan keadaan lingkungan di Provinsi Kalimantan

Barat, berikut ini disajikan indikator-indikator persentase rumah sehat,

tempat-tempat umum sehat, serta sarana sanitasi dasar seperti air bersih,

pembuangan air limbah dan kepemilikan jamban.

4.2.1. Rumah Sehat

Rumah sehat dinilai dengan menggunakan indikator komposit 8 – 10

indikator tunggal PHBS yaitu : Pertolongan Persalinan nakes, Aktif secara fisik,

Jamban sehat, lantai rumah bukan tanah, ASI eksklusif, Konsumsi sayur dan

Buah, Akses air bersih, Tidak merokok, JPK dan Luas hunian > 9 m2 per orang

(Depkes RI, 2005). Suatu rumah tangga dikatakan sehat jika memenuhi semua

indkator PHBS (8-10 indikator).

Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2013, kepadatan hunian

merupakan salah satu persyaratan rumah sehat. Dalam Keputusan Menteri

Kesehatan no 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan

Perumahan, disebutkan bahwa kepadatan hunian lebih dari atau sama dengan 8

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

46

m2 per orang dikategorikan sebagai tidak padat. Proporsi rumah tangga di

Indonesia yang termasuk ke dalam kriteria tidak padat sebesar 86,6%. Lima

provinsi dengan proporsi tertinggi untuk rumah tangga dengan kategori tidak

padat (≥8m2/orang) adalah Jawa Tengah (96,6%), DI Yogyakarta (94,2%),

Lampung (93,1%), Bangka Belitung (92,8%) Jambi (92,6%). Lima provinsi

terendah adalah Papua (55,0%), NTT (64,0%), DKI Jakarta (68,3%), Gorontalo

(69,0%), dan Maluku (72,7%).

Untuk Kalimantan Barat, berdasarkan data profil kesehatan

Kabupaten/Kota Tahun 2013 (Tabel 62), dari 333.613 Rumah Tangga yang

diperiksa, terdapat 209.702 (62,9%) rumah tangga diantaranya merupakan rumah

tangga sehat. Kecenderungan persentase rumah sehat lima tahun terakhir dapat

dilihat pada gambar 4.15.

Gambar 4.15.

Persentase Rumah Sehat

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 – 2013

Sumber : Sie. Bimdal PL Dinkes Prov. Kalbar

4.2.2. Jamban Keluarga

Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia

menggunakan fasilitas BAB milik sendiri (76,2%), milik bersama (6,7%), dan

fasilitas umum (4,2%). Lima provinsi tertinggi untuk proporsi rumah tangga

menggunakan fasilitas BAB milik sendiri adalah Riau (88,4%), Kepulauan Riau

(88,1%), Lampung (88,1%), Kalimantan Timur (87,8%), dan DKI Jakarta

(86,2%). Meskipun sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki fasilitas

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

47

BAB, masih terdapat rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB sehingga

melakukan BAB sembarangan, yaitu sebesar 12,9 persen. Lima provinsi rumah

tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB/BAB sembarangan tertinggi adalah

Sulawesi Barat (34,4%), NTB (29,3%), Sulawesi Tengah (28,2%), Papua

(27,9%), dan Gorontalo (24,1%).

Berdasarkan karakteristik, proporsi rumah tangga yang menggunakan

fasilitas BAB milik sendiri di perkotaan lebih tinggi (84,9%) dibandingkan di

perdesaan (67,3%); sedangkan proporsi rumah tangga BAB di fasilitas milik

bersama dan umum maupun BAB sembarangan di perdesaan (masing-masing

6,9%, 5,0%, dan 20,8%) lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan (6,6%,

3,5%, dan 5,1%).

Gambar 4.16.

Persentase Rumah Tanggan Memiliki Jamban

Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2009 – 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Di Kalimantan Barat pada tahun 2013berdasarkan hasil rekapitulasi

data profil kesehatan Kabupaten/Kota, dari 363.318 rumah tangga yang

diperiksa, ada sebesar 250.457 (68,9%) rumah tangga yang memiliki

Jamban, dan ada sebesar 75,1% dari rumah tangga yang memiliki jamban

dengan kriteria sehat. Kepemillikan jamban sehat dalam kurun waktu empat

tahun terakhir dapat dilihat pada gambar 4.16.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

48

4.2.3. Tempat-Tempat Umum Sehat

Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM)

merupakan suatu sarana yang dikunjungi oleh banyak orang sehingga

dikhawatirkan dapat menjadi sumber penyebaran penyakit. Yang termasuk

TUPM antara lain adalah hotel, restoran, pasar dan lain-lain. Adapun TUPM

yang dapat dikategorikan sehat adalah TUPM yang memiliki sarana air bersih,

tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi yang baik

serta luas yang sesuai dengan banyaknya pengunjung.

Pada Tahun 2013, di Kalimantan Barat berdasarkan rekapitulasi data profil

kesehatan Kabupaten/Kota, dari keseluruhan tempat-tempat umum yang diperiksa

sebanyak 7.533 tempat-tempat umum, sebesar 5.655 (75,1%) diantaranya

merupakan tempat-tempat umum yang telah dinyatakan sehat. Hal ini berarti terjadi

peningkatan tempat-tempat umum sehat dibandingkan dengan tahun 2012 dimana

persentase tempat-tempat umum sehat sebesar 69,7%.

4.3. PERILAKU MASYARAKAT

Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam

menentukan derajat kesehatan adalah perilaku. Perilaku dianggap penting

karena ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan

maupun genetika kesemuanya masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Selain

itu, banyak penyakit yang muncul pada saat ini disebabkan karena perilaku yang

tidak sehat. Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan akan tetapi

mutlak diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

4.3.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Rumah Tangga Berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan

salah satu pilar Indonesia dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Diantara salah satu sub sistem dalam SKN adalah sub sistem pemberdayaan

masyarakat. Tujuan dari pemberdayaan masyarakat adalah terselenggaranya

upaya pelayanan, advokasi dan pengawasan sosial oleh perorangan, kelompok,

dan masyarakat dibidang kesehatan secara efesien dan efektif guna meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pemberdayaan perorangan

mempunyai target minimal mempraktekan perilaku Hidup bersih dan Sehat

(PHBS) yang diteladani oleh keluarga dan masyarakat sekitar dan target

maksimal berperan aktif sebagai kader kesehatan dalam menggerakan masyarakat

untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

49

Gambar 4.17.

Persentase Rumah Tangga Ber PHBS

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 – 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Dari hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2013

pada Tabel 61, menunjukan bahwa di Kalimantan Barat dari 153.379 rumah

tangga yang dipantau, sebesar 83.809 (54,6%) merupakan Rumah Tangga ber

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kecenderungan persentase rumah

tangga ber PHBS lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar 4.17.

4.3.2. Posyandu

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat berbagai upaya dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada

di masyarakat telah lama dilakukan dalam bentuk Upaya Kesehatan Bersumber

Daya Masyarakat (UKBM). Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang

telah lama di kembangkan untuk menjangkau pelayanan kesehatan bagi

masyarakat.

Pencapaian persentase posyandu aktif di tingkat kabupaten/kota dapat

dilihat pada Gambar 4.18. Pada gambar tersebut terlihat bahwa pencapaian

Kalimantan Barat untuk posyandu aktif pada pada tahun 2013 adalah sebesar

19,9%. Pencapaian tertinggi dicapai oleh Kabupaten Sintang sebesar 35,9% dan

pencapaian terendah di Kabupaten Sekadau (1,5%).

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

50

Gambar 4.18.

Persentase Posyandu Aktif (Purnama + Mandiri )

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun Tahun 2013

4.4. PELAYANAN KESEHATAN

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, berbagai upaya pelayanan kesehatan

masyarakat telah dilakukan. Dibawah ini diuraikan beberapa hal mengenai upaya

pelayanan kesehatan pada Tahun 2013.

4.4.1. Pelayanan Antenatal (K1-K4)

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan

profesional (dokter, bidan maupun perawat) kepada ibu hamil dimasa

kehamilannya dengan mengikuti program pedoman pelayanan antenatal yang ada

dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil kegiatan antenatal

dapat dilihat berdasarkan cakupan pelayanan K1 dan K4.

Cakupan K1 atau disebut juga akses pelayanan ibu hamil,

menggambarkan besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan

Kalbar : 19,9%

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

51

pertama/kontak pertama dengan tenaga kesehatan/ fasilitas kesehatan untuk

mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator akses ini digunakan untuk

mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program

dalam menggerakkan masyarakat.

Sedangkan cakupan K4 adalah besaran ibu hamil yang telah

mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar minimal empat kali kunjungan

selama masa kehamilannya dengan distribusi satu kali pada trimester pertama,

satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Indikator ini

berfungsi untuk menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu

wilayah dan untuk menggambarkan kemampuan manajemen ataupun

kelangsungan program KIA. Kecenderungan pencapaian cakupan K1 dan K4 di

Provinsi Kalimantan Barat dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 4.19.

Gambar 4.19.

Cakupan K-1 dan K-4 Prov. Kalbar

Tahun 2009 s.d 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Dengan melihat gambar 4.19. diketahui bahwa pencapaian cakupan, baik

K1 Ibu Hamil maupun K4 Ibu hamil terjadi kenaikan cakupan dari tahun ke

tahun. Namun demikian, jika dibandingkan dengan target cakupan K4

berdasarkan Permenkes RI Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Bidang

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

52

Kesehatan adalah sebesar 95%, cakupan K4 di Kalimantan Barat masih lebih

rendah.

Gambar 4.20.

Cakupan K-1 dan K-4 Menurut Kabupaten Kota

Tahun 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Indikator K1 ideal dan K4 yang merujuk pada frekuensi dan periode

trimester saat dilakukan ANC menunjukkan adanya keberlangsungan

pemeriksaan kesehatan semasa hamil. Setiap ibu hamil yang menerima ANC

pada trimester 1 (K1 ideal) seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara

berkelanjutan dari trimester 1 hingga trimester 3.

Pada gambar 4.20. dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun masih

terjadi kesenjangan antara cakupan K1 dan K4. Pada tahun 2013, untuk Provinsi

Kalimantan Barat terjadi kesenjangan antara cakupan K1 dan K4 sebesar 6,8%,

turun dari tahun sebelumnya dimana kesenjangannya berkisar 7,5%. Untuk

tingkat Kabupaten/Kota, kesenjangan (selisih) antara dua cakupan program

tersebut yang terbesar ada di Kabupaten Kayong Utara sebesar 20,1%, diikuti

oleh Kota Singkawang sebesar 18,4%, Kabupaten Mempawah 13,3%, Kabupaten

Sanggau 12,3%, Kabupaten Sekadau 10,9% dan Kabupaten Kubu Raya 10,2%.

Sedang untuk Kabupaten lainya kesenjangan yang terjadi masih dibawah 10%.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

53

Informasi yang didapat dari hasil Riskesdas 2013 adalah : Cakupan K1

secara nasional adalah 81,6 persen dengan cakupan terendah di Papua (56,3%)

dan tertinggi di Bali (90,3%). Cakupan K4 secara nasional adalah 70,4 persen

dengan cakupan terendah adalah Maluku (41,4%) dan tertinggi di DI Yogyakarta

(85,5%). Berdasarkan penjelasan di atas, selisih dari cakupan K1 ideal dan K4

secara nasional memperlihatkan bahwa terdapat 12 persen dari ibu yang

menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal

(K4).Sedangkan

Dengan kesenjangan yang cukup besar tersebut, baik dilihat dari data

profil kesehatan provinsi Kalimantan Barat maupun dari data Riskesdas 2013,

berarti masih ada ibu hamil yang tidak terlindungi secara maksimal dalam

proses kehamilannya selama tahun 2013. Dikemudian hari perlu tetap dilakukan

upaya yang lebih optimal agar kesenjangan yang terjadi antara cakupan K1

dengan K4 menjadi semakin kecil yang berarti bahwa perlindungan terhadap ibu

hamil semakin meningkat.

Informasi yang didapat dari hasil Riskesdas 2010 adalah, akses ibu hamil

tanpa memandang umur kandungan saat kontak pertama kali adalah 92,7persen

(K1), sedangkan akses ibu hamil yang memeriksakan kehamilan dengan

tenaga kesehatan pada trimester 1 (K1-trimester 1) adalah 72,3 persen. Adapun

cakupan akses ibu hamil dengan pola 1-1-2 (K4) oleh tenaga kesehatan saja

adalah 61,4 persen. Gorontalo menunjukkan angka terendah untuk K1-

trimester 1 (25,9%) dan K4 (19,7%). Ada kecenderungan cakupan K1 dan K4

yang rendah pada kelompok ibu hamil berisiko tinggi: umur <20 tahun, dan

>35 tahun; kehamilan ke 4 atau lebih; tinggal di pedesaan, tingkat pendidikan,

dan status ekonomi terendah.

4.4.2. Pertolongan Persalinan

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten merupakan

salah satu indikator MDGs target kelima. Tenaga kesehatan yang kompeten

sebagai penolong persalinan (linakes) menurut PWS-KIA adalah dokter spesialis

kebidanan dan kandungan, dokter umum dan bidan. Kementerian Kesehatan

menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan pada

tahun 2012 (Depkes, 2000c). Untuk mengukur kemajuan dalam mencapai target

ini, responden ditanya mengenai siapa saja yang menolong selama proses

persalinan. Dalam analisis Riskesdas, penolong persalinan dinyatakan dalam

penolong persalinan kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah. Penolong

persalinan dengan kualifikasi tertinggi apabila lebih dari satu penolong maka

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

54

dipilih yang paling tinggi. Penolong persalinan dengan kualifikasi terendah

apabila lebih dari satu penolong maka dipilih tenaga dengan kualifikasi yang

paling rendah.

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian

besar terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini dapat disebabkan

persalinan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

potensi kebidanan. Adapun definisi cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah Ibu bersalin yang

mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Gambar 4.21.

Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Kalbar

Tahun 2009 s.d Tahun 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013

Kecenderungan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi

Kalimantan Barat Tahun 2013 dapat dilihat pada gambar 4.21. Dari gambar

tersebut, terlihat bahwa cakupan pertolongan persalinan di Provinsi Kalimantan

Barat lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan.

Hasil riskesdas 2010 manyatakan bahwa Penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan pada ibu yang melahirkan setahun sebelum survey adalah 82,2 persen,

angka ini terus membaik jika dibandingkan dengan Susenas pada tahun 1990

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

55

yaitu 40,7 persen, dan tahun 2007 yaitu 75,4 persen. Pada tahun 2010,

kesenjangan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan berdasarkan tempat

tinggal cukup lebar, yaitu 91,4 persen di perkotaan dan 72,5 persen di perdesaan,

demikian juga menurut tingkat pengeluaran, dimana pada kuintil 1, penolong

persalinan oleh tenaga kesehatan hanya 69,3 persen dibanding pada kuintil 5 yaitu

94,5 persen. Menurut Provinsi, DI Yogyakarta adalah provinsi yang terbaik

(98,6%) dibanding Maluku utara (26,6%).

Gambar 4.22.

Cakupan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan

Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/KotaTahun 2013

Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di wilayah Provinsi Kalimantan

Barat berdasarkan hasil analisis dari profil kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2013

adalah 87,9%. Hasil ini masih lebih rendah dari target Standar Pelayanan

Minimal (SPM) 2010 – 2015 yaitu sebesar 90%. Pada gambar 4.22 terlihat bahwa

cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan paling tinggi adalah Kabupaten Kapuas

Hulu (102,3%), diikuti oleh Kota Pontianak (98,2%), dan Kabupaten Sambas

(91,5%. Dengan pencapaian tersebut, berarti Kabupaten Kapuas Hulu, Kota

Pontianak dan Kabupaten Sambas telah mencapai target SPM. Sedang yang

paling rendah adalah Kabupaten Melawi (69,2%). Secara keseluruhan, sebagian

besar kabupaten/kota (66,67%), pencapaian cakupan persalinan oleh tenaga

kesehatan di Provinsi Kalimantan Barat masih lebih rendah dari target SPM,

Target 90%

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

56

sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan cakupan di tahun 2013, sehingga

target SPM 2010 - 2015 dapat tercapai.

4.4.3. Pelayanan KB

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan data profil kesehatan

kabupaten/kota tahun 2013 (tabel 35) sebesar 874.617 dengan jumlah peserta

KB aktif sebesar 588.039 (67,23%) dan peserta KB Baru sebesar 133.508

(15,26%). Adapun untuk penggunaan alat kontrasepsi oleh peserta KB aktif

secara rinci dapat dilihat pada tabel 33 lampiran profil.

Dengan panjangnya usia reproduksi pada perempuan Indonesia, peran

penggunaan alat kontrasepsi menjadi sangat penting untuk mengatur kehamilan.

Pada tahun 2013 di Kalimantan Barat, penggunaan suntik sebagai alat untuk

menunda kehamilan paling banyak dipilih oleh Pasangan usia Subur (PUS) yaitu

sebanyak 45,9%, kemudian diikuti oleh penggunaan pil sebanyak 39,2%. Sedang

penggunaan MOP dan MOW merupakan alat kontrasepsi yang paling sedikit

diminati oleh PUS untuk menunda kehamilannya yaitu masing-masing sebesar

1,1% untuk MOW dan 0,6% untuk MOP.

Salah satu program terobosan Kementerian Kesehatan dalam upaya

melakukan percepatan penurunan angka kematian ibu adalah peningkatan KB

pasca persalinan. KB pasca salin adalah penggunaan metode kontrasepsi pada

masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan sebagai langkah untuk

mencegah kehilangan kesempatan ber-KB. Dalam Riskesdas 2013 menanyakan

tentang pelayanan KB yang diterima pada periode masa nifas sampai 42 hari

setelah melahirkan.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, cakupan pelayanan KB pasca salin di

Indonesia sebesar 59,6 persen dan bervariasi menurut provinsi, dengan rentang

26,0 persen (Papua) dan 73,2 persen (Bangka Belitung). Penerimaan pelayanan

KB pasca salin di perkotaan (60,9%) lebih besar daripada di perdesaan (58,3%).

Tidak ada kecenderungan bermakna menurut karakteristik lainnya

4.4.4. Pelayanan Imunisasi

Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan

suatu gambaran terhadap cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan imunisasi

secara lengkap dengan ditunjukan pada cakupan imunisasi campak. Bila cakupan

UCI dikaitkan dengan batasan wilayah tertentu (desa), hal ini berarti dalam

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

57

wilayah tersebut dapat diprediksi tingkat kekebalan masyarakat terhadap penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Gambar 4.23.

Cakupan Universal Child Immunization (UCI)

Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/KotaTahun 2013

Cakupan UCI tingkat provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2013 adalah

66,7%, menurun jika dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu 69,92%. Hal ini

perlu menjadi perhatian, karena berdasarkan indikator SPM bahwa pada periode

2010 – 2015 UCI di seluruh Provinsi di Indonesia harus mencapai 100%.

Pada lampiran profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2013 pada

gambar 4.23. terlihat bahwa pencapaian UCI terbesar ada pada Kabupaten

Sambas (88,6%), diikuti oleh Kabupaten Pontianak (82,1). Pencapaian UCI

terendah ada pada Kabupaten Kubu Raya, yaitu sebesar 37,1%, diikuti oleh

Kabupaten Kayong Utara sebesar 39,5%

Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis

B dan Imunisasi Campak yang dilakukan melalui pelayanan rutin Posyandu dan

fasilitas pelayanan kesehatan dasar lainnya. Berdasarkan pengolahan data profil

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

58

kesehatan kabupaten/kota tahun 2013 seperti terlihat pada gambar 4.24,

menunjukan bahwa cakupan imunisasi DPT + HB1 maupun campak dalam empat

tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan cakupan, meskipun untuk

Imunisasi DPT1+HB1 mengalami penurunan pada tahun 2010 dan 2011, namun

penurunnnya tidak terlalu besar. Sedang untuk tahun 2012 kembali terjadi

peningkatan cakupan, tetapi kembali mengalami penurunan di tahun 2013. Untuk

Campak relatif dari tahun ketahun mengalami peningkatan cakupan sejak tahun

2009 s.d tahun 2012, dan mengalami penurunan cakupan pada tahun 2013.

Gambar 4.24.

Cakupan Imunisasi DPT1 dan Campak

Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/KotaTahun 2013

Kasus Droup Out (DO) imunisasi Jika dilihat dari kecenderungan lima

tahun terakhir, terlihat adanya penurunan kasus DO dari tahun 2009 sampai tahun

2012, namun kembali terjadi kenaikan kasus pada tahun 2013. Selengkapnya

kecenderungan kasus DO dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar 4.24.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

59

Gambar 4.24.

Angka Droup Out (DO) Imunisasi

Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009-2013

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/KotaTahun 2013

4.4.5. Pemberian Kapsul Vit A

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting, berfungsi untuk

penglihatan, pertumbuhan dan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Secara

nasional masalah kekurangan vitamin A pada balita secara klinis sudah tidak

merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan

Agustus, sejak anak berusia enam bulan. Kapsul merah (dosis 100.000 IU)

diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk

anak umur 12-59 bulan.

Di Provinsi Kalimantan Barat, berdasarkan hasil pengolahan data dari

profil kesehatan kabupaten/kota, pada tahun 2013 menunjukkan bahwa

pencapaian cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi sebesar 63,1%,

pemberian vitamin A 2X pada balita sebesar 81,84% dan pemberian vitamin A

pada Ibu Hamil sebesar 73,95% (Tabel 32 lampiran profil kesehatan).

Hasil Riskesdas 2013, menunjukkan kecenderungan cakupan pemberian

kapsul vitamin A pada anak 6-59 bulan menurut propinsi pada tahun 2007 dan

2013. Cakupan pemberian vitamin A meningkat dari 71,5 persen (2007) menjadi

75,5 persen (2013). Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsul

vitamin A selama enam bulan terakhir tertinggi di Nusa Tenggara Barat (89,2%)

dan terendah di Sumatera Utara (52,3%).

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

60

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan dikelompokan dalam

sajian data dan informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan serta

alokasi anggaran kesehatan.

5.1. SARANA KESEHATAN

5.1.1. Tenaga Kesehatan

Dalam pembangunan kesehatan, faktor penggerak utamanya adalah

sumber daya manusia. SDM kesehatan yang berkualitas menentukan

keberhasilan dari seluruh proses pembangunan tersebut. Informasi tenaga

kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan tenaga serta pengelolaan

pegawai. Kesulitan memperoleh data ketenagaan yang mutakhir disebabkan

antara lain oleh sifat dari data ketenagaan yang selalu berubah dengan cepat dan

terus menerus dari waktu ke waktu.

Tabel : 5.1.

Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Jenis Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2013

1 Dr. Spesialis 195 1 : 23.802 4 6 278 -83

2 Dr. Umum 559 1 : 8.303 12 40 1.857 -1.298

3 Dr. Gigi 116 1 : 40.012 2 11 511 -395

4 Perawat 6.063 1 : 766 131 117 5.430 633

5 Bidan 2.824 1 : 1.644 61 100 4.641 -1.817

6 Apoteker/Sarjana Farmasi 196 1 : 23.681 4 10 464 -268

7 Asisten Apoteker 403 1 : 11.517 9 30 1.392 -989

8 SKM (Kesmas) 556 1 : 8.348 12 40 1.857 -1.301

9 Sanitarian 359 1 : 12.929 8 40 1.857 -1.498

10 Ahli Gizi 474 1 : 9.792 10 22 1.021 -547

12.486 1 : 372 269 20.190 -7.704

Kebutuhan

Tenaga

Kesehatan

Berdasarkan

Indikator IS

2010

Kekurangan

Tenaga

Kesehatan

Berdasarkan

IS 2010

JUMLAH (PROPINSI)

NO JENIS TENAGA

Jumlah

Tenaga

Kesehatan

tahun 2012

Ratio Tenaga

Kesehatan per

Jumlah

Penduduk

Ratio Tenaga

Kesehatan

per 100.000

Penduduk

Ratio tenaga

Kesehatan

Sesuai

Standar IS

2010

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/KotaTahun 2013

Dengan melihat tabel 5.1. berdasarkan jenis tenaga kesehatan, dapat

dijelaskan bahwa pada tahun 2013 di Kalimantan Barat, 1 orang tenaga dokter

spesialis menangani 23.802 penduduk, sedang menurut standar pada tahun 2010,

diharapkan 1 orang dokter spesialis menangani sekitar 16.667 penduduk.

Sehingga Dilihat dari ratio yang dicapai, maka ada kekurangan ratio Dokter

spesilias per 100.000 penduduk sebesar 2 dokter spesialis, atau sekitar 83 dokter

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

61

spesialis. Sehingga total dokter spesialis yang dibutuhkan untuk 4.641.434

penduduk berdasarkan target sebesar 6 dokter spesialis per 100.000 penduduk

adalah 2010 adalah 278 dokter spesialis.

Untuk dokter umum, terlihat bahwa 1 orang dokter menangani 8.303

penduduk, sedang menurut standar Indonesia sehat 2010, 1 orang dokter umum

malayani sekitar 2.500 penduduk, sehingga untuk mencapai target rasio dokter

umum terhadap 100.000 penduduk, Kalimantan Barat harus mempunyai 1.857

dokter umum.

Untuk dokter gigi, terlihat bahwa 1 orang dokter gigi menangani 40.012

penduduk, sedang menurut standar adalah 1 orang dokter gigi seharusnya

menangani sekitar 9.091 penduduk. Berdasarkan data tersebut, berarti di

Kalimantan Barat, untuk dokter gigi masih sangat kurang jumlahnya, yaitu sekitar

511 dokter gigi untuk memenuhi standar 11 dokter gigi per 100.000 penduduk.

Selengkapnya untuk tenaga kesehatan lainnya dapat dilihat pada tabel 5.1.

5.1.2. Sarana Pelayanan Kesehatan

Selain ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah dan kualifikasi yang

cukup, diperlukan juga dukungan sarana dan prasarana yang memadai agar

pelaksanaan pembangunan kesehatan dapat berjalan dengan baik.

Tahun 2013 jumlah sarana pelayanan kesehatan masyarakat di Provinsi

Kalimantan Barat terdiri dari 39 Rumah sakit sakit dan 237 puskesmas, yang

terdiri dari 102 Puskesmas perawatan dan 135 puskesmas non perawatan. Ratio

puskesmas terhadap 100.000 penduduk adalah 5,1 yang dapat diartikan bahwa

setiap Puskesmas di Kalimantan Barat rata-rata melayani sekitar 19.514

penduduk. Kota Singkawang merupakan wilayah dengan jangkauan penduduk

terbesar yaitu dimana 1 puskesmas melayani sekitar 39.899 penduduk, diikuti

oleh Kabupaten Kubu Raya dimana 1 puskesmas melayani 27.859 penduduk dan

Kota Pontianak dengan 1 puskesmas melayani 25.573 penduduk.

Puskesmas dengan jangkauan penduduk yang paling sedikit adalah di

Kabupaten Kapuas Hulu dimana 1 puskesmas menangani sekitar 10.300 pendu

duk, diikuti oleh kabupaten Kayong Utara dimana Puskesmasnya rata-rata

menangani 12.719 penduduk. Secara lengkap, ratio penduduk terhadap

Puskesmas dapat dilihat pada tabel 5.2.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

62

Tabel : 5.2.

Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Jenis Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 2013

1 2 3 4 5 6 7

1 KAB. SAMBAS 511.693 9 18 5,3 18.952

2 KAB. BENGKAYANG 229.659 3 14 7,4 13.509

3 KAB. LANDAK 347.142 12 4 4,6 21.696

4 KAB. PONTIANAK 245.227 2 12 5,7 17.516

5 KAB. SANGGAU 431.026 13 5 4,2 23.946

6 KAB. KETAPANG 457.930 8 16 5,2 19.080

7 KAB. SINTANG 384.544 6 14 5,2 19.227

8 KAB. KAPUAS HULU 236.909 16 7 9,7 10.300

9 KAB. SEKADAU 189.139 8 4 6,3 15.762

10 KAB. MELAWI 189.419 3 8 5,8 17.220

11 KAB. KAYONG UTARA 101.755 5 3 7,9 12.719

12 KAB. KUBU RAYA*) 529.312 9 10 3,6 27.859

13 KOTA PONTIANAK 588.185 5 18 3,9 25.573

14 KOTA SINGKAWANG 199.494 3 2 2,5 39.899

JUMLAH 4.641.434 102 135 5,1 19.584

Ratio

PendudukTerhad

ap Puskesmas

Jumlah

Penduduk

Ratio

Puskesmas

Terhadap

100.000

Pddk

No. Nama Puskesmas

Jenis Puskesmas

PerawatanNon

Perawatan

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

63

BAB VI

PENUTUP

Data dan Informasi merupakan sumber daya strategis bagi pimpinan dan

organisasi dalam pelaksanaan manajemen, maka penyediaan data dan informasi

yang berkualitas sangat diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan

keputusan juga sebagai alat monitoring dan evaluasi berjalannya kegiatan

sehingga menjadi lebih efesien dan efektif. Data dalam pembuatan Profil

Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat ini diperoleh melalui penyelenggaraan

sistem informasi kesehatan berdasarkan profil maupun draf data Profil Kesehatan

Kabupaten/Kota dan data dari masing-masing pemegang program.

Penyusunan profil kesehatan sebagai salah satu instrumen dalam

Sistem Informasi Kesehatan Daerah disadari maupun tidak, memegang

peranan penting bagi semua pihak yang terlibat dalam pembangunan.

Hal ini karena data dan informasi merupakan sumber daya strategis bagi

organisasi maupun individu dalam menjalankan sistem manajemen yaitu

dalam proses perencanaan sampai pengambilan keputusan. Keputusan yang

baik dapat dihasilkan apabila ditunjang dengan data yang akurat dan validitasnya

tidak diragukan.

Namun sangat disadari, sistem informasi kesehatan yang ada saat ini

belum berjalan sebagaimana yang diharapkan sehingga tidak dapat memenuhi

data dan informasi yang dibutuhkan, apalagi dalam era desentralisasi

pengumpulan data menjadi relatif lebih sulit didapatkan dari Kabupaten/Kota

yang berimplikasi terhadap ketepatan, kelengkapan maupun keakuratan data yang

dihasilkan. Hal ini menyebabkan data dan informasi yang disajikan pada profil

kesehatan provinsi saat ini belum sesuai dengan harapan.

Kedepan, berangkat dari permasalahan yang dihadapi dari penyusunan

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2013 ini, diharapkan

kesadaran dan peran serta aktif dari semua pihak untuk membenahi sistem

manajemen data agar kinerja dari masing-masing bidang dapat lebih terukur dan

memberikan gambaran yang lebih rinci dari pencapaian masing-masing program

serta kontribusinya bagi pencapaian visi dan misi pembangunan kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat.

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013

64

Namun demikian, diharapkan Profil Kesehatan Provinsi dapat

memberikan gambaran secara garis besar tentang seberapa jauh keadaan

kesehatan masyarakat yang telah dicapai.

Walaupun profil kesehatan provinsi sering kali belum mendapatkan

apresiasi yang memadai, karena belum dapat menyajikan data dan informasi yang

sesuai dengan harapan, namun profil ini merupakan salah satu publikasi data dan

informasi yang meliputi data pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan

Indikator MDGs 2015. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas

Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, perlu dicari terobosan dalam

mekanisme pengumpulan data dan informasi secara cepat agar dapat dihasilkan

informasi yang cepat, lengkap dan akurat, khususnya data dan informasi yang

bersumber dari Kabupaten/Kota.

Demikianlah Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 ini

disusun, kiranya dapat bermanfaat untuk semua pihak yang memerlukannya,

terutama jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat dan Lintas Sektor

terkait.

.

Pontianak, Oktober 2014