Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 1
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
PENGARUH MODAL KERJA TERHADAP
RENTABILITAS EKONOMI (Studi Kasus Pada PT TIMAH (Persero) Tbk)
FERY PANJAITAN
Accounting Program
STIE-IBEK Bangka Belitung
Pangkalpinang, Indonesia
Abstract-The research method used is a quantitative
analysis method with data for last 5 consecutive years, ie from
2006 until 2010 and using a simple regression analysis with the help of SPSS application. Based on the analysis, determination
coefficient obtained figures of 88%, in this case means 88% of
the Economic Rentability of the company, could be explained by
the variable Working Capital, while the remaining 12% is explained by other reasons such as companies policy and
implementation of the policy, planning and supervision
performed optimally. Based on T - Test, resulted tcount of X
variable in this case Working Capital is 4.695 with significant (sig) to 0.018 or a probability far below 0.05. Because the value
t count > t table or 4.695> 2.353, then H0 is rejected or accepted
H1, which means regression coefficient result is significant or
Working Capital is significantly positive effects on Economic Rentability. The result of these discussions can be concluded
that the increase in working capital will be able to improve the
economic rentability. In additional working capital to be done
with due regard to economy as a fair rate of return. Besides, if the company intends to increase its profits, an effort that could
be run by manage in other side, current assets and current
liabilities are optimalles, in addition to increased sales
company’s to be optimalized.
Keywords: Working Capital, Economic Rentability
I. PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh
pemerintah sekarang ini tidak lain bertujuan untuk
mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, antara lain
diwujudkan melalui kebijakan deregulasi diberbagai
bidang usaha. Dalam era deregulasi ini, pemerintah
mengurangi campur tangan secara langsung dalam
mengatur dan mengendalikan perekonomian, sifat dan
dinamika dunia usaha bersumber pada inisiatif,
kreativitas dan produktivitas dunia usaha sendiri.
Peranan mekanisme pasar di dalam kegiatan
ekonomi semakin besar, sehingga kalangan dunia usaha
dituntut untuk berpacu dalam memenangkan pasar
melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Untuk mewujudkan semua tuntutan tersebut
diperlukan suatu prinsip pengelolaan yang efektif dan
efisiensi serta produktif terhadap semua bagian yang ada
di perusahaan. Serta ditunjang oleh suatu tindakan
pengendalian yang efektif untuk mencegah timbulnya
penyimpangan yang mengganggu terhadap kinerja
perusahaan. Efisiensi operasi perusahaan akan
berperanan penting terhadap keberhasilan perusahaan
dengan adanya laju pertumbuhan penjualan yang
meningkat. Peningkatan laju pertumbuhan penjualan
membutuhkan adanya penambahan pembiayaan, baik
pembiayaan dalam aktiva lancar maupun aktiva tetap.
Perusahaan didirikan untuk memperoleh laba atau
keuntungan yang maksimum untuk menjaga
kelangsungan perusahaan. Oleh karena itu penggunaan
modal kerja perlu dikaitkan dengan peningkatan laba
usaha. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam
kegiatan usaha adalah volume penjualan yang memiliki
hubungan dengan pengaturan keuangan dalam aktiva
lancar dan utang lancar yang pengelolaannya sangat
tergantung dengan modal kerja. Masalahnya meliputi
usaha untuk mendapatkan, menyediakan dan
menggunakan modal yang diperlukan oleh perusahaan.
Sumber modal kerja itu sendiri dapat diperoleh dari
keuntungan perusahaan (modal sendiri) atau modal yang
berasal dari pinjaman-pinjaman. Untuk itu dalam
operasional perusahaan adalah terletak pada aspek
pengaturan keuangan.
PT Timah (Persero) Tbk merupakan salah satu
perusahaan industri yang bergerak dibidang
pertambangan yang mempunyai sifat terbuka atas
penyertaan saham-sahamnya. Oleh karena itu, dalam
pengelolaannya, khususnya aktiva lancar yang terdapat
dalam manajemen modal kerja adalah cara yang tepat
untuk digunakan dalam meningkatkan penjualan agar
perolehan laba perusahaan dapat meningkat. Dalam
upaya mewujudkan operasi perusahaan yang efisien,
ukuran keberhasilan belum cukup hanya dilihat dari
besarnya laba yang diperoleh, tetapi harus dilihat dari
rentabilitasnya. Usaha perusahaan harus diarahkan pada
pencapaian tingkat rentabilitas yang maksimal. Tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini yang didasarkan
pada rumusan masalah tersebut di atas adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan modal kerja pada
PT. Timah (Persero) Tbk.
2. Untuk mengetahui perkembangan rentabilitas
ekonomi yang pada PT. Timah (Persero) Tbk.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal kerja
terhadap rentabilitas ekonomi perusahaan pada PT
Timah (Persero) Tbk.
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 2
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
II. LANDASAN TEORI
Laporan Keuangan
Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap
perkembangan suatu perusahaan sangatlah perlu untuk
mengetahui kondisi keuangan perusahaan dan kondisi
keuangan suatu perusahaan akan dapat dilihat atau
diketahui dari laporan keuangan perusahaan yang terdiri
dari laporan Neraca (Balance Sheet), Laporan Rugi /
Laba (Income Statement), laporan Arus Kas (Cash Flow)
serta laporan-laporan keuangan lainnya.
Melakukan analisis terhadap pos-pos neraca akan
dapat diketahui atau akan diperoleh gambaran tentang
posisi keuangannya sedangkan analisis terhadap laporan
rugi/laba akan memberikan gambaran tentang hasil atau
perkembangan usaha suatu perusahaan yang
bersangkutan.
Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004),
pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut
“Bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan
keuangan yang lengkap biasanya meliputi Neraca,
Laporan Rugi/Laba, Laporan Perubahan Posisi Keuangan
(yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti
misalnya sebagai Laporan Arus Kas, atau Laporan Arus
Dana), catatan atau laporan lain serta materi penjelasan
yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan”.
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu
perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan
dengan data keuangan atau aktivitas perusahaan tersebut.
Laporan keuangan merupakan laporan yang sangat
penting yang disusun dengan maksud untuk menyediakan
informasi keuangan mengenai suatu perusahaan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan
pertimbangan didalam pengambilan keputusan. Melalui
laporan keuangan ini secara periodik dilaporkan
informasi penting mengenai suatu perusahaan yang
berupa :
1. Informasi mengenai sumber-sumber ekonomi dan
kewajiban serta modal perusahaan.
2. Informasi mengenai perubahan-perubahan dalam
sumber-sumber ekonomi netto atau kekayaan bersih
yang timbul dari aktiva usaha dalam rangka
memperoleh laba.
3. Informasi mengenai hasil usaha perusahaan yang
dapat dipakai sebagai dasar untuk menilai dan
membuat estimasi tentang kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba.
4. Informasi mengenai perubahan-perubahan dalam
sumber-sumber ekonomi dan kewajiban yang
disebabkan oleh aktivitas pembelanjaan dan investasi.
5. Informasi lainnya yang berhubungan dengan laporan
keuangan seperti kebijakan akuntansi yang dianut
oleh perusahaan.
Laporan keuangan tersebut disajikan kepada banyak
pihak yang berkepentingan dengan eksistensi perusahaan
termasuk manajemen (untuk mengelola perusahaan),
kreditur (untuk menilai kemungkinan akibat dari
pinjaman yang diberikan), pemerintah (untuk
perpajakan), dan lain sebagainya.
Komponen-komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan dampak
keuangan dan transaksi dan peristiwa lain yang
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut
karateristik ekonominya. Kelompok besar itu merupakan
komponen laporan keuangan, komponen yang berkaitan
secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan
dalam neraca adalah aktiva, hutang dan modal.
Sedangkan komponen yang berkaitan dengan kinerja
operasi perusahaan dalam laporan rugi/laba adalah
pendapatan dan biaya.
Neraca
Neraca atau sering disebut juga laporan posisi
keuangan merupakan suatu daftar/laporan yang
menggambarkan aktiva (harta kekayaan), hutang dan
modal yang dimiliki oleh perusahaan pada suatu saat
tertentu. Neraca memberikan informasi mengenai sumber
daya yang diperoleh suatu perusahaan, termasuk
informasi mengenai dari mana asal sumber daya tersebut.
Unsur-unsur neraca dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Aktiva/Harta (Assets)
Aktiva/harta merupakan sumber-sumber
ekonomi yang dimiliki oleh perusahaan yang biasanya
dinyatakan dalam satuan uang. Adanya sejumlah
aktiva/harta dalam susunan neraca, maka akan
memudahkan apabila harta ini diklasifikasikan
kedalam beberapa golongan. Klasifikasi yang berlaku
umum untuk aktiva/harta terdiri dari tiga, yaitu :
a) Aktiva Lancar (Current Assets)
Penggolongan aktiva/harta tergantung dari
jangka waktu rata-rata yang diperlukan oleh aktiva
yang bersangkutan untuk beralih bentuk kembali
menjadi uang. Jika waktunya satu tahun atau
kurang dari satu tahun, maka dapat digolongkan
kedalam aktiva lancar (current assets). Aktiva
lancar memiliki pos-pos yang diurut berdasarkan
tingkat kecairannya (likuid), yaitu Kas (Cash),
Piutang Dagang (Account Receivable), Wesel
Tagih (Notes Receivable), Surat-surat berharga
(Marketable Sekurities), Persediaan Barang
Dagangan (Merchandise Inventory), Perlengkapan
Toko (Store Supplies), Perlengkapan Kantor
(Office Supplies) dan lain-lain.
b) Aktiva Tetap/Aktiva Tetap Berwujud (Fixed
Assets/Tangible Fixed Assets)
Aktiva tetap merupakan aktiva yang dapat
digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan
aktivitas usaha dan sifatnya tetap apabila jangka
waktu perputarannya lebih dari satu tahun. Aktiva
tetap ini umumnya tidak dimaksudkan untuk
dijual kembali, melainkan diserahkan untuk
dipakai dalam operasional perusahaan.
Cara penyusunan urutan aktiva tetap untuk
perusahaan tidak seragam, menurut Abdullah
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 3
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
Shahab (1989) lebih cenderung untuk menyusun
urutan penyajian aktiva tetap dimulai dari aktiva
berdasarkan umur yang terpendek, yaitu Peralatan
Toko (Store Equipment), Peralatan Kantor (Office
Equipment), Peralatan untuk pengangkutan
(Delevery Equipment), Bangunan (Building),
Tanah (Land).
c) Aktiva Lainnya (Other Assets)
Aktiva lainnya merupakan aktiva yang tidak
termasuk dalam aktiva lancar (current assets) dan
juga tidak termasuk kedalam aktiva tetap (fixed
assets) dan yang terpenting adalah bahwa aktiva
lainnya ini akan sulit/tidak dapat dijadikan uang
bila perusahaan dilikuidasi atau tidak turut serta
berproduksi. Aktiva lainnya terdiri dari
komponen-komponen neraca, seperti
penanaman/penyertaan aktiva yang sementara
tidak diikut sertakan dalam proses produksi, biaya
yang ditangguhkan, Goodwill dan sebagainya.
2. Hutang/Kewajiban (Liabilities)
Hutang atau kewajiban merupakan kewajiban
perusahaan kepada pihak-pihak eksternal perusahaan
(kreditur) atau kewajiban-kewajiban yang harus
dibayar oleh perusahaan dengan uang atau jasa pada
suatu saat tertentu dimasa yang akan datang.
Pengertian hutang atau kewajiban menurut FASB
No.6 (dikutip penulis dari buku Jay M. Smith dan K.
Fred Skousen (1996) adalah Pengorbanan manfaat
ekonomi yang sangat mungkin terjadi pada masa
mendatang yang timbul dari keharusan yang dihadapi
entitas (satuan usaha yang memiliki aktiva, hutang
dan modal sendiri dari segi akuntansi) tertentu saat ini
untuk mentransfer aktiva atau memberikan jasa
kepada entitas lain pada masa mendatang sebagai
hasil transaksi atau kejadian masa lalu.
Hutang /Kewajiban (Liabilities) merupakan
tagihan para kreditur kepada perusahaan. Hutang-
hutang dilaporkan dalam neraca menurut urutan saat
pelunasannya, yaitu:
a) Hutang Jangka Pendek/Hutang Lancar
(Current Liabilities)
Hutang lancar merupakan kewajiban
perusahaan kepada kreditur, yang harus segera
dilunasi/diselesaikan dalam jangka waktu kurang
dari satu tahun. Pos-pos yang termasuk dalam
hutang lancar, yaitu : hutang dagang kepada para
kreditur (Account Payable), Hutang wesel yang
ditarik untuk pinjaman hutang jangka pendek
(Notes Payable), dan lain sebagainya.
b) Hutang Jangka Panjang (Long Term Liabilities)
Hutang jangka panjang merupakan
kewajiban perusahaan yang harus
dilunasi/diselesaikan dalam jangka waktu satu
tahun atau lebih. Pos-pos yang termasuk dalam
hutang jangka panjang, yaitu : hipotek (Mortgages
Payable) dan pinjaman obligasi (Bond Payable).
c) Modal (Capital)
Modal merupakan hak pemilik perusahaan
atas kekayaan (aktiva) perusahaan atau nilai lebih
dari kekayaan (aktiva) perusahaan yang
merupakan hak pemilik perusahaan setelah jumlah
hutang – hutang dikurangi. Contoh neraca
menurut S. Munawir (1993) dengan bentuk
vertikal (report form), bentuk rekening (Skontro),
neraca yang disesuaikan dengan kedudukan atau
posisi keuangan perusahaan
Laporan Rugi/Laba (Income Statement)
Laporan rugi/laba merupakan suatu laporan yang
memberikan gambaran secara ringkas dan disusun secara
sistematis mengenai pendapatan-pendapatan (Revenue)
dan beban-beban (Expenses) dari suatu unit usaha
didalam jangka waktu atau periode tertentu. Laporan
rugi/laba memberikan informasi mengenai kemampuan
laba yang diperoleh dari kegiatan suatu perusahaan.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam laporan
rugi/laba adalah :
1. Pendapatan (Revenue)
Pendapatan merupakan peningkatan jumlah
aktiva atau penurunan kewajiban suatu badan usaha,
yang timbul dari penjualan barang dagangan,
melaksanakan atau memberikan jasa kepada
pelanggan atau aktivitas usaha lainnya didalam suatu
periode.
2. Beban (Expenses)
Beban merupakan setiap aliran keluar atau
penggunaan aktiva atau timbulnya kewajiban (atau
kombinasi dari keduanya) dalam rangka atau
dihasilkan barang, pemberian jasa, atau pelaksanaan
aktivitas lain yang merupakan kegiatan utama
perusahaan. Atau merupakan pengeluaran uang atau
prestasi yang diterima untuk menjalankan perusahaan
atau untuk proses produksi yang dipergunakan dalam
rangka mendapatkan hasil (produk) tersebut.
Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan
Menurut Abdullah Shahab (1989) menjelaskan
mengenai sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah
sebagai berikut :
1. Laporan keuangan bersifat historis, yang merupakan
laporan atas kejadian-kejadian yang telah lewat.
Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap
sebagai satu-satunya informasi dalam proses
pengambilan keputusan ekonomi.
2. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan.
3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari
penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan.
4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material.
Demikian pula penerapan prinsip akuntansi terhadap
suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dapat
dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh
yang material terhadap kelayakan laporan keuangan.
5. Laporan keuangan itu bersifat konservatif dalam
menghadapi ketidakpastian, bila terdapat beberapa
kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 4
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif
yang menghasilkan laba bersih atau aktiva yang
paling kecil.
6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna
ekonomis suatu peristiwa atau transaksi dari pada
bentuk umumnya (formalitas).
7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan
istilah-istilah teknis, dan pemakaian laporan
diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan
sifat informasi yang dilaporkan.
8. Adanya berbagai macam alternatif metode akuntansi
yang dapat digunakan, menimbulkan variasi dalam
pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat
kesuksesan antar perusahaan.
9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak
dapat dikuantifikasikan umumnya diabaikan.
Modal Kerja
Setiap perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya
akan membutuhkan modal kerja. Hal ini dimaksudkan
untuk membiayai keperluan-keperluannya dalam rangka
mempertahankan kesinambungan dan kontinuitas
usahanya.
Modal kerja tersebut dipergunakan untuk
membiayai operasional perusahaan sehari-hari, misalnya
untuk pembelian bahan baku, membayar gaji karyawan,
membayar upah buruh dan lain-lain. Setelah itu
diharapkan uang atau dana yang dikeluarkan akan dapat
masuk kembali ke dalam kas perusahaan dalam jangka
waktu yang tidak lama melalui proses penjualan dari
hasil suatu produksi. Uang yang diperoleh dari penjualan
produk tersebut akan digunakan kembali sebagai modal
untuk membiayai opersioanal perusahaan selanjutnya dan
demikian seterusnya dana tersebut akan terus berputar
dalam setiap periodenya selama perusahaan masih ada.
Uraian diatas dapat diketahui, bahwa betapa
pentingnya peranan modal kerja didalam menjalankan
operasional perusahaan. Disamping itu modal kerja dapat
dikaitkan sebagai alat penggerak yang dapat
mempengaruhi kemajuan perusahaan.
Pengertian Modal Kerja
Modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam
aktiva lancar seperti kas, bank, surat berharga, piutang
dan persediaan. Modal kerja mempunyai peranan yang
sangat penting dalam suatu kegiatan perusahaan. Oleh
karena itu perlu adanya penyediaan modal kerja yang
cukup guna melaksanakan operasional perusahaan sehari-
hari, diantaranya untuk pembayaran gaji
karyawan/pegawai dan pembelian bahan baku.
Pendapat mengenai pengertian modal kerja,
dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :
1. J. Fred Weston dan Eugene F. Brigham (1998)
“Modal kerja merupakan investasi modal perusahaan
dalam assets jangka pendek (aktiva lancar
perusahaan), yaitu aktiva-aktiva yang dalam jangka
waktu paling lama satu tahun dapat dicairkan menjadi
uang kas”.
2. Syafaruddin Alwi (1993)
“Modal kerja merupakan selisih dari aktiva lancar
dikurangi hutang lancar, dimana aktiva lancar harus
lebih besar dari pada hutang lancar”.
Unsur-Unsur Modal Kerja
Modal kerja dari suatu perusahaan terbentuk dari
beberapa unsur, yaitu :
1. Kas
Kas merupakan unsur modal kerja yang paling
tinggi tingkat likuiditasnya. Makin besar jumlah kas,
maka tingkat likuiditasnya makin tinggi dan resiko
tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya akan
lebih kecil. Dalam neraca, kas merupakan aktiva yang
paling lancar. Pengeluaran kas dalam suatu
perusahaan dapat bersifat secara terus menerus.
Misalnya pengeluaran kas untuk pembelian bahan
baku, upah buruh, gaji karyawan dan lain-lain. Kas
mempunyai persediaan minimal yang sering disebut
dengan safety cash balance, yaitu jumlah minimal
dari kas yang harus dipertahankan perusahaan agar
dapat memenuhi kewajiban finansialnya sewaktu-
waktu.
Menurut Bambang Riyanto (1997) safety cash
balance atau persediaan bersih kas ini, dipengaruhi
oleh beberapa hal yaitu:
a. Perimbangan antara kas masuk dan kas keluar
b. Penyimpangan terhadap aliran kas yang
diperkirakan
c. Adanya hubungan yang baik dengan bank-bank
2. Piutang
Piutang timbul karena adanya penjualan secara kredit.
Piutang juga merupakan elemen modal kerja yang
selalu dalam keadaan berputar secara terus menerus
dalam rantai perputaran modal kerja, yaitu :
Kas Persediaan Piutang Kas
3. Persediaan
Persediaan sebagai unsur utama dari modal kerja,
merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar
dimana secara terus menerus mengalami perubahan.
Jumlah modal kerja yang tertanam dalam persediaan
akan turut menentukan tingginya tingkat keuntungan
yang dicapai. Hal ini disebabkan oleh dua faktor,
yaitu :
a. Adanya biaya-biaya yang berhubungan dengan
pergudangan dan pengurasan barang-barang akan
menambah biaya operasi secara keseluruhan.
b. Makin tinggi modal yang digunakan dibandingkan
dengan volume penjualan makin rendah
perputarannya dan oleh karena itu akan
memperoleh laba investasi yang lebih rendah.
Jenis-jenis Modal Kerja
Mengenai pengertian dan unsur-unsur pembentukan
modal kerja, maka berikut ini akan diuraikan mengenai
klasifikasi atau jenis-jenis modal kerja berdasarkan sifat
penggunaannya, yaitu yang bersifat kontinyu atau
insidental. Menurut W.B.Tylor dalam bukunya Financial
Politicies of Bussines Enterprise, yang dikutip oleh
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 5
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
Bambang Riyanto (1997) modal kerja digolongkan
kedalam 2 jenis, yaitu :
1. Modal kerja permanen yaitu modal kerja yang harus
tetap ada pada perusahaan untuk tetap dapat
menjalankan fungsinya. Dengan kata lain modal kerja
dapat diperlukan secara terus menerus untuk
kelancaran usaha. Modal kerja ini dapat dibagi atas:
a. Modal kerja primer (Primary Working Capital),
yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus
ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas
usaha.
b. Modal kerja normal (Normal Working Capital),
yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk
menyelenggarakan luas produk yang normal
(dinamis).
2. Modal kerja variabel (Variable Working Capital),
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
sesuai dengan perubahan keadaan yang terbagi dalam
3 jenis, yaitu :
a. Modal kerja musiman (seasional working capital),
yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
karena fluktuasi musiman.
b. Modal kerja siklis (syclical working capital), yaitu
modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena
fluktuasi konjungtur.
c. Modal kerja darurat (emergency working capital),
yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah
karena adanya keadaan darurat yang tidak
diketahui sebelumnya.
Sumber-Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
Masalah permodalan khususnya modal kerja
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kontinuitas perusahaan, karena jika perusahaan dalam
keadaan menjalankann usahanya mengalami kekurangan
modal kerja, kontinuitas perusahaan akan terganggu.
Maka jelaslah bahwa modal kerja merupakan salah satu
pendukung bagi tercapainya tujuan perusahaan.
Pimpinan perusahaan harus berusaha agar modal
kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan dapat dipenuhi
tepat pada waktunya. Usaha untuk memenuhi modal ini
dapat dilakukan dengan memperhatikan sumber dana
penggunaan dari modal yang tersedia. Adapun yang
menjadi sumber-sumber modal adalah :
1. Hasil operasi yang merupakan jumlah net income
yang terlihat dari laporan rugi/laba ditambah
depresiasi dan amortisasi. Jumlah ini menunjukkan
jumlah modal kerja yang berasal dari kinerja operasi
perusahaan.
2. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga
(investasi jangka panjang) yang dalam hal ini
dipisahkan dari sumber modal kerja yang berasal dari
hasil pokok perusahaan.
3. Penjualan aktiva tidak lancar (aktiva tetap, investasi
jangka panjang, aktiva tidak lancar lainnya) yang
tidak diperlukan lagi dalam operasional perusahaan.
4. Penjualan saham atau obligasi.
Sedangkan penggunaan modal kerja itu sendiri
yaitu:
1. Pembayaran biaya-biaya atau ongkos-ongkos
perusahaan;
2. Adanya pembelian atau penambahan aktiva tetap;
3. Pembayaran hutang jangka panjang;
4. Adanya pembentukkan dana atau penyisihan aktiva
lancar;
5. Kerugian dari operasi perusahaan;
6. Pengambilan barang/uang untuk kepentingan pribadi
pemilik perusahaan atau pembayaran deviden didalam
Perseroan Terbatas (PT).
Uraian di atas dapat dilihat bahwa perubahan-
perubahan elemen-elemen dalam neraca yang efeknya
akan memperkecil kas merupakan penggunaan dana dan
perubahan-perubahan elemen-elemen neraca yang
efeknya memperbesar kas merupakan sumber dana.
Fungsi Modal Kerja
Modal kerja dalam suatu perusahaan harus cukup
jumlahnya. Dengan modal kerja yang cukup akan
menguntungkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara
ekonomis dan perusahaan tidak mengalami kesulitan
keuangan. Selain dari dampak di atas, modal kerja juga
memberikan berbagai keuntungan antara lain :
1. Melindungi perusahaan dari krisis modal kerja karena
turunnya nilai aktiva lancar.
2. Memungkinkan membayar semua kewajiban tepat
pada waktunya.
3. Menjamin dimilikinya kredit perusahaan yang
semakin besar dan memungkinkan perusahaan untuk
menghadapi kesulitan yang mungkin terjadi.
4. Memungkinkan untuk memiliki persediaan yang
cukup untuk melayani para konsumen.
Mengukur Efisiensi Modal Kerja
Modal kerja meliputi current assets atau aktiva
lancar dan current liabilities atau hutang lancar.
Pengelolaan modal kerja merupakan salah satu aspek
penting dari keseluruhan manajemen keuangan, oleh
karena itu perusahaan harus mempertahankan jumlah
modal kerja yang menguntungkan yaitu jumlah aktiva
lancar yang harus lebih besar dari pada jumlah hutang
lancar.
Cara mengukur efisiensi dari modal kerja, yaitu
jumlah aktiva lancar dikurangi dengan jumlah hutang
lancar (net working capital) yang dimaksud dengan
aktiva lancar adalah berupa uang kas atau aktiva lain
yang dapat dicairkan atau ditukarkan dengan uang tunai,
dan juga dijual atau dikonsumsikan dalam periode
berikutnya paling lama 1 (satu) tahun dalam kegiatan
normal perusahaan. Yang termasuk dalam elemen-
elemen aktiva lancar adalah sebagai berikut :
1. Kas (cash on bank or in bank)
2. Piutang dagang (account receivable)
3. Wesel tagih (notes receivable)
4. Efek (marketable sekurities)
5. Persediaan (inventory)
6. Biaya dibayar dimuka (prepaid expenses)
Sedangkan yang dimaksud hutang lancar atau
hutang jangka pendek adalah kewajiban perusahaan pada
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 6
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
pihak lain yang harus dilunasi dalam jangka waktu
kurang dari 1 (satu) tahun. Yang termasuk dalam hutang
lancar adalah sebagai berikut :
1. Wesel bayar (notes receivable)
2. Pinjaman jangka pendek (short term liabilities)
3. Kredit bank jangka pendek (short term bank loan)
4. Pembayaran diterima dimuka (advance payment)
Setelah melihat uraian di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebijaksanaan dalam pengelolaan
aktiva lancar dan hutang lancar akan mempengaruhi
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Perusahaan harus lebih memperhatikan jumlah
aktiva lancar dengan hutang lancar karena perubahan dari
salah satu unsur penting tersebut akan mengakibatkan
perubahan dalam penerimaan kas, net working capital
dan cost of financing.
Rentabilitas Ekonomi
Tujuan didirikannya suatu perusahaan tentunya
beraneka ragam. Namun demikian, pada prinsipnya
adalah bertujuan agar kelangsungan hidup suatu
perusahaan dapat terjamin. Tentu hal ini dapat tercapai
jika perusahaan memperoleh keuntungan atau laba.
Salah satu tujuan dari perusahaan yang ingin dicapai
yakni memperoleh laba yang sangat berpengaruh pada
rentabilitas perusahaan.
Pengertian Rentabilitas Ekonomi
Sedangkan menurut R Agus Sartono (2001)
rentabilitas ekonomi adalah: “Merupakan tolak ukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan
aktiva yang digunakan”.
Rentabilitas ekonomi merupakan kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan laba dengan modal yang
bekerja didalamnya pada perusahaan tersebut. Laba
diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi
hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan.
Modal yang diperhitungkan dalam rentabilitas ekonomi
adalah modal yang bekerja didalam perusahaan
(operating capital assets).
Laba yang diperoleh dari usaha-usaha diluar operasi
perusahaan atau dari efek (deviden, kupon, dan lain-lain)
tidak disertakan dalam perhitungan rentabilitas ekonomi.
Begitu pula dengan modal yang ditanamkan pada
perusahaan lain atau yang ditanamkan dalam bentuk efek
tidak disertakan dalam perhitungan rentabilitas ekonomi.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Rentabilitas
Ekonomi
Besar kecilnya tingkat rentabilitas ekonomi suatu
perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Profit Margin
Profit margin merupakan perbandingan antara
laba usaha sebelum pajak/bunga (Net Operating
Income/EBIT) dengan jumlah hasil penjualan (Net
Sales) yang dinyatakan dalam persentase.
Profit margin dimaksudkan untuk mengetahui
efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar
kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan
penjualan, menurut S. Munawir (1993) dirumuskan
sebagai berikut :
EBIT
Profit Margin = x 100%
Penjualan
Dua alternatif dalam usaha untuk memperbesar
profit margin, yaitu :
a. Dengan menambah biaya usaha sampai
tingkat tertentu dimana tercapainya
tambahan penjualan (sales) yang sebesar-
besarnya, dengan catatan bahwa tambahan
penjualan harus lebih besar dari pada
tambahan biaya usaha. Misalnya dengan
memperbesar volume penjualan sampai pada
tingkat tertentu atau menaikkan harga jual
per unit pada penjualan dalam unit tertentu.
b. Mengurangi pendapatan dari penjualan
sampai tingkat tertentu dimana terjadi
pengurangan biaya usaha yang lebih besar
dibandingkan dengan jumlah pengurangan
dari penjualan.
2. Turnover Of Operating Assets
Tingkat perputaran aktiva atau turnover of
operating assets (TOA), yaitu kecepatan berputarnya
aktiva usaha dalam suatu periode tertentu.
Perputaran tersebut dapat ditentukan dengan
membagi penjualan bersih dengan modal usaha,
menurut S. Munawir (1993) dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Penjualan
Tingkat Perputaran Aktiva = x 1 kali
Aktiva Usaha
Tingkat perputaran aktiva dimaksud untuk
membatasi efisiensi usaha dengan melihat kecepatan
perputaran modal usaha dalam periode tertentu. Sama
halnya dengan profit margin tingkat perputaran aktiva
juga dapat dipertinggi dengan cara:
a. Dengan menambah modal usaha sampai tingkat
tertentu diusahakan tercapainya tambahan
penjualan sebesar-besarnya.
b. Dengan mengurangi penjualan sampai tingkat
tertentu diusahakan penurunan atau pengurangan
modal usaha sebesar-besarnya.
Keterkaitan Antara Modal Kerja Dengan Rentabilitas
Ekonomi
Rentabilitas ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu profit margin dan perputaran modal usaha.
Perputaran modal usaha yang digunakan untuk
melaksanakan operasional perusahaan dipengaruhi oleh
volume penjualan dan modal usaha bersih. Modal usaha
bersih ini terdiri dari aktiva tetap dan aktiva lancar yang
pengertiannya merupakan volume modal kerja yang
terdiri dari volume kas, piutang dan persediaan.
Penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa volume
modal kerja mempunyai keterkaitan dengan rentabilitas
ekonomi, yaitu perkalian antara profit margin dengan
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 7
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
perputaran modal usaha., menurut S. Munawir (1993)
atau dapat dirumuskan sebagai berikut :
RE = Profit Margin x Tingkat Perputaran Aktiva
Tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi perusahaan
ditentukan dengan tingkat profit margin dengan
perputaran aktiva. Sedangkan hubungan antara profit
margin dengan perputaran aktiva, menurut S. Munawir
(1993:105) dapat dirumuskan sebagai berikut :
Net Operating Income Net Operating Income Net Sales
= x Net Operating Asset Net Sales Operating Sales
Dari penjabaran rumus di atas dapat di tarik
kesimpulan, bahwa RE (Rentabilitas Ekonomi) adalah
Laba Usaha (Net Operating Income) dibagi dengan
Aktiva Usaha ( Net Operating Assets) x 100%. Rasio ini
digunakan untuk mengukur kemampuan aktiva usaha
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio ini
juga mencerminkan keuntungan yang diperoleh tanpa
mengingat dari mana sumber modal dan menunjukkan
tingkat efisiensi perusahaan dalam melaksanakan
operasinya sehari-hari.
Rasio yang rendah dapat menunjukkan adanya
investasi yang berlebihan, atau bisa juga sebagai akibat
rendahnya volume penjualan dibandingkan dengan
ongkos-ongkos yang diperlukan. Di samping itu
rendahnya ratio ini dapat juga menunjukkan efisiensi di
dalam produksi, pembelian maupun pemasaran atau
mungkin karena adanya kegiatan ekonomi yang menurun.
Berbagai faktor mempengaruhi besar kecilnya
rentabilitas ekonomi suatu perusahaan, dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut :
GAMBAR 1
Hubungan antara berbagai faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya Rentabilitas Ekonomi
Sumber: Menurut Bambang Riyanto (1997)
Kerangka Berpikir dan Hipotesis
Modal kerja mempunyai peranan yang sangat
penting dalam suatu perusahaan terhadap pembentukan
laba dan akan menentukan tingkat rentabilitas ekonomi
perusahaan. Bila tujuan perusahaan untuk memperoleh
laba tercapai, maka kelangsungan hidup suatu perusahaan
akan terjamin secara berkesinambungan.
Tujuan modal kerja adalah untuk mengelola
masing-masing pos aktiva lancar dan hutang lancar
sedemikian rupa sehingga jumlah aktiva lancar dikurangi
jumlah hutang lancar yang diinginkan akan tetap
dipertahankan sehingga laba perusahaan akan bertambah
yang berarti rentabilitas ekonomi perusahaan akan
semakin tinggi pula. Yang dimaksud dengan laba disini
adalah laba yang dihasilkan selama periode tertentu dari
modal yang digunakan.
Salah satu alternatif untuk mencapai tujuan
perusahaan dalam mencapai rentabilitas ekonomi, yaitu
dengan cara mendayagunakan barang-barang modal yang
telah ada dan meningkatkan aktivitas usaha atau dengan
kata lain rentabilitas ekonomi perusahaan dapat
ditingkatkan dengan cara memperbesar profit margin dan
turn over of operating assets (tingkat perputaran modal
usaha). Adapun pengertian dari modal kerja menurut J.
Fred Weston dan Eugene F. Brigham (1998) adalah
Modal kerja merupakan investasi modal perusahaan
dalam asset jangka pendek, aktiva lancar perusahaan
yaitu aktiva-aktiva yang dalam jangka waktu paling lama
satu tahun dapat dicairkan menjadi uang kas”.
Pendapat di atas dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa modal kerja merupakan keseluruhan aktiva lancar
perusahaan untuk mengukur likuiditas perusahaan
dimana aktiva lancar harus melebihi hutang lancar. Lebih
lanjut dikemukakan oleh R. Agus Sartono (2001),
pengertian modal kerja ada dua, yaitu :“Gross Working
Capital (keseluruhan aktiva lancar) dan Net Working
Capital (keseluruhan aktiva lancar diatas utang lancar)”.
Dimana Gross Working Capital (keseluruhan aktiva
lancar) adalah dana yang tertanam dalam unsur aktiva
lancar ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali
dalam bentuk semula atau dana yang ditanam dapat bebas
kembali dalam jangka waktu pendek. Sedangkan Net
Working Capital (kelebihan aktiva lancar di atas hutang
lancar), dimana aktiva lancar benar-benar dapat
digunakan untuk membiayai operasional perusahaan yang
merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancar.
Pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
modal kerja berkepentingan terhadap keputusan investasi
pada aktiva lancar dan hutang lancar terutama mengenai
bagaimana menggunakan komposisi keduanya akan
mempengaruhi resiko.
Aspek rentabilitas dalam penggunaan modal kerja
merupakan hal yang sangat penting, karena
bagaimanapun juga perusahaan ingin memperoleh
keuntungan. Salah satu cara untuk mempebesar laba yang
diperoleh dengan kekayaan atau modal untuk
menghasilkan laba tersebut. Menurut Bambang Riyanto
(1997) pengertian rentabilitas adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
dibandingkan dengan modal yang digunakan dan
dinyatakan dalam persentase. Sedangkan rentabilitas
ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan
modal sendiri dan modal asing, yang digunakan untuk
menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam
persentase.
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 8
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
Masalah rentabilitas ini lebih penting dari masalah
laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan
ukuran bahwa perusahaan itu bekerja dengan efesien.
Perusahaan bukan hanya sekedar berusaha memperoleh
laba yang besar, tetapi yang lebih penting adalah
berusaha mempertinggi tingkat pengembalian atas aktiva
perusahaan. Karena dengan meningkatnya hasil
pengembalian aktiva berarti tingkat pengembalian atas
modal (rate of return) perusahaan akan meningkat pula.
Modal kerja akan selalu dalam keadaan operasi atau
berputar jika perusahaan tersebut dalam keadaan
berusaha. Untuk mengukur efisiensi penggunaan modal
dalam perusahaan, dapat digunakan perhitungan Asset
Turn Over (ATO), sebab penggunaan dana yang tersedia,
tercermin dalam perputaran modal kerja. Jika modal kerja
kita hubungkan dengan rentabilitas dapat berpengaruh
positif, maka penggunaan modal kerja dapat
meningkatkan rentabilitas ekonomi, sedangkan jika
berpengaruh negatif, maka penggunaan modal kerja dapat
menurunkan rentabilitas ekonomi.
III.METODOLOGI PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian
ini untuk mengetahui pengaruh modal kerja terhadap
rentabilitas ekonomi pada PT. Timah (Persero) Tbk di
Pangkalpinang.
Adapun variabel-variabel, konsep variabel dan
indikator pengukuran yang dipakai dalam penelitian
tersebut adalah sebagai berikut:
TABEL 1
Variabel Operasional
Sumber: diolah oleh penulis
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membutuhkan
data-data yang dapat mendukung untuk melakukan
analisa terhadap permasalahan. Data adalah sesuatu yang
dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau
persoalan dalam suatu penelitian. Dimana data tersebut
diolah sehingga akan menjadi informasi yang nantinya
dapat digunakan sebagai alat untuk pengambilan suatu
keputusan ataupun dapat dipergunakan untuk pemecahan
suatu masalah.
Metode penelitian yang penulis gunakan dalam
pengumpulan data untuk menganalisa permasalahan
adalah sebagai berikut :
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang penulis lakukan
adalah melalui pengamatan langsung ke objek penelitian
dalam rangka untuk memperoleh data yang diperlukan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua jenis data
yang mendukung penelitian ini, yaitu :
a. Data Primer (Primary Data)
Data primer adalah data yang diperoleh melalui
penelitian langsung kepada objek-objek yang akan
diteliti atau dibahas. Untuk memperoleh data yang
objektif sehingga dapat dipertanggungjawabkan dari
lembaga atau instansi yang bersangkutan. Didalam
pelaksanaan penelitian ini, penulis melakukan dengan
cara sebagai berikut :
1) Observasi (Pengamatan), yaitu mengadakan
penelitian dengan cara melakukan pengamatan
langsung terhadap objek yang dituju.
2) Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara
langsung kepada pihak yang berhubungan dengan
masalah yang sedang dibahas.
3) Studi kepustakaan, yaitu dengan membaca
beberapa referensi-referensi buku yang
mendukung dalam penulisan skripsi ini.
b. Data Sekunder (Secondary Data)
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
dalam perusahan atau objek penelitian dengan jalan
menelaah, mempelajari dan mengadakan perbandin-
gan serta menarik kesimpulan atas laporan yang
ditulis, yang relevan dengan penelitian ini.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis Perkembangan Modal Kerja
Modal kerja mempunyai pengaruh yang sangat
penting terhadap pembentukan laba dan besarnya tingkat
rentabilitas ekonomi perusahaan. Oleh karena itu dengan
bertambahnya modal kerja, maka akan diharapkan akan
meningkatkan rentabilitas ekonomi perusahaan dan
dalam hal ini menggunakan konsep modal kerja kualitatif
seperti yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu selisih
antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar atau sering
disebutkan dengan modal kerja bersih (net working
capital).
Adapun modal kerja dan perkembangan modal kerja
pada PT.Timah (Persero) Tbk selama 5 (lima) tahun
terakhir, yaitu dari tahun 2006 sampai dengan 2010.
Untuk mengetahui perkembangan modal kerja selama 5
(lima) tahun dari tahun 2006 sampai dengan 2010, dapat
dilihat dalam bentuk grafik seperti tampak pada gambar
di bawah ini :
Variabel Konsep Variabel Indikator
Modal Kerja
Sebagai
variabel bebas yang
dilambangkan
dengan (X)
Selisih antara
Aktiva Lancar
dengan Hutang Lancar
(Konsep
Kualitatif)
1. Kas
2. Bank
3. Surat Berharga 4. Piutang
5. Persediaan
Rentabilitas
Ekonomi sebagai
variabel terikat
yang
dilambangkan dengan (Y)
Kemampuan suatu
perusahaan untuk menghasilkan laba
dengan modal
yang ada pada
perusahaan
6. Profit Margin
7. Turnover Of Operating Assets
8. Rentabilitas
Ekonomi
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 9
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
GRAFIK 1
Modal Kerja
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Rp
.Milyar
Berdasarkan data dari garfik 1 di atas dapat dilihat
perkembangan aktiva lancar dan kewajiban lancar selama
5 (lima) tahun terakhir yang merupakan faktor
pembentuk dari modal kerja dan perkembangan modal
kerja tersebut.
Modal kerja pada tahun 2007 sebesar Rp. 2.573
milyar atau terjadi kenaikan sebesar Rp.1.709 milyar atau
198% dari tahun 2006 sebesar Rp.864 milyar. Kenaikan
modal kerja ini terutama disebabkan oleh meningkatnya
jumlah aktiva lancar sebesar Rp.1.570 milyar atau 67%,
yaitu dari Rp. 2.352 milyar pada tahun 2006 menjadi Rp.
3.923 milyar pada tahun 2007. Kenaikan ini disebabkan
oleh kenaikan kas dan setara kas sebesar Rp. 1.556
milyar, yaitu dari Rp. 178 milyar pada tahun 2006
menjadi Rp. 1.734 milyar pada tahun 2007 yang terutama
disebabkan oleh meningkatnya penerimaan kas
perusahaan dari transaksi penjualan logam timah dimana
pada tahun 2007 harga rata-rata logam timah yang
diterima perseroan mencapai $.14,474 per ton (kenaikan
64% dari harga rata-rata tahun 2006 yang mencapai
$.8,844 per ton dan volume penjualan naik sebesar
16.314 Mton atau 38%, yaitu dari 42.613 Mton pada
tahun 2006 menjadi 58.927 Mton pada tahun 2007) dan
piutang usaha naik sebesar Rp. 98 milyar, yaitu dari
Rp.221 milyar pada tahun 2006 menjadi Rp. 319 milyar
pada tahun 2007, meskipun persediaan turun sebesar
Rp.93 milyar atau 5% dari tahun 2007.
Modal kerja periode tahun 2007 dan 2008 terjadi
kenaikan sebesar Rp.92 milyar atau 4%, yaitu dari Rp.
2.573 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp. 2.665 milyar
pada tahun 2008. Hal ini disebabkan oleh kenaikan aktiva
lancar sebesar Rp.383 milyar atau 10%, yaitu dari Rp.
3.923 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp. 4.306 milyar
pada tahun 2008 yang juga diikuti oleh kenaikan
kewajiban lancar sebesar 22%. Kenaikan aktiva lancar ini
sebagian besar disebabkan oleh adanya kenaikan
persediaan timah sebesar Rp. 1.261 milyar atau 83%,
yaitu dari Rp. 1.513 milyar pada tahun 2007 menjadi Rp.
2.774 milyar pada tahun 2008.
Modal kerja pada tahun 2009 sebesar Rp. 2.141
milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp.524 milyar
(20%) dari tahun 2008 sebesar Rp. 2.665 milyar.
Penurunan ini disebabkan oleh turunnya aktiva lancar
sebesar Rp. 1.061 milyar (25%), yaitu dari Rp. 4.306
milyar pada tahun 2008 menjadi Rp. 3.244 milyar pada
tahun 2009, yang sebagian besar disebabkan oleh
rendahnya persediaan timah sebesar Rp. 1.266 milyar
atau 46%, meskipun kas dan setara kas naik sebesar Rp.
41 milyar (9%) dari tahun 2008 sebesar Rp. 461 milyar.
Periode tahun 2009 dan 2010, modal kerja
mengalami kenaikan sebesar Rp.698 milyar atau 33%,
yaitu dari Rp. 2.141 milyar pada tahun 2009 menjadi Rp.
2.839 milyar pada tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh
adanya kenaikan aktiva lancar sebesar Rp. 86 milyar atau
27% dari tahun 2009 yang sebagian besar dipengaruhi
oleh adanya kenaikan kas dan setara kas sebesar Rp. 342
milyar (68%), yaitu dari Rp. 502 milyar pada tahun 2009
menjadi Rp. 844 milyar pada tahun 2010 yang terutama
disebabkan oleh meningkatnya penerimaan kas
perusahaan dari transaksi penjualan logam timah dimana
pada tahun 2010 harga rata-rata logam timah yang
diterima perseroan mencapai US$.19,981 per ton
(kenaikan 47% dari harga rata-rata tahun lalu yang
mencapai US$.13,558 per ton). Kas dan setara kas tahun
2010 sebesar Rp. 844 milyar, 87% atau Rp. 736 milyar
dalam bentuk deposito berjangka dan sisanya 13% atau
Rp. 108 milyar dalam bentuk kas dan bank. Di samping
kenaikan dari kas dan setara kas, juga adanya kenaikan
dari piutang usaha sebesar Rp. 395 milyar atau 84% dari
tahun 2009, yaitu dari Rp. 470 milyar pada tahun 2009
menjadi Rp. 866 milyar pada tahun 2010. Sebagian besar
kenaikan ini berasal dari kenaikan piutang usaha dari
penjualan timah sebesar Rp. 543 milyar atau 175%. Pada
tahun 2010, komposisi piutang usaha yang berasal dari
penjualan timah naik dari 60% di tahun 2009 menjadi
89% dari piutang usaha total. Sementara itu, komposisi
piutang usaha dalam mata uang asing mencapai 98% dari
total saldo piutang usaha, sejalan dengan kenyataan
bahwa mayoritas (97%) penjualan Perusahaan dilakukan
ke luar negeri.
Dari periode tahun 2006 sampai dengan 2010,
bahwa yang mengalami penurunan modal kerja terjadi
pada tahun 2009 dan perubahan-perubahan yang terjadi
pada aktiva lancar diakibatkan oleh adanya perubahan-
perubahan pada unsur-unsur pembentuknya antara lain
kas, piutang dan persediaan.
Analisis Rentabilitas Ekonomi
Dari laporan keuangan yang telah disusun oleh
perusahaan, maka pihak manajemen perusahaan akan
dapat melakukan rencan-rencana untuk menentukan
tujuan perusahaan. Salah satu rencana perusahaan adalah
dengan melakukan analisa terhadap rentabilitas ekonomi
perusahaan yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi
dan efentivitas kinerja dari perusahaan. Akan tetapi
dalam penelitian ini efisiensi modal kerja tidak dibahas
melainkan hanya pengaruh modal kerja terhadap
rentabilitas ekonomi suatu perusahaan. Rentabilitas
ekonomi ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu analisis
profit margin dan turnover of operating asset
(TOA)/tingkat perputaran aktiva.
Analisis Profit Margin
Fungsi dari analisis profit margin ini adalah untuk
mengetahui besarnya laba usaha yang dapat dicapai
dalam setiap rupiah penjualan. Perkembangan profit
margin periode tahun 2006 sampai dengan 2010.
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 10
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
Digambarkan dalam grafik, profit margin periode 5
(lima) tahun terakhir akan tampak sebagai berikut :
GRAFIK 2
Profit Margin
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
( %
)
Berdasarkan grafik 2 dapat terlihat perkembangan
profit margin dari tahun 2006 sampai dengan 2010. Pada
tahun 2006-2007, profit margin mengalami kenaikan
sebesar 242%. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya
laba usaha (EBIT) sebesar Rp. 2.351 milyar (616%),
yaitu dari Rp. 381 milyar pada tahun 2006 menjadi Rp.
2.733 milyar pada tahun 2007. Hal ini disebabkan oleh
kenaikan pendapatan lebih besar dari kenaikan biaya
produksi dalam hal ini efisiensi biaya dapat dilakukan
dengan baik pada tahun 2007. Kenaikan ini disebabkan
oleh tingginya pendapatan sebesar Rp. 4.466 milyar atau
110%, yaitu dari Rp. 4.076 milyar pada tahun 2006
menjadi Rp. 8.542 milyar pada tahun 2007. Tingginya
pendapatan ini disebabkan oleh tingginya volume
penjualan sebesar 16.314 Mton atau 38%, yaitu dari
42.613 Mton pada tahun 2006 menjadi 58.927 Mton pada
tahun 2007 dan juga tingginya harga jual logam rata-rata
sebesar US$.5,630 per Mton atau 64%, yaitu dari US$.
8,844 per Mton pada tahun 2006 menjadi US$. 14,474
per Mton pada tahun 2007 hal ini disebabkan tingginya
permintaan akan logam timah oleh para konsumen.
Selain itu kalau dilihat dari sisi biaya bahwa biaya
produksi naik sebesar Rp.1.119 milyar atau 31% dan
biaya administarasi dan pemasaran naik sebesar Rp. 160
milyar atau 56%.
Periode berikutnya yaitu tahun 2007 dan 2008,
profit margin mengalami penurunan sebesar 29%. Hal ini
disebakan oleh penurunan laba usaha sebesar Rp. 662
milyar atau 34%, yaitu dari Rp. 2.733 milyar pada tahun
2007 menjadi Rp. 2.070 milyar pada tahun 2008,
meskipun pendapatan naik sebesar Rp. 511 milyar atau
6%. Penurunan laba usaha ini disebabkan oleh tingginya
biaya produksi dan biaya administrasi dan pemasaran
masing-masing sebesar 44% dan 46% dari tahun 2007.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kenaikan
pendapatan jauh lebih kecil dari kenaikan biaya usaha
(biaya produksi dan biaya administrasi dan pemasaran).
Untuk tahun 2008 dan 2009, profit margin juga
mengalami penurunan sebesar 61%. Penurunan ini
disebabkan oleh rendahnya laba usaha sebesar Rp. 1.382
milyar atau 67%, yaitu dari Rp. 2.070 milyar pada tahun
2008 menjadi Rp. 689 milyar pada tahun 2009.
Rendahnya laba usaha ini disebabkan oleh tingginya
harga pokok penjualan sebesar Rp. 222 milyar (4%) dari
tahun 2008 yang merupakan akibat langsung dari
tingginya harga pokok produksi per ton pada tahun 2008
yang berdampak pada tingginya persediaan akhir barang
dagang tahun 2008 sebesar Rp. 3.057 milyar yang akan
menjadi persediaan awal pada periode tahun 2009
sehingga harga pokok penjualan tahun 2009 tinggi yang
merupakan akibat dari rendahnya persediaan akhir pada
tahun 2009, sehingga berakibat rendahnya laba usaha.
Disamping itu juga akibat dari rendahnya pendapatan
sebesar Rp. 1.343 milyar atau 15%, yaitu dari Rp. 9.053
milyar pada tahun 2008 menjadi Rp. 7.710 milyar pada
tahun 2009, hal ini disebabkan oleh rendahnya harga jual
logam timah rata-rata sebesar US$. 5,134 per Mton atau
27%, yaitu dari US$. 18,692 per Mton pada tahun 2008
menjadi US$. 13,558 per Mton pada tahun 2009 yang
diakibatkan oleh krisis ekonomi global.dan juga isu
keselamatan lingkungan terutama yang terkait dengan
penggunaan timah, meskipun volume penjualan lebih
besar dari tahun 2008.
Untuk periode tahun 2010 dan 2009, profit margin
mengalami kenaikan sebesar 76%, yaitu dari 9% pada
tahun 2009 menjadi 16% pada tahun 2010. Kenaikan ini
disebabkan oleh tingginya laba usaha sebesar Rp. 622
milyar atau 90%, yaitu dari Rp. 689 milyar pada tahun
2009 menjadi Rp. 1.311 milyar pada tahun 2010.
Tingginya laba usaha ini akibat langsung dari tingginya
penjualan tahun 2010 sebesar Rp. 629 milyar (8%), yaitu
dari Rp.7.710 milyar pada tahun 2009 menjadi Rp. 8.339
milyar pada tahun 2010, meskipun biaya usaha (biaya
produksi dan biaya umum dan pemasaran) lebih tinggi
dari tahun 2009. Dalam hal ini, bahwa kenaikan biaya
usaha juga meningkatkan penjualan yang maksimal yang
didukung oleh tingginya harga jual pada tahun 2010
sebesar US$.6,311/Mton atau 47%, yaitu dari
US$.13,558/Mton pada tahun 2009 menjadi
US$.19,981/Mton pada tahun 2010, walaupun volume
penjualan turun sebesar 8.743 Mton atau 18%, yaitu dari
49.240 Mton pada tahun 2009 menjadi 40.497 Mton pada
tahun 2010 dan kurs rata-rata turun sebesar
Rp.1.133/US$ atau 11%, yaitu dari Rp. 10.302/US$ pada
tahun 2009 menjadi Rp.9.169/US$ pada tahun 2010.
Analisis Tingkat Perputaran Aktiva/Turnover
Operating Asset
Analisis ini digunakan untuk mengetahui efisiensi
perusahaan dengan melihat pada kecepatan perputaran
aktiva dalam satu periode. Perkembangan tingkat
perputaran aktiva (turnover of operating asset) periode
tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, Digambarkan
dalam grafik, tingkat perputaran aktiva/turnover of
operating asset akan tampak sebagai berikut :
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 11
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
GRAFIK 3
Tingkat Perputaran Aktiva
1,00
1,10
1,20
1,30
1,40
1,50
1,60
1,70
1,80
2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Kali
Berdasarkan data dari grafik 3 dapat dilihat
perkembangan tingkat perputaran aktiva dari tahun 2006
sampai dengan 2010. Pada periode tahun 2006 dan 2007,
tingkat perputaran aktiva mengalami kenaikan sebesar
44%. Kenaikan ini disebabkan oleh tingginya penjualan
pada tahun 2007 sebesar Rp. 4.466 milyar atau 110% dari
penjualan tahun 2006 sebesar Rp. 4.076 milyar.
Tingginya penjualan ini disebabkan oleh tingginya
volume penjualan logam sebesar 16.314 Mton atau 38%,
yaitu dari 42.613 Mton pada tahun 2006 menjadi 58.927
Mton pada tahun 2007 dan harga jual logam rata-rata
naik sebesar US$.5,630/Mton atau 64%, yaitu dari
US$.8,844/Mton pada tahun 2006 menjadi
US$.14,474/Mton pada tahun 2007. Sedangkan untuk
total aktiva naik sebesar Rp. 1.570 milyar atau 45%, yaitu
dari Rp. 3.462 milyar pada tahun 2006 menjadi Rp. 5.033
milyar pada tahun 2007. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh tingginya kas dan setara kas sebesar Rp.
1.556 milyar (873%) atau 8 kali lipat dari tahun 2006
yang terutama disebabkan oleh meningkatnya
penerimaan kas perusahaan dari transaksi penjualan
logam timah, dimana pada tahun 2007 harga rata-rata
logam timah yang diterima perseroan mencapai $14.474
per ton (kenaikan 64% dari harga rata-rata tahun lalu
yang mencapai $8,844 per ton dan juga tingginya volume
penjualan logam sebesar 16.314 Mton (38%), yaitu dari
42.613 Mton pada tahun 2006 menjadi 58.927 Mton pada
tahun 2007.
Pada periode tahun 2007 dan 2008, tingkat
perputaran aktiva mengalami penurunan sebesar 8%,
yaitu dari 1,7 kali pada tahun 2007 menjadi 1,56 kali
pada tahun 2008. Penurunan ini disebabkan oleh
kenaikan penjualan lebih rendah yaitu sebesar 6%
dibandingkan dengan kenaikan total aktiva sebesar 15%,
dalam hal ini bahwa kenaikan total aktiva disebabkan
oleh adanya kenaikan persediaan timah sebesar Rp. 1.261
milyar atau 83%, yaitu dari Rp. 1.513 milyar pada tahun
2007 menjadi Rp. 2.774 milyar pada tahun 2008 dan
aktiva tetap naik sebesar Rp. 405 milyar (85%).
Untuk periode tahun 2008 dan 2009, tingkat
perputaran aktiva (TOA) naik sebesar 1%, yaitu dari 1,56
kali pada tahun 2008 menjadi 1.59 kali pada tahun 2009.
Hal ini disebabkan oleh turunnya total aktiva sebesar
Rp.929 milyar (16%) dan penjualan sebesar Rp. 1.343
milyar atau 15% atau dengan kata lain penurunan
penjualan lebih rendah dari pada penurunan total aktiva.
Pada tahun 2009 dan 2010, tingkat perputaran
aktiva (TOA) mengalami penurunan sebesar 11%, yaitu
dari 1,59 kali pada tahun 2009 menjadi 1,42 kali pada
tahun 2010. Penurunan ini diakibatkan oleh bahwa
kenaikan penjualan lebih rendah dari kenaikan total
aktiva. Kenaikan penjualan sebesar 8% atau sebesar Rp.
629 milyar, yaitu dari Rp. 7.710 milyar pada tahun 2009
menjadi Rp. 8.339 milyar pada tahun 2010 dan kenaikan
total aktiva sebesar Rp. 1.025 milyar atau 21%. Kenaikan
total aktiva ini disebabkan oleh kenaikan kas dan setara
kas sebesar Rp. 342 milyar atau 68% dan juga adanya
kenaikan piutang usaha sebesar Rp. 395 milyar (84%).
Dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, bahwa
tingkat perputaran aktiva yang terbesar terjadi pada tahun
2007 sebesar 1,70 kali.
Analisis Rentabilitas Ekonomi
Rentabilitas ekonomi suatu perusahaan merupakan
pencerminan kemampuan modal perusahaan dalam
rangka untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu
rentabilitas merupakan pencerminan efisiensi suatu
perusahaan didalam menggunakan modal kerjanya, di
mana setiap perusahaan dalam operasinya selalu
berusahaan untuk meningkatkan atau mendapatkan laba
yang maksimal. Rentabilitas ekonomi suatu perusahaan
adalah kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh
modal yang ada untuk menghasilkan laba/keuntungan.
Untuk itu semakin tinggi tingkat rentabilitas ekonomi
suatu perusahaan, maka semakin efisien pula perusahaan
dalam melakukan aktivitas atau operasionalnya.
Rentabilitas ekonomi pada PT. Timah (Persero) Tbk
selama 5 (lima) tahun terakhir, yaitu dari tahun 2006
sampai dengan tahun 2010. Digambarkan dalam grafik,
perkembangan rentabilitas ekonomi selama 5 (lima)
tahun terakhir, tampak sebagai berikut :
GRAFIK 4
Tingkat Rentabilitas Ekonomi
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
( %
)
Periode tahun 2006 dan 2007, rentabilitas ekonomi
mengalami peningkatan sebesar 3,93%, yaitu dari
11,01% pada tahun 2006 menjadi 54,30% pada tahun
2007. Peningkatan ini disebabkan oleh tingginya profit
margin sebesar 242%, yaitu dari 9,35% pada tahun 2006
menjadi 31,99% pada tahun 2007 dan tingginya tingkat
perputaran aktiva sebesar dan 44%, yaitu dari 1,18 kali
pada tahun 2006 menjadi 1,70 kali pada tahun 2007.
Tingkat rentabilitas ekonomi periode tahun 2007
dan 2008 mengalami penurunan sebesar 0,34%, yaitu dari
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 12
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
54,30% pada tahun 2007 menjadi 35,79% pada tahun
2008. Hal ini disebabkan oleh rendahnya profit margin
sebesar 29%, yaitu dari 31,99% pada tahun 2007 menjadi
22,87% pada tahun 2008 yang disebabkan oleh
penurunan laba usaha yang merupakan akibat langsung
dari tingginya biaya usaha dan juga diikuti oleh
rendahnya tingkat perputaran aktiva sebesar 8%, yaitu
dari 1,70 kali pada tahun 2007 menjadi 1,56 kali pada
tahun 2008.
Untuk periode tahun 2008 dan 2009, tingkat
rentabilitas ekonomi mengalami penurunan sebesar
0,60%, yaitu dari 35,79% pada tahun 2008 menjadi
14,18% pada tahun 2009. Penurunan ini disebabkan oleh
rendahnya profit margin sebesar 61%, yaitu dari 22,87%
pada tahun 2008 menjadi 8,93% pada tahun 2009,
meskipun tingkat perputaran aktiva naik sebesar 1%,
yaitu dari 1,56 kali pada tahun 2008 menjadi 1,59 kali
pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 dan 2010, tingkat rentabilitas
ekonomi mengalami peningkatan sebesar 0,57%, yaitu
dari 14,18% pada tahun 2009 menjadi 22,29% pada tahun
2010. Hal ini disebabkan oleh tingginya profit margin
sebesar 76%, yaitu dari 8,93% pada tahun 2009 menjadi
15,72% pada tahun 2010, meskipun tingkat perputaran
aktiva mengalami penurunan sebesar 11%, yaitu dari 1,59
kali pada tahun 2009 menjadi 1,42 kali pada tahun 2010.
Analisis tingkat rentabilitas ekonomi pada PT.
Timah (Persero) Tbk mengalami fluktuatif dengan
peningkatan rentabilitas ekonomi rata-rata selama 5
(lima) tahun, yaitu dari tahun 2006 sampai dengan 2010
sebesar 26,46%. Sedangkan profit margin dan tingkat
perputaran aktiva rata-rata selama 5 (lima) tahun masing-
masing sebesar 17,77% dan 1,49 kali.
Pengaruh Modal Kerja Terhadap Rentabilitas
Ekonomi Perusahaan
Sebelum melakukan analisis regresi perlu diadakan
uji normalitas data antara variabel bebas (independent)
dalam hal ini modal kerja dan variabel terikat
(dependent) yaitu rentabilitas ekonomi apakah keduanya
mempunyai distrbusi normal atau tidak. Model regresi
yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal
atau mendekati normal. Asumsi yang digunakan antara
lain dengan asumsi normalitas, seperti tampak pada
gambar di bawah ini :
GAMBAR 2
Grafik Histogram
Dari grafik histogram di atas menunjukan kemiripan
bentuk dengan kurva normal (berbentuk seperti lonceng).
Hal ini membuktikan bahwa distribusi yang terjadi dapat
dikatakan normal atau mendekati normal.
Grafik P-P Plot menunjukkan nilai z-score (garis
lurus dari kiri bawah ke kanan atas). Jika suatu distribusi
data bersifat normal, maka data akan tersebar di sekitar
garis lurus. Terlihat distribusi data berada di sekeliling
garis lurus dan tidak berada pada satu sisi garis tetapi
menyebar pada kedua sisinya. Dengan demikian residual
menyebar normal. Grafik P-P Plot terlihat pada grafik di
bawah ini.
GAMBAR 3
Grafik P-P Plot
Setelah melakukan uji data dengan kedua garfik di
atas, maka selanjutnya melakukan analisis regresi linier
atau regresi sederhana karena hanya ada satu variable
bebas/independent dengan menggunakan program SPSS.
Analisis dalam penelitian ini dilakukan pada
masing-masing variabel bebas/independent yaitu modal
kerja (X) dan variabel terikat/dependent, yaitu rentabilitas
ekonomi (Y). Dimana kedua variabel tersebut
menggunakan satuan dalam milyaran rupiah.
Hasil Analisis Regresi untuk X dan Y
Berdasarkan hasil pengujian data dengan
menggunakan korelasi dan regresi dilakukan sepenuhnya
dengan menggunakan program SPSS dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
TABEL 2
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
RE 8980.88 2788.351 5
MK 2216.43 798.755 5
Berdasarkan tabel 2 rata-rata untuk rentabilitas
ekonomi dan modal kerja masing-masing Rp. 8.980,88
milyar dan Rp. 2.216,43 milyar dengan standar deviasi
masing-masing sebesar Rp. 2.788,35 milyar dan Rp.
798,76 milyar dengan jumlah data 5.
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 13
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
TABEL 3
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .938a .880 .840 1114.471
a. Predictors: (Constant), MK
b. Dependent Variable: RE
Pada tabel 3 menjelaskan angka koefisien korelasi
(R) square sebesar 0,88 (adalah pengkuadratan dari
koefisien korelasi, atau 0,938 x 0,938 = 0,88). R square
disebut koefisien determinasi, dalam hal ini berarti 88%
dari rentabilitas ekonomi perusahaan, bisa dijelaskan oleh
variabel modal kerja, sedangkan sisanya sebesar 12%
dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain seperti kebijakan
dan penerapan terhadap kebijakan tersebut, perencanaan
serta pengawasan yang dilakukan secara maksimal. R
square berkisar pada angka 0 sampai 1, dengan catatan
bahwa semakin kecil angka R squarenya, maka semakin
lemah hubungan dari kedua variabel tersebut.
Nilai Standard. Error of the Estimate sebesar
1.114,471 atau Rp. 1.114,471 milyar (satuan yang
dipakai adalah variabel terikat/dependent dalam hal ini
rentabilitas ekonomi). Pada analisis sebelumnya bahwa
standar deviasi untuk rentabilitas ekonomi adalah sebesar
Rp. 2.788,351 milyar, yang jauh lebih besar dari standard
error of estimate yang hanya sebesar Rp. 1.114,471
milyar, hal ini menunjukkan bahwa model regresi ini
lebih baik dalam bertindak sebagai prediktor rentabilitas
ekonomi dari pada rata-rata variable Y (rentabilitas
ekonomi) itu sendiri.
TABEL 4
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 1721.922 1624.587 1.060 .367
MK 3.275 .698 .938 4.695 .018
a. Dependent Variable: RE
Dari tabel 4 menggambarkan persamaan regresi
sebagai berikut :
Y = 1.721,922 + 3,275X
Dimana :
X = Modal Kerja
Y = Rentabilitas Ekonomi
Konstanta sebesar 1.721,922 menyatakan bahwa
jika tidak ada kenaikan dari variabel modal kerja, maka
besarnya nilai rentabilitas ekonomi adalah sebesar
1.721,922. Koefisien regresi sebesar 3,275 menyatakan
bahwa setiap penambahan (karena tanda +) satu unit
modal kerja akan menambah rentabilitas ekonomi
sebesar 3,275. Angka korelasi atau hubungan sebesar
0,938 yang sudah dijelaskan saat membahas R adalah
angka Standardized Coefficients (beta).
Persamaan regresi sederhana yang didapat di atas
selanjutnya akan diuji, apakah memang valid untuk
memprediksi variabel bebas/independent. Dengan kata
lain akan dilakukan pengujian apakah modal kerja akan
bisa mempengaruhi rentabilitas ekonomi dengan
melakukan uji T.
Dasar pengambilan keputusan yaitu dengan
membandingkan nilai thitung dengan nilai t table, sebagai
berikut:
a) Jika nilai thitung > ttable, maka H0 ditolak artinya
koefisien regresinya signifikan
b) Jika nilai thitung < ttable, maka H0 diterima artinya
koefisien regresinya tidak signifikan
Nilai thitung diambil pada table V.09 thitung variable X
= 4,695, nilai ttable
a) Tingkat signifikasi (α ) = 0,05
b) dk (derajat kebebasan) = jumlah data (n) – 2 = 5
– 2 = 3
c) Uji dilakukan dua sisi, sehingga nilai t table =
2,353
Keputusan :
Karena nilai t hitung > nilai t table atau 4,695 > 2,353, maka
H0 ditolak. Terlihat bahwa pada kolom Sig (signifikan)
pada tabel 3 terdapat nilai 0,018 atau probabilitas jauh di
bawah 0,05. Karena nilai t hitung > t table atau 4,695 >
2,353, maka H0 ditolak artinya koefisien regresinya
signifikan atau modal kerja berpengaruh positif secara
signifikan terhadap rentabilitas ekonomi.
Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengujian yang diuraikan
terdahulu terbukti bahwa modal kerja berpengaruh positif
dan signifikan terhadap rentabilitas ekonomi.
Berdasarkan uji signifikan diperoleh hasil thitung
sebesar 4,695 dengan ttable sebesar 2,353, hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak dan hipotesis
alternatif diterima, serta hasilnya signifikan. Dengan
demikian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
modal kerja mempunyai pengaruh positif yang signifikan
terhadap rentabilitas ekonomi, besarnya pengaruh modal
kerja terhadap rentabilitas ekonomi dapat dilihat dari
koefisien determinasi sebesar 88% dan sisanya
dipengaruhi oleh sebab-sebab yang lainnya seperti
kebijakan dan penerapan terhadap kebijakan tersebut,
perencanaan serta pengawasan yang dilakukan secara
maksimal.
Rentabilitas ekonomi suatu perusahaan merupakan
pencerminan kemampuan modal perusahaan yang
bersangkutan untuk mendapatkan keuntungan. Oleh
karena rentabilitas merupakan pencerminan efisiensi
suatu perusahaan di dalam menggunakan modal kerjanya,
maka cara menggunakan tingkat rentabilitas untuk
ukuran efisiensi suatu perusahaan merupakan cara yang
baik.
Dengan demikian maka jelaslah bahwa rentabilitas
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi suatu
perusahaan, sebagai suatu usaha efisiensi di mana setiap
perusahaan dalam operasinya selalu berusaha
JURNAL ILMIAH AKUNTANSI BISNIS & KEUANGAN (JIABK), Volume 2, Nomor 2, November 2011
ISSN 2355-9047 14
www.stie-ibek.ac.id
© 2011, Jurnal Ilmiah Akuntansi Bisnis & Keuangan STIE-IBEK
meningkatkan labanya agar asset rentabilitas sesuai
dengan standar.
Apabila suatu perusahaan ingin memperbesar
rentabilitas ekonomi dengan memperbesar profit margin,
maka yang harus dilakukan adalah dengan cara
meningkatkan penjualan logam timah, ini berarti
berhubungan dengan usaha untuk mempertinggi efisiensi
di bidang produksi, penjualan dan pembenahan
administrasi.
Sedangkan untuk memperbesar rentabilitas ekonomi
dengan cara memperbesar turnover of operating assets,
dan berhubungan dengan kebijaksanaan investasi dana
dalam berbagai aktiva, baik aktiva lancar maupun aktiva
tetap. Dalam pembahasan ini harus memperhatikan dari
pembentuk aktiva lancar tersebut yaitu: kas, piutang dan
persediaan.
V. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang
dilakukan, bahwa pengaruh modal kerja terhadap
rentabilitas ekonomi pada PT. Timah (Persero) Tbk yang
berlokasi di Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Modal kerja pada PT. Timah (Persero) Tbk dari tahun
2006 sampai dengan tahun 2010, yang mengalami
penurunan terjadi pada tahun 2009. Hal ini
disebabkan oleh beberapa diantaranya perubahan kas,
piutang dan persediaan yang merupakan unsur
pembentuk aktiva lancar dan perubahan Hutang
lancar. Besarnya perubahan modal kerja dari tahun
2006 sampai dengan tahun 2010, masing-masing
sebesar 198%,4%, (20%) dan 33%.
2. Rentabilitas ekonomi pada PT. Timah (Persero) Tbk
dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 yang
mengalami penurunan terjadi pada tahun 2009.
Penurunan ini disebabkan oleh rendahnya profit
margin sebesar 61%, yaitu dari 22,87% pada tahun
2008 menjadi 8,93% pada tahun 2009, meskipun
tingkat perputaran aktiva naik sebesar 1%, yaitu dari
1,56 kali pada tahun 2008 menjadi 1,59 kali pada
tahun 2009. Besarnya perubahan rentabilitas ekonomi
dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, masing-
masing sebesar 3,93%, (0,34%), (0,60%) dan 0,57%
dengan peningkatan rentabilitas ekonomi rata-rata
selama 5 tahun sebesar 26,46%.
3. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh angka koefisien
determinasi sebesar 88%, dalam hal ini berarti 88%
dari rentabilitas ekonomi perusahaan, bisa dijelaskan
oleh variabel modal kerja, sedangkan sisanya sebesar
12% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain seperti
kebijakan dan penerapan terhadap kebijakan tersebut,
perencanaan serta pengawasan yang dilakukan secara
maksimal terhadap aktiva lancar (kas, piutang dan
persediaan).
4. Berdasarkan dari hasil Uji t diperoleh thitung dari
variabel X dalam hal ini modal kerja sebesar 4,695
dengan singnifikan sebesar 0,018 atau probabilitas
jauh di bawah 0,05. Karena nilai t hitung > t table atau
4,695 > 2,353, maka H0 ditolak atau terima H1 yang
berarti koefisien regresinya signifikan atau modal
kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap
rentabilitas ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
1] Alwi, Syafarudin, Alat-alat Analisis dalam
Pembelanjaan. Edisi Ketiga. Andi Offset.
Yogyakarta. 1993
2] Hartanto, Analisis Laporan Keuangan. Cetakan
Keempat, Unit Penerbit dan Percetakan AMP
YKPN. 1991
3] Husnan, Suad, Pembelanjaan Perusahaan. Edisi
Ketiga. Liberty. Yogyakarta. 1993
4] Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK I, Standar
Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat
Jakarta, Edisi Revisi, 2004.
5] Munawir, Slamet, Analisa Laporan Keuangan.
Edisi Keempat. Liberty.Yogyakarta.1993
6] Nazir, Mohammad, Metode Penelitian. Cetakan
Ketiga. Ghalia Indonesia. 1988
7] Oktarina, SPSS 13.0 Untuk Orang Awam. Penerbit
Maxikom. Palembang. 2006
8] Riyanto, Bambang, Dasar-dasar Pembelanjaan
Perusahaan. Edisi Ketiga. Cetakan ketiga belas.
Yayasan Badan Penerbit Gadja Mada. Yogyakarta.
1997
9] Sartono, R. Agus, Manajemen Keuangan. Edisi
Ketiga. Yogyakarta. 2001
10] Shahab, Abdullah, Teori dan Problem Accounting
Principles I. Yogyakarta. 1989
11] Sudjana, Statistik untuk Ekonomi dan Niaga. Jilid II.
Tarsito. Bandung. 1991
12] Sugiyono, Metode Pengantar Administrasi. Pionir
Jaya. Bandung. 1982
13] Smith, Jay M dan Skousen, K.Fred, Akuntansi
Intermediate. Erlangga. Jakarta. 1996
14] Wahana Komputer, Menguasai SPSS 13 Untuk
Statistik.Penerbit Salemba Infotek. Jakarta. 2006.
15] Weston, J. Fred dan Capeland E. Thomas,
Manajemen Keuangan. Jilid I. Edisi Kedelapan.
Erlangga. Jakarta. 1992
16] Weston, J. Fred dan Eugene F. Brigham,
Manajemen Keuangan. Jilid I. Edisi Kesembilan.
Erlangga. Jakarta. 1998