Upload
trinhliem
View
260
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN Desmodium spp. SEBAGAI TANAMAN
PENUTUP TANAH DALAM REKLAMASI
LAHAN PASCA TAMBANG
NUR IZZATIL HASANAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan
Desmodium spp. sebagai Tanaman Penutup Tanah dalam Reklamasi Lahan Pasca
Tambang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Nur Izzatil Hasanah
NIM E451114011
RINGKASAN
NUR IZZATIL HASANAH. Pengembangan Desmodium spp. sebagai Tanaman
Penutup Tanah dalam Reklamasi Lahan Pasca Tambang. Dibimbing oleh BASUKI
WASIS dan IRDIKA MANSUR.
Pertambangan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang ada di
Indonesia. Tanah pucuk yang disebarkan setelah penggalian bahan tambang
biasanya belum membentuk struktur yang kompak, sehingga sangat rawan terjadi
erosi jika turun hujan. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat erosi permukaan
tanah adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah. Tanaman penutup tanah
adalah tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman
kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan informasi tentang taksonomi
dan karakteristik tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp., menghitung
produktifitas tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp., dan menguji respon
pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba) terhadap penanaman bersama
tanaman penutup tanah Desmodium spp.
Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu melakukan perbanyakan
biakan Desmodium spp. sekaligus pengamatan terhadap karakteristiknya,
penanaman di bedengan untuk pengukuran laju pertumbuhan tanaman dan
produktivitasnya, dan yang terakhir adalah penanaman Desmodium spp. dengan
semai jabon untuk melihat pengaruhnya terhadap semai jabon. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis statistik dengan uji F untuk melihat pengaruh perlakuan dan
kombinasi perlakuan terhadap parameter pertumbuhan semai jabon, jika
berpengaruh nyata maka diuji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test)
dengan taraf nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman Desmodium spp. memiliki
karakteristik yang berbeda antar jenis. Jenis D. heterophyllum merupakan jenis
yang paling tinggi pertumbuhan biakannya yaitu mencapai 342.27%, sedangkan
persentase pertumbuhan D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing 52.08%
dan 241.03%. Tanaman Desmodium spp. memiliki produktivitas yang berbeda
antar jenis. Jenis D. heterophyllum memiliki produktivitas yang paling tinggi
dibandingkan dengan jenis yang lain, dimana LPT mencapai 5.02 g/m2/hari,
sedangkan D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing 4.57 g/m2/hari dan 4.20
g/m2/hari, kecepatan penutupan lahan masing-masing 33.15 cm2/hari, 21.57
cm2/hari dan 15.09 cm2/hari, dan produksi biomassanya masing-masing 122.52
g/m2, 92.79 g/m2 dan 52.08 g/m2. Interaksi perlakuan Desmodium spp. dengan jenis
tanah mampu meningkatkan diameter, tinggi, jumlah daun semai jabon dengan
urutan dari yang terbesar adalah penanaman dengan D. triflorum, D. heterophyllum,
D. ovalifolium, dan kontrol, sehingga bisa direkomendasikan ditanam secara
bersamaan.
Kata kunci: Anthocephalus cadamba, laju pertumbuhan tanaman, erosi permukaan
tanah, semai jabon
SUMMARY
NUR IZZATIL HASANAH. Developments of Desmodium spp. as cover crop plant
in post mining reclamation. Supervised by BASUKI WASIS and IRDIKA
MANSUR.
Mining is one of state revenue source in Indonesia. The topsoil were
deployed after the excavation of minerals that usually not form a compact structure,
so it is prone to erosion when it rains. One effort to reduce the rate of soil ground
erosion is planting cover crops. Cover crops are specifically planted to protect soil
from erosion threat of damage and to improve the chemical and physical properties
of soil. The Objective of this study is to obtain information about taxonomy and
characteristics of cover crop of Desmodium spp. type, to calculate the productivity
of cover crop of Desmodium spp. types, and to analyse the response of jabon
(Anthocephalus cadamba) seedlings growth to soil cover crops Desmodium spp.
This research was conducted in three stages, the first stage is multiplication
Desmodium spp. and observation on its characteristic, second is planting in the
nursery to measure the rate of plant growth and productivity, and the lastly is
planting Desmodium spp. with jabon seedling to observe its effects on jabon
seedling. The research data is analyzed with statistics to observe the effect of its
treatment and treatment combination of growth parameters of jabon seedling, if
significant then further tested DMRT (Duncan's Multiple Range Test) with a 5%
significance level.
Study results shows that Desmodium spp. plant has different characteristics
among species. D. heterophyllum type is the highest type of its individual accretion
compared with D. ovalifolium and D. triflorum. Desmodium spp. plant have
different productivity among species. D. heterophyllum type has the highest
productivity compared with other types, where the speed of land cover, plant growth
rate, and the highest biomass production compared with D. ovalifolium and D.
triflorum. Treatment interaction of Desmodium spp. with soil type can increase the
diameter, height, number of leaves of jabon seedlings with the greatest sequence is
planting with D. triflorum, D. heterophyllum, D. ovalifolium, and control, so that it
can recommended to be planted together.
Keyword: Anthocephalus cadamba, plant growth rate, soil ground erosion, Jabon
seedling
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika
PENGEMBANGAN Desmodium spp. SEBAGAI TANAMAN
PENUTUP TANAH DALAM REKLAMASI
LAHAN PASCA TAMBANG
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
NUR IZZATIL HASANAH
Judul Tesis : Pengembangan Desmodium spp. sebagai Tanaman Penutup Tanah
dalam Reklamasi Lahan Pasca Tambang
Nama : Nur Izzatil Hasanah
NIM : E451114011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Basuki Wasis, MS
Ketua
Dr Ir Irdika Mansur, MForSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Silvikultur Tropika
Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 2 April 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Pengembangan Desmodium spp. sebagai Tanaman Penutup Tanah dalam Reklamasi Lahan Pasca Tambang
Nama : Nur Izzatil Hasanah NIM : E451114011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Basuki Wasis, MS Dr Ir Irdika Mansur, MForSc Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Silvikultur Tropika
Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS.
Tanggal Ujian: 2 April 2014 Tanggal Lulus: 11 APR 2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah reklamasi,
dengan judul Pengembangan Desmodium spp. sebagai Tanaman Penutup Tanah
dalam Reklamasi Lahan Pasca Tambang.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Basuki Wasis, MS dan
Bapak Dr Ir Irdika Mansur, MForSc selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan bimbingan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan proses
penulisan tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014
Nur Izzatil Hasanah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN v
1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Lahan Pasca Tambang 3
Tanaman Penutup Tanah (Cover crop) 3
Fungsi Tanaman Penutup Tanah 5
Desmodium spp. 6
Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) 7
3 METODE 8
Waktu dan Tempat 8
Alat dan Bahan 8
Prosedur Penelitian 8
Identifikasi Jenis Desmodium spp. 8
Teknik Perbanyakan Desmodium spp. 9
Pengukuran Produktivitas Desmodium spp. 10
Penanaman Bersama Jabon dan Desmodium spp. 11
Analisis Data 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Karakteristik Desmodium spp. 12
Produktivitas Desmodium spp. 19
Respon Semai Jabon terhadap Penanaman Desmodium spp. 22
5 SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 33
DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil sidik ragam (ANOVA) setiap parameter semai jabon
yang diamati sampai 12 MST 23
2 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap diameter jabon 23
3 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap tinggi jabon 23
4 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap jumlah daun jabon 23
DAFTAR GAMBAR
1 Plot penanaman pengukuran produktivitas Desmodium spp. 10
2 Pengukuran luasan tutupan lahan 10 3 Desain penanaman Desmodium spp. di sekeliling semai jabon 11
4 Desmodium ovalifolium D.C. 13 5 Desmodium heterophyllum D.C 14 6 Desmodium triflorum D.C. 14 7 Kandungan hara tanaman Desmodium spp. 15 8 Persen pertumbuhan biakan individu Desmodium spp. 16 9 Pertumbuhan biakan Desmodium spp. 16
10 Pertumbuhan stek Desmodium spp. 17 11 Persen pertumbuhan benih D. ovalifolium dengan pematahan dormansi
yang berbeda 17 12 Persentase penutupan lahan tanaman Desmodium spp. 19
13 Hasil pengukuran kecepatan penutupan lahan 19
14 Pertumbuhan tanaman Desmodium spp. 20
15 Hasil pengukuran laju pertumbuhan tanaman (LPT) Desmodium spp. 20
16 Produksi biomassa Desmodium spp. 21
17 Penanaman Desmodium spp. pada sekeliling semai jabon setelah 2
bulan penanaman (a) tanpa desmodium, (b) D. ovalifolium,
(c) D. heterophyllum, (d) D. triflorum 22
18 Pengaruh perlakuan jenis tanah terhadap biomassa Desmodium spp. 24 19 Bintil-bintil akar pada akar D. ovalifolium 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis tanah tambang batubara PT. Bukit Asam 31
2 Hasil analisis tanaman Desmodium spp. 32
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertambangan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang ada di
Indonesia. Secara umum kegiatan penambangan yang dilakukan adalah
membersihkan permukaan lahan dari tanaman dan pepohonan yang tumbuh di
atasnya, pemindahan tanah pucuk dan overburden yang menutupi bahan tambang,
menggali bahan tambang, menutup kembali lubang galian dengan overburden,
menyebarkan tanah pucuk, dan pada akhirnya melakukan penanaman kembali pada
lahan bekas tambang (Mansur 2010).
Tanah pucuk yang disebarkan setelah penggalian bahan tambang biasanya
belum membentuk struktur yang kompak, sehingga sangat rawan terjadi erosi jika
turun hujan. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat erosi permukaan tanah
adalah dengan melakukan revegetasi atau penanaman kembali, namun penanaman
pohon perlu waktu yang lama hingga tajuknya cukup untuk melindungi permukaan
tanah dari erosi, sehingga untuk melindungi permukaan tanah dengan cepat
digunakan tanaman penutup tanah (Mansur 2010). Tanaman penutup tanah atau
yang lebih dikenal dengan sebutan cover crop adalah tanaman yang khusus ditanam
untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk
memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan untuk menahan atau mengurangi daya
rusak butir-butir air hujan dan aliran air di atas permukaan tanah, menambah bahan
organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan mengurangi
penguapan air tanah melalui evaporasi. Peranan tanaman penutup tanah tersebut
menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta
kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah,
sehingga mengurangi erosi. Tanaman penutup tanah juga mampu menurunkan
kepadatan tanah yang terjadi setelah kegiatan penambangan batu bara (De Lima et
al. 2012).
Adapun kendala yang ditemukan dalam penanaman tanaman penutup tanah
antara lain banyaknya jenis tanaman penutup tanah yang pada akhirnya
mengganggu pertumbuhan tanaman pokok karena habitusnya yang memanjat atau
melilit, seperti jenis Pueraria sp., Centrosema sp., dan Mucuna sp. yang sering
digunakan oleh perusahaan tambang (Mansur 2010). Menurut Yost dan Evans
(1988) tanaman penutup tanah perlu pemeliharaan secara berkala agar tidak
memanjat tanaman utama, dan pemeliharan biasanya cukup sulit dilakukan secara
kimia atau mekanis, sehingga harus dilakukan secara manual menggunakan tangan.
Oleh karena itu perlu dikembangkan jenis alternatif yang pertumbuhannya tidak
melilit dan mengganggu, hal ini sangat penting karena diharapkan akan mengurangi
biaya pemeliharaan pada masa yang akan datang.
Salah satu jenis tanaman penutup tanah yang potensial yaitu Desmodium
spp., menurut Evans et al. (1988) tanaman Desmodium spp. termasuk jenis tanaman
yang potensial dan cukup menjanjikan untuk dijadikan tanaman penutup tanah.
Tanaman tersebut merupakan jenis tanaman menjalar yang selalu hijau dan
menghasilkan cukup banyak bahan organik.
2
Penelitian tentang Desmodium spp. telah banyak dilakukan di Amerika Latin,
namun belum pernah ada penelitian tentang jenis ini di Indonesia, padahal telah
banyak ditemukan berbagai tanaman jenis ini tumbuh di Indonesia, diantaranya D.
ovalifolium, D. heterophyllum, dan D. triflorum. Perlu dilakukan penelitian dan
pengembangan jenis ini agar bisa dimanfaatkan secara luas.
Masalah utama yang akan dijumpai jika Desmodium spp. akan digunakan
sebagai tanaman penutup tanah adalah ketersediaan benihnya. Benih belum
tersedia di Indonesia, oleh karena itu penanaman akan dicoba menggunakan stek.
Namun penanaman menggunakan stek tidak mungkin diterapkan untuk areal yang
luas, dalam penelitian ini akan dicoba penanaman Desmodium spp. dengan semai
tanaman utama, jabon (Anthocephalus cadamba), dalam satu polybag. Pengaruh
Desmodium spp. terhadap pertumbuhan jabon akan diteliti dalam rangkaian
penelitian ini.
Perumusan Masalah
Pengembangan jenis alternatif untuk tanaman penutup tanah perlu
dilakukan karena adanya evaluasi atau kekurangan dari jenis yang biasa digunakan
sebelumnya. Oleh karena itu perlu dipastikan bahwa jenis yang akan dikembangkan
tidak akan menyebabkan masalah yang sama atau bahkan menurunkan kualitas
tanah maupun kualitas tanaman pokok yang ditanam pada lahan yang sama.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan berikut:
1. Bagaimana taksonomi dan karakteristik tanaman penutup tanah jenis
Desmodium spp.?
2. Bagaimana produktifitas tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp.?
3. Bagaimana respon pertumbuhan tanaman pokok dalam hal ini semai jabon
(Anthocephalus cadamba) terhadap penanaman tanaman penutup tanah
Desmodium spp.?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mendapatkan informasi tentang taksonomi dan karakteristik tanaman
penutup tanah jenis Desmodium spp.
2. Menghitung produktifitas tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp.
3. Menganalisis respon pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba)
terhadap penanaman tanaman penutup tanah Desmodium spp.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dasar dalam penggunaan
Desmodium spp. sebagai jenis alternatif tanaman lokal untuk penutup tanah,
khususnya untuk mengendalikan erosi dan meningkatkan kesuburan tanah pada
lahan bekas tambang di Indonesia.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Pasca Tambang
Faktor pembatas utama dalam mereklamasi dan revegetasi lahan pasca
penambangan batubara yaitu pH tanah yang masam, rendahnya tingkat kesuburan
tanah, tanah terlalu padat, permeabilitas yang lambat dan aerasi tanah yang buruk.
Setelah dilakukan kegiatan penambangan batubara terjadi penurunan terhadap sifat
fisik, kimia serta sifat biologi tanah.
Salah satu dampak dari penambangan terbuka adalah menurunnya sifat fisik,
kimia dan biologi tanah pasca penambangan batubara. Lapisan tanah di atas deposit
batubara dipindahkan sehingga topsoil dan subsoil digusur dan dicampur sehingga
bahan induk tercampur dengan lapisan olah tanah. Penggusuran tersebut
menyebabkan menurunnya kandungan bahan organik tanah. Tanah yang miskin
bahan organik akan kurang mampu menyangga air dan pupuk karena bahan organik
sangat penting sebagai penyangga sifat fisik dan kima tanah (Djajakirana 2001).
Hasil penelitian pada lahan pasca tambang yang dilakukan Val dan Gil (1996)
dan Lorenzo et al. (1996) menunjukkan terdapat karakteristik lahan pasca tambang
khususnya di lahan pasca tambang batubara terbuka dimana terjadi perubahan
kenampakan permukaan tanah dari aslinya, perubahan sifat fisik dan kimia tanah
serta kondisi vegetasi.
Kegiatan penambangan batubara juga mengakibatkan terjadinya penurunan
terhadap pH tanah. Sejalan dengan hasil penelitian Qomariah (2003) yang
dilakukan di lahan pasca penambangan terbuka bahwa terjadi penurunan pH yang
sangat masam (pH 3.5) dan hasil penelitian Val dan Gil (1996) di bekas tambang
batubara di Spanyol yang menunjukkan pH turun sampai dengan 4.1. Pada lahan
pasca tambang biasanya terdapat bekas lubang-lubang galian yang dapat
menampung air hujan sehingga terjadi genangan yang cukup lama dan
mengakibatkan pH tanah menjadi masam (Kustiawan 2001).
Tanaman Penutup Tanah (Cover crop)
Tanaman penutup tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan cover crop
adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari
ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat
fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan untuk menahan atau mengurangi daya
rusak butir-butir air hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah,
menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh,
dan mengurangi kandungan air tanah melalui transpirasi. Peranan tanaman penutup
tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi
jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam
tanah, sehingga mengurangi erosi (Dahiya et al. 2007).
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup
tanah harus memenuhi syarat-syarat (Ocshe et al. 1961): (a) mudah diperbanyak,
sebaiknya dengan biji, (b) mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan
kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang
baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat
4
dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten
terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma,
(g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman
semusim atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi
tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri
dan sulur-sulur yang membelit.
Tanaman penutup tanah umumnya adalah tanaman yang berasal dari famili
leguminaceae (tanaman legum/kacang-kacangan). Tanaman penutup tanah
berperan sebagai penahan kelembaban tanah di daerah perkebunan khususnya
perkebunan kelapa sawit dan karet. Selain berfungsi menjaga kelembaban tanah di
areal sekitar perkebunan, tanaman penutup tanah juga memiliki peran sebagai
penggembur tanah (Soong dan Yap 1976).
Tanaman jenis legum memiliki akar yang biasanya bersimbiosis dengan
bakteri rhizobium yang dapat mengikat nitrogen (N) secara langsung dari udara.
Selain itu, perakarannya tidak terlalu dalam dan merupakan akar serabut, sehingga
akar tanaman penutup ini dapat membuat tanah tetap gembur. Dengan adanya
tanaman penutup kelembaban tanah dapat terjaga dengan baik. Tanaman penutup
biasanya ditanam secara tumpang sari (Odhiambo dan Bomke 2001).
Tanaman penutup tanah dapat meningkatkan kualitas tanah dengan
meningkatkan tingkat bahan organik tanah melalui input tutupan biomassa tanaman
dari waktu ke waktu (Isse et al. 1999). Kualitas tanah dikelola untuk menghasilkan
situasi optimal untuk tanaman berkembang. Faktor utama kualitas tanah adalah
salinasi tanah, pH, keseimbangan mikroorganisme dan pencegahan kontaminasi
tanah (Aulakh et al. 1983).
Tanaman penutup tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam sistem tanaman tahunan agar tetap dapat berkelanjutan (ATTRA
2001). Selain memproduksi nitrogen, tanaman penutup tanah meningkatkan bahan
organik, memperbaiki struktur tanah, dan membantu menekan pertumbuhan gulma.
Tanaman penutup tanah paling cocok untuk tanaman tahunan dengan jarak
tanam yang cukup lebar seperti karet, kelapa sawit, kelapa, kopi dan jeruk.
Pengendalian gulma diperlukan selama awal penanaman tanaman penutup tanah.
Tapi setelah tumbuh dengan baik, maka akan bersaing dengan gulma dan pada
akhirnya perlu pengendalian agar tidak memanjat dan mengganggu pertumbuhan
tanaman pokok (Yost dan Evans 1988).
Tanaman penutup tanah juga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman
berikutnya seperti jagung khusus pada serapan gabah N (Isse et al. 1999). Demikian
pula, sumbangan C tersedia dari tanaman penutup tanah dapat meningkatkan
tingkat denitrifikasi (Aulakh et al. 1983). Pada tanah pertanian umumnya, proses
denitrifikasi dapat dipengaruhi oleh konsentrasi N (De Klein dan van Logtestijn
1994), kadar air (Davidson 1992), kandungan C tersedia (Rolston 1981), dan suhu
(Mancino et al. 1988).
Tanaman penutup tanah dan mulsa telah lama digunakan dalam pertanian,
untuk memperbaiki kualitas tanah dan kerusakan lingkungan yang ada
menyebabkan perlunya pengembangan dan penyempurnaan penggunaannya di
masa depan (Hartwig dan Ammon 2002).
5
Fungsi Tanaman Penutup Tanah
Manfaat dari tanaman penutup tanah diantaranya peningkatan kualitas sifat
fisik dan kimia tanah (Sarrantonio dan Gallandt 2003; Nakhone dan Tabatabai
2008), menekan gangguan gulma (Hatcher dan Melander 2003), menekan serangan
serangga (Peachey et al. 2002), nematoda (DuPont et al. 2009), dan sebagai kontrol
patogen (Conklin et al. 2002; Manici et al. 2004).
Untuk pengendalian gulma, penggunaan tanaman penutup dan mulsa dapat
mengurangi perkecambahan dan pengembangan biji gulma (Weston 1996; Ohno et
al. 2000.) melalui alelopati (Kruidhof et al. 2008b) dan efek mekanis (den
Hollander et al. 2007), dan persaingan antara tanaman penutup dan gulma untuk
sumber daya yang terbatas seperti cahaya, air dan nutrisi (Kruidhof et al. 2008a).
Pemilihan tanaman penutup yang paling cocok tergantung pada lingkungan
budidaya dan preferensi petani (Zibilske dan Makus 2009). Sereal dan tanaman
legum atau kacang-kacangan banyak digunakan dalam berbagai sistem pertanian
(Isik et al. 2009). Penggunaan kacang-kacangan sebagai tanaman penutup tanah
karena mampu memberikan pengayaan nitrogen dalam tanah (Hooker et al. 2008).
Tanaman penutup tanah yang telah mati dapat dimanfaatkan sebagai mulsa
organik (Bond dan Grundy 2001), mulsa organik tersebut dapat menjadi pengganti
bahan plastik yang digunakan sebagai mulsa pada beberapa tanaman sayuran.
Mulsa organik tersebut berfungsi untuk mengurangi penguapan air tanah,
meningkatkan kadar air tanah, penurunan suhu harian tanah (Dahiya et al. 2007)
dan menekan gulma (Hiltbrunner et al. 2007).
Pengendalian Air
Penanaman tanaman penutup tanah akan mengurangi aliran air yang ada di
permukaan, sehingga akan mengurangi terjadinya erosi tanah. Hal ini akan
berpengaruh terhadap pengurangan resiko lingkungan perairan di bagian hilir
(Dabney et al. 2001). Tanaman penutup tanah tersebut memiliki biomassa yang
berfungsi sebagai penghambat air hujan agar tidak langsung menyentuh permukaan
tanah, sehingga air hujan dapat diserap dengan baik oleh tanah. Resapan air tersebut
pada akhirnya akan meningkatkan penyimpanan air dalam tanah dan menjamin
tersedianya air tanah (Dahiya et al. 2002).
Pengendalian Gulma Tanaman penutup tanah biasanya akan bersaing dengan gulma yang tumbuh
di sekitarnya, biasanya tanaman penutup tanah akan menghambat perkecambahan
benih gulma karena kondisi daunnya yang rapat dan tidak memungkinkan adanya
cahaya matahari yang menembus tanah. Kemudian jika daun-daun tanaman
penutup tanah tersebut mengering dan jatuh ke tanah maka akan menutupi
permukaan tanah dan benih gulma yang ada. Hal ini akan menyebabkan
berkurangnya tingkat perkecambahan gulma (Hatcher dan Melander 2003), bahkan
ketika benih gulma berkecambah, energi yang dimiliki akan habis untuk menembus
lapisan mulsa tanaman penutup tanah sebelum gulma tersebut bisa tumbuh.
Beberapa tanaman penutup tanah menekan pertumbuhan gulma baik selama
hidup maupun setelah kematiannya. Selama pertumbuhan tanaman penutup tanah
ini bersaing dengan gulma untuk berebut ruang dan nutrisi yang tersedia, dan
setelah mati tanaman tersebut menutupi gulma dengan membentuk lapisan mulsa
di permukaan tanah (Bond dan Grundy 2001).
6
Desmodium spp.
Desmodium spp. merupakan tanaman perdu pendek tahunan dengan batang
yang menanjak atau melata. Desmodium spp adalah tanaman dari famili Fabaceae,
tanaman semak tegak berumur pendek dengan tinggi 1-3 m (Sutrasno et al. 2009).
Daun Desmodium spp. memiliki ciri berhelai tiga (trifoliate) bundar atau
bulat telur dengan ujung helai daun sedikit tajam. Daunnya memiliki beragam
tekstur, bentuk, ukuran, kebanyakan mengertas, berbentuk bundar telur, tetapi yang
di ujung berbentuk menjorong, ujung daun bertakik atau lebih atau kurang
meruncing, ditutupi dengan rambut melekap pada permukannya dan permukaan
bawah lebih banyak ditutupi dengan rambut keperakan melekat. Daun samping
memiliki ukuran yang sama. Helai daun biasanya agak tebal, panjang 5-7 cm,
ditutupi oleh bulu yang halus. Perbungaan tandan di ketiak atau di ujung, bunga
berwarna merah muda, lembayung muda, ungu, violet atau putih, pada umumnya
berpasangan. Buah polong dengan 6-8 biji. Biji kecil dan keras, berwarna hijau
yang berubah coklat kekuningan sampai coklat seiring kemasakan. Polong merekah
ketika cukup masak. Jumlah biji mencapai sekitar 500.000 biji/kg (Sutrasno et al.
2009).
Di daerah alaminya, Desmodium spp. tumbuh pada daerah-daerah beriklim
sublembab yang memiliki curah hujan tahunan sebesar 900-1500 mm, dengan lima
bulan masa kering. Rata-rata suhu minimum tahunannya berkisar pada 20-29 °C,
dan rata-rata suhu maksimumnya di bawah 42 °C. Berdasarkan ketinggian,
tumbuhan ini tersebar dari batas permukaan air laut hingga 1500 m. Desmodium
spp. tumbuh secara alami pada tahap awal atau pertengahan suksesi dari tipe-tipe
vegetasi yang mengalami gangguan, seperti daerah bukit berpasir di pantai, tepi-
tepi sungai, dan dataran tergenang. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh pada berbagai
tipe tanah, baik yang bersifat basa maupun asam, namun lebih toleran pada tanah
asam dan tidak subur (Sutrasno et al. 2009).
Menurut Armecin et al. (2005) penanaman tanaman penutup tanah
Desmodium ovalifolium dan Calopogonium muconoides meningkatkan panjang
batang, panjang daun, dan diameter tanaman pisang Manila (Musa textilis Nee),
serta mampu mengurangi tingkat erosi air pada permukaan tanah. Selain itu
tanaman penutup tanah juga mampu menurunkan kepadatan tanah yang terjadi
setelah kegiatan penambangan batu bara (De Lima et al. 2012).
Tanaman Desmodium spp. bisa digunakan sebagai tanaman tumpangsari
bersama jagung dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak tanpa mengurangi
produktivitas dari tanaman jagung (Koech et al. 2012).
Desmodium spp. telah biasa dimanfaatkan sebagai komponen padang
gembala alam dan padang gembala buatan yang didominasi oleh rumput menjalar.
Jenis ini telah digunakan sebagai tanaman penutup tanah di bawah perkebunan
merica di Sarawak. Menurut Partridge (1980) keunggulan dari Desmodium spp.
diantaranya mampu bertahan dengan baik terhadap penggembalaan berat, cocok
ditanam bersama dengan rumput menjalar, menyebar secara alami di bawah kondisi
penggembalaan, dapat ditanam secara vegetatif, dan daya tahan naungan yang
cukup baik. Adapun kekurangan dari jenis ini yaitu tumbuh hanya pada daerah
dengan curah hujan tinggi dan tidak tersedianya benih komersial.
7
Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)
Jabon atau dengan nama latin Antocephallus cadamba Miq. merupakan jenis
pohon tropis yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Jenis ini juga telah dibudidayakan di Jawa (terutama di Jawa Barat dan Jawa
Timur), Kalimantan (terutama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur),
Sumatera (hampir tersebar di seluruh provinsi), Sulawesi (hampir tersebar di
seluruh provinsi), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) dan Papua (Irian Jaya)
(Martawijaya et al. 1989).
Jabon termasuk pohon berukuran besar dengan batang lurus dan silindris serta
memiliki tajuk tinggi seperti payung dengan sistem percabangan yang khas
mendata. Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan diameter batang 100–160 cm
dan kadang-kadang berbanir hingga ketinggian 2 m. Kulit pohon muda berwarna
abu-abu dan mulus, sedangkan kulit pohon tua kasar dan sedikit beralur. Daun
menempel pada batang utama, berwarna hijau mengilap, berpasangan dan
berbentuk oval-lonjong (berukuran 15–50 cm x 8–25 cm). Daun pada pohon muda
yang diberi pupuk umumnya lebih lebar, dengan posisi lebih rendah di bagian
pangkal dan meruncing di bagian puncak (Krisnawati et al. 2011).
Bunga terdiri dari kepala-kepala terminal bulat tanpa brakteol, bertangkai
harum, berwarna oranye atau kuning. Bunganya biseksual, terdiri dari lima bagian,
kelopak bunga berbentuk corong. Mahkota bunganya gamopetal berbentuk seperti
cawan. Benang sarinya ada lima, melekat pada tabung mahkota dengan filamen
pendek. Buahnya merupakan buah majemuk, berbentuk bulat dan lunak, dengan
bagian atas terdiri dari empat struktur berongga atau padat. Buah jabon
mengandung biji yang sangat kecil, berbentuk kapsul berdaging yang berkelompok
rapat bersama untuk membentuk daging buah yang berisi sekitar 8.000 biji. Biji
kadang berbentuk trigonal atau tidak teratur dan tidak bersayap (Soerianegara dan
Lemmens 1993).
Jabon merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh baik pada tanah-tanah
aluvial yang lembap dan umumnya dijumpai di hutan sekunder di sepanjang
bantaran sungai dan daerah transisi antara daerah berawa, daerah yang tergenang
air secara permanen maupun secara periodik. Beberapa pohon jabon terkadang juga
ditemukan di areal hutan primer. Jenis ini tumbuh baik pada berbagai jenis tanah,
terutama pada tanah-tanah yang subur dan beraerasi baik (Soerianegara dan
Lemmens 1993).
Jabon termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras
berwarna putih kekuningan sampai kuning terang; tidak dapat dibedakan dengan
jelas warnanya dari kayu gubal (Martawijaya et al.1989). Untuk mencegah jamur
(noda) biru pada permukaan kayu, kayu harus segera diolah setelah pemanenan,
atau harus diberi perlakuan dalam waktu 48 jam atau direndam dalam air
(Soerianegara dan Lemmens 1993).
Keunggulan jabon di antaranya (Warisno dan Dahana 2011) :
Diameter batang dapat tumbuh hingga 10 cm/tahun
Masa produksi/pemanenan kayu jabon relatif singkat (4-5 tahun)
Batang berbentuk silinder dengan tingkat kelurusan yang bagus
Tidak memerlukan pemangkasan karena cabang akan rontok sendiri saat
tumbuh (self purning)
Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan sengon (albisia)
8
Jabon termasuk tumbuhan pionir dan dapat tumbuh di lahan terbuka atau
kritis, seperti tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, dan tanah berbatu.
Kelebihan lain dari tanaman jabon, diantaranya mampu tumbuh di lahan
kritis, tempat terbuka seperti pada bekas tebangan, bekas jalur sarad dan bekas
ladang (Asnawi 2009). Karena itu, proses tumbuh kembali (permudaan) untuk
tanaman ini tidak begitu sulit. Jika perawatan dan pemeliharaan jabon putih
dilakukan secara intensif, hasil kayu yang diperoleh menjadi maksimal dan waktu
masak tebangnya menjadi cepat.
3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Desember 2013. Penelitian
dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dalam
tiga tahap, yaitu pengamatan karakteristik Desmodium spp., pengukuran
produktivitas Desmodium spp., dan melihat respon semai jabon (Anthocephalus
cadamba) terhadap penanaman .Desmodium spp.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pottray, gunting, kertas
kuarto, kantong plastik, alat tulis, kamera, penggaris, cawan petri, kapas, kaliper,
oven, timbangan analitik, polybag. Bahan yang digunakan yaitu bibit jabon putih
berumur satu bulan, bibit 3 jenis Desmodium spp., pupuk kompos, root up, tanah
bekas tambang dari PT. Bukit Asam, subsoil, kokopit, dan pestisida untuk
pemeliharaan.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu perbanyakan biakan Desmodium
spp. sekaligus pengamatan terhadap karakteristiknya, pengukuran produktivitas
Desmodium spp. yang mencakup pengukuran kecepatan penutupan lahan, laju
pertumbuhan tanaman, dan produksi biomassa, serta yang terakhir adalah
penanaman semai jabon putih bersama dengan Desmodium spp. untuk melihat
respon semai jabon. Identifikasi jenis Desmodium spp. dilakukan sebelum
pelaksanaan penelitian.
Identifikasi Jenis Desmodium spp.
Identifikasi jenis Desmodium spp. dilakukan terhadap empat jenis
desmodium yang berbeda yaitu jenis Desmodium spp. yang berasal dari Karawang,
PT. Adaro Kalimantan Selatan, PT. Freeport Indonesia Papua, dan PT. Newmont
Nusa Tenggara, Sumbawa. Identifikasi dilakukan di LIPI Bogor dan SEAMEO
BIOTROP untuk menentukan jenis yang akan digunakan pada penelitian. Hasil
identifikasi dari LIPI menunjukkan bahwa jenis tersebut adalah Desmodium
ovalifolium dari Karawang, Desmodium heterophyllum dari PT. Adaro dan jenis
9
yang sama dari PT. Newmont Nusa Tenggara dan PT. Freeport Indonesia yaitu
Desmodium triflorum.
Teknik Perbanyakan Desmodium spp.
Perbanyakan biakan secara vegetatif
Perbanyakan biakan Desmodium spp. dilakukan terhadap tiga jenis
Desmodium spp. yang berbeda yaitu Desmodium ovalifolium, Desmodium
heterophyllum, dan Desmodium triflorum. Biakan Desmodium spp. diperbanyak
dengan cara vegetatif yaitu metode stek. Media yang digunakan adalah campuran
topsoil dan kompos dengan perbandingan 1:1 dan ditanam dalam pottray berukuran
3x3 cm. Stek yang digunakan adalah stek batang dengan panjang 3-5 cm, panjang
stek tergantung pada jenis Desmodium spp. yang ditanam.
Stek Desmodium spp. yang telah ditanam kemudian diamati setiap minggu
untuk melihat pertumbuhannya, jika stek telah tumbuh minimal dua ruas maka akan
dipotong dan potongan dan ditanam kembali untuk menjadi tanaman yang baru,
begitu seterusnya hingga mencapai jumlah yang cukup untuk penelitian. Selama
pengamatan dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman yang dilakukan setiap hari
atau sesuai kondisi media tumbuh, jika kondisi media lembab maka penyiraman
tidak dilakukan. Selain itu juga dilakukan penyiangan dari gulma yang mengganggu
yang berasal dari kompos yang digunakan.
Daya hidup dan pertumbuhan Desmodium spp. diamati setiap minggu dan
dihitung persen pertumbuhan biakannya dengan menggunakan rumus:
% pertumbuhan=Jumlah tanaman akhir
Jumlah tanaman awal x 100%
Presentase pertumbuhan tersebut akan dibandingkan antara jenis satu dengan
jenis yang lain untuk melihat jenis Desmodium spp. yang paling cepat biakannya.
Perbanyakan biakan secara generatif
Pembuatan biakan jenis D. ovalifolium dilakukan tidak hanya dengan metode
vegetatif, tetapi juga dengan metode generatif yaitu benih. Benih diperoleh dengan
memanen polong buah yang sudah masak kemudian dikeluarkan dari polongnya
dan dikeringkan dengan penjemuran. Benih diberikan perlakuan pematahan
dormansi dengan tiga cara, yaitu direndam dalam air dingin selama 24 jam,
direndam dalam air panas selama 5 menit kemudian dilanjutkan dengan
perendaman dalam air dingin selama 24 jam, dan tanpa perlakuan. Setelah
dilakukan pematahan dormansi benih dikecambahkan dalam cawan petri yang telah
dialasi dengan kapas dan disemprot dengan aquades, kemudian benih yang
berkecambah disapih ke media tanam berupa campuran kompos, topsoil, dan arang
sekam dengan perbandingan 1:1:1.
Presentase hidup benih dan kecambah dihitung dengan menggunakan
rumus:
% hidup=Jumlah tanaman hidup
Jumlah tanaman yang ditanam x 100%
Selain pembuatan biakan, pada saat yang sama juga dilakukan pengamatan
terhadap karakteristik hidup tiap jenis Desmodium spp. Parameter yang diamati
10
yaitu dimensi daun, buah dan bunga, kecepatan tumbuh, percabangan, pembungaan,
dan waktu yang dibutuhkan tiap jenis hingga berbuah. Pengamatan tersebut
dilakukan setiap minggu hingga 12 MST, walaupun ada jenis yang tidak sampai
berbuah.
Pengukuran Produktivitas Desmodium spp.
Desmodium spp. yang telah dibesarkan dalam pottray selama dua bulan
dipindahkan ke dalam bedengan. Penanaman dilakukan dalam plot berukuran
50x50 cm sebanyak 20 plot untuk tiap jenis dengan jarak tanam 50 cm. Pengamatan
dilakukan terhadap luas tutupan lahan, laju tumbuh tanaman (LPT) dan produksi
biomassa dengan memanen seluruh tanaman pada tiap plot kemudian dikeringkan
dalam oven dengan suhu 80ºC selama 24 jam (Armecin et al. 2005).
Laju pertumbuhan tanaman didasarkan pada berat kering total tanaman,
dilakukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman, kemudian dikeringkan
dalam oven sampai berat kering konstan pada suhu 80 oC. Pengukuran dilakukan
pada 6 minggu setelah tanam (MST) dan pada saat panen (12 MST). Kemudian
dianalisis dengan rumus (Sitompul dan Guritno 1995) :
12
12/1TT
WWGALPT
, dimana :
LPT = Laju pertumbuhan tanaman (g/m2/hari)
GA = Luas tanah
W = Berat kering
T = Waktu
Gambar 1 Plot penanaman pengukuran produktivitas Desmodium spp.
Gambar 2 Pengukuran luasan tutupan lahan
50 cm
1
m
50
cm
Desmodium
spp.
Luasan tutupan lahan
Plot penanaman
Desmodium spp. 50 cm
50 cm
11
Pengukuran luasan tutupan lahan dilakukan setiap minggu dengan
menghitung jumlah grid pada kertas kuarto berpetak. Selama pengamatan
dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman dua kali sehari, pembersihan dari
gulma yang tumbuh dalam polybag, dan perlindungan dari gangguan hama dengan
penyemprotan pestisida.
Penanaman Bersama Jabon dan Desmodium spp.
Semai jabon yang berusia sekitar dua bulan ditanam dalam polybag
berukuran 20x25 cm yang disertai dengan penanaman Desmodium spp. di sekeliling
tanaman jabon. Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL faktorial dengan
dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah jenis desmodium yang digunakan (D),
terdiri dari empat taraf perlakuan yaitu:
D0 = Tanpa desmodium
D1 = Desmodium ovalifolium
D2 = Desmodium heterophyllum
D3 = Desmodium triflorum
Sedangkan faktor kedua adalah jenis media yang digunakan (T), dengan
perlakuan:
T1 = Tanah subsoil
T2 = Tanah pasca tambang
Gambar 3 Desain penanaman Desmodium spp. di sekeliling semai jabon
Dari kedua faktor perlakuan tersebut didapatkan delapan kombinasi
perlakuan dengan jumlah ulangan empat kali sehingga didapat 32 kali unit
percobaan, masing-masing unit percobaan terdiri dari dua tanaman sehingga
diperlukan 64 unit tanaman. Berdasarkan rancangan penelitian yang ada maka
rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2002):
Yijk = µ + Di + Tj + (DT)ij + εijk
Keterangan:
Yijk : Respon pengamatan dari jenis perlakuan desmodium ke-i, jenis
media yang ke-j, dan ulangan ke-k.
µ : Nilai tengah umum
Di : Pengaruh pemberian desmodium jenis ke-i
Tj : Pengaruh penggunaan jenis media ke-j
(DT)ij : Pengaruh interaksi pemberian desmodium jenis ke-i dan
penggunaan jenis media ke-j
εijk : Galat/error
Desmodium spp.
Semai jabon
Polybag
12
Selanjutnya untuk uji hipotesis pembandingan nilai tengah dilakukan
sebagai berikut:
1. Pengaruh pemberian desmodium (Faktor D):
H0 = D0 = … = D4 = 0
H1 = Paling sedikit ada satu i dimana Di ≠ 0
2. Pengaruh penggunaan jenis media (Faktor T):
H0 = T1 = T2 = 0
H1 = Paling sedikit ada satu k dimana Tj ≠ 0
3. Pengaruh interaksi faktor D dengan faktor T:
H0 = (DT)1 = (DT)2 = … = (DT)ij = 0; i=1,2,3; j=1,2,3
H1 = Paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (DK)ij ≠ 0
Parameter yang diukur yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah ruas
daun, biomassa pucuk, biomassa akar, biomassa total, dan nisbah biomassa pucuk
akar. Pengukuran tinggi, diameter, dan jumlah daun tersebut dilakukan setiap
minggu mulai umur seminggu setelah tanam hingga 12 MST. Pengukuran nisbah
pucuk akar dilakukan terhadap biomassa pucuk dan akar yang telah dikeringkan
pada akhir penanaman. Bagian pucuk dan akar tanaman yang telah selesai diamati
dipotong dan dimasukkan ke dalam kertas terpisah, kemudian dioven dengan suhu
80ºC selama 24 jam sampai tercapai bobot kering yang konstan. Setelah mengering
kemudian ditimbang dengan timbangan analitik sehingga diperoleh biomassa
pucuk, biomassa akar, dan total berat kering tanaman.
Selama pengamatan dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman dua kali
sehari, pembersihan dari gulma yang tumbuh dalam polybag, dan perlindungan dari
gangguan hama dengan penyemprotan pestisida.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan uji F menggunakan software SAS versi 9.1
untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan kombinasi perlakuan terhadap variabel
yang diukur. Jika pada perlakuan tersebut berpengaruh nyata maka akan dilakukan
uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Desmodium spp.
Desmodium spp. memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan
sebagai tanaman penutup tanah, tanaman obat, dan pakan ternak. Berbagai literatur
menyebutkan bahwa Desmodium spp. banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat
(Rastogi et al. 2011, Ma et al. 2011, Rathi et al. 2004, Zhu et al. 2011), dan pakan
ternak (Haque et al. 1996). Hasil penelitian yang menyebutkan bahwa Desmodium
spp. bermanfaat sebagai tanaman penutup tanah baru terdapat di Amerika Latin
(Evans et al. 1988, Armecin et al. 2005, Koech et al. 2012).
Jenis tanaman Desmodium spp. yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari beberapa lokasi, yaitu Karawang, PT. Adaro Kalimantan Selatan, PT. Freeport
Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara. Hasil identifikasi dari LIPI
menunjukkan bahwa jenis tersebut adalah Desmodium ovalifolium dari Karawang,
13
Desmodium heterophyllum dari PT. Adaro dan jenis yang sama dari PT. Newmont
Nusa Tenggara dan PT. Freeport Indonesia yaitu Desmodium triflorum.
Menurut Evans et al. (1988) tanaman D. ovalifolium, D. heterophyllum dan
D. triflorum termasuk jenis tanaman yang potensial dan cukup menjanjikan untuk
dijadikan tanaman penutup tanah. Tanaman tersebut merupakan jenis tanaman
menjalar yang selalu hijau dan menghasilkan cukup banyak bahan organik.
Desmodium ovalifolium D.C.
Desmodium ovalifolium merupakan salah satu jenis tanaman penutup tanah
yang tumbuh merambat dan berstolon dengan tinggi 20-35 cm. Daun ujung
(panjang 2.5-5 cm dan lebar 2-3 cm lebih besar dibanding daun menyamping
(panjang 2.5-4 cm dan lebar 1.5-2.5 cm), berbulu pada bagian bawah. Tanaman ini
berbuah 3-6 buah pada polong bersambungan, yang akan pecah pada
sambungannya waktu masak. Segmen buah polong panjangnya 1.25-2 cm, lebar 4-
8 mm, dan memiliki bulu halus. Biji berbentuk seperti ginjal panjang 2,25-2,50 mm
dan lebar 1,50-1,75 mm dan berwarna coklat kekuningan, bunga kecil (panjang 20-
30 mm), berwarna ungu muda-tua jika berbunga.
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), D. ovalifolium diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua/dikotil)
Ordo : Leguminales / Polypetales
Famili : Fabaceae (kacang-kacangan)
Genus : Desmodium
Species : Desmodium ovalifolium D.C.
Gambar 4 Desmodium ovalifolium D.C.
Desmodium heterophyllum D.C.
Desmodium heterophyllum atau yang biasa disebut hetero merupakan salah
satu jenis tanaman tahunan merambat dengan batang yang berstolon kuat. Stolon
menjadi berkayu seiring bertambahnya umur tanaman dan bertekstur licin. Tinggi
tanaman berkisar antara 15-20 cm, helai daun membentuk tiga daun (trifoliate)
dengan daun ujung (panjang 1.5-2 cm dan lebar 1-1.5 cm) lebih besar dibanding
daun menyamping (panjang 1.2-1.5 cm dan lebar 0.8-1 cm). Bunga kecil (panjang
3 cm
14
3-5 mm), merah jambu, masa berbunga selama bulan September-Oktober, berbuah
3-6 buah polong bersambungan, yang akan pecah pada sambungannya waktu masak.
Segmen buah polong panjangnya 12-25 mm, lebar 4-5 mm, berbulu halus. Biji
berbentuk seperti ginjal panjang 2.25-2.50 mm dan lebar 1.50-1.75 dan berwarna
coklat kekuningan, masa berbuah bulan November-Desember selama penanaman.
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), D. heterophyllum diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua/dikotil)
Ordo : Leguminales / Polypetales
Famili : Fabaceae (kacang-kacangan)
Genus : Desmodium
Species : Desmodium heterophyllum D.C.
Gambar 5 Desmodium heterophyllum D.C.
Desmodium triflorum D.C.
Desmodium triflorum adalah jenis desmodium yang memiliki dimensi paling
kecil dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Tinggi biasanya hanya 10-15 cm
dengan panjang daun hingga 1.2 cm dan lebar 1.0 cm. Berbuah 3-5 buah pada
polong bersambungan, segmen buah polong panjangnya 6-18 mm, lebar 2-3.5 mm,
berbulu halus, masa berbuah November-Desember selama penanaman. Biji
berbentuk seperti ginjal panjang 1-2 mm dan berwarna kuning keemasan, bunga
kecil (panjang 1-3 mm), ungu muda-tua, masa berbunga September-Oktober.
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), D. triflorum diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua/dikotil)
Ordo : Leguminales / Polypetales
Famili : Fabaceae (kacang-kacangan)
Genus : Desmodium
Species : Desmodium triflorum D.C.
2 cm
15
Gambar 6 Desmodium triflorum D.C.
Hasil analisis tanaman Desmodium spp.
Ketiga jenis tanaman Desmodium spp. dianalisis untuk mengetahui
kandungan haranya, hasil analisis seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Kandungan hara tanaman Desmodium spp.
Hasil analisis tanaman Desmodium spp. menunjukkan bahwa D. ovalifolium
memiliki kandungan nilai C Organik paling tinggi dari yang lain yaitu mencapai
40.56%, sedangkan D. heterophyllum dan D. triflorum masing-masing sebesar
37.67% dan 28.67%.
Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena
perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai C/N tanah. Rasio
C/N tanah berkisar antara 10-12. Rasio C/N merupakan perbandingan antara
karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik, maka
proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang
dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberpa tahun tergantung bahan dasar.
Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio
tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan oleh tanaman (Setyorini et al. 2006;
Hanafiah 2005).
40.56
2.590.34
1.87
15.66
37.67
2.88
0.321.65
13.08
28.67
3.01
0.321.96
9.52
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
C Organik N Total P Total K Total C/N Rasio
Pre
senta
se (
%)
D. ovalifolium D. heterophyllum D. triflorum
1 cm
16
Uji kandungan hara yang dilakukan pada tanaman Desmodium spp. terlihat
bahwa C/N rasio pada D. ovalifolium mencapai 15, sedangkan C/N rasio D.
heterophyllum dan D. triflorum masing-masing adalah 13 dan 10 (Gambar 7), nilai
ini mendekati C/N rasio tanah, sehingga ketika daun dan ranting tanaman ini mati
dan jatuh ke tanah akan sangat cepat terdekomposisi dan dapat digunakan sebagai
sumber hara bagi tanaman.
Perbanyakan Desmodium spp.
Tanaman ini berbunga dan menghasilkan biji dalam waktu yang lama. Setiap
segmen buah polong akan pecah saat masak sehingga produksi biji menjadi sulit.
Perbanyakan dapat dilakukan dengan penanaman biji, tetapi sangat jarang tersedia
di pasar komersial, yang disebabkan sangat sulit untuk dipanen. Pada penelitian ini
seluruh tanaman diperbanyak dengan stek, yaitu potongan stolon akar dan batang
yang ditanam pada media tanam dimana tanaman ini akan menyebar dengan cepat.
Gambar 8 Persen pertumbuhan biakan individu Desmodium spp.
Gambar 8 menunjukkan bahwa pertumbuhan biakan D. heterophyllum lebih
tinggi dari jenis yang lainnya, yaitu 342.27%, sedangkan persentase pertumbuhan
D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing 52.08% dan 241.03%. Pertumbuhan
biakan D. heterophyllum lebih cepat dari jenis yang lainnya sejak awal penanaman,
setiap pengamatan jenis ini bertambah hingga dua kali dari pengamatan sebelumnya.
Berbeda halnya dengan jenis D. ovalifolium yang paling kecil persentase
pertumbuhannya karena jenis ini tingkat kematiannya sangat tinggi, hal ini
disebabkan stek yang kurang panjang sehingga pertumbuhannya tidak optimal.
Pertumbuhan biakan D. heterophyllum lebih tinggi dari jenis lainnya karena
kemampuannya untuk hidup dengan sumberdaya yang terbatas. Stek jenis ini akan
tetap tumbuh walaupun tanpa media, jika stek jenis ini menyentuh air maka akarnya
akan tumbuh pada setiap ruas batangnya.
52.08
342.27
241.03
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Nama Jenis
Per
senta
se p
ertu
mb
uhan
(%
)
D.ovalifolium D.heterophyllum D.triflorum
17
Gambar 9 Pertumbuhan biakan Desmodium spp.
Pembuatan biakan Desmodium spp. dilakukan dengan cara vegetatif (stek).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa biakan yang dihasilkan oleh D.
heterophyllum lebih tinggi dari jenis lain yaitu mencapai 191 tanaman dalam waktu
12 minggu, sedangkan jenis D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing
mencapai 25 tanaman dan 104 tanaman dengan masa tanam yang sama.
Pertumbuhan D. triflorum terlihat meningkat hingga 10 MST (minggu setelah
tanam), namun pada minggu ke 11 mengalami stagnasi dan menurun pada minggu
12.
a b c
Gambar 10 Pertumbuhan stek Desmodium spp. pada (a) awal penanaman, (b) 4
MST, (c) 8 MST
Pembuatan biakan jenis D. ovalifolium dilakukan tidak hanya dengan metode
vegetatif, tetapi juga dengan metode generatif yaitu benih. Benih diperoleh dengan
memanen polong buah yang sudah masak kemudian dikeluarkan dari polongnya
dan dikeringkan dengan penjemuran. Benih diberikan perlakuan pematahan
dormansi dengan tiga cara, yaitu direndam dalam air dingin selama 24 jam,
direndam dalam air panas selama 5 menit kemudian dilanjutkan dengan
perendaman dalam air dingin selama 24 jam, dan tanpa perlakuan. Hasil
perbanyakan dengan cara generatif terhadap D. ovalifolium ditunjukkan pada
Gambar 11.
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3
Jum
lah
bia
kan
(in
d)
Waktu (MST)
D.ovalifolium
D.heterophyllum
D.triflorum
18
Gambar 11 Persen pertumbuhan benih D. ovalifolium dengan pematahan
dormansi yang berbeda.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan perendaman
dalam air dingin menghasilkan persen pertumbuhan benih hingga 89%, sedangkan
pertumbuhan dengan perendaman air panas dan tanpa perlakuan masing-masing
43% dan 52%.
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim
bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya.
Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya,
atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi
dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam
mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya,
baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak
langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi
pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan
fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut. Sebagai contoh
kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih
dari famili Leguminoseae (Sutopo 2010).
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
lingkungan dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Skarifikasi merupakan salah satu upaya
pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan
dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Kamil
1984). Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisik, mekanik, maupun
kimia.
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat
bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara
lain temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang
silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan
zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme (Kamil
1984).
43
89
52
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Perendaman air
panas dan air
dingin
Perendaman air
dingin
Tanpa
perendaman
Per
sen h
idup
(%
)
19
Produktivitas Desmodium spp.
Produktivitas tanaman Desmodium spp. diukur dengan menghitung luasan
penutupan lahan, laju pertumbuhan tanaman (LPT) dan hasil produksi biomassa
pada akhir penanaman dengan memanen seluruh bagian tanaman.
Luasan penutupan lahan
Hasil pengukuran luasan penutupan lahan menunjukkan bahwa hingga 8
MST penutupan lahan jenis D. heterophyllum mencapai 100%, sedangkan luasan
penutupan lahan D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing mencapai 95.2%
dan 65.8% (Gambar 12).
Gambar 12 Persentase penutupan lahan tanaman Desmodium spp.
Gambar 12 menunjukkan pertumbuhan tanaman Desmodium spp. pada 3
MST, 5 MST dan 8 MST. Pertumbuhan D. heterophyllum sangat cepat dari awal
penanaman, sehingga pada 5 MST mencapai hampir 50% dari tutupan lahan,
sedangkan untuk D. ovalifolium sangat lambat pada awal penanaman, namun
setelah 5 MST pertumbuhannya sangat cepat dan hampir menutup seluruh
permukaan lahan pada 8 MST. Jenis D. triflorum adalah jenis yang paling lambat
pertumbuhannya dibandingkan dengan dua jenis yang lain, hingga akhir
penanaman kemampuannya dalam penutupan lahan kurang dari 70%.
Jika hasil ini dikonversi maka akan diperoleh nilai kecepatan penutupan lahan
masing-masing jenis, yaitu D. heterophyllum sebesar 33.15 cm2/hari, sedangkan D.
ovalifolium dan D. triflorum sebesar 21.57 cm2/hari dan 15.09 cm2/hari. Dari hasil
pengamatan selama penelitian terlihat bahwa untuk jenis D. heterophyllum dan D.
ovalifolium merupakan jenis yang sangat baik dan cepat dalam penutupan lahan.
Hal ini sangat penting terkait fungsinya sebagai penutup tanah yang mengurangi
erosi tanah dari air hujan dan mengurangi penguapan air dari dalam tanah.
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8
Pre
senta
se P
enutu
pan
Lah
an
Waktu (MST)
D.heterophyllum
D.ovalifolium
D.triflorum
20
Gambar 13 Hasil pengukuran kecepatan penutupan lahan Desmodium spp.
Pertumbuhan jenis D. triflorum lebih lambat dari jenis lainnya karena
dimensinya yang paling kecil dari yang lain baik ukuran daun, panjang stolon, jarak
antar buku, tinggi dan panjang tanamannya lebih kecil dari yang lain, sehingga
pertumbuhan dan kemampuannya dalam penutupan lahan juga lebih lambat.
a b c d
Gambar 14 Pertumbuhan tanaman Desmodium spp. pada (a) awal penanaman, (b)
3 MST, (c) 5 MST, (d) 8 MST
Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT)
Laju pertumbuhan tanaman didasarkan pada berat kering total tanaman,
dilakukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman, kemudian dikeringkan
dalam oven sampai berat kering konstan pada suhu 80 oC selama 24 jam.
Pengukuran dilakukan pada 6 MST dan pada saat panen (12 MST). Hasil
pengukuran LPT seperti yang terlihat pada Gambar 13 dimana D. heterophyllum
memiliki LPT yang paling besar dibandingkan dengan jenis yang lain yaitu
mencapai 5.02 g/m2/hari, sedangkan jenis D. ovalifolium dan D. triflorum masing-
masing 4.57 g/m2/hari dan 4.20 g/m2/hari.
21.57
33.15
15.09
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
D. ovalifolium D. heterophyllum D. triflorum
Kec
epat
an p
enutu
pan
lah
an
(cm
2/h
ari)
D. ovalifolium
D. heterophyllum
D. triflorum
21
Laju pertumbuhan tanaman pada Gambar 13 terlihat sama dengan Gambar 12
dimana penutupan lahan pada D. heterophyllum juga lebih tinggi dibandingkan
dengan jenis lainnya, hal ini menunjukkan bahwa luas tutupan lahan berbanding
lurus dengan laju pertumbuhan tanaman, semakin cepat luas tutupan lahan, maka
LPT juga akan semakin besar.
Gambar 15 Hasil pengukuran laju pertumbuhan tanaman (LPT) Desmodium spp.
Laju pertumbuhan tanaman penutup tanah sangat penting dalam reklamasi
lahan pasca tambang karena lahan tersebut akan sangat rawan terhadap erosi jika
kondisi permukaan tanah masih terbuka. Oleh karena itu perlu penutupan lahan
yang cepat dengan penanaman tanaman penutup tanah yang memiliki nilai LPT
yang tinggi agar seluruh permukaan tanah terhindar dari erosi air hujan.
Produksi Biomassa
Produksi biomassa tanaman penutup tanah sangat berpengaruh terhadap
produksi serasah yang dihasilkan. Serasah ini sangat penting untuk sumbangan hara
dan pemulihan nutrisi tanah pada lahan pasca tambang. Semakin besar biomassa
yang dihasilkan maka semakin besar pula produksi serasah yang dihasilkan. Dalam
penelitian ini D. heterophyllum memiliki produksi biomassa yang paling besar
dibandingkan dengan jenis lainnya yaitu mencapai 122.52 g/m2 atau sekitar 9.8
ton/ha, sedangkan D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing sebesar 92.79
g/m2 dan 52.08 g/m2.
Hasil penelitian Armecin et al. (2005) menyebutkan bahwa produksi
biomassa D. ovalifolium mencapai 8.6-8.9 ton/ha, jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan biomassa C. muconoides dan C. pubescens. Jenis D. ovalifolium
sebelumnya juga telah diujicobakan sebagai komponen padang rumput dan legum
di Australia (Grof 1982). Dari hasil ujicoba tersebut terlihat bahwa jenis ini tumbuh
dengan sangat baik dan cukup produktif sebagai pakan ternak ditanam bersama
Brachiaria decumbens dan B. brizantha.
4.575.02
4.20
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
D. ovalifolium D. heterophyllum D. triflorum
LP
T (
g/m
2/h
ari)
22
Gambar 16 Produksi biomassa Desmodium spp.
Produksi biomassa D. heterophyllum dan D. ovalifolium yang tinggi
menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan D. triflorum dalam
menghasilkan nutrisi bagi tanah. Hal ini karena tanaman penutup dengan produksi
biomassa yang tinggi akan membantu menjaga kelembaban tanah, meningkatkan
aktivitas mikroba dan meningkatkan ketersediaan nutrisi untuk tanah. Selain itu,
produksi biomassa yang lebih tinggi juga akan membantu untuk menekan
pertumbuhan gulma, yaitu seperti yang dilaporkan oleh ATTRA (2001) bahwa
perakaran dari tanaman penutup tanah akan mengurangi populasi gulma yang
tumbuh subur.
Respon Semai Jabon terhadap Penanaman Desmodium spp.
Borges dan Da Silva (1998) menyebutkan bahwa selama tahap awal
pertumbuhan, tanaman penutup masih pada tahap pembentukan, maka mereka akan
bersaing dengan tanaman utama untuk pemanfaatan sumber daya seperti cahaya
dan nutrisi. Namun, kemudian selama tahap pertumbuhan, tanaman penutup secara
bertahap akan melepaskan beberapa mineral seperti N untuk serapan tanaman
utama. Nutrisi ini sangat penting untuk mempertahankan produktivitas tanaman
utama.
Penanaman tanaman penutup tanah pada lahan pasca tambang umumnya
dilakukan sebelum penanaman tanaman pokok dengan menyebarkan benih pada
permukaan tanah. Namun untuk jenis tanaman penutup tanah seperti Desmodium
spp. yang benihnya tidak tersedia di pasaran maka dilakukan penanaman dengan
stek, agar lebih praktis penanaman tanaman penutup tanah tersebut dilakukan
bersamaan dalam polybag yang sama dengan tanaman pokok. Penanaman
Desmodium spp. dilakukan di sekeliling tanaman pokok dalam hal ini semai jabon
yang berumur dua bulan untuk melihat pengaruh penanaman terhadap pertumbuhan
semai jabon. Parameter yang diukur yaitu diameter, pertumbuhan diameter, tinggi,
pertumbuhan tinggi, jumlah daun, biomassa pucuk, biomassa akar, biomassa total,
dan nisbah pucuk akar.
92.79
122.52
52.08
0
20
40
60
80
100
120
140
160
D. ovalifolium D. heterophyllum D. triflorum
Bio
mas
sa (
g/m
2)
23
a b c d
Gambar 17 Penanaman Desmodium spp. pada sekeliling semai jabon setelah 2
bulan penanaman (a) tanpa Desmodium spp., (b) D. ovalifolium, (c) D.
heterophyllum, (d) D. triflorum
Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan kaliper, pengukuran
tinggi dilakukan dengan menggunakan penggaris, pengukuran diameter dan tinggi
pada bagian yang sama yang telah diberi tanda permanen pada batang. Pengukuran
jumlah daun langsung dihitung dengan melihat daun yang masih ada pada batang
pokok, biomassa dihitung pada akhir pengamatan.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam (ANOVA) parameter semai jabon yang
diamati sampai 12 MST
Peubah Perlakuan
Desmodium (D) Tanah (T) Interaksi D*T
Diameter <0.0001 <0.0001 <0.0001
Pertumbuhan Diameter 0.524 0.473 0.147
Tinggi <0.0001 <0.0001 <0.0001
Pertumbuhan Tinggi 0.727 0.270 0.584
Jumlah Daun <0.0001 <0.0001 <0.0001
Biomassa Pucuk 0.0034 0.5506 0.3331
Biomassa Akar <0.0001 0.2934 <0.0001
Biomassa Total <0.0001 0.2228 <0.0001
Nisbah Pucuk Akar 0.0012 0.2858 0.0080 *angka <0.05 menunjukkan berbeda nyata pada uji F, angka >0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata
Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan jenis Desmodium spp. (D)
berpengaruh nyata tehadap semua parameter semai jabon (P<0.05). perlakuan jenis
tanah (T) berpengaruh nyata terhadap diameter, tinggi, dan jumlah daun semai
jabon. Interaksi antara jenis demodium dan jenis tanah berpengaruh nyata terhadap
semua parameter, kecuali biomassa pucuk semai jabon.
Tabel 2 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap diameter jabon
Jenis Desmodium Diameter Batang (cm)
Tanah Subsoil Tanah Tambang
Tanpa desmodium 0.5c 0.5c
D. ovalifolium 0.6b 0.6b
D. heterophyllum 0.6b 0.6b
D. triflorum 0.7a 0.7a *Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %
24
Tabel 3 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap tinggi jabon
Jenis Desmodium Tinggi (cm)
Tanah Subsoil Tanah Tambang
Tanpa desmodium 18.2h 19.1g
D. ovalifolium 19.5f 19.9e
D. heterophyllum 20.5d 21.1c
D. triflorum 21.3bc 21.4ab *Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %
Tabel 4 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap jumlah daun jabon
Jenis Desmodium Jumlah Daun (helai)
Tanah Subsoil Tanah Tambang
Tanpa desmodium 10d 11c
D. ovalifolium 11c 11c
D. heterophyllum 12b 13a
D. triflorum 13a 13a *Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %
Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa interaksi Desmodium spp. dan jenis
tanah yang digunakan dalam penanaman berbeda nyata antara semua interaksi
perlakuan. Interaksi perlakuan antara D. triflorum dengan tanah subsoil biasa
maupun tanah tambang memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan
interaksi perlakuan yang lain, baik untuk diameter, tinggi, maupun jumlah daun
semai jabon.
Pada semua parameter tersebut nilainya secara berurutan dari yang terbesar
adalah perlakuan dengan D. triflorum, D. heterophyllum, D. ovalifolium, dan yang
terkecil adalah perlakuan tanpa Desmodium spp. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan dengan penambahan penanaman Desmodium spp. meningkatkan
diameter, tinggi, dan jumlah daun dibandingkan dengan kontrol.
Hal ini sesuai dengan penelitian Armecin et al. (2005) dimana penanaman
tanaman penutup tanah Desmodium ovalifolium dapat meningkatkan panjang
batang tanaman pisang Manila (Musa textilis Nee) hingga 131.08%, panjang daun
hingga 130.88%, dan diameter tanaman hingga 123.15%, serta mampu mengurangi
tingkat erosi air pada permukaan tanah. Dalam penelitian Koech et al. (2012) juga
mengatakan bahwa penanaman Desmodium spp. bersama jagung dapat
meningkatkan produksi jagung hingga 26%.
Pada akhir pengamatan pengukuran juga dilakukan terhadap biomassa
Desmodium spp. pada saat panen. Hasil pengukuran biomassa seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 18.
25
Gambar 18 Pengaruh perlakuan jenis tanah terhadap biomassa Desmodium spp.
Hasil uji T independen menunjukkan bahwa pengaruh jenis tanah adalah
sama terhadap biomassa Desmodium spp. dimana nilai p-value-nya lebih besar dari
5%, yaitu 0.389. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman desmodium yang
dilakukan pada tanah subsoil dan tanah tambang tidak menunjukkan hasil yang
berbeda. Desmodium dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada tanah tambang
bahkan menghasilkan biomassa yang lebih besar dari tanah subsoil yaitu D.
heterophyllum sebesar 50.69 g, D. triflorum sebesar 15.28 g, dan D. ovalifolium
sebesar 13.88 g, sedangkan untuk tanah subsoil sebesar 30.96 g, 16.78 g, dan 6.56
g.
Penanaman Desmodium spp. yang mampu meningkatkan parameter semai
jabon serta pertumbuhan tanaman Desmodium spp. pada tanah tambang yang tidak
berbeda nyata dengan pertumbuhan pada tanah subsoil karena Desmodium spp.
merupakan jenis tanaman penutup tanah dari famili Fabaceae (kacang-kacangan).
Jenis tanaman legum pada umumnya menghasilkan bintil akar yang mampu
meningkatkan nitrogen dalam tanah (Hooker et al. 2008).
Gambar 19 Bintil-bintil akar pada akar D. ovalifolium
Bintil akar yang muncul pada akar Desmodium spp. terjadi karena adanya
interaksi antara akar Desmodium spp. dengan bakteri Rhizobium sp. Pada tanaman
legum, bakteri Rhizobium sp. menempel pada akar dan itu membuat tanaman
tersebut tumbuh subur. Akar tanaman legum tersebut menyediakan karbohidrat dan
6.56
13.88
30.96
50.69
16.78 15.29
0
10
20
30
40
50
60
Tanah biasa Tanah tambang
Bio
mas
sa (
g)
D. ovalifolium
D. heterophyllum
D. triflorum
26
senyawa lain bagi bakteri, sedangkan bakteri melalui kemampuannya mengikat
nitrogen dari udara memberikan tambahan nitrogen bagi akar. Bintil-bintil akar
melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman legum hidup.
Dengan demikian penanaman tanaman penutup tanah ini menyebabkan terjadinya
penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah dan meningkatkan
kualitas sifat fisik dan kimia tanah (Sarrantonio dan Gallandt 2003; Nakhone dan
Tabatabai 2008).
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Tanaman Desmodium spp. memiliki karakteristik yang berbeda antar jenis.
Jenis D. heterophyllum merupakan jenis yang paling tinggi pertumbuhan
biakannya dibandingkan dengan D. ovalifolium dan D. triflorum.
2. Tanaman Desmodium spp. memiliki produktivitas yang berbeda antar jenis.
Jenis D. heterophyllum memiliki produktivitas yang paling tinggi
dibandingkan dengan jenis yang lain, dimana kecepatan penutupan lahan,
laju pertumbuhan tanaman (LPT), dan produksi biomassanya paling tinggi
dibandingkan dengan D. ovalifolium dan D. triflorum.
3. Interaksi perlakuan Desmodium spp. dengan jenis tanah mampu
meningkatkan diameter, tinggi, jumlah daun semai jabon dengan urutan dari
yang terbesar adalah penanaman dengan D. triflorum, D. heterophyllum, D.
ovalifolium, dan kontrol, sehingga bisa direkomendasikan ditanam secara
bersamaan.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penanaman Desmodium spp.
terhadap jabon pada lahan pasca tambang dengan skala lapangan untuk melihat
peningkatan produktivitas jabon.
27
DAFTAR PUSTAKA
[ATTRA] Appropriate Technology Transfer for Rural Areas. 2001. Overview of
Cover Crops and Green Manures: Fundamentals of Sustainable Agriculture.
http://www.attra.ncat.org.
Armecin RB, Seco MHP, Caintic PS, Milleza EJM. 2005. Effect of leguminous
cover crops on the growth and yield of abaca (Musa textilis Nee). Industrial
Crops and Products. 21 : 317–323.
Asnawi. 2009. Gairah Kebunkan Jabon. http://www.trubus-online.co.id
Atunnisa R. 2013. Produktivitas, Laju Dekomposisi, dan Pelepasan Hara Serasah
pada Tegakan Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). [Tesis]. Bogor (ID) :
Sekolah Pascasarjana IPB.
Aulakh MS, Rennie DA, Paul EA. 1983. Field studies of gaseous N losses under
continuous wheat versus a wheat fallow rotation. Plant Soil. 75: 15–27.
Bond W, Grundy AC. 2001. Non-chemical weed management in organic farming
systems. Weed Res. 41: 383–405.
Borges AL, Da Silva SL. 1998. Natural plant cover and mulching for banana crop.
In: Memoria XII Reunion –CONABAN, Guayaquil, Ecuador, pp. 608–617.
Conklin AE, Erich MS, Liebman M, Lambert D, Gallandt ER, Halteman WA. 2002.
Effects of red clover (Trifolium pratense) green manure and compost soil
amendments on wild mustard (Brassica kaber) growth and incidence of disease.
Plant Soil. 238: 245–256.
Dabney SM, Delgado JA, Reeves DW. 2001. Using winter cover crops to improve
soil quality and water quality.
Dahiya R, Ingwersen J, Streck T. 2007. The effect of mulching and tillage on the
water and temperature regimes of a loess soil: experimental findings and
modelling. Soil Till. Res. 96: 52–63.
Davidson EA. 1992. Sources of nitric oxide and nitrous oxide following wetting of
dry soil. Soil Sci. Soc. Am. J. 56: 95–102.
De Klein CA, van Logtestijn RS. 1994. Denitrification in the top soil of managed
grassland in The Netherlands in relation to soil and fertilizer level. Plant Soil.
163: 33–44.
De Lima CLR, Ezequiel CCM, Luis CT, Eloy AP, Alvaro PS. 2012. Soil
compressibility and least limiting water range of a constructed soil under cover
crops after coal mining in Southern Brazil. Soil & Tillage Research. 124 : 190–
195.
Den Hollander NG, Bastiaans L, Kropff MJ. 2007. Clover as a cover crop for weed
suppression in an intercropping design. I. Characteristics of several clovers
species. Eur. J. Agron. 26: 92–103.
Djajakirana G. 2001. Kerusakan Tanah sebagai Dampak Pembangunan Pertanian.
Bogor (ID) : Fakultas Pertanian IPB.
DuPont ST, Ferris H, VanHorn M. 2009. Effects of cover crop quality and quantity
on nematode-based soil food webs and nutrient cycling. Appl. Soil Ecol. 41:
157–167.
Evans DO, Joy RJ, Chia CL. 1988. Cover crop for Orchards in Hawaii. Research
Extension Series 094.
28
Grof B. 1982. Performance of Desmodium ovalifolium in legume-grass associations.
Trop. Agr. 59 (1): 33–37.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.
Haque I, Lupwayi NZ, Luyindula N. 1996. Inoculation and phosphorus effects on
Desmodium intortum and Sesbania sesban in the Ethiopian highlands.
Agriculture, Ecosystems & Environment. 56: 165-172.
Hartwig NL, Ammon HU. 2002. Cover crops and living mulches. Weed Sci. 50:
688–699.
Hatcher PE, Melander B. 2003. Combining physical, cultural and biological
methods: prospects for integrated non-chemical weed management strategies.
Weed Res. 43: 303–322.
Hiltbrunner J, Jeanneret P, Liedgens M, Stamp P, Streit B. 2007. Response of weed
communities to legume living mulches in winter wheat. J. Agron. Crop Sci. 193:
93–102.
Hooker KV, Coxon CE, Hackett R, Kirwan LE, O’Keeffe E, Richards KG. 2008.
Evaluation of cover crop and reduced cultivation for reducing nitrate leaching in
Ireland. J. Environ. Qual. 37: 138–145.
Isik D, Kaya E, Ngouajio M, Mennan H. 2009.Weed suppression in organic pepper
(Capsicum annum L.) with winter cover crops. Crop Prot. 28 (4): 356–363.
Isse AA, MacKenzie AF, Stewart K, Cloutier DC, Smith DL. 1999. Cover crops
and nutrient retention for subsequent sweet corn production. Agron. J. 91: 934–
939.
Kamil J. 1984. Teknologi Benih. Bandung (ID) : Angkasa Raya.
Koech MK, Pypers P, Okalebo JR, Othieno CO, Khan ZR, Pickett JA, Kipkoech
AK. 2012. The impact of Desmodium spp. and cutting regimes on the agronomic
and economic performance of Desmodium–maize intercropping system in
western Kenya. Field Crops Research. 137 : 97–107.
Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Anthocephalus cadamba Miq.: Ekologi,
Silvikultur, dan Produktivitas. Bogor (ID) : CIFOR.
Kruidhof HM, Bastiaans L, Kropff MJ. 2008a. Ecological weed management by
cover cropping: effects on weed growth in autumn and weed establishment in
spring. Weed Res. 48: 492–502.
Kruidhof HM, Bastiaans L, Kropff MJ. 2008b. Cover crop residue management for
optimizing weed control. Plant Soil. doi:10.1007/s11104-008-9827-6.
Kustiawan W. 2001. Perkembangan Vegetasi dan Kondisi Tanah serta Revegetasi
pada Lahan Bekas Galian Tambang Batubara di Kalimantan Timur. Kehutanan
Rimba Kalimantan 6 (2) : 20-30
Lorenzo JS, Griffith JJ, De Souza AL, Reis MGF, De Vale AB. 1996. Ecology of
Brazilian Bauxite Mine Abandoned for Fifty Years. Proceedings the
International Land Reclamation and Mine Drainage Conference and Third
International Conference on the Abatement of Acidic Drainage 1 (3) : 73-82.
Ma X, Zheng C, Hu C, Rahman K, Qin L. 2011. The genus Desmodium (Fabaceae)-
traditional uses in Chinese medicine, phytochemistry and pharmacology. Journal
of Ethnopharmacology. 138: 314-332.
Mancino CF, Torello W, Wehner DJ. 1988. Denitrification lossed from Kentucky
bluegrass sod. Agron. J. 80: 148–153.
29
Manici LM, Caputo F, Babini V. 2004. Effect of green manure on Pythium spp.
Population and microbial communities in intensive cropping systems. Plant Soil
263: 133–142.
Mansur I. 2010. Teknik Silvikultur untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Bogor
(ID) : SEAMEO BIOTROP.
Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu
Indonesia Jilid II. Bogor (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Departemen Kehutanan.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab Jilid I Edisi ke II. Bogor (ID) : IPB Pr.
Nakhone LN, Tabatabai MA. 2008. Nitrogen mineralization of leguminous crops
in soils. J. Plant Nut. Soil S. 171: 231–241.
Ochse JJ, Soule Jr, Dijkman, Wehlburg C. 1961. Tropical and Subtropical
Agriculture. New York: Mac. Millan.
Odhiambo JJO, Bomke AA. 2001. Grass and legume cover crop effect on dry matter
and nitrogen accumulation. Agron. J. 93: 229–307.
Ohno T, Doolan K, Zibilske LM, Liebman M, Gallandt ER, Berube C. 2000.
Phytotoxic effects of red clover amended soils on wild mustard seedling growth.
Agric. Ecosyst. Evoron. 78: 187–192.
Partridge IJ. 1980. The effect of grazing and superphosphate on a naturalised
legume, Desmodium heterophyllum , on hill land in Fiji. Tropical Grasslands.
14: 63-68.
Peachey RE, Moldenke A, William RD, Berry R, Ingham E, Groth E. 2002. Effect
of cover crop and tillage systems on symphylan (Simphlya: Scutigerella
immaculate, Newport) and Pergamasus quisquiliarum Canestrini (Acari:
Mesostigmata) populations, and other soil organisms in agricultural soils. Appl.
Soil Ecol. 21: 59–70.
Qomariah R. 2003. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Tanpa Ijin (PETI)
terhadap Kualitas Sumberdaya Lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat di
Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor (ID) : Sekolah
Pascasarjana IPB.
Rastogi S, Pandey MM, Rawat AKS. 2011. An ethnomedicinal, phytochemical and
pharmacological profile of Desmodium gangeticum (L.) DC. and Desmodium
adscendens (Sw.) DC. Journal of Ethnopharmacology. 136: 283-296.
Rathi A, Rao CV, Ravishankar B, De S, Mehrotra S. 2004. Anti-inflammatory and
anti-nociceptive activity of the water decoction Desmodium gangeticum. Journal
of Ethnopharmacology. 95: 259-263.
Rolston DE. 1981. Nitrous oxide and nitrogen gas production in fertilizer loss. In:
Delwiche, C.C., (Ed.) Denitrification, Nitrification, and Atmospheric Nitrous
Oxide. John Wiley & Sons, New York, pp. 129–149.
Sarrantonio M, Gallandt E. 2003. The role of cover crops in North American
cropping systems. J. Crop Prod. 8: 53–74.
Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID) :
Gadjah Mada University Press.
Setyorini D, Saraswati R, Kosman EA. 2006. Kompos dalam Pupuk Organik dan
Pupuk Hayati. Bogor (ID) : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian.
30
Soerianegara I, Lemmens. 1993. Plant Resources of South-East Asia. Bogor (ID) :
Prosea.
Soong NK, Yap WC. 1976. Effect of cover management on physical properties of
rubber growing soils. J. Rubber Res. Inst. Malaysia 24: 145–159.
Sutopo L. 2010. Teknologi Benih. Yogyakarta (ID) : PT Raja Grafindo Persada. Sutrasno B, Siswanto E, Sudiyono, Budiarto E. 2009. Budidaya dan Pengembangan
Desmodium di BBPTU Sapi Perah Baturraden. BBPTU Sapi Perah Baturraden,
Baturraden.
Val C, Gil. 1996. Methodology for Monitoring Land Reclamation of Coal Mining
Dumps. Proceedings the International Land Reclamation and Mine Drainage
Conference and Third International Conference on the Abatement of Acidic
Drainage 3 : 2-11.
Warisno, Dahana K. 2011. Peluang Investasi Jabon: Tanaman Kayu Masa Depan.
Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
Weston LA. 1996. Utilization of allelopathy for weed management in
agroecosystems. Agron. J. 88: 860–866.
Yost R, Evans D. 1988. Green Manure and Legume Covers in the Tropics. Research
Series 055: 44.
Zibilske LM, Makus DJ. 2009. Black oat cover crop management effects on soil
temperature and biological properties on a mollisol in Texas, USA. Geoderma
149: 379–385.
Zhu ZZ, Ma KJ, Ran X, Zhang H, Zheng CJ, Han T, Zhang QY, Qin LP. 2011.
Analgesic, anti-inflammatory and antipyretic activities of the petroleum ether
fraction from the ethanol extract of Desmodium podocarpum. Journal of
Ethnopharmacology. 133 : 1126-1131.
31
Lampiran 1 Hasil analisis tanah tambang batubara PT. Bukit Asam Tanjung Enim
No. Parameter Pengujian Satuan Nilai
1. pH (H2O) 5.4
pH (CaCl2) 5.3
2. C-org % 0.84
3. N Total % 0.04
4. C:N 21.0
5. P Tersedia ppm 4.5
Kation-kation dapat ditukar
6. Ca cmol/kg 13.26
7. Mg cmol/kg 19.85
8. K cmol/kg 1.44
9. Na cmol/kg 6.92
10. Total cmol/kg 41.47
11. KTK cmol/kg 54.61
12. KB % 75.94
Al-H
13. Al3+ me/100 g 0.11
14. H+ me/100 g 0.01
Sebaran butir (Tekstur 3
fraksi)
15. Pasir % 2.1
16. Debu % 19.2
17. Liat % 78.7
18. Sulfat (SO42-) terlarut % 0.52
19. Fe2O3 Total % 3.71 Sumber : Atunnisa (2013)
33
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Perjiwa Kecamatan Tenggarong Seberang
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada tanggal 23 November 1989
sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan H. Kasful Anwar dan Hj.
Mariya Hulpah. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tenggarong pada tahun 2006 dan
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada tahun yang sama pada Program
Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Pada tahun 2011
penulis melanjutkan kuliah program magister sains pada Program Studi Silvikultur
Tropika, Fakultas Kehutanan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis bekerja sebagai supervisor Beastudi
Etos Bogor Dompet Dhuafa pada tahun 2011-2013, menjadi pengajar di Yayasan
Islam Alif Bogor pada tahun 2013, dan aktif sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Muslim Pascasarjana (HIMMPAS) IPB. Penulis juga mendapatkan
beasiswa insidental dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.