Penuntun Lkk 5-7 Blok 13 2013 fk ump

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skill lab respirasi

Citation preview

PENUNTUN LKK 5 BLOK 13ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN HIDUNG DAN TENGGOROKAN

A. SASARAN PEMBELAJARANSetelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Melakukan anamnesis kelainan hidung dan tenggorokan:a. Menanyakan keluhan utamab. Menanyakan riwayat penyakit sekarang.c. Menanyakan riwayat penyakit dan pengobatan dahulu.d. Menanyakan riwayat penyakit lainnya.e. Menanyakan riwayat keluarga.2. Melakukan pemeriksaan fisik hidung dan tenggorokan secara runtut dan benar:a. Melakukan pemeriksaan rhinoskopi anterior.b. Melihat demonstrasi pemeriksaan nasofaringoskopi oleh dokter spesialis THT-KL.c. Melihat demonstrasi pemeriksaan laringoskopi indirek oleh dokter spesialis THT-KL.

B. PELAKSANAAN1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS THT1.1 Landasan Teori Untuk menegakkan diagnosis kelainan pada telinga, hidung, tenggorokan yang dapat mengganggu sistem respirasi, perlulah dilakukan anamnesis yang teliti dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, dan bila perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Anamnesis mengenai telinga akan dibahas lebih lanjut di blok Sistem Sensoris. Berikut ini beberapa gangguan hidung dan tenggorokan yang sering mengganggu saluran pernapasan:1. Nyeri tenggorokan (odinofagia)Merupakan gejala yang sering dikeluhkan akibat kelainan di daerah nasofaring, orofaring, dan hipofaring. a. FaringitisMerupakan peradangan dinding faring. Terdapat dua jenis faringitis berdasarkan lamanya, yaitu akut dan kronis. Faringitis akut dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Gejala dan tanda yang sering muncul pada faringitis virus adalah demam disertai hidung berair (rhinorrhea), mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Epstein Barr Virus sering menyebabkan faringitis dengan produksi eksudat yang banyak. Gejala dan tanda yang sering muncul pada faringitis bakteri adalah nyeri kepala hebat, muntah, demam, jarang disertai batuk. Faringitis kronis terbagi dua, yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi timbulnya faringitis kronik adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minuman alkohol, inhalasi uap yang merangsang, debu, serta kebiasaan bernapas lewat mulut. Gejala faringitis kronik hiperplastik adalah tenggorok kering dan gatal lalu muncul batuk yang beriak. Gejala pada faringitis kronik atrofi adalah tenggorokan kering, gatal, serta mulut berbau.Ada juga faringitis dengan etiologi yang spesifik, yaitu faringitis luetika (pada sifilis) dan faringitis tuberkulosis. b. Abses leher dalamPenyakit yang termasuk golongan ini adalah abses peritonsil (Quinsy), abses parafaring, abses retrofaring, abses submandibula, dan angina Ludovici. Gejalanya mirip seperti tonsilitis akut yaitu nyeri menelan, nyeri tenggorok, mulu berbau, suara bergumam, nyeri telinga, muntah, sukar membuka mulut (trismus).c. TonsilitisMerupakan peradangan pada tonsil palatina, salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Ada tiga macam tonsilitis, yaitu: Tonsilitis akutDapat disebabkan oleh virus dengan gejala lebih menyerupai common cold disertai nyeri tenggorokan. Bila penyebabnya bakteri maka gejalanya nyeri tenggorok dan nyeri menelan, demam tinggi, lesu, nyeri sendi-sendi, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Tonsilitis kronikFaktor predisposisi timbulnya penyakit ini adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan akibat pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Gejala yang muncul adalah rasa mengganjal di tenggorok, mulut berbau, tenggorokan kering,. Tonsilitis membranosaPenyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah tonsilitis difteri, tonsilitis septik, angina Plaut Vincent, penyakit kelainan darah, proses spesifik lues dan tuberkulosis, infeksi jamur moniliasis/aktinomikosis/balstomikosis, dan infeksi virus morbili/pertusis/skarlatina. 2. Mimisan (Epistaksis)Merupakan perdarahan dari hidung. Epistaksis kadang-kadang dapat timbul spontan dikarenakan trauma, kelainan lokal pada hidung, kelainan sistemik, atau tanpa penyebab. Dalam anamnesis dapat ditanyakan riwayat trauma sebelum timbul epistaksis, riwayat mengorek-ngorek lubang hidung, bersin atau mengeluarkan ingus berlebihan. Perlu juga ditanyakan riwayat penyakit lain yang mungkin menjadi penyebab utama epistaksis seperti kelainan darah, kelainan sistemik, kelainan pembuluh darah hidung, penyakit kardiovaskuler, gangguan hormonal. 3. Bersin-bersin (Rhinitis)Rhinitis adalah penyakit inflamasi pada hidung. Ada dua tipe yaitu rhinitis alergi dan rhinitis vasomotor. Gejala rhinitis alergi adalah bersin berulang, hidung berair encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, banyak air mata (lakrimasi). Gejala rhinitis vasomotor biasanya disebabkan oleh berbagai rangsangan nonspesifik seperti asap, bau menyengat, parfum, minuman alkohol, makanan pedas, udara dingin, perubahan kelembaban, perubahan suhu lingkungan, kelelahan, serta emosi. Gejalanya mirip dengan rhinitis alergi, namun yang dominan adalah hidung tersumbat, rhinorrhea mukoid atau serosa.4. SinusitisMerupakan inflamasi mukosa sinus paranasal. Etiologinya bisa virus, bakteri, jamur, atau dari gigi. Gejala yang timbul biasanya hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen yang sering turun ke tenggorok (post nasal drip), sakit kepala, nyeri alih ke telinga, hidung tidak dapat membaui (hipoosmia/anosmia), mulut berbau (halitosis), batuk. Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.Setelah selesai menanyakan keluhan utama dan keluhan penyerta, anamnesis dilanjutkan dengan menanyakan riwayat perjalanan penyakit. Yang dimaksud dengan riwayat perjalanan penyakit adalah saat keluhan pertama kali dirasakan oleh pasien sampai saat si pasien datang berobat. Dapat juga ditanyakan mengenai riwayat penyakit terdahulu atau penyakit lain yang kira-kira bisa mempengaruhi timbulnya keluhan utama saat ini.1.2 Media Pembelajaran1. Penuntun LKK 5 Blok XI FK UMP2. Pasien simulasi3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien sebagai dokter.2. Menanyakan identitas pasien.3. Menjelaskan tujuan anamnesis.4. Meminta izin kepada pasien untuk melakukan anamnesis.5. Menanyakan keluhan utama yang sering pada kasus THT.6. Menanyakan riwayat penyakit sekarang, yang berhubungan dengan keluhan utama secara kronologis. Dimulai dari keluhan pertama kali sampai penderita berobat.7. Menanyakan riwayat penyakit dan pengobatan terdahulu.8. Menanyakan riwayat penyakit lainnya.

Contoh kasus:1. Mimisan Sejak kapan Hilang timbul/terus-menerus Faktor yang mencetuskan mimisan Faktor yang menghilangkan mimisan Gejala penyerta (demam, pilek, dll) Didahului trauma atau tidak Riwayat mimisan sebelumnya Riwayat sering perdarahan gusi, memar-memar di kulit sebelumnya. Riwayat pengobatan2. Sakit tenggorokan Sejak kapan Hilang timbul/terus-menerus Gejala penyerta (demam, batuk, sulit menelan, suara serak dll) Riwayat keluhan serupa sebelumnya Riwayat pengobatan Riwayat alergi Riwayat penyakit lainnya (misal amandel)3. Bersin-bersin Sejak kapan Hilang timbul / terus menerus Faktor pencetus bersing-bersin Faktor yang mengurangi keluhan Riwayat keluhan serupa sebelumnya Riwayat pengobatan Riwayat alergi, asma

1.4 KesimpulanMahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis yang diderita pasien berdasarkan hasil anamnesis. Perlu diingatkan kepada pasien bahwa untuk memastikan diagnosis harus dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang setelah anamnesis. 2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN THT 2.1 Landasan TeoriSetelah selesai menganamnesa, pasien selanjutnya akan diperiksa untuk melihat kondisi fisik hidung dan tenggorokannya. 1. Pemeriksaan fisik hidungHidung sebaiknya diperiksa dengan spekulum hidung dan sumber cahaya yang kuat yang diarahkan dengan cermin kepala. Perlu diingat bahwa sumbu saluran hidung tegak lurus dengan muka, tidak sejajar dengan batang hidung. Untuk mendapatkan visualisasi yang baik, miringkan kepala pasien ke belakang 45. a. Konkha yang membengkak dan mengalami hipertrofi mungkin terlihat sebagai suatu massa. b. Polip hidung yang lazim ditemukan pada pasien atopik terlihat sebagai massa seperti anggur, merah muda pucat dan mobile. Keganasan terlihat berwarna putih keabu-abuan, rapuh dan relatif tidak sensitif. Polip yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.c. Kelainan septum ada beberapa macam, yaitu (1) deviasi septum, biasanya berbentuk huruf C atau S, (2) dislokasi, (3) penonjolan tulang atau tulang rawan septum, (4) sinekia, merupakan penyatuan deviasi atau Krista septum dengan konkha di hadapannya.d. Mukosa hidungPada rhinitis alergi tampak mukosa edema, basah, pucat atau livid, disertai adanya sekret encer yang banyak. Kadang dapat ditemukan mukosa hipertrofi. e. Lain-lainPada bagian bawah mata tampak kehitaman (allergic shiner), sering menggosok hidung dengan punggung tangan (allergic salute), garis melintang di dorsum nasi 1/3 bawah (allergic crease), facies adenoid, dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), lidah tampak seperti ada gambaran peta (geographic tongue).

2. Pemeriksaan fisik tenggorokana. Faringitis: Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati di leher yang kenyal dan nyeri tekan, bercak petechiae pada pallatum dan faring. Pada faringitis karena jamur akan tampak plak putih di orofaring dan mukosa lainnya hiperemis. Pada faringitis kronik maka lateral band akan hiperplasi, mukosa dinding posterior faring tidak rata dan bergranula, mukosa faring ditutupi lendir kental.b. Tonsilitis: Pada tonsillitis akut dapat ditemukan luka-luka kecil pada pallatum dan tonsil yang nyeri, detritus menempel pada tonsil, tonsil membengkak, hiperemis, limfadenopati submandibula yang nyeri tekan.c. Abses: Abses menyebabkan pembengkakan yang dapat jelas terlihat pada pemeriksaan. Abses peritonsil akan mendorong uvula ke arah yang sehat, tonsil pun ikut terdorong oleh pembengkakan, limfadenopati submandibula, pallatum mole menonjol ke depan. d. Laringitis: Kelainan laring dapat berupa kelainan congenital, inflamasi, tumor jinak, atau kelumpuhan pita suara. Kelainan kongenital dapat berupa laringomalasia, stenosis subglotik, selaput di laring, kista congenital, hemangioma, dan fistel laringotrakheaesofagus. Pada inflamasi laring (laryngitis) dapat ditemukan mukosa laring hiperemis, membengkak terutama di atas dan di bawah pita suara, mukosa dapat menebal pada kasus kronis. Tumor jinak pada laring yang dapat ditemukan adalah nodul pita suara (vocal nodule), polip pita suara, dan kista pita suara. Pada vocal nodule akan ditemukan nodul kecil biasanya bilateral di sepertiga anterior atau medial pita suara, berwarna keputihan. Pada poli pita suara, biasanya bertangkai, di sepertiga anterior, sepertiga tengah, bahkan di seluruh permukaan pita suara. Lesi biasanya unilateral. Polip mukoid berwarna keabuan jernih, polip angiomatosa berwarna merah tua. Kelumpuhan pita suara biasanya dideteksi dengan laringoskopi untuk melihat pergerakan pita suara.2.2 Media Pembelajaran1. Penuntun LKK 5 Blok XI FK UMP2. Ruang periksa dokter3. Pasien simulasi4. Lampu kepala5. Spekulum hidung6. Spatula lidah7. Kaca laring8. Kaca faring9. Xyllocaine spray10. Lampu spiritus11. Pinset bayonet12. Kertas tisu

2.3 Langkah Kerja1. Mahasiswa mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.2. Menanyakan identitas pasien.3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan THT.5. Pasien dipersilakan duduk, berhadap-hadapan dengan pemeriksa.6. Posisi kaki pemeriksa berada di sebelah kanan kaki pasien.7. Alat-alat berada di sebelah kanan pemeriksa.8. Pemeriksaan hidung depan (rhinoskopi anterior)a. Pemeriksa memakai lampu kepala yang cahayanya diarahkan ke hidung pasien.b. Melihat bentuk hidung simetris atau tidak.c. Memasang spekulum hidung pada salah satu lubang hidung lalu perhatikan mukosa hidung, concha nasales, lubang hidung (cavum nasi), sekat hidung (septum nasi), sekret hidung, massa. 9. Pemeriksaan hidung belakang (rhinoskopi posterior atau nasofaringoskopi)a. Minta pasien membuka mulut lebar-lebar lalu semprotkan xyllocain spray secukupnya ke dalam rongga mulut. b. Tunggu beberapa menit sampai pasien tidak merasa lagi waktu menelan ludah. c. Kaca faring dipanasi dengan lampu spiritus ( lebih tinggi sedikit dari 37 C) supaya nanti tidak menjadi buram / kabur. Lalu tempelkan pada tangan kita untuk mengontrol apakah cermin terlalu panas atau tidak. d. Kembali minta pasien untuk membuka mulut dan mengeluarkan lidahnya. Tekan lidah dengan spatula lidah.e. Masukkan kaca faring ke dalam mulut, dipegang dengan tangan kanan, seperti memegang pensil, dan diarahkan ke bawah.f. Kaca faring dimasukkan ke dalam faring dan mengambil posisi di depan uvula. Kalau perlu uvula didorong sedikit ke belakang dengan punggung kaca faring. Lalu kaca faring disinari dengan lampu kepala.g. Perhatikan pada cermin: tuba eustachii, fossa Rosenmuller, choana, massa.h. Lakukan interpretasi dari hasil rhinoskopi posterior.10. Pemeriksaan tenggorokana. Pemeriksa memakai lampu kepala yang cahayanya diarahkan ke mulut pasienb. Pasien diminta membuka mulut.c. Lidah ditekan ke bawah dengan spatula lidah yang dipegang dengan tangan kiri.d. Perhatikanlah tonsila palatina kanan dan kiri serta keadaan faring pasien.e. Lakukan interpretasi hasil pemeriksaan tenggorokan.11. Pemeriksaan Laringa. Pemeriksaan luar Inspeksi : warna kulit leher, massa Palpasi : massab. Laringoskopi indirek, yaitu melihat laring secara tidak langsung dengan pencahayaan yang dipantulkan dari kaca di dalam faring yang disinari lampu kepala. Teknik pemeriksaan:1. Minta pasien membuka mulut lebar-lebar lalu semprotkan xyllocain spray secukupnya ke dalam rongga mulut. 2. Tunggu beberapa menit sampai pasien tidak merasa lagi waktu menelan ludah.3. Kembali minta pasien untuk membuka mulut dan mengeluarkan lidah sepanjang mungkin.4. Bungkus bagian lidah yang ada di luar mulut dengan tisu lalu kita pegang dengan tangan kiri dengan tenaga yang cukup. Tidak longgar karena lidah dapat terlepas dari pegangan dan juga tidak kuat karena pasien akan kesakitan.5. Kaca laring dipanasi dengan lampu spiritus ( lebih tinggi sedikit dari 37 C) supaya nanti tidak menjadi buram / kabur. Lalu tempelkan pada tangan kita untuk mengontrol apakah cermin terlalu panas atau tidak. 6. Kaca laring dipegang dengan tangan kanan, seperti memegang pensil, dan diarahkan ke bawah.7. Kaca laring dimasukkan ke dalam faring dan mengambil posisi di depan uvula. Kalau perlu uvula didorong sedikit ke belakang dengan punggung kaca laring. Kaca laring disinari dengan lampu kepala.8. Minta pasien mengucapkan huruf i dengan tempo yang agak lama agar kita dapat memperhatikan:a. Radiks lidah, epiglotis, dan sekitarnyab. Lumen laring dan rima glottidisc. Bagian yang terletak kaudal dari rima glotidis. 2.4 Interpretasi Hasil1. Rhinoskopi anterior- Mukosa hidung: normal (merah muda), hiperemis- Concha nasal: normal (kurang dari 1/2 lubang hidung), membesar (lebih dari lubang hidung.- Cavum nasi: longgar, sempit.- Septum nasi: lurus, bengkok- Sekret: ada, tidak ada- Massa: ada, tidak ada

2. Rhinoskopi posterior- tuba Eustachii : tersumbat/tidak- fossa Rossenmuller : massa, tidak. Mukosa normal/tidak- choana: mukosa normal/tidak, massa ada/tidak

3. Pemeriksaan tenggorokan Tonsila palatina: Ukuran: normal, membesar, sudah diangkat (T0) Mukosa: normal (merah muda pucat), hiperemis Detritus: tidak ada, ada Kripta: normal, melebarFaring: Mukosa: normal (merah muda pucat), hiperemis Granula: tidak ada, ada Lateral band: normal, melebar Sekret: tidak ada, ada 4. Pemeriksaan laringa. Pemeriksaan dari luarInspeksi:Warna kulit leher: normal, hiperemisMassa: tidak ada, bila ada (struma atau duktus tireoglossus)PalpasiBila massanya bergerak waktu menelan ludah kemungkinannya adalah duktus tireoglossus. Bila tidak bergerak: struma.

b. Pemeriksaan dari dalam (laringoskopi indirek)a. Lumen laring: ada massa/tidak, mukosa normal/tidakb. Rima glotis: ada massa/tidakc. Korda vokalis stadium fonasi: Gerakan kiri-kanan sama cepat (simetris). Bersama-sama bergerak ke median lalu pinggir korda vokalis itu merapatkan diri (bertaut). Bila salah satu korda vokalis tidak sampai ke median berarti korda vokalis itu mengalami parese atau paralisa.

PENUNTUN LKK 6 BLOK 13ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PARU ANAK

A. SASARAN PEMBELAJARANSetelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Melakukan anamnesis kelainan paru pada anak:a. Menanyakan keluhan utama si anak kepada orang tuab. Menanyakan riwayat penyakit sekarangc. Menanyakan riwayat penyakit dahulu dan pengobatan terdahulud. Menanyakan riwayat keluarga

2. Melakukan pemeriksaan fisik paru pada anak:a. Melakukan inspeksi dinding thoraks anakb. Melakukan palpasi dinding thoraks anakc. Melakukan perkusi dinding thoraks anak d. Melakukan auskultasi paru anak

B. PELAKSANAAN1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN PARU PADA ANAK1.1 Landasan Teori Untuk menegakkan diagnosis kelainan sistem pernapasan, seorang dokter harus melakukan tiga hal, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (bila perlu). Pada gangguan sistem pernapasan, keluhan utama yang sering dijumpai adalah:

1. Sesak napasKeluhan sesak napas terjadi akut, sub akut atau kronik. Bila terjadi cepat dan mendadak, perlu dipikirkan corpus alineum pada saluran napas, asma bronkhial, bronkhitis akut, lesi pleura seperti pneumotoraks, hidrotoraks, pneumonia atau bronkopneumonia, trauma pada dada, edema paru (gagal jantung kiri), gangguan pusat napas. Bila proses sesak napas terjadi lebih lambat, sub akut maka kemungkinan lesi pada pleura seperti hidrotoraks, hematotoraks, piotoraks (empyeme thoraks)Sesak napas yang kronik menunjukkan penyakit berjalan kronik seperti bronkhitis kronik, emphysema paru, tumor saluran napas dan paru, dan penebalan dari pleura.Hal-hal yang perlu dijelaskan mengenai sesak napas adalah: sesak napas berkurang bila penderita duduk (orthopneu) sesak bila melakukan aktivitas (dyspneu deffort) sesak napas dengan letak paksa, biasanya lesi di pleura. sesak terutama pada malam hari (Nocturnal dyspneu) sesak bila melakukan aktivitas fisik berat (exercised)Kedua jenis sesak ini, yaitu nocturnal dispneu dan exercised dispneu sering ditemukan pada penderita asma bronkhial.2. Nyeri dadaSakit dada biasanya berhubungan dengan gangguan pada pleura, radang paru, tromboemboli, tuberkulosis, dan keganasan. Sakit dada karena gangguan pleura biasanya terlokalisir pada satu sisi dan dipengaruhi oleh pernapasan atau pergerakan rongga dada. Lesi pada parenkim paru umumnya tidak menimbulkan nyeri kecuali mengenai daerah mediastinum. Nyeri dada dapat disebabkan juga oleh: neuritis interkostal, miositis, infark atau iskemia miokard, perikarditis, penyakit esofagus, dan aneurisma aorta.

4. Batuk dan ekspektorasiBatuk merupakan gejala pokok dari kelainan sistem pernapasan. Batuk merupakan refleks untuk mengeluarkan benda yang terdapat dalam saluran pernapsan. Reseptor batuk dapat ditemukan pada daerah larynx, trakea, dan bronkhus besar.Ekspektorasi adalah dahak yang dikeluarkan pada waktu batuk. Batuk dapat dengan dahak, tanpa dahak (kering) atau dengan darah.Berbagai jenis gangguan sistem pernapasan dapat menyebabkan terjadinya batuk dengan ekspektorasi berbeda:a. Bronkhiektasis dan abses paru: batuk dengan dahak purulen, bau dan bercampur sedikit darah.b. Bronkhitis akut/kronik: batuk dengan dahak warna mukoid atau kuning kehijauan.c. Edema paru: batuk dengan dahak merah muda, encer.d. Pneumonia: dahak berwarna kecoklatan.e. Pneumonia karena gram (-): dahak tebal, pus, kemerahan.f. Tromboemboli paru: dahak merah segarg. Tb paru: batuk kering dan berlanjut dengan batuk dahak mukoid atau batuk darah. Batuk darah sering ditemukan karena Tb paru, edema paru, tumor ganas, pneumonia, atau tromboemboli paru. Bila ditemukan adanya batuk darah harus dibedakan dengan muntah darah.

Tanda Batuk darahMuntah darah

ProdromalWarnaBusaIsiPHAnemiaGatal tenggorokanMerah terang(+)Leukosit, makrofag Alkalis(+) atau (-)Mual, perut kembungMerah gelap(-)Partikel makananAsam(+)

Patofisiologi BatukBatuk merupakan proses fisiologik dari mekanisme pertahanan paru. Batuk tidak menjadi fisiologis kalau dirasakan sebagai gangguan (subjektif). Batuk merupakan upaya mekanisme pertahanan tubuh alamiah dengan tujuan:d. Mencegah masuknya benda asing ke dalam saluran pernapasan.e. Mengeluarkan benda asiing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran pernapasan.

Refleks BatukKeluhan batuk didahului oleh adanya rangsangan benda asing, sekret, radang atau bronkhokontriksi pada reseptor batuk yang terdapat laring, trakea, karina dan bronkus. Reseptor batuk terangsang maka glotis akan menutup sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam rongga dada dan secara tiba-tiba dilepaskan dengan kekuatan batuk sehingga benda yang merangsang refleks batuk dapat dikeluarkan. Melalui serabut aferen, rangsangan tersebut akan diteruskan ke pusat batuk dan kemudian dikembalikan ke otot-otot pernapafan melalui serabut aferen.Mekanisme terjadinya batuk melalui 3 tahapan:

a. Tahap pertama = tahap inspirasiTerjadi inspirasi yang dalam dan cepat, sehingga sebagian besar udara akan masuk ke dalam paru-paru. Akibat proses inspirasi terjadi perubahan volume udara paru dan melebarnya diameter bronkus.b. Tahap kedua = tahap kompresiTahap kompresi ini dimulai dengan menutupnya glotis, tekanan intrathorakal akan meningkat, dibantu oleh otot-otot ekspirasi.c. Tahap ketiga = tahap ekspirasiTahapan ini akan menyebabkan terjadinya batuk, dimulai dengan pembukaan glotis yang tiba-tiba diikuti oleh pengeluaran udara yang terperangkap tadi dalam jumlah besar dan kecepatan tinggi. Bunyi batuk yang timbul akibat getaran dari pita suara. Setelah selesai menanyakan keluhan utama dan keluhan penyerta, anamnesis dilanjutkan dengan menanyakan riwayat perjalanan penyakit. Yang dimaksud dengan riwayat perjalanan penyakit adalah saat keluhan pertama kali dirasakan oleh pasien sampai saat si pasien datang berobat. Dapat juga ditanyakan mengenai riwayat penyakit terdahulu atau penyakit lain yang kira-kira bisa mempengaruhi timbulnya keluhan utama saat ini.Anamnesis dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai obat-obatan yang telah dikonsumsi pasien untuk mengurangi keluhan utama saat ini. Untuk mengetahui riwayat pengobatan terhadap penyakit sistem pernafasan maupun adanya efek samping obat yang dapat menimbulkan penykait sistem pernafasan, perlu ditanyakan lamanya pengobatan dan jenis obat yang diberikan. Berikut ini beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan sistem pernapasan:a. Obat sitostatika/kemoterapi seperti bleomycin, cyclophospamide, methotrexate, nitrofurantoin, dapat menyebabkan penyakit paru infiltratif.b. Aspirin-edema paru, asma bronkhialc. Beta blocker, NSAID- spasme bronkhus/asma bronkhiald. Narkotik-vaskulitis parue. Hidralazine, procainamide- SLE dengan hidrotoraksf. Aminoglikosida-kelemahan otot parug. Antibiotika- reaksi alergik-asma bronkhial

Riwayat keluarga dan sosial perlu ditanyakan untuk mengetahui apakah ada kemungkinan penularan penyakit melalui saluran napas dari kerabat. Misalnya pada penyakit tuberkulosis paru, perlu ditanyakan mengenai adanya kontak dengan keluarga serumah. Keadaan sosial ekonomi sangat penting untuk mengetahui ketepatan dalam pengobatan jangka panjang.

1.2 Media Pembelajaran1. Penuntun LKK 6 Blok XI FK UMP2. Pasien simulasi yang berperan sebagai orang tua3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien sebagai dokter.2. Menanyakan identitas pasien.3. Menjelaskan tujuan anamnesis.4. Meminta izin kepada pasien dan orang tuanya untuk melakukan anamnesis.5. Menanyakan keluhan utama paru yang sering terjadi pada anak:6. Menanyakan riwayat penyakit sekarang, yang berhubungan dengan keluhan utama secara kronologis. Dimulai dari keluhan pertama kali sampai saat penderita datang berobat.7. Menanyakan riwayat penyakit dan pengobatan terdahulu.8. Menanyakan riwayat penyakit lainnya.9. Menanyakan riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit serupa.10. Menyebutkan kemungkinan diagnosis penyakit pasien.

Berikut ini beberapa contoh anamnesis gangguan sistem pernapasan pada anak:a. Batuk Sejak kapan (onset) Hilang timbul atau menetap Berdahak atau kering Bila berdahak, apa warna dahaknya, ada darah atau tidak, berbau busuk atau tidak Gejala penyerta: pilek, bersin-bersin, demam, sesak napas, muntah, diare Anak rewel atau tidak Pola makan sebelum dan setelah sakit Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit lainnya Riwayat keluarga dengan keluhan serupa (batuk lama pada kemungkinan TBC paru)b. Sesak napas Sejak kapan (onset) Hilang timbul atau menetap Gejala penyerta: batuk, mengi, kebiruan di kulit, demam, Faktor-faktor yang menimbulkan sesak napas Faktor-faktor yang menghilangkan sesak napas Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit lainnya Riwayat keluarga dengan keluhan serupac. Nyeri dada Sejak kapan (onset) Hilang timbul atau menetap Gejala penyerta: batuk, demam, sesak napas, muntah Didahului trauma atau tidak Anak rewel atau tidak Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit lainnya1.4 Kesimpulan Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit anak berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan, baik allo maupun autoanamnesis. Perlu diingatkan bahwa untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK PARU ANAK 2.1 Landasan TeoriProyeksi paru-paru pada permukaan thoraks membantu pemeriksa dalam menentukan lokasi kelainan di dalam thoraks. Karena posisi jantung, paru-paru kiri tidak dapat terletak dekat dengan sternum seperti pada paru-paru kanan.

INSPEKSIKalau sedang memeriksa pasien, berikanlah perhatian terhadap hal-hal kecil. Pertama, tentukanlah dimensi statik dada, yaitu diameter lateral dan anteroposterior. Kemudian perhatikanlah kesimetrisannya. Dada yang asimetris dapat disebabkan oleh kelainan pada struktur tulang atau isi thoraks. Perhatikan juga apakah sela iga sama dan bandingkanlah satu sisi dengan sisi lainnya. Dinamika pernafasan perlu diperhatikan juga. Inspirasi biasanya dilakukan secara aktif, sedangkan ekspirasi pasif. Pada pernafasan tenang yang normal, pendataran diafragma dan peninggian iga-iga anterior memperbesar volume rongga dada. Peninggian ini menyebabkan tekanan intrapleura menjadi lebih negatif, sehingga menyebabkan masuknya udara akibat perbedaan tekanan tersebut. Inspirasi maksimum yang dilakukan oleh orang normal mempergunakan otot-otot tambahan di leher yang mengangkat iga pertama dan kedua dan sedikit mengangkat klavikula.PALPASIPada umumnya, palpasi memberikan penegasan tentang penemuan-penemuan yang diperoleh pada inspeksi. Dengan palpasi dapat ditentukan daerah-daerah yang harus diperiksa dengan cermat pada auskultasi. Rabalah bentuk yang asimetris dan kontur abnormal untuk menilai kontur dan konsistensinya yang tepat. Pemeriksaan peristiwa-peristiwa dinamik pada proses pernafasan dimulai dengan meminta pasien bernafas dalam-dalam. Lalu meletakkan telapak tangan di paru-paru. Suara tambahan bernada rendah dapat diperiksa secara lebih baik dengan palpasi ketimbang auskultasi. Suara yang diucapkan secara normal menimbulkan resonansi yang dapat dipalpasi. Hal ini disebut fremitus raba. Fremitus lebih jelas pada pria ketimbang wanita karena suara bernada rendah lebih mendekati resonansi alamiah dada. Fremitus pada anak-anak menonjol karena dada anak-anak mempunyai frekuensi alamiah yang lebih tinggi.PERKUSITujuan perkusi adalah untuk memperlihatkan keadaan pekak pada tempat-tempat di mana seharusnya ada resonansi. Nada perkusi ini hanya menembus sedalam 4-6 cm dan resonansi nada ini merupakan fungsi kepadatan jaringan. Jaringan yang mengandung udara lebih resonan ketimbang jaringan padat. Nada resonansi jaringan paru-paru normal hanya dapat dipelajari dengan latihan. Nada tersebut mungkin berbeda dari orang ke orang, tetapi harus sama pada kedua sisi dada pada satu orang. Dinding dada yang tebal memberikan nada yang lebih pekak ketimbang dada seorang anak. Nada perkusi paru menjadi pekak bila ruang pleura berisi cairan (efusi pleura). Paru-paru yang mengalami konsolidasi karena berisi cairan atau infiltrat seluler tidak mengandung udara dan memberikan nada pekak juga.Dalam melakukan perkusi pada lapangan paru, pakailah garis khayal sebagai pedoman dalam menempatkan jari pleksor pada tiap sisi. Perkusi dilakukan pada sela iga. Dimulai dari apeks sampai ke diafragma pada garis midklavikula dan garis aksila anterior sebagai pedoman perkusi dinding dada anterior. Untuk dinding dada posterior, garis midskapula dan garis aksila posterior yang menjadi patokan. Perkusi dilakukan secara bergantian pada sisi kiri dan kanan untuk dibandingkan. Pekak hati ditemukan pada kira-kira sela iga keenam di bagian kanan. Batas atas hati penting karena Anda dapat mengukur rentangnya secara keseluruhan (biasanya sekitar 10cm). Diafragma menentukan batas bawah paru-paru sebagai perubahan dari resonansi ke pekak di bagian posterior. Jika diafragma bergerak dengan normal, batas ini akan berubah selama respirasi. Perbedaan ini perlu diperiksa dengan memperkusi batas ini pada akhir inspirasi dan kemudian pada akhir ekspirasi. Ukuran perbedaan ini yang disebut sebagai ekskursi diafragma. Ekskursi rata-rata adalah 5 cm, dengan diafragma istirahat normal pada sela iga kesembilan di garis midskapula.

AUSKULTASIPada dinding dada dapat terdengar suara yang berasal dari berbagai macam sumber. Gerakan udara melalui bronkus dan alveolus menimbulkan getaran suara. Suara yang diucapkan atau dibisikkan memancarkan gelombang suara melalui paru-paru. Adanya kelainan di dalam paru-paru akan mengubah suara-suara yang timbul. Empat prinsip penghantaran suara perlu diperhatikan, yaitu:a. Jarak antara sumber suara dan stetoskop akan mempengaruhi intensitas suara.b. Alveolus bertindak sebagai sekat, yang kurang lebih mirip dengan lempeng akustik. Bunyi bronkus dipecahkan dan diperlemah ketika dihantarkan ke bagian perifer.c. Jumlah antarpermukaan dengan densitas yang berbeda yang harus dilalui oleh suara tersebut. Makin banyak antarpermukaan, makin sedikit hantaran suaranya.d. Sifat media transmisi akan mempengaruhi intensitas dan secara selektif akan membantu penghantaran frekuensi atau titik nada tertentu. Makin padat medianya, makin baik penghantaran suaranya, misalnya cairan lebih baik dalam menghantarkan suara dibandingkan udara.Untuk auskultasi yang digunakan adalah bagian diafragma dari stetoskop. Mintalah pasien untuk menarik nafas dan mengeluarkan nafas secara perlahan-lahan melalui mulutnya. Auskultasi dinding dada anterior dimulai dari apeks hingga diafragma, dibandingkan antara kanan dan kiri. Auskultasi dinding dada posterior dilakukan dari atas ke bawah hingga ke basis paru. Basis paru merupakan tempat yang paling mungkin untuk timbulnya akumulasi cairan dalam jumlah kecil di dalam alveolus. Biasanya terdengar tiga suara pernafasan normal, yaitu:a. Suara nafas vesikulerTimbul karena berpusarnya udara di dalam alveolus dan merupakan bunyi pernafasan normal. Bunyi ini bernada rendah, halus dan terdengar paling jelas di bagian perifer paru-paru karena memang timbul di daerah situ. Karena disebabkan oleh masuknya udara ke dalam alveolus, bunyi ini terdengar pada waktu inspirasi.b. Suara nafas bronchialTimbul karena turbulensi udara di dalam bronkus kartilaginosa. Bunyi ini lebih kasar dan nadanya lebih tinggi daripada bunyi vesikuler. Biasanya tidak dapat terdengar di bagian perifer paru normal. Bunyi ini dapat mempunyai komponen insprirasi dan ekspirasi.c. Suara nafas bronkovesikulerMerupakan campuran kedua unsur di atas. Bunyi ini dapat didengarkan di tempat-tempat di mana ada bronkiolus besar yang ditutupi oleh satu lapisan tipis alveolus. Selain suara pernafasan, fremitus vocal juga dipakai untuk memastikan terjadinya perubahan dalam densitas paru-paru. Suara yang diucapkan menjadi tidak jelas dan melepas pada saat ia mencapai bagian perifer paru. Biasanya, suara yang dibisikkan tidak dapat didengar di bagian perifer. Kalau Anda mendengarkan di daerah bunyi pernafasan bronkovesikuler, suara yang diucapkan menjadi lebih keras dan suara yang dibisikkan menjadi dapat didengar. Kalau Anda mencapai daerah bunyi pernafasan bronchial, suara yang diucapkan menjadi sangat keras dan dapat diartikan. Konsolidasi paru-paru dengan cairan peradangan mengubah fremitus vokal, dengan menghantarkan nada-nada yang dibisikkan (berfrekuensi rendah) sampai ke bagian perifer.

2.2 Media Pembelajaran1. Penuntun LKK 6 Blok XI FK UMP2. Ruang periksa dokter3. Manikin anak4. Tempat tidur periksa5. Stetoskop pediatrik/neonatus6. Tensimeter7. Termometer8. Timbangan badan9. Pengukur tinggi badan2.3 Langkah Kerja1. Mengucapkan salam kepada pasien serta memperkenalkan diri kepada pasien.2. Menanyakan identitas pasien.3. Menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik yang akan dilakukan.4. Meminta izin kepada pasien dan orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan fisik.5. Pasien diminta membuka pakaiannya lalu berbaring di tempat tidur.6. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.7. Perhatikan keadaan umum anak:a.Tampak sakit ringan/sedang/beratb. Kesadaran: compos mentis, somnolen, spoor, komac. Tanda vital: sianosis sekitar mulut, suhu tubuh, denyut jantung8. Inspeksi thoraksa. Meminta pasien untuk menahan nafasnya lalu perhatikan bentuk dadanya (statis).b. Setelah itu, minta pasien kembali bernafa seperti biasa. Perhatikan apakah dinding dada (dinamis).c. Hitung frekuensi nafas selama 30 detik, lalu dikalikan 2.9. Palpasi thoraksa. Meletakkan kedua telapak tangan di permukaan dada depan.b. Meminta pasien menyebutkan tujuh, tujuh, tujuh dengan keras. Rasakan getaran suara yang dihantarkan ke telapak tangan (stem fremitus).c. Pindahkan posisi telapak tangan, bergerak dari atas ke bawah dada. Mintalah pasien untuk mengulangi katatujuh, tujuh, tujuh tersebut setiap kali posisi telapak tangan kita berpindah.d. Lalu posisi telapak tangan ditukar, diletakkan secara bersilangan. e. Meminta pasien menyebutkan tujuh, tujuh, tujuh dengan keras. Rasakan getaran suara yang dihantarkan ke telapak tangan (stem fremitus).f. Lakukan gerakan perpindahan posisi telapak tangan dari atas ke bawah. Selalu minta pasien menyebutkan kata tujuh,tujuh,tujuh setiap pindah posisi tangan.g. Posisi telapak tangan jangan dipindahkan sebelum pasien selesai menyebutkan kata tujuh, tujuh, tujuh.h. Lakukan juga palpasi di bagian belakang dada dengan cara yang sama seperti di bagian depan dada. i. Lakukan interpretasi stem fremitus untuk masing-masing paru. 10. Perkusi parua. Meletakkan telunjuk atau jari tengah tangan kiri di sela iga sebagai alas.b. Lalu ketuklah jari tersebut oleh satu atau tiga jari tangan kanan agar timbul bunyi perkusi yang dapat menggambarkan kondisi paru.c. Prosedur di atas dimulai dari bagian atas ke bagian bawah paru dan dari arah lateral ke medial. Bandingkan bunyi perkusi yang timbul antara dinding dada kanan dan kiri pada setiap sela iga.d. Lakukan interpretasi hasil perkusi paru. e. Menentukan batas paru-hepar:i. Lakukan perkusi di bagian kanan dada, mulai dari atas (sela iga ke-1) ke bawah hingga terdengar perubahan suara perkusi dari sonor menjadi pekak (dull). ii. Bunyi pekak berasal dari hepar, yang merupakan organ padat. f. Menentukan peranjakan hepar:i. Jari tangan kiri tetap diletakkan pada batas paru-hepar.ii. Minta pasien menarik nafas panjang lalu ditahan.iii. Lakukan perkusi ke arah bawah sampai kembali menemukan bunyi pekak karena adanya hepar.iv. Minta pasien bernafas seperti biasa lagi.v. Perubahan posisi batas paru-hepar pada saat bernafas biasa dengan pada saat inspirasi lama menandakan peranjakan.g. Menentukan batas jantung:i. Mengetuk dada di sela iga dengan jari tangan kanan, gunakan jari telunjuk tangan kiri sebagai alasnya.ii. Ketukan dimulai dari perifer toraks menuju ke jantung.iii. Ketukan pada 4 arah (superior, inferior, kiri, kanan)iv. Menyimpulkan batas jantung.h. Lakukan juga perkusi di bagian belakang dada dengan cara yang sama seperti bagian depan dada. Namun pada bagian belakang dada tidak dilakukan pemeriksaan batas paru hepar dan batas jantung.11. Auskultasi parua. Menempelkan bagian diafragma stetoskop (bagian yang datar dan lebar) di sela iga di seluruh lapangan paru. b. Auskultasi dibandingkan antara paru kiri dengan paru kanan dan bergerak dari atas ke bawah. c. Mendengarkan suara nafas dan ada tidaknya suara tambahan.d. Lakukan juga auskultasi di bagian belakang dada dengan cara yang sama seperti di bagian depan dada. e. Interpretasi suara pernafasan.

2.4 Interpretasi Hasil Inspeksi: Statis: melihat simetris atau tidaknya dinding dada dalam posisi diam. Dinamis: melihat kesimetrisan dinding dada pada saat bergerak, apakah simetris atau ada yang tertinggal. Bila ada yang tertinggal maka harus disebutkan di bagian dinding dada mana. Frekuensi nafas normal untuk orang dewasa adalah 16-24 kali/menit. Bila lebih dari normal, diistilahkan takipneu.

Palpasi: Stem fremitus: normal, meningkat, menurun. Pemeriksaan ini bersifat subjektif, sehingga penentuan normal atau tidaknya tergantung kemampuan pemeriksa. Bila stem fremitus ada yang tidak normal maka harus disebutkan di bagian paru yang mana.

Perkusi:- Perkusi paru yang normal akan menimbulkan bunyi sonor karena paru berisi udara.- Bila timbul bunyi pekak (dull) menandakan adanya cairan atau jaringan padat: massa, konsolidasi, cairan di paru atau di pleura.

Auskultasi:1. Suara nafas vesikuler: normal, menguat, melemah.2. Suara nafas tambahan normalnya tidak ada. Bila ada maka kemungkinan ada gangguan.5. Bunyi diskontinyu (krakles) adalah bunyi yang intermiten, tak berirama, bunyi singkat.6. Krakles halus (....): halus, nada tinggi, sangat singkat7. Krakles parau/kasar (): agak lebih keras, nada rendah, tidak terlalu singkat.

8. Bunyi kontinyu: berirama dan nadanya lebih lama dari krakles.a. mengi (wheezing): secara relatif nadanya tinggi dengan kualitas merintih atau berdesis.b. Ronki: secara relatif nadanya rendah, dengan kualitas mendengkur.

PENUNTUN LATIHAN KETERAMPILAN KLINIK 7TORAKOSENTESIS JARUM DAN INSERSI WATER SEALED DRAINAGE (WSD)

A. PENDAHULUAN1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, seorang dokter umum diharapkan mencapai tingkat kemampuan 4A (mampu melakukan mandiri) dalam melakukan tindakan torakosentesis jarum. Selain itu juga diharapkan mencapai tingkat kemampuan 3 (pernah melakukan di bawah supervisi) dalam melakukan tindakan insersi WSD. Materi tersebut diberikan dalam latihan keterampilan klinik dalam blok respirasi ini.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN2.1 Tujuan Umum Setelah kegiatan ini apabila dihadapkan pada manikin dan model, diharapkan mahasiswa mampu: 1. Melakukan tindakan torakosentesis jarum 2. Melakukan insersi WSD.

Tujuan Khusus Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan indikasi dan komplikasi torakosentesis jarum dan insersi WSD.2. Melakukan tindakan torakosentesis jaruma. Mempersiapkan alat b. Mempersiapkan manekin dan modelc. Melakukan tindakan torakosentesis jarum3. Melakukan insersi WSDa. Mempersiapkan alat b. Memperisapkan manekin dan modelc. Melakukan insersi WSD.

3. METODE INSTRUKSIONAL1. Mahasiswa mendapat kuliah singkat mengenai keterampilan tindakan torakosentesis jarum dan insersi WSD2. Mahasiswa dibagi menjadi 10 orang per kelompok dan dibimbing oleh satu orang instruktur.3. Masing- masing mahasiswa dalam tiap kelompok diminta untuk melakukan tindakan torakosentesis jarum dan insersi WSD.

B. PELAKSANAAN1. PANDUAN BELAJAR TORAKOSENTESIS JARUM1.1 Landasan Teori Prosedur ini untuk tindakan penyelamatan pada pasien tension pneumotoraks. Jika tindakan ini dilakukan pada penderita bukan tension pneumotoraks, dapat terjadi pneumotoraks dan atau kerusakan pada parenkim paru. Komplikasi torakosentesis yaitu:a. Hematom localb. Infeksi pleura, empiemac. Pneumotoraks 1.2.Media Pembelajaran1. Penuntun LKK 7 Blok XIII FK UMP2. Manekin dan model3. Ruang praktek dokter4. Sarung tangan steril5. Kateter intravena no.146. Antiseptik 7. Kasa steril8. Selang oksigen

1.3 Langkah Kerja1. Identifikasi tension pneumotoraks pada pasien.2. Melakukan informed consent dengan pasien dan keluarga.3. Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan.4. Identifikasi sela iga II, di linea midclavicularis di sisi tension pneumotoraks.5. Asepsis dan antisepsis dada.6. Penderita dalam keadaan posisi duduk tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan.7. Pertahankan Luer-Lok di ujung distal kateter, insersi jarum kateter (panjang 3- 6 cm) ke kulit secara langsung tepat di atas iga III ke dalam sela iga II.8. Tusuk sampai menembus pleura parietal.9. Cabut Luer-Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum memasuki pleura parietal, menandakan tension pneumotoraks sudah diatasi.10. Tinggalkan kateter plastik di tempatnya dan tutup dengan plester atau kain steril.11. Membuka sarung tangan lalu mencuci tangan.12. Melakukan pencatatan pada rekam medis.

1.4 KesimpulanTorakosentesis jarum terpasang dengan benar atau tidak.

2. PANDUAN BELAJAR INSERSI WATER SEALED DRAINAGE (WSD)2.1 Landasan Teori

Insersi WSD atau Water Sealed Drainage atau juga dikenal sebagai tube thoracostomy adalah salah satu modalitas terapi yang paling efektif untuk kedua kelainan pengembangan paru seperti kompresi dari cavum pleura yakni pneumothoraks dan efusi pleura. WSD memungkinkan drainase dari udara, darah, pus, cairan serous dan cairan cairan abnormal lain yang berasal dari cavum pleura dengan hanya satu arah, yakni dari cavum pleura menuju ke botol WSD yang akan menariknya.Setelah WSD terpasang hal-hal yang harus dilakukan adalah mengevaluasi:1. Jumlah produksi drainase inisial. Bila jumlah produksi drainase inisial di atas 1200 cc, indikasi untuk dilakukan torakotomi.2. Memastikan selang terpasang dengan tepat melalui foto thoraks.3. Jumlah produksi drainase tiap jam selanjutnya. Bila jumlah produksi drainase tiap jam di atas 200 cc, indikasi untuk dilakukan torakotomi.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan melalui terapi WSD terdapat beberapa macam. Ada yang berupa komplikasi insertional, mekanikal, sistemik dan lokal. Berikut ini merupakan klasifikasi komplikasi-komplikasi dari terapi water sealed drainage :1. Tube malposition: Yakni peletakan selang WSD yang tidak sesuai dengan tempat seharusnya. Beberapa jenis tube malposition meliputi, intraparenchymal tube placement, fissural tube placement, chest wall tube placement, mediastinal tube placement dan abdominal placement.2. Blocked drain: Adanya blokade pada selang WSD yang menyebabkan drainase menjadi tidak lancar, dapat disebabkan oleh karena kekakuan, terbentuknya gumpalan cairan, adanya puntiran, terdapat sisa debris atau ikut terbawanya jaringan paru yang mengakibatkan selang WSD menjadi tersumbat.3. Chest drain dislodgement: Yakni terlepasnya selang WSD dari cavum pleura pasien, dapat dihindari dengan prosedur yang baik dan harus segera diatasi dengan memasangkan kembali selang WSD melalui prosedur yang asepsis.4. Udema pulmonum reekspansi (REPE): Terjadinya udema pulmonum setelah paru yang tadinya kolaps mengembang. Patogenesis yang mendasarinya antara lain yakni adanya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya radikal bebas oksigen yang menyebabkan kerusakan kapiler dan adanya penurunan produksi surfactan.Tindakan pencegahannya diduga dapat dilakukan dengan melakukan drainase tanpa suction, dan melakukan drainase secara perlahan-lahan..5. Emfisema subkutis: adalah terebentuknya akumulasi udara pada ruang subcutan pada dinding dada. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan krepitasi pada palpasi dinding dada.6. Cedera saraf : pada pemasangan WSD yang kurang berhati -hati dapat juga menyebabkan cedera pada saraf di sekitar lokasi pemasangan WSD, cedera saraf yang pernah terjadi akibat pemasangan WSDantara lain yakni, horners syndrome, phrenic nerve inury, long thoracic nerve injury dan ulnar neuropathy7. Cedera kardiovaskular : pada pemasangan WSD juga dapat menagkibatkan cedera vascular yakni berupa perdarahan dan juga dapat memicu komplikasi ke arah cedera jantung.8. Residual / post extubation pneumothoraks: yakni terjadinya pneumothoraks akibat tidak terdrainasenya udara secara optimal dan atau pneumothoraks yang terjadi karena prosedur pelepasan WSD yang kurang baik.9. Dll.

2.2. Media Pembelajaran1. Penuntun LKK 7 Blok XIII FK UMP2. Manekin dan model3. Ruang praktek dokter4. Sarung tangan steril5. Minor set (Skalpel, Klem panjang bengkok, gunting, pinset, needle holder, jarum, benang)6. WSD set (chest tube, Selang konektor, botol)7. Antiseptik

2.3. Langkah Kerja1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien sebagai dokter.2. Menanyakan identitas pasien.3. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan meminta izin pasien untuk melakukan tindakan.4. Melakukan informed consent dengan pasien dan keluarga5. Menandai lokasi pemasangan selang WSD, lokasi yang biasanya digunakan adalah pada intercostal space (ICS) V/VI pada linea midaksilar atau pada safety triangle yakni bangunan yang dibatasi oleh margo anterior m. Latissimus dorsi, margo lateral m. Pectoralis major dan garis antara papilla mamae dengan apeks fossa aksilaris.6. Mengusapkan antiseptik dan memberikan injeksi anestesi lokal pada lokasi pemasangan7. Melakukan incisi sepanjang + 1,5-2 cm pada daerah yang sudah ditentukan dengan menggunakan costa VI sebagai bantalan.8. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat insisi untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan, bekuan darah, dll.9. Klem ujung proksimal tube torakostomi dan dorong tube ke dalam rongga pleura dengan menyisiri margo superior costa VI sesuai panjang yang diinginkan.10. Cari adanya fogging pada WSD saat ekspirasi atau dengar aliran udara.11. Sambung ujung tube torakostomi ke WSD.12. Jahit tube di tempatnya.13. Tutup dengan kain/kasa dan plester.14. Membuka sarung tangan lalu mencuci tangan.15. Melakukan pencatatan pada rekam medis.

2.4 Kesimpulan: WSD terpasang dengan benar atau tidak.

C. PENUTUP1. EVALUASI FORMATIF1.1 Metode EvaluasiEvaluasi formatif dilakukan dengan mengobservasi kegiatan yang dilakukan mahasiswa selama proses keterampilan klinik oleh instruktur.

1.2 Indikator Pencapaian Indikator pencapaian berupa hasil capaian sasaran pembelajaran yang diperoleh mahasiswa pada setiap kegiatan keterampilan klinik.

1.3 Umpan Balik Umpan balik dilakukan oleh instruktur berupa masukan terhadap hasil kegiatan keterampilan klinik mahasiswa.

2. EVALUASI SUMATIF2.1 Metode Evaluasi Evaluasi keterampilan akan dilaksanakan secara komprehensif pada ujian LKK blok.