Upload
hoangthien
View
249
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT DARI
TEPUNG KEDELAI FULL FAT DAN LOW FAT DENGAN PENAMBAHAN
PENSTABIL PATI SAGU PADA BERBAGAI KONSENTRASI
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh
MIFTAKHUL JANNAH
J310111010
PROGRAM STUDI TRANSFER S1 GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN KIMIA YOGHURT YANG DIBUAT DARI
TEPUNG KEDELAI FULL FAT DAN LOW FAT DENGAN PENAMBAHAN
PENSTABIL PATI SAGU PADA BERBAGAI KONSENTRASI
PENDAHULUAN
Yoghurt merupakan produk susu
yang mengalami fermentasi dengan prinsip
perlakuan pH yakni penambahan starter
bakteri asam laktat (Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus)
akan memfermentasi menjadi susu asam
(Santoso, 2009). Pengembangan yoghurt
tidak terbatas pada susu sapi sebagai
bahan dasar. Penggunaan kedelai sebagai
bahan baku pembuatan yoghurt
mempunyai alasan, karena kedelai
merupakan bahan pangan sumber protein
nabati utama yang murah dan mudah
didapat oleh masyarakat.
Penggunaan susu kedelai sebagai
bahan dasar dalam pembuatan yoghurt
semakin meningkat pada beberapa tahun
terakhir. Hal ini didasarkan pada beberapa
keunggulan yang dimiliki oleh yoghurt
kedelai. Protein susu kedelai mempunyai
susunan asam amino yang mirip asam
amino susu sapi dengan kandungan asam
amino lisin yang lebih tinggi dan tidak
mengandung kolesterol, serta memiliki
laktosa rendah sehingga dapat digunakan
sebagai pengganti susu sapi bagi orang-
orang yang tidak tahan terhadap laktosa
susu sapi (lactose intolerance), oleh karena
itu dibuat yoghurt dari susu kedelai
(Astawan, 2004).
Kelemahan dari pembuatan yoghurt
berbahan dasar susu kedelai adalah mudah
basi yang disebabkan aktifitas air yang
tinggi dan dapat menjadi media
pertumbuhan mikroba, sehingga dibuatlah
yoghurt berbahan dasar tepung kedelai.
Sarwono (2003), menyatakan bahwa
pembuatan tepung kedelai diharapkan
mempunyai masa simpan yang panjang
karena rendahnya kadar air.
Yoghurt kedelai rentan mengalami
kerusakan fisik yang secara tidak langsung
akan menurunkan mutu serta kualitasnya.
Tamime dan Robinson (1989), menyatakan
bahwa kerusakan fisik pada yoghurt antara
lain timbulnya sineresis, tingkat viskositas
yang rendah serta penurunan terhadap
kemampuan daya ikat air. Salah satu cara
untuk mencegah timbulnya kerusakan fisik
adalah melalui penambahan penstabil,
yang berfungsi meningkatkan viskositas
dan daya ikat air, serta menurunkan
sineresis.
Cole (2001), menyatakan bahwa
penggunaan pati sagu sebagai bahan
penstabil yoghurt dikarenakan kandungan
amilopektin yang tinggi sekitar 73%.
Granula pati sagu mempunyai daya ikat air
sehingga protein mampu mengikat air pada
kondisi asam yang berakibat meningkatnya
viskositas dan menurunnya sineresis serta
terbentuk gel. Penstabil pati sagu berfungsi
sebagai pengental dan pengikat lemak,
sehingga diharapkan yoghurt yang dibuat
dari tepung full fat dan low fat mempunyai
viskositas tinggi dan sineresis yang rendah.
Hal ini akan mempengaruhi sifat fisik
yoghurt yang dihasilkan.
Berdasarkan latar belakang tersebut
maka perlu dilakukan penelitian tentang
perbedaan sifat fisik dan kimia yoghurt
yang dibuat dari tepung kedelai full fat dan
low fat dengan penambahan penstabil pati
sagu pada berbagai konsentrasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Yoghurt berasal dari Turki yakni
jugurt, yang berarti susu asam. Yoghurt
merupakan produk fermentasi asam laktat
tertentu melalui aktivitas Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus
(Codex Alimentarius, 1975 dalam Haryan,
2001). Proses fermentasi dengan
menggunakan kultur starter bakteri
Streptococcus thermophillus dan
Lactobacillus bulgaricus dapat terjadi
karena pada kedelai terdapat protein
(casein) dan glukosa (laktosa). Laktosa
digunakan oleh kedua starter bakteri
sebagai sumber karbon dan energi utama
untuk pertumbuhannya. Proses fermentasi
tersebut menyebabkan laktosa berubah
menjadi asam laktat (Santoso, 2009).
Beberapa karakteristik yang
menentukan kualitas yoghurt antara lain
sifat kimia, sifat tekstural dan sensorik.
Favaro dkk (2001), melaporkan sifat kimia
(pH dan keasaman titrasi) pada pembuatan
yoghurt kedelai. Sifat tekstural antara lain
viskositas dan sineresis. Viskositas yoghurt
dipengaruhi oleh tipe kultur starter,
perlakuan panas dan penggunaan penstabil
(Becker dan Puhan 1989). Amatayakul dkk
(2006) melaporkan penggunaan kultur
mikrobia dan perbedaan total padatan
terhadap terjadinya sineresis.
Penstabil akan mempengaruhi daya
ikat air pada bahan pangan yang
definisikan sebagai kemampuan struktur
tiga dimensi untuk mengikat air dan
menahan molekul air melalui proses
penyerapan. Daya ikat air yoghurt tersebut
merupakan salah satu interaksi antar
molekul protein serta antara molekul protein
dan molekul air, selanjutnya akan menjadi
faktor penting menentukan sifat dan fungsi
protein sebagai pembentuk gel serta
kualitas yoghurt (Zayas dalam Wahyu,
2004).
METODE PENELITIAN
Berdasarkan jenis penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen pada
yoghurt full fat dan low fat dengan
penambahan masing-masing penstabil pati
sagu 1%, 1,5% dan 2%. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Ilmu Pangan dan
Kimia, Program Studi Gizi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta, yang dilaksanakan pada tanggal
2 Januari sampai 16 April 2012.
Rancangan penelitian yaitu
rancangan 2 acak faktorial yakni yoghurt
full fat dan low fat yang masing-masing
ditambahkan penstabil sagu 1%, 1,5% dan
2%. Penggunaan konsentrasi pati sagu
ditentukan oleh penelitian pendahuluan.
Setiap yoghurt akan diuji pH, keasaman
total, viskositas dan sineresis dilakukan 3
kali ulangan.
Peralatan yang digunakan antara lain
erlenmeyer, magnetic stirrer, sentrifuge,
Water bath, oven, timbangan digital, pH
meter, bekker glass, gelas ukur, biuret,
corong dan viskometer.
Penelitian pendahuluan dalam
penentuan konsentrasi bahan penstabil pati
sagu dengan variasi konsentrasi yakni
0,5%; 1%; 1,5%; 2% dan 2,5%. Yoghurt
dengan penambahan penstabil 0,5% belum
terbentuk gel secara sempurna dan masih
terjadi sineresis. Penambahan penstabil
pati sagu 1%; 1,5% dan 2% pada yoghurt
telah terbentuk gel yang merata,
sedangkan pati sagu 2,5% menghasilkan
tekstur dan penampakan yoghurt yang
kasar dan menggumpal. Hasil penelitian
pendahuluan ini direkomendasikan
menggunakan pati sagu 1%; 1,5% dan 2 %
pada pembuatan yoghurt.
Penelitian utama yakni pembuatan
yoghurt. Proses pembuatan tepung kedelai
full fat ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung
kedelai full fat
Disortasi
Diblender
Kacang kedelai
Diayak 120 mesh
Dioven 700C, 24 jam
Dikukus 15 menit
Direndam 5 jam
Dicuci
Tepung kedelai full fat
Proses pembuatan tepung low fat
melalui ekstraksi dengan larutan heksana
yang distirrer selama 1 jam. Tepung kedelai
yang sudah diekstrak akan menghasilkan
tepung kedelai berlemak rendah (low fat
soy flour). Penghilangan sisa pelarut
dilakukan dengan pemanasan 700C
sehingga heksana menguap, sehingga bau
langu yang tidak dikehendaki dihilangkan
dengan uap panas.
Proses pembuatan yoghurt
berbahan dasar tepung kedelai full fat dan
low fat ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir pembuatan yoghurt
Keasaman pada yoghurt disebabkan
adanya pemecahan laktosa oleh bakteri
asam laktat yang dapat diukur dengan cara
titrasi menggunakan NaOH 0,1 N (Atherton
dan Newlander, 1981). Eckles dkk, (1980),
menyatakan bahwa suasana asam yoghurt
disebabkan adanya metabolisme laktosa
oleh bakteri asam laktat sehingga timbul
rasa asam dan pengendapan kasein.
Analisis uji sineresis yoghurt
dilakukan dengan cara disentrifuge selama
20 menit dengan kecepatan 1535 rpm,
sehingga diketahui banyaknya air yang
terpisah dari pasta/gel. Pengujian viskositas
dengan menggunakan alat viskometer,
dilakukan pencatatan penurunan
kekentalan setiap 10 detik selama 1 menit.
Spindle yang digunakan ukuran 63.
Data pH, keasaman total, viskositas
dan sineresis dianalisa menggunakan uji
independent t-tes, GLM-univariat dan one
way anova, dilanjutkan dengan Duncan
pada taraf signifikan 0,05 dengan program
SPSS versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. pH yoghurt full fat dan low fat
Hasil uji GLM-univariat pada pH
yoghurt yang dibuat dari tepung kedelai
full fat dan low fat ditampilkan pada
Tabel 1, menunjukkan ada pengaruh
konsentrasi penstabil pati sagu, jenis
tepung kedelai full fat maupun low fat
dan interaksi keduanya terhadap pH
yoghurt. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
signifikan masing-masing P < 0,05.
Tabel 1
Nilai Signifikansi pH Yoghurt yang Diuji
Menggunakan GLM-Univariat
Faktor Signifikansi
Konsentrasi penstabil pati sagu 0,000
Jenis tepung full fat dan low fat 0,015
Interaksi penstabil dan jenis
tepung
0,039
Masing-masing 5 % bakteri Strep. thermophillus
& Lac. bulgaricus
Dicampur
Diinkubasi 370 C, 24 jam
Dikemas ke dalam cup
Yoghurt kedelai
Glukosa
Pati sagu
Tepung kedelai
Diaduk (Magnetic stirrer)
Dicampur
Dipasteurisasi 900C, 20 menit
Didinginkan
Aquades
Derajat keasaman (pH) yang
ditampilkan pada Tabel 2, menunjukkan
tidak ada perbedaan secara signifikan oleh
yoghurt dari tepung kedelai full fat dengan
penambahan pati sagu pada berbagai
konsentrasi terhadap pH yoghurt. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikan P > 0,05.
Hal yang berbeda menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang nyata oleh yoghurt dari
tepung kedelai low fat dengan penambahan
pati sagu pada berbagai konsentrasi
terhadap pH yoghurt (P<0,05).
Tabel 2
pH Yoghurt yang Diuji Menggunakan
One Way Anova
Yoghurt pH Sig.
Pati sagu 1%
Pati sagu 1,5%
Pati sagu 2%
Full fat 4,39 + 0,02
4,37 + 0,01
4,37 + 0,01
0,961
Low fat 4,46+0,005c
4,42+0,005b
4,42+0,005b
0,000
Penggunaan pati sagu pada yoghurt
F-P1% dan F-P1,5% menunjukkan pH tidak
berbeda nyata secara signifikan,
ditampilkan pada Gambar 3. Hal serupa
juga ditunjukkan oleh yoghurt L-P1,5% dan
L-P2% menunjukkan pH yang sama,
namun yoghurt L-P1% menunjukkan pH
yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan
laporan Yeganehzad dkk (2007),
menyatakan bahwa makin tinggi total solid,
semakin rendah pH yoghurt.
Gambar 3. pH yoghurt dengan
penambahan pati sagu pada
berbagai konsentrasi.
Keterangan: F-P1% : yoghurt full fat dengan sagu 1% F-P1,5% : yoghurt full fat dengan sagu 1,5% F-P2% : yoghurt full fat dengan sagu 2% L-P1% : yoghurt low fat dengan sagu 1% L-P1,5% : yoghurt low fat dengan sagu 1,5% L-P2% : yoghurt low fat dengan sagu 2%
Yoghurt dari tepung kedelai full fat
dan low fat dengan penambahan penstabil
pati sagu menunjukkan perbedaan setiap
konsentrasi 1%, 1,5% dan 2% terhadap pH
yoghurt yang dihasilkan (Tabel 3). Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-
masing P < 0,05. Hal ini sesuai laporan
Atherton dan Newlander (1981),
menyatakan bahwa penambahan penstabil
pada setiap konsentrasi berbeda
berpengaruh terhadap pH yoghurt yang
dihasilkan. Rendahnya tingkat penambahan
penstabil berakibat menurunnya nilai pH.
Penurunan nilai pH yoghurt disebabkan
karena terjadi peningkatan jumlah ion H+
dikarenakan oleh peningkatan jumlah total
asam.
Tabel 3
pH Yoghurt yang Diuji Menggunakan t-test
Yoghurt Ph Pati sagu 1% Pati sagu 1,5% Pati sagu 2%
Full fat 4,39 + 0,02 4,37 + 0,01 4,37 + 0,01 Low fat 4,46 + 0,005 4,42 + 0,005 4,42 + 0,005
Sig. 0,002 0,007 0,001
4,39 a
4,46 c
4,37 a
4,42 b
4,37 a
4,42 b
4,32
4,34
4,36
4,38
4,4
4,42
4,44
4,46
4,48
F-P1% L-P1% F-P1,5% L-P1,5% F-P2% L-P2%
pH
Nilai pH yang dihasilkan oleh semua
perlakuan masih memenuhi standar pH
yoghurt. Wilkinson (2000), menyatakan
bahwa yoghurt mempunyai nilai pH kisaran
4,0 hingga 4,6 yang diperoleh dari proses
fermentasi menggunakan kultur
Lactobacillus bulgaricus dan Sterptococus
thermophilus. Hasil penelitian Rauf dkk
(2011), menyatakan bahwa peningkatan
asam total yoghurt tidak selalu sesuai
dengan besarnya pH. Kondisi ini terjadi
karena asam laktat yang dihasilkan dalam
pembuatan yoghurt merupakan asam yang
lemah, sehingga memberikan efek pH yang
kecil.
B. Keasaman total yoghurt full fat dan low
fat
Hasil uji GLM-univariat pada
keasaman total yoghurt dari tepung
kedelai full fat dan low fat (Tabel 4),
menunjukkan ada pengaruh penstabil
pati sagu terhadap keasaman total
yoghurt yang dihasilkan. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai signifikan P
(0,015) < 0,05. Jenis tepung kedelai full
fat maupun low fat dan interaksi
keduanya menunjukkan tidak ada
pengaruh terhadap keasaman total,
ditunjukkan oleh nilai signifikan masing-
masing P > 0,05.
Tabel 4
Nilai Signifikansi Keasaman Total Yoghurt
yang Diuji Menggunakan GLM-Univariat
Faktor Signifikansi
Konsentrasi penstabil pati sagu 0,015 Jenis tepung full fat dan low fat 0,264 Interaksi penstabil dan jenis tepung 0,284
Yoghurt dari tepung kedelai full fat
dan low fat dengan penambahan
penstabil pada berbagai konsentrasi
ditampilkan pada Tabel 5, menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan keasaman
total pada penggunaan konsentrasi yang
berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
signifikan masing-masing P > 0,05. Hal
ini sesuai dengan Sumardikan (2007),
menunjukkan bahwa penstabil termasuk
hidrofilik dapat menyerap air pada
konsentrasi yang tinggi sehingga
pertumbuhan mikroorganisme terhambat
dikarenakan kurangnya nutrisi.
Tabel 5
Keasaman Total Yoghurt yang Diuji
Menggunakan One Way Anova
Yoghurt Keasaman Total (mg/ml) Sig.
Pati sagu 1%
Pati sagu 1,5%
Pati sagu 2%
Full fat 3,26 + 0,06
3,29+ 0,06
3,28+0,08
0,893 Low fat 3,33 + 0,09
3,34+ 0,09
3,46+0,06
0,178
Penggunaan pati sagu pada
yoghurt F-P1% dan F-P1,5%
menunjukkan keasaman total yang tidak
berbeda nyata secara signifikan, namun
terlihat berbeda nyata dengan yoghurt L-
P2% terhadap keasaman total yang
dihasilkan (Gambar 4). Yoghurt L-P1%
dan L-P1,5%, menunjukkan keasaman
total yang tidak berbeda nyata secara
signifikan.
Gambar 4. Keasaman total yoghurt dengan
penambahan pati sagu pada
berbagai konsentrasi.
Penggunaan pati sagu pada
pembuatan yoghurt dari tepung kedelai
full fat dan low fat yang (Tabel 6),
menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan keasaman total yang
signifikan dari setiap konsentrasi pati
sagu (P>0,05). Hal berbeda ditunjukkan
oleh yoghurt dari tepung kedelai full fat
dan low fat dengan penambahan pati
sagu 2%, menunjukkan ada perbedaan
secara signifikan terhadap keasaman
total (P<0,05).
Tabel 6
Keasaman Total Yoghurt yang Diuji
Menggunakan t-tes
Yoghurt Keasaman Total (mg/ml)
Pati sagu 1% Pati sagu 1,5% Pati sagu 2%
Full fat 3,26 + 0,06 3,29 + 0,06 3,28 + 0,08 Low fat 3,33 + 0,09 3,34 + 0,09 3,46 + 0,06 Sig. 0,356 0,451 0,033
Keasaman yoghurt disebabkan
adanya pemecahan laktosa oleh bakteri
asam laktat dan keasaman total yoghurt
dapat diukur dengan cara titrasi dengan
larutan NaOH 0,1 N (Atherto dan
Newlander, 1981). Eckles dkk, (1980),
menyatakan bahwa suasana asam pada
yoghurt disebabkan adanya metabolisme
laktosa oleh bakteri asam laktat sehingga
timbul rasa asam dan pengendapan kasein.
C. Viskositas yoghurt full fat dan low
fat.
Pengukuran viskositas digunakan
untuk mengetahui perubahan
kekentalan yoghurt yang dihasilkan,
maka perlu dilakukan pembahasan
perubahan viskositas pada awal,
pertengahan dan akhir yakni pada detik
10, 30 dan 60. Hasil uji GLM-univariat
(Tabel 7), menunjukkan bahwa ada
pengaruh penstabil pati sagu, jenis
tepung full fat dan low fat terhadap
viskositas yang dihasilkan pada detik 10,
30 dan 60. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
signifikan masing-masing P < 0,05.
Jenis penstabil dan jenis tepung tidak
menunjukkan adanya interaksi terhadap
viskositas yoghurt yang dihasilkan (P >
0,05).
Tabel 7
Nilai Signifikansi Viskositas Yoghurt yang
Diuji Menggunakan GLM-Univariat Faktor Sig. Viskositas
10 detik 30 detik 60 detik
Konsentrasi penstabil pati sagu
0,000 0,000 0,000
Jenis tepung full fat dan low fat
0,000 0,000 0,000
Interaksi penstabil dan jenis tepung
0,534 0,118 0,075
Penambahan penstabil pada
konsentrasi yang berbeda menghasilkan
tingkat viskositas yoghurt yang berbeda.
Hal ini disebabkan perbedaan
penyerapan dan daya ikat air. Yoghurt
dari tepung kedelai full fat dengan
penambahan pati sagu (F-P2%)
menunjukkan viskositas tertinggi, diikuti
perlakuan F-P1,5% dan F-P1% yang
ditampilkan pada Gambar 5. Perlakuan
3,26 a
3,29 ab3,28 a
3,33 ab
3,34 a
3,46 b
3,15
3,2
3,25
3,3
3,35
3,4
3,45
3,5
F-P1% L-P1% F-P1,5%L-P1,5% F-P2% L-P2%
Keasaman total (mg/ml)
tersebut menunjukkan penurunan
viskositas selama proses pengadukan
yang memberikan tipe viskositas Non-
Newtonian pada yoghurt.
Penggunaan pati sagu dalam
pembuatan yoghurt dari tepung kedelai
low fat (L-P2%) memberikan viskositas
tertinggi, diikuti yoghurt L-P1,5% dan L-
P1%. Hal ini menunjukkan penambahan
pati sagu memberikan tipe Non-
Newtonian. Hal ini sesuai penelitian
Rauf dan Sarbini (2012), menyatakan
bahwa makin tinggi konsentrasi
penstabil maka makin tinggi
viskositasnya. Hal ini sesuai laporan
Alakali dkk (2008), menyatakan bahwa
makin tinggi konsentrasi bahan
penstabil, semakin tinggi viskositasnya.
Gambar 5. Viskositas yoghurt dengan
penambahan pati sagu pada
berbagai konsentrasi.
Hasil penelitian Sumandikan
(2007), menunjukkan bahwa
penambahan CMC pada konsentrasi
tinggi menghasilkan viskositas yang
tinggi. Peningkatan nilai viskositas dapat
dipengaruhi oleh adanya penggunaan
CMC semakin banyak menyebabkan
semakin besar jumlah air bebas yang
diserap dan diikat sehingga keadaan gel
menjadi lebih kuat dan viskositasnya
meningkat.
Pengaruh penggunaan gelatin dan
lemak, lemak dalam yoghurt berfungsi
sebagai globula yang melapisi protein.
Protein dan lemak efektif untuk
meningkatkan komponen secara
konsisten, dikarenakan lemak susu
yoghurt homogen yang berfungsi
sebagai globula protein berlapis lemak.
Protein yang dilapisi lemak dapat
menghasilkan gel/pasta lebih kuat
sehingga dapat meningkatkan viskositas
(Keogh dan Kenndy, 1998).
D. Sineresis yoghurt full fat dan low fat
Hasil uji GLM-univariat pada
sineresis yoghurt ditampilkan pada
Tabel 8, menunjukkan ada pengaruh
konsentrasi pati sagu dan jenis
tepung yang digunakan terhadap
sineresis yoghurt. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai signifikan masing-masing
P<0,05. Hal yang berbeda
ditunjukkan oleh konsentrasi
penstabil dan jenis tepung
menunjukkan tidak ada interaksi
keduanya terhadap sineresis yoghurt
yang dihasilkan (P > 0,05).
Tabel 8
Nilai Signifikansi Sineresis Yoghurt
yang Diuji Menggunakan GLM-
Univariat
Faktor Signifikansi
Konsentrasi penstabil pati sagu 0,000 Jenis tepung full fat dan low fat 0,000 Interaksi penstabil dan jenis tepung
0,620
200
300
400
500
600
700
800
900
10 20 30 40 50 60 detik
Vis
kosi
tas
(cP
) F-
F-
F-
L-
L-
L-
Penggunaan pati sagu pada
konsentrasi yang berbeda pada
pembuatan yoghurt (Tabel 9),
menunjukkan ada perbedaan yoghurt
full fat dan low fat dengan
penambahan pati sagu pada berbagai
konsentrasi pati sagu terhadap
sineresis yang dihasilkan. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai signifikan
masing-masing P (0,000) < 0,05.
Tabel 9
Sineresis Yoghurt yang Diuji
Menggunakan One Way Anova
Yoghurt Sineresis (%) Sig. Pati sagu
1% Pati sagu
1,5% Pati sagu
2%
Full fat 46,91+2,9c
35,75+2,5b
24,20+2,6a
0,000 Low fat 64,97+2,1
e 53,79+3,5
d 45,07+2,8
c 0,000
Penggunaan penstabil pati sagu
dalam pembuatan yoghurt F-P1% dan L-
P2% menunjukkan sineresis yoghurt
yang tidak berbeda nyata secara
signifikan. Yoghurt F-P1,5% dan F-P2%
menunjukkan sineresis yang berbeda
nyata signifikan (Gambar 6). Sineresis
tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan L-
P1%. Hal ini dikarenakan banyaknya air
yang terikat oleh granula pati sehingga
menurunnya kemampuan mengikat dan
menyerap air. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Sawitri dkk (2008),
menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi penstabil yang ditambahkan
maka sineresis yoghurt yang dihasilkan
akan semakin rendah.
Gambar 6. Sineresis yoghurt dengan
penambahan pati sagu pada
berbagai konsentrasi.
Semakin tinggi konsentrasi
penstabil pati sagu yang ditambahkan
maka sineresis yang dihasilkan akan
semakin rendah. Bahan penstabil yang
bersifat mengurangi sineresis serta
sebagai bahan pengikat air dengan cara
meningkatkan sifat hidrofilik protein
(Fennema, 1996).
Ikatan hidrogen antara molekul air
dan protein melemah dan pori-pori di
antara molekul kasein melonggar,
sehingga dapat dilalui oleh air bebas
(Fennema, 1996). Sineresis dapat
dikurangi dengan cara penambahan
penstabil.yang digunakan untuk
menyerap air. Hasil penelitian
Sumardikan (2007), semakin tinggi
konsentrasi CMC 0,5% yang digunakan
maka sineresis yoghurt akan semakin
rendah dibandingkan yoghurt dengan
penambahan CMC 0,4%. Menurut
Spreer (1998), menyatakan bahwa
bahan penstabil berfungsi untuk
meningkatkan viskositas serta
mengurangi resiko terhadap sineresis.
46,91 c
64,97 e
35,75 b
53,79 d
24,2 a
45,07 c
0
10
20
30
40
50
60
70
F-P1% L-P1% F=P1,5% L-P1,5% F-P2% L-P2%
Sineresis (%)
Faktor-faktor yang mempengaruhi
sineresis yoghurt, antara lain adalah
keasaman dan pH, serta daya ikat air.
Tamime dan Robinson (1989),
menyatakan bahwa gelatin mampu
membentuk ikatan peptida dengan
kasein dan mencegah terjadinya ikatan
hidrogen antara kasein dan asam laktat
pada suasana asam, sehingga dapat
mengakibatkan menurunnya daya ikat
air dan meningkatnya sineresis. Radi
dkk (2009), melaporkan bahwa sineresis
yoghurt dipengaruhi oleh penambahan
konsentrasi penstabil, ditimbulkan oleh
kapasitas daya ikat air yang tinggi
sehingga dapat menurunkan sineresis.
Keogh dan Kenndy (1998),
menyatakan bahwa interaksi gelatin dan
lemak dapat menurunkan sineresis
yoghurt dikarenakan lemak dalam
yoghurt berfungsi sebagai globula yang
melapisi protein. Protein dan lemak
efektif untuk meningkatkan komponen
secara konsisten, dikarenakan lemak
susu yoghurt homogen yang berfungsi
sebagai globula protein berlapis lemak,
sehingga dapat mengurangi sineresis
KESIMPULAN DAN SARAN
1) Penggunaan pati sagu pada setiap
konsentrasi menunjukkan pH yoghurt
yang berbeda. Level pH yoghurt
dipengaruhi oleh penstabil pati sagu, pH
terendah ditunjukkan yoghurt full fat
dengan penambahan pati sagu 1,5%
dan 2% masing-masing memberikan pH
4,37.
2) Keasaman total tertinggi pada yoghurt
full fat dan low fat dengan penambahan
pati sagu masing-masing 2% yakni 3,28
mg/ml dan 3,46 mg/ml.
3) Viskositas tertinggi pada ditunjukkan
oleh yoghurt full fat dengan
penambahan penstabil pati sagu 2%
(704,5 cP), sedangkan viskositas
terendah ditunjukkan oleh yoghurt low
fat dengan penambahan penstabil pati
sagu 1% (293,2 cP). Makin tinggi
konsentrasi bahan penstabil, semakin
tinggi viskositasnya.
4) Konsentrasi penstabil pati sagu
berpengaruh terhadap sineresis pada
yoghurt. Sineresis tertinggi ditunjukkan
pada yoghurt low fat dengan
penambahan pati sagu 1% (64,97%)
sedangkan terendah pada yoghurt full
fat dengan penambahan pati sagu 2%
(24,2%). Penambahan penstabil pada
konsentrasi tinggi dapat mengurangi
resiko sineresis.
Saran bagi penelitian selanjutnya
dapat dilakukan uji sensorik, yang berguna
untuk mengetahui mutu yoghurt kedelai.
DAFTAR PUSTAKA
Alakali, J.S., Okankwo, T.M., dan Lordye,
E.M., 2008. Effect of Stabilizer on the Physic-Chemical attributes of Thermizad Yoghurt. African Jurnal of Biotechnology, 7 (2): 153-163.
Amatayakul, T., Sherkat, F. Dan Shah,
N.P., 2006. Syneresis in set yogurt as affected by starter cultures and levels of solids. Intenasinal Journal of Dairy Technology, 59 (3): 216-221.
Bricarello, L., Kasinski, N., Bertolami, M., faludi, A., Pinto, L., Relvas, W., Izar, M., Ihara, S., Tufik, S. dan Fonseca, F., 2004. Comparison between the effects of soymilk and non-fat cow milk on lipid profile and lipid peroxidation in patients with primary hypercholesterolemia. Nutrition, 20: 200-204.
Fennema, O.R. 1996. Pronciples of
Food Science Part 1. Food Chemistry Incorporation. New York.
Radi, M.Niakousari dan S. Amiri. 2009. Physicochemical, Textural and Sensory Properties of Low Fat Yogurt Produced by Using Modified Wheat Starch as Fat Replacer. Journal of Applied Sciences, 9(11): 2194-2197.
Rauf R., Widowati, D. dan Widodo, A.,
2011. Sifat Fisik dan Kimia Yoghurt yang Dibuat dari Tepung Kedelai. Prosiding A Seminar Nasional “Membangun Daya Saing Produk Pangan Berbasis Bahan Baku Lokal,” 68-75.
Rauf Rusdin dan Dwi Sarbini. 2012.
Pengaruh Penstabil terhadap Sifat Fisiko-Kimia Yoghurt yang Dibuat dari Tepung Kedelai Rendah Lemak.Artikel Publikasi Ilmiah. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.
Santoso. 2009. Susu dan Yoghurt
Kedelai. Laboratorium Kimia Pangan Faperta UWG.
Sawitri M., Abdul Manab dan Theresia Wahyu L. 2008. Kajian Penambahan Gelatin terhdap Keasaman, pH, Daya Ikat Air dan Sineresis Yoghurt. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 3: 35-42.
Speer, E. 1998. Milk and Dairy Product
Technology. Marcell Dekker Inc.New York.
Sumardikan. 2007. Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) terhadap pH, Keasaman, Viskositas, Sineresis dan Mutu Organoleptik. Teknologi pertenakan: Malang.
Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 1989.
Yoghurt Science and Technology. Pergamon press Ltd. London.
Yeganehzad, S., Tehrani, M.M., dan
Shahidi, F., 2007. Studying microbial, phisiochemical and sensory properties of directly concentrated probiotic yoghurt. Frican Journal of Agricultural Research, 2 (8): 366-369.
Zayas dan Wahyu, T. L. P. 2004.
Pengaruh Penambahan Gelatin Terhadap Daya Ikat Air,Viskositas dan Sineresis. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.Malang