Upload
tranhanh
View
236
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PERENCANAAN KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN
SOIL NAILING DI POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
TUGAS AKHIR
NURAISYAH YUNIATI
NIM : 140309243192
POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
BALIKPAPAN
2017
i
JUDUL
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PERENCANAAN KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN
SOIL NAILING DI POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
Disusun oleh :
NURAISYAH YUNIATI
NIM : 140309243192
Pembimbing I Pembimbing II
Melviana Firsty, S.T., MT Lilik Damayanti, SS, M.Hum
NIDK. 8827320016 NIDN. 0012038209
Penguji I Penguji II
Karmila Achmad, ST., M.T Mersianty, ST., MT.
NIP. 197903172007012 017 NIP. 19790317 200701 2 017
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Drs. Sunarno, M.Eng
NIP. 19640413 199003 1 015
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nuraisyah Yuniati
Tempat & Tanggal Lahir : Balikpapan, 6 Juni 1996
NIM : 140309243192
Menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul“PERENCANAAN
KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN SOIL NAILING DI POLITEKNIK
NEGERI BALIKPAPAN” adalah bukan merupakan hasil karya tulis orang lain, baik
sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam kutipan yang disebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan
dari pihak manapun dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya siap mendapat
sanksi akademis.
Balikpapan, 5 juni 2017
Mahasiswa,
NURAISYAH YUNIATI
NIM. 140309243192
iv
Lembar Persembahan
v
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Politeknik Negeri Balikpapan, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Nuraisyah Yuniati
NIM : 140309243192
Program Studi : Teknik Sipil
Judul TA : Perencanaan kestabilan Lereng Menggunakan Soil Nailing di
Politeknik Negeri Balikpapan
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan hak
kepada Politeknik Negeri Balikpapan untuk menyimpan, mengalih media atau
format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis /pencipta.
Demikian surat pernyataan saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Balikpapan
Pada Tanggal : 5 juni 2017
Yang menyatakan
Materai 6000
(Nuraisyah Yuniati)
vi
ABSTRAK
Analisis stabilitas lereng dilakukan untuk mengecek keamanan dari suatu lereng.
Usaha peningkatan stabilitas lereng ada beberapa cara, salah satu diantaranya adalah
perkuatan lereng dengan soil nailing. Soil nailing adalah metode perbaikan tanah asli
dengan cara melakukan pemakuan batang-batang seperti cerucuk, baja, bambu, dan
mini pile.Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui angka kemanan pada lereng
kondisi eksisting dan setelah di lakukan perbaikan dengan menggunakan soil nailing.
Tanah permukaan (kedalaman 0– 1meter) di ambil dari 2 lereng yaitu di belakang
gedung Direktorat Politeknik Negeri Balikpapan. Sifat fisik yang diteliti meliputi
berat jenis tanah (γt), berat jenis kering tanah (γd), kadar air (wc) , specific gravity(Gs),
dan batas atterberg (LL, PL, PI). Sifat mekanik yang diteliti meliputi kohesi (c) dan
sudut geser dalam (φ).Kemudian, dilakukan analis stabilitas lereng dengan
menggunakan program bantu Geo-slope pada kondisi eksisting dan setelah di berikan
perkuatan soil nailing.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada lereng kondisi eksisting angka
keamanan yang di peroleh sebesar 0,836, angka keamanan tersebut menandakan
lereng tidak aman atau perlunya perkuatan pada lereng, dengan diberikan perkuatan
berupa soil nailing dan lereng di bagi menjadi 2 model yaitu model 1 tanpa adanya
pematangan lahan dan model 2 dengan adanya pematangaan lahan. Pada lereng
model 1 di dapatkan angka keamanan 2,138 sedangkan pada model 2 angka
keamanan lebih tinggi yaitu sebesar 2,408.
Kata kunci : analisis stabilitas lereng, soil nailing, sifat fisik, sifat mekanik, angka
keamanan, model 1, model 2.
vii
ABSTRACT
Slope stability analysis is performed to check the saafety of a slope. There are several
ways in efforts to increase the stabiity of the slope, one of them is reinforcement of
slopes with soil nailing. Soil nailing is an original method of soil improvement by
doing such nailing cerucuk, steel, bamboo, and minipile. The aim of this research is
to knowing the safety factor of the slope existing condition and after using soil
nailing.
This research is located behind the Directorate State Polytechnic Balikpapan of soil
at a depth of -1m up to a depth of 0m. The physical properties include soil density
(γt), dry soil density (γd), water content (wc), Specific Gravity (Gs) and Atterberg
limits (LL, PL, PI). The mechanical properties include cohesion (c), and the angle of
friction (φ).Then the slope stability analysis is carried out by using Geo-slope
software with existing condition and after using soil nailing.
From the results it is obtained that ....
viii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul “Perencanaan Kestabilan Lereng Menggunakan Soil Nailing”.
Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan tugas akhir meliputi
gambaran tentang menghitung kestabilan lereng sebelum dan setelah menggunakan
soil nailing, sehingga dapat diketahui faktor keamanannya pada kondisi eksisting dan
setelahdi beri perkuatan soil nailing.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ramli, S.E., M.M. sebagai Direktur Politeknik Negeri Balikpapan.
2. Drs. Sunarno, M. Eng, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Balikpapan.
3. Melviana Firsty, ST., M.T. dan Lilik Damayanti, SS, M.Humsebagai pembimbing
yang telah membimbing dan memberikan pengarahan selama pengerjaan tugas
akhir ini.
4. Ayahanda dan Ibunda yang telah membantu dalam segi finansial untuk
pengerjaan tugas akhir ini.
5. Seluruh teman angkatan 2014 Teknik Sipil yang telah banyak membantu selama
pengerjaan tugas akhir ini hingga selesai.
6. Semua pihak yang penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan
tugas akhir ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah karya yang sempurna, dan
masih banyak di temui kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan
masukan yang membangun sangat diharapkan.
Balikpapan, 17 Maret 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................................. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ...................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................. v
PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG............................................................ xvii
BAB IPENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah................................................................................................ 2
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 3
BAB IILANDASAN TEORI ........................................................................................ 4
2.1 Tanah ................................................................................................................. 4
2.1.1 Sifat-Sifat Tanah ............................................................................................... 4
2.2 Penurunan Permukaan Tanah ............................................................................ 8
2.2.1 Tahap Penurunan Tanah .................................................................................... 9
2.2.2 Kondisi Tanah di Alam ................................................................................... 10
2.3 Lereng ............................................................................................................. 10
2.4 Analisis Stabilitas Lereng ............................................................................... 13
x
2.4.1 Faktor Keamanan ............................................................................................ 13
2.4.2 Analisis Stabilitas Metode Irisan .................................................................... 15
2.4.2.1 Metode Fellenius ............................................................................................. 15
2.4.2.2 Metode Simplified Bishop ............................................................................... 17
2.5 Soil Nailing ..................................................................................................... 19
2.5.1 Elemen Dasar Dinding Soil Nailing ................................................................ 22
2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Soil Nailing ........................................................ 27
2.6 Analisis Stabilitas Lereng dengan Geoslope ................................................... 28
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN..................................................................... 30
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................ 30
3.2 Tempat Penelitian............................................................................................ 30
3.3 Waktu Penelitian ............................................................................................. 30
3.4 Peralatan dan Bahan yang digunakan ............................................................. 31
3.5 Metodologi Penelitian ..................................................................................... 33
3.5.1 Tahap Persiapan .............................................................................................. 34
3.5.2 Tahap Perhitungan .......................................................................................... 42
3.5.3 Tahap Penyelesaian ......................................................................................... 44
BAB IVPEMBAHASAN ............................................................................................ 45
4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah ................................................................... 45
4.1.1 Uji Specifik Graviti (Gs) ................................................................................. 46
4.1.2 Uji Kadar Air ( ) .......................................................................................... 47
4.1.3 Uji Batas Atterberg Limit ................................................................................ 50
4.1.4 Uji Analisa Ayakan ......................................................................................... 53
4.1.5 Rekapitulasi Hasil Uji Sifat Fisik Tanah ......................................................... 56
4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Tanah............................................................. 57
4.2.1 Pengujian Direct Shear ................................................................................... 57
4.3 Permodelan Lereng dengan Program Geoslope .............................................. 61
4.3.1 Pengaturan Awal ............................................................................................. 61
4.3.2 Membuat Sketsa Gambar ................................................................................ 62
4.3.3 Mendefinisikan Parameter Tanah ................................................................... 63
xi
4.3.4 Menggambar Perkuatan Soil Nailing .............................................................. 63
4.3.5 Solving The Problem ....................................................................................... 63
4.3.6 Menampilkan Hasil Analisis ........................................................................... 64
4.4 Perhitungan Kestabilan Lereng Pada Titik A Tanpa Perkuatan...................... 64
4.5 Perhitungan Kestabilan Lereng Pada Titik B Tanpa Perkuatan ...................... 66
4.6 Perhitungan Kestabilan Lereng Pada Titik B dengan Perkuatan .................... 69
4.6.1 Perbaikan Lereng Model 1 .............................................................................. 70
4.6.2 Perbaikan Lereng Model 2 .............................................................................. 74
4.7 Perbandingan Hasil Stabilitas Lereng Eksisting,Model 1 dan Model 2 ......... 79
BAB VPENUTUP ....................................................................................................... 83
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 83
5.2 Saran ................................................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 84
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Penurunan Pada Teras Belakang Gedung Direktorat 1
Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah 5
Gambar 2.2 Tahap Penurunan Tanah 10
Gambar 2.3 Lereng Terjal 11
Gambar 2.4 Lereng Sedang 11
Gambar 2.5 Lereng Cekung 12
Gambar 2.6 Lereng Cembung 12
Gambar 2.7 Lereng Seragam 12
Gambar 2.8 Lereng Berombak 13
Gambar 2.9 Gaya-gaya yang Bekerja pada Bidang Longsor 15
Gambar 2.10 Sistem Gaya Pada Cara Fellenius 17
Gambar 2.11 Sistem Gaya Pada Suatu Elemen Menurut Bishop 18
Gambar 2.12 Penentuan Harga 18
Gambar 2.13 Daerah Aktif dan Daerah Pasif 21
Gambar 2.14 Potongan Melintang Lereng Dengan Perkuatan Soil Nailing 22
Gambar 2.15 Properti Baja Ulir 22
Gambar 2.16 Nail Head 23
Gambar 2.17 Pengecoran (Grouting) Melalui Pipa Tremi 24
Gambar 2.18 Centralizers (PVC) 24
Gambar 2.19 Pembuatan Muka Sementara (Temporary Facing) 25
Gambar 2.20 Muka Permanen (Permanent Facing) Soil Nailing 25
Gambar 2.21 Perkuatan Soil Nailing Dengan Muka Geotekstil 26
Gambar 2.22 Lembaran Geokomposit pada Dinding Soil Nailing 26
Gambar 2.23 Sistem Drainase pada Dinding Soil Nailing 27
Gambar 3.1 Skema Penentuan Kadar Air 35
Gambar 3.2 Prinsip Pengujian Specific Gravity 37
Gambar 3.3 Penentuan Batas Cair 38
Gambar 3.4 Proses Penentuan Batas Plastis 39
xiii
Gambar 3.5 Contoh Penentuan Kadar Air pada Batas Plastis 40
Gambar 3.6 Skema Pengujian Direct Shear 41
Gambar 3.7 Skema Pembebanan 41
Gambar 3.8 Hasil Pengujian Direct Shear Test 43
Gambar 4.1 Lokasi Pengambilan Sampel Tanah 45
Gambar 4.2 Grafik Batas Cair Titik A 51
Gambar 4.3 Grafik Batas Cair Titik B 53
Gambar 4.4 Grafik Persentase Hasil Analisa Ayakan Titik A 55
Gambar 4.5 Grafik Persentase Hasil Analisa Ayakan Titik B 56
Gambar 4.6 Grafik Direct Shear Titik A 59
Gambar 4.7 Grafik Direct Shear Titik B 61
Gambar 4.8 Jendela Pengaturan Kertas Kerja 62
Gambar 4.9 Jendela Pengaturan Skala Gambar 62
Gambar 4.10 Jendela Pengaturan Grid 62
Gambar 4.11 Jendela Pendefinisian Parameter Tanah A 63
Gambar 4.12 Jendela Proses Running Program 64
Gambar 4.13 Jendela Hasil Analisis 64
Gambar 4.14 Gambar Lereng Di Titik A 65
Gambar 4.15 Angka keamanan Lereng di titik A 65
Gambar 4.16 Gambar Lereng Di Titik B 66
Gambar 4.17 Hasil Angka Keamanan Pada Lereng Di Titik B 66
Gambar 4.18 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 1 67
Gambar 4.19 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 2 68
Gambar 4.20 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 3 68
Gambar 4.21 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 4 69
Gambar 4.22 Hasil Angka Keamanan Pada Lereng Model 1 70
Gambar 4.23 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 1 71
Gambar 4.24 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 2 72
Gambar 4.25 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 3 73
Gambar 4.26 Angka keamanan pada lereng bagian 4 74
xiv
Gambar 4.27 Kontur Pemotongan Lereng Model 2 74
Gambar 4.28 Lereng Model 2 75
Gambar 4.29 Hasil Angka Keamanan Pada Lereng Model 2 75
Gambar 4.30 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 1 76
Gambar 4.31 Lereng Bagian 2 77
Gambar 4.32 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 3 78
Gambar 4.33 Angka Keamanan Pada Lereng Bagian 4 79
Gambar 4.34 Grafik Faktor Keamanan Global 80
Gambar 4.35 Grafik Fator Keamanan Bagian 1 80
Gambar 4.36 Grafik Fator Keamanan Bagian 2 81
Gambar 4.37 Grafik Fator Keamanan Bagian 3 81
Gambar 4.38 Grafik Fator Keamanan Bagian 4 82
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Rencana Waktu dan Kegiatan Penelitian 30
Tabel 4.1 Data Perhitungan Spesifik Graviti Pada Tanah di Titik A 46
Tabel 4.2 Data Perhitungan Spesifik Graviti Pada Tanah di Titik B 47
Tabel 4.3 Data Perhitungan Kadar Air Tanah Titik A 48
Tabel 4.4 Data Perhitungan Kadar Air Pada Tanah di Titik B 49
Tabel 4.5 Data Perhitungan Batas Cair Pada Tanah di Titik A 51
Tabel 4.6 Data Perhitungan Batas Plastis Pada Tanah di Titik A 51
Tabel 4.7 Data Perhitungan Batas Cair Pada Tanah di Titik B 52
Tabel 4.8 Data Perhitungan Batas Plastis Pada Tanah di Titik B 53
Tabel 4.9 Data Perhitungan Analisa Ayakan Pada Tanah di Titik A 54
Tabel 4.10 Data Perhitungan Analisa Ayakan Pada Tanah Di Titik B 55
Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Uji Sifat Fisik Tanah Di Titik A 56
Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Uji Sifat Fisik Tanah Di Titik B 57
Tabel 4.13 Rekapitulasi Data Gaya Direct Shear Titik A 58
Tabel 4.14 Rekapitulasi Input Grafik Direct Shear Pada Tanah Di Titik A 59
Tabel 4.15 Rekapitulasi Data Gaya Direct Shear Titik B 60
Tabel 4.16 Rekapitulasi Input Grafik Direct Shear Pada Tanah Di Titik B 60
Tabel 4.17 Hubungan Nilai Fk Dan Kemungkinan Kelongsoran 67
Tabel 4.18 Spesifikasi Soil Nailing Pada Lereng Bagian 1 70
Tabel 4.19 Spesifikasi Soil Nailing Pada Lereng Bagian 2 71
Tabel 4.20 Spesifikasi Soil Nailing Pada Lereng Bagian 3 72
Tabel 4.21 Spesifikasi Soil Nailing Pada Lereng Bagian 4 73
Tabel 4.22 Spesifikasi Soil Nailing Pada Lereng Bagian 1 76
Tabel 4.23 Spesifikasi Soil Nailing Pada Lereng Bagian 3 77
Tabel 4.24 Spesifikasi Soil Nailing Pada Lereng Bagian 4 78
Tabel 4.25 Hasil Perhitungan Stabilitas Lereng 82
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Tabel Perhitungan Pengujian
Lampiran 2
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Uji Tanah
Lampiran 3 Dokumentasi Foto-foto Penelitian
Lampiran 4 Data Sondir
Lampiran 5 Sertifikat kalibrasi
xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN NAMA Pemakaian
pertama kali
pada halaman
SPT Standard Penetration Test 9
FK Faktor Keamanan 15
ASTM American Standard Testing and Material 22
PVC Polyvinyl Chloride 24
LAMBANG
V Volume total 5
Va Volume udara (dalam bagian berongga) 5
Vw Volume air (dalam bagian berongga) 5
Vs Volume butir tanah 5
Vv Volume rongga 5
W Berat total 5
Ws Berat butiran padat 5
Ww Berat air 5
Wa Berat udara 5
n Porositas 6
S Derajat kejenuhan 6
Berat isi butir tanah 6
Berat isi air 6
Berat is tanah 7
Berat volume kering 7
Berat isi celup tanah 7
Kekuatan geser rata-rata dari tanah 14
Tegangan geser rata-rata yang bekerja 14
xviii
c Kohesi tanah 14
Sudut geser tanah 14
Tegangan normal rata-rata 14
R Gaya geser 16
r Jari-jari bidang longsor 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lereng merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki sudut
kemiringan tertentu dengan bidang datar (horisontal). Lereng dapat terjadi secara
alami ataupun karena buatan manusia dengan tujuan tertentu. Stabilitas lereng dapat
terganggu akibat pengaruh alam, iklim dan aktivitas manusia. Jika tanah tidak
horisontal, suatu komponen gravitasi akan cenderung untuk menggerakan tanah ke
bawah. Jika komponen gravitasi cukup besar, kegagalan lereng akan terjadi, yakni
massa tanah dapat meluncur jatuh. Gaya yang meluncurkan mempengaruhi ketahanan
dari kuat geser tanah sepanjang permukaan keruntuhan.
Kontur tanah di Balikpapan terdapat banyak lereng, sehingga secara tidak
langsung penduduk kota Balikpapan harus membangun konstruksi di lereng tersebut.
Salah satunya di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Balikpapan, bangunan yang
berdiri pada tahun 2002 mengalami perubahan yang signifikan pada tahun 2017 yaitu
berupa pergerakan tanah. Selain itu, pergerakan tersebut juga telah menyebabkan
beberapa keretakan pada Gedung Direktorat, dan penurunan yang mencolok pada
selasar-selasar di tepi Gedung Direktorat (Indrasurya B. Mochtar, Prof. Ir. MSc.
PhD.) dapat di lihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1 Penurunan pada teras belakang Gedung Direktorat
2
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti merasa perlu melakukan
penelitian lebih lanjut tentang kestabilan lereng pada lokasi tersebut menggunakan
soil nailing.Dengan judul, “Perencanan Kestabilan Lereng Menggunakan Soil
Nailingdi Politeknik Negeri Balikpapan” di harapkan dapat memberikan
rekomendasi kestabilan lereng pada Gedung Direktorat Politeknik Negeri Balikpapan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Berapa nilai faktor keamanan pada lereng kondisi eksisting?
2. Berapa nilai faktor keamanan kritis pada lereng setelah adanya alternatif
perkuatan dengan soil nailing?
3. Bagaimana desain lereng agar mendapat nilai faktor keamanan yang stabil dengan
menggunakan soil nailing?
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini di tetapkan batasan masalah sebagai berikut :
1. Tanah yang diteliti lokasi belakang Gedung Direktorat Politeknik Negeri
Balikpapan.
2. Data tanah sekunder yang di gunakan adalah data sondir dari penelitian
sebelumnya.
3. Data tanah primer yang di gunakan adalah data asli yang di dapat dari hasil
pengujiandi Laboratorium Uji Tanah.
4. Hanya merencanakan perkuatan lereng menggunakan soil nailingdengan aplikasi
geoslope.
5. Tidak di pengaruhi faktor gempa.
6. Tidak ada beban merata maupun terpusat
7. Tidak melakukan perhitungan biaya.
8. Analisa kestabilan lereng menggunakan metode simplified bishop method
9. Tidak dipengaruhi dinding penahan tanah.
10. Tanpa pengaruh rembesan dan muka air tanah di anggap sangat dalam.
3
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui nilai faktor keamanan pada kondisi eksisting.
2. Mengetahui desain slope agar dapat di manfaatkan.
3. Mengetahui nilai faktor keamanan setelah menggunakan soil nailing.
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini dapat di peroleh manfaat antara lain :
1. Di harapkan dengan adanya penelitian ini dapat di gunakan untuk perkembangan
ilmu pengetahuan teknik sipil, khususnya menganalisis kestabilan lereng
berdasarkan data lapangan dengan menggunakan metode simplified bishop
method.
2. Dapat mengetahui desain slope yang di rencnakan menggunakan perkuatan soil
nailing dan di nyatakan aman.
3. Agar dapat menjadi acuan untuk solusi penanganan konsolidasi pada tanah agar
tidak berdampak semakin buruk bahkan terjadi kelongsoran.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tanah
Menurut Braja M. Das tanah merupakan material yang terdiri dari agregat dan
butiran mineralpadat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan-
bahan organik yang telah melapuk menjadi berpartikel padat disertai denganzat cair
dan gas yangmengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikelpadat tersebut.
Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-
partikelyang lebih kecil akibat proses mekanis dan kimia. Pelapukan
mekanisdisebabkan oleh memuai dan menyusutnya batuan akibat perubahan
panasdan dingin secara terus menerus yang akhirnya menyebabkan hancurnyabatuan
tersebut. Tiga bagian yang membentuk tanah, yaitu udara, air, danpartikel-partikel
tanah itu sendiri kemudian membentuk suatu gumpalanyang mempunyai massa total
tanah.
2.1.1 Sifat-Sifat Tanah
Sifat tanah yang perlu diperhatikan untuk sebuah proyek tegantung padajenis /
fungsiproyek.Adapun sifat-sifatnya antara lain :
1. Permeabilitas (Permeability)
Sifat ini untuk mengukur/menentukan kemampuan tanah dilewati airmelaluipori-
porinya.Sifat ini penting dalam konstruksi bendung tanahurugan (earth dam) dan
persoalan drainase.
2. Konsolidasi (Consolidation)
Pada konsolidasi dihitung dari perubahan isi pori tanah akibat beban.Sifat ini
dipergunakan untuk mengetahui keruntuhan.sifat inidiperhitungkan untuk
menentukan penurunan (settlement).
3. Tegangan geser (Shear Strength)
Untuk menentukan kemampuan tanah menahan tekanan tanpamengalami
keruntuhan.
5
4. Sifat-sifat fisik lainya
Tanah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian padat dan bagian rongga.Bagian
padat terdiri dari partikel-partikel padat, sedangkan bagianberongga terisi air atau
udara sepenuhnya bila tanah tersebut jenuhatau kering. Apabila gumpalan tanah tidak
sepenuhnya dalam keadaanbasah (jenuh), maka rongga tanah akan terisi oleh air dan
udara.Keseluruhan bagian tersebut dapat terlihat dalam diagram fase padaGambar
2.1:
Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah
Sumber: Mekanika Tanah Jilid 1 -Braja M. Das
Keterangan :
V : Volume total = Va + Vw + Vs
Va : Volume udara (dalam bagian berongga)
Vw : Volume air (dalam bagian berongga)
Vs : Volume butir tanah
Vv : Volume rongga = Va + Vw
W : Berat total = Ws + Ww
Ws : Berat butiran padat
Ww: Berat air
Wa : Berat udara = 0
6
Hubungan yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah :
1. Angka pori (void ratio)
Didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga denganvolume butir
tanah (bagian padat).
2. Porositas (n)
Menyatakan perbandingan antara volume pori dengan volume tanahtotal yang
dinyatakan persen.
3. Derajat kejenuhan (S)
Menyatakan perbandingan antara volume air dengan volume rongga.
4. Kadar air (W)
Disebut juga sebagai water content yang didefinisikan sebagaiperbandingan
antara berat air dengan berat air butiran padat darivolume tanah yang diselidiki.
5. Berat jenis tanah (G)
Menyatakan perbandingan antara berat isi butir tanah (γs) dan berat isiair (γw).
6. Berat isi air (γw)
Menyatakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan volumeair(Vw).
7. Berat isi butir (γs)
Menyatakan perbandingan antara berat butiran tanah (Ws) denganvolume butir
tanah (Vs)
7
8. Berat isi tanah (γ)
Menunjukkan perbandingan antar berat tanah dengan isi tanah.
Rumus tersebut berlaku untuk berat volume basah
9. Berat volume kering (dry unit weight)
Berat volume kering ( γd ) adalah berat kering persatuan volume, atau
Hubungan antara berat volume, berat volume kering, kadar air adalahsebagai
berikut:
10. Berat isi celup tanah (γsub)
Menyatakan suatu harga dari berat isi jenuh dikurangi berat isi air.
11. Batas-batas konsistensi (Atterberg Limits)
Batas-batas atterberg tergantung pada air yang terkandung dalammassa
tanah,ini dapat menunjukkan beberapa kondisi tanah, seperti :cair – kental – plastis –
semi plastis – padat, perubahan dari keadaanyang satu ke keadaan lainnya sangat
penting diperhatikan sifat fisiknya.Menurut Hary Christady Hardiyatmo ( 2002 )
batas – batas Atterbergadalah sebagai berikut:
a. Batas cair (Liquid Limit) = LL
Menyatakan kadar air minimum dimana tanah masih dapatmengalir dibawah
beratnya atau kadar air tanah pada batasantara keadaan cair ke keadaan plastis.
b. Batas plastis (Plastis Limit) = PL
Menyatakan kadar air minimum dimana tanah masih dalamkeadaan plastis atau
kadar air minimum dimana tanah dapatdigulung-gulung sampai diameter 3,1 mm
atau (1/8 inchi).
8
c. Batas susut (Shrinkage Limit) = SL
Menyatakan batas dimana sesudah kehilangan kadar air,selanjutnya
tidakmenyebabkan penyusutan volume tanah lagi.
d. Indeks plastis (Plasticity Index) = PI
Menunjukkan sejumlah kadar air pada saat kondisi tanah dalamkondisi plastis,
dimana harga ini adalah selisih antara batas cairdan batas plastis.
e. Indeks cair (Liquidity Index) = LI
Menyatakan perbandingan dalam prosentase antara kadar airtanah dikurangi batas
plastis dengan indeks plastis.
f. Konsistensi relatif (Relative Consistency) = RC
Menunjukkan perbandingan antara batas cair dikurangi kadarair tanah dengan
indeks plastis.
g. Nilai susut (Shrinkage Ratio) = SR
Adalah perbandingan antara selisih isi (dinyatakan dalamprosentase isi kering)
dengan kadar air yang bersangkutan.
2.2 Penurunan Permukaan Tanah
Penurunan permukaan tanah adalah turunnya permukaan tanah akibat
terjadinya perubahan volume pada lapisan-lapisan batuan di bawahnya. Penurunan
muka tanah ini secara tidak langsung merupakan aktivitas pemaksaan memadatkan
struktur tanah yang belum padat menjadi padat.Umumnya terjadi pada daerah yang
tadinya berupa rawa, delta, endapan banjir, dan sebagainya yang dialihkan fungsi
tataguna lahannya tanpa melakukan rekayasa tanah terlebih dahulu.
9
2.2.1 Tahap Penurunan Tanah
Untuk bisa mampat, air yang ada didalam pori tanah harus di keluarkan.
Kecepatan pemampatan di pengaruhi oleh proses keluarnya air dari dalam pori tanah
dan sifat kompresibelitas tanah. Pasir adalah tanah yang sangat permeabel dan tanah
yang tidak kompresibel, sehingga proses penurunan terjadi sangat cepat dan
penurunannya kecil. Lempung yang kenyang air adalah tanah yang rapat air dan
bersifat sangat kompresibel sehingga penurunan yang terjadi bisa bertahun-tahun dan
penurunan yang terjadi besar. Secara umum, penurunan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Immediate Settlement (penurunan seketika), diakibatkan dari deformasi elastis
tanah kering, basah, dan jenuh air, tanpa adanya perubahan kadar air. Immediate
settlement ini biasanya terjadi selama proses konstruksi berlangsung. Parameter
tanah yang dibutuhkan untuk perhitungan adalah undrained modulus dengan uji
coba tanah yang diperlukan seperti SPT, Sondir (dutch cone penetration test),
dan Pressuremeter test.
2. Primary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi
primer), yaitupenurunan yang disebabkan perubahan volume tanah selama
periodekeluarnya air pori dari tanah. Pada penurunan ini, tegangan air pori
secarakontinyu berpindah ke dalam tegangan efektif sebagai akibat dari keluarnya
air pori. Penurunan konsolidasi ini umumnya terjadi pada lapisan tanah kohesif
(clay / lempung).
3. Secondary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi sekunder), adalah
penurunan setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Hal ini lebih disebabkan
oleh proses pemampatan akibat penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir
tanah.
10
Gambar 2.2 Tahap Penurunan Tanah
Sumber: Fita Ratna, 2016
2.2.2 Kondisi Tanah di Alam
1. Tanah Normal (Normally Consolidated)
Tanah di alam pada umumnya telah mengalami konsolidasi primer selama
bertahun-tahun karena beratnya sendiri.
2. Tanah Prakonsolidasi (Over Consolidated)
Tanah prakonsolidasi adalah tanah yang pernah mengalami konsolidasi oleh
beban yang lebih besar daripada tekanan efektif yang ada sekarang. Misalnya
suatu bukit yang mengalami longsoran.
3. Tanah Teoritis
Tanah teoritis yaitu tanah yang belum pernah mengalami konsolidasi meskipun
oleh beratnya sendiri.
2.3 Lereng
Menurut Braja M. Das lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan
membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal dan tidak terlindungi.
Lereng yang ada secara umum dibagi menjadi dua kategori lereng tanah, yaitu lereng
alami dan lereng buatan.Lereng alami terbentuk secara alamiah yang biasanya
11
terdapat di daerah perbukitan. Sedangkan lereng buatan terbentuk oleh manusia
biasanya untuk keperluan konstruksi, seperti tanggul sungai, bendungan tanah,
tanggul untuk badan jalan kereta api. Tipe dasar lereng dan ciri garis konturnya
terbagi menjadi 6 type, yakni sebgai berikut:
1. Lereng terjal, dicirikan dengan garis kontur yang rapat.
Gambar 2.3 Lereng Terjal
Sumber: Soepandji, 1995
2. Lereng sedang atau landai, dicirikan dengan jarak garis kontur yang renggang.
Gambar 2.4 Lereng Sedang
Sumber: Soepandji, 1995
12
3. Lereng cekung, dicirikan dengan semakin tinggi tempat, jarak kontur semakin
berkurang.
Gambar 2.5 Lereng Cekung
Sumber: Soepandji, 1995
4. Lereng cembung, dicirikan dengan kontur yang semakin tinggi tempat, jarak
kontur semakin renggang.
Gambar 2.6 Lereng Cembung
Sumber: Soepandji, 1995
5. Lereng seragam, dicirikan dengan jarak kontur tetap.
Gambar 2.7 Lereng Seragam
Sumber: Soepandji, 1995
13
6. Lereng berombak, dicirikan dengan kontur yang secara periodik jaraknya
berdekatan.
Gambar 2.8 Lereng Berombak
Sumber: Soepandji, 1995
2.4 Analisis Stabilitas Lereng
Pada permukaan tanah yang tidak horisontal, konponen gravitasicenderung
untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponengravitasi sedemikian besar
sehingga perlawanan terhadap geseranyang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang
longsornya terlampaui,maka akan terjadi kelongsoran lereng. Analisis stabilitas
padapermukaan tanah yang miring ini, disebut analisis stabilitas lereng.Analisis ini
sering digunakan dalam perancangan-perancanganbangunan seperti: jalan kereta api,
jalan raya, bandara, bendunganurugan tanah, saluran, dan lainnya. Umumnya, analisis
stabilitasdilakukan untuk mengecek keamanan dari lereng alam, lereng galian,dan
lereng urugan tanah.
2.4.1 Faktor Keamanan
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan
adalah resiko yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam
melakukan analisis stabilitas lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu :
tinggi, menengah dan rendah. Tugas seorang engineer meneliti stabilitas lereng untuk
menentukan faktor keamanannya. Secara umum, faktor keamanan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
14
Dimana:
FK = angka keamanan terhadap kekuatan tanah.
= kekuatan geser rata-rata dari tanah.
= Tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor.
Kekuatan geser suatu lahan terdiri dari dua komponen, friksi dan kohesi, dan dapat
ditulis,
Dimana:
c = kohesi tanah.
= sudut geser tanah.
= tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor.
Atau dapat ditulis,
Dimana cd adalah kohesi dan sudut geser yang bekerja sepanjang bidang longsor.
Dengan mensubstitusi persamaan (2.16) dan persamaan (2.17) ke dalam persamaan
(2.15) sehingga kita mendapat persamaan yang baru,
Sekarang kita dapat mengetahui beberapa parameter lain yang mempengaruhi angka
keamanan tadi, yaitu angka keamanan terhadap kohesi, Fc, dan angka keamanan
terhadap sudut geser F . Dengan demikian Fc dan F dapat kita definisikan sebagai:
Dan,
Bilamana persamaan (2.18), (2.19), dan (2.20) dibandingkan, adalah wajar bila Fc
menjadi sama dengan F , harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap
kekuatan tanah. Atau, jika
15
Kita dapat menuliskan,
FK = 1, maka talud adalah dalam keadaan akan longsor. Umumnya harga 1,5 untuk
angka kamanan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan
stabilitas talud.
2.4.2 Analisis Stabilitas Metode Irisan
Metode irisan merupakan cara-cara analisa stabilitas apabila tanah tidak
homogen dan aliran rembesan terjadi di dalam tanah tidak menentu.Dalam metode
irisan ini, massa tanah yang longsor dipecah-pecah menjadi beberapa irisan (pias)
vertikal. Kemudian, keseimbangan dari tiap-tiap irisan diperhatikan.Gambar 2.19.
Gambar 2.9 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Bidang Longsor
Sumber : Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 2
2.4.2.1 Metode Fellenius
Cara ini dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non
isotropis dan berlapis-lapis.Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri dari atas
beberapa elemen vertikal. Lebar elemen dapat diambil tidak sama dan sedemikian
sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat dianggap garis lurus. Berat total
tanah/batuan pada suatu elemen (Wt) termasuk beban Iuar yang bekerja pada
16
permukaan lereng Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus dan tangensial pada
dasar elemen.Faktor keamanan adalah perbandinganmomen penahan longsor dengan
penyebab Iongsor, momen tahanan geser pada bidang longsor adalah:
Dimana :
R = gaya geser
r = jari-jari bidang longsor
Tahanan geser pada setiap elemen adalah :
Momen penahan yang ada sebesar :
Faktor keamanan dari lereng menjadi :
∑
∑
Dimana :
u = tegangan air pori didasar bidang longsoran.
b = lebar irisan
Persamaan (2.26) dapat dijelaskan dalam gambar 2.10.
(a)
17
(b)
Gambar 2.10 Sistem Gaya Pada Cara Fellenius: (a) Memilih Irisan: (b) Memilih
Irisan Agar Dasar Busur Hanya pada Satu Jenis Tanah
Sumber : Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran – Dirjen Bina
Marga
2.4.2.2 Metode Simplified Bishop
Cara analisa yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen
dimana gaya yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada seperti pada gambar
2.11. Persyaratan keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk lereng
tersebut.Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan
kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsor ( S tersedia ) dengan
tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan ( S perlu).
Bila kekuatan geser tanah adalah :
maka tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan adalah :
18
Gambar 2.11. Sistem Gaya Pada Suatu Elemen Menurut Bishop
Sumber : Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran – Dirjen Bina
Marga
Faktor keamanan di hitung berdasar rumus umum:
Ma = harga ini ditinjau pada masing-masing segmen dan dapat diperoleh dengan dua
cara:
1. Dihitung manual dengan persamaan sebagai berikut:
2. Menggunakan kurva hubungan α dengan Ma dengan variasi (tan /FK). Hal
ini ditunjukkan pada gambar 2.12
Gambar 2.12. Penentuan Harga
Sumber: Merkanika Tanah dalam Praktek Rekayasa – Terzaghi
19
Untuk metode Bishop apabila harga Ma dimasukkan ke dalam persamaan FK
maka akan terdapat dua buah nilai FK yaitu di kiri dan di kanan persamaan. Oleh
karena itu, dalam metode Bishop ini perlu dilakukan cara coba-coba.
Whitman & Bailey (1967) menyarankan apabila harga Ma < 0,2 umumnya
akan terdapat masalah pada analisis kestabilan lereng dan dianjurkan untuk
menggunakan metode lain yang lebih baik, sehingga metode Bishop dapat dikatakan
cukup akurat untuk kepentingan praktek dan tidak direkomendasikan apabila Ma <
0,2.
Untuk kasus sudut geser dalam ф = 0 maka formula Bishop sama persis
dengan metode Fellenius. Hal ini diakibatkan karena kmponen Ma sama dengan cos α
dimana l = b/cos α sehingga dalam penentuan FK tidak perlu dilakukan cara coba-
coba.
2.5 Soil Nailing
Soil nailng pertama kali di aplikasikan sebagaiperkuatan untuk sebuah
dinding penahan tanah di Perancis (1961). Kemudian di kembangkan oleh Rabcewicz
(1964, 1965), untuk di gunakan dalam galian terowongan, yang di kenal dengan “The
New Austrian Tunneling Method” (NATM).
Soil Nailing adalah teknik untuk stabilitas lereng dinding penahan tanah yang
paling ekonomis dengan proses pengerjaan dengan membuat angkur nail yang dibor
ke dalam tanah arah horisontal dengan sudut tertentu sesuai desain program Geoslope
dengan menginput parameter tanah di lokasi yang akan dikerjakan, proses pengerjaan
soil nailing ini tanah dibor kemudian digrouting dengan system pengerjaan per layer
dari atas ke bawah (Top Down Construction Method). Beberapa tahun terakhir soil
nailing telah terbukti menghemat biaya didalam memperkuat tanah dan menolong
tanah didalam menyokong dirinya sendiri, lebih baik dari pada semua jenis perkuatan
dengan menggunakan retaining wall atau dinding penahan.Banyak metode perkuatan
tanah yang meggunakan metode soil nailing misalnya perkuatan pada terowongan,
stabilitas timbunan (embankment) dan stabilitas longsoran. Metode soil nailing juga
digunakan untuk menahan galian tanah dan perkuatan stabilitas lereng Pada soil
20
nailing (permukaan tanah) untuk menahan galian tanah,tulangan umumnya terbuat
dari batang-batang baja,pipa baja, baja/besi ulir, atau lain-lain metal yang tidak hanya
menarik gaya tarik tapi juga gaya geser dan momen lentur. Tulangan-tulangan
dipasang dengan cara menekan atau mengebor terlebih dahulu dan kemudian di
grouting (ditutup dengan larutan semen) Pada soil nailing (pemakuan tanah)
bermaksud untuk meningkatkan stabilitis lereng, umumnya dipakai tiang-tiang beton.
Dalam sistem pemakuan tanah (soilnailing), interaksi antara tanah dan tulangan
dalam tanah yang dipaku bergantung pada
1. Kekakuan bahan tulangan relatif terhadap tanah.
2. Kemiringan tulangan terhadap bidang runtuh potensial.
3. Kecepatan gerakan tanah.
Elias dan Juran, (1991) mengemukakan bahwa konsep dasar suatu struktur
dengan soil nailing adalah:
1. Pengalihan gaya tarik yang ditimbulkan oleh nailing pada daerah aktif ke daerah
tahanan melalui friksi atau lekatan. Friksi atau lekatan tersebut timbul pada muka
tanah dan nail.
2. Tahanan pasif timbul pada permukaan yang tegak lurus dengan pergerakan relatif
tanah atau nail. Interaksi friksi antara tanah nail membatasi pergerakan tanah
selama dan sesudah pelaksanaan kostruksi. Gaya tarik yang timbul pada nail akan
menyebabkan terjadinya pengangkatan tegangan normal disepanjang permukaan
gelincir potensial dan sekaligus meningkatkan tahanan geser keseluruhan dari
massa tanah asli. Nail yang ditempatkan memotong permukaan gelincir potensial
mengembangkan tahan pasif yang dapat mengimbangi gaya geser dan momen
lentur yang timbul.
Tempat kedudukan gaya tarik maksimum yang terjadi pada setiap nail akan
membuat suatu garis yang membagi massa tanah yang menjadi dua daerah gambar
2.13, yaitu:
1. Daerah aktif, daerah dimana timbul tegangan geser lateral dan menimbulkan
tegangan pada nail.
2. Daerah tahanan, daerah dimana gaya yang timbul pada nail dialihkan ke tanah.
21
Gambar 2.13 Daerah Aktif dan Daerah Pasif
Sumber: Abraham, 2002
Interaksi dari nail timbul selama pelaksanaan konstruksi, dan pergesekan timbul
begitu gaya perlawanan bekerja pada nail.
Prinsip kerja suatu soil nailing wall mirip dengan dinding gravitasi, yaitu
dimana nail dan struktur penutup permukaan digunakan untuk membentuk suatu
massa gravitasi, perbedaannya adalah:
1. Perbedaan yang mencolok pada tahap pelaksanaan, sehingga penambahan pada
elemen perkuatan pun akan berbeda.
2. Pada soil nailing wall digunakan tanah asli (in-situ).
3. Elemen perkuatan di grout ditempat.
Sementara itu, perilaku soil nailingwall dapat dibagi menjadi dua yaitu: perilaku
internal dan perilaku eksternal. Perilaku internal biasanya mengacu padastabilitas
dalam (internal stability) yang berhubungan dengan karakteristik tanah, tegangan
yang timbul pada struktur, karakteristik dari nail dan struktur penutup permukaan
(facing). Sedangkan perilaku eksternal mempertimbangkan stabilitas luar (eksternal
stability), yang mana pada konstruksi soil nailingsama dengan yang diperhitungkan
pada jenis dinding penahan tanah lainnya, yaitu: gelincir, overtuning (terguling),
bearing capacity (daya dukung) dan ada permukaan gelincir di dalam massa tanah
yang diperkuat.
22
Gambar 2.14 Potongan Melintang Lereng Dengan Perkuatan Soil Nailing
Sumber: ”Soil Nail Walls”, Report FHWA-IF-03-017
2.5.1 Elemen Dasar Dinding Soil Nailing
Secara umum elemen-elemen yang diperlukan dalam praktek soil nailing
adalah:
1. Nail Bars
Batangan baja yang umum digunakan pada soil nailing, adalah baja ulir yang
sesuai dengan standar ASTM A615, dengan daya dukung tarik 420Mpa (60 ksi atau
Grade 60) atau 520 Mpa (75 ksi atau Grade 75). Ukuran diameternya yang tersedia
adalah 19, 22, 25, 29, 32, 36, dan 43 mm, serta ukuran panjang mencapai 18 m
(gambar 2.15).
Gambar 2.15 Properti Baja Ulir [ASTM A615 Fy 420 dan 525 Mpa (60 dan 75 ksi)]
Sumber: Bynre et al, 1998
23
2. Nail Head
Komponen nail head terdiri dari bearing plate (pelat penahan), hex mut (mur
persegi enam), washer (cincin yang terbuat dari karet atau logam), dan headed stud.
Bearing plate umumnya berbentuk persegi dengan panjang sisi 200-250 mm, tebal 19
mm, dan kuat leleh 250 Mpa (ASTM A36), sedangkan untuk nut, dan washer yang
digunakan harus memiliki kuat leleh yang sama dengan batangan bajanya.
Gambar 2.16 Nail Head
Sumber: Porterfield et al. (1994)
3. Grout(Cor beton)
Cor beton untuk soil nailing dapat berupa adukan semen pasir. Semen yang
digunakan adalah semen tipe I, II, dan III. Semua tipe I (normal) paling banyak
digunakan untuk kondisi yang tidak memerlukan syarat khusus, semen tipe II
digunakan jika menginginkan panas hidrasi lebih rendah dan ketahanan korosi
terhadap sulfat yang lebih baik daripada semen tipe I, sedangkan semen tipe III
digunakan jika memerlukan waktu pengerasan yang lebih cepat.
24
Gambar 2.17 Pengecoran (Grouting) Melalui Pipa Tremi
Sumber: Porterfield et al. (1994)
4. Centraliziers (Penengah)
Centralizier adalah alat yang dipasang pada sepanjan batangan baja dengan
jarak tertentu (0,5-2,5 m) untuk memastikan tebal selimut beton sesuai dengan
rencana (Gambar 2.18), alat ini terbuat dari PVC atau material sintetik lainnya.
Gambar 2.18 Centralizers (PVC)
Sumber: http://www.williamsform.com
5. Wall facing (Muka/tampilan dinding)
Pebuatan muka/tampilan dinding terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama,
muka/tampilan sementara (temporary facing) yang dibuat dari shotcrete, berfungsi
sebagai penghubung antar batangan-batangan baja (nail bars), dan sebagai proteksi
permukaan galian tanah terhadap erosi.
25
Gambar 2.19 Pembuatan Muka Sementara (Temporary Facing)
Sumber:www.bydrillinginc.com
Tahap berikutnya adalah pembuatan muka/tampilan permanen (permanent facing).
Muka permanen memiliki fungsi yang sama dengan muka sementara, tetapi dengan
fungsi proteksi terhadap erosi yang lebih baik, dan sebagai penambah keindahan
(fungsi estetika).
Gambar 2.20 Muka Permanen (Permanent Facing) Soil Nailing
Sumber: www.tc17.poly.edu
Sejalan dengan perkembangan aplikasi geosintetik dalam praktek geoteknik,
geosintetik juga dapat digunakan sebagai muka dari lereng dengan perkuatan soil
nailing, dengan pertimbangan bahwa geosintetik memiliki permeabilitas yang lebih
26
baik daripada menggunakan beton dan memungkinkan untuk menumbuhkan vegetasi,
menjadikan tampilan lereng tampak alamiah (Gambar 2.31).
Gambar 2.21 Perkuatan Soil Nailing Dengan Muka Geotekstil
Sumber: www.tc17.poly.edu
6. Drainage system(Sistem drainase)
Untuk mencegah meningkatnya tekanan air pada lereng di belakang muka
dinding, biasanya dipasangkan lembaran vertikal geokomposit di antara muka
dinding sementara dan permukaan galian (Gambar 2.22).
Gambar 2.22 Lembaran Geokomposit pada Dinding Soil Nailing
Sumber: www.bydrillinginc.com
Pada kaki lereng harus disediakan saluran pembuangan (weephole) untuk air yang
telah dikumpulkan oleh lembaran geokomposit.
27
Gambar 2.23 Sistem Drainase pada Dinding Soil Nailing: (a) Toe Drain ; (b)
Footing Drain
Sumber: “Soil Nail Walls”, Report FHWA-IF-03-017
2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Soil Nailing
Dalam upaya stabilitas lereng dengan menggunakan perkuatan soil nailing
terdapat banyak kelebihan apabila di bandingkan dengan perkuatan lereng dengan
metode lain, tetapi adapula kelemahan dalam perkuatan soil nailing.
Kelebihan soil nailing dibandingkan dengan metode lain adalah :
1. Dapat menghemat biaya karena volume baja untuk nail bars dalam soil nailing
lebih sedikit dibandingkan dengan ground anchors, karena umumnya batangan
baja pada soil nailing lebih pendek. Material yang dibutuhkan juga relatif lebih
sedikit, waktu pengerjaan lebih cepat dan dapat memakai peralatan pengeboran
kecil jika di bandingkan dengan ground anchors.
2. Luas area yang dibutuhkan dalam masa konstruksi lebih kecil dibandingkan
dengan teknik lain, sehingga cocok untuk pekerjaan yang memiliki areal
konstruksi terbatas.
3. Dinding dengan soil nailing relatif lebih fleksibel terhadap penurunan, karena
dinding untuk soil nailing lebih tipis dibandingkan dengan dinding gravitasi.
4. Dapat dipakai untuk struktur permanen maupun struktur sementara.
5. Dapat menyesuaikan dengan kondisi lapangan terhadap kemiringan permukaan
dan tulangan, bentuk struktur, density, dan dimensi perkuatan dapat di sesuaikan
28
dengan kondisi lapangan dan karakteristik tanah diketahui pada tiap level
kedalaman selama proses penggalian.
6. Mempunyai tahanan terhadap gempa
Metode konstruksinya tidak mengganggu lingkungan sekitarnya karena memakai
peralatan yang relatif kecil, tingkat kebisingan rendah, bebas getaran.
Disamping kelebihan-kelebihannya, berikut kekurangan dari metode soil nailing :
1. Metode soil nailing tidak cocok untuk daerah dengan muka air tanah tinggi.
2. Soil nailing tidak cocok diaplikasikan untuk struktur yang membutuhkan kontrol
ketat terhadap deformasi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan post tension
nail, namun langkah ini akan meningkatkan biaya konstruksi.
3. Pelaksanaan konstruksi soil naiing relatif lebih sulit, sehingga membutuhkan
kontraktor yang ahli, dan berpengalaman.
2.6 Analisis Stabilitas Lereng dengan Geoslope
Slope/w adalah suatu program yang menggunakan metode kesetimbangan
batas untuk memecahkan (mencari faktor keamanan). Program ini di buat oleh Geo-
Slope International Ltd, Calgary, Alberta, Canada. Software ini melingkupi slope w,
seep w, sigma w, quaqe w, temp w dan ctran w. Bersifat terintegrasi sehingga
memungkinkan untuk menggunakan hasil dari satu produk ke dalam produk yang
lain.
Slope w merupakan produk perangkat lunak untuk menghitung faktor
keamanan tanah dan kemiringan tanah. Dengan slope w, kita dapat menganalisis
masalah baik secara sederhana maupun kompleks dengan menggunakan salah satu
dari delapan metode kesetimbangan batas untuk berbagai permukaan yang minring,
kondisi tekanan pori-air, sifat tanah dan beban terkonsentrasi. Kita dapat
menggunakan elemen tekanan pori air yang terbatas, tegangan statis, atau tekanan
dinamik pada anaisis kestabilan lereng, dan juga dapat melakukan analisis
probabilistik.
29
Slope w Definemerupakan program yang digunakan untuk permodelan
permasalahan lereng dalam bentuk penggambaran pada layar komputer dalam
aplikasi Computer Aided Design (CAD). Perhitungan dilakukan dengan input data
material properties tanah (c, , dan ) dan pengaturan analisis maka tahap verify
untuk pengecekan apakah terjadi kesalahan dalam proses penginputan data.
Kemudian data yang telah dimodelkan dianalisis dengan menggunakan slope w solve.
Hasil analisis kemudian dapat ditunjukkan dalam bentuk faktor keamanan (SF) serta
diagram dan poligon yang dapat di lihat pada tiap bidang longsor.
Ada beberapa metode perhitungan faktor keamanan (SF) antara lain dengan
metode ordinary, bishop dan janbu, yang dapat dipilih sesuai keinginan. Hasil gambar
output perhitungan bisa di export kedalam bentuk foto format (bmp, wmf dan emf)
dan gambar dalam bentuk auto cad dengan format dxf.
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalahstudi kasus untuk menghitung nilai faktor keamanan
lereng pada kondisi eksisting dan mendesain lereng menggunakan soil nailing agar
dapat di manfaatkan.
3.2 Tempat Penelitian
Pengambilan sample tanah dilakukan di belakang Gedung Direktorat
Politeknik Negeri Balikpapan dan pengujian sample tanah di lakukan di
Laboratorium Uji Tanah Politeknik Negeri Balikpapan.
3.3 Waktu Penelitian
Pengambilan sample tanah di lakukan pada tanggal 29 maret 2017 kemudian
pengujian sample tanah di lakukan pada tanggal 29 - 31 maret 2017. Dilanjutkan
perhitungan faktor keamanan lereng pada kondisi eksisting di lakukan pada tanggal
31 maret - 15 april 2017.Dan kemudian mendesain lereng menggunakan soil nailing
dengan aplikasi Geo Slope di lakukan pada tanggal 16 - 30 maret 2016, waktu
penelitian dapat di lihat pada tabel 3.1.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Asistensi
2 Studi Literatur
3 Seminar Proposal
4 Pengambilan Sample Tanah
5 Uji Laboratorium
6 Menghitung FK Kondisi Eksisting
7 Desain Lereng Menggunakan Soil Nailing
8 Menghitung FK Menggunakan Soil Nailing
9 Sidang Tugas Akhir
Nama KegiatanNo Januari Februari Maret
Waktu Kegiatan
April Mei Juni
Tabel 3.1 Rencana Waktu dan Kegiatan Penelitian
31
3.4 Peralatan dan Bahan yang digunakan
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengujian tanah. Pengujian
tanah yang di lakukan untuk mendapatkan nilai sudut geser dalam tanah ( ), kohesi
(c), berat isi tanah (γ), dan indeks plastisitas tanah adalah sebagai berikut:
3.4.1 Direct Shear Test
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Sample tanah terganggu
2. Mesin direct shear test
3. Cetakan/ring pemotong contoh tanah
4. Kawat pemotong (trimmer)
5. Tabung percobaan
6. Batu porous (porous stone)
7. Plat bergerigi
8. Dial penurunan
9. Alat pengukur waktu (timer)
3.4.2 Specific Gravity ( )
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Sample tanah terganggu
2. Piknometer 250 mL
3. Air suling yang sudah di vakum (de-aired-distilled water)
4. Timbangan
5. Pompa hisap (vacum pump)
3.4.3 Water Content ( )
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Sample tanah terganggu
2. Cawan alumunium
3. Oven
4. Timbangan
32
3.4.4 Batas-batas Atteberg Batas Cair (Liquid Limit, LL)
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Sample tanah terganggu
2. Alat casagrande untuk menentukan batas cair
3. Alat grooving tool untuk membuat alur (coakan) berbentuk “V”
4. Cawan alumunium
5. Timbangan
6. Mangkok tempat mengaduk tanah
7. Spatula
8. Oven
9. Botol air (squeezer)
3.4.5 Batas-batas Atteberg Batas Plastis (Plastic Limit, PL)
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Sample tanah terganggu
2. Cawan alumunium
3. Timbangan
4. Mangkok tempat mengaduk tanah
5. Spatula
6. Oven
7. Botol air (squeezer)
8. Kaca datar
9. Standar ukuran berbentuk silinder yang terbuat dari logam dengan diameter 3 mm
dan panjang sekitar 10 cm sebagai acuan
33
3.5 Metodologi Penelitian
MULAI
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Sekunder Data Primer
Uji Sondir
1. Tahanan Konus (qc)
Uji Laboratorium
1. Sifat Fisik Tanah
- Uji Kadar Air ( )
- Uji Berat Jenis(γ)
- Uji Berat Volume ( )
- Uji Batas Atterberg (PL, LL)
2. Sifat Mekanis Tanah
- Uji Geser Langsung ( dan c)
Survei Lapangan
Pengambilan Sampel Tanah
Terganggu (Disturb Sample)
Tahap
Persiapan
Analisa Kestabilan Lereng Kondisi Eksisting
Simplified Bishop Method
Desain Lereng Menggunakan Soil Nailing
Geo Slope
Analisa Kestabilan Lereng Menggunakan Soil Nailing
Geo Slope
Kesimpulan
Faktor
Keamanan
SELESAI
Tahap
Perhitungan
Tahap
Penyelesaian
34
3.5.1 Tahap Persiapan
1. Studi literatur
Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau
permasalahan yang ditemukan. Referensi tersebut berisikan tentang:
a) Analisis Stabilitas Lereng secara umum.
b) Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Soil Nailing.
c) Desain Lereng Menggunakan Soil Nailing dengan aplikasi Geo Slope.
Referensi ini dapat dicari dari buku, jurnal, artikel laporan penelitian, dan situs-situs
di internet.Output daristudi literatur ini adalah didapatkannya referensi yang relefan
dengan perumusan masalah.Tujuannya adalah untuk memperkuat permasalahan serta
sebagai dasar teori dalam melakukan studi dan juga menjadi dasar untuk melakukan
Perencanaan Kestabilan Lereng Menggunakan Soil Nailing.
2. Pengumpulan Data
Data sekunder yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini di
dapatkan dari pengujian sondir dan data primer di dapatkan dari pengujian sample
tanah yang di ambil di lokasi penelitian, pengujian tersebut yaitu:
a) Uji kadar air
Secara umum tanah terdiri dari tiga unsur yaitu butiran tanah atau partikel
padat (solid), air (water), dan udara (air atau gas). Kandungan air dan udara yang
terdapat di dalam tanah menempati rongga (void)yang terdapat di antara butiran, yang
disebut pori tanah. Bila volumepori di dalam tanah dipenuhi oleh air, maka tanah
dinyatakan dalamkondisijenuh. Sebaliknya bila didalam poritanah tidak berisi air
samasekali, maka tanah dalam kondisi kering.
Besarnya volume air yang terkandung di dalam pori tanah dibandingdengan
volume pori tanah yang ditempati oleh air dan udara disebutderajat kejenuhan (degree
of saturation) yang dinotasikan dengan S.Besarnya kandungan air yang terdapat di
dalam suatu contoh tanahyang sering disebut kadar air, w (moisture content atau
water content)dinyatakan dalam presentase terhadap berat tanah dalam
keadaankering, sehingga:
35
Dimana:
= kadar air (water content)
= berat air
= berat tanah dalam keadaan kering (oven dry)
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air yang terkandung di
dalam suatu contoh tanah. Dalam pengujian ini di ketahui prosedur sebagai berikut:
1. Timbang beberapa cawan alumunium kosong (bersih dan kering),kemudian catat
beratnya masing-masing menurut kode yangtercantum di cawan ( ).
2. Masukkan contoh tanah basah ke dalam cawan alumunium dantimbang ( )
3. Masukan cawan yang berisi tanah ke dalam oven yangmempunyaitemperatur 1O5
+ 5" C dan biarkan selama 24 iam.
4. Keluarkan cawan yang berisi contoh tanah dari oven sepertiterlihat pada gambar
3.1, dinginkanbeberapa saat dan timbang ( )
5. Hitung kadar air tanah dengan perumusan:
(a) (b) (c)
Gambar 3.1 Skema Penentuan Kadar Air: (a) Cawan Kosong: (b) Cawan Berisi
Tanah Basar: (c) Cawan Berisi Tanah Setelah di Oven
Sumber: Gogot SB (2011)
b) Uji specific gravity ( )
Specific gravity adalah perbandingan (rasio) antara masa (berat)kering
butirantanah dan masa (berat) air suling (distilled water)pada volume yang sama
36
dengan volume butiran tersebut. Nilai C, inidapat dipakai untuk mengetahui berat
relatif tanah terhadap berat airyang mempunyai berat-volume sebesar satu (1.0).
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan specific gravity suatu contoh
tanah.
Langkah-langkah pengujian specific gravity adalah sebagai berikut:
1. Timbang piknometer kosong dan kering seperti pada gambar 3.2 a ( ).
2. Masukkan contoh tanah (yang sudah dikeringkan dengan cara (dioven) ke dalam
piknometer yang sudah diketahui beratnya ( ),lalu timbang piknometer yang
berisi tanah ( ). Untuk tanahlempung sebaiknya ditumbuk agar butiran tanah
terpisah antarayang satu dengan yang lain (gambar 3.2b).
3. Masukkan air suling ke dalam piknometer yang berisi tanah sampaihampir penuh.
4. Hisap piknometer yang berisi air dan tanah dengan menggunakanpompa
penghisap (vacuum pump), sampai tidak ada gelembungudara.
5. Tambahkan air suling ke dalam piknometer sampai batas penuh.
6. Timbang berat piknometer yang berisi tanah dan air seperti terlihatpada gambar
3.2d ( ).
7. Kosongkan dan bersihkan piknometer, lalu isi kembali piknometerdengan air
suling sampai hampir penuh dan hisap dengan pompapenghisap sampai tidak ada
gelembung udara di dalam air (gambar3.2c).
8. Penuhi piknometer dengan air suling sampai batas penuh dantimbang ( ).
9. Specific Cravity ( ) tanah dapat ditentukan dengan perumusan:
Dimana:
= berat tanah kering
=
= berat air yang dipindahkan oleh tanah kering
= atau
=
37
Gambar 3.2 Prinsip Pengujian Specific Gravity: (a) Piknometer Kosong: (b)
Piknometer Berisi Tanah: (c) Piknometer berisi air: (d) Piknometer berisi air: (e)
Piknometer berisi air
Sumber: Gogot SB (2011)
c) Uji Batas-batas Atteberg Batas Cair (Liquid Limit, LL)
Batas cair (liquid limit)dideflnisikan sebagai kadar air (water content)yang
terkandung di dalam tanah pada perbatasan antara fase cair danfase plastis. Metode
pengujian batas cair secara lebih detail dapatdilihat pada ASTM D4318 (1998) dan
Hough (1969).Pengujian batas cair dimaksudkan untuk menentukan besarnya
kadarair di dalam contoh tanah pada saat fase tanah akan berubah dari cairmenjadi
plastis atau sebaliknya.
Langkah-langkah pengujian batas cair (liquid limit, LL) adalah sebagai berikut:
1. Ambil 4 atau 5 buah cawan aluminium (kosong, bersih, dankering) dan timbang
masing-masing berat dan kodenya.
2. Masukkan contoh tanah ke dalam mangkok pengaduk dantambahkan airsedikit
demi sedikit sambil diaduk memakai spatulasampai adonan merata dan terlihat
"plastis".
3. Tuangkan adonan tanah ke dalam kontainer alat Casagrande danratakan hingga
ketebalan tanah kurang lebih 1 cm.
4. Buat alur atau coakan (grooving)pada adonan di dalam container(grooving too/
digerakkan dari arah pukul 12 ke arah pukul 6).Pada saat membuat alur, alat
pembuat coakan (grooving tool)harus tegak lurus dengan dasar container.
38
5. Gerakkan tuas pemutar berlawanan arah jarum jam dengankecepatan 2 putaran
(ketukan) per detik dan hitung jumlah putaransampai kedua dinding alur adonan
tanah di dalam containermenutup sepanjang 1.27 cm (1/2 inch).
6. Ambil contoh tanah dan masukkan ke dalam salah satu cawanalumunium yang
sudah diketahui beratnya dan timbang.
7. Masukkan cawan dan tanah ke dalam oven yang mempunyaitemperatur 105°±5°
C, dan diamkan selama 24 iam.
8. Ulangi langkah ke-2 sampai dengan langkah ke-7 pada contoh tanahyang
mempunyai kadar air berbeda-beda, sehingga didapatkancontoh adonan yang
menutup sepanjang 1.27 cm pada jumlahputaran kurang dari 25 dan lebih dari 25
putaran masing-masingdua buah. Sedapat mungkin jumlah putaran antara 20
sampai 35.Apabila alur pada adonan sudah menutup sebelum 20 putaranmaka
tanah terlalu basah, sebaliknya apabila alur belum menutupsetelah 35 putaran,
maka tanah terlalu kering, sehingga keduapercobaan harus diulang.
9. Ambil semua cawan dari oven, dinginkan dan timbang.
10. Batas cair tanah ditentukan berdasarkan besarnya kadar air, dimanaalur menutup
sepanjang 1.27 cm (112 inch) pada putaran ke 25.Oleh karena sulit untuk
mendapatkan adonan yang tepat padabatas cairnya, maka kadar air ditentukan
dengan cara menggambargrafik hubungan antara jumlah putaran (ketukan)
dengan kadar air sepertipada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Penentuan Batas Cair
Sumber: Gogot SB (2011)
39
Batas cair suatu contoh tanah dapat pula ditentukan dari rumus empirisberdasarkan
jumlah ketukan dan kadar air secara individual (AASHTO,1982) sebagai berikut:
(
)
Dimana:
= kadar air pada ketukan n
= jumlah ketukan
d) Uji Batas-batas Atteberg Batas Plastis (Plastic Limit, PL)
Batas plastis (ASTM D-4318, 1998) didefinisikan sebagai kadar airdi dalam
tanah pada fase antara plastis dan semi padat. apabila kadar air di dalam tanah
berkurang,maka tanah menjadi lebih keras dan memiliki kemampuan untukmenahan
perubahan bentuk. Perubahan tanah dari cair menjadi padattersebutakan melalui fase
yang dinamakan semi padat.
Pengujianbatasplastisdimaksudkanuntukmenentukanbesarnyakadar air di dalam
contoh tanah pada saat tanah akan berubah darifase plastis menjadi fase semi padat
atau sebaliknya
Gambar 3.4 Proses Penentuan Batas Plastis
Sumber: Gogot SB (2011)
Langkah-langkah pengujian Batas Plastis (Plastic Limit, PL)adalah sebagai berikut:
1. Bersihkan Cawan alumunium dan timbang beserta tutupnya, catatberatnya.
2. Ambil tanah (yang agak kering) dan letakkan di dalam mangkok.
3. Tambahkan air ke dalam contoh tanah dan aduk dengan spatulasampai merata.
40
4. Ambil contoh tanah kira-kira setengah ruas ujung jari kelingkingdan remas-remas
sehingga berbentuk seperti bola (kelereng).
5. Letakkan bola tanah tersebut di atas kaca datar dan gulung ataugelintir (rolted)
menggunakan telapak tangan berulangkali sampaitanah berbentuk silinder dengan
diameter 3 mm, seperti terlihatpada gambar 3.4.
6. Amati tekstur tanah dengan seksama. Apabila contoh tanah yangberbentuk
silinder dengan diameter 3 mm tersebut terlihat mulairetak, maka masukkan tanah
tersebut ke dalam cawan alumuniumdan tutup cawan dengan rapat agar kadar air
tidak berubah.
7. Jika tanah yang di gulung sampai diameter 3 mm belum terlihatretak, maka tanah
terlalu basah dan sebaliknya bila tanah sudahretak sebelum mencapai diameter 3
mm, maka tanah terlalukering.
8. Ulangi lagi proses ke 3 sampai dengan 7, sampai mendapatkansilinder tanah yang
mulai retak pada diameter 3 mmsebanyak 4– 5 sampel.
9. Timbang contoh tanah dan cawan, kemudian masukkan ke dalamoven selama 24
jam pada temperatur 105°C±5°.
10. Keluarkan contoh tanah dari oven dan timbang cawan yang berisitanah kering.
11. Batas plastis ditentukan berdasarkan kadar air, dimana contohtanah yang digulung
(rolled) sampai diameter 3 mm mulai retakseperti terlihat pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Contoh Penentuan Kadar Air pada Batas Plastis (PL)
Sumber: Gogot SB (2011)
e) Uji Direct Shear Test
Pada pengujian direct Shear seperti terlihat pada gambar 3.6,kekuatan geser
tanah diperoleh dengan cara menggeser contohtanah yang diberi beban normal (N).
Kekuatan tanah yang diperolehdari percobaan tersebut adalah dalam kondisi drained,
41
karena air didalam pori tanah diijinkan keluar selama pembebanan. oleh karenaitu
percobaan direct shear pada umumnya digunakan untuk tanahpasir (granular).
Hubungan antara besarnya gaya geser (T) dan beban normar
(N)dipresentasikan dalam grafik seperti terlihat pada gambar 3.7, untukmenentukan
parameter kohesi (c) dan sudut geser-dalam tanah (S).Agar diperoleh hasil yang
akurat, maka pengujian dilakukan minimum3 kali dengan beban normal yang
berbeda-beda.
Gambar 3.6 Skema Pengujian Direct Shear
Sumber: Gogot SB (2011)
Memperhatikan skema pembebanan pada gambar 3.6, makabesarnya tekanan normal
( ) dan tegangan geser ( ) dapat diperolehdari perumusan:
Gambar 3.7 Skema Pembebanan
Sumber: Gogot SB (2011)
Langkah-langkah pengujian Direct Shear Test adalah sebagai berikut:
42
1. Keluarkan contoh tanah daritabung, dan potong menggunakanring pemotong.
Potong ketebalan tanah dengan menggunakankawat pemotong (trimmer), agar
ketebalan contoh tanah samadengan ketebalan ring pemotong.
2. Pasang batu porous pada bagian bawah tabung percobaan,kemudian pasang plat
bergerigi di atas batu porous.
3. Keluarkan contoh tanah dari ring pemotong, dan masukkan kedalam tabung
percobaan (di atas plat bergerigi).
4. Letakkan batu bergerigi di atas contoh tanah, kemudian pasangbatu porous di atas
batu bergerigi.
5. Masukkan tabung percobaan ke dalam kompartemen, dan aturdial penurunan agar
jarum menunjukkan angka nol.
6. Atur torak beban dan pencatat gaya geser (proving ring) agar tepatmenempel pada
tabung percobaan.
7. Selesai persiapan (gambar 3.6), siapkan timer (stop watch) untukmemulai
percobaan.
8. Pasang beban N, dan segera jalankan mesin (T) bersamaan denganstop watch.
9. Catat besarnya gaya yang terjadi pada proving ring (T) dan dialpenurunan pada
setiap interval tertentu.
10. Percobaan dilanjutkan sampai contoh tanah hancur, yangditunjukkan dari gaya
pada proving ring yang konstan
11. Ulangi proses percobaan (langkah l sampai 10) pada contoh tanahyang baru dan
beban norma (N) yang lebih besar.
12. Percobaan dilakukan minimum tiga (3) kali dengan beban normal(N)yang
berbeda-beda.
13. Hitung tekanan normal ( ) dan tegangan geser ( ) maksimum yangterjadi dengan
menggunakan perumusan 3.4 dan 3.5.
14. Gambarkan grafik hubungan antara tekanan normal dan tegangangeser seperti,
kemudian tentukanbesarnya kohesi (c) dan sudut geserdalam tanah ( ).
3.5.2 Tahap Perhitungan
1. Analisa Kestabilan Lereng Kondisi Eksisting Simplified Bishop Method
43
Faktor keamanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
∑
∑
Dengan dapat dilihat pada persamaan (2.31) atau menggunakan kurva hubungan
α dengan Ma dengan variasi (tan /FK) dapat dilihat pada gambar (2.22). Untuk
penyederhanaan, bila kita mengumpamakan = 0, maka persamaan (3.6) berubah
menjadi:
∑
∑
Dimana:
= faktor keamanan
c = kohesi tanah (kN/m³)
= lebar irisan ke-n
= berat isi tanah irisan ke-n
= sudut gesek dalam tanah
2. Desain lereng menggunakan soil nailing dengan geo slope
a) Pengaturan awal
Pengaturan awal untuk melakukan analisis dengan program Geoslope terdiri dari
beberapa tahap, diantaranya pengaturan kertas kerja, skala gambar, dan jarak grid.
b) Membuat sketsa gambar
Permodelan lereng dimulai dengan pembuatan sketsa gambar dari model, yang
merupakan representasi dari masalah yang ingin di analisis.
c) Analysis Setting
Analysis Setting merupakan tahapan untuk menentukan pengaturan dalam
menganalisis kestabiln lereng.
d) Mendefinisikan parameter tanah
Parameter yang diperlukan yaitu berat isi tanah ( ), kohesi (c), dan sudut geser
( )
44
e) Variasi lereng
Membagi lereng menjadi 2 model yaitu model 1 dan model 2. Pada model 1
lereng dalam keadaan eksisting tidak ada pematangan lahan, sedangkan pada
model 2 lereng dilakukan pematangan lahan. Pada lereng model 1 dan 2 angka
keamanan di tinjau menjadi 4 bagian masing-masing sepanjang 15 meter.
f) Menggambar beban merata
g) Menggambar perkuatan soil nailing
Spesifikasi nail yang digunakan diantaranya, diameter lubang, kuat gesek, spasi
antar nail, kapasitas beban dan lain-lain.
h) Memeriksa masukan data
Setelah data-data yang dibutuhkan untuk proses analisis termodelkan, maka di
lakukan pemeriksaan data. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kesalahan
dalam pemasukan data.
i) Solving the problem
Solving the problem bertujuan untuk menghitung angka keamanan pada lereng
berdasarkan data-data yang telah di masukkan.
j) Menampilkan hasil analisis
Ada beberapa metode analisis keamanan lereng yang dapat di gunakan,
diantaranya metode bishop, ordinary, dan janbu.
k) Menyimpan data
Setelah proses analisis selesai, hasil running program kemudian disimpan
sehingga bisa dilihat kembali ketika di butuhkan.
3.5.3 Tahap Penyelesaian
Setelah di dapatkan hasil dari perhitungan faktor keamanan lereng kondisi
eksisting dan faktor keamanan dengan menggunakan soil nailing, maka dapat di
bandingkan faktor keamanan sebelum dan sesudah di beri perkuatan soil nailingdari
kedua analisis kestabilan lereng tersebut.
45
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini pengujian sifat fisik dan mekanik dilakukan di
laboratorium Uji Tanah Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Balikpapan.
Penelitian di lakukan pada lokasi yaitu lereng di belakang gedung Rektorat Politeknik
Negeri Balikpapan; dimana sampel tanah diambil di dua titik pada kedalaman 0 – 1
m. Titik A di ambil di lereng yang belum mengalami pergerakan dan titik B di ambil
pada daerah lereng yang telah mengalami pergerakan. Sifat fisik yang akan dibahas
yaitu kadar air, berat jenis, berat volume, batas cair dan plastis, sedangkan untuk
perubahan sifat mekanik meliputi kohesi (c) dan sudut geser (φ). Dengan
menggunakan parameter tanah dari hasil pengujian tersebut, dilakukan simulasi
model lereng untuk mendapatkan perubahan angka keamanan dari lereng. Untuk
membantu mempermudah perhitungan, digunakan program aplikasi Geoslope yaitu
Slope W.
Gambar 4.1 Lokasi pengambilan sampel tanah
4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah
Data sifat fisik tanah meliputi kadar air, berat volume tanah, dan spesifik
gravity. Data yang lain adalah data batas-batas Atterberg(konsistensi) tanah yang
meliputi batas cair, batas plastis, dan plastisitas indek tanah.
46
4.1.1 Uji Specifik Graviti (Gs)
Pengujian specifik graviti tanah adalah angka perbandingan antara berat isi
butir tanah dengan berat isi air suling pada volume yang sama dan suhu tertentu.
Pengujian di lakukan laboratorium Politeknik Negeri Baikpapan menggunakan dua
sampel tanah, sampel pertama tanah yang di ambil pada titik A dan yang kedua tanah
pada titik B. Masing-masing sampel tanah di lakukan dua kali percobaan agar di
dapatkan specifik graviti rata-rata pada tanah. Dari pengujian laboratorium, hasil
penelitian sifat fisik tanah sebagai berikut:
A. Uji Specifik Graviti Pada Titik A
Dari persamaan (3.2) di dapatkan specifik graviti sebesar 2,10 pada tanah di
titik A dengan contoh perhitungan tanah sebagai berikut:
Gs (pada T1°C) =
= 2,17
Kemudian di cari Gs (pada 20°C)
Gs (pada 20°C) = α x Gs (pada T1°C)
= 2,17 x 0,998
= 2,17
Gs rata-rata di dapatkan dengan cara yaitu:
Gs rata-rata = (2,17 + 2,04) : 2 = 2,10.
Tabel 4.1 Data perhitungan spesifik graviti pada tanah di titik A
Keterangan Satuan Uji 1 Uji 2
No Piknometer 1-A Pink 2-A Pink
Berat Piknometer Gr 135,90 135,70
Berat Piknometer + Air Gr 235,10 230,00
Berat Piknometer + Tanah + Air Gr 248,70 242,90
Berat Piknometer + Tanah Kering Gr 161,10 156,00
Temperatur Campuran Tanah + Air (T1°C) °C 31,00 31,00
Gs (Pada T1°C) 2,17 2,04
Corection Factor1 α 0,99 0,99
Gs (Pada 20°C) = Gs (Pada T1°C) 2,17 2,04
Gs Rata-rata 2,10
47
B. Uji Specifik Graviti Pada Titik B
Dari persamaan (3.2) di dapatkan specifik graviti sebesar 2,57 pada tanah di
titik B dengan contoh perhitungan tanah sebagai berikut:
Gs (pada T1°C) =
= 2,64
Kemudian di cari Gs (pada 20°C)
Gs (pada 20°C) = α x Gs (pada T1°C)
= 2,64 x 0,998
= 2,63
Gs rata-rata di dapatkan dengan cara yaitu:
Gs rata-rata = (2,63 + 2,51) : 2 = 2,57
Tabel 4.2 Data perhitungan spesifik graviti pada tanah di titik B
Keterangan Satuan Uji 1 Uji 2
No Piknometer 1-A Oren 2-A Oren
Berat Piknometer gr 145,60 90,30
Berat Piknometer + Air gr 243,80 189,30
Berat Piknometer + Tanah + Air gr 259,50 204,60
Berat Piknometer + Tanah Kering gr 170,90 115,70
Temperatur Campuran Tanah + Air (T1°C) °C 31,00 31,00
Gs (Pada T1°C) 2,64 2,51
Corection Factor1 α 0,998 0,998
Gs (Pada 20°C) = Gs (Pada T1°C) 2,63 2,51
Gs Rata-rata 2,57
4.1.2 Uji Kadar Air ( )
Pengujian kadar air tanah di lakukan untuk mengetahui kandungan air tanah.
Kandungan air tanah yaitu perbandingan pada berat air yang terdapat dalam tanah
dengan berat kering tanah yaitu yang dinyatakan dalam persen (%). Pengujian kadar
air tanah dilakukan di laboratorium uji tanah Politeknik Negeri Balikpapan dengan
dua sampel tanah yang berbeda, yaitu sampel pertama sampel pertama tanah yang di
ambil pada titik A dan yang kedua tanah pada titik B. Masing-masing sampel tanah di
48
lakukan dua kali percobaan agar di dapatkan kadar air rata-rata pada tanah.Dari
pengujian laboratorium, hasil penelitian sifat fisik tanahsebagai berikut:
A. Uji Kadar Air Pada Titik A
Dari persamaan (3.1) di dapatkan kadar air sebesar 33,58 % pada tanah di titik
A dengan contoh cara perhitungan kadar air tanah sebagai berikut:
Mencari berat air dan berat tanah kering.
Berat air: 73,50 – 58,80 = 14,50 gr
Berat tanah basah: 73,30 – 13,30 = 60,00 gr
Dilanjutkan mencari kadar air.
=
= 31,87 %
Kadar air rata-rata didapatkan dengan cara yaitu:
Wc rata-rata: (31,87 + 3,29) : 2 = 33,58 %
Tabel 4.3 Data perhitungan kadar air tanah titik A
Keterangan Satuan Uji 1 Uji 2
No Cawan 1-A Pink 2-A Pink
Berat Cawan gr 13,30 14,80
Berat Cawan + Tanah Basah gr 73,30 67,70
Berat cawan + Tanah kering gr 58,80 53,90
Berat Air gr 14,50 13,80
Berat Tanah Kering gr 45,50 39,10
Kadar Air % 31,87 35,29
Kadar Air Rata-rata % 33,58
Berat Cawan Peluberan gr 38,00 38,00
Berat Cawan Peluberan + Hg luber gr 213,34 188,56
Berat Hg luber gr 175,34 150,56
Berat Tanah Basah gr 60,00 52,90
Volume Tanah cc 12,89 11,07
Berat Volume Tanah gr/cc 4,65 4,78
Berat Volume Tanah Rata-rata gr/cc 4,72
Berat Volume Tanah Kering gr/cc 3,53 3,53
Berat Volume Tanah Kering Rata-rata gr/cc 3,53
49
B. Uji Kadar Air Pada Titik B
Dari persamaan (3.1) di dapatkan kadar air sebesar 34,64 % pada tanah di titik
B dengan contoh perhitungan kadar air tanah sebagai berikut.
Mencari berat air dan berat tanah kering.
Berat air: 89,40 – 70,00 = 19,40 gr
Berat tanah basah: 70,00 – 13,40 = 56,50 gr
Dilanjutkan mencari kadar air.
=
= 34,28 %
Kadar air rata-rata didapatkan dengan cara yaitu:
Wc rata-rata: (34,28 + 35,00) : 2 = 34,64 %
Tabel 4.4 Data perhitungan kadar air pada tanah di titik B
Keterangan Satuan Uji 1 Uji 2
No Cawan 1-A Oren 2-A Oren
Berat Cawan gr 13,40 12,70
Berat Cawan + Tanah Basah gr 89,40 64,00
Berat cawan + Tanah kering gr 70,00 50,70
Berat Air gr 19,40 13,30
Berat Tanah Kering gr 56,60 38,00
Kadar Air % 34,28 35,00
Kadar Air Rata-rata % 34,64
Berat Cawan Peluberan + Hg luber gr 205,12 195,34
Berat Hg luber gr 167,12 157,34
Berat Tanah Basah gr 76,00 51,30
Volume Tanah cc 12,29 11,57
Berat Volume Tanah gr/cc 6,18 4,43
Berat Volume Tanah Rata-rata gr/cc 5,31
Berat Volume Tanah Kering gr/cc 4,61 3,28
Berat Volume Tanah Kering Rata-rata gr/cc 3,95
50
4.1.3 Uji Batas Atterberg Limit
Pengujian batas atterberg meliputi batas cair adalah kadar air tertentu dimana
perilaku berubah dari kondisi plastis ke cair. Pada kadar air tersebut tanah
mempunyai kuat geser terendah. Batas plastis adalah kadar air terendah dimana tanah
mulai bersifat plastis. Dalam hal ini sifat plastis di tentukan berdasarkan kondisi
dimana tanah digulungoleh telapak tangan di atas kaca mulai retak setelah mencapai
1/8 inch. Dan indeks plastis adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, daerah
diantaranya disebut daerah keadaan plastis. Pengujian batas atterberg limit dilakukan
di laboratorium uji tanah Politeknik Negeri Balikpapan dengan dua sampel tanah
yang berbeda, yaitu sampel pertama sampel pertama tanah yang di ambil pada titik A
dan yang kedua tanah pada titik B. Masing-masing sampel tanah di lakukan dua kali
percobaan agar di dapatkan hasil rata-rata pada tanah. Dari pengujian laboratorium,
hasil penelitian sifat fisik tanah sebagai berikut:
A. Uji Batas Atterberg Limit Pada Titik A
Dari persamaan (3.3) di dapatkan batas cair sebesar 60,35% batas plastis
sebesar 31,43% dan indeks plastis sebesar 28,93% pada tanah di titik A. Untuk
mendapatkan batas cair perlu mencari kadar air terlebih dahulu, kemudian kadar air
dan jumlah pukulan di jadikan grafik dan akan mendapatkan persamaan y = -
5,934In(x) + 79,455. Dari persamaan tersebut dilanjutkandengan contoh perhitungan
tanah sebagai berikut.
Batas Cair: -5,934 x 25 + 79,455 = 60,35 %
Untuk mencari batas plastis dapat di lihat pada contoh perhitungan sebagai berikut
Berat tanah kering: 16,9 – 13,4 = 3,5 gr
Berat air: 4,6 – 3,5 = 1,1 gr
Kemudian menghitung batas plastis.
Batas Plastis: (1,1 : 3,5) x 100 % = 31,43 %
Setelah mendapakan nilai batas cair dan batas plastis kemudian di lanjutkan dengan
mencari indeks plastisitas.
Indeks plastisitas: 60,35 % - 31,43 % = 28,93 %
51
Tabel 4.5 Data perhitungan batas cair pada tanah di titik A
Keterangan Satuan Uji 1 Uji 2
No Cawan 1-A Pink 2-A Pink
Berat Cawan gr 15,40 14,50
Berat Cawan + Tanah Basah gr 67,60 62,70
Berat cawan + Tanah kering gr 47,80 44,80
Berat Tanah Basah gr 52,20 48,20
Berat Tanah Kering gr 32,40 30,20
Berat Air gr 19,80 17,90
Kadar Air % 61,10 59,10
Jumlah Pukulan 29 31
Tabel 4.6 Data perhitungan batas plastis pada tanah di titik A
Keterangan Satuan Uji 1
No Cawan gr Pink A
Berat Cawan gr 13,40
Berat Cawan + Tanah Basah gr 18,00
Berat cawan + Tanah kering gr 16,90
Berat Tanah Basah gr 4,60
Berat Tanah Kering gr 3,50
Berat Air gr 1,10
Batas Plastis % 31,43
Dari hasil perhitungan tabel batas cair di atas di dapatkan grafik untuk mendapatkan
batas cair sebagai berikut :
Gambar 4.2 Grafik batas cair
52
Dari gambar di atas di dapatkan persamaan y = -5,93In(x) + 79,45 kemudian di
dapatkan batas cair (liqud limits) LL sebesar 60,35 % kemudian batas plastis (plastic
limits) PL sebesar 31,43 % dan indeks plastis (plasticity index) PI sebesar 28,93 %.
B. Batas Atterberg Limit Pada Titik B
Dari persamaan (3.3) di dapatkan batas cair sebesar 59,06% batas plastis
sebesar 38,46% dan indeks plastis sebesar 20,59% pada tanah di titik B. Untuk
mendapatkan batas cair perlu mencari kadar air terlebih dahulu, kemudian kadar air
dan jumlah pukulan di jadikan grafik dan akan mendapatkan persamaan y =
7,2625In(x) + 35,678. Dari persamaan tersebut dilanjutkan dengan contoh
perhitungan tanah sebagai berikut.
Batas Cair: 7,2625 x 25 + 35,678 = 59,06 %
Untuk mencari batas plastis dapat di lihat pada contoh perhitungan sebagai berikut
Berat tanah kering: 15,7 – 13,1 = 2,6 gr
Berat air: 3,6 – 2,6 = 1 gr
Kemudian menghitung batas plastis.
Batas Plastis: (1 : 2,6) x 100 % = 38,46 %
Setelah mendapakan nilai batas cair dan batas plastis kemudian di lanjutkan dengan
mencari indeks plastisitas.
Indeks plastisitas: 59,06 % - 38,46 % = 20,59 %
Tabel 4.7 Data perhitungan batas cair pada tanah di titik B
Keterangan Satuan Uji 1 Uji 2
No Cawan 1-A Oren 2-A Oren
Berat Cawan gr 13,20 13,00
Berat Cawan + Tanah Basah gr 67,20 61,20
Berat cawan + Tanah kering gr 47,50 43,10
Berat Tanah Basah gr 52,20 48,20
Berat Tanah Kering gr 34,30 30,10
Berat Air gr 19,70 18,10
Kadar Air % 57,40 60,10
Jumlah Pukulan 20 29
53
Tabel 4.8 Data perhitungan batas plastis pada tanah B
Keterangan Satuan Uji 1
No Cawan gr Oren A
Berat Cawan gr 13,10
Berat Cawan + Tanah Basah gr 16,70
Berat cawan + Tanah kering gr 15,70
Berat Tanah Basah gr 3,60
Berat Tanah Kering gr 2,60
Berat Air gr 1,00
Batas Plastis % 38,46
Dari hasil perhitungan tabel batas cair di atas di dapatkan grafik untuk mendapatkan
batas cair sebagai berikut :
Gambar 4.3 Grafik batas cair
Dari grafik di atas di dapatkan persamaan y = 7,262In(x) + 35,67 kemudian di
dapatkan batas cair (liqud limits) LL sebesar 59,06 % kemudian batas plastis (plastic
limits) PL sebesar 38,46 % dan indeks plastis (plasticity index) PI sebesar 20,59 %.
4.1.4 Uji Analisa Ayakan
Analisa saringan atau analisa ayakan (sieve analysis) adalah prosedur
pengujian yang digunakan untuk mengukur distribusi ukuran partikel dari suatu
tanah. Distribusi ukuran partikel sangat penting untuk mengetahui jenis butiran
54
termasuk pasir, tanah liat, batu kerikil, dan sebagainya. Pengujian analisa ayakan
dilakukan di laboratorium uji tanah Politeknik Negeri Balikpapan dengan dua sampel
tanah yang berbeda, yaitu sampel pertama tanah yang di ambil pada titik A dan yang
kedua tanah pada titik B. Masing-masing sampel tanah di lakukan satu kali
percobaan. Dari pengujian laboratorium, hasil penelitian sifat fisik tanah sebagai
berikut:
1. Uji Batas Analisa Ayakan Pada Titik A
Data perhitungan sebagai berikut :
Tabel 4.9 Data perhitungan analisa ayakan pada tanah di titik A
Ayakan Berat Berat % Berat % Berat % KomulatifNo. - f (mm) tertahan lolos (gr) tertahan lolos tertahan lolos
3" - 75
2" - 50
1" - 25
3/4" - 18
3/8" - 9.5
4 - 4.75 2,4 197,6 1,200 98,800 1,200 98,800
10 - 2.0 18,9 181,1 9,450 90,550 10,650 90,550
20 - 0.85
50 - 0.30 54,4 126,7 27,200 63,350 37,850 63,350
60 - 0.25
100 - 0.15 27,4 99,3 13,700 49,650 50,350 49,650
120 - 0.125
200 - 0.075 40 59,3 20,000 29,650 70,350 29,650
Pan
Dari data perhitungan tersebut di dapatkan grafik persentase lolos sebagai berikut :
55
Gambar 4.4 Grafik persentase hasil analisa ayakan
Dari perhitungan analisa ayakan dan grafik persentase lolos ayakan di dapatkan hasil
kerikil sebanyak 0,00 % pasir sebanyak 69,15 % lanau sebanyak 8,75 % dan lempung
22,10 %.
2. Uji Batas Analisa Ayakan Pada Titik B
Data perhitungan sebagai berikut :
Tabel 4.10 Data perhitungan analisa ayakan pada tanah di titik B
Ayakan Berat Berat % Berat % Berat % KomulatifNo. - f (mm) tertahan lolos (gr) tertahan lolos tertahan lolos
3" - 75
2" - 50
1" - 25
3/4" - 18
3/8" - 9.5
4 - 4.75 4 186 2,105 97,895 2,105 97,895
10 - 2.0 18,7 171,3 9,842 90,158 11,947 90,158
20 - 0.85
50 - 0.30 53,5 117,8 28,158 62,000 40,105 62,000
60 - 0.25
100 - 0.15 21,1 96,7 11,105 50,895 49,105 50,895
120 - 0.125
200 - 0.075 36,13 60,57 19,016 31,879 68,121 31,879
Pan
Dari data perhitungan tersebut di dapatkan grafik persentase lolos sebagai berikut :
56
Gambar 4.5 Grafik persentase hasil analisa ayakan
Dari perhitungan analisa ayakan dan grafik persentase lolos ayakan di dapatkan hasil
yaitu jenis tanah 0,00% kerikil 66,02 % pasir, 9,57 % lanau dan 24,41 % lempung.
4.1.5 Rekapitulasi Hasil Uji Sifat Fisik Tanah
1. Rekapitulasi hasil uji sifat fisik tanah di titik A
Tabel 4.11Rekapitulasi hasil uji sifat fisik tanah di titik A
Jenis Pengujian Satuan Hasil
1. Specifik Graviti 2,10
2. Kadar Air, (w) (%) 33,58
3. Berat Volume Tanah, t (gr/cm3) 4,72
4. Berat Volume Kering d (gr/cm3) 3,53
5. Batas Cair (liqud limits) LL (%) 60,35
6. Batas Plastis (plastic limits) PL (%) 31,43
7. Indeks plastis (plasticity index) PI (%) 28,93
57
2. Rekapitulasi hasil uji sifat fisik tanah di titik B
Tabel 4.12 Rekapitulasi hasil uji sifat fisik tanah di titik B
Jenis Pengujian Satuan Hasil
1. Specifik Graviti 2,57
2. Kadar Air, (w) (%) 34,64
3. Berat Volume Tanah, t (gr/cm3) 5,31
4. Berat Volume Kering d (gr/cm3) 3,95
5. Batas Cair (liqud limits) LL (%) 59,06
6. Batas Plastis (plastic limits) PL (%) 38,46
7. indeks plastis (plasticity index) PI (%) 20,59
Hasil penelitian kadar air pada tanah yang belum mengalami pergerakan lebih
tinggi (w = 33,51%) dibandingkan kadar air tanah eksisting yang telah mengalami
pergerakan (w = 33,72%). Hardjowigeno (1993) menyimpulkan bahwa kadar air
dalam tanah tergantung pada banyaknya curah hujan, kemampuan tanah menahan air,
besarnya evapotranspirasi, kandungan bahan organik dan tingginya muka air tanah.
Hasil penelitian batas-batas plastis menunjukan bahwa kedua tanah
mempunyai batas cair yang berkisar antara 59% sampai 61% sedangkan untuk batas
plastis yang berkisar antara 31% sampai 39% dan indeks plastis yang berkisar antara
20% sampai 29%.
4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Tanah
Pengujian sifat mekanik di lakukan di kedalaman 0 – 1 meter pada titik A dan
titik B meliputi: nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (φ). Hasil-hasil pengujian sifat
mekanik tanah pada dua lokasi yang di peroleh adalah sebagai berikut.
4.2.1 Pengujian Direct Shear
Pengujian geser langsung (direct shear) dilakukan untuk mengertahui harga
kohesi tanah (c) serta mendapatkan sudut geser dalam tanah (φ), yang mana kohesi
adalah gaya tarik menarik antara molekul yang sama jenisnya.Pengujian direct
58
sheardilakukan di laboratorium uji tanah Politeknik Negeri Balikpapan dengan dua
sampel tanah yang berbeda, yaitu sampel pertama tanah yang di ambil pada titik A
dan yang kedua tanah pada titik B. Masing-masing sampel tanah di lakukan tiga kali
percobaan dengan beban yang berbeda yaitu 5 kg, 10 kg dan 15 kg. Dari pengujian
laboratorium, hasil penelitian sifat fisik tanah sebagai berikut:
1. Uji direct shear pada titik A
Dari hasil uji direct shear yaitu sudut geser 41,19° dan kohesi sebesar 0,0291
kg/cm2. Data perhitungan sebagai berikut :
Tabel 4.13 Rekapitulasi data gaya direct sheartitik A
Waktu
(dtk) Dial Geser
Gaya Beban
5kg
Gaya Beban
10kg
Gaya Beban
15kg
0 0 0 0 0
15 10 3 27 35
30 20 15 47 65
45 30 18,5 51 74
60 40 18,5 47 75
75 50 17,5 45 70
90 60 - 42 64,5
Dari tabel 4.13 diatas diperoleh data pembacaan dial di direct shear berupa waktu,
dial geser dan gaya beban. Rekapitulasi tersebut digunakan untuk perhitungan
tegangan geser dan tegangan maksimum, dengan contoh perhitungan sebagai berikut :
Diameter sampel (d): 6,35 cm
Beban (p): 5kg
Sampel area (A):
=
= 31,669 cm2
Normal stress :
=
= 0,157 kg/cm
2
Calibration: 0,411 kg/cm
Gaya pada waktu ke 0 detik: (0 0,1549) + 0,411 = 0,411 kg
Setelah menghitung gaya di lanjutkan menghitung tegangan geser
Tegangan geser pada waktu ke 0 detik: 0,411 : 31,67 = 0,013 kg/cm2
59
Dari perhitungan tegangan geser di dapatkan tegangan geser maksimal dan normal
stress yang akan di gunakan sebagai input grafik yaitu sebgai berikut:
Tabel 4.14 Rekapitulasi input grafik direct shear pada tanah di titik A
Keterangan Satuan Beban 5 kg Beban 10 kg Beban 15 kg
Tegangan Geser Maksimum kg/cm2
0,103 0,262 0,380
Normal Stress kg/cm2 0,158 0,331 0,380
Dari data perhitugan di atas di dapatkan grafik hubungan antara sudut geser dan
kohesi seperti pada gambar.
Gambar 4.6Grafik direct shear
Dari gambar 4.6 diatas hubungan antara tegangan geser maksimum dan normal stress
di dapatkan persamaan garis yaitu y = 0,875x – 0,028. Dengan persamaan (3.4) dan
(3.5) diketahui nilai kohesi (c) dari uji direct shear di titik A adalah 0,0289kg/cm2
dan nilai sudut geser dalam dapat dihitung sebagai berikut.
Sudut geser dalam ( ): tan-1
(0,875) = 41,19°
2. Uji direct shear pada titik B
Dari hasil uji direct shear yaitu sudut geser 19,21° dan kohesi sebesar 0,10
kg/cm2. Data perhitungan sebagai berikut :
60
Tabel 4.15 Rekapitulasi data gaya direct sheartitik B
Waktu
(dtk) Dial Geser
Gaya Beban
5kg
Gaya Beban
10kg
Gaya Beban
15kg
0 0 0 0 0
15 10 21,5 35 45,5
30 20 24,5 43 48
45 30 25,5 44,5 45,5
60 40 25,2 43,5 43,5
75 50 20 41,5 40
90 60 13,5 39,5 -
Dari tabel 4.15 diatas diperoleh data pembacaan dial di direct shear berupa waktu,
dial geser dan gaya beban. Rekapitulasi tersebut digunakan untuk perhitungan
tegangan geser dan tegangan maksimum, dengan contoh perhitungan sebagai berikut :
Diameter sampel (d): 6,35 cm
Beban (p): 5kg
Sampel area (A):
=
= 31,669 cm2
Normal stress :
=
= 0,157 kg/cm
2
Calibration: 0,411 kg/cm
Gaya pada waktu ke 0 detik: (0 0,1549) + 0,411 = 0,411 kg
Setelah menghitung gaya di lanjutkan menghitung tegangan geser
Tegangan geser pada waktu ke 0 detik: 0,411 : 31,67 = 0,013 kg/cm2
Dari perhitungan tegangan geser di dapatkan tegangan geser maksimal dan normal
stress yang akan di gunakan sebagai input grafik yaitu sebgai berikut:
Tabel 4.16 Rekapitulasi input grafik direct shear pada tanah di titik B
Keterangan Satuan Beban 5 kg Beban 10 kg Beban 15 kg
Tegangan Geser Maksimum kg/cm2
0,140 0,234 0,252
Normal Stress kg/cm2 0,168 0,331 0,497
Dari data perhitugan di atas di dapatkan grafik hubungan antara sudut geser dan
kohesi seperti pada gambar.
61
Gambar 4.7 Grafik direct shear
Dari gambar 4.6 diatas hubungan antara tegangan geser maksimum dan normal stress
di dapatkan persamaan garis yaitu y = 0,348x – 0,10. Dengan persamaan (3.4) dan
(3.5) diketahui nilai kohesi (c) dari uji direct shear di titik B adalah 0,10kg/cm2 dan
nilai sudut geser dalam dapat dihitung sebagai berikut.
Sudut geser dalam ( ): tan-1
(0,348) = 19,21°
4.3 Permodelan Lereng dengan Program Geoslope
4.3.1 Pengaturan Awal
Pengaturan awal untuk melakukan analisis dengan program geoslope terdiri
dari beberapa tahap, diantaranya pengaturan kertas kerja, skala gambar, dan jarak
grid. Kertas kerja merupakan ukuran ruang yang disediakan untuk melakukan
mendefinisikan masalah. Skala gambar merupakan perbandingan yang di gunakan
untuk mendefinisikan ukuran lereng sebenarnya terhadap gambar pada program. Grid
diperlukan untuk memudahkan dalam menggambarkan titik supaya tepat dengan
koordinat yang di inginkan. Adapun langkah-langkah pengaturan awal adalah sebagai
berikut:
62
a. Mengatur kertas kerja, klik menu utama set kemudian klik page
Gambar 4.8 Jendela pengaturan kertas kerja
b. Mengatur skala gambar, dari menu utama set klik scale
Gambar 4.9 Jendela pengaturan skala gambar
c. Mengatur jarak grid dri menu utama set klik grid
Gambar 4.10 Jendela pengaturan grid
4.3.2 Membuat Sketsa Gambar
Permodelan lereng dimulai dengan pembuatan sketsa gambar dari model,
yang merupakan representasi dari masalah yang ingin dianalisis. Permodelan tersebut
dibuat dari autocad kemudian di import kedalam aplikasi geoslope.
63
4.3.3 Mendefinisikan Parameter Tanah
Setelah gaambar di import kedalam geoslope, jenis material yang di input
sesuai dengan uraian umum pada langkah-langkah sebelumnya. Material yang di
gunakan adalah Mohr-Coulomb. Parameter yang di perlukan yaitu berat isi tanah (γ),
kohesi (c), dan sudut geser (φ). Sebelum dilakukan input data perlu dilkukan
penyeragaman satuan masing-masing parameter. Langkah untuk mendefinisikan
parmeter tanah yaitu dari tampilan menu utama keyin klik material properties seperti
yang terdapat pada gambar 4.11.
Gambar 4.11 Jendela pendefinisian parameter tanah
4.3.4 Menggambar Perkuatan Soil Nailing
Spesifik soil nailing yang di gunakan diantaranya diameter lubang, kuat
gesek, spasi antar nail, kapasitas beban dan lain-lain. Untuk menggambar soil nailing
pada model lereng yaitu pada menu utama draw klik reinforcement loads pilih nail,
lalu ketik spesifikasi nail yang di gunakan.
4.3.5 Solving The Problem
Solving the problem bertujuan untuk menghitung angka keamanan pada
lereng berdasarkan data-data yang telah di masukan. Langkah untuk solving the
problem yaitu dari menu utama tools klik SOLVE, kemudian klik start utnuk memulai
perhitungan. Selama perhitungan SOLVE menampilkan angka keamanan minimum
dan jumlah slip surfaces yang sedang dianalisis.
64
Gambar 4.12 Jendela proses running program
4.3.6 Menampilkan Hasil Analisis
Untuk menampilkan hasil analisis dalam bentuk gambar bidang longsor pada
menu disamping kiri pilih gambar contour. Ada beberapa metode analisis keamanan
lereng diantaranya metode bishop, ordinary, dan janbu.
Gambar 4.13 Jendela hasil analisis
4.4 Perhitungan Kestabilan LerengPada Titik A Tanpa Perkuatan
Analisis kestabilan lereng tanpa perkuatan lereng di lakukan pada stabilitas
terhadap kelongsoran lereng. Dengan bantuan geoslope didapatkan bentuk bidang
65
gelincir kritis yang mungkin terjadi. Parameter yang di input adalah berat volume
tanah γ = 4,72 kN/m3 , kohesi c = 0,0291 kN/m
2dan sudut geser dalam φ = 41,19°.
Gambar 4.14 Gambar Lereng di titik A
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang di peroleh dari program geoslope dapat
di lihat pada gambar 4.15
Gambar 4.15 Angka keamanan Lereng di titik A
Dari hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan angka keamanan sebesar 1,362
dan bentuk bidang longsor dan diperoleh angka keamanan pada lereng di titik A. Dari
angka keamanan tersebut tidak perlu adanya perkuatan karena lereng di titik A dapat
di katakan aman atau kelongsoran jarang terjadi menurut Bowles, J.E.
66
4.5 Perhitungan Kestabilan Lereng Pada Titik B Tanpa Perkuatan
Analisis kestabilan lereng tanpa perkuatan lereng di lakukan pada stabilitas
terhadap kelongsoran lereng. Dengan bantuan geoslope didapatkan bentuk bidang
gelincir kritis yang mungkin terjadi. Parameter yang di input adalah berat volume
tanah γ = 5,31 kN/m3 , kohesi c = 0,10 kN/m
2dan sudut geser dalam φ = 19,21°.
Gambar 4.16 Gambar Lereng di titik B
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang di peroleh dari program geoslope dapat
di lihat pada gambar 4.17
Gambar 4.17 Hasil angka keamanan pada lereng di titik B
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada lereng di titik B sebesar
67
Dari angka keamanan tersebut, lereng di titik B dapat di katakan tidak aman atau
kelongsoran biasa terjadi menurutBowles, J.E. Degan begitu lereng di titik B perlu di
beri perkuatan agar angka keamanan lereng meningkat.
Tabel
4.17HubungannilaiFkdankemungkinankelongsoranlerengtanah menurutBowles, J.E
NilaiFk KemungkinanLongsor
< 1,07
1,07 <Fk< 1,25
> 1,25
Kelongsoranbiasaterjadi
Kelongsoranpernahterjadi
Kelongsoranjarangterjadi
Sumber: Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 2
Kemudian angka keamanan kritis di tinjau menjadi 4 bagian lereng masing-masing
sepanjang 15 m.
A. Bagian 1
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 1
seperti yang terdapat pada gambar 4.18 berikut :
Gambar 4.18 Angka keamanan pada lereng bagian 1
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada bagian 1 sebesar 0,824.
B. Bagian 2
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 2
seperti yang terdapat pada gambar 4.19 berikut :
68
Gambar 4.19 Angka keamanan pada lereng bagian 2
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada bagian 2 sebesar 2,637.
C. Bagian 3
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 3
seperti yang terdapat pada gambar 4.20 berikut :
Gambar 4.20 Angka keamanan pada lereng bagian 3
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada bagian 3 sebesar 1,079.
69
D. Bagian 4
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 4
seperti yang terdapat pada gambar berikut :
Gambar 4.21 Angka keamanan pada lereng bagian 4
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada bagian 4 sebesar 1,503.
4.6 Perhitungan Kestabilan Lereng Pada Titik B dengan Perkuatan
Perhitungan kestabilan lereng dengan perkuatan lereng dilakukan pada
stabilitas keruntuhan lereng. Dengan bantuan program geoslope didapatkan bentuk
bidang gelincir kritis yang mungkin terjadi, titik koordinat dari bidang longsor
tersebut dijadikan acuan untuk menentukan titik entry and exit pada analisis stabilitas
lereng dengan perkuatan. Perkuatan yang di berikan pada lereng adalah dengan
menggunakan soil nailing, dengan membandingkan model pemberian nailing pada
tanah maka perhitungan angka keamanan di bagi menjadi dua permodelan, yaitu:
1. Model 1 lereng tidak di perbaiki atau tidak adanya pematangan lahan
2. Model 2 lereng di perbaiki dengan adanya pematangan lahan
Serta pada masing-masing permodelan di tinjau angka keamanan kritisnya menjadi 4
dengan interval jarak 15 m. Pada lereng bagian 1 di tinjau dari jarak 0 – 15 m, pada
bagian 2 di tinjau dari jarak 15 – 30 m, pada bagian 3 ditinjau dari jarak 30 – 45 m
dan pada lereng ke 4 ditinjau dari jarak 45 m sampai ujung lereng.
70
4.6.1 Perbaikan Lereng Model 1
Lereng pada model 1 adalah lereng pada titik B yang di beri perkuatan
soilnailing tanpa adanya perubahan kontur tanah (tanah asli) atau pematangan lahan
dengan sudut 15°. Pengambilan sudut 15° dikarenakan semakin besar sudut
pemasangan nail semakin kecil nilai angka keamanan (Fitriana Kumalasari 2012).
Hasil perhitungan lereng pada titik B di tinjau menjadi empat bagian dengan jarak
15m.Angka keamanan kritis lereng model 1 ditinjau dari segi keseluruhan yaitu
sebagai berikut :
Gambar 4.22 Hasil angka keamanan pada lereng model 1
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan sebesar 2,138. Kemudian angka keamanan kritis di di tinjau menjadi
4 bagian lereng masing-masing sepanjang 15 m.
A. Perbaikan Lereng Model 1Bagian 1
Lereng pada bagian 1 di beriperkuatan 6 buahnailingdengan spesifikasi
nailing sebagai berikut :
Tabel 4.18 Spesifikasi soil nailing pada lereng bagian 1
Keterangan Sat N1 N2 N3 N4 N5 N6
Length m 1 1,5 2 5 5 5
Direction ° 15 15 15 15 15 15
Bond Diameter m 0,318 0,318 0,318 0,318 0,318 0,318
71
Keterangan Sat N1 N2 N3 N4 N5 N6
Bond Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Bond Skin Friction kPa 100 100 100 100 100 100
Nail Spacing m 1 1 1 1 1 1
Bar Capacity kN 300 300 300 300 300 300
Bar Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 1 seperti
yang terdapat pada gambar berikut :
(a) (b)
Gambar 4.23 (a) Kelongsoran pada bagian 1; (b) Detail kelongsoran
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada bagian 1sebesar 2,274.
B. Perbaikan Lereng Model 1Bagian 2
Lereng pada bagian 2 di beri perkuatan 3 buah nailing dengan spesifikasi
nailing sebagai berikut :
Tabel 4.19 Spesifikasi soil nailing pada lereng bagian 2
Keterangan Sat N1 N2 N3
Length m 5 5 5
Direction ° 15 15 15
Bond Diameter m 0,318 0,318 0,318
Bond Safety Factor 1,5 1,5 1,5
Bond Skin Friction kPa 100 100 100
Nail Spacing m 1 1 1
72
Keterangan Sat N1 N2 N3
Bar Capacity kN 300 300 300
Bar Safety Factor 1,5 1,5 1,5
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 2 seperti
yang terdapat pada gambar berikut :
(a) (b)
Gambar 4.24(a) Kelongsoran pada bagian 2; (b) Detail kelongsoran
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada bagian 2sebesar 4,182.
C. Perbaikan Lereng Model 1Bagian 3
Lereng pada bagian 3 di beri perkuatan 4 buah nailing dengan spesifikasi
nailing sebagai berikut :
Tabel 4.20 Spesifikasi soil nailing pada lereng bagian 3
Keterangan Sat N1 N2 N3 N4
Length m 5 5 6 6
Direction ° 15 15 15 15
Bond Diameter m 0,318 0,318 0,318 0,318
Bond Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5
Bond Skin Friction kPa 100 100 100 100
Nail Spacing m 1 1 1 1
Bar Capacity kN 300 300 300 300
73
Keterangan Sat N1 N2 N3 N4
Bar Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 3 seperti
yang terdapat pada gambar berikut :
(a) (b)
Gambar 4.25 (a) Kelongsoran pada bagian 3; (b) Detail kelongsoran
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada type 1 sebesar 3,369.
D. Perbaikan Lereng Model 1Bagian 4
Lereng pada bagian 4 di beri perkuatan 3 buah nailing dengan spesifikasi
nailing sebagai berikut :
Tabel 4.21 Spesifikasi soil nailing pada lereng bagian 4
Keterangan Sat N1 N2 N3
Length m 2,5 3 3
Direction ° 15 15 15
Bond Diameter m 0,318 0,318 0,318
Bond Safety Factor 1,5 1,5 1,5
Bond Skin Friction kPa 100 100 100
Nail Spacing m 1 1 1
Bar Capacity kN 300 300 300
Bar Safety Factor 1,5 1,5 1,5
74
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 4 seperti
yang terdapat pada gambar berikut :
(a) (b)
Gambar 4.26 (a) Kelongsoran pada bagian 4; (b) Detail kelongsoran
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada type 1 sebesar 2,153.
4.6.2 Perbaikan Lereng Model 2
Lereng pada model 2 adalah lereng pada titik B yang di beri perkuatan
soilnailingdenganperubahan kontur tanah dengan sudutnailing sebesar 15°, Hasil
perhitungan lereng pada titik B di tinjau menjadi empat bagian dengan jarak 15m.
Tanah pada lereng di rubah dengan cara memotong tanah tanpa adanya timbunan
seperti gambar.
Gambar 4.27Kontur pemotongan lereng model 2
75
Gambar 4.28 Lereng model 2
Angka keamanan kritis lereng model 2 ditinjau dari segi keseluruhan yaitu sebagai
berikut :
Gambar 4.29 Hasil angka keamanan pada lereng model 2
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan sebesar 2,409. Kemudian angka keamanan kritis di di tinjau menjadi
4 bagian lereng masing-masing sepanjang 15 m.
A. Perbaikan Lereng Model 2Bagian 1
Lereng pada bagian 1 di beri perkuatan 6 buah nailing dengan spesifikasi
nailing sebagai berikut :
76
Tabel 4.22 Spesifikasi soil nailing pada lereng bagian 1
Keterangan Sat N1 N2 N3 N4 N5 N6
Length m 3 3,4 3,8 4,2 4,6 5
Direction ° 25 25 25 25 25 25
Bond Diameter m 0,318 0,318 0,318 0,318 0,318 0,318
Bond Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Bond Skin Friction kPa 100 100 100 100 100 100
Nail Spacing m 1 1 1 1 1 1
Bar Capacity kN 300 300 300 300 300 300
Bar Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 1 seperti
yang terdapat pada gambar berikut :
(a) (b)
Gambar 4.30 Angka keamanan pada lereng bagian 1; (a) Kelongsoran pada bagian 1;
(b) Detail kelongsoran
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada bagian 1 sebesar 4,824.
B. Perbaikan Lereng Model 2Bagian 2
Lereng pada bagian 2 tidak di perlukan adanya perkuatan dikarenakan lereng
bagian 2 sudah dilakukan pematangan lahan seperti pada gambar berikut :
77
Gambar 4.31 lereng bagian 2
C. Perbaikan Lereng Model 2Bagian 3
Lereng pada bagian 3 di beri perkuatan 5 buah nailing dengan spesifikasi
nailing sebagai berikut :
Tabel 4.23 Spesifikasi soil nailing pada lereng bagian 3
Keterangan Sat N1 N2 N3 N4 N5
Length m 5 5 5,2 5,5 6
Direction ° 25 25 25 25 25
Bond Diameter m 0,318 0,318 0,318 0,318 0,318
Bond Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Bond Skin Friction kPa 100 100 100 100 100
Nail Spacing m 1 1 1 1 1
Bar Capacity kN 300 300 300 300 300
Bar Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 3 seperti
yang terdapat pada gambar berikut :
78
(a) (b)
Gambar 4.32 Angka keamanan pada lereng bagian 3; (a) Kelongsoran pada bagian 3;
(b) Detail kelongsoran
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada type 1 sebesar 2,372.
D. Perbaikan Lereng Model 2Bagian 4
Lereng pada bagian 4 di beri perkuatan 3 buah nailing dengan spesifikasi
nailing sebagai berikut :
Tabel 4.24 Spesifikasi soil nailing pada lereng bagian 4
Keterangan Sat N1 N2 N3 N4 N5
Length m 3 3 3 2,5 1,5
Direction ° 25 25 25 25 25
Bond Diameter m 0,318 0,318 0,318 0,318 0,318
Bond Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Bond Skin Friction kPa 100 100 100 100 100
Nail Spacing m 1 1 1 1 1
Bar Capacity kN 300 300 300 300 300
Bar Safety Factor 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
79
Angka keamanan terhadap kelongsoran yang diperoleh pada lereng bagian 3 seperti
yang terdapat pada gambar berikut :
(a) (b)
Gambar 4.33 Angka keamanan pada lereng bagian 4; (a) Kelongsoran pada bagian 4;
(b) Detail kelongsoran
Hasil perhitungan dengan geoslope didapatkan bentuk bidang longsor dan diperoleh
angka keamanan pada type 1 sebesar 1,995.
4.7 Perbandingan Hasil Stabilitas Lereng Eksisting,Model 1 dan Model 2
Analisis stabilitas lereng terhadap kelongsoran global lereng di lakukan
dengan tinjauan lereng model 1 dan model 2. Hasil perhitungan faktor keamanan
lereng pada keadaan eksisting, model 1 dan model 2 dapat di lihat pada tabel dan
gambar berikut ini :
Tabel 4.25Hasilperhitungan stabilitas lereng
Kelongsoran Eksisting Model 1 Model 2
Global 0,836 2,138 2,409
Bagian 1 0,824 2,274 4,828
Bagian 2 2,637 4,598 -
Bagian 3 1,079 3,369 2,372
Bagian 4 1,503 2,153 1,995
Sumber: hasil perhitungan
80
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Eksisting Model 1 Model 2
An
gka
Ke
aman
an
Jenis Lereng
Faktor Keamanan Global
0
1
2
3
4
5
6
Eksisting Model 1 Model 2
An
gka
Ke
aman
an
Jenis Lereng
Faktor Keamanan Bagian 1
Gambar 4.34 Grafik Faktor Keamanan Global
Dilihat dari gambar grafik keruntuhan global maka model 2 memiliki angka
keamanan lebih tinggi di bandingkan model 1, maka model 2 lebih di sarankan untuk
pengaplikasian, selain itu model 2 sudah mengalami pematangan lahan sehingga
pemasangan nailing pada tanah lebih teratur.
Gambar 4.35 Grafik Fator keamanan Bagian 1
Dilihat dari grafik keruntuhan pada bagian 1 maka model 2 memiliki angka
keamanan lebih tinggi di bandingkan model 1.
81
0
1
2
3
4
5
Eksisting Model 1
An
gka
Ke
aman
an
Jenis Lereng
Faktor Keamanan Bagian 2
0
1
2
3
4
Eksisting Model 1 Model 2
An
gka
Ke
aman
an
Jenis Lereng
Faktor Keamanan Bagian 3
Gambar 4.36 Grafik Fator keamanan Bagian 2
Dilihat dari grafik keruntuhan pada bagian 2 karena model 2 tidak perlu memakai
perkuatan jadi angka keamanan hanya ada pada model 1.
Gambar 4.37 Grafik Fator keamanan Bagian 3
Dilihat dari grafik keruntuhan pada bagian 3 maka model 1 memiliki angka
keamanan lebih tinggi di bandingkan model 2.
82
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Eksisting Model 1 Model 2
An
gka
Ke
aman
an
Jenis Lereng
Faktor Keamanan Bagian 4
Gambar 4.37 Grafik Fator keamanan Bagian 4
Dilihat dari grafik keruntuhan pada bagian 4 maka model 1 memiliki angka
keamanan lebih tinggi di bandingkan model 2.
83
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu :
1. Pada kondisi eksisting didapatkan nilai faktor keamanan global sebesar 0,836,
pada bagian 1 sebesar 0,824, pada bagian 2 sebesar 2,637, pada bagian 3
sebesar 1,079 dan pada bagian 4 sebesar 1,503.
2. Setelah adanya perkuatan soilnailing angka keamanan pada keadaan eksisting
meningkat, pada model 1 tanpa adanya pematangan lahan di dapatkan faktor
keamanan kritis sebesar 2,138. Pada model 2 dengan adanya pematangan
lahan di dapatkan faktor keamanan kritis sebesar 1,995.
3. Desain lereng menggunakan soil nailing yang stabil yaitu lereng dengan
perkuatan model 2 yang telah dilakukan pematangan lahan dan lebih mudah
untuk mengaplikasikan soil nailing. Untuk angka keamanan lereng pada
model 2 memiliki angka keamanan lebih besar dibandingkan model 1 yaitu
sebesar 2,409.
5.2 Saran
a. Disarankan memakai model 2 di karenakan angka keamanan pada model 2
lebih tinggi dibandingkan model 1, dari segi desain lereng 2 lebih teratur
konturnya dibandingkan model 1 dan dari segi pengaplikasian model 2 lebih
mudah pengaplikasiannya.
b. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut analisis kestabilan lereng dengan
menggunakan aplikasi geoteknik lainnya.
c. Diperlukan data tanah dengan jumlah titik dan kedalaman yang lebih besar.
d. Diperlukan adanya perhitungan manual agar dapat di bandingkan hasilnya
dengan menggunakan program aplikasi.
84
DAFTAR PUSTAKA
Budi, G. S. (2011). Pengujian Tanah di Laboratorium. Surabaya: Graha Ilmu.
Caraka, L. (2016). Karakteristik Fisik dan Mekanik Tanah Balikpapan Utara Akibat
Pengaruh Variasi Kadar Air. Tugas Akhir .
Das, B. M. (1995). Mekanika Tanah 2. Jakarta: Erlangga.
Firmansyah, S. (2010). Perencanaan Penanggulangan Longsoran pada Proyek Jalan di
Lokasi Bayah. Laporan Tugas Akhir .
Hidayah, S. (2007). Program Analisis Stabilitas Lereng. Laporan Tugas Akhir .
Kumalasari, V. (2012). Analisis kestabilan Lereng Dengan Perkuatan Soil Nailing
Menggunakan Program Geoslope. Skripsi .
Kumalasari, V. (2012). Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Soil Nailing.
Laporan Tugas Akhir .
Mandala, A. (2013). Desain Perkuatan Lereng dengan Menggunakan Soil Nailing.
Laporan Tugas Akhir .
Nakazawa, S. d. (2000). Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Suryadi, B. H. (1998). Mekanika Tanah Lanjutan. Jakarta: Gunadarma.
Terzaghi, K. (1987). Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa. Jakarta: Erlangga.