34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknik sipil sebagai suatu ilmu pengetahuan muncul dan berkembang untuk melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang penyediaan fasilitas dan infrastruktur. Dimana hal tersebut melibatkan komponen-komponen manusia, material, mesin, dan teknologi. Disiplin Ilmu Teknik Sipil juga menyangkut manajemen dan pengelolaan kegiatan konstruksi dengan pertimbangan kelayakan teknis serta kelayakan sosial-ekonomi. Engineer Teknik Sipil adalah orang yang ahli dalam perhitungan dan desain bangunan serta mampu menjadi leader dalam suatu proyek konstruksi. Karena seorang engineer tidak hanya dituntut sebagai perekayasa dalam hal desain, melainkan juga sebagai pelopor, pengorganisir, pelaksana, dan bahkan pengontrol kualitas dan pemberi solusi terhadap masalah-masalah yang mungkin terjadi di lapangan. Oleh karena itu mahasiswa Teknik Sipil perlu memahami kondisi nyata yang terjadi pada dunia konstruksi saat ini. Mahasiwa tidak hanya paham dan hafal teori saja, namun juga perlu mengerti akan kondisi di lapangan yang sesungguhnya yang tidak dipelajari di bangku kuliah. Hal inilah yang mendasari mata kuliah Perencanaan Wilayah dan Perkotaan dalam kurikulum perkuliahan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Melalui mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat gambaran yang lebih nyata kondisi di lapangan, dengan membahas dan menulis langsung laporan suatu wilayah dan menemukan realita permasalahan yang ada untuk kemudian akan dianalisa dengan tujuan untuk melatih mahasiswa agar dapat memecahkan permasalahan tersebut. Solusi terhadap permasalahan diselesaikan dengan cara mengarahkan kota ke bagian-bagian yang menunjukkan ciri-ciri terdekat kota tersebut yang dijabarkan di bab ii landasan teori, sejarah kota dan perkembangan kota di bab iii, serta dengan pendekatan tersebut kota diharap akhirnya akan dapat diidentifikasikan pada bab iv pembahasan sehingga permasalahan yang ada dapat diselesaikan karena adanya ikatan keterkaitan antara satu dengan yang lain.

Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Barus

Citation preview

Page 1: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknik sipil sebagai suatu ilmu pengetahuan muncul dan berkembang untuk

melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang penyediaan fasilitas dan

infrastruktur. Dimana hal tersebut melibatkan komponen-komponen manusia, material,

mesin, dan teknologi. Disiplin Ilmu Teknik Sipil juga menyangkut manajemen dan

pengelolaan kegiatan konstruksi dengan pertimbangan kelayakan teknis serta kelayakan

sosial-ekonomi.

Engineer Teknik Sipil adalah orang yang ahli dalam perhitungan dan desain

bangunan serta mampu menjadi leader dalam suatu proyek konstruksi. Karena seorang

engineer tidak hanya dituntut sebagai perekayasa dalam hal desain, melainkan juga

sebagai pelopor, pengorganisir, pelaksana, dan bahkan pengontrol kualitas dan pemberi

solusi terhadap masalah-masalah yang mungkin terjadi di lapangan.

Oleh karena itu mahasiswa Teknik Sipil perlu memahami kondisi nyata yang

terjadi pada dunia konstruksi saat ini. Mahasiwa tidak hanya paham dan hafal teori saja,

namun juga perlu mengerti akan kondisi di lapangan yang sesungguhnya yang tidak

dipelajari di bangku kuliah. Hal inilah yang mendasari mata kuliah Perencanaan Wilayah

dan Perkotaan dalam kurikulum perkuliahan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

Melalui mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat gambaran yang lebih nyata

kondisi di lapangan, dengan membahas dan menulis langsung laporan suatu wilayah dan

menemukan realita permasalahan yang ada untuk kemudian akan dianalisa dengan tujuan

untuk melatih mahasiswa agar dapat memecahkan permasalahan tersebut. Solusi terhadap

permasalahan diselesaikan dengan cara mengarahkan kota ke bagian-bagian yang

menunjukkan ciri-ciri terdekat kota tersebut yang dijabarkan di bab ii landasan teori,

sejarah kota dan perkembangan kota di bab iii, serta dengan pendekatan tersebut kota

diharap akhirnya akan dapat diidentifikasikan pada bab iv pembahasan sehingga

permasalahan yang ada dapat diselesaikan karena adanya ikatan keterkaitan antara satu

dengan yang lain.

Page 2: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

2

Karena penulis berasal dari Tapanuli Tengah dan pernah berkunjung ke Kota

Barus sehingga pernah langsung berada disana serta dengan pertimbangan diatas, maka

saya memilih untuk membahas Kota Barus untuk dijadikan tulisan kali ini.

B. Permasalahan

Dalam laporan ini permasalahan dibagi berdasarkan tiga bagian, antara lain:

1. Menentukan Kota Barus berdasarkan Teori Pokok Asal-Usul Kota Tradisional

2. Menentukan Kota Barus berdasarkan Model Spatial Klasik (Struktur Ruang)

3. Menentukan Kota Barus berdasarkan Struktur Perdagangan (Berry: 1963)

C. Tujuan Pembahasan

Dalam laporan ini tujuan pembahasan dapat menjawab permasalahan yang dijabarkan di

atas, yaitu:

1. Dapat menentukan Kota Barus berdasarkan Teori Pokok Asal-Usul Kota Tradisional

2. Dapat menentukan Kota Barus berdasarkan Model Spatial Klasik (Struktur Ruang)

3. Dapat menentukan Kota Barus berdasarkan Struktur Perdagangan (Berry: 1963)

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam penyusunan laporan ini, penulis mengumpulkan data dengan metode sebagai

berikut:

1. Pengambilan atau pengutipan data, gambar, dan grafik dari berbagai sumber buku

dan website di internet

E. Sistematika Penulisan Laporan

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penyusunan laporan ini terdiri atas 5 (lima) bab

dan lampiran, yaitu:

BAB I

Pendahuluan meliputi: latar belakang, permasalahan, tujuan pembahasan, metode

pengumpulan dan pengolahan data, dan sistematika penyusunan laporan.

BAB II

Landasan teori meliputi: pengertian kota dan teori-teori pembentukan kota

BAB III

Tinjauan pustaka meliputi: sejarah dan perkembangan kota serta profil kota

Page 3: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

3

BAB IV

Pembahasan meliputi: kota

BAB V

Penutup meliputi: kesimpulan dan saran.

Page 4: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kota

Berikut ini beberapa defenisi kota yang dijabarkan oleh para ahli.

1. Menurut Bintarto

Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan

yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata

ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai

bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dbgan

gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang

bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.

2. Menurut Ray Northam, R

Kota adalah suatu lokasi yang kepadatan penduduknya lebih tinggi

dibandingkan dengan populasi, sebagian besar penduduk tidak bergantung pada sektor

pertanian atau aktivitas ekonomi primer lainnya, dan sebagai pusat kebudayaan,

administratif, dan ekonomi bagi wilayah disekitarnya.

3. Menurut Dickinson

Kota adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan

penduduknya bernafkah bukan pertanian.

4. Menurut Max Weber

Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar

kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Jadi yang menjadikan ciri khas kota adalah

keberadaan pasarnya.

5. Menurut Arnold Tonybee

Sebuah kota tidak hanya merupakan pemukiman khusus tetapi merupakan

suatu ke-kompleks-an yang khusus dan setiap kota menunjukkan perwujudan

pribadinya masing-masing.

Page 5: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

5

6. Menurut Luis Wirth

Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh

orang-orang yang heterogen kedudukan sosial antar penghuninya serba longgar, acuh,

dan relasinya bukan pribadi (impersonal relation).

7. Menurut Christoller

Dengan teori tempat pusat menunjukkan fungsi kota sebagai tempat

penyelenggaraan dan penyediaan jasa-jasa bagi sekitarnya. Kota itu pada awalnya

bukan tempat pemukiman, melainkan adalah pusat pelayanan.

8. Menurut Sjoberg

Melihat lahirnya kota lebih dari timpulnya dari satu golongan spesialis bukan

pertanian, dimana yang berpendidikan merupakan bagian penduduk yang terpenting.

Mereka itu adalah literati yakni golongan pujangga, sastrawan dan ahli agama, itulah

titik awal kota. Baru berikutnya muncul pembagian kerja tertentu dalam kehidupan

kota.

9. Menurut Haris and Hulman

Melihat kota sebagai pusat untuk pemukiman dan pemampatan bumi oleh

manusia. Manusia disitu menempati dan mengeksploitsi sumber daya bumi. Ini

mendorong pertumbuhan kota yang pesat, tetapi menimbulkan terjadinya pemiskinan

sehingga terjadi beberapa masalah sosial.

B. Teori Pokok Asal-Usul Kota Tradisional

1. Pendekatan Teknologi dalam Kota

Pendekatan Urban Revolution, dikenal sebagai thesis on the developmental

sequence that leads to the urban revolution, yang dikembangkan oleh ahli sejarah

kota Gordon V. Childe. Teori ini berdasarkan suatu transisi dan evolusi kehidupan

pedesaan ke arah perkotaan yang disebabkan secara teknis oleh revolusi pertanian.

Ada 4 faktor yang berpengaruh dalam proses tersebut, yaitu:

a. Pertambahan penduduk,

b. Organisasi masyarakat yang semakin kompleks,

c. Lingkungan sebagai sumber produksi pertanian, dan

Page 6: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

6

d. Teknologi yang semakin meluas.

Dalam teori ini pada umumnya masyarakat sudah mulai mengikuti cara atau

kebiasaan kota, misalnya dalam pemilihan pemimpin desa. Organisasi masyarakat

semakin kompleks.

2. Pendekatan Ekonomi dalam Kota

Dikenal sebagai trade thesis, yang dikembangkan oleh seorang ahli sosiologi

perkotaan Jane Jacobs (The Economy of Cities, 1970). Teori ini mengemukakan

bahwa faktor perdagangan menjadi kriteria yang paling utama dalam perubahan

permukiman pedesaan menjadi perkotaan.

Dalam teori ini diyakini bahwa lokasi serta hubungan dengan lingkungannya

menjadi faktor yang paling strategis dalam perkembangan kota. Dalam teori ini kota

pada umumnya terbentuk ditengah-tengah perdagangan.

3. Pendekatan Ideologi dalam Kota

Dikenal sebagai The religious-symbolic thesis yang dikembangkan oleh

seorang ahli sejarah kota Lewis Mumford (The City In History, 1965). Teori ini

mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan perubahan permukiman

pedesaan menjadi perkotaan adalah budaya yang diekspresikan secara reliji-simbolik.

Dalam teori ini dikemukakan bahwa dalam kedua teori sebelumnya belum

memasukan faktor-faktor yang bersifat tidak fisik (non material factors) yang amat

penting kedalam proses perkembangan kota.

C. Pola Struktur Ruang Kota

Pada dasarnya kota adalah merupakan hasil dari bentuk fisik (physical spatial

entity) kumpulan elemen-elemen kota yang konkrit dalam skala besar yang tumbuh dan

berkembang terakumulasi dari waktu ke waktu membentuk kesatuan fungsi dan bentuk

yang dinamik (Rossi, 1982). Perkembangan kawasan kota (pemukiman) baik yang

melalui proses formal (direncanakan) maupun proses non-formal (secara

organisasi/incremental) dipengaruhi oleh sosial, budaya, politik, teknologi dan keadaan

alam.

Perubahan pada faktor yang mempengaruhi pola dan perkambangan perkotaan

dapat menghilangkan ciri kota sebelumnya dan menggantinya dengan ciri yang lain.

Page 7: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

7

Proses perkembangan suatu kota tidak lepas dari proses sejarah yang melatarbelakangi

terbentuknya kota. Bentuk dan struktur ruang kota merupakan penentu karakteristik suatu

kota sehingga dapat menentukan keberadaan dan interaksinya di kota tersebut.

Karakteristik kota merupakan tempat interaksi intensif antara kegiatan ekonomi dan

sosial. Transaksi akan maksimum saat dilakukan di dalam kota. Sehingga, secara internal,

lokasi sangat menentukan keberadaan kegiatan dan interaksinya. Larry S. Bourne

mendefinisikan struktur ruang kota sebagai berikut :

1. Urban form, pola ruang atau tatanan dari setiap unsure yang berada dalam

areaperkotaan, baik bangunan maupun guna lahan (secara kolektif membentuk

lingkungan terbangun) termasuk juga tatanan kelompok-kelompok sosial, kegiatan

ekonomi dan institusi publik.

2. Urban interaction, aliran yang mengintegrasikan pola dan perilaku guna lahan,

kelompok dan kegiatan ke dalam entitas fungsi, dalam berbagai sub-sistem.

3. Urban spatisial structure, kombinasi dari kedua hal di atas dalm sub-sub

systemdengan seperangkat aturan formal yang mengkaitkan semua sub-sistem

tersebut ke dalam sistem kota.

Perkembangan aktifitas masyarakat suatu kota dapat mempengaruhi penataan kota

yang terbentuk secara langsung maupun tidak langsung. Model struktur ruang kota klasik

yang terbentuk, yakni :

a. Model Konsentris (Burgess)

Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess. Teori ini hanya cocok

dikembangkan pada kota-kota kecil. Kota terdiri dari zona-zona konsentris dan

masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan

perkotaan menjadi lima zona melingkar berlapis-lapis seperti berikut :

Gambar 2.1 Model Zona Konsentris (Burgess)

Page 8: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

8

Keterangan:

1) Daerah pusat kegiatan CBD (Central Business District) pusat kehidupan

sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam suatu kota sehingga terdapat

bangunan untuk kegiatan-kegiatan tersebut dan juga jalur transportasi dari

penjuru dengan derajat aksesbilitas tinggi.

2) Zona peralihan (Transition Zone) daerah yang telah mengalami penurunan

kualitas lingkungan permukiman yang diakibatkan oleh adanya intrusi

fungsi dari CBD.

3) Zona perumahan para pekerja (Zone of Working Men’s Home), zona yang

paling banyak ditempati oleh perumahan pekerja.

4) Zona permukiman yang lebih baik (Zone of Better Residences), zona ini

dihuni oleh penduduk dengan status ekonomi menengah ke atas seperti

wirausahawan, professional, pegawai, dan sebagainya.

5) Zona penglaju (Zone of Commuters), zona ini dihuni oleh para penglaju

yaitu mereka yang bekerja di kota tapi tinggal di daerah hinterland yang

merupakan dampak sekunder dari aplikasi teknologi dibidang transportasi

dan komunikasi. Di pinggiran muncul permukiman baru yang berkualitas

tinggi sampai mewah.

Kelompok yang mengembangkan Teori Burgess

1) Teori ketinggian bangunan (Bergel)

2) Teori sektor (Hommer Hoyt)

3) Teori poros (Babcock)

4) Teori pusat kegiatan banyak (Harris dan Ullman)

5) Teori ukuran kota (Taylor)

Namun ada kelompok yang menolak Teori Burgess Davie dan Hatt dengan

alasan:

1) Ada pertentangan antara gradeints dengan zonal boundaries

2) Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan

3) Skema yang anakronistik/out of date

4) Teorinya kurang bersifat universal

Page 9: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

9

b. Teori Sektor Hommer Hoyt

Menurut Hoyt, perkembangan di daerah perkotaan tidak mengikuti zona-zona

yang teratur secara konsentris, melainkan berupa sektor-sektor. Dia juga

beranggapan bahwa daerah dengan sewa dan harga tanah rendah merupakan

jalur yang mirip dengan potongan kue tart, sehingga bentuk struktur ruang

kota tidak konsentris. Menurut Hoyt pola keruangan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Model teori sektor Hommer Hoyt

Keterangan:

1) Zona pusat daerah kegiatan perada di pusat atau tengah kota seperti halnya

dalam teori konsentris. Pada zona ini terdapat kantor, hotel, pusat

perbelanjaan, pasar, bioskop, dan sebagainya

2) Manufaktur dan grosir memanjang kearah luar dari pusat kota.

3) Di dekat atau di sekitar pusat kota terdapat zona pemukiman kelas rendah.

4) Berbatasan dengan zona permukiman kelas rendah kearah luar terdapat

zona permukiman kelas menengah.

5) Zona pemukiman kelas tinggi memanjang mulai dari pusat kota sampai ke

arah luar kota.

c. Teori Inti Berganda dari Harris dan Ullman

Harris dan Ullman mengembangkan pola keruangan kota yang membagi kota

menjadi sejumlah inti yang masing-masing berdiri sendiri. Apabila dikaitkan

antara materi sebelumnya mengenai dasar-dasar teori Von Thunen, jika teori

Von Thunen diimplikasikan terhadap teori zona dan struktur ruang kota maka

Page 10: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

10

dapat diketahui bahwa struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori

konsentris Von Thunen. Hal ini karena dalam realita tidak ada urutan-urutan

yang teratur yang dapat terjadi dalam suatu kota karena terdapat tempat-

tempat tertentu yangberfungsi sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru.

Gambar 2.3 Model inti berganda Harris dan Ullman

Keterangan:

1) Kawasan pusat bisnis

2) Pabrik-pabrik ringan

3) Pemukiman masyarakat penghasilan rendah

4) Pemukiman masyarakat penghasilan sedang

5) Pemukiman masyarakat penghasilan tinggi

6) Industri berat

7) Kawasan perdagangan pinggiran kota

8) Pemukiman pengrajin

9) Industri luar kota dengan konsepsi buruh murah, transport, tidak macet

10) Zona penglaju

Page 11: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

11

Adapun teori pendukung lain yang penulis temukan dari buku dan internet, yaitu:

d. Teori poros Babcock

Babcock mengembangkan pola keruangan kota yang membagi kota menjadi

sejumlah bagian inti yang masing-masing berdiri sendiri karena peran

transportasi dalam mempengaruhi struktur ruang kota.

Gambar 2.4 Model poros Babcock

Keterangan:

1) Central Business District (CBD)

2) Daerah transisi/jalur utama (major roads)

3) Pemukiman masyarakat penghasilan rendah

4) Pemukiman masyarakat penghasilan menengah

D. Arah Perkembangan Kota Berdasarkan Konsentrasi Perdagangan

Kota biasanya didominasi oleh penduduk non-agrikultur artinya penduduk sekitar

berrgantung pada pekerjaan sekunder dan tersier. Menurut Berry 1963 struktur

perdagangan, pekerjaan tersebut terkonsentrasi atas tiga bagian, yaitu:

1. Terpusat, dimana daerah bisnis pada daerah terpusat adalah toko yang menyediakan

kebutuhan seperti: toko sembako, dan bisnis masyarakat seperti: salon, internet, toko

bunga, dan sebagainya.

2. Bentuk pita, berorientasi pada struktur jalan yaitu jalan yang memiliki aksesibilitas

tinggi akan diikuti pembangunan pertokoan dan pusat-pusat kebutuhan masyarakat.

Sehingga tidak terlihat keteraturannya.

a. Pada jalan tipe arteri, kegiatan perdagangan akan menyerupai bentuk pita,

Page 12: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

12

b. Pada jalan tipe lokal, kegiatan perdagangan tidak berpusat sehingga semua

kegiatan tersebar, dan

c. Pada jalan tipe tradisional, kegiatan perdagangan berada sepanjang jalan.

3. Bentuk area khusus, dimana terdapat pembagian daerah seperti pertokoan, pusat

hiburan, percetakan, medis, dan lain-lain.

Page 13: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

13

BAB III

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Sejarah dan Perkembangan Kota Barus

Barus sebuah nama daerah terpencil di pesisir pantai barat Sumatera Utara.

Tetapi, sejarah daerah ini sebenarnya sangat tua, setua ketika kapal-kapal asing beribu

tahun sebelum Masehi singgah mencari kapur barus disana. Dari Barus pula, agama Islam

dan Kristen pertama-tama dikenalkan ke seluruh Nusantara. Barus atau biasa disebut

Fansur barangkali satu-satunya kota di Nusantara yang namanya telah disebut sejak awal

abad Masehi oleh literatur-literatur dalam berbagai bahasa, seperti dalam bahasa Yunani,

Siriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China, Melayu, dan Jawa.

Berita tentang kejayaan Barus sebagai bandar niaga internasional dikuatkan oleh

sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolemaus, seorang gubernur dari Kerajaan

Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir, pada abad ke-2. Di peta itu disebutkan, di

pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang

menghasilkan wewangian dari kapur barus. Diceritakan, kapur barus yang diolah dari

kayu kamfer dari Barousai itu merupakan salah satu bahan pembalseman mayat pada

zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II, atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.

Berdasakan buku Nuchbatuddar tulisan Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai

daerah awal masuknya agama Islam sekitar abad ke-7. Makam tua di kompleks

pemakaman Mahligai, Barus yang di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat

tahun 672 Masehi atau 48 Hijriah, menguatkan adanya komunitas Muslim di daerah ini

pada era itu. Dewan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun 645 Masehi

di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian. Keyakinan tersebut

didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini. Sementara itu, penjelajah

dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12 telah terdapat Gereja

Nestorian.

Penggalian arkeologi yang dilakukan oleh Daniel Perret dan kawan-kawannya

dari Ecole francaise d’Extreme-Orient (EFEO) Perancis bekerja sama dengan peneliti

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua, Barus, membuktikan pada

abad IX-XII perkampungan multietnis dari suku Tamil, China, Arab, Aceh, Jawa, Batak,

Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya juga telah ada di sana. Perkampungan

Page 14: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

14

tersebut dikabarkan sangat makmur mengingat banyaknya barang-barang berkualitas

tinggi yang ditemukan.

Pada tahun 1872, pejabat Belanda, GJJ Deutz, menemukan batu bersurat tulisan

Tamil. Tahun 1931 Prof. Dr. K.A. Nilakanta Sastri dari Universitas Madras, India,

menerjemahkannya. Menurutnya, batu bertulis itu bertahun Saka 1010 atau 1088 Masehi

di zaman pemerintahan Raja Cola yang menguasai wilayah Tamil, India Selatan. Tulisan

itu antara lain menyebutkan tentang perkumpulan dagang suku Tamil sebanyak 1.500

orang di Lobu Tua yang memiliki pasukan keamanan, aturan perdagangan, dan ketentuan

lainnya. Namun, Lobu Tua yang merupakan kawasan multietnis di Barus ditinggalkan

secara mendadak oleh penghuninya pada awal abad ke-12 sesudah kota tersebut diserang

oleh kelompok yang dinamakan Gergasi.

“Berdasarkan data tidak adanya satu benda arkeologi yang dihasilkan setelah

awal abad ke-12. Namun, para ahli sejarah sampai saat ini belum bisa mengidentifikasi

tentang sosok Gergasi ini”, papar Lucas Partanda Koestoro, Kepala Balai Arkeologi

Medan.

Dengan sedikit gambaran tadi ada 3 hal temuan yang terpenting dari Barus, yaitu:

1. Barus, kota pertama masuknya agama Kristen di Indonesia.

Sekelompok penyebar agama Kristen Sekte Nestorian dari Konstantinopel, pusat

Kerajaan Byzantium Timur, menjejakkan kakinya di Barus. Kelompok itu

diperkirakan datang sekitar tahun 600 M dan mendirikan gereja pertama di desa

Pancuran (Fansur), Barus. Tidak berapa lama berselang kemudian hari datang juga

para pedagang Arab ke Barus dan mereka membawa agama Islam ke Barus.

Menurut Prof. W.B. Sijabat, orang Kristen Nestorian telah masuk ke Barus dalam

abad VII M. Barus atau Fansur ini dicatat oleh seorang penulis Kristen Nestorian

bernama Shaik Abu Saleh al Armini dalam satu dokumen penting dalam bahasa Arab

yang ditulis dalam abad XII M dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun

1895. Di dalam dokumen ini dicatat bahwa telah ada

orang Kristen Nestorian sejak abad ke-7 di Fansur, Barus (Sijabat,

2007:34-35). Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun

645 Masehi di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian.

Keyakinan tersebut didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini.

Page 15: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

15

Sementara itu, penjelajah dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12

telah terdapat Gereja Nestorian di Barus (Kompas, 01/04-2005).

2. Barus, kota pertama masuknya agama Islam di Indonesia.

Pedagang Arab memasuki Barus sekitar 627-643 M atau sekitar tahun 1 Hijriah, dan

menyebarkan agama Islam di daerah itu. Ada juga utusan Khulafaur Rasyidin,

bernama Syekh Ismail akan ke Samudera Pasai dan singgah di Barus, sekitar tahun

634 M. Sejak itu, tercatat bangsa Arab (Islam) mendirikan koloni di Barus. Bangsa

Arab menamakan Barus dengan sebutan Fansur atau

Fansuri, misalnya oleh penulis Sulaiman pada 851 M dalam bukunya “Silsilatus

Tawarikh.” (Wanti, 2007).

Baru pada tahun 1978, sejumlah arkeolog dipimpin Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary

melakukan penelitian terhadap berbagai nisan makam yang ada di sekitar Barus. Pada

penelitian terhadap nisan Syekh Rukunuddin, arkeolog juga pengajar di Universitas

Airlangga Surabaya dan guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, meyakini

bahwa Islam sudah masuk sejak tahun 1 Hijriah. Hal itu berdasarkan pada

perhitungan yang menguatkan pendapat

sejarawan lokal Dada Meuraxa yang didukung sejumlah sejarawan lainnya bahwa

tulisan pada nisan makam Syekh Rukunuddin itu tahun 48 Hijriah. Pengukuhan itu

dikuatkan lagi dalam seminar pada 29-30 Maret 1983 di Medan menyimpulkan Barus

merupakan daerah pertama masuknya Islam di Nusantara. (Wanti, 2007).

Perhitungan masuknya Islam di Barus itu didukung pula dengan temuan 44 batu nisan

penyebar Islam di sekitar Barus bertuliskan aksara Arab dan Persia. Misalnya batu

nisan Syekh Mahmud di Papan Tinggi. Makam dengan ketinggian 200 meter di atas

permukaan laut itu, menurut Ustadz Djamaluddin Batubara,

hingga kini ada sebagian tulisannya tidak bisa diterjemahkan. Hal itu disebabkan

tulisannya merupakan aksara Persia kuno yang bercampur dengan aksara Arab.

Seorang arkeolog dan ahli kaligrafi kuno Arab dari Prancis

Prof. Dr. Ludwig Kuvi mengakui Syekh Mahmud berasal dari Hadramaut, Yaman,

merupakan ulama besar. (Wanti, 2007).

Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah

awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad 7 Masehi. Sebuah makam

kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis

Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa

Page 16: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

16

komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu (Kompas, 01/04-2005).

Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 Masehi telah ada sebuah

perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Nabi

Muhammad SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir

Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. Secara ringka dapat dipaparkan

sebagai berikut: Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama

di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal

pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam periode

Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru

melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab. Demikian

hasil temuan G.R. Tibbets yang telah melakukan penelitian dengan tekun. Temuan ini

diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah

Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok

bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini

sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan

orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga

menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat

sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika (Ridyasmara, 2006).

3. Barus, kota tertua di Indonesia.

Barus amat mungkin merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota

di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh

literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.

Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus,

salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada

abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat

sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan

wewangian dari kapur barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur

barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk

digunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II

atau sekitar 5. 000 thn Sebelum Masehi (Kompas, 01/04-2005).

Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO)

Prancis bekerjasama dengan peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di

Lobu Tua, Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus

Page 17: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

17

telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti

Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak,

Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya. Tim tersebut menemukan banyak

benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan tahun dan ini menandakan

dahulu kala kehidupan di Barus sangatlah makmur (Kompas, 01/04-2005).

Prasasti yang ditemukan di Lobu Tua, Barus dibuat tahun 1088 dalam bahasa Tamil.

Prasasti itu menyebutkan bahwa paling sedikit semenjak abad ke-11, telah bermukim

di kota Barus sebuah koloni bangsa Tamil. Menurut batu Lobutua itu, mereka

tergabung dalam sebuah perusahaan, terkenal dengan nama ”kelompok 500″ yang

tidak asing lagi bagi orang-orang India waktu itu.

Perusahaan swasta yang mereka wakili, merupakan perusahaan dagang cuku kuat,

merdeka dalam tindakan dan tidak gampang tunduk pada salah satu raja yang

berkuasa di sekitar Barus. Mereka yang berdiam di Barus inilah yang membeli

beberapa hasil dari rakyat (terpenting tentu saja kapur barus) untuk diekspor ke luar

negeri (Kompas, 01/04-2005).

Sebagai pelabuhan niaga samudera, Barus (Lobu Tua) diperkirakan sudah ada sejak

3.000 tahun sebelum Masehi. Bahkan, ada memperkirakan lebih jauh dari itu sekitar

5.000 tahun SM. Perkiraan akhir itu, didasarkan pada temuan bahan pengawet dari

berbagai mummy Fir’aun Mesir Kuno salah satu pengawetnya

menggunakan kamfer atau kapur Barus.

Getah kayu kamfer yang paling baik kualitasnya, kala itu hanya ditemukan di sekitar

Barus. Sejarawan era kemerdekaan Prof. Mr. Mohamad. Yamin, SH memperkirakan

perdagangan rempah-rempah di antaranya kamfer, sudah dilakukan pedagang

Nusantara sejak 6.000 tahun lalu ke berbagai penjuru dunia. Lebih ke depan dari

perkiraan itu, berdasarkan arsip-arsip tua berasal dari kitab suci.

Misalnya dalam Perjanjian Lama, menceritakan Raja Salomo memerintahkan

rakyatnya melakukan perdagangan dan membeli rempah-rempah hingga ke Ophir.

Ophir patut diduga sebagai Lobu Tua, Barus. Peradaban lain sempat menyentuh

emporium Barus, adalah Yunani yang diperkirakan para pedagangnya mengunjungi

Barus di awal-awal Masehi. Seorang pengembara Yunani, Claudius Ptolomeus,

mencatat perjalanannya hingga ke Barousai, sekitar tahun 70 Masehi.

Pencatat sejarah Yunani itu menyebutkan bahwa selain pedagang Yunani, pedagang

Venesia, India, Arab dan Tiongkok juga lalu lalang ke Barus untuk mendapatkan

rempah-rempah (Waspada, 26/06-2007).

Page 18: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

18

Di atas telah dikemukakan bukti-bukti tentang 3 hal penting tadi. Pertama, bahwa

Barus adalah kota pertama masuknya agama Kristen di Indonesia. Kedua, bahwa Barus

adalah kota pertama masuknya agama Islam di Indonesia. Dan Ketiga, bahwa barus

adalah kota tertua di Indonesia.

Setelah ditinggalkan oleh komunitas multietnis tersebut, Barus kemudian dihuni

oleh orang-orang Batak yang datang dari kawasan sebelah utara kota ini. Situs Bukit

Hasang merupakan situs Barus yang berkembang sesudah penghancuran Lobu Tua.

Sampai misi dagang Portugis dan Belanda masuk, peran Barus yang saat itu telah

dikuasai raja-raja Batak sebenarnya masih dianggap menonjol sehingga menjadi rebutan

kedua penjajah dari Eropa tersebut. Penjelajah Portugis, Tome Pires yang melakukan

perjalanan ke Barus awal abad ke-16 mencatat Barus sebagai pelabuhan yang ramai dan

makmur.

“Kami sekarang harus bercerita tentang Kerajaan Barus yang sangat kaya itu,

yang juga dinamakan Panchur atau Pansur. Orang Gujarat menamakannya Panchur, juga

bangsa Parsi, Arab, Bengali, Keling. Di Sumatera namanya Baros (Baruus). Yang

dibicarakan ini satu kerajaan, bukan dua”, demikian catatan Pires.

Tahun 1550, Belanda berhasil merebut hegemoni perdagangan di daerah Barus.

Dan pada tahun 1618, VOC, kongsi dagang Belanda, mendapatkan hak istimewa

perdagangan dari raja-raja Barus, melebihi hak yang diberikan kepada bangsa China,

India, Persia, dan Mesir. Belakangan, hegemoni Belanda ini menyebabkan pedagang dari

daerah lain menyingkir. Dan sepak terjang Belanda juga mulai merugikan penduduk dan

raja-raja Barus sehingga memunculkan perselisihan. Tahun 1694, Raja Barus Mudik

menyerang kedudukan VOC di Pasar Barus sehingga banyak korban tewas. Raja Barus

Mudik bernama Munawarsyah alias Minuassa kemudian ditangkap Belanda, lalu

diasingkan ke Singkil, Aceh.

Perlawanan rakyat terhadap Belanda dilanjutkan di bawah pimpinan Panglima

Saidi Marah. Gubernur Jenderal Belanda di Batavia kemudian mengirim perwira

andalannya, Letnan Kolonel Johan Jacob Roeps, ke Barus. Pada tahun 1840, Letkol

Roeps berhasil ditewaskan pasukan Saidi Marah, yang bergabung dengan pasukan Aceh

dan pasukan Raja Sisingamangaraja dari wilayah utara Barus Raya. Namun, pamor Barus

sudah telanjur menurun karena saat Barus diselimuti konflik, para pedagang beralih ke

pelabuhan Sunda Kelapa, Surabaya, dan Makassar. Sementara, pedagang-pedagang dari

Inggris memilih mengangkut hasil bumi dari pelabuhan Sibolga.

Page 19: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

19

Barus semakin tenggelam saat Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada permulaan

abad ke-17. Kerajaan baru tersebut membangun pelabuhan yang lebih strategis untuk

jalur perdagangan, yaitu di pantai timur Sumatera, berhadapan dengan Selat Melaka.

Pesatnya teknologi pembuatan kapur barus sintetis di Eropa juga dianggap

sebagai salah satu faktor memudarnya Barus dalam peta perdagangan dunia. Pada awal

abad ke-18, Barus benar-benar tenggelam dan menjadi pelabuhan sunyi yang terpencil.

Kehancuran Barus kian jelas ketika pada tanggal 29 Desember 1948, kota ini

dibumihanguskan oleh pejuang kemerdekaan Indonesia karena Belanda yang telah

menguasai Sibolga dikabarkan akan segera menuju Barus. Barus yang berjarak 414 km

dari Medan benar-benar dilupakan. Pemerintah lebih tertarik mengembangkan

perdagangan di kawasan pantai timur Sumatera, khususnya di sekitar Selat Malaka,

dengan pusatnya di Batam dan Medan.

Dominasi pembangunan pantai timur ini bisa dilihat pengiriman hasil bumi dari

pedalaman pantai barat Sumatera yang harus melalui jalur darat untuk kemudian dibawa

dengan kapal dari pelabuhan Belawan, Medan. Sedangkan untuk melayani arus

perdagangan skala lokal di kawasan pantai barat Sumatera, pemerintah lebih tertarik

mengembangkan pelabuhan yang lebih baru seperti Singkil di utara dan Sibolga di

selatan. Kehebatan Barus sebagai bandar internasional benar-benar dilupakan.

Kini, Barus tak lebih dari kota kecamatan lain di daerah pinggiran yang hamper

tak tersentuh roda pembangunan. Sebagian warganya meninggalkan desa, mencari

pekerjaan atau pendidikan di luar daerah.

Sebelum kemerdekaan R.I, wilayah Barus meliputi daerah-daerah yang berada di

Kecamatan Barus, Manduamas, Sirandorung, Andam Dewi, Sosorgadong, Kecamatan

Sorkam, Sorkam Barat dan Kolang yang sekarang masuk ke dalam daerah Kabupaten

Tapanuli Tengah. Seterusnya Kecamatan Pakkat, Parlilitan, Tara Bintang dan Onan

Ganjang yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan. Sebagian

daerah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam di Propinsi Aceh. Daerah Barus

dulunya dikenal dengan nama Barus Raya. Wilayah Barus Raya terdiri atas:

1. Barus Kota, meliputi Dewan Negeri Barus, Kota Barus, Barus Mudik, Tukka

Holbung, Dewan Negeri Pasaribu Dolok berikut desa-desanya antara lain, Kinali,

Ladang Tengah, Ladang Baru, Lobu Tua, Uratan, Rina Bolak, Sirami-ramian, Sogar,

Pangaribuan, Parik Sinomba, Sihorbo, Purba Tua, Aek Dakka, Siharbangan,

Pananggahan, Bukit Hasang, Patupangan, Sigambo-gambo, Kadei Gadang, dll.

Page 20: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

20

2. Barus Timur terdiri dari Dewan Negeri Sorkam, Sorkam kanan, Sorkam kiri, Pasar

Sorkam, Bottot, Teluk Roban, Pahieme, Bukkit, Pagaran-Tombak, Riana Bidang,

Pasaribu Tobing, Gotting Mahe, Hurlang dengan ibu kotanya Kolang, Sipakpahi, dan

lain-lain.

3. Barus Utara meliputi Dewan Nagari Tukka Dolok, Kecamatan Pakkat, Kecamatan

Parlilitan dan Onan Ganjang (di Tapanuli Utara, Negeri Siranggason Negeri

Simanullang, Negeri Rambe, berikut desa-desanya antara lain Batu Gaja Siantar-

sitanduk, Situbu-tubu, Tara Bintang, Aek Riman, Sibua kare, Huta Ambasang,

Sigalapang, Aek Sopang, Tolping, Siambaton Julu, Temba, Arbaan, Parbotihan,

Sanggaran, Huta Julu, Sihikkit, Banuarea, Sijarango, Sitonong, Sampean, Kalasan,

Pusuk, dan lain-lain.

4. Barus Barat, terdiri dari Dewan Negeri Siambaton Napa, Manduamas, Gosong-

Telaga, Laebutar, Singkil Baru (Suraya) berikut desa-desanya antara lain Pardomuan,

Tumba, Binjohara, Pagaran-Pinang, Saragih, Purti, Balno, Rimau, Oboh,

Runding,Tambisi, Sikoran, Napagalu, Bistang, Pangkalan Surambi, Lipek Kajang,

Pakkiraman, Sirimo-Bunga-Tolu, Kampung Keras, Lae Gambir, Bonang, Siteraju,

Namasondol, Suro, Uruk-datar, Tanjung Mas, Subulussalam, dan dll.

5. Barus Selatan adalah samudera Indonesia yang didepannya ada Pulau Mursala, Pulau

Sorkam, Pulau Panei, Pulau Karang, Ulak Bumi, Pulau Lipan, Pulau Mangki-

Gadang, Pulau Panjang, Pulau Sarok, dan Pulau Sikandang. Luas wilayah Barus Raya

diperkirakan lebih dari 400.000 ha, memanjang sepanjang pantai Barat Sumatera,

antara Muara Kolang di Tenggara sampai muara sungai Simpang Kanan. Sungai-

sungainya yang terbesar antara lain, Aek Raisan melintas di negeri Kolang, Aek

Sibondong, hulunya Kota Dolok Sanggul di Humbang Hasundutan dan bermuara di

Pasar Sorkam.

Pada Juni 1946 melalui sidang Komite Nasional Daerah Keresidenan Tapanuli,

dibentuklah Kabupaten Sibolga/Tapanuli Tengah. Seiring itu pula di Tapanuli Tengah

mulai dibentuk kecamatan-kecamatan untuk menggantikan sistem Pemerintahan Onder

Distrik Afdeling. Sibolga adalah kecamatan yang pertama kali dibentuk, menyusul Lumut

dan Barus. Dengan demikian pada waktu itu status Barus resmi menjadi sebuah

Kecamatan. Dengan sendirinya wilayah Barus Raya sudah terbagi-bagi sesuai ketentuan

yang berlaku pada saat itu. Adapun Sorkam masih dalam wilayah Kecamatan Barus.

Dengan Undang-Undang darurat no. 7 Tahun 1956, di Sumatera Utara dibentuklah daerah

Page 21: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

21

otonom kabupaten, termasuk Tapanuli Tengah. Melalui undang-undang itu juga Sibolga

menjadi Kota Praja. Terpisahnya Sorkam dari Kecamatan Barus didasarkan adanya

ketentuan yang menyatakan bahwa setiap kabupaten harus mempunyai dua kewedanaan

dan satu kewedanaan minimal harus dua Kecamatan. Wedana Barus terdiri dari

Kecamatan Barus dan Kecamatan Sorkam. Berdasarkan PP No. 35 /1992 tanggal 13 Juli

1992 tentang pembentukan 18 kecamatan yang ada di Sumatera Utara, maka Kabupaten

Tapanuli Tengah mendapat 2 daerah pemekaran yakni Kecamatan Manduamas yang

merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Barus dan Kecamatan Kolang hasil

pemekaran dari Kecamatan Sibolga. Sesuai dengan perkembangan pemekaran wilayah

yang terjadi di seluruh Indonesia, maka Kecamatan Barus pun dimekarkan berkali-kali.

Dalam berberapa tahun saja menjadi kecamatan, Manduamas dimekarkan menjadi dua

kecamatan yakni Kecamatan Manduamas dan Kecamatan Sirandorung. Sementara

Kecamatan Barus dimekarkan lagi menjadi beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Barus,

Kecamatan Sosorgadong, Kecamatan Andam Dewi dan Kecamatan Barus Utara.

Setelah Sorkam lepas dari Barus, maka Kecamatan Barus sebelum dimekarkan

mempunyai banyak nama desa dan kelurahan sebagai berikut: Sibintang, Barangbang,

Sosorgadong (yang kemudian menjadi nama kecamatan tersendiri), Siantar CA, Muara

Bolak, Siantar Dolok, uta Tombak, Unte Boang, Purba Tua, Huta Ginjang, Sijungkang,

Pariksinomba, Sihorbo, Pananggahan, Kade Gadang, Sigambo-gambo, Kampung Solok,

Pasar Terandam, Kinali, Kelurahan Pasar Batu Gerigis, Gabungan Hasang, Patupangan,

Ujung Batu, Kelurahan Padang Masiang, Sawah Lamo, Ladang Tengah, Labu Tuo,

Uratan, Kampung Mudik, Aek Dakka, Bondar Sihudon, Rina Bolak, Sosorgonting,

Sirami-ramian, Pangaribuan, Sogar, Sigolang, Pasar Onan Manduamas (sekarang menjadi

ibukota Kecamatan Manduamas), Simpang III/Lae Bingke, Manduamas Lama,Siordang,

Saragih, Pardomuan, Tumba CA, Sigolang, Binjohara dan Simpang Maruhur.

Page 22: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

22

B. Profil Kota Barus

Gambar 3.1 Lambang Tapanuli Tengah

Gambar 3.2 Kota Barus dalam Peta Propinsi Sumatera Utara

1. Pemerintahan

Dasar hukum pembentukan Kota Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah,

Sumatera Utara berdasarkan undang-undang provinsi, kabupaten, dan kota di

Indonesia No.1204 Tapanuli Tengah UU RI No.07/DRT/1956/Pandan.

Dikarenakan pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru

semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember 2008 telah

terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan

35 kota. Dengan demikian total jumlahnya mencapai 524 daerah otonom yang terdiri

dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Rencananya Kota Barus akan

Page 23: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

23

dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Tengah dengan nama Kabupaten Barus Raya

dengan Pusat Pemerintahan di Kota Barus. (www.bps.go.id)

2. Letak Geografis

Untuk menentukan keadaan letak geografis dengan pendekatan astronomi

suatu daerah yang didasarkan kepada letak lintang dan bujurnya maka wilayah Barus

terletak berada di antara 10 26-20 11 Lintang Utara dan 910-980 53 Bujur Timur.

Sebelum pemekaran Kecamatan Barus berbatasan langsung dengan Provinsi Aceh

dan Kabupaten Tapanuli Utara. Setelah pemekaran maka Kecamatan Barus

berbatasan dengan :

Sebelah Timur dengan Kecamatan Sosorgadong Sebelah Selatan dengan

Samudera Indonesia (Lautan Hindia) Sebelah Barat Kecamatan Andam Dewi

Sebelah Utara Kecamtan Barus Utara

Kecamatan Barus mempunyai 2 Kelurahan dan beberapa desa. Kelurahannya

adalah Pasar Batu Gerigis dan Padang Masiang. Kedua kelurahan ini mempunyai

fungsi dan kedudukan masing-masing. Kelurahan Pasar Batu Gerigis yang

letaknya langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia menjadi pusat

perdagangan dan jasa. Di kelurahan ini berdiri gedung pusat perdagangan dan

pertokoan. Gedung perkantoran lainnya adalah Kantor Pos dan Bank Sumut. Di

Kelurahan Pasar Batu Gerigis berdiri pula Gedung SD, SMP Muhammadiyah

tepat di Jl. R.A. Kartini. Bidang Jasa daerah ini merupakan pusat jasa angkutan ke

luar wilayah Kecamatan Barus. Stasiun atau agen angkutan umum penumpang

pusatnya di sekitar Jl. K.H. Zainul Arifin. Angkutan yang dilayani adalah Tujuan

Medan, Sibolga, P.Sidempuan, Dolok Sanggul dan Singkil. Kalau sudah menjadi

sentral pengangkutan umum, tentu disana juga terdapat penginapan dan rumah-

rumah makan.

Sementara di Kelurahan Padang Masiang merupakan pusat pemerintahan dan

pendidikan. Di kelurahan ini berdiri gedung-gedung perkantoran di antaranya

Kantor Camat Kecamatan Barus, Kapolsek, Koramil, PLN, BRI, Telkom,

Puskesmas dan Kantor KUA. Gedung lain yang berdiri yakni SD Negeri, SMP

Negeri 1, SMA Negeri 1, Madrasah Aliyah Negeri, Perguruan N.U,, Sekolah

Tinggi Ilmu Keguruan dan Sekolah Tinggi HISIBA.

Page 24: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

24

Di antara kelurahan dan desa-desa yang berada di Kecamatan Barus masing-

masing mempunyai areal pertanahan yang digunakan oleh penduduknya. Tanah-

tanah tersebut tergolong subur dan ditumbuhi oleh pepohonan dari berbagai jenis

seperti pohon kelapa sepanjang pantai Samudra Indonesia. Pemanfatan tanah di

Kecamatan Barus terdiri dari perkampungan penduduk, persawahan, ladang,

kolam, rawa-rawa dan lain-lain.

Pengungkapan secara singkat tentang letak geografis disuatu daerah memahamkan

bahwa Kecamatan Barus salah satu wilayah di Kabupaten Tapanuli Tengah.

Adapun jarak antara Barus dengan ibukota kabupaten, Kota Pandan berkisar ± 75

km yang ditempuh rata-rata lama perjalanan ± 2,5 jam untuk pemakai kenderaan

roda empat dan dua.

Daerah yang padat penduduknya adalah Kelurahan Pasar Batu Gerigis dan Desa

Pasar Terandam.

3. Agama dan Etnis

Di Kecamatan Barus tiga agama di dunia yakni Islam, Kristen Protestan dan

Kristen Katolik hidup berdampingan. Penduduk Kecamatan Barus didiami Etnis

Pesisir yang mayoritas beragama Islam. Bentuk keyakinan lain adalah

kepercayaan Parmalim yang merupakan agama nenek moyang suku Batak.

Etnis Pesisir mempunyai ragam budaya dan bahasa tersendiri. Berkenaan dengan

pembagian etnis dimiliki penduduk melahirkan suatu ke-Bhinneka Tunggal Ika

an. Demikian di Kecamatan Barus, Etnis Pesisir hidup berdampingan dengan

Etnis Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Aceh, Pakpak, Nias, Bugis dan

Jawa. Kendatipun demikian keturunan Arab, India dan China masih terdapat di

Kecamatan Barus.

Penduduk Kecamatan Barus yang beretnis Pesisir umumnya mempunyai marga

sesuai dengan suku induknya. Masyarakatnya banyak yang bermarga Batak

seperti : Pasaribu, Sinaga, Sinambela, Tarihoran, Sitanggang, Sihombing,

Tanjung, Pohan, Samosir, Limbong dan lain-lain. Ada juga yang bermarga

Mandailing seperti Nasution, Lubis, Batubara, Matondang dan bersuku Minang di

antaranya Chaniago. Dari Etnis Nias ada marga Harefa, Lase. Begitu juga dari

marga Pakpak yakni Gaja, Tumanggor dan lain-lain.

Page 25: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

25

Dengan adanya berbagai etnis ini maka penggalangan persatuan dan kesatuan

dapat terbina dengan baik. Banyaknya etnis di Kecamatan Barus kemungkinan

besar tidak terlepas dari julukan “Kota Tua”. Sebagaimana diketahui bahwa

Barus dulunya merupakan pelabuhan internasional yang disinggahi berbagai etnis

dan suku bangsa di dunia untuk mendapatkan kapur barus dan rempah-rempah.

4. Perekonomian

Untuk menunjang kehidupan yang layak maka perekonomian sangat menentukan

tingkat kemakmuran suatu daerah. Di Kecamatan Barus mata pencarian

masyarakatnya sebagai tulang punggung penunjang kehidupan yang layak tersebut.

Profesi masyarakatnya ada yang menjadi nelayan, pegawai, petani dan berdagang.

Mata pencarian ini dapat dibagi menjadi berbagai sektor di antaranya sektor perikanan

atau kelautan, sektor perindustrian, sektor jasa dan perdagangan.

a. Perikanan

Sebagai daerah yang langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia, maka

penduduk Kecamatan Barus banyak yang menjadi nelayan. Umumnya nelayan di

Kecamatan Barus sangat bergantung dari hasil perikanan laut. Desa yang menjadi

pusat transaksi hasil laut tersebut berada di Desa Pasar Terandam atau Kualo

(istilah masyarakat setempat) dan Desa Kade Gadang. Kualo menjadi pusat

kegiatan nelayan, tempat ini dilengkapi dengan pelelangan ikan. Pelabuhan Kualo

yang berada di Desa Pasar Terandam merupakan kawasan yang paling aktif di

Barus. Di antara kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan, terdapat pula

pembuatan kapal bot, pembuatan es, kenderaan pengangkutan ikan segar ke

ibukota Propinsi Sumatera Utara, Medan, ke Sibolga, Padang, Dolok Sanggul dan

daerah lainnya. Penjualan ikan yang murah di daerah Barus di jajakan oleh

pedagang keliling bersepeda atau kenderaan sepeda motor. Masyarakat setempat

menyebutnya pangalong-along. Penjual ikan pun ada pada hari onan (pekan) di

hari Rabu dan Sabtu. Sebagai sarana angkutan atau tempat bagi nelayan untuk

menangkap ikan maka diperlukan kapal motor angkut yang biasa disebut ”BOT”

yang berjumlah ratusan buah, terbuat dari kayu meranti dan kayu kapur yang

dibawa dari Pulau Mursala terdapat di lepas pantai Sibolga. Kapal motor ini terdiri

dari badan, satu ruangan kabin yang sederhana satu motor penggerak yang dapat

mengangkut antara 170 hingga 280 m 3. Di samping Bot para nelayan juga

memberdayakan sarana angkutan perahu jongkong (jukung), perahu papan

Page 26: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

26

(biduk), motor tempel (sitempel), bagan tancap dan bagan perahu. Untuk

menunjang sarana perlengkapan angkutan dan tempat maka para nelayan

memakai peralatan penangkapan berupa jaring atau pukat. Di daerah Barus

sekitarnya terdapatlah pukat payang, pukat pantai/dogal, pukat kantong,

perangkap bubu, rawai, pancing, jaring insang tetap, jaring lingkar dan jaring

insang hayut.Selain melaut, para nelayan pun mempunyai kegiatan lain seperti

pembuatan keranjang, perbaikan jaring dan tempat penjemuran ikan.

b. Pertanian

Selain nelayan, masyarakat Barus mempunyai penghasilan dari hasi pertanian.

Wilayahnya terdapat hamparan sawah yang ditanami padi. Hasil panen padi

diperlukan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh karena tanah

persawahannya kebanyakan mengharapkan air hujuan, maka selesai panen

masyarakatnya tak dapat berbuat banyak untuk membuat hasil lain.

c. Industri

Di Kecamatan Barus berkembang industri kecil menengah yang dikelola secara

perorangan. Industri itu di antaranya pengasinan ikan, kilang es batu, kilang kopi,

industri pembuatan stroop (siriu), kerupuk, anyaman daun pandan.

d. Jasa

Pandai besi, bengkel mobil, bengkel sepeda motor, reperasi sepeda, cas batrey,

tambal ban, fotocopy, salon, tukang foto, reperasi radio/TV, bengkel perahu,

bengkel las, pertukangan perabot rumah tangga, pembuatan batako, galangan

kapal. Jasa angkutan, jasa penginapan (hotel) dan rumah makan. Di Kecamatan

Barus terdapat berbagai penginapan yakni Hotel Fasyuri terletak di Jl. A. Yani

Barus, dan penginapan Pesanggarahan di Kelurahan Padang Masing.

e. Perdagangan

Masyarakat yang berprofesi menjadi pedagang umumnya berdomisili di

Keluarahan Pasar Batu Gerigis. Kegiatan jual beli dilaksanakan di onan (pasar)

yang terjadi di Hari Rabu dan Sabtu. Para pedagang berdatangan dari luar Barus.

Pedagang sayur-sayuran datang dari Dolok Sanggul, Pakkat. Sementara untuk

kebutuhan sehari-hari disediakan masyarakat setempat. Hari Rabu dan Sabtu

merupakan hari Sibuk bagi bagi masyarakat Barus. Pedagang bahan material

bangunan, pedagang pakaian menempati kios-kios. Sementara pedagang sayur

mayur berjualan di kaki lima.

Page 27: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

27

5. Potensi Wisata

Gambar 3.3 Objek Wisata Sejarah Makam Mahligai dan Papan Tinggi

a. Daerah Barus sekitarnya ditinjau dari segala aspek mempunyai potensi yang

sangat besar terutama potensi pariwisatanya. Sektor pariwisata bahari dan

keindahan alam lainnya. Hal ini didukung dengan kondisi alam dan masyarakat

Barus yang ramah tamah serta banyak objek wisata yang tersebar di wilayahnya.

Objek wisata pantai adalah merupakan primadona tersendiri yang dimiliki Barus.

Disamping itu Kecamatan Barus juga memiliki objek wisata sejarah berupa

Benteng Portugis dan makam-makam kuno yang merupakan makam para

penyebar agama Islam tempo dulu. Makam yang terkenal adalah Makam Mahligai

dan Papan Tinggi. Sayangnya potensi wisata di Kecamatan Barus belum betul-

betul dimanfaatkan menjadi daerah tujuan wisata sehingga banyak yang terlantar

belum dikelolah sebagaimana mestinya.

b. Untuk mendukung para wisatawan yang akan berkunjung ke Barus, maka

pelancong dapat menggunakan pesawat udara dari Jakarta ke kota Medan, dari

Medan dapat menggunakan angkutan darat langsung menuju Barus. Bus yang

melayani trayek Medan-Barus di antaranya CV. Sampri yang beralamat Jl. Jamin

Ginting Medan arah ke Brastagi. Atau menggunakan pesawat udara ke Sibolga

lewat Bandara Pinangsori, selama 30 menit, dari Sibolga membutuhkan ± 2,5 jam

perjalanan lagi menuju Barus. Tujuan ke Barus dapat juga menggunakan travel

minibus dari Medan menuju Sibolga selama 7-8 jam. Angkutan yang melayani

Medan-Sibolga banyak di antaranya CV Simpati, CV Sibuluan Indah beralamat Jl.

SM.Raja Medan. Sekarang sudah ada jasa travel jenis kijang kapsul dari Medan

menuju Barus yakni CV. Barus Indah, Inda Taxi, Aulia Travel dan CV. Putra

Barus Travel yang beralamat di Jl. pancing no. 231 A depan kantor gubernur lama

kota Medan.

Page 28: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

28

Bagi yang mempunyai kendaraan pribadi untuk berkunjung ke Barus melalui jalan

darat: Dari Medan – Parapat – Balige - Siborong-borong – Dolok Sanggul – Barus

atau Medan – Brastagi – Kabanjahe – Sidikalang – Dolok Sanggul – Barus. Dapat

juga melalui rute Medan – Parapat – Balige - Tarutung – Sibolga - Barus.

Page 29: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

29

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisis Sejarah Terbentuknya Kota Barus Berdasarkan Teori Pokok Asal-Usul

Kota Tradisional

Berdasarkan 3 pokok teori asal-usul kota tradisional yang telah diuraikan di bab

II. Kota Barus menganut dua teori: yang pertama teori No.2, yaitu Pendekatan Ekonomi

dalam Kota. “Dikenal sebagai trade thesis, yang dikembangkan oleh seorang ahli

sosiologi perkotaan Jane Jacobs (The Economy of Cities, 1970). Teori ini mengemukakan

bahwa faktor perdagangan menjadi kriteria yang paling utama dalam perubahan

permukiman pedesaan menjadi perkotaan. Dalam teori ini diyakini bahwa lokasi serta

hubungan dengan lingkungannya menjadi faktor yang paling strategis dalam

perkembangan kota. Dalam teori ini kota pada umumnya terbentuk ditengah-tengah

perdagangan”.

Dalam teori ini masyarakat berkembang dan dikenal karena adanya bukti sejarah

perdagangan kapur barus dan mengukuhkan Kota Barus sebagai pelabuhan niaga

internasional. Hal ini dapat kita ketahui karena kondisi geografis Kota Barus yang

berbatasan langsung dengan Pantai Barat Sumatera sehingga sangat memungkinkan

banyak kedatangan pedagang dari berbagai negara.

Namun kemudian Kota Barus tidak sekedar kota yang maju karena

perdagangannya, tetapi juga karena masuknya agama, sehingga penulis juga merasa

bahwa Kota Barus juga menganut teori asal-usul kota tradisional No.3, yaitu Pendekatan

Ideologi dalam Kota. “Dikenal sebagai The religious-symbolic thesis yang

dikembangkan oleh seorang ahli sejarah kota Lewis Mumford (The City In History, 1965).

Teori ini mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan perubahan permukiman

pedesaan menjadi perkotaan adalah budaya yang diekspresikan secara reliji-simbolik.

Dalam teori ini dikemukakan bahwa dalam kedua teori sebelumnya belum memasukan

faktor-faktor yang bersifat tidak fisik (non material factors) yang amat penting kedalam

proses perkembangan kota”.

Dalam teori ini masyarakat Kota Barus berkembang dan dikenal karena adanya

bukti sejarah masuknya agama Islam pada abad 627-643 M melalui pedagang Arab dan

Page 30: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

30

agama Kristen pada abad 600 M melalui Sekte Nestorian pertama kali di pulau Sumatera

bahkan di Indonesia.

B. Analisis Pola Struktur Ruang Kota Barus

Analisis perkembangan Kota Barus dapat kita lihat berdasarkan pola struktur

ruang/lahan kota seperti yang dijelaskan pada bab ii. Jadi berdasarkan pendekatan ekologi

Kota Barus termasuk dalam model Teori Inti Berganda dari Harris dan Ullman.

“Harris dan Ullman mengembangkan pola keruangan kota yang membagi kota menjadi

sejumlah inti yang masing-masing berdiri sendiri. Apabila dikaitkan antara materi

sebelumnya mengenai dasar-dasar teori Von Thunen, jika teori Von Thunen

diimplikasikan terhadap teori zona dan struktur ruang kotamaka dapat diketahui bahwa

struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris Von Thunen. Hal ini

karena dalam realita tidak ada urutan-urutan yang teratur yang dapat terjadi dalam suatu

kota karena terdapat tempat-tempat tertentu yangberfungsi sebagai inti kota dan pusat

pertumbuhan baru”.

Gambar 4.1 Model inti ganda

Keterangan:

1) Kawasan pusat bisnis

2) Pabrik-pabrik ringan

3) Pemukiman masyarakat penghasilan rendah

4) Pemukiman masyarakat penghasilan sedang

5) Pemukiman masyarakat penghasilan tinggi

Page 31: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

31

6) Industri berat

7) Kawasan perdagangan pinggiran kota

8) Pemukiman pengrajin

9) Industri luar kota dengan konsepsi buruh murah, transport, tidak macet

10) Zona penglaju

Alasan memilih model sektor ini adalah karena Kota Barus sesuai dengan

point-point yang disebutkan diatas antara lain:

1) Ini dikarenakan Kota Barus adalah salah satu bagian dari Kabupaten

Tapanuli Tengah dimana pusat pemerintahannya (Kantor Bupati) berada di

kota Pandan, sekitar ± 2,5 jam dari Kota Barus.

2) Pabrik-pabrik ringan juga kebanyakan berada di Kota Pandan

3) Pemukiman masyarakat penghasilan rendah umumnya tinggal dekat

dengan daerah pantai atau di sekitar pantai

4) Pemukiman masyarakat penghasilan sedang umumnya tinggal tidak begitu

dekat dengan daerah pantai walaupun masih di sekitar pantai

Gambar 4.2 Pola struktur ruang kota

JALAN DI KOTA BARUS

Page 32: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

32

5) Pemukiman masyarakat penghasilan tinggi umumnya tinggal tidak begitu

dekat dengan daerah pantai kebanyakan berhadapan langsung dengan jalan

utama kota

6) Industri berat daerah ini adalah tempat penjemuran ikan, empat pembuatan

ikan asin

7) Kawasan perdagangan terletaka di pinggiran kota

8) Pemukiman pengrajin

9) Industri luar kota dengan konsepsi buruh murah, transport, tidak macet

10) Zona penglaju disini adalah Ibukota Kabupaten yaitu Kota Pandan

C. Analisis Perkembangan Kota Barus Berdasarkan Konsentrasi Perdagangan

Dilihat pada saat ini masyarakat Kota Barus kebanyakan masih bekerja sebagai

nelayan dan petani (agrikultur) karena sepanjang jalan menuju kota barus masih banyak

terbentang sawah-sawah masyarakat. Tetapi tetap ada perubahan atau perkembangan

meskipun sangat kecil biasanya berasal dari masyarakat pendatang yang memiliki

pekerjaan sekunder dan tersier, sehingga walaupun kenyatakan di lapangan tidak persis

seperti itu namun dari semua teori No.2 lebih mendekati.

Bentuk pita, berorientasi pada struktur jalan yaitu jalan yang memiliki

aksesibilitas tinggi akan diikuti pembangunan pertokoan dan pusat-pusat kebutuhan

masyarakat. Sehingga tidak terlihat keteraturannya:

a. Pada jalan tipe arteri, kegiatan perdagangan akan menyerupai bentuk pita,

b. Pada jalan tipe lokal, kegiatan perdagangan tidak berpusat sehingga semua

kegiatan tersebar, dan

c. Pada jalan tipe tradisional, kegiatan perdagangan berada sepanjang jalan.

Alasan memilih model ini adalah karena menurut saya Kota Barus antara lain:

Kebanyakan kegiatan perdagangan terdapat di pinggir jalan, ini dikarenakan tidak

adanya pasar yang dijadikan pusat perbelanjaan masyarakat setempat. Apalagi jika hari

Rabu dan Sabtu, penduduk sekitar menyebut hari Onan (hari Pekan/Pasar). Jadi semua

hasil perkebunan atau barang-barang dari daerah sekitar dijual disepanjang pinggir jalan

sehingga terlihat menumpuk dan jalan menyempit karena kiri-kanan badan jalan

digunakan berjualan. Adapun kegiatan jual-beli lainnya misalnya jual-beli ikan, para

pedagang atau pembeli langsung mengadakan tawar-menawar di sekitar pinggiran laut.

Page 33: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

33

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis pokok teori asal-usul kota tradisional, Kota Barus menganut dua

teori yaitu Pendekatan Ekonomi dalam Kota dan Pendekatan Ideologi dalam

Kota.

2. Berdasarkan analisis pola struktur ruang kota, Kota Barus menganut Teori Inti

Berganda dari Harris dan Ullman.

3. Berdasarkan analisis perkembangan kota berdasarkan konsentrasi perdagangan, Kota

Barus menganut Bentuk pita, berorientasi pada struktur jalan yaitu jalan yang

memiliki aksesibilitas tinggi akan diikuti pembangunan pertokoan dan pusat-pusat

kebutuhan masyarakat. Sehingga tidak terlihat keteraturannya.

B. Saran

Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan laporan ini karena informasi

berupa alamat website dan buku-buku yang membahas sangat sulit didapatkan dan juga

karena Kota Barus masih merupakan kecamatan. Dikarenakan belum adanya kesadaran

dari warga dan pemerintah setempat untuk membangunan daerah juga dikarenakan

minimnya masyarakat yang berpendidikan ataupun yang mengerti sejarah sehingga sulit

untuk dipublikasi secara nasional. Hal ini yang menyebabkan sulitnya Kota Barus untuk

dianalisis. Semoga saja tahun-tahun ke depan tumbuh kesadaran pemerintah untuk

membangun dan menciptakan Kota Barus lebih maju lagi sehingga sejarah Kota Barus

sebagai pelabuhan niaga internasional kembali terjadi.

Page 34: Perencanaan Wilayah dan Perkotaan

34

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Abdull Mukti, 1979/1980. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949)

Daerah Sumatera Utara. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Poesponegoro, Marwati Djoened, 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:

Balai Pustaka

Tim Penelitian, 1996/1997. Laporan Hasil Penelitian, Survei Peninggalan Masa

Islam di Pulau Sumatera. Medan: Balai Arkeologi Medan (tidak diterbitkan)

http://www.bps.go.id/

http://id.wikipedia.org/wiki/Barus,_Tapanuli_Tengah

http://vanrieta.blog.esaunggul.ac.id/2011/09/27/kota-barus-kota-tertua-di-nusantara/