Upload
arief-dermawan-pasaribu
View
203
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Barus
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknik sipil sebagai suatu ilmu pengetahuan muncul dan berkembang untuk
melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang penyediaan fasilitas dan
infrastruktur. Dimana hal tersebut melibatkan komponen-komponen manusia, material,
mesin, dan teknologi. Disiplin Ilmu Teknik Sipil juga menyangkut manajemen dan
pengelolaan kegiatan konstruksi dengan pertimbangan kelayakan teknis serta kelayakan
sosial-ekonomi.
Engineer Teknik Sipil adalah orang yang ahli dalam perhitungan dan desain
bangunan serta mampu menjadi leader dalam suatu proyek konstruksi. Karena seorang
engineer tidak hanya dituntut sebagai perekayasa dalam hal desain, melainkan juga
sebagai pelopor, pengorganisir, pelaksana, dan bahkan pengontrol kualitas dan pemberi
solusi terhadap masalah-masalah yang mungkin terjadi di lapangan.
Oleh karena itu mahasiswa Teknik Sipil perlu memahami kondisi nyata yang
terjadi pada dunia konstruksi saat ini. Mahasiwa tidak hanya paham dan hafal teori saja,
namun juga perlu mengerti akan kondisi di lapangan yang sesungguhnya yang tidak
dipelajari di bangku kuliah. Hal inilah yang mendasari mata kuliah Perencanaan Wilayah
dan Perkotaan dalam kurikulum perkuliahan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Melalui mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat gambaran yang lebih nyata
kondisi di lapangan, dengan membahas dan menulis langsung laporan suatu wilayah dan
menemukan realita permasalahan yang ada untuk kemudian akan dianalisa dengan tujuan
untuk melatih mahasiswa agar dapat memecahkan permasalahan tersebut. Solusi terhadap
permasalahan diselesaikan dengan cara mengarahkan kota ke bagian-bagian yang
menunjukkan ciri-ciri terdekat kota tersebut yang dijabarkan di bab ii landasan teori,
sejarah kota dan perkembangan kota di bab iii, serta dengan pendekatan tersebut kota
diharap akhirnya akan dapat diidentifikasikan pada bab iv pembahasan sehingga
permasalahan yang ada dapat diselesaikan karena adanya ikatan keterkaitan antara satu
dengan yang lain.
2
Karena penulis berasal dari Tapanuli Tengah dan pernah berkunjung ke Kota
Barus sehingga pernah langsung berada disana serta dengan pertimbangan diatas, maka
saya memilih untuk membahas Kota Barus untuk dijadikan tulisan kali ini.
B. Permasalahan
Dalam laporan ini permasalahan dibagi berdasarkan tiga bagian, antara lain:
1. Menentukan Kota Barus berdasarkan Teori Pokok Asal-Usul Kota Tradisional
2. Menentukan Kota Barus berdasarkan Model Spatial Klasik (Struktur Ruang)
3. Menentukan Kota Barus berdasarkan Struktur Perdagangan (Berry: 1963)
C. Tujuan Pembahasan
Dalam laporan ini tujuan pembahasan dapat menjawab permasalahan yang dijabarkan di
atas, yaitu:
1. Dapat menentukan Kota Barus berdasarkan Teori Pokok Asal-Usul Kota Tradisional
2. Dapat menentukan Kota Barus berdasarkan Model Spatial Klasik (Struktur Ruang)
3. Dapat menentukan Kota Barus berdasarkan Struktur Perdagangan (Berry: 1963)
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mengumpulkan data dengan metode sebagai
berikut:
1. Pengambilan atau pengutipan data, gambar, dan grafik dari berbagai sumber buku
dan website di internet
E. Sistematika Penulisan Laporan
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penyusunan laporan ini terdiri atas 5 (lima) bab
dan lampiran, yaitu:
BAB I
Pendahuluan meliputi: latar belakang, permasalahan, tujuan pembahasan, metode
pengumpulan dan pengolahan data, dan sistematika penyusunan laporan.
BAB II
Landasan teori meliputi: pengertian kota dan teori-teori pembentukan kota
BAB III
Tinjauan pustaka meliputi: sejarah dan perkembangan kota serta profil kota
3
BAB IV
Pembahasan meliputi: kota
BAB V
Penutup meliputi: kesimpulan dan saran.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kota
Berikut ini beberapa defenisi kota yang dijabarkan oleh para ahli.
1. Menurut Bintarto
Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan
yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata
ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai
bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dbgan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.
2. Menurut Ray Northam, R
Kota adalah suatu lokasi yang kepadatan penduduknya lebih tinggi
dibandingkan dengan populasi, sebagian besar penduduk tidak bergantung pada sektor
pertanian atau aktivitas ekonomi primer lainnya, dan sebagai pusat kebudayaan,
administratif, dan ekonomi bagi wilayah disekitarnya.
3. Menurut Dickinson
Kota adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan
penduduknya bernafkah bukan pertanian.
4. Menurut Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar
kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Jadi yang menjadikan ciri khas kota adalah
keberadaan pasarnya.
5. Menurut Arnold Tonybee
Sebuah kota tidak hanya merupakan pemukiman khusus tetapi merupakan
suatu ke-kompleks-an yang khusus dan setiap kota menunjukkan perwujudan
pribadinya masing-masing.
5
6. Menurut Luis Wirth
Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosial antar penghuninya serba longgar, acuh,
dan relasinya bukan pribadi (impersonal relation).
7. Menurut Christoller
Dengan teori tempat pusat menunjukkan fungsi kota sebagai tempat
penyelenggaraan dan penyediaan jasa-jasa bagi sekitarnya. Kota itu pada awalnya
bukan tempat pemukiman, melainkan adalah pusat pelayanan.
8. Menurut Sjoberg
Melihat lahirnya kota lebih dari timpulnya dari satu golongan spesialis bukan
pertanian, dimana yang berpendidikan merupakan bagian penduduk yang terpenting.
Mereka itu adalah literati yakni golongan pujangga, sastrawan dan ahli agama, itulah
titik awal kota. Baru berikutnya muncul pembagian kerja tertentu dalam kehidupan
kota.
9. Menurut Haris and Hulman
Melihat kota sebagai pusat untuk pemukiman dan pemampatan bumi oleh
manusia. Manusia disitu menempati dan mengeksploitsi sumber daya bumi. Ini
mendorong pertumbuhan kota yang pesat, tetapi menimbulkan terjadinya pemiskinan
sehingga terjadi beberapa masalah sosial.
B. Teori Pokok Asal-Usul Kota Tradisional
1. Pendekatan Teknologi dalam Kota
Pendekatan Urban Revolution, dikenal sebagai thesis on the developmental
sequence that leads to the urban revolution, yang dikembangkan oleh ahli sejarah
kota Gordon V. Childe. Teori ini berdasarkan suatu transisi dan evolusi kehidupan
pedesaan ke arah perkotaan yang disebabkan secara teknis oleh revolusi pertanian.
Ada 4 faktor yang berpengaruh dalam proses tersebut, yaitu:
a. Pertambahan penduduk,
b. Organisasi masyarakat yang semakin kompleks,
c. Lingkungan sebagai sumber produksi pertanian, dan
6
d. Teknologi yang semakin meluas.
Dalam teori ini pada umumnya masyarakat sudah mulai mengikuti cara atau
kebiasaan kota, misalnya dalam pemilihan pemimpin desa. Organisasi masyarakat
semakin kompleks.
2. Pendekatan Ekonomi dalam Kota
Dikenal sebagai trade thesis, yang dikembangkan oleh seorang ahli sosiologi
perkotaan Jane Jacobs (The Economy of Cities, 1970). Teori ini mengemukakan
bahwa faktor perdagangan menjadi kriteria yang paling utama dalam perubahan
permukiman pedesaan menjadi perkotaan.
Dalam teori ini diyakini bahwa lokasi serta hubungan dengan lingkungannya
menjadi faktor yang paling strategis dalam perkembangan kota. Dalam teori ini kota
pada umumnya terbentuk ditengah-tengah perdagangan.
3. Pendekatan Ideologi dalam Kota
Dikenal sebagai The religious-symbolic thesis yang dikembangkan oleh
seorang ahli sejarah kota Lewis Mumford (The City In History, 1965). Teori ini
mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan perubahan permukiman
pedesaan menjadi perkotaan adalah budaya yang diekspresikan secara reliji-simbolik.
Dalam teori ini dikemukakan bahwa dalam kedua teori sebelumnya belum
memasukan faktor-faktor yang bersifat tidak fisik (non material factors) yang amat
penting kedalam proses perkembangan kota.
C. Pola Struktur Ruang Kota
Pada dasarnya kota adalah merupakan hasil dari bentuk fisik (physical spatial
entity) kumpulan elemen-elemen kota yang konkrit dalam skala besar yang tumbuh dan
berkembang terakumulasi dari waktu ke waktu membentuk kesatuan fungsi dan bentuk
yang dinamik (Rossi, 1982). Perkembangan kawasan kota (pemukiman) baik yang
melalui proses formal (direncanakan) maupun proses non-formal (secara
organisasi/incremental) dipengaruhi oleh sosial, budaya, politik, teknologi dan keadaan
alam.
Perubahan pada faktor yang mempengaruhi pola dan perkambangan perkotaan
dapat menghilangkan ciri kota sebelumnya dan menggantinya dengan ciri yang lain.
7
Proses perkembangan suatu kota tidak lepas dari proses sejarah yang melatarbelakangi
terbentuknya kota. Bentuk dan struktur ruang kota merupakan penentu karakteristik suatu
kota sehingga dapat menentukan keberadaan dan interaksinya di kota tersebut.
Karakteristik kota merupakan tempat interaksi intensif antara kegiatan ekonomi dan
sosial. Transaksi akan maksimum saat dilakukan di dalam kota. Sehingga, secara internal,
lokasi sangat menentukan keberadaan kegiatan dan interaksinya. Larry S. Bourne
mendefinisikan struktur ruang kota sebagai berikut :
1. Urban form, pola ruang atau tatanan dari setiap unsure yang berada dalam
areaperkotaan, baik bangunan maupun guna lahan (secara kolektif membentuk
lingkungan terbangun) termasuk juga tatanan kelompok-kelompok sosial, kegiatan
ekonomi dan institusi publik.
2. Urban interaction, aliran yang mengintegrasikan pola dan perilaku guna lahan,
kelompok dan kegiatan ke dalam entitas fungsi, dalam berbagai sub-sistem.
3. Urban spatisial structure, kombinasi dari kedua hal di atas dalm sub-sub
systemdengan seperangkat aturan formal yang mengkaitkan semua sub-sistem
tersebut ke dalam sistem kota.
Perkembangan aktifitas masyarakat suatu kota dapat mempengaruhi penataan kota
yang terbentuk secara langsung maupun tidak langsung. Model struktur ruang kota klasik
yang terbentuk, yakni :
a. Model Konsentris (Burgess)
Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess. Teori ini hanya cocok
dikembangkan pada kota-kota kecil. Kota terdiri dari zona-zona konsentris dan
masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan
perkotaan menjadi lima zona melingkar berlapis-lapis seperti berikut :
Gambar 2.1 Model Zona Konsentris (Burgess)
8
Keterangan:
1) Daerah pusat kegiatan CBD (Central Business District) pusat kehidupan
sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam suatu kota sehingga terdapat
bangunan untuk kegiatan-kegiatan tersebut dan juga jalur transportasi dari
penjuru dengan derajat aksesbilitas tinggi.
2) Zona peralihan (Transition Zone) daerah yang telah mengalami penurunan
kualitas lingkungan permukiman yang diakibatkan oleh adanya intrusi
fungsi dari CBD.
3) Zona perumahan para pekerja (Zone of Working Men’s Home), zona yang
paling banyak ditempati oleh perumahan pekerja.
4) Zona permukiman yang lebih baik (Zone of Better Residences), zona ini
dihuni oleh penduduk dengan status ekonomi menengah ke atas seperti
wirausahawan, professional, pegawai, dan sebagainya.
5) Zona penglaju (Zone of Commuters), zona ini dihuni oleh para penglaju
yaitu mereka yang bekerja di kota tapi tinggal di daerah hinterland yang
merupakan dampak sekunder dari aplikasi teknologi dibidang transportasi
dan komunikasi. Di pinggiran muncul permukiman baru yang berkualitas
tinggi sampai mewah.
Kelompok yang mengembangkan Teori Burgess
1) Teori ketinggian bangunan (Bergel)
2) Teori sektor (Hommer Hoyt)
3) Teori poros (Babcock)
4) Teori pusat kegiatan banyak (Harris dan Ullman)
5) Teori ukuran kota (Taylor)
Namun ada kelompok yang menolak Teori Burgess Davie dan Hatt dengan
alasan:
1) Ada pertentangan antara gradeints dengan zonal boundaries
2) Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
3) Skema yang anakronistik/out of date
4) Teorinya kurang bersifat universal
9
b. Teori Sektor Hommer Hoyt
Menurut Hoyt, perkembangan di daerah perkotaan tidak mengikuti zona-zona
yang teratur secara konsentris, melainkan berupa sektor-sektor. Dia juga
beranggapan bahwa daerah dengan sewa dan harga tanah rendah merupakan
jalur yang mirip dengan potongan kue tart, sehingga bentuk struktur ruang
kota tidak konsentris. Menurut Hoyt pola keruangan adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2 Model teori sektor Hommer Hoyt
Keterangan:
1) Zona pusat daerah kegiatan perada di pusat atau tengah kota seperti halnya
dalam teori konsentris. Pada zona ini terdapat kantor, hotel, pusat
perbelanjaan, pasar, bioskop, dan sebagainya
2) Manufaktur dan grosir memanjang kearah luar dari pusat kota.
3) Di dekat atau di sekitar pusat kota terdapat zona pemukiman kelas rendah.
4) Berbatasan dengan zona permukiman kelas rendah kearah luar terdapat
zona permukiman kelas menengah.
5) Zona pemukiman kelas tinggi memanjang mulai dari pusat kota sampai ke
arah luar kota.
c. Teori Inti Berganda dari Harris dan Ullman
Harris dan Ullman mengembangkan pola keruangan kota yang membagi kota
menjadi sejumlah inti yang masing-masing berdiri sendiri. Apabila dikaitkan
antara materi sebelumnya mengenai dasar-dasar teori Von Thunen, jika teori
Von Thunen diimplikasikan terhadap teori zona dan struktur ruang kota maka
10
dapat diketahui bahwa struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori
konsentris Von Thunen. Hal ini karena dalam realita tidak ada urutan-urutan
yang teratur yang dapat terjadi dalam suatu kota karena terdapat tempat-
tempat tertentu yangberfungsi sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru.
Gambar 2.3 Model inti berganda Harris dan Ullman
Keterangan:
1) Kawasan pusat bisnis
2) Pabrik-pabrik ringan
3) Pemukiman masyarakat penghasilan rendah
4) Pemukiman masyarakat penghasilan sedang
5) Pemukiman masyarakat penghasilan tinggi
6) Industri berat
7) Kawasan perdagangan pinggiran kota
8) Pemukiman pengrajin
9) Industri luar kota dengan konsepsi buruh murah, transport, tidak macet
10) Zona penglaju
11
Adapun teori pendukung lain yang penulis temukan dari buku dan internet, yaitu:
d. Teori poros Babcock
Babcock mengembangkan pola keruangan kota yang membagi kota menjadi
sejumlah bagian inti yang masing-masing berdiri sendiri karena peran
transportasi dalam mempengaruhi struktur ruang kota.
Gambar 2.4 Model poros Babcock
Keterangan:
1) Central Business District (CBD)
2) Daerah transisi/jalur utama (major roads)
3) Pemukiman masyarakat penghasilan rendah
4) Pemukiman masyarakat penghasilan menengah
D. Arah Perkembangan Kota Berdasarkan Konsentrasi Perdagangan
Kota biasanya didominasi oleh penduduk non-agrikultur artinya penduduk sekitar
berrgantung pada pekerjaan sekunder dan tersier. Menurut Berry 1963 struktur
perdagangan, pekerjaan tersebut terkonsentrasi atas tiga bagian, yaitu:
1. Terpusat, dimana daerah bisnis pada daerah terpusat adalah toko yang menyediakan
kebutuhan seperti: toko sembako, dan bisnis masyarakat seperti: salon, internet, toko
bunga, dan sebagainya.
2. Bentuk pita, berorientasi pada struktur jalan yaitu jalan yang memiliki aksesibilitas
tinggi akan diikuti pembangunan pertokoan dan pusat-pusat kebutuhan masyarakat.
Sehingga tidak terlihat keteraturannya.
a. Pada jalan tipe arteri, kegiatan perdagangan akan menyerupai bentuk pita,
12
b. Pada jalan tipe lokal, kegiatan perdagangan tidak berpusat sehingga semua
kegiatan tersebar, dan
c. Pada jalan tipe tradisional, kegiatan perdagangan berada sepanjang jalan.
3. Bentuk area khusus, dimana terdapat pembagian daerah seperti pertokoan, pusat
hiburan, percetakan, medis, dan lain-lain.
13
BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Sejarah dan Perkembangan Kota Barus
Barus sebuah nama daerah terpencil di pesisir pantai barat Sumatera Utara.
Tetapi, sejarah daerah ini sebenarnya sangat tua, setua ketika kapal-kapal asing beribu
tahun sebelum Masehi singgah mencari kapur barus disana. Dari Barus pula, agama Islam
dan Kristen pertama-tama dikenalkan ke seluruh Nusantara. Barus atau biasa disebut
Fansur barangkali satu-satunya kota di Nusantara yang namanya telah disebut sejak awal
abad Masehi oleh literatur-literatur dalam berbagai bahasa, seperti dalam bahasa Yunani,
Siriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China, Melayu, dan Jawa.
Berita tentang kejayaan Barus sebagai bandar niaga internasional dikuatkan oleh
sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolemaus, seorang gubernur dari Kerajaan
Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir, pada abad ke-2. Di peta itu disebutkan, di
pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang
menghasilkan wewangian dari kapur barus. Diceritakan, kapur barus yang diolah dari
kayu kamfer dari Barousai itu merupakan salah satu bahan pembalseman mayat pada
zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II, atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.
Berdasakan buku Nuchbatuddar tulisan Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai
daerah awal masuknya agama Islam sekitar abad ke-7. Makam tua di kompleks
pemakaman Mahligai, Barus yang di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat
tahun 672 Masehi atau 48 Hijriah, menguatkan adanya komunitas Muslim di daerah ini
pada era itu. Dewan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun 645 Masehi
di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian. Keyakinan tersebut
didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini. Sementara itu, penjelajah
dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12 telah terdapat Gereja
Nestorian.
Penggalian arkeologi yang dilakukan oleh Daniel Perret dan kawan-kawannya
dari Ecole francaise d’Extreme-Orient (EFEO) Perancis bekerja sama dengan peneliti
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua, Barus, membuktikan pada
abad IX-XII perkampungan multietnis dari suku Tamil, China, Arab, Aceh, Jawa, Batak,
Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya juga telah ada di sana. Perkampungan
14
tersebut dikabarkan sangat makmur mengingat banyaknya barang-barang berkualitas
tinggi yang ditemukan.
Pada tahun 1872, pejabat Belanda, GJJ Deutz, menemukan batu bersurat tulisan
Tamil. Tahun 1931 Prof. Dr. K.A. Nilakanta Sastri dari Universitas Madras, India,
menerjemahkannya. Menurutnya, batu bertulis itu bertahun Saka 1010 atau 1088 Masehi
di zaman pemerintahan Raja Cola yang menguasai wilayah Tamil, India Selatan. Tulisan
itu antara lain menyebutkan tentang perkumpulan dagang suku Tamil sebanyak 1.500
orang di Lobu Tua yang memiliki pasukan keamanan, aturan perdagangan, dan ketentuan
lainnya. Namun, Lobu Tua yang merupakan kawasan multietnis di Barus ditinggalkan
secara mendadak oleh penghuninya pada awal abad ke-12 sesudah kota tersebut diserang
oleh kelompok yang dinamakan Gergasi.
“Berdasarkan data tidak adanya satu benda arkeologi yang dihasilkan setelah
awal abad ke-12. Namun, para ahli sejarah sampai saat ini belum bisa mengidentifikasi
tentang sosok Gergasi ini”, papar Lucas Partanda Koestoro, Kepala Balai Arkeologi
Medan.
Dengan sedikit gambaran tadi ada 3 hal temuan yang terpenting dari Barus, yaitu:
1. Barus, kota pertama masuknya agama Kristen di Indonesia.
Sekelompok penyebar agama Kristen Sekte Nestorian dari Konstantinopel, pusat
Kerajaan Byzantium Timur, menjejakkan kakinya di Barus. Kelompok itu
diperkirakan datang sekitar tahun 600 M dan mendirikan gereja pertama di desa
Pancuran (Fansur), Barus. Tidak berapa lama berselang kemudian hari datang juga
para pedagang Arab ke Barus dan mereka membawa agama Islam ke Barus.
Menurut Prof. W.B. Sijabat, orang Kristen Nestorian telah masuk ke Barus dalam
abad VII M. Barus atau Fansur ini dicatat oleh seorang penulis Kristen Nestorian
bernama Shaik Abu Saleh al Armini dalam satu dokumen penting dalam bahasa Arab
yang ditulis dalam abad XII M dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris tahun
1895. Di dalam dokumen ini dicatat bahwa telah ada
orang Kristen Nestorian sejak abad ke-7 di Fansur, Barus (Sijabat,
2007:34-35). Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun
645 Masehi di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian.
Keyakinan tersebut didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini.
15
Sementara itu, penjelajah dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12
telah terdapat Gereja Nestorian di Barus (Kompas, 01/04-2005).
2. Barus, kota pertama masuknya agama Islam di Indonesia.
Pedagang Arab memasuki Barus sekitar 627-643 M atau sekitar tahun 1 Hijriah, dan
menyebarkan agama Islam di daerah itu. Ada juga utusan Khulafaur Rasyidin,
bernama Syekh Ismail akan ke Samudera Pasai dan singgah di Barus, sekitar tahun
634 M. Sejak itu, tercatat bangsa Arab (Islam) mendirikan koloni di Barus. Bangsa
Arab menamakan Barus dengan sebutan Fansur atau
Fansuri, misalnya oleh penulis Sulaiman pada 851 M dalam bukunya “Silsilatus
Tawarikh.” (Wanti, 2007).
Baru pada tahun 1978, sejumlah arkeolog dipimpin Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary
melakukan penelitian terhadap berbagai nisan makam yang ada di sekitar Barus. Pada
penelitian terhadap nisan Syekh Rukunuddin, arkeolog juga pengajar di Universitas
Airlangga Surabaya dan guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, meyakini
bahwa Islam sudah masuk sejak tahun 1 Hijriah. Hal itu berdasarkan pada
perhitungan yang menguatkan pendapat
sejarawan lokal Dada Meuraxa yang didukung sejumlah sejarawan lainnya bahwa
tulisan pada nisan makam Syekh Rukunuddin itu tahun 48 Hijriah. Pengukuhan itu
dikuatkan lagi dalam seminar pada 29-30 Maret 1983 di Medan menyimpulkan Barus
merupakan daerah pertama masuknya Islam di Nusantara. (Wanti, 2007).
Perhitungan masuknya Islam di Barus itu didukung pula dengan temuan 44 batu nisan
penyebar Islam di sekitar Barus bertuliskan aksara Arab dan Persia. Misalnya batu
nisan Syekh Mahmud di Papan Tinggi. Makam dengan ketinggian 200 meter di atas
permukaan laut itu, menurut Ustadz Djamaluddin Batubara,
hingga kini ada sebagian tulisannya tidak bisa diterjemahkan. Hal itu disebabkan
tulisannya merupakan aksara Persia kuno yang bercampur dengan aksara Arab.
Seorang arkeolog dan ahli kaligrafi kuno Arab dari Prancis
Prof. Dr. Ludwig Kuvi mengakui Syekh Mahmud berasal dari Hadramaut, Yaman,
merupakan ulama besar. (Wanti, 2007).
Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah
awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad 7 Masehi. Sebuah makam
kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis
Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa
16
komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu (Kompas, 01/04-2005).
Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 Masehi telah ada sebuah
perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Nabi
Muhammad SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir
Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. Secara ringka dapat dipaparkan
sebagai berikut: Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama
di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal
pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam periode
Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru
melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab. Demikian
hasil temuan G.R. Tibbets yang telah melakukan penelitian dengan tekun. Temuan ini
diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah
Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok
bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini
sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan
orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga
menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat
sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika (Ridyasmara, 2006).
3. Barus, kota tertua di Indonesia.
Barus amat mungkin merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota
di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh
literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.
Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus,
salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada
abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat
sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan
wewangian dari kapur barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur
barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk
digunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II
atau sekitar 5. 000 thn Sebelum Masehi (Kompas, 01/04-2005).
Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO)
Prancis bekerjasama dengan peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di
Lobu Tua, Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus
17
telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti
Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak,
Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya. Tim tersebut menemukan banyak
benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan tahun dan ini menandakan
dahulu kala kehidupan di Barus sangatlah makmur (Kompas, 01/04-2005).
Prasasti yang ditemukan di Lobu Tua, Barus dibuat tahun 1088 dalam bahasa Tamil.
Prasasti itu menyebutkan bahwa paling sedikit semenjak abad ke-11, telah bermukim
di kota Barus sebuah koloni bangsa Tamil. Menurut batu Lobutua itu, mereka
tergabung dalam sebuah perusahaan, terkenal dengan nama ”kelompok 500″ yang
tidak asing lagi bagi orang-orang India waktu itu.
Perusahaan swasta yang mereka wakili, merupakan perusahaan dagang cuku kuat,
merdeka dalam tindakan dan tidak gampang tunduk pada salah satu raja yang
berkuasa di sekitar Barus. Mereka yang berdiam di Barus inilah yang membeli
beberapa hasil dari rakyat (terpenting tentu saja kapur barus) untuk diekspor ke luar
negeri (Kompas, 01/04-2005).
Sebagai pelabuhan niaga samudera, Barus (Lobu Tua) diperkirakan sudah ada sejak
3.000 tahun sebelum Masehi. Bahkan, ada memperkirakan lebih jauh dari itu sekitar
5.000 tahun SM. Perkiraan akhir itu, didasarkan pada temuan bahan pengawet dari
berbagai mummy Fir’aun Mesir Kuno salah satu pengawetnya
menggunakan kamfer atau kapur Barus.
Getah kayu kamfer yang paling baik kualitasnya, kala itu hanya ditemukan di sekitar
Barus. Sejarawan era kemerdekaan Prof. Mr. Mohamad. Yamin, SH memperkirakan
perdagangan rempah-rempah di antaranya kamfer, sudah dilakukan pedagang
Nusantara sejak 6.000 tahun lalu ke berbagai penjuru dunia. Lebih ke depan dari
perkiraan itu, berdasarkan arsip-arsip tua berasal dari kitab suci.
Misalnya dalam Perjanjian Lama, menceritakan Raja Salomo memerintahkan
rakyatnya melakukan perdagangan dan membeli rempah-rempah hingga ke Ophir.
Ophir patut diduga sebagai Lobu Tua, Barus. Peradaban lain sempat menyentuh
emporium Barus, adalah Yunani yang diperkirakan para pedagangnya mengunjungi
Barus di awal-awal Masehi. Seorang pengembara Yunani, Claudius Ptolomeus,
mencatat perjalanannya hingga ke Barousai, sekitar tahun 70 Masehi.
Pencatat sejarah Yunani itu menyebutkan bahwa selain pedagang Yunani, pedagang
Venesia, India, Arab dan Tiongkok juga lalu lalang ke Barus untuk mendapatkan
rempah-rempah (Waspada, 26/06-2007).
18
Di atas telah dikemukakan bukti-bukti tentang 3 hal penting tadi. Pertama, bahwa
Barus adalah kota pertama masuknya agama Kristen di Indonesia. Kedua, bahwa Barus
adalah kota pertama masuknya agama Islam di Indonesia. Dan Ketiga, bahwa barus
adalah kota tertua di Indonesia.
Setelah ditinggalkan oleh komunitas multietnis tersebut, Barus kemudian dihuni
oleh orang-orang Batak yang datang dari kawasan sebelah utara kota ini. Situs Bukit
Hasang merupakan situs Barus yang berkembang sesudah penghancuran Lobu Tua.
Sampai misi dagang Portugis dan Belanda masuk, peran Barus yang saat itu telah
dikuasai raja-raja Batak sebenarnya masih dianggap menonjol sehingga menjadi rebutan
kedua penjajah dari Eropa tersebut. Penjelajah Portugis, Tome Pires yang melakukan
perjalanan ke Barus awal abad ke-16 mencatat Barus sebagai pelabuhan yang ramai dan
makmur.
“Kami sekarang harus bercerita tentang Kerajaan Barus yang sangat kaya itu,
yang juga dinamakan Panchur atau Pansur. Orang Gujarat menamakannya Panchur, juga
bangsa Parsi, Arab, Bengali, Keling. Di Sumatera namanya Baros (Baruus). Yang
dibicarakan ini satu kerajaan, bukan dua”, demikian catatan Pires.
Tahun 1550, Belanda berhasil merebut hegemoni perdagangan di daerah Barus.
Dan pada tahun 1618, VOC, kongsi dagang Belanda, mendapatkan hak istimewa
perdagangan dari raja-raja Barus, melebihi hak yang diberikan kepada bangsa China,
India, Persia, dan Mesir. Belakangan, hegemoni Belanda ini menyebabkan pedagang dari
daerah lain menyingkir. Dan sepak terjang Belanda juga mulai merugikan penduduk dan
raja-raja Barus sehingga memunculkan perselisihan. Tahun 1694, Raja Barus Mudik
menyerang kedudukan VOC di Pasar Barus sehingga banyak korban tewas. Raja Barus
Mudik bernama Munawarsyah alias Minuassa kemudian ditangkap Belanda, lalu
diasingkan ke Singkil, Aceh.
Perlawanan rakyat terhadap Belanda dilanjutkan di bawah pimpinan Panglima
Saidi Marah. Gubernur Jenderal Belanda di Batavia kemudian mengirim perwira
andalannya, Letnan Kolonel Johan Jacob Roeps, ke Barus. Pada tahun 1840, Letkol
Roeps berhasil ditewaskan pasukan Saidi Marah, yang bergabung dengan pasukan Aceh
dan pasukan Raja Sisingamangaraja dari wilayah utara Barus Raya. Namun, pamor Barus
sudah telanjur menurun karena saat Barus diselimuti konflik, para pedagang beralih ke
pelabuhan Sunda Kelapa, Surabaya, dan Makassar. Sementara, pedagang-pedagang dari
Inggris memilih mengangkut hasil bumi dari pelabuhan Sibolga.
19
Barus semakin tenggelam saat Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada permulaan
abad ke-17. Kerajaan baru tersebut membangun pelabuhan yang lebih strategis untuk
jalur perdagangan, yaitu di pantai timur Sumatera, berhadapan dengan Selat Melaka.
Pesatnya teknologi pembuatan kapur barus sintetis di Eropa juga dianggap
sebagai salah satu faktor memudarnya Barus dalam peta perdagangan dunia. Pada awal
abad ke-18, Barus benar-benar tenggelam dan menjadi pelabuhan sunyi yang terpencil.
Kehancuran Barus kian jelas ketika pada tanggal 29 Desember 1948, kota ini
dibumihanguskan oleh pejuang kemerdekaan Indonesia karena Belanda yang telah
menguasai Sibolga dikabarkan akan segera menuju Barus. Barus yang berjarak 414 km
dari Medan benar-benar dilupakan. Pemerintah lebih tertarik mengembangkan
perdagangan di kawasan pantai timur Sumatera, khususnya di sekitar Selat Malaka,
dengan pusatnya di Batam dan Medan.
Dominasi pembangunan pantai timur ini bisa dilihat pengiriman hasil bumi dari
pedalaman pantai barat Sumatera yang harus melalui jalur darat untuk kemudian dibawa
dengan kapal dari pelabuhan Belawan, Medan. Sedangkan untuk melayani arus
perdagangan skala lokal di kawasan pantai barat Sumatera, pemerintah lebih tertarik
mengembangkan pelabuhan yang lebih baru seperti Singkil di utara dan Sibolga di
selatan. Kehebatan Barus sebagai bandar internasional benar-benar dilupakan.
Kini, Barus tak lebih dari kota kecamatan lain di daerah pinggiran yang hamper
tak tersentuh roda pembangunan. Sebagian warganya meninggalkan desa, mencari
pekerjaan atau pendidikan di luar daerah.
Sebelum kemerdekaan R.I, wilayah Barus meliputi daerah-daerah yang berada di
Kecamatan Barus, Manduamas, Sirandorung, Andam Dewi, Sosorgadong, Kecamatan
Sorkam, Sorkam Barat dan Kolang yang sekarang masuk ke dalam daerah Kabupaten
Tapanuli Tengah. Seterusnya Kecamatan Pakkat, Parlilitan, Tara Bintang dan Onan
Ganjang yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan. Sebagian
daerah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam di Propinsi Aceh. Daerah Barus
dulunya dikenal dengan nama Barus Raya. Wilayah Barus Raya terdiri atas:
1. Barus Kota, meliputi Dewan Negeri Barus, Kota Barus, Barus Mudik, Tukka
Holbung, Dewan Negeri Pasaribu Dolok berikut desa-desanya antara lain, Kinali,
Ladang Tengah, Ladang Baru, Lobu Tua, Uratan, Rina Bolak, Sirami-ramian, Sogar,
Pangaribuan, Parik Sinomba, Sihorbo, Purba Tua, Aek Dakka, Siharbangan,
Pananggahan, Bukit Hasang, Patupangan, Sigambo-gambo, Kadei Gadang, dll.
20
2. Barus Timur terdiri dari Dewan Negeri Sorkam, Sorkam kanan, Sorkam kiri, Pasar
Sorkam, Bottot, Teluk Roban, Pahieme, Bukkit, Pagaran-Tombak, Riana Bidang,
Pasaribu Tobing, Gotting Mahe, Hurlang dengan ibu kotanya Kolang, Sipakpahi, dan
lain-lain.
3. Barus Utara meliputi Dewan Nagari Tukka Dolok, Kecamatan Pakkat, Kecamatan
Parlilitan dan Onan Ganjang (di Tapanuli Utara, Negeri Siranggason Negeri
Simanullang, Negeri Rambe, berikut desa-desanya antara lain Batu Gaja Siantar-
sitanduk, Situbu-tubu, Tara Bintang, Aek Riman, Sibua kare, Huta Ambasang,
Sigalapang, Aek Sopang, Tolping, Siambaton Julu, Temba, Arbaan, Parbotihan,
Sanggaran, Huta Julu, Sihikkit, Banuarea, Sijarango, Sitonong, Sampean, Kalasan,
Pusuk, dan lain-lain.
4. Barus Barat, terdiri dari Dewan Negeri Siambaton Napa, Manduamas, Gosong-
Telaga, Laebutar, Singkil Baru (Suraya) berikut desa-desanya antara lain Pardomuan,
Tumba, Binjohara, Pagaran-Pinang, Saragih, Purti, Balno, Rimau, Oboh,
Runding,Tambisi, Sikoran, Napagalu, Bistang, Pangkalan Surambi, Lipek Kajang,
Pakkiraman, Sirimo-Bunga-Tolu, Kampung Keras, Lae Gambir, Bonang, Siteraju,
Namasondol, Suro, Uruk-datar, Tanjung Mas, Subulussalam, dan dll.
5. Barus Selatan adalah samudera Indonesia yang didepannya ada Pulau Mursala, Pulau
Sorkam, Pulau Panei, Pulau Karang, Ulak Bumi, Pulau Lipan, Pulau Mangki-
Gadang, Pulau Panjang, Pulau Sarok, dan Pulau Sikandang. Luas wilayah Barus Raya
diperkirakan lebih dari 400.000 ha, memanjang sepanjang pantai Barat Sumatera,
antara Muara Kolang di Tenggara sampai muara sungai Simpang Kanan. Sungai-
sungainya yang terbesar antara lain, Aek Raisan melintas di negeri Kolang, Aek
Sibondong, hulunya Kota Dolok Sanggul di Humbang Hasundutan dan bermuara di
Pasar Sorkam.
Pada Juni 1946 melalui sidang Komite Nasional Daerah Keresidenan Tapanuli,
dibentuklah Kabupaten Sibolga/Tapanuli Tengah. Seiring itu pula di Tapanuli Tengah
mulai dibentuk kecamatan-kecamatan untuk menggantikan sistem Pemerintahan Onder
Distrik Afdeling. Sibolga adalah kecamatan yang pertama kali dibentuk, menyusul Lumut
dan Barus. Dengan demikian pada waktu itu status Barus resmi menjadi sebuah
Kecamatan. Dengan sendirinya wilayah Barus Raya sudah terbagi-bagi sesuai ketentuan
yang berlaku pada saat itu. Adapun Sorkam masih dalam wilayah Kecamatan Barus.
Dengan Undang-Undang darurat no. 7 Tahun 1956, di Sumatera Utara dibentuklah daerah
21
otonom kabupaten, termasuk Tapanuli Tengah. Melalui undang-undang itu juga Sibolga
menjadi Kota Praja. Terpisahnya Sorkam dari Kecamatan Barus didasarkan adanya
ketentuan yang menyatakan bahwa setiap kabupaten harus mempunyai dua kewedanaan
dan satu kewedanaan minimal harus dua Kecamatan. Wedana Barus terdiri dari
Kecamatan Barus dan Kecamatan Sorkam. Berdasarkan PP No. 35 /1992 tanggal 13 Juli
1992 tentang pembentukan 18 kecamatan yang ada di Sumatera Utara, maka Kabupaten
Tapanuli Tengah mendapat 2 daerah pemekaran yakni Kecamatan Manduamas yang
merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Barus dan Kecamatan Kolang hasil
pemekaran dari Kecamatan Sibolga. Sesuai dengan perkembangan pemekaran wilayah
yang terjadi di seluruh Indonesia, maka Kecamatan Barus pun dimekarkan berkali-kali.
Dalam berberapa tahun saja menjadi kecamatan, Manduamas dimekarkan menjadi dua
kecamatan yakni Kecamatan Manduamas dan Kecamatan Sirandorung. Sementara
Kecamatan Barus dimekarkan lagi menjadi beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Barus,
Kecamatan Sosorgadong, Kecamatan Andam Dewi dan Kecamatan Barus Utara.
Setelah Sorkam lepas dari Barus, maka Kecamatan Barus sebelum dimekarkan
mempunyai banyak nama desa dan kelurahan sebagai berikut: Sibintang, Barangbang,
Sosorgadong (yang kemudian menjadi nama kecamatan tersendiri), Siantar CA, Muara
Bolak, Siantar Dolok, uta Tombak, Unte Boang, Purba Tua, Huta Ginjang, Sijungkang,
Pariksinomba, Sihorbo, Pananggahan, Kade Gadang, Sigambo-gambo, Kampung Solok,
Pasar Terandam, Kinali, Kelurahan Pasar Batu Gerigis, Gabungan Hasang, Patupangan,
Ujung Batu, Kelurahan Padang Masiang, Sawah Lamo, Ladang Tengah, Labu Tuo,
Uratan, Kampung Mudik, Aek Dakka, Bondar Sihudon, Rina Bolak, Sosorgonting,
Sirami-ramian, Pangaribuan, Sogar, Sigolang, Pasar Onan Manduamas (sekarang menjadi
ibukota Kecamatan Manduamas), Simpang III/Lae Bingke, Manduamas Lama,Siordang,
Saragih, Pardomuan, Tumba CA, Sigolang, Binjohara dan Simpang Maruhur.
22
B. Profil Kota Barus
Gambar 3.1 Lambang Tapanuli Tengah
Gambar 3.2 Kota Barus dalam Peta Propinsi Sumatera Utara
1. Pemerintahan
Dasar hukum pembentukan Kota Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah,
Sumatera Utara berdasarkan undang-undang provinsi, kabupaten, dan kota di
Indonesia No.1204 Tapanuli Tengah UU RI No.07/DRT/1956/Pandan.
Dikarenakan pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru
semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember 2008 telah
terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan
35 kota. Dengan demikian total jumlahnya mencapai 524 daerah otonom yang terdiri
dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Rencananya Kota Barus akan
23
dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Tengah dengan nama Kabupaten Barus Raya
dengan Pusat Pemerintahan di Kota Barus. (www.bps.go.id)
2. Letak Geografis
Untuk menentukan keadaan letak geografis dengan pendekatan astronomi
suatu daerah yang didasarkan kepada letak lintang dan bujurnya maka wilayah Barus
terletak berada di antara 10 26-20 11 Lintang Utara dan 910-980 53 Bujur Timur.
Sebelum pemekaran Kecamatan Barus berbatasan langsung dengan Provinsi Aceh
dan Kabupaten Tapanuli Utara. Setelah pemekaran maka Kecamatan Barus
berbatasan dengan :
Sebelah Timur dengan Kecamatan Sosorgadong Sebelah Selatan dengan
Samudera Indonesia (Lautan Hindia) Sebelah Barat Kecamatan Andam Dewi
Sebelah Utara Kecamtan Barus Utara
Kecamatan Barus mempunyai 2 Kelurahan dan beberapa desa. Kelurahannya
adalah Pasar Batu Gerigis dan Padang Masiang. Kedua kelurahan ini mempunyai
fungsi dan kedudukan masing-masing. Kelurahan Pasar Batu Gerigis yang
letaknya langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia menjadi pusat
perdagangan dan jasa. Di kelurahan ini berdiri gedung pusat perdagangan dan
pertokoan. Gedung perkantoran lainnya adalah Kantor Pos dan Bank Sumut. Di
Kelurahan Pasar Batu Gerigis berdiri pula Gedung SD, SMP Muhammadiyah
tepat di Jl. R.A. Kartini. Bidang Jasa daerah ini merupakan pusat jasa angkutan ke
luar wilayah Kecamatan Barus. Stasiun atau agen angkutan umum penumpang
pusatnya di sekitar Jl. K.H. Zainul Arifin. Angkutan yang dilayani adalah Tujuan
Medan, Sibolga, P.Sidempuan, Dolok Sanggul dan Singkil. Kalau sudah menjadi
sentral pengangkutan umum, tentu disana juga terdapat penginapan dan rumah-
rumah makan.
Sementara di Kelurahan Padang Masiang merupakan pusat pemerintahan dan
pendidikan. Di kelurahan ini berdiri gedung-gedung perkantoran di antaranya
Kantor Camat Kecamatan Barus, Kapolsek, Koramil, PLN, BRI, Telkom,
Puskesmas dan Kantor KUA. Gedung lain yang berdiri yakni SD Negeri, SMP
Negeri 1, SMA Negeri 1, Madrasah Aliyah Negeri, Perguruan N.U,, Sekolah
Tinggi Ilmu Keguruan dan Sekolah Tinggi HISIBA.
24
Di antara kelurahan dan desa-desa yang berada di Kecamatan Barus masing-
masing mempunyai areal pertanahan yang digunakan oleh penduduknya. Tanah-
tanah tersebut tergolong subur dan ditumbuhi oleh pepohonan dari berbagai jenis
seperti pohon kelapa sepanjang pantai Samudra Indonesia. Pemanfatan tanah di
Kecamatan Barus terdiri dari perkampungan penduduk, persawahan, ladang,
kolam, rawa-rawa dan lain-lain.
Pengungkapan secara singkat tentang letak geografis disuatu daerah memahamkan
bahwa Kecamatan Barus salah satu wilayah di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Adapun jarak antara Barus dengan ibukota kabupaten, Kota Pandan berkisar ± 75
km yang ditempuh rata-rata lama perjalanan ± 2,5 jam untuk pemakai kenderaan
roda empat dan dua.
Daerah yang padat penduduknya adalah Kelurahan Pasar Batu Gerigis dan Desa
Pasar Terandam.
3. Agama dan Etnis
Di Kecamatan Barus tiga agama di dunia yakni Islam, Kristen Protestan dan
Kristen Katolik hidup berdampingan. Penduduk Kecamatan Barus didiami Etnis
Pesisir yang mayoritas beragama Islam. Bentuk keyakinan lain adalah
kepercayaan Parmalim yang merupakan agama nenek moyang suku Batak.
Etnis Pesisir mempunyai ragam budaya dan bahasa tersendiri. Berkenaan dengan
pembagian etnis dimiliki penduduk melahirkan suatu ke-Bhinneka Tunggal Ika
an. Demikian di Kecamatan Barus, Etnis Pesisir hidup berdampingan dengan
Etnis Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Aceh, Pakpak, Nias, Bugis dan
Jawa. Kendatipun demikian keturunan Arab, India dan China masih terdapat di
Kecamatan Barus.
Penduduk Kecamatan Barus yang beretnis Pesisir umumnya mempunyai marga
sesuai dengan suku induknya. Masyarakatnya banyak yang bermarga Batak
seperti : Pasaribu, Sinaga, Sinambela, Tarihoran, Sitanggang, Sihombing,
Tanjung, Pohan, Samosir, Limbong dan lain-lain. Ada juga yang bermarga
Mandailing seperti Nasution, Lubis, Batubara, Matondang dan bersuku Minang di
antaranya Chaniago. Dari Etnis Nias ada marga Harefa, Lase. Begitu juga dari
marga Pakpak yakni Gaja, Tumanggor dan lain-lain.
25
Dengan adanya berbagai etnis ini maka penggalangan persatuan dan kesatuan
dapat terbina dengan baik. Banyaknya etnis di Kecamatan Barus kemungkinan
besar tidak terlepas dari julukan “Kota Tua”. Sebagaimana diketahui bahwa
Barus dulunya merupakan pelabuhan internasional yang disinggahi berbagai etnis
dan suku bangsa di dunia untuk mendapatkan kapur barus dan rempah-rempah.
4. Perekonomian
Untuk menunjang kehidupan yang layak maka perekonomian sangat menentukan
tingkat kemakmuran suatu daerah. Di Kecamatan Barus mata pencarian
masyarakatnya sebagai tulang punggung penunjang kehidupan yang layak tersebut.
Profesi masyarakatnya ada yang menjadi nelayan, pegawai, petani dan berdagang.
Mata pencarian ini dapat dibagi menjadi berbagai sektor di antaranya sektor perikanan
atau kelautan, sektor perindustrian, sektor jasa dan perdagangan.
a. Perikanan
Sebagai daerah yang langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia, maka
penduduk Kecamatan Barus banyak yang menjadi nelayan. Umumnya nelayan di
Kecamatan Barus sangat bergantung dari hasil perikanan laut. Desa yang menjadi
pusat transaksi hasil laut tersebut berada di Desa Pasar Terandam atau Kualo
(istilah masyarakat setempat) dan Desa Kade Gadang. Kualo menjadi pusat
kegiatan nelayan, tempat ini dilengkapi dengan pelelangan ikan. Pelabuhan Kualo
yang berada di Desa Pasar Terandam merupakan kawasan yang paling aktif di
Barus. Di antara kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan, terdapat pula
pembuatan kapal bot, pembuatan es, kenderaan pengangkutan ikan segar ke
ibukota Propinsi Sumatera Utara, Medan, ke Sibolga, Padang, Dolok Sanggul dan
daerah lainnya. Penjualan ikan yang murah di daerah Barus di jajakan oleh
pedagang keliling bersepeda atau kenderaan sepeda motor. Masyarakat setempat
menyebutnya pangalong-along. Penjual ikan pun ada pada hari onan (pekan) di
hari Rabu dan Sabtu. Sebagai sarana angkutan atau tempat bagi nelayan untuk
menangkap ikan maka diperlukan kapal motor angkut yang biasa disebut ”BOT”
yang berjumlah ratusan buah, terbuat dari kayu meranti dan kayu kapur yang
dibawa dari Pulau Mursala terdapat di lepas pantai Sibolga. Kapal motor ini terdiri
dari badan, satu ruangan kabin yang sederhana satu motor penggerak yang dapat
mengangkut antara 170 hingga 280 m 3. Di samping Bot para nelayan juga
memberdayakan sarana angkutan perahu jongkong (jukung), perahu papan
26
(biduk), motor tempel (sitempel), bagan tancap dan bagan perahu. Untuk
menunjang sarana perlengkapan angkutan dan tempat maka para nelayan
memakai peralatan penangkapan berupa jaring atau pukat. Di daerah Barus
sekitarnya terdapatlah pukat payang, pukat pantai/dogal, pukat kantong,
perangkap bubu, rawai, pancing, jaring insang tetap, jaring lingkar dan jaring
insang hayut.Selain melaut, para nelayan pun mempunyai kegiatan lain seperti
pembuatan keranjang, perbaikan jaring dan tempat penjemuran ikan.
b. Pertanian
Selain nelayan, masyarakat Barus mempunyai penghasilan dari hasi pertanian.
Wilayahnya terdapat hamparan sawah yang ditanami padi. Hasil panen padi
diperlukan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh karena tanah
persawahannya kebanyakan mengharapkan air hujuan, maka selesai panen
masyarakatnya tak dapat berbuat banyak untuk membuat hasil lain.
c. Industri
Di Kecamatan Barus berkembang industri kecil menengah yang dikelola secara
perorangan. Industri itu di antaranya pengasinan ikan, kilang es batu, kilang kopi,
industri pembuatan stroop (siriu), kerupuk, anyaman daun pandan.
d. Jasa
Pandai besi, bengkel mobil, bengkel sepeda motor, reperasi sepeda, cas batrey,
tambal ban, fotocopy, salon, tukang foto, reperasi radio/TV, bengkel perahu,
bengkel las, pertukangan perabot rumah tangga, pembuatan batako, galangan
kapal. Jasa angkutan, jasa penginapan (hotel) dan rumah makan. Di Kecamatan
Barus terdapat berbagai penginapan yakni Hotel Fasyuri terletak di Jl. A. Yani
Barus, dan penginapan Pesanggarahan di Kelurahan Padang Masing.
e. Perdagangan
Masyarakat yang berprofesi menjadi pedagang umumnya berdomisili di
Keluarahan Pasar Batu Gerigis. Kegiatan jual beli dilaksanakan di onan (pasar)
yang terjadi di Hari Rabu dan Sabtu. Para pedagang berdatangan dari luar Barus.
Pedagang sayur-sayuran datang dari Dolok Sanggul, Pakkat. Sementara untuk
kebutuhan sehari-hari disediakan masyarakat setempat. Hari Rabu dan Sabtu
merupakan hari Sibuk bagi bagi masyarakat Barus. Pedagang bahan material
bangunan, pedagang pakaian menempati kios-kios. Sementara pedagang sayur
mayur berjualan di kaki lima.
27
5. Potensi Wisata
Gambar 3.3 Objek Wisata Sejarah Makam Mahligai dan Papan Tinggi
a. Daerah Barus sekitarnya ditinjau dari segala aspek mempunyai potensi yang
sangat besar terutama potensi pariwisatanya. Sektor pariwisata bahari dan
keindahan alam lainnya. Hal ini didukung dengan kondisi alam dan masyarakat
Barus yang ramah tamah serta banyak objek wisata yang tersebar di wilayahnya.
Objek wisata pantai adalah merupakan primadona tersendiri yang dimiliki Barus.
Disamping itu Kecamatan Barus juga memiliki objek wisata sejarah berupa
Benteng Portugis dan makam-makam kuno yang merupakan makam para
penyebar agama Islam tempo dulu. Makam yang terkenal adalah Makam Mahligai
dan Papan Tinggi. Sayangnya potensi wisata di Kecamatan Barus belum betul-
betul dimanfaatkan menjadi daerah tujuan wisata sehingga banyak yang terlantar
belum dikelolah sebagaimana mestinya.
b. Untuk mendukung para wisatawan yang akan berkunjung ke Barus, maka
pelancong dapat menggunakan pesawat udara dari Jakarta ke kota Medan, dari
Medan dapat menggunakan angkutan darat langsung menuju Barus. Bus yang
melayani trayek Medan-Barus di antaranya CV. Sampri yang beralamat Jl. Jamin
Ginting Medan arah ke Brastagi. Atau menggunakan pesawat udara ke Sibolga
lewat Bandara Pinangsori, selama 30 menit, dari Sibolga membutuhkan ± 2,5 jam
perjalanan lagi menuju Barus. Tujuan ke Barus dapat juga menggunakan travel
minibus dari Medan menuju Sibolga selama 7-8 jam. Angkutan yang melayani
Medan-Sibolga banyak di antaranya CV Simpati, CV Sibuluan Indah beralamat Jl.
SM.Raja Medan. Sekarang sudah ada jasa travel jenis kijang kapsul dari Medan
menuju Barus yakni CV. Barus Indah, Inda Taxi, Aulia Travel dan CV. Putra
Barus Travel yang beralamat di Jl. pancing no. 231 A depan kantor gubernur lama
kota Medan.
28
Bagi yang mempunyai kendaraan pribadi untuk berkunjung ke Barus melalui jalan
darat: Dari Medan – Parapat – Balige - Siborong-borong – Dolok Sanggul – Barus
atau Medan – Brastagi – Kabanjahe – Sidikalang – Dolok Sanggul – Barus. Dapat
juga melalui rute Medan – Parapat – Balige - Tarutung – Sibolga - Barus.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Sejarah Terbentuknya Kota Barus Berdasarkan Teori Pokok Asal-Usul
Kota Tradisional
Berdasarkan 3 pokok teori asal-usul kota tradisional yang telah diuraikan di bab
II. Kota Barus menganut dua teori: yang pertama teori No.2, yaitu Pendekatan Ekonomi
dalam Kota. “Dikenal sebagai trade thesis, yang dikembangkan oleh seorang ahli
sosiologi perkotaan Jane Jacobs (The Economy of Cities, 1970). Teori ini mengemukakan
bahwa faktor perdagangan menjadi kriteria yang paling utama dalam perubahan
permukiman pedesaan menjadi perkotaan. Dalam teori ini diyakini bahwa lokasi serta
hubungan dengan lingkungannya menjadi faktor yang paling strategis dalam
perkembangan kota. Dalam teori ini kota pada umumnya terbentuk ditengah-tengah
perdagangan”.
Dalam teori ini masyarakat berkembang dan dikenal karena adanya bukti sejarah
perdagangan kapur barus dan mengukuhkan Kota Barus sebagai pelabuhan niaga
internasional. Hal ini dapat kita ketahui karena kondisi geografis Kota Barus yang
berbatasan langsung dengan Pantai Barat Sumatera sehingga sangat memungkinkan
banyak kedatangan pedagang dari berbagai negara.
Namun kemudian Kota Barus tidak sekedar kota yang maju karena
perdagangannya, tetapi juga karena masuknya agama, sehingga penulis juga merasa
bahwa Kota Barus juga menganut teori asal-usul kota tradisional No.3, yaitu Pendekatan
Ideologi dalam Kota. “Dikenal sebagai The religious-symbolic thesis yang
dikembangkan oleh seorang ahli sejarah kota Lewis Mumford (The City In History, 1965).
Teori ini mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan perubahan permukiman
pedesaan menjadi perkotaan adalah budaya yang diekspresikan secara reliji-simbolik.
Dalam teori ini dikemukakan bahwa dalam kedua teori sebelumnya belum memasukan
faktor-faktor yang bersifat tidak fisik (non material factors) yang amat penting kedalam
proses perkembangan kota”.
Dalam teori ini masyarakat Kota Barus berkembang dan dikenal karena adanya
bukti sejarah masuknya agama Islam pada abad 627-643 M melalui pedagang Arab dan
30
agama Kristen pada abad 600 M melalui Sekte Nestorian pertama kali di pulau Sumatera
bahkan di Indonesia.
B. Analisis Pola Struktur Ruang Kota Barus
Analisis perkembangan Kota Barus dapat kita lihat berdasarkan pola struktur
ruang/lahan kota seperti yang dijelaskan pada bab ii. Jadi berdasarkan pendekatan ekologi
Kota Barus termasuk dalam model Teori Inti Berganda dari Harris dan Ullman.
“Harris dan Ullman mengembangkan pola keruangan kota yang membagi kota menjadi
sejumlah inti yang masing-masing berdiri sendiri. Apabila dikaitkan antara materi
sebelumnya mengenai dasar-dasar teori Von Thunen, jika teori Von Thunen
diimplikasikan terhadap teori zona dan struktur ruang kotamaka dapat diketahui bahwa
struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori konsentris Von Thunen. Hal ini
karena dalam realita tidak ada urutan-urutan yang teratur yang dapat terjadi dalam suatu
kota karena terdapat tempat-tempat tertentu yangberfungsi sebagai inti kota dan pusat
pertumbuhan baru”.
Gambar 4.1 Model inti ganda
Keterangan:
1) Kawasan pusat bisnis
2) Pabrik-pabrik ringan
3) Pemukiman masyarakat penghasilan rendah
4) Pemukiman masyarakat penghasilan sedang
5) Pemukiman masyarakat penghasilan tinggi
31
6) Industri berat
7) Kawasan perdagangan pinggiran kota
8) Pemukiman pengrajin
9) Industri luar kota dengan konsepsi buruh murah, transport, tidak macet
10) Zona penglaju
Alasan memilih model sektor ini adalah karena Kota Barus sesuai dengan
point-point yang disebutkan diatas antara lain:
1) Ini dikarenakan Kota Barus adalah salah satu bagian dari Kabupaten
Tapanuli Tengah dimana pusat pemerintahannya (Kantor Bupati) berada di
kota Pandan, sekitar ± 2,5 jam dari Kota Barus.
2) Pabrik-pabrik ringan juga kebanyakan berada di Kota Pandan
3) Pemukiman masyarakat penghasilan rendah umumnya tinggal dekat
dengan daerah pantai atau di sekitar pantai
4) Pemukiman masyarakat penghasilan sedang umumnya tinggal tidak begitu
dekat dengan daerah pantai walaupun masih di sekitar pantai
Gambar 4.2 Pola struktur ruang kota
JALAN DI KOTA BARUS
32
5) Pemukiman masyarakat penghasilan tinggi umumnya tinggal tidak begitu
dekat dengan daerah pantai kebanyakan berhadapan langsung dengan jalan
utama kota
6) Industri berat daerah ini adalah tempat penjemuran ikan, empat pembuatan
ikan asin
7) Kawasan perdagangan terletaka di pinggiran kota
8) Pemukiman pengrajin
9) Industri luar kota dengan konsepsi buruh murah, transport, tidak macet
10) Zona penglaju disini adalah Ibukota Kabupaten yaitu Kota Pandan
C. Analisis Perkembangan Kota Barus Berdasarkan Konsentrasi Perdagangan
Dilihat pada saat ini masyarakat Kota Barus kebanyakan masih bekerja sebagai
nelayan dan petani (agrikultur) karena sepanjang jalan menuju kota barus masih banyak
terbentang sawah-sawah masyarakat. Tetapi tetap ada perubahan atau perkembangan
meskipun sangat kecil biasanya berasal dari masyarakat pendatang yang memiliki
pekerjaan sekunder dan tersier, sehingga walaupun kenyatakan di lapangan tidak persis
seperti itu namun dari semua teori No.2 lebih mendekati.
Bentuk pita, berorientasi pada struktur jalan yaitu jalan yang memiliki
aksesibilitas tinggi akan diikuti pembangunan pertokoan dan pusat-pusat kebutuhan
masyarakat. Sehingga tidak terlihat keteraturannya:
a. Pada jalan tipe arteri, kegiatan perdagangan akan menyerupai bentuk pita,
b. Pada jalan tipe lokal, kegiatan perdagangan tidak berpusat sehingga semua
kegiatan tersebar, dan
c. Pada jalan tipe tradisional, kegiatan perdagangan berada sepanjang jalan.
Alasan memilih model ini adalah karena menurut saya Kota Barus antara lain:
Kebanyakan kegiatan perdagangan terdapat di pinggir jalan, ini dikarenakan tidak
adanya pasar yang dijadikan pusat perbelanjaan masyarakat setempat. Apalagi jika hari
Rabu dan Sabtu, penduduk sekitar menyebut hari Onan (hari Pekan/Pasar). Jadi semua
hasil perkebunan atau barang-barang dari daerah sekitar dijual disepanjang pinggir jalan
sehingga terlihat menumpuk dan jalan menyempit karena kiri-kanan badan jalan
digunakan berjualan. Adapun kegiatan jual-beli lainnya misalnya jual-beli ikan, para
pedagang atau pembeli langsung mengadakan tawar-menawar di sekitar pinggiran laut.
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis pokok teori asal-usul kota tradisional, Kota Barus menganut dua
teori yaitu Pendekatan Ekonomi dalam Kota dan Pendekatan Ideologi dalam
Kota.
2. Berdasarkan analisis pola struktur ruang kota, Kota Barus menganut Teori Inti
Berganda dari Harris dan Ullman.
3. Berdasarkan analisis perkembangan kota berdasarkan konsentrasi perdagangan, Kota
Barus menganut Bentuk pita, berorientasi pada struktur jalan yaitu jalan yang
memiliki aksesibilitas tinggi akan diikuti pembangunan pertokoan dan pusat-pusat
kebutuhan masyarakat. Sehingga tidak terlihat keteraturannya.
B. Saran
Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan laporan ini karena informasi
berupa alamat website dan buku-buku yang membahas sangat sulit didapatkan dan juga
karena Kota Barus masih merupakan kecamatan. Dikarenakan belum adanya kesadaran
dari warga dan pemerintah setempat untuk membangunan daerah juga dikarenakan
minimnya masyarakat yang berpendidikan ataupun yang mengerti sejarah sehingga sulit
untuk dipublikasi secara nasional. Hal ini yang menyebabkan sulitnya Kota Barus untuk
dianalisis. Semoga saja tahun-tahun ke depan tumbuh kesadaran pemerintah untuk
membangun dan menciptakan Kota Barus lebih maju lagi sehingga sejarah Kota Barus
sebagai pelabuhan niaga internasional kembali terjadi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Abdull Mukti, 1979/1980. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949)
Daerah Sumatera Utara. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Poesponegoro, Marwati Djoened, 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:
Balai Pustaka
Tim Penelitian, 1996/1997. Laporan Hasil Penelitian, Survei Peninggalan Masa
Islam di Pulau Sumatera. Medan: Balai Arkeologi Medan (tidak diterbitkan)
http://www.bps.go.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/Barus,_Tapanuli_Tengah
http://vanrieta.blog.esaunggul.ac.id/2011/09/27/kota-barus-kota-tertua-di-nusantara/