Upload
agus-mardiyanto
View
53
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Hubungan Ketersediaan Jamban Sehat dengan Kejadian
Diare pada Dewasa di Desa Langensari yang Berobat ke
Puskesmas Langensari II Kota Banjar dengan Keluhan Diare
Periode Januari – Maret 2015
LAPORAN PENELITIAN
Diajukan sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik stase IKAKOM 1 pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Oleh :
Luqmanul Hakim, S.Ked 2009730027
Aina Ullafa, S.Ked 2010730006
Ayu Indah Lestari, S.Ked 2010730016
Nely Kartika, S.Ked 2010730077
Bunga Tri Amanda, S.Ked 2011730017
Gabriele Ramadhan R. D, S.Ked 2011730031
Laili Hasanah, S.Ked 2011730052
M. Thanthawi Jauhari, S.Ked 2011730151
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA 2015
Hubungan Ketersediaan Jamban Sehat dengan Kejadian
Diare pada Dewasa di Desa Langensari yang Berobat ke
Puskesmas Langensari II Kota Banjar dengan Keluhan Diare
Periode Januari – Maret 2015
LAPORAN PENELITIAN
Diajukan sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik stase IKAKOM 1 pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Oleh :
Luqmanul Hakim, S.Ked 2009730027
Aina Ullafa, S.Ked 2010730006
Ayu Indah Lestari, S.Ked 2010730016
Nely Kartika, S.Ked 2010730077
Bunga Tri Amanda, S.Ked 2011730017
Gabriele Ramadhan R. D, S.Ked 2011730031
Laili Hasanah, S.Ked 2011730052
M. Thanthawi Jauhari, S.Ked 2011730151
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA 2015
HUBUNGAN KETERSEDIAAN JAMBAN SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA DEWASA DI DESA LANGENSARI YANG BEROBAT KE PUSKESMAS LANGENSARI 2 KOTA BANJAR DENGAN KELUHAN
DIARE
PERIODE JANUARI-MARET 2015
Luqmanul Hakim, Ayu Indah Lestari, Aina Ullafa, Nely Kartika, Bunga Tri Amanda, Gabriele Ramadhan R. D., Laili Hasanah, M. Thanthawi Jauhari.
Dokter Muda, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
ABSTRAK
Latar Belakang : Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu
penyebab utama kesakitan dan kematian. Hampir seluruh daerah geografis dunia dan
semua kelompok usia diserang diare. Menurut Riskesdas 2013, insiden diare (≤ 2
minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala pada seluruh kelompok
umur sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada
balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%).
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare pada dewasa di Desa Langensari
yang berobat ke Puskesmas Langensari II Kota Banjar dengan keluhan diare Periode
Januari - Maret 2015.
Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik
dengan desain cross sectional. Responden dalam penelitian ini berjumlah 92 orang.
Pengumpulan data dengan membagikan kuesioner dan melakukan kunjungan ke
setiap rumah responden. Analisis data menggunakan uji chi square dengan tingkat
kemaknaan (α) = 0,05.
Hasil : Diketahui bahwa dari 92 responden, sebanyak 53 orang yang memiliki
ketersediaan jamban sehat yang baik, sedangkan warga yang memiliki ketersediaan
jamban sehat yang kurang baik sebanyak 39 orang.
Kesimpulan : Dari hasil analisa SPSS didapatkan bahwa terdapat hubungan antara
ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare, dengan p = 0,005
Kata Kunci : Jamban sehat, Diare.
RELATIONSHIP BETWEEN AVAILABILITY OF HEALTHY LATRINES
WITH THE INCIDENCE OF DIARRHEA IN ADULTS IN THE
LANGENSARI VILLAGE WHO WENT TO CLINIC LANGENSARI 2
BANJAR CITY, PERIOD JANUARY – MARCH 2015
Luqmanul Hakim, Ayu Indah Lestari, Aina Ullafa, Nely Kartika, Bunga Tri Amanda, Gabriele Ramadhan R. D., Laili Hasanah, M. Thanthawi Jauhari.
Faculty of Medicine and Health, Muhammadiyah Jakarta University
ABSTRACT
Background : Diarrheal disease is one of the major causes of morbidity and
mortality cases. Almost all geographical regions of the world and all age groups
attacked diarrhea. Based on Research 2013, the incidence of diarrhea (< 2 weeks
prior to the interview) based on symptoms in all age groups by 3,5 % (range by
provinces 1,6% - 6,3%) and the incidence of diarrhea in infants
Aim : This study aim to determine whether there is any relationship to the
availability of healthy latrines with the incidence of diarrhea in adults in the
langensari village who went to clinic langensari 2 banjar city, period January-March
2015.
Method : The method used is descriptive analytic with cross sectional approach.
Respondents in this study amounted to 92 people. The collections of data by
distributing questionnaires and home visits. Data analysis using chi square test with
significance level (α)=0,05.
Result: of the 92 people, 53 people have good healthy latrines and 39 people haven’t
good healthy latrines.
Conclusion: There is a relationship between the availability of healthy latrines with
incidens of diarrhea, with p = 0,005.
Key words : Healthy latrines, Diarrhea.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini kami menyatakan bahwa penelitian ini merupakan hasil karya asli
kami yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas akhir stase
IKAKOM di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan semua sumber yang digunakan
dalam penulisan ini telah dicantumkan dalam daftar pustaka.
Langensari, Mei 2015
Penulis, Dokter Muda FKK UMJ
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan penelitian dengan judul :
Hubungan Ketersediaan Jamban Sehat Dengan Kejadian Diare Pada Dewasa Di
Desa Langensari Puskesmas Langensari II Kota Banjar Periode Januari - Maret
2015.
Telah disetujui dan layak untuk diajukan mengikuti seminar laporan penelitian
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Pada hari : Senin
Tanggal : 11 Mei 2015
Pembimbing/Kepala Puskesmas
drg. Robyanto
PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI
Hubungan Ketersediaan Jamban Sehat Dengan Kejadian Diare Pada Dewasa
Di Desa Langensari Puskesmas Langensari II Kota Banjar Periode Januari -
Maret 2015.
Telah disusun dan dipersiapkan oleh:
Luqmanul Hakim, S.Ked 2009730027
Aina Ullafa, S.Ked 2010730006
Ayu Indah Lestari, S.Ked 2010730016
Nely Kartika, S.Ked 2010730077
Bunga Tri Amanda, S.Ked 2011730017
Gabriele Ramadhan R. D, S.Ked 2011730031
Laili Hasanah, S.Ked 2011730052
M. Thanthawi Jauhari, S.Ked 2011730151
TELAH DIUJI DAN DIPERTAHANKAN DIHADAPAN DEWAN PENGUJI
TANGGAL, 11 MEI 2015
Pembimbing/Kepala Puskesmas
drg. Robyanto
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha segalanya. Karena pada akhirnya
penyusunan Laporan Penelitian yang berjudul Hubungan Ketersediaan Jamban Sehat
dengan Kejadian Diare pada Dewasa di Desa Langensari Puskesmas Langensari II
Kota Banjar Periode Januari - Maret 2015 dapat diselesaikan untuk memenuhi salah
satu tugas kepaniteraan klinik bagian IKAKOM 1 di Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Sholawat serta salam tidak lupa kami sampaikan pada baginda Rasulullah SAW yang
telah membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dalam proses penyusunan Laporan penelitian ini, saya mendapat banyak
bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. Toha Muhaimin, M.Sc, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan
izin untuk dapat melakukan penelitian.
2. dr. Tri Ariguntar Wikaningtyas, Sp.PK, selaku ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
3. drg. Robyanto selaku Kepala Puskesmas Langensari 2 dan juga
pembimbing yang telah menerima kami di Puskesmas Langensari 2 dan
dengan penuh kesabaran, telah meluangkan waktu, memberi bantuan,
petunjuk, serta masukan dalam pembuatan laporan penelitian ini.
4. dr. Pitut Aprilia, M.KK selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, dukungan serta saran kritik yang berguna untuk laporan
penelitian ini.
5. dr. Yudi dan dr. David, staf, dan karyawan di lingkungan Puskesmas
Langensari 2 atas bimbingan dan bantuannya selama ini.
6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan
penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis selalu terbuka untuk menerima
kritik dan saran. Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi
pembaca.
Langensari, Mei 2015
Penulis, Dokter Muda FKK UMJ
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Definisi Operasional Variabel………………………… . ..………….45
Tabel 4.1 : Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Diare............................51
Tabel 4.2 : Distribusi Responden Berdasarkan Jamban.........................................51
Tabel 4.3 : Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Jamban Sehat.........52
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian Puskesmas
Lampiran 2 : Kuisioner Penelitian
Lampiran 3 : Lembar Perhitungan SPSS
Lampiran 4 : Foto Kegiatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu
penyebab utama kesakitan dan kematian. Hampir seluruh daerah geografis
dunia dan semua kelompok usia diserang diare. Di Indonesia, angka
kesakitan diare pada tahun 2002 sebesar 6,7 per 1.000 penduduk,
sedangkan tahun 2003 meningkat menjadi 10,6 per 1.000 penduduk dan
tingkat kematian akibat diare masih cukup tinggi. Menurut Riskesdas
2013, insiden diare berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur
sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada
balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%).
Kejadian diare di Puskesmas Langensari II memberikan gambaran
bahwa dari 10 penyakit terbesar, diare masih masuk menempati urutan ke-
10 setelah penyakit arthritis rheumatoid. Data kesakitan diare yang tercatat
pada laporan tahunan Puskesmas Langensari II pada tahun 2014 diperoleh
sebanyak 1.201 kasus. Kasus diare yang cukup tinggi terjadi pada
kelompok umur 15-44 tahun sebesar 199 kasus (25%) (Puskesmas
Langensari II, 2014). Salah satu penyebab penyakit diare dikarenakan
selain kesehatan lingkungan yang masih kurang juga karena kurang
melaksanakan pola hidup dengan PHBS.
Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu
tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja,
kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja Yang tidak
higienis), kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek,
penyiapan makanan kurang matang dan penyimpanan makanan masak
pada suhu kamar yang tidak semestinya (Duncan et al, 2002). Banyak
faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi pendorong
terjadinya diare yaitu faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling dominan yaitu sarana
penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor berinteraksi
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta terakumulasi dengan perilaku manusia
yang tidak sehat, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi.
Berdasarkan hasil penelitian Juariah (2000), diketahui bahwa ada
hubungan bermakna antara kesakitan diare dengan sumber air bersih,
kepemilikan jamban, jenis lantai, pencahayaan rumah dan ventilasi rumah.
Serta menurut penelitian Rahadi (2005), menyimpulkan bahwa ada
hubungan antara kepemilikan jamban, jarak SPAL, jenis lantai dengan
kejadian diare. Berdasarkan pediment pengelolaan promosi kesehatan
DEPKES RI (2008) diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara
terjadinya diare dengan pembuangan tinja dan jenis sumber air minum.
Puskesmas Langensari II merupakan salah satu pusat pelayanan
kesehatan masyarakat di Kota Banjar yang jumlah penderita diarenya
mengalami peningkatan dari tahun 2012-2014 yaitu sebanyak 1308 orang
menjadi 1531 orang. Berdasarkan data laporan tahunan Puskesmas
Langensari II tahun 2014, jumlah penderita diare pada dewasa di
Wilayah Kerja Puskesmas Langensari II, yaitu Desa Langensari, Desa
Waringinsari, dan Kelurahan Muktisari sebanyak 427 orang, dan dengan
proporsi penderita diare terbanyak berasal dari rentang usia 15 - 44 tahun
sebanyak 199 orang (25%) serta Desa Langensari menjadi salah satu
wilayah dengan jumlah penderita diare terbanyak yaitu sebesar 259 orang
(35%).
Berdasarkan Uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai hubungan antara jamban sehat dengan kejadian diare
pada dewasa di Desa Langensari Puskesmas Langensari II Kota Banjar
Periode Januari - Maret 2015.
B. Perumusan Masalah
1. Masalah umum
Apakah ada hubungan antara ketersediaan jamban sehat dengan
kejadian diare pada dewasa di Desa Langensari yang berobat ke
Puskesmas Langensari II, Kota Banjar dengan keluhan diare Periode
Januari - Maret 2015?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahui hubungan menggunakan jamban sehat dengan
kejadian diare pada dewasa di Desa Langensari yang berobat ke
Puskesmas Langensari II Kota Banjar dengan keluhan diare Periode
Januari - Maret 2015.
2. Tujuan khusus
a. Diketahui distribusi jamban sehat di Desa Langensari Periode
Januari - Maret 2015.
b. Diketahui distribusi penderita diare di Desa Langensari Periode
Januari - Maret 2015.
D. Manfaat
Penelitian
1. Bagi Puskesmas Langensari II
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu
sumber tambahan informasi dan bahan masukan tentang hubungan
antara jamban sehat dengan kejadian penyakit diare.
2. Bagi masyarakat
Menambah pengetahuan tentang hubungan antara jamban sehat
dengan kejadian penyakit diare sehingga masyarakat dapat lebih
menjaga kondisi sanitasi lingkungannya.
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan memberi pengalaman langsung
dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
E. Batasan Masalah
Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan
mengenai hubungan antara ketersediaan jamban sehat dengan kejadian
diare pada dewasa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang sehat, yang dapat dilakukan dengan melalui
peningkatan sanitasi lingkungan, baik yang menyangkut tempat maupun
terhadap bentuk atau wujudnya yang berupa fisik, kimia, atau biologis
termasuk perubahan perilaku.
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh
lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau
dirangsang oleh faktor - faktor lingkungan oleh karena itu lingkungan
hidup sangat berperan dalam mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup.
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan
suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan
sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan karena manusia
memerlukan daya dukung unsur - unsur lingkungan untuk kelangsungan
hidupnya. Udara, air, makanan, sandang, papan, dan seluruh kebutuhan
manusia harus diambil dari lingkungan hidupnya.
Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan
yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan
hidup manusia, melalui pemukiman antara lain rumah tinggal dan
asrama atau yang sejenisnya, melalui lingkungan kerja antara
perkantoran dan kawasan industri atau sejenis. Sedangkan upaya yang
harus dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan
adalah obyek sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja
seperti: dapur, restoran, taman, tempat umum, ruang kantor, rumah dsb.
1. Definisi Kesehatan Lingkungan
Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Indonesia) Mengemukakan bahwa “ Kesehatan Lingkungan adalah
Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk
mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia”.
Menurut WHO (World Health Organization), bahwa “
Kesehatan Lingkungan adalah Suatu keseimbangan ekologi yang
harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin
keadaan sehat dari manusia”.
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi
atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh
positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.
Kesehatan lingungan juga meliputi penyehatan air dan udara,
pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan
kebisingan, pengendalian faktor penyakit, dan penyehatan makanan.
Melihat luasnya ruang lingkup kesehatan, sangatlah diperlukan
adanya mutu disiplin kerja agar kegiatannya dapat berjalan dengan
baik.
2. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut UU No.36
tahun 2009 tentang Kesehatan, lingkungan sehat mencakup
lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta
tempat dan fasilitas umum. Lingkungan sehat sebagaimana bebas
dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan antara
lain: limbah cair, limbah padat, limbah gas, sampah yang tidak
diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah,
binatang pembawa penyakit, zat kimia berbahaya, kebisingan
yang melebihi ambang batas, radiasi sinar pengion dan non
pengion, air yang tercemar, udara yang tercemar, dan makanan
yang terkontaminasi.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut
Notoatmodjo. S meliputi:
1. Faktor teknis
a. Penyediaan Air Bersih
Penyediaan air bersih bisa melalui sistem perpipaan dan non
perpipaan. Bilamana penyediaan air untuk masyarakat dengan sistem
perpipaan tidak praktis, maka sumber air tanpa pengolahan seperti
sumur gali, sumur pompa tangan dan perlindungan mata air (yang
mungkin secara alami tidak bersih) harus dipergunakan. Segala sesuatu
yang mungkin bisa dikerjakan untuk mencegah pencemaran air, sumber-
sumber pencemaran yang nyata harus dipindahkan dari daerah
penangkapan langsung. Perhatian khusus ditujukan kepada pengamanan
pembuangan kotoran (Dinkes RI, 1993).
Pada air yang pengambilannya tidak melalui perpipaan, air
yang berasal dari sumber air memiliki kualitasnya dapat menurun secara
drastis selama dalam pengangkatan atau penyimpanan sebelum
diminum. Tangki untuk mengangkut air harus selalu bersih dan tertutup.
Faktor paling penting untuk mencapai tujuan ini adalah menjaga
hubungan baik dengan masyarakat setempat, dan pendidikan tentang
hygiene dan sanitasi sederhana harus diutamakan. Secara bakterologis
tujuan harus diarahkan untuk mengurangi jumlah bakteri Escherichia
coli sampai kurang dari 10 per 100 ml tetapi yang lebih penting adalah
jaminan tidak adanya bakteri golongan Escherichia coli pada tinja. Jika
organisme ini berulang ditemukan atau pada inspeksi sanitasi
menunjukan dengan jelas sumber pencemaran yang tidak dapat
dihilangkan maka sumber air bersih lain sebagai alternatif harus dicari
bilamana memungkinkan. Pemanfaatan terhadap sumber air tanah dan
penampungan air hujan harus dilindungi agar air - air ini bisa memenuhi
persyaratan pedoman kualitas air bersih.
Walaupun sumber – sumber air bersih perorangan berada
diluar jangkauan wewenang instansi kesehatan unit pengolahan dan
penyediaan air seperti ini tetap harus memenuhi persyaratan air bersih.
Hasil tes bakteriologis dan inspeksi sanitasi harus dapat menumbuhkan
keinginan untuk perbaikan. Pengolahan perlu dilakukan untuk
menghilangkan kekeruhan, walaupun hitungan total golongan
Escherichia coli rendah, atau mungkin memerlukan pengolahan untuk
memperbaiki kualitas parameter lain.
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari
berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi
air hujan, air permukaan, dan air tanah.
1) Air Hujan
Air hujan merupakan sumber air utama air di bumi.
Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air
tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di
atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat
disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme dan gas,
misalnya karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia.
2) Air Permukaan
Air permukaan merupakan salah satu sumber penting
bahan baku air bersih. Faktor-faktor yamg harus diperhatikan,
antara lain: mutu atau kualitas baku, jumlah atau kuantitasnya,
dan kontinuitasnya. Dibandingkan dengan sumber air lain, air
permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar akibat
kegiatan manusia, fauna, flora dan zat-zat lain.
Sumber-sumber air permukaan antara lain sungai,
selokan, rawa, parit, bendungan, danau, laut, dan air terjun. Air
terjun dapat dipakai untuk sumber air di kota-kota besar karena
air tersebut sebelumnya sudah dibendung oleh alam dan jatuh
secara gravitasi. Air ini tidak tercemar sehingga tidak
membutuhkan purifikasi bakterial.
Sumber air permukaan yang berasal dari sungai,
selokan, dan parit mempunyai persamaan, yaitu airnya mengalir
dan dapat menghanyutkan bahan yang tercemar. Sumber air
permukaan yang berasal dari rawa, bendungan dan danau
memiliki air yang tidak mengalir, tersimpan dalam waktu yang
lama, dan mengandung sisa-sisa pembusukan alam, misalnya
pembusukan tumbuh-tumbuhan, ganggang, fungi, dan lain-lain.
Air permukaan yang berasal dari air laut mengandung kadar
garam yang tinggi sehingga jika akan digunakan untuk air
minum, air tersebut harus menjalani proses ion-exchange.
3) Air Tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang
jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi
atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses fertilisasi
secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan
tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah membuat air
tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan
air permukaan.
Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
sumber lain. Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman
penyakit dan tidak perlu mengalami proses purifikasi atau
penjernihan. Persediaan air tanah juga cukup tersedia sepanjang
tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu, air tanah
juga memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibanding
sumber lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral dalam
konsentrasi yang tinggi. Kosentrasi yang tinggi dari zat-zat
mineral semacam magnesium, kalsium, dan logam berat seperti
besi dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu, untuk
mengisap dan mengalirkan air ke permukaan diperlukan pompa.
Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan
kuantitas. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air yang mencakup
kualitas fisik, kimia dan biologis (Effendi, 2003). Menurut
Kusnaedi (2004), syarat-syarat kualitas air bersih, antara lain:
1) Syarat Fisik
Persyaratan fisik untuk air bersih, antara lain: airnya jernih tidak
keruh, tidak berwarna, rasanya tawar, tidak berbau, suhunya
normal (20-260C), tidak mengandung zat padatan.
2) Syarat Kimia
Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia,
antara lain: pH netral, tidak mengandung zat kimia beracun,
tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam, kesadahan
rendah, tidak mengandung bahan kimia anorganik.
3) Syarat Biologis
Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung
golongan Escherichia coli dianggap telah terkontaminasi dengan
kotoran manusia (Sutrisno, 2004). Berdasarkan PERMENKES
RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, persyaratan bakteriologis
air bersih adalah dilihat dari Coliform tinja per 100 ml sampel air
dengan kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 50.
Sementara itu, syarat-syarat sarana dalam penyediaan air bersih
adalah sebagai berikut (Depkes.RI, 1994):
1) Sumur pompa tangan dalam atau dangkal
Jarak SPT minimal 11 meter dari sumber pencemaran
antara lain: jamban, air kotor, tempat pembuangan
sampah, kandang ternak dan lain-lain.
Lantai harus kedap air, air minimal 1 meter dari sumur,
tidak retak atau bocor, mudah dibersihkan, dan tidak
tergenang air.
SPAL harus kedap air, tidak menimbulkan genangan,
panjang SPAL dengan sumur resapan minimal 11 meter.
Pipa penghisap di bagian atas dilindungi minimal 2 meter
dari lantai dengan pipa pelindung atau diberi cor rapat air.
Ujung bawah pipa saringan diberi kerikil sebesar biji
jagung.
Klep and kert penghisap harus bekerja dengan baik agar
tidak memerlukan air pancingan.
Dudukan pompa harus kuat, rapat air dan tidak retak.
2) Sumur gali (SGL)
Jarak SGL minimal 11 meter dari sumber pencemaran
antara lain : jamban, air kotor, tempat pembuangan
sampah, kandang ternak dan lain-lain.
Lantai harus kedap air, air minimal 1 meter dari sumur,
tidak retak atau bocor, mudah dibersihkan, dan tidak
tergenang air.
Tinggi bibir sumur minimal 80 centimeter dari lantai,
terbuat dari bahan yang kuat dan rapat air.
Dinding sumur minimal sedalam 3 meter dari lantai,
kedap air.
Jika pengambilan air dengan ember harus ada ember
khusus dan tali timba harus selalu berada dibagian atas
atau tergantung.
3) Perlindungan mata air (PMA)
Sumber air harus pada mata air, bukan pada saluran air
yang berasal dari mata air tersebut yang kemungkinan
telah tercemar.
Jarak PMA minimal 11 meter dari sumber pencemaran
antara lain : jamban, air kotor, tempat pembuangan
sampah, kandang ternak dan lain-lain.
Tutup bak perlindungan dan dinding bak rapat air pada
bagian atas / belakang bak perlindungan dibuat saluran air
yang arahnya keluar dari bak agar tidak mencemari air
yang masuk.
Lantai bak harus rapat air dan mudah dibersihkan.
Kemiringan lantai mengarah pada pipa penguras.
b. Jamban
Jamban merupakan fasilitas atau sarana pembuangan
tinja. Menurut Kusnoputranto (1997), pengertian jamban keluarga
adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan
dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu
penyakit serta tidak mengotori permukaan.
Pengertian lainnya tentang jamban adalah pengumpulan
kotoran manusia di suatu tempat sehingga tidak menyebabkan
bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan menganggu
estetika (Hasibuan, 2009). Sementara menurut Kementrian
Kesehatan RI jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja
yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit
(Kepmenkes, 2008: 852).
Jamban sangat berguna bagi manusia dan merupakan
bagian dari kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah
berkembangnya berbagai penyakit saluran pencernaan yang
disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak dikelola dengan
baik.
Jamban sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut: (Depkes RI, 2004).
1) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang
penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum
2) Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga
maupun tikus
3) Cukup luas dan miring ke arah lubang jongkok sehingga
tidak mencemari tanah disekitarnya
4) Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
5) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air
dan berwarna
6) Cukup penerangan
7) Lantai kedap air
8) Centilasi cukup baik
9) Tersedia air dan alat pembersih.
Jamban juga hendaknya selalu dijaga dan dipelihara
dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut
Depkes RI tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1) Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering
2) Disekeliling jamban tidak ada genangan air
3) Tidak ada sampah berserakan
4) Rumah jamban dalam keadaan baik
5) Lantau selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
6) Lalat, tikus, dan kecoa tidak ada
7) Tersedia alat pembersih
8) Bila ada yang rusak segera diperbaiki.
b. Pembuangan Sampah
Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam
bentuk padat sebagai akibat aktifitas manusia yang dianggap
tidak bermanfaat dan tidak dikehendakinya dibuang sebagai
barang tidak berguna. Pengelolaan sampah adalah upaya
mengelola sampah yang memenuhi persyaratan kesehatan
sehingga terwujud mutu lingkungan yang sehat yang dapat
mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit dan gangguan
kesehatan. Tempat sampah adalah sarana yang digunakan untuk
membuang sampah atau membuang barang yang sudah tidak
dibutuhkan. Adapun yang perlu diperhatikan dalam mengelola
sampah rumah tangga adalah:
Tersedianya tempat pengumpul sampah di dalam rumah
yang terbuat dari bahan kedap air dan tertutup
Sampah basah dapat segera ditanam pada lubang galian
dengan ukuarn 1 meter x 1 meter x 1 meter dalam 3
sampai 6 bulan
Sampah kering seperti botol kertas dan lainnya dapat
dimanfaatkan kembali sedang kaleng bekas digepengkan
kemudian dibuang ke tempat sampah atau ditanam.
Sampah bekas bahan beracun (pestisida, pupuk,
insektisida) ditanam di tempat yang aman dan jauh dari
sumber air.
Sampah diangkut ke tempat pembuangan sementara
maksimal 1 minggu sekali.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Sarana Pembuangan Air Limbah adalah suatu
bangunan yang digunakan untuk membuang air buangan dari
kamar mandi, tempat cuci, dapur dan lain-lain, bukan dari jamban
atau perturasan. SPAL yang sehat hendaknya memenuhi syarat
sebagai berikut :
Tidak mencemari sumber air bersih dengan jarak minimal
11 meter.
Tidak menimbulkan genangan air yang dapat digunakan
untuk sarang nyamuk dengan cara ditutup yang cukup
rapat.
Tidak menimbulkan bau dengan cara diberi tutup yang
cukup rapat.
Tidak menimbulkan becek atau pandangan yang tidak
menyenangkan (tidak bocor sampai meluap).
2. Faktor non teknis
a. Tingkat Pendidikan
Dengan makin bertambah luasnya kesempatan
mendapatkan pendidikan, akan tercipta norma dan nilai
yang mengarah kepada sikap dan perilaku terhadap hidup
sehat yang menguntungkan upaya kesehatan (Indonesia,
Depkes, 1984).
b. Tingkat Penghasilan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi telah meningkat sampai
saat ini dan diperkirakan akan terus meningkat.
Kecenderungan tersebut akan mempengaruhi pula dibidang
kesehatan. Sebaliknya dengan meningkatnya derajat
kesehatan akan meningkatkan produktivitas kerja, yang
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Dengan
semakin meningkatnya usaha pembangunan diharapkan
pendapatan perkapita akan meingkat dan pembagian
pendapatan masyarakat akan lebih merata. Hal ini akan
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mencapai
derajat kesehatan yang lebih baik (Depkes, 1984).
Marsum Ghozali (1984) menyatakan bahwa
tingkat ekonomi masyarakat berpengaruh dalam segi
pembiayaan dan perawatan program pada pelaksanaan cara
pembuangan tinja. Jika tingkat ekonomi masyarakat tinggi
akan menunjang program yang ada, tetapi jika tingkat
ekonomi masyarakat rendah maka akan berakibat :
1) Sulit menciptakan pembaharuan tinja yang lebih baik
dari cara lama yang mereka pakai.
2) Mengakibatkan masih terbatasnya atau sama sekali
belumt ersedianya sarana fisik yang dapat merangsang
pembaharuan sikap tentang cara-cara pembuangan tinja
yang baik.
Udin Djabu et.al. (1991, h. 39) menyatakan bahwa
dalam perencanaan dan pemilihan tipe jamban, hanya
tidak boleh dijadikan faktor dominan tapi perlu
dicarikan jalan tengah berdasarkan pertimbangan yang
seksama atas semua unsur yang terkait, sehingga dapat
menciptakan lingkungan yang saniter dan dapat
diterima oleh keluarga.
Menurut Hendrik L. Blum terdapat empat faktor yang
berpengaruh terhadap kesehatan yaitu keturunan, lingkungan (fisik
alamiah buatan manusia dan sosial budaya), perilaku, dan fasilitas
kesehatan (pelayanan kesehatan). Dari empat faktor tersebut, terlihat
bahwa perilaku manusia memiliki kontribusi yang apabila dianalisa
lebih lanjut kontribusinya lebih besar. Sebab disamping berpengaruh
tidak langsung melalui faktor lingkungan terutama lingkungan fisik
buatan manusia, sosio budaya, serta faktor fasilitas kesehatan. Bahwa
faktor perilaku ini juga dapat berpengaruh terhadap faktor keturunan
karena perilaku manusia terhadap lingkungan dapat menjadi
pengaruh yang negatife terhadap kesehatan dan karena perilaku
manusia pula maka fasilitas kesehatan disalahgunakan oleh manusia
yang akhirnya berpengaruh kepada status kesehatan (Notoatmodjo,
2003).
B. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Definisi PHBS
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan
perilaku yang dilakukan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan katif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Kemenkes RI, 2011):.
a. Sasaran PHBS Menurut Tatanan
1) PHBS di tatanan rumah tangga.
2) PHBS di tatanan sekolah.
3) PHBS di tatanan institusi kesehatan.
4) PHBS di tatanan tempat kerja.
5) PHBS di tatanan tempat-tempat umum.
b. PHBS di Tatanan Rumah Tangga
1) Pengertian PHBS rumah tangga
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memperdayakan
anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
melakukan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan
aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat (Kemenkes RI,
2011):.
2) Manfaat PHBS rumah tangga
Dengan melaksanakan PHBS di rumah tangga akan
diperoleh beberapa manfaat secara langsung maupun tidak
langsung sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011):
1) Bagi rumah tangga
Setiap anggota keluarga menungkat kesehatannya
dan tidak mudah sakit.
Pertumbuhan dan perkembangan anak lebih baik.
Produktifitas kerja anggita keluarga meningkat.
Pengeluaran biaya rumah tangga yang semula
untuk biaya lain yang tidak bermanfaat bagi
kesehatan, dapat dialihkan untuk pemenuhan gizi
keluarga, biaya pendidikan, dan modal usaha
untuk peningkatan pendapatan keluarga.
Mengurangi atau meniadakan biaya pengobatan
dalam keluarga.
2) Bagi masyarakat
Masyarakat mampu mengupayakan terciptanya
lingkungan yang tertata rapi dan sehat.
Masyarakat mampu mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya.
Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang ada untuk penyembuhan penyakit dan
peningkatan kesehatannya.
c. 10 Indikator PHBS di Tatanan Rumah Tangga:
1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2) Memberi asi ekslusif
3) Menimbang balita setiap bulan
4) Menggunakan air bersih
5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6) Menggunakan jamban sehat
7) Memberantas jentik dirumah sekali seminggu
8) Makan buah dan sayur setiap hari
9) Melakukan aktifitas fisik setiap hari
10) Tidak merokok di dalam rumah
d. Pembuangan Kotoran Manusia dan Pengelolannya
Jamban atau kakus (latrine) adalah tempat pembuangan
kotoran manusia berupa tinja dan air seni. Yang dimaksud
dengan kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam
tubuh (Notoatmodjo, 2007).
Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kotoran manusia
merupakan masalah yang sangat penting. Pembuangan tinja
secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling
diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan
sembarangan dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah,
atau menjadi sumber infeksi, dan akan mendatangkan bahaya
bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne
disease akan mudah berjangkit. Yang termasuk waterborne
disease adalah tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit
cacing, hepatitis viral dan sebagainya.
Di negara berkembang, masih banyak terjadi pembuangan
tinja secara sembarangan akibat tingkat sosial ekononi yang
rendah, pengetahuan di bidang kesehatan lingkungan yang
kurang, dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang
diturunkan dari generasi ke generasi.
Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi
kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan
kotoran manusia harus dikelola dengan baik, pembuangan
kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.
Menurut Notoatmodjo (2007), suatu jamban disebut sehat
apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1) Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
tersebut
2) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3) Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
4) Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan
kecoa, dan binatang-binatang lainnya.
5) Tidak menimbulkan bau
6) Mudah digunakan dan dipelihara
7) Sederhana desainnya
8) Murah
9) Dapat diterima oleh pemakainya
Menurut Soeparman (2002), jamban sehat juga harus
mempertimbangkan pada pemenuhan berbagai keiinginan
berikut:
1) Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan orang dengan
tenang tanpa terganggu privasinya.
2) Sedapat mungkin pembuangan tinja dilakukan dengan
nyaman (comfort) dalam posisi dan suasana yang disukainya.
3) Sedapat mungkin pembuangan tinja dapat dilakukan oleh
orang yang sedang menderita penyakit saluran pencernaan
dengan tidak menimbulkan risiko bahaya penularan bagi
orang lain.
4) Sedapat mungkin pembuangan tinja dapat dilakukan orang
dengan semaksimal mungkin memperoleh manfaat dari tinja
yang dibuang, yang dapat diproses menjadi kompos atau bio
gas.
5) Sedapat mungkin pembuangan tinja dapat dilakukan orang di
berbagai daerah dengan teknik yang sesuai dengan kondisi
setempat.
e. Jamban Sehat
1) Definisi Jamban
Sanitasi sesuai nomenkaltur MDGs adalah pembuangan
tinja. Termasuk dalam penelitian ini meliputi jenis
pemakaian atau pengguanaan tempat buang air besar, jenis
kloset yang digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir
tinja. Jamban merupakan fasilitas atau sarana pembuangan
tinja. Menurut Kusnoputranto (1997), pengertian jamban
keluarga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk
membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran
tersebut tersimoan dalam suatu tempat tertentu dan tidak
menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori
permukaan. Sedangkan pengertian lain menyebutkan bahwa
pengertian jamban adalah pengumpulan kotoran manusia
disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit
yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.
Fungsi jamban dari aspek kesehatan lingkungan antara
lain dapat berkembangnya berbagai penyakit yang
disebabkan oleh kotoran manusia.
2) Jenis jamban
Jamban keluarga yang didirikan mempunyai beberapa
pilihan. Pilihan yang terbaik adalah jamban yang tidak
menimbulkan bau, dan memiliki kebutuhan air yang
tercakupi dan berada di dalam rumah. Jamban/kakus dapat di
bedakan atas beberapa macam (Azwar, 1996).
Jamban cemplung adalah jamban yang tempat
penampungan tinjanya dibangun dibawah tempat injakan
atau di bawah bangunan jamban. Fungsi dari lubang
adalah mengisolasi tinja sedemikian rupa sehingga tidak
di mungkinkan penyebaran dari bakteri secara langsung
ke pejamu yang baru. Jenis jamban ini, kotoran langsung
masuk ke jamban dan tidak terlalu lama karena tidak
terlalu dalam karena akan mengotori air tanah,
kedalamannya 1,5-3 meter.
Jamban empang (Overhung Latrine) adalah jamban yang
di bangun di atas empang, sungai ataupun rawa. Jamban
model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang
bisanya di pakai untuk ikan, ayam.
Jamban kimia (chemical toilet)
Jamban model ini biasanya di bangun pada tempat-
tempat rekreasi, pada transportasi seperti kereta api,
pesawat terbang dan lain-lain. Disini tinja disenfaksi
dengan zat-zat kimia seperti caustic soda dan
pembersihannya di pakai kertas tisue (toilet piper).
Jamban kimia sifatnya sementara, karena kotoran yang
telah terkumpul perlu dibuang lagi.
Jamban leher angsa (angsa latrine)
Jamban leher angsa adalah jamban leher lubang closet
berbentuk lengkung, dengan demikian akan terisi air
gunanya sebagai sumbat sehingga dapat mencegah bau
busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban
model ini adalah model yang terbaik yang dianjurkan
dalam kesehatan lingkungan.
3) Syarat Jamban Sehat
Jamban keluarga yang sehat adalah jamban yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Depkes RI, 2004).
a) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang
penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.
b) Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamah oleh
serangga maupun tikus.
c) Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok
sehingga tidak mencemari tanah sekitar.
d) Mudah di bersihkan dan aman penggunannya.
e) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap
air dan warna.
f) Cukup penerang
g) Lantai kedap air
h) Ventilasi cukup baik
i) Tersedia air dan alat pembersih.
4) Manfaat dan Fungsi Jamban
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari
lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat
kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :
a) Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit
b) Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan
sarana yang aman.
c) Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor
penyakit.
d) Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan
lingkungan.
5) Pemeliharaan Jamban
Jamban hendaklah selalu dijaga dan di pelihara dengan
baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes
RI 2004 adalah sebagai berikut :
a) Lantai jamban hendaklah selalu bersih dan kering.
b) Di sekeliling jamban tidak tergenang air
c) Tidak ada sampah berserakan
d) Rumah jamban dalam keadaan baik
e) Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat
f) Lalat, tikus dan kecoa tidak ada
g) Tersedia alat pembersih
h) Bila ada yang rusak segera di perbaiki.
Selain itu di tambahkan juga pemeliharaan jamban
keluarga dapat di lakukan dengan (Simanjuntak, P : 1999) :
a) Air selalu tersedia dalam bak atau ember
b) Sehabis digunakan, lantai dan lubang jongkok harus di
siram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat
f. Pemanfaatan Jamban
Pemanfaatan jamban berarti penggunaan atau
pemakaian jamban oleh masyarakat untuk menciptakan
lingkungan yang sehat. Kata pemanfaatan berasal dari kata
„manfaat‟. Dalam kamus bahasa Indonesia pemanfaatan
diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memanfaatkan
(2005: 711).
Berdasarkan pengertian di atas maka pemanfaatan
jamban adalah perbuatan masyarakat dalam memanfaatkan
atau menggunakan jamban ketika membuang air besar. Atau
dengan kata lain pemanfaatan adalah penggunaan jamban
oleh masyarakat dalam hal buang air besar.
Pemanfaatan jamban berhubungan erat dengan bahaya
yang dapat diakibatkan oleh penyebaran penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kotoran tinja manusia yang dapat
menjadi sumber penyakit.
Tinja yang tidak tertampung ditempat tertutup dan
aman dapat menyebabkan beberapa penyakit menular seperti
polio, kholera, hepatitis A dan lainnya. Merupakan penyakit
yang disebabkan tidak tersedianya sanitasi dasar seperti
penyediaan jamban. Bakteri Escherichia coli dijadikan
sebagai indikator tercemarnya air, dan seperti kita ketahui
bahwa bakteri
Proses pemindahan kuman penyakit dari tinja yang di
keluarkan manusia sebagai pusat infeksi sampai inang baru
dapat melalui berbagai perantara, antara lain air, tangan,
serangga, tanah, makanan, susu serta sayuran. Proses
penularan penyakit diperlukan faktor sebagai berikut :
1) Kuman penyebab penyakit
2) Sumber infeksi (reservoir) dari kuman penyebab
3) Cara keluar dari sumber
4) Cara berpindah dari sumber ke inang (host) baru yang
potensial
5) Cara masuk ke inang yang baru
6) Inang yang peka (suscaptible).
Bahaya buang air besar sembarangan oleh
Notoatmodjo (2003: 159) digambarkan melalui rantai
penyebaran penyakit melalui kotoran tinja dan urine.
Peranan tinja dalam penyebaran penyakit cukup besar, selain
dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman,
sayuran dan sebagainya juga mencemari air, tanah, serangga
dan bagian tubuh manusia. Beberapa penyakit yang dapat
disebarkan oleh kotoran tinja manusia antara lain: tipus,
disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi,
tambang dan pita), schistosomiasis, dan sebagainya.
(Notoatmodjo, 2003: 159-160)
C. Diare
1. Definisi Diare (Depkes RI, 1990/1991)
Diare berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti
mengalir terus. Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit
diare. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit
diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari pada
normal. Menurut WHO diare adalah buang air besar cair lebih dari
tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitikberatkan pada konsistensi
tinja daripada menghitung frekuensi buang air besar. Ibu-ibu
biasanya mengetahui kapan anaknya menderita diare, mereka
biasanya mengatakan bahwa tinja anaknya encer atau cair. Ibu-ibu
biasanya menggunakan istilah local antara lain di Indonesia adalah
mencret, berak-berak, mabyur, muntaber, beser dan lain-lain.
Menurut Dirjen PPM dan PLP, diare adalah penyakit yang ditandai
dengan perubahan bentuk, konsistensi tiinja melembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari
biasanya \tiga kali dalam sehari).
2. Klasifikasi Diare
Berdasarkan hasil seminar nasional pemberantasan
diare tahun 1990, diputuskan bahwa penentuan diagnose penyakit
diare digunakan dengan klasifikasi sebagai berikut :
a. Diare akut, yaitu apabila diare berlangsung kurang dari 14 hari
tanpa diselang seling berhenti lebih dari 2 hari.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita,
gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat
kategori yaitu :
1) diare tanpa dehidrasi
2) diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 5%
dari berat badan
3) diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang
berkisar 6% sampai 10% dari berat badan,
4) Diare dengan dehidrasi berat, cairan yang hilang lebih dari
10%
b. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
c. Diare berdarah, yaitu diare yang dalam tinja penderita terdapat
darah.
d. Diare dengan penyakit penyerta yaitu penyakit ISPA.
3. Penyebab Diare (Noerasid, Haroen,dkk, 1999)
Penyebab penyakit diare dibagi menjadi enam kelompok antara
lain : a. Infeksi
- Bakteri : Shigella, Salmonella, Escherichia coli,
vibrio.sp
- Virus : Rotavirus, Adenovirus
- Parasit : Protozoa, E. histolityca, Giardia lamblia
b. Malabsorpsi
c. Alergi
d. Keracunan ( Keracunan bahan-bahan kimia and keracunan oleh
racun yang dikandung dan diproduksi)
e. Imunodefisiensi
f. Sebab lain
Penyebab penyakit diare bisa berupa virus, bakteri, protozoa atau
dapat pula oleh faktor makanan, alergi, serta malnutrisi. Oleh
karena itu manifestasi penyakit di masyarakat juga bervariasi.
Menurut Simanjuntak dalam Seminar Nasional Pemberantasan
Diare tahun 1990, beberapa mikroba penyebab penyakit beserta
insidensi, pathogenesis, caar penularan, serta gejala-gejalanya
adalah sebagai berikut :
a. Rotavirus
Merupakan 25% dari episode diare pada anak umur 6-
24 bulan. Di masyarakat diperkirakan hanya 5-10% dan
terdapat di daerah cosmopolitan. Rotavirus menyebabkan
kerusakan tak beraturan pada epitelium usus. Penularan
berlangsung secara orofaecal, mungkin juga secara droplet
di udara. Gejala yang muncul adalah diare, muntah-muntah,
dan demam, dehidrasi bervariasi dari yang tanpa gejala
hingga berat.
b. Escherichia coli
Menyebabkan sekitar 5% dari diare di negara
berkembang. Penularan secara orofaecal serta melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi Escherichia
coli. gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi, tergantung
dari tipe Escherichia coli-nya. Pada infeksi EPEC
(Enteropathogenic Escherichia coli), biasanya sembuh
sendiri, tetapi bisa fatal atau menjadi diare persisten,
terutama pada anak berumur kurang dari 6 bulan. Pada
ETEC (Entterotoxigenic Escherichia coli), biasanya juga
sembuh sendiri. Bakteri ini sering menyerang wisatawan
dari negara maju ke negara berkembang. EAEC
(Enteroadheren E.coli) menyebabkan diare encer, kadang-
kadang menjadi diare persisten. EIEC (Enteroinvasive
Escherichia coli) memperlihatkan gejala seperti pada orang
yang terinfeksi Shigella. Sedangkan pada EHEC
(Enterohaemorhatic Escherichia coli), biasanya penderita
mengalami sakit perut mendadak, demam subfebris, diare
cair dan kemudian terdapat darah.
c. Shigella
Insidensi diare yang disebabkan Shigella diperkirakan
10-15% dari diare akut. Pada infeksi Shigella, bakteri
menembus dan bersarang di bawah sel epitel dan membuat
borok pada usus. Penularan terjadi melalui kontak langsung
dengan penderita atau melalui makanan dan minuman yang
tercemar Shigella.
Gejala yang timbul meliputi diare agak encer, sakit
perut, dan tenesmus, tinja berlendir dan berdarah. Gejala
akan lebih berat bila penderita mengalami malnutrisi.
d. Compylobacter jejuni
Insidensi penyakit adalah 5-10% penderita diaer di
daerah cosmopolitan. Di negara berkembang biasanya
diderita anak berusia dibawah satu tahun. Pathogenesis,
kemungkinan menembus ileum dan usus besar,
mengeluarkan dua jenis toksin, yaitu sitotoksin dan
enterotoksin. Penularan terjadi melalui kontak langsung
dengan penderita atau melalui tinja orang atau hewan
terinfeksi. Gejalanya meliputi diare encer, tetapi sebagian
seperti disentri dengan tinja berdarah dan berlendir.
e. Vibrio cholera
Di Asia dan Afrika merupakan endemis penyakit
V.cholerae dan merupakan 5-10% penderita diare yang
dirawat di pelayanan kesehatan. Petogenesis penyakit ini
adalah bakteri yang melekat dan berkembang pada mukosa
usus dan menghasilkan enterotoksin. Penularan berlangsung
melalui mekanan dan minuman yang terkontaminasi.
Penularan melalui kontak langsung jarang terjadi. Dikenal
dua biotipe V.cholerae yaitu El Tor dan Klasik, serta dua
serotype, yaitu Ogawa dan Inaka. Gejalanya sangat berat,
yaitu mendadak dan dehidrasi, shock dan dapat meniggal
dalam beberapa jam.
f. Salmonella sp (non tifoid)
Di negara berkembang jarang ditemukan. Di daerah
urban, 10% penderita disebabkan oleh salmonella.
Patogenesis : Salmonella menembus epithellium dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare encer.
Bila mukosa usus mengalami kerusakan maka tinja akan
berdarah. Penularan terjadi melalui daging unggas, susu,
dan telur yang terkontaminasi.
g. Yersinia sp
Menyebabkan 10% diare akut. Patogenesis penyakit
belum diketahui secara jelas, demikian juga penularannya,
tetapi diperkirakan terjadi secara fecal-oral. Gejala yang
timbul meliputi diare agak ringan, sakit perut, sakit kepala
sub febris.
h. Vibrio parahaemolyticus
Kurang dari 10% dari penyebab diare. Patogenesis
mirip V. cholerae. Penularan terjadi melalui ikan laut yang
terkontaminasi.
i. Giardia lamblia
Terdapat didaerah cosmopolitan. Patogenesis: infeksi
terdapat di usus halus, tetapi, mekanismenya belum
diketahui secara jelas. G. lamblia menyebabkan diare akut
dan kadang persisten. Terjadi malabsorpsi dengan adanya
lemak dalam tinja.
j. Entamoeba hystolytica
Insidensinya sangat bervariasi dari satu tempat ke
tempat lain, terutama di daerah cosmopolitan. Sekitar 90%
penderita tidak menunjukkan adanya gejala. Yang
menunjukkan gejala berkisar dari diare persisten ringan
hingga berat yang dapat menyebabkan abses hati.
k. Cyptosporadium
Menyebabkan kurang lebih 5-15% dari diare yang
terjadi di negara berkembang. Cyptosporadium melekat
pada permukaan microvili dari eritrosit, yang menyebabkan
malabsorpsi akibat kerusakan mukosa usus.
4. Penularan Diare
Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti
virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui jalur
fekal oral yang terjadi karena:
a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari
sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke
rumah - rumah, atau tercemar pada saat disimpan di
rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi,
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan
kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka
makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang
memakannya (Widoyono, 2008). Sedangkan menurut
(Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare biasanya
menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan
atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku
yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik
dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu: tidak
memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan
pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar,
menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci
tanga dengan sabun sesudah buang air besar, tidak mencuci
tangan sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci tangan
sebelum atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang
tinja termasuk tinja bayi dengan benar.
5. Penanggulangan diare
Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain:
a. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem
Kewaspadaan Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data
tentang jumlah penderita dan kematian serta penderita
baru yang belum dilaporkan dengan melakukan
pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan
daerah sekitarnya yang diperkirakan mempunyai
risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangakan
pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari
surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk
mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar
Biasa) diare.
b. Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian
di lapangan karena diare pada saat KLB di mana
sebagian besar penderita berada di masyarakat.
c. Pembentukan pusat rehidrasi
Tempat untuk menampung penderita diare yang
memerlukan perawatan dan pengobatan pada keadaan
tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau
rumah sakit.
d. Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh
penderita pada saat terjadinya KLB diare.
e. Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata
rantai penularan dan pengamatan intensif baik terhadap
penderita maupun terhadap faktor risiko.
f. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare
pada saat KLB diare meliputi peningkatan kualitas
kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.
6. Pencegahan Terjadinya Diare
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif
yang dapat dilakukan adalah (Kemenkes RI, 2011):
a. Perilaku Sehat.
1) Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi.
Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan
seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi,
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertunbuhan sampai
umur 6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan
selama masa ini. ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber
susu lain seperti susu formula atau cairan lain yang disiapkan
dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam
botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau
makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan
anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan daire. Keadaan seperti ini disebut memberikan
ASI eksklusif.
Bayi harus diberi ASI secara penuh sampai mereka
berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya,
pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat
preventif secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-
zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi baru lahir, pemberian
ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol.
2) Memperbaiki praktek pemberian makanan pendamping ASI.
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi
secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang
dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang
baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.
3) Penggunaan air bersih yang cukup.
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui Fecal-Oral. Kuman tersebut dapat ditularkan bila
masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atu benda
yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan,
makanan yang wadah atau tempat makanan dan minum yang
dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang
benar-benar bersih memiliki risiko menderita diare lebih kecil
disbanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih. Masyrakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan
diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih
dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Hal yang harus
diperhatikan oleh keluarga:
a) Ambil air dari sumber air yang bersih.
b) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta
gunakan gayung khusus untuk mengambil air.
c) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan
untuk mandi anak-anak.
d) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai
mendidih).
e) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan
dengan air bersih yang cukup.
4) Kebiasaan Cuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan
perorangan yang penting dalam penularan kuman diare
adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makanan anak dan sebelum makan mempunyai dampak
dalam kejadian diare, yaitu menurunkan angka kejadian
diare sebesar 47%.
5) Penggunaan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa
upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar
dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga
yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan
keluarga harus buang air besar di jamban. Hal yang harus
diperhatikan oleh keluarga:
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik
dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
b) Bersihkan jamban secara teratur.
c) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
6) Pembuangan Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak
berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula
menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
Tinja bayi harus dibuang secara benar. Hal yang harus
diperhatikan oleh keluarga:
a) Kumpulkan segara tinja bayi dan buang di jamban.
b) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan
mudah dijangkau olehnya.
c) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang
tinja seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian
ditimbun.
d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan
cuci tangan dengan sabun. 7)
Memberikan Imunisasi Campak.
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting
untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak.
Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare.
Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah
bayi berumur 9 bulan.
b. Penyehatan lingkungan
a. Penyediaan air bersih.
b. Pengelolaan sampah.
c. Sarana pembuangan air limbah.
D. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
Kerangka Teori
Faktor penyebab diare: Perilaku kesehatan:Diare
Faktor lingkungan dan perilaku Perilaku hidupsehat
Perilaku hidup bersih danUpaya pencegahan diare: Sehat (PHBS) Rumah
Menggunakan jamban Tangga:
*Menggunakan jamban
Sehat
Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel
DependentMenggunakan jamban sehat Diare
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Ho : Tidak ada hubungan antara menggunakan jamban sehat dengan
kejadian diare pada dewasa di Desa Langensari.
Ha : Ada hubungan antara menggunakan jamban sehat dengan kejadian
diare pada dewasa di Desa Langensari.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan
desain cross sectional untuk mengetahui hubungan variabel bebas yaitu
penggunaan jamban sehat terhadap variabel terikat yaitu kejadian diare pada
dewasa di desa Langensari yang berobat dengan keluhan diare ke Puskesmas
Langensari 2 Kota Banjar periode Januari 2015 – Maret 2015.
Subyek dalam penelitian ini berjumlah 92 responden, terhitung dari bulan
Januari 2015 sampai dengan bulan Maret 2015. Sampel dalam penelitian ini
adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total
sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100,
maka seluruh populasi harus dijadikan sampel penelitian.
Data diperoleh melalui kuesioner. Analisis data dilakukan secara bertahap
meliputi analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Chi-square.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam penelitian ini di desa Langensari Kota Banjar.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah warga dewasa desa Langensari yang pernah
menderita diare dan berobat ke Puskesmas Langensari 2 kota Banjar periode
bulan Januari – Maret 2015.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga dewasa
yang bertempat tinggal di desa Langensari dan pernah menderita diare
serta berobat ke Puskesmas Langensari 2 kota Banjar yaitu sebanyak
92 orang.
2. Besar sampel
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah yang memenuhi
kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat
dimasukkan atau layak untuk diteliti. Adapun cara pengambilan sampel
adalah total sampling.
Menurut Sugiyono (2007), total sampling adalah tehnik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Dalam
penelitian ini yang menjadi sampel yaitu seluruh warga dewasa yang
bertempat tinggal di desa Langensari dan pernah menderita diare serta berobat
ke Puskesmas Langensari 2 kota Banjar sebanyak 92 orang.
Kriteria inklusi :
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian yang layak
untuk dilakukan penelitian atau dijadikan responden. Kriteria inklusi pada
penelitian ini adalah:
a. Warga dewasa yang berdomisili di desa langensari yang pernah
menderita diare dan berobat ke Puskesmas Langensari 2 kota Banjar.
b. Bersedia menjadi subjek penelitian atau menjadi responden.
Kriteria eksklusi :
Kriteria eksklusi merupakan subjek penelitian yang tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
a. Bukan merupakan warga dewasa yang berdomisili (tinggal menetap) dan
memiliki rumah di desa Langensari.
b. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian atau menjadi responden.
E. Variabel dan Definisi Operasional Tabel
3.1 Definisi Operasional Variabel
No. Variabel Definisi Operasional Skala
1. Jamban Kemampuan responden menjawab pertanyaan yang Ordinal
Sehat meliputi kriteria penggunaan jamban sehat.
1) Kategori :
a. Baik : bila total nilai skor 7-8
b. K u r a n g b a i k : b i l a t o t a l n i l a i s k o r < 7
2. Diare Diare adalah buang air besar lebih dari 3x dalam 24 jam Ordinal
dengan konsistensi cair.
1) Kategori :
A. Diare, jika BAB cair > 3x sehari.
B. Tidak diare, jika BAB < 3x sehari.
Pengukuran dan Pengamatan Variabel Penelitian
1. Kejadian diare
Suatu peristiwa yang menerangkan jumlah penderita diare dalam 1 bulan
terakhir.
2. Ketersediaan jamban sehat
Ketersediaan jamban sehat diukur melalui pertanyaan-pertanyaan
seputar jamban sehat yang tersedia di rumah masing-masing warga. Untuk
kepentingan analisis bivariat ketersediaan jamban sehat dibuat menjadi 2
kategori dengan cut off poin:
a. Mean bila distribusi data normal, atau
b. Median bila distribusi data tidak normal
Ditentukan berdasarkan frekuensi:
a. Tidak baik
b. Baik
F. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif, yang diperoleh
dari wawancara menggunakan kuesioner dan observasi secara langsung
mengenai kriteria penggunaan jamban sehat.
2. Sumber Data a.
Data primer
Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara menggunakan
kuesioner dan observasi oleh peneliti secara langsung kepada responden
mengenai kriteria penggunaan jamban sehat.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari data laporan bulanan di Puskesmas
Langensari 2 Kota Banjar.
3. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner dan observasi oleh peneliti secara langsung kepada responden pada
mengenai kriteria penggunaan jamban sehat.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Kuesioner
Kuesioner diambil dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
sehingga tidak dilakukan kembali dengan uji validitas dan reliabilitas.
b. Alat tulis
5. Kerangka Penelitian
Total sampling
G. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian akan diolah (editing, coding, entry,
dan taulating data).
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban,
konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses pengolahan
data dengan memberikan angka nol atau satu.
3. Entry, yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.
4. Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti
guna memudahkan analisis data.
H. Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
I. Analisis Univariat
Analisis univariat yaitu analisis yang digunakan untuk
menggambarkan atau mendiskripsikan dari masing-masing variabel, baik
variabel bebas dan variabel terikat dan karakteristik responden.
J. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk menguji hubungan variabel bebas dan variabel
terikat dengan uji statistik chi square (χ2) untuk mengetahi hubungan yang
signifikan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Uji
chi square dilakukan dengan mengunakan bantuan perangkat lunak berbentuk
komputer dengan tingkat signifikan p > 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Dasar
pengambilan keputusan dengan tingkat kepercayaan 95% :
1. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.
2. Jika nilai sig p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian diterima (Budiarto, 2001).
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Payaroba dengan mengacu pada jumlah
populasi penderita diare terbanyak periode Januari – Maret 2015. Jumlah
populasi sasaran total sebanyak 203 orang yang berasal dari tiga wilayah kerja
Puskesmas Langensari 2, dengan proporsi penderita diare pada tiap-tiap wilayah
kerja puskesmas yaitu Desa Langensari 92 orang, Muktisari 49 orang, dan
Waringinsari 62 orang.
Desa Langensari merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat. Desa Langensari berbatasan dengan
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Warga di Desa Langensari berjumlah 10.252
orang dengan warga laki-laki sebesar 5.282 orang dan warga perempuan sebesar
4.970 orang.
B. Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat ini dilakukan untuk melihat gambaran distribusi variabel-
variabel yang diteliti meliputi variabel dependen (kejadian diare) dan variabel
independen (ketersediaan jamban sehat).
1. Distribusi Frekuensi Variabel Dependen
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Diare Pada Dewasa di Desa
Langensari Yang Berobat Ke Puskesmas Langensari 2 Kota Banjar Periode Januari
– Maret tahun 2015
Diare N %
Tidak 26 28.3
Ya 66 71.7
Total 92 100.0
Dari tabel diatas, didapatkan bahwa jumlah responden yang menderita
diare 66 orang (71,7%), sedangkan responden yang tidak menderita diare
26 orang (28,3%).
2. Distribusi Frekuensi Variabel
Independen a. Jamban sehat
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jamban Pada Dewasa di Desa Langensari Yang
Berobat Ke Puskesmas Langensari 2 Kota Banjar Periode Januari – Maret tahun 2015
Skoring Jamban Sehat N %
3 2 2.2
4 6 6.5
5 8 8.7
6 24 26.1
7 18 19.6
8 34 37.0
Total 92 100.0
Dari tabel diatas, didapatkan warga yang menjawab pertanyaan
dengan nilai 8 sebanyak 34 orang (37%), selanjutnya yang menjawab
pertanyaan dengan nilai 6 sebanyak 24 orang (26,1%), dengan nilai 7
sebanyak 18 orang (19,6%), dengan nilai 5 sebanyak 8 orang (8,7%),
dengan nilai 4 sebanyak 6 orang (6,5%) dan dengan nilai 3 sebanyak 2
orang (2,2%).
C. Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariate ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Yang termasuk kedalam variabel
independen dalam penelitian ini adalah ketersediaan jamban sehat. Sedangkan,
variabel dependennya adalah kejadian diare warga desa Langensari Kota Banjar.
1. Hubungan Ketersediaan Jamban Sehat Dengan Kejadian Diare
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Jamban Sehat dan Hubungannya
Dengan Kejadian Diare Pada Dewasa di Desa Langensari Yang Berobat Ke
Puskesmas Langensari 2 Kota Banjar Periode Januari – Maret tahun 2015
DiareTotal
Ketersediaan Jamban Tidak Diare Diare
N % N % N %
Kurang Baik 5 12,8% 34 87,2% 39 100%
Baik 21 39,6% 32 60,4% 53 100%
Total 26 28,3% 66 71,7% 92 100%
Dari hasil penghitungan didapatkan median nilai pertanyaan-
pertanyaan ketersediaan jamban sehat adalah 7 kemudian dilakukan uji
hubungan antara ketersediaan jamban dengan kejadian diare. Dilakukan
pengujian menggunakan uji chi square, hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat dinilai berdasarkan p value 95% (≤ α 0.05).
Hasil analisis antara ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare
menunjukkan bahwa sebanyak 53 orang yang memiliki ketersediaan jamban
sehat yang baik, yang menderita diare sebanyak 32 orang dan yang tidak
menderita diare sebanyak 21 orang. Sedangkan warga yang memiliki
ketersediaan jamban sehat yang kurang baik sebanyak 39 orang, yang
menderita diare sebanyak 34 orang dan yang tidak menderita diare sebanyak
5 orang. Diperoleh p value adalah 0.005.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Penafsiran dan Pembahasan Temuan Hasil Penelitian
1. Distribusi Jamban Sehat
Dari hasil tabel 4.3 dapat diketahui jumlah rumah yang memiliki
jamban sehat sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh Depkes (2004) yaitu
sebanyak 53 unit dan jamban yang tidak sesuai atau tidak memenuhi syarat
dari Depkes sebanyak 39 unit. Hal ini dapat mencerminkan bahwa
masyarakat sudah mulai menyadari jenis jamban yang selayaknya dapat
dipergunakan sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Jamban
dapat dikatakan jamban sehat apabila memenuhi beberapa syarat berikut:
a. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampungan
(septic tank) berjarak 10-15 meter dari sumber air minum
Jarak minimal sumber air dengan lubang penampungan (septic tank)
10-15 meter bertujuan untuk mencegah adanya pencemaran air oleh
limbah manusia (Myrnawati, 2004). Pada penelitian ini di temukan
jumlah rumah yang memiliki jarak septic tank dengan sumber air
minimal 10 meter ada 53 rumah dan ada 39 rumah yang jarak minimal
saptic tank dengan sumber air kurang dari 10 meter dari total 92 rumah.
b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun
tikus
Menurut Myrnawati (2004) dan Azwar (1990) dianjurkan untuk
menggunakan jamban leher angsa karena memiliki cukup air atau lubang
jamban yang selalu tertutup yang memiliki fungsi untuk mencegah bau
busuk dan masuknya binatang-binatang kecil.
c. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok
Depkes (2004) jamban sehat harus memiliki ruang yang cukup luas
dan landai/miring kea rah lubang jongkok dengan tujuan untuk
menhindari pencemaran tanah di sekitarnya. Dari hasil penelitian ini
sebanyak 55 rumah memenuhi kriteria di atas dan 37 rumah tidak
memenuhi kriteria diatas dai total 92 rumah.
d. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya
Jamban sehat harus mudah dibersihkan dan aman agar tidak
menimbulkan gangguan bagi pemakainya (Myrnawati, 2004).
e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan
berwarna
Bertujuan untuk menghindari pemandangan yang kurang sopan dan
menimbulkan rasa aman dari pemakainya (Myrnawati, 2004). Terdapat
84 dari total 92 rumah sudah memenuhi syarat diatas dan sisanya 8 rumah
masih memiliki jamban tanpa dindin dan atap pelindung.
f. Tersedia air dan alat pembersih
Tersedianya air untuk digunakan sebagai pembersih setelah orang
menggunakan jamban dan alat pembersih harus ada untuk mempermudah
dalam menjaga jamban agar tetap bersih. Total ada 67 rumah yang
jambannya memiliki ketersediaan air dan alat pembersih dan 25 rumah
belum memiliki ketersediaan air dan alat pembersih di jamban dari total
92 rumah yang diteliti.
2. Distribusi Penderita Diare
Berdasarkan tabel 4.3 ditemukan distribusi penderita diare pada
dewasa di Desa Langensari sebanyak 32 orang dan yang tidak menderita
diare sebanyak 21 orang dari total 53 orang yang memiliki jamban sehat. Dan
ditemukan distribusi penderita diare di desa langensari sebanyak 34 orang
dan yang tidak menderita diare sebanyak 5 orang dari total 39 orang yang
memiliki jamban yang tidak sehat dirumahnya. Hal ini menunjukkan bahwa
penderita diare di Desa Langensari masih tinggi dan hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa faktor menurut Widoyono (2008):
a. Keadaan lingkungan
b. Perilaku masyarakat
c. Pelayanan masyarakat
d. Gizi
e. Kependudukan
f. Pendidikan
g. Keadaan sosial ekonomi
3. Hubungan Ketersediaan Jamban Sehat dengan Kejadian Diare
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa ditemukan hubungan
yang bermakna antara ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare di
Desa Langensari. Dari hasil analisa dengan spss didapatkan hasil p = 0,005
yang menunjukan bahwa hubungan ketersediaan jamban sehat dengan
kejadian diare bermakna. Hal tersebut sesuai dengan (Lely, 2011) dalam
penelitiannya tentang hubungan PHBS dengan kejadian diare di Desa
Pardede Onan Kecamatan Balige pada tahun 2011 didapatkan hasil uji chi-
square p 0.004 (berdasarkan fisher’s exact test), yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan PHBS dengan kejadian diare. Dan salah satu komponen
dalam PHBS, khususnya PHBS rumah tangga adalah menggunakan jamban.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Langensari
Kecamatan Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat terhadap warganya yang
berobat ke Puskesmas Langensari 2, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini terlihat bahwa responden yang mengalami diare
sebanyak 66 orang (71,7%).
2. Responden yang memiliki jamban sehat sebanyak 53 orang (57.6%).
3. Berdasarkan hasil uji chi square didapatkan P value = 0.005, artinya ada
hubungan ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare.
B. Saran
1. Untuk Dinas Kesehatan
Diharapkan bagi instansi kesehatan agar lebih dapat memanfaatkan
kegiatan rutin puskesmas (posyandu, posbindu, dsb) untuk dapat
mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai karakter serta perilaku
masyarakat di wilayah kerja setiap puskesmas dengan mendayagunakan
kader-kader yang ada untuk melakukan curah pendapat (diskusi) terkait
dengan rencana kegiatan puskesmas berikutnya.
Agar kegiatan atau program puskesmas selanjutnya yang akan diterapkan
dalam masyarakat lebih dapat diterima dan dilaksanakan tanpa adanya
pembatas, baik akibat masalah agama, sosial, budaya serta adat istiadat
masyarakat setempat.
2. Bagi Masyarakat
Menerapkan tindakan pencegahan penyakit diare dengan menjaga
kebersihan lingkungan dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai permasalahan yang sama,
namun dengan variabel – variabel lain dalam hubungannya dengan
kejadian diare.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Horison Baru Kesehatan Masyarakat Di Indonesia.
Jakarta : Rineka cipta.
Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-dasar penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta :
Rajawali Pers.
Azwar, A. 1989. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara Sumber
Widya
Budiarto, Eko. 2011. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta : EGC.
Depkes R I. 2004. Kriteria, Standard, dan Komponen Sanitasi Jamban.
Depkes R I 2007. Perilaku Penyebab Diare.
Depkes R I. 2008. Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan.
Depkes, R. I. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen Ppm
Dan Pl;
Duncan et. Al. 2002. Preventive Medicine. Boston.
Hanafiah,J. Amir,A. 2009. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Ed 4. Jakarta :
EGC
Juariah. 2000. Hubungan Antara Kesakitan Diare Dengan Sumber Air Bersih,
Kepemilikan Jamban, Jenis Lantai, Pencahayaan Rumah dan Ventilasi Rumah.
Kemenkes RI. 2011. Situasi diare di Indonesia.
Kusnoputranto. 1997. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Lely. 2011. Hubungan PHBS dengan Kejadian Diare di Desa Pardede Onan
Kecamatan Balige pada Tahun 2011.
Myrnawati. 2004. Buku Ajar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Fakultas Kedokteran
YARSI.
Notoatmodjo,S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta :
Rineka Cipta
Notoatmodjo,S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Rahadi. 2005. Hubungan antara Kepemilikan Jamban, Jarak SPAL, Jenis Lantai
dengan Kejadian Diare.
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung : CV
Alfabeta.
Widoyono. 2008. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya.
Erlangga.
LAMPIRAN
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama :
Tempat, Tgl Lahir :
Alamat :
No. Telepon :
Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan dari peneliti tentang
“Hubungan Ketersediaan Jamban Sehat dengan Kejadian Diare pada Dewasa di Desa
Langensari yang Berobat ke Puskesmas Langensari II Kota Banjar dengan Keluhan
Diare Periode Januari – Maret 2015”, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa
paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Langensari, April 2015
Peserta Penelitian
(……………………)
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KETERSEDIAAN JAMBAN SEHAT DENGAN KEJADIAN
DIARE PADA DEWASA DI DESA LANGENSARI YANG BEROBAT KE
PUSKESMAS LANGENSARI II KOTA BANJAR DENGAN KELUHAN
DIARE PERIODE JANUARI-MARET 2015
BERILAH TANDA SILANG (X) PADA JAWABAN YANG SESUAI
KETERSEDIAAN JAMBAN
1. Apa jenis jamban yang digunakan di rumah saudara/i?
a. Leher Angsa
b. WC cemplung
2. Apakah jamban mempunyai septic tank?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah seluruh anggota keluarga menggunakan jamban?
a. Ya
b. Tidak
*Jika tidak, dimanakah anggota keluarga BAB (Buang Air Besar)?
a. Parit/ Sungai/ Kolam
b. Pekarangan
4. Apakah pada jamban saudara/I tersedia air yang cukup?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah jamban mempunyai ventilasi?
a. Ya
b. Tidak
6. Kondisi Jamban saudara/ I?
a. Lantai dan dinding jamban bersih, tidak licin dan tidak berbau
b. Lantai dan dinding jamban tidak bersih, licin, dan berbau
7. Berapa kali saudara/I membersihkan jamban?
a. Seminggu sekali
b. Sebulan sekali
8. Apakah menurut saudara/I penyakit diare dapat disebabkan karena tidak
menggunakan jamban yang sehat?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah ada anggota keluarga dalam satu bulan terakhir ini terkena diare (BAB
lebih dari 3 kali sehari dengan tinja cair)?
a. Ya
b. Tidak
LAMPIRAN
A. Uji univariat
1. Kejadian diare Diare
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak diare 26 28.3 28.3 28.3
Diare 66 71.7 71.7 100.0
Total 92 100.0 100.0
2. Ketersediaan jamban sehat
Ketersediaan jamban
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang baik 39 42.4 42.4 42.4
Baik 53 57.6 57.6 100.0
Total 92 100.0 100.0
B. Uji bivariat 1. Ketersediaan jamban dengan kejadian diare
Ketersediaan jamban * Diare Crosstabulation
Diare
Tidak Ya Total
Ketersediaan jamban Kurang baik Count 5 34 39
% within Ketersediaan12.8% 87.2% 100.0%
jamban
Baik Count 21 32 53
% within Ketersediaan39.6% 60.4% 100.0%
jamban
Total Count 26 66 92
% within Ketersediaan28.3% 71.7% 100.0%
jamban
Chi-Square Testsc
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- Point
Value df (2-sided) sided) sided) Probability
Pearson Chi-Square 7.961a1 .005 .005 .004
Continuity Correctionb6.694 1 .010
Likelihood Ratio 8.509 1 .004 .005 .004
Fisher's Exact Test .005 .004
Linear-by-Linear7.874d
1 .005 .005 .004 .003Association
N of Valid Cases 92
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.02.
b. Computed only for a 2x2 table
c. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.
d. The standardized statistic is -2.806.
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Menggunakan jamban .224 .075 .665
(Kurang baik / Baik)
For cohort Diare = Tidak.324 .134 .783
diare
For cohort Diare = Diare 1.444 1.126 1.852
N of Valid Cases 92