Upload
novan-aryandi
View
162
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Novan Aryandi - FK Baiturrahmah Padang - RSAM Bukittinggi
Citation preview
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Defenisi
Ptiriasis versikolor (PV) adalah infeksi kulit superficial kronik, disebabkan
oleh ragi genus Malassezia, umumnya tidak memberikan gejala subyektif,
ditandai oleh area depigmentasi atau diskolorasi berskuama halus, tersebar
disekret atau konfluen, dan terutama terdapat pada badan bagian atas.
1.2. Epidemiologi
PV merupakan penyakit universal, terutama ditemukan pada daerah tropis.
Tidak terdapat perbedaan berdasarkan jenis kelamin, tetapi terdapat perbedaan
kerentanan berdasarkan usia, yakni lebih banyak ditemukan pada remaja dan
dewasa muda, jarang pada anak dan orang tua. Di Indonesia, kelainan ini
merupakan penyakit yang terbanyak ditemukan diantara berbagai penyakit kulit
akibat jamur.
Spesis Malassezia adalah ragi saprofytik yang tumbuh pada kulit normal
pada bagian kepala, punggung dan leher yang merupakan daerah pada tubuh yang
memiliki kandungan lemak yang banyak. Penyakit ini sering mengenai anak muda
terutama pada masa pubertas. Pada masa ini terjadi peningkatan sebum dalam
kelenjar sebasea yang mengakibatkan peningkatan kemungkinan terjadinya
pertumbuhan jamur tersebut secara berlebihan. Pertumbuhan yang berlebihan
tersebut juga dapat disebabkan oleh perubahan hormonal, malnutrisi, penggunaan
kontrasepsi oral dan hiperhidrosis. Angka kejadian pitiriasis versikolor di dunia
sebesar 20-25% populasi dunia menderita penyakit ini. Pada daerah tropis angka
kejadian pitiriasis versikolor pada daerah tropis sebesar 30-40% populasi
diwilayah tropis menderita penyakit ini tetapi hanya 60% dari populasi yang
menunjukkan gejala klinis. Angka kejadian pitiriasis versikolor tertinggi terjadi
pada saat musim panas, ini berhubungan dengan sifat dari jamur penyebab.
Di Indonesia yang berada disekitar garis ekuator memiliki suhu sekitar 300
sepanjang tahun dan memiliki kepadatan pendudukan mencapai 70%. pitiriasis
versikolor merupakan dermatomikosis nomer 2 terbanyak di Indonesia.
1.3. Etiologi
PV disebabkan oleh Malassezia spp., ragi bersifat lipofilik yang
merupakan flora normal pada kulit. Jamur ini juga bersifat dimorfik, bentuk ragi
dapat berubah menjadi hifa. Dahulu ragi ini digolongkan sebagai genus
Pityrosporum (terdiri dari atas Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare),
tetapi kemudian mengalami reklasifikasi sebagai genus Malassezia.
Berdasarkan analisis genetic, diidentifikasi 6 spesies lipofilik pada kulit
manusia yakni M. furfur, M. sympodialis, M.globosa, M. restricta, M. slooffiae,
M. obtuse; dan satu spesies yang kurang lipofilik dan biasa terdapat pada kulit
hewan, M. pachydermatis. Selanjutnya dilaporkan spesies lain: M. dermatis, M.
yaponica, M. nana, M. caprae, M. equine. Sifat lipofilik menyebabkan ragi ini
banyak berkolonisasi pada area kaya sekresi kelenjar sebasea. Beberapa studi
terpisah menunjukan bahwa M. globosa banyak berhubungan dengan PV, tetapi
studi lain menunjukan bahwa M. sympodialis dan M. furfur yang predominan
pada PV.
1.4. PatogenesisMalessezia spp. yang semula berbentuk ragi saprofit akan berubah menjadi
bentuk miselia yang menyebabkan kelainan pada kulit PV. Kondisi atau faktor
predisposisi yang diduga dapat menyebabkan perubahan tersebut berupa suhu,
kelembaban lingkungan yang tinggi, dan tegangan CO2 tinggi permukaan kulit
akibat oklusi, faktor genetik, hiperhidrosis, kondisi imunosupresif, dan malnutrisi.
Beberapa mekanisme yang dianggap merupakan penyebab perubahan
warna pada lesi kulit, yakni Malessezia sp. memproduksi asam dikarboksilat (a.l.
asam azeleat) yang mengganggu pembentukan pigmen melanin, dan memproduksi
metabolit (pityriacitrin) yang mempunyai kemampuan absorpsi sinar ultraviolet
sehingga menyebabkan lesi hipopigmentasi. Mekanisme lainnya adalah M. furfur
menghambat pertumbuhan stratum korneum. Sementara itu, mekanisme
terjadinya lesi hiperpigmentasi belum jelas, tetapi satu studi menunjukan pada
pemeriksaan mikroskop electron didapati ukuran melanosom yang lebih besar dari
normal. Laporan keration yang lebih tebal juga dijumpai pada lesi
hiperpigmentasi. Pada macula hiperpigmentasi juga disebabkan penipisan stratum
korneum oleh M. furfur yang mengakibatkan munculnya reaksi radang sehingga
muncul macula tersebut dan juga karena ada penimpisan stratum korneum
mengakibatkan meningkatnya kemungkinan infeksi sekunder
1.5. Gambaran Klinis
Lesi PV terutama terdapat pada badan bagian atas, leher, dan perut,
ekstremitas sisi proksimal. Kadang ditemukan pada wajah dan skalp; dapat juga
ditemukan pada aksila; lipat paha, genitalia. Lesi berupa macula berbatas tegas,
dapat hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan kadang eritematosa, terdiri atas
berbagai ukuran, dan berskuama halus (pitiriaformis). Umumnya tidak disertai
gejala subyektif, hanya berupa keluhan kosmetis, meskipun kadang ada pruritus
ringan.
Ukuran dan bentuk lesi sangat bervariasi bergantung lama sakit dan
luasnya lesi. Pada lesi baru sering dijumpai makula skuamosa folikular.
Sedangkan pada lesi primer tunggal berupa makula dengan batas sangat tegas
tertutup skuama halus. Makula umunya khas berbentuk bulat atau oval tersebar
pada daerah yang terkena.
Lesi pitiriasis versikolor terutama dijumpai dibagian atas dada dan meluas
ke lengan atas, leher, tengkuk, perut atau tungkai atas/bawah. Dilaporkan adanya
kasus-kasus dimana lesi hanya dijumpai pada bagian tubuh yang tertutup atau
mendapat tekanan pakaian, misalnya pada bagian yang tertutup pakaian dalam.
Untuk menunjukkan adanya skuamasi secara sederhana dapat dilakukan
garukan dengan kuku, akan nampak batas yang jelas antara lesi dan kulit normal.
Berikut adalah beberapa contoh lesi pada pitiriasis versikolor
Gambar 1. A. Makula Hiperpigmentasi pada punggung, B. Makula
Eritematous pada axial, C. Makula hipopigmentasi pada lengan atas, D. Makula
Hipopigmentasi pada dada
1.6. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa modalitas yang sering digunakan sebagai pemeriksaan
penunjang bagi menegakkan diagnosis pitiriasis versicolor adalah:
1) Pemeriksaan dengan lampu Wood
Pemeriksaan dengan lampo wood dapat memperlihatkan fluoresensi
kekuningan akibat metabolit asam dikarboksilat, yang digunakan sebagai petunjuk
lesi PV dan mendeteksi sebaran lokasi lesi. Perlu diwaspadai hasil pemeriksaan
fluoresensi positif palsu yang antara lain dapat karena penggunaan salap yang
mengandung asam salisilat, tetrasiklin.
Cara untuk melakukan pemeriksaan ini adalah pemeriksaan dilakukan di
ruang yang gelap atau lampu dimatikan. Jarak lampu dari lesi sekitar 4-6 inci.
Kulit yang akan diperiksa dibasuh dulu sebelum pemeriksaan karena efek
deodorant, bedak atau minyak mungkin akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Jika di lesi terdapat Malessezia furfur, akan memberikan perubahan warna pada
seluruh daerah lesi sehingga batas lesi mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi
akan memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan.
2) Pemeriksaan KOH 10%
Pemeriksaan mikologis langsung sediaan kerokan kulit akan menunjukkan
kumpulan hifa pendek dan sel ragi bulat, kadang oval. Gambaran demikian
menyebabkan sebutan serupa “spaghetti and meatballs” atau ”bananas and
grapes”.
Cara melakukan pemeriksaan ini pertama, kulit dibagian lesi yang akan
dikerok dibersihkan dengan kapas alcohol 70%. Lesi dikerok dengan scalpel steril
dan jatuhannya ditampung dalam lempeng steril pula. Sebagian dari bahan
tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker Biru
Hitam, dipanaskan sebentar, ditutup dengan kaca penutup dan diperiksa dibawah
mikroskop.
1.7. Diagnosis
Diagnosis klinis Pitiriasis versicolor ditegakkan berdasarkan adanya
makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi, atau kemerahan yang berbatas sangat
tegas, tertutup skuama halus. Pemeriksaan dengan lampu Wood akan
menunjukkan adanya pendaran (fluoresensi) berwarna kuning keemasan pada lesi
yang bersisik. Pemeriksaan mikroskopis sediaan skuama dengan KOH
memperlihatkan kelompok sel ragi bulat berdinding tebal dengan miselium kasar,
sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat dengan
penambahan zat warna tinta Parker Blue-Black atau biru laktofenol. Gambaran
ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai meat ball and spaghetti.
Pengambilan skuama dapat dilakukan dengan kerokan menggunakan
scalpel tumpul atau menggunakan selotip yang dilekatkan pada lesi.
Gambar 2. A. M. furfur pada pewarnaan KOH, B. M. furfur pada pewarnaan
dengan tinta Parker Blue
1.8. Diagnosis Banding
Pitiriasis versikolor sering di diagnosis banding dengan Morbus Hansen
(MH), vetiligo, pitiriasis alba, pitiriasis rosea, dermatitis seboroik, sefilis
sekunder. Vetiligo dibedakan dengan adanya total depigmentasi pada lesi dan
ukuran lesi pada vetiligo lebih besar dibanding pitiriasis versikolor dan kloasma
dibedakan dengan tidak dijumpainya skuama. Dermatitis seboroik, pitiriasis
rosea, sufulis sekunder, pinta dan tinea corporis umumnya menunjukkan adanya
tingkat inflamasi yang lebih hebat. Eritrasma umunya menyerupai pitiriasis
versikolor bentuk hiperpigmentasi atau eritematosa, tetapi memberikan floresensi
kemerahan pada pemeriksaan dengan lampu wood. Membedakan pitiriasis
versikolor dengan MH tipe TT adalah pada lesi MH terdapat anastesi, dan
anhidrosis, serta pada pemeriksaan fisis lainnya ditemukan tanda-tanda
pembesaran saraf dan lainnya yang mendukung kearah MH
1. Morbus Hansen
Makula hipopigmentasi yang terdapat pada penderita Morbus Hansen
mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu makula anestesi, alopesia, anhidrosis, dan
atrofi. Lesi dapat satu atau banyak, berbatas tegas dengan ukuran bervariasi.
Terdapat penebalan saraf perifer. Kelainan ini terjadi karena menurunnya
aktivitas melanosit. Pada pemeriksaan histopatologi jumlah melanosit dapat
normal atau menurun. Terdapat melanosit dengan vakuolisasi dan mengalami
atrofi serta menurunnya jumlah melanosom.
Gambar 3. Gambar macula hipopigmentasi pada MH tipe BL
2. Vitiligo
Vitiligo adalah suatu hipomelanosis yang didapat bersifat progresif, seringkali
familial ditandai dengan makula hipopigmentasi pada kulit, berbatas tegas,
dan asimtomatis.
Makula hipomelanosis yang khas berupa bercak putih seperti putih kapur,
bergaris tengah beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk
bulat atau lonjong dengan tepi berbatas tegas dan kulit pada tempat tersebut
normal dan tidak mempunyai skuama. Vitiligo mempunyai distribusi yang
khas. Lesi terutama terdapat pada daerah yang terpajan (muka, dada bagian
atas, dorsum manus), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah
orifisium (sekitar mulut, hidung, mata, rektum), pada bagian ekstensor
permukaan tulang yang menonjol (jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan
histopatologi tidak ditemukan sel melanosit dan reaksi dopa untuk melanosit
negatif. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula amelanotik pada
vitiligo tampak putih berkilau, hal ini membedakan lesi vitiligo dengan
makula hipomelanotik pada kelainan hipopigmentasi lainnya22,24
Gambar 4. Vitiligo
3. Hipopigmentasi Post Inflamasi
Berbagai proses inflamasi pada penyakit kulit dapat pula menyebabkan
hipopigmentasi misalnya Lupus eritematosus diskoid, Dermatitis atopik,
Psoriasis, Parapsoriasis gutata kronis, dan lain-lain. Predileksi dan bentuk
kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesuai dengan lesi primernya. Hal ini
khas pada kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesudah menderita psoriasis25.
Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai
menghilang setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada
area yang terpapar matahari22,25.
Patogenesis proses ini dianggap sebagai hasil dari gangguan transfer
melanosom dari melanosit ke keratinosit. Pada dermatitis, hipopigmentasi
mungkin merupakan akibat dari edema sedangkan pada psoriasis mungkin
akibat meningkatnya epidermal turnover.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan
sebelumnya. Jika diagnosis belum berhasil ditegakkan maka biopsi pada lesi
hipomelanosis akan menunjukkan gambaran penyakit kulit primernya25.
Ganbar 5. Hipopigmentasi Post Inflamasi
4. Pitiriasis Alba
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3 – 16 tahun (30 – 40%).
Wanita dan pria sama banyak. Lesi berbentuk bulat atau oval. Pada mulanya
lesi berwarna merah muda atau sesuai warna kulit dengan skuama kulit
diatasnya. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai hanya
hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang
berobat terutama pada orang dengan kulit berwarna. Bercak biasanya multipel
4 – 20. Pada anak-anak lokasi kelainan pada muka (50 – 60%), Paling sering
di sekitar mulut, dagu, pipi, dan dahi. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas
dan badan. Lesi umumnya asimtomatik tetapi dapat juga terasa gatal dan
panas22,26.
Pada pemeriksaan histopatologi tidak ditemukan melanin di stratum basal
dan terdapat hiperkeratosis dan parakeratosis. Kelainan dapat dibedakan dari
Vitiligo dengan adanya batas yang tidak tegas dan lesi yang tidak amelanotik
serta pemeriksaan menggunakan lampu Wood.
Kelainan hipopigmentasi ini dapat terjadi akibat perubahan-perubahan
pasca inflamasi dan efek penghambatan sinar ultraviolet oleh epidermis yang
mengalami hiperkeratosis dan parakeratosis.
Gambar 6. Pitiriasis alba pada anak-anak 26
1.9. Penatalaksanaan
Mengidentifikasi factor predisposisi dan menyingkirkan yang dapat
dihindari merupakan hal yang paling penting dalam tatalaksana Pitiriasis
versicolor selain terapi. Terapi dapat menggunakan terapi topical atau sistemik,
dengan beberapa pertimbangan, antara lain luas lesi, biaya, kepatuhan pasien,
kontra indikasi, dan efek samping.
1) Obat topical
Selenium sulfide bentuk shampoo 1,8 % atau bentul losio 2,5% yang
dioleskan tiap hari selama 15-30 menit dan kemudian dibilas. Aplikasi
yang dibiarkan sepanjang malam dengan frekuensi 2 kali seminggu
juga dapat digunakan, dengan perhatian akan kemungkinan iritasi.
Ketokonazol 2% bantuk shampoo juga dapat digunakan serupa dengan
shampoo selenium sulfide
Untuk lesi terbatas, berbagai krim derivate azol, misalnya mikonazol,
klortrimazol, isokonazol.
2) Obat sistemik
Obat sistemik dipertimbangkan pada lesi luas, kambuhan, dan gagal
dengan terapi topical antara lain:
Ketokonazol 200 mg/hari selama 5-10 hari
Itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus
kambuhan atau tidak responsive dengan terapi lainnya.
1.10. Pencegahan
Untuk pencegahan dipertimbangkan untuk menghindari kambuhan pada
pasien yang sulit menghindari kambuhan pada pasien yang sulit menghindari
factor predisposisi; antara lain disarankan pemakaian ketokonazol 200 mg/hari
selama 3 hari setiap bulan atau itrakonazol 200 mg/hari sekali sebulan atau
pemakaian sampo selenium sulfide sekali seminggu.
1.11. Prognosis
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan
konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negative
dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negative.
Jamur penyebab pitirisis versikolor merupakan bagian dari flora normal
dan kadang-kadang tertinggal dalam folikel rambut. Hal ini yang mengakibatkan
tingginya angka kekambuhan, sehingga diperlukan pengobatan profilaksis untuk
mencegah kekambuhan.
Masalah lain adalah menetapnya hipopigmentasi dan diperlukan waktu
yang cukup lama untuk repigmentasi. Namun hal tersebut bukan akibat kegagalan
terapi, sehingga penting untuk member informasi kepada pasien bahwa bercak
putih tersebut akan menetap beberapa bulan setelah terapi dan akan menghilang
secara perlahan.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas
Nama : Tn. R
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Padang luar, Bukit Tinggi
Status : Menikah
Suku : Minang
Pekerjaan : Gharim Masjid
2.2. Anamnesa
Seorang pasien laki-laki berusia 63 tahun datang ke poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 13 Oktober 2015
dengan :
Keluhan utama:
Adanya bercak putih dan terasa gatal pada kulit bagian lengan atas dan
bawah, pungggung, dan perut.
Riwayat penyakit sekarang
- Kulit bagian lengan atas dan bawah, punggung, dan perut terasa gatal sejak
1 tahun yang lalu
- kulit semakin gatal saat pasien berkeringat
- pasien tidak ingat kapan pertama kali bercak putih ini muncul
- pasien mengganti baju 2 kali dalam sehari
- pasien mandi 2 kali dalam sehari
- pasien tidak ada mengeluhkan mati rasa atau kurang berasa pada bercak-
berca tersebut
- pasien belum pernah mengobati penyakitnya
Riwayat penyakit dahulu
Tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat keluarga
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Pengobatan
- pasien belum pernah mengobati penyakit ini sebelumnya..
2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis cooperative
Status gizi : Baik
Pemeriksaan Thoraks : Diharapkan dalam batas normal
Pemeriksaan Abdomen : Diharapkan dalam batas normal
Status Dermatologikus
Lokasi : perut dan punggung
Distribusi : regional
Bentuk : bulat-tidak khas
Susunan : tidak khas
Batas : tegas
Ukuran : lentikuler
Efloresensi : makula hipopigmentasi dengan skuama halus
diatasnya
Status Venerologikus : tidak ditemukan kelainan
Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : kuku dan jaringan kuku tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kelenjar limfe : tidak terdapat pembesaran KGB
Ekstremitas : tidak ada kelainan
2.4. Pemeriksaan Anjuran
Wood’s Lamp : fluoresensi berwarna kuning
Kerokan lesi dengan KOH 10% : ditemukan hifa pendek dan spora
berkelompok (spaghetti and meatballs appearance)
2.5. Diagnosis
Pitiriais versicolor
2.6. Diagnosis Banding
vitiligo
2.7. Penatalaksanaan
1) Terapi umum
Hindari suasana lembab dan keringat berlebihan
Segera mengganti pakaian apabila berkeringat banyak
Gunakan pakaian longgar dan menyerap keringat
Jangan menggunakan pakaian yang sama setiap hari dan rutin
mencuci pakaian
Setelah aktivitas usahakan mandi
Selalu gunakan sabun mandi
Pengobatan teratur
2) Terapi Khusus
Sistemik : ketokonazol tablet 200 mg, 1 kali sehari, selama 10 hari
Local : mikonazol krim 2% dipakai 2-4 kali sehari selama 2
minggu
2.8. Prognosis
- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Kosmetikum : Bonam
- Quo ad functionam : Bonam
RESEP
RSUD Dr Achmad Mochtar
Poliklinik Kulit dan Kelamin
Dr. NE
SIP: 09/10/2015
Telp. (0752) 53631
Bukittinggi, 13 Oktober 2015
R/ Ketokonazole tab 200 mg No. X
S1dd tab 1
R/ Mikonazole Cream 2% No. 1
Sue (2 kali sehari pada lesi)
Pro : Tn. R
Umur : 63 tahun
Alamat : Bukit Tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Linuwih, Sri dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Siregar, S. 2014. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Graham, Robin dkk. 2010. Dermatologi Dasar untuk Praktik Klinik. Jakarta: EGC