22
BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah akut masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic dan pilihan pengobatan. Infeksi saluran napas bawah akut dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas. Pneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru. Proses peradangan tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi, dan lain- lain). 1

Pneumonia Pada DM

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pneumonia Pada DM

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah akut masih terus menjadi masalah kesehatan

yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru

ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak

ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan

pendekatan diagnostic dan pilihan pengobatan.

Infeksi saluran napas bawah akut dapat dijumpai dalam berbagai bentuk,

tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut

yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan

yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup

bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru

dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang

tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas.

Pneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru. Proses

peradangan tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,

dan jamur), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan

kimia atau makanan, radiasi, dan lain-lain).

Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan

paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan

lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia

lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai

bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu

pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu

pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.

Infeksi paru pada diabetes mellitus ditandai dengan perubahan pada

pertahanan imun host, di seluruh tubuh, dan khususnya secara lokal di paru-paru

maupun pada fungsi epitel pernapasan dan motilitas silia. Keadaan ini ditandai

dengan gambaran klinis yang serius, durasi yang lebih lama, komplikasi yang

lebih sering, dan peningkatan mortalitas. Angka kematian akiata infeksi paru pada

pasien diabetes dengan penyakit ginjal stadium akhir 10 kali daripada populasi

1

Page 2: Pneumonia Pada DM

umum. Pentingnya keadaan hiperglikemia harus ditekankan dalam hal ini, karena

dapat menyebabkan perubahan pada pertahanan imun seseorang dan, akibatnya,

terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi, khususnya infeksi paru.

Hiperglikemia kronis akibat kekurangan insulin absolut atau relatif

merupakan ciri gangguan metabolisme pada penderita diabetes mellitus, sehingga

tanda-tanda dan gejalanya khas. Insulin adalah driver yang sangat penting dari

proses anabolik. Besarnya dan durasi hiperglikemia sangat terkait dengan tingkat

keparahan komplikasi mikrovaskuler dan neurologis. Adanya komplikasi ini

menambah risiko terhadap infeksi. Kecenderungan untuk infeksi juga mungkin

didasarkan pada kondisi gangguan pada mekanisme pembersihan normal, dan

pada gangguan fungsi sel imun paru. Terdapat beberapa jenis infeksi paru yang

mungkin lebih sering terjadi pada penderita diabetes daripada di pada nondiabetis.

Pasien diabetes juga terjadi peningkatan risiko komplikasi pneumonia, seperti

bakteremia, atau pneumonia bakteri rekuren atau kronis, dan menyebabkan

peningkatan kematian yang mungkin berhubungan dengan penyakit medis yang

terjadi bersamaan.

2

Page 3: Pneumonia Pada DM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus

terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan

oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa), selain itu dapat juga

disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi,

dan lain-lain).

2.2 Epidemiologi

Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan

infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau

di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan

bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai

sekitar 15-20%. Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi

pada anak dibawah 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia

didapat 4 kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9

tahun,dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur 9-15 tahun.

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang

terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di

seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak

dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian

urutan ke 15.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka

nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%,

angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.

Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang

jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati

adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.

Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut

3

Page 4: Pneumonia Pada DM

lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti

perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan letak geografik

mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.

2.3 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu

bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.

Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram,

Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri

staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya

disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang

disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus

paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh

bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus

influenza dan pneumococcus.

3

4

Page 5: Pneumonia Pada DM

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan

gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan

tubuhnya , adalah yang paling berisiko.

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan

yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia

lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan

merusak organ paru-paru.

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru

banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.

Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis

dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa

cara mikroorganisme mencapai permukaan:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria

atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat

mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila

terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi

aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini

merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari

sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga

pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug

abuse).

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN

dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum

terbentuknya antibodi.

5

Page 6: Pneumonia Pada DM

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang

paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,

ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di

paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan

paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran

darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab

pneumonia.

2.4 Klasfikasi

A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)

2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)

3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host

4. Pneumonia aspirasi

B. Berdasarkan lokasi infeksi

1. Pneumonia lobaris

Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri

(Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi

pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh

obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses

keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan

konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang

mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara

yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan

opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat

diagnostik untuk pneumonia lobaris/

2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus

terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk

bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini

seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas,

6

Page 7: Pneumonia Pada DM

demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem

pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia

dapat muncul sebagai infeksi primer.

3. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan

peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan

mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan

interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus

masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata

2.5 Diagnosis

Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

Gambaran Klinis

Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala

meliputi:

1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan

2. Batuk yang sering produktif dan purulen

3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas

4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu

tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.

Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang

berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu

bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada

auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-

kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi

basah kasar pada stadium resolusi.

7

Page 8: Pneumonia Pada DM

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis

leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk

menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan

serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.

Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut

dapat terjadi asidosis respiratorik.

Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau

segment paru secara anantomis.

Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru

mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada

atelektasis.

Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas

lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung

atau di lobus medius kanan.

Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang

paling akhir terkena.

Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign

(terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada

alveolus).

Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab

pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya

penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus

pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral

atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering

8

Page 9: Pneumonia Pada DM

menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat

mengenai beberapa lobus.

Gambar 2.1 Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan

pada pneumonia lobaris.

2.6 Penatalaksanaan

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan

klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat

dirumah.

Penderita yang tidak dirawat di RS

1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres

2) Minum banyak

3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran

4) Antibiotika

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi dua, yaitu:

Penatalaksanaan Umum

Pemberian Oksigen

Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit

Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas

9

Page 10: Pneumonia Pada DM

Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau

kelainan jantung.

Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal

Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya

berdasarkan MO(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi

beberapa hal perlu diperhatikan:

Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa

dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat

diisolasi.

Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric.

Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan.

Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Pengobatan awal biasanya adalah antibiotik, yang cukup manjur mengatasi

pneumonia oleh bakteri, mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan

pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat

pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk

meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia

pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi

tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan

letih lesu dalam waktu yang panjang.

2.7. Penatalaksanaan Pneumonia pada Pasien dengan Faktor Resiko

Diabetes Melitus

Penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh

secara anatomis maupun fungsional. Komplikasi kronik dari penyakit DM

menyebabkan kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal,

genito urinari, dermatologi, infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo

skeletal. Selain itu, salah satu penyakit yang berbahaya ialah pneumonia.

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematianya

10

Page 11: Pneumonia Pada DM

tinggi, tidak saja di negara berkembang, tapi juga di Negara maju. Pengobatan

pneumonia kebanyakan dilakukan secara empiris yaitu menggunakan antibiotik

spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan beberapa kemungkinan

penyebab infeksi. Tanpa disadari penggunaan antibiotik spektrum luas yang tidak

terkendali dapat menimbulkan efek samping obat dan potensi terjadinya resistensi

obat. Penggunaan obat yang tidak tepat dan efektif untuk kedua penyakit ini dapat

menimbulkan efek yang merugikan bagi tubuh penderita. Oleh karena itu,

pemilihan terapi farmakologi dan non farmakologi yang tepat sangatlah penting

agar tercapai terapi yang optimal.

Infeksi paru pada diabetes mellitus ditandai dengan perubahan pada

pertahanan imun host, di seluruh tubuh, dan khususnya secara lokal di paru-paru

maupun pada fungsi epitel pernapasan dan motilitas silia. Keadaan ini ditandai

dengan gambaran klinis yang serius, durasi yang lebih lama, komplikasi yang

lebih sering, dan peningkatan mortalitas. Angka kematian akiata infeksi paru pada

pasien diabetes dengan penyakit ginjal stadium akhir 10 kali daripada populasi

umum. Pentingnya keadaan hiperglikemia harus ditekankan dalam hal ini, karena

dapat menyebabkan perubahan pada pertahanan imun seseorang dan, akibatnya,

terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi, khususnya infeksi paru.

Hiperglikemia kronis akibat kekurangan insulin absolut atau relatif

merupakan ciri gangguan metabolisme pada penderita diabetes mellitus, sehingga

tanda-tanda dan gejalanya khas. Insulin adalah driver yang sangat penting dari

proses anabolik. Besarnya dan durasi hiperglikemia sangat terkait dengan tingkat

keparahan komplikasi mikrovaskuler dan neurologis. Adanya komplikasi ini

menambah risiko terhadap infeksi. Kecenderungan untuk infeksi juga mungkin

didasarkan pada kondisi gangguan pada mekanisme pembersihan normal, dan

pada gangguan fungsi sel imun paru. Terdapat beberapa jenis infeksi paru yang

mungkin lebih sering terjadi pada penderita diabetes daripada di pada nondiabetis.

Pasien diabetes juga terjadi peningkatan risiko komplikasi pneumonia, seperti

bakteremia, atau pneumonia bakteri rekuren atau kronis, dan menyebabkan

peningkatan kematian yang mungkin berhubungan dengan penyakit medis yang

terjadi bersamaan.

11

Page 12: Pneumonia Pada DM

Terapi pada pasien pneumonia dengan faktor resiko diabetes dimulai

dengan terapi antibiotik sesegera mungkin (berdasarkan hasil pemeriksaan

antibiogram jika mungkin). Prioritas harus diberikan terhadap antibiotik dari

kelompok kuinolon dan aztreonam (kelompok-kelompok ini melakukan penetrasi

intraseluler yang lebih baik dan mempunyai efikasi yang lebih baik pada pasien

immunocompromised). Harus diperhatikan pada kemungkinan perkembangan

resistensi terhadap antibiotik. Keadaan glikemik harus dalam keadaan baik karena

akan berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh.

Penatalaksanaan pada pasien ini harus melibatkan pendekatan yang

komprehensif untuk semua aspek pengobatan pasien. Diperlukan kontrol glikemik

karena berkaitan dengan fungsi sel kekebalan tubuh. Selain itu, manajemen cairan

dan resusitasi pada pasien diabetes dengan gagal jantung atau ginjal yang terjadi

bersamaan dapat mempersulit terapi. Bahkan tanpa adanya tingkat kreatinin

serum, pasien mungkin mengalami disfungsi ginjal yang hanya terlihat oleh

adanya mikro atau makroalbuminuria. Banyak antibiotik yang digunakan dalam

pengobatan infeksi paru harus disesuaikan pada pasien dengan hanya ginjal.

Aminoglikosida sangat rentan terhadap perbutukan disfungsi ginjal pada penderita

diabetes.

Penggunaan sitokin/imunomodulator

Karena sel kekebalan yang mungkin mengalami defek ikut bertanggung

jawab atas peningkatan kejadian infeksi dan morbiditas tinggi dan mortalitas

terkait pada penderita diabetes, obat ini mampu menambah fungsi sel inang secara

teoritis menawarkan modalitas terapi yang menarik untuk melengkapi agen

antimikroba saat ini. Terapi sitokin eksogen dapat berfungsi sebagai terapi

adjuvant pada infeksi yang rumit seperti pada MDR Mycobacterium tuberculosis

atau beberapa spesies bakteri yang resisten terhadap multipel obat, mengurangi

keparahan infeksi, melindungi risiko tinggi pada host, atau digunakan sebagai

vaksin immunoadjuvant.

12

Page 13: Pneumonia Pada DM

BAB III

KESIMPULAN

Pneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru. Proses

peradangan tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus,

dan jamur), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan

kimia atau makanan, radiasi, dan lain-lain).

Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan

paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan

lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia

lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai

bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu

pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu

pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit.

Penatalaksanaan pada pasien ini harus melibatkan pendekatan yang

komprehensif untuk semua aspek pengobatan pasien. Diperlukan kontrol glikemik

karena berkaitan dengan fungsi sel kekebalan tubuh. Selain itu, manajemen cairan

dan resusitasi pada pasien diabetes dengan gagal jantung atau ginjal yang terjadi

bersamaan dapat mempersulit terapi.

13

Page 14: Pneumonia Pada DM

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease

Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4,

Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal: 709-712.

2. Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan

Infomedika, Jakarta, 1986, hal: 1228-1235.

3. Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta, 1995, hal: 695-705.

4. Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit

EGC, Jakarta, 1998, hal: 167.

5. Budiono E, Hidyam B, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman

Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 – 1998, Vol. 32, No. 3,

Penerbit FK UGM, Yogyakarta, 2000, hal: 161-164.

6. Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary

Medicine with Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co

(Inc.), USA, 1986, pp: 85-105.

7. Isselbacher, et al, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13,

Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.

8. Nawaid Ahmad , Diabetes and Lung Function : Part of a Wider

Spectrum. Chest 2011; 139; 235-236.

9. Goldman, Michael David. Lung Dysfunction In Diabetes. Diabetes Care,

Vol. 26, No. 6, 2003; 1915-1918

14

Page 15: Pneumonia Pada DM

10. Ljubiæ, Spomenka. Pulmonary Infections in Diabetes Mellitus.

Diabetologia Croatica 33-4, 2004.

11. Koziel H, Koziel MJ. Pulmonary complications of diabetes mellitus. Infect

Dis Clin North Am 1995;9:65-90.

15