Upload
arief-nurul-kurniawan
View
49
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri.1 Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
kehamilan ektopik terganggu.2 Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi
di tuba (90%) terutama berlokasi di ampula dan isthmus. 3 Sangat jarang di ovarium,
rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya
kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada
penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine
Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang
memakai progestin, dan tindakan aborsi .4
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari
implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi daerah
tersebut, dan berpotensi menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif,
infertilitas, dan kematian. Hal ini menyebabkan meningkatnya mortalititas dan
morbiditas ibu jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.4
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita
terutama pada usia lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada
kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut
mengakibatkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda.5
Kehamilan ektopik terganggu menyebabkan keadaan yang gawat pada
reproduksi yang sangat berbahaya.6 Berdasarkan data dari The Centers for Disease
Control and Prevention menunjukkan bahwa kehamilan ektopik di Amerika Serikat
meningkat drastis pada 15 tahun terakhir. Menurut data statistik pada tahaun 1989,
terdapat 16 kasus kehamilan ektopik terganggu dalam 1000 persalinan.6 Menurut
hasil penelitian Cunningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan ektopik
terganggu ditemukan 19,7 dari 100 persalinan.5
1
Penelitian yang dilakukan Budiono Wibowo dari RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta menyatakan bahwa pada tahun 1987 dilaporkan
153 kehamilan ektopik terganggu dalam 4007 persalinan, atau 1 dalam 26 persalinan.
Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu tertinggi pada kelompok umur 20-
40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Di Indonesia berdasarkan penelitian
kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari
1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada
usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan
ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25%
dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.
Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar 0 – 14,6 %. 1
Kasus kehamilan ektopik terganggu di RSUP dr. M. Djamil Padang selama 3 tahun
(tahun 1992 – 1994) ditemukan 62 kasus dari 10.612 kehamilan.4 Hasil penelitian
Suparman di RSUP Manado tahun 2001 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
banyak terjadi pada periode kehamilan 5-9 minggu berjumlah 42 jiwa (62,69%) dan
pada faktor umur 25-29 tahun berjumlah 23 jiwa (34,33%). Akan tetapi hasil ini
berbeda dengan penelitian epidemiologi di beberapa negara maju yang menunjukkan
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua
yaitu 30-34 tahun.
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini sebagai
presentasi kasus untuk memenuhi syarat mengikuti ujian di SMF Kebidanan dan
Kandungan RSUD Margono Soekardjo Purwokerto dan sebagai bekal ilmu untuk
terjun di masyarakat dan niscaya untuk dapat mengurangi angka kematian maternal di
Indonesia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh informasi tentang pasien dengan kehamilan ektopik terganggu
beserta penanganannya.
2
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh informasi mengenai kehamilan ektopik terganggu khususnya
yang terdapat di dalam presentasi kasus ini.
b. Memperoleh informasi secara mendalam mengenai klasifikasi kehamilan
ektopik terganggu.
b. Memperoleh informasi mengenai langkah penegakan diagnosis kehamilan
ektopik terganggu.
c. Memperoleh informasi mengenai kasus ini secara mendalam mulai dari
permasalahan pasien, sebab dan akibat yang ditimbulkan serta
penatalaksanaan yang baik untuk kasus ini.
d. Memperoleh informasi mengenai penatalaksanaan kehamilan ektopik
terganggu.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Usia : 32 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Rembang RT 002/09
Nama Suami : Tn. P
Usia : 40 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Pekerjaan : Buruh Tani
Alamat : Rembang
Nomor CM : 791400
Masuk RS : 20 Agustus 2012, pukul 21.55
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri perut
Keluhan Tambahan
Mual dan muntah
4
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke VK IGD RSMS pada pukul 21.55 (20 Agustus 2012) dengan
keluhan perut sakit seperti ditusuk tusuk, muncul mendadak, nyeri terus-menerus,
dan tidak ada faktor yang memperbaiki atau mengurangi keluhan. Nyeri perut
dirasakan 4 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya mual serta muntah
sebanyak 3 kali. Selain itu pasien mengaku tidak ada kenceng-kenceng,
pengeluaran darah dari jalan lahir, air rembes, serta pingsan sebelumnya. Keluarga
pasien mengaku pasien terlihat sangat pucat. Pasien mengaku tidak mengalami
gangguan BAB dan BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Jantung : disangkal
Penyakit Paru : disangkal
Penyakit Kencing Manis : disangkal
Penyakit Ginjal : disangkal
Penyakit Hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Jantung : disangkal
Penyakit Paru : disangkal
Penyakit Kencing Manis : disangkal
Penyakit Ginjal : disangkal
Penyakit Hipertensi : disangkal
Riwayat Alergi : disangka
Riwayat Obstetrik
G2 P0 A1 :
I : Laki-laki/6 tahun/3700 gram/ spontan/bidan
5
II : Hamil ini
Hari pertama Haid Terakhir (HPHT) : 1 Juli 2012
Hari Perkiraaan Lahir (HPL) : 8 April 2013
Usia Kehamilan : 7 minggu 2 hari
Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Lama haid : 5 hari
Siklus haid : teratur 28 hari
Dismenorhea : tidak ada
Jumlah darah haid: normal (sehari ganti pembalut 2 – 3 kali)
Riwayat Antenatal Care
Berdasarkan pengakuan pasien, pasien melakukan antenatal care (ANC) sebanyak
1 kali hingga usia kehamilan sekarang.
Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, lama pernikahan 7 tahun.
Riwayat KB
Memakai KB suntik 3 bulan, terakhir Desember 2011.
Riwayat Ginekologi
Riwayat Operasi : tidak ada
Riwayat Kuret : tidak ada
Riwayat Keputihan: tidak ada
6
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai buruh tani.
Kesan sosial ekonomi keluarga adalah golongan menengah ke bawah. Pasien
menggunakan fasilitas Jaminan Persalinan (Jamkesmas) dalam masalah kontrol
kehamilan dan persalinan.
C. Pemeriksaan Fisik (6 Mei 2012)
Keadaan umum : lemah, tampak pucat
Kesadaran : Compos mentis (E4M5V6)
Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 kali/ menit, isi dan tegangan cukup
Respirasi Rate : 20 kali/ menit, regular
Suhu : 36,7 ºC
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 50 kg
Status generalis
Kulit : Warna sawo matang, tampak pucat
Kepala : Mesocefal
Mata : Konjungtiva mata kanan dan kiri anemis, tidak ada sklera
ikterik pada mata kanan dan kiri
Telinga : Bentuk normal, pendengaran baik, tidak ada ottorhea, tidak
ada nyeri tekan mastoid
Hidung : Tidak ada deviasi septum, tidak keluar sekret
Mulut : Tidak ada gusi berdarah, tidak terdapat bibir sianosis
Tenggorokan : Tidak ada pembesaran tonsil, faring tidak hiperemis
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi, tidak
teraba massa
7
Thorax
Mamae : Puting susu normal, tidak ada nanah, tidak teraba massa
Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada
gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium
intercostalis.
Palpasi : Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan sama dengan
kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar napas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah
kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada kedua
lapang paru, tidak ditemukan wheezing.
Jantung
Inspeksi : Tidak ada pulsasi ictus cordis di dinding dada
Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari medial
LMC sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan
gallop.
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : TFU belum teraba, supel, nyeri tekan (+) pada region
suprapubic, iliaca dextra, dan epigastric, hepar dan lien tidak
teraba pembesaran
Perkusi : Timpani
8
Auskultasi : Bising usus normal (2 kali dalam 10 detik)
Extremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Motorik Normal Normal
Reflek fisiologis +normal/+normal +normal/+normal
Reflek patologis -/- -/-
Pemeriksaan Genitalia Eksterna
Leukorrhea (-), perdarahan per vaginam (-)
Vulva & vagina : Lendir darah (-), Herpes (-) kondiloma (-)
Urethra : terpasang DC (100cc)
Pemeriksaan VT : OUE terutup, nyeri goyang portio (Slinger Pain) (+), nyeri
cavum douglas (+), pasien mengeluh sangat kesakitan.
Plan
Infus RL 2 jalur loading
Pasang DC
Perbaikan dan stabilitas keadaan umum
Pengawasan keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pengeluaran per vaginam
02 3-5lt / menit
Inj Ampicilin 3 x 1gr iv
HAE 1 kolf 20 tpm setelah RL masuk 1
Pada pukul 22.22 WIB, hasil laboratorium sudah jadi, hasilnya adalah sebagai berikut
:
Darah Lengkap
Hb : 10 (12 – 16 g/dl)
Leukosit : 19.350 (4.800 – 10.800 / μL) ↑
9
Hematokrit : 29% (37 – 47 %)
Eritrosit : 3.5 (4.2 – 5.4 jt/ml)
Trombosit : 229.000 (150.000 – 450.000 /μL)
MCV : 81,9 (79,0 – 99,0 fl)
MCH : 28,2 (27,0 – 31,0 pg)
MCHC : 34,5 (33,0 – 37,0 %)
RDW : 12,9 (11,5 – 14,5 %)
MPV : 10,7 (7,2 – 11,1 fl)
Hitung jenis leukosit
- Basofil : 0,3 ( 0,0-1,0 %)
- Eosinofil : 0,2 ( 2,0-4,0 %)
- Batang : 0,00 ( 2-5 %)
- Segmen : 78,5 ( 40-70 %)
- Limfosit : 15,6 ( 25-40 %)
- Monosit : 5,6 ( 2-8 %)
PT : 14.1 detik (11,5-15,5 detik)
APTT : 28,1 detik (25-35 detik)
Urine
Protein : 15 (136-145 mmol/L)
Test kehamilan : Positif
Hasil USG : KET
Diagnosis
G2P1A0, 32 tahun, usia kehamilan 7 minggu 2 hari dengan Kehamilan Ekropik
Terganggu
Sikap
Persiapan operasi laparotomi cito, informed consent keluarga dan pasien, usaha
darah WB 2 kolf dan PRC 2 kolf.
10
Laporan operasi :
Setelah dilakukan persiapan operasi, informed consent, operasi dimulai pada pukul
00.30, operasi selesai pada pukul 01.15 tanggal 21 Agustus 2012.
Pada saat operasi tampak ruptur tuba graviditas pars ampula dextra serta perdarahan
pada cavum Douglas berwarna merah kehitaman. Dilakukan salfingektomi dextra dan
evaluasi perdarahan. Diambil janin pada pars ampula dextra.
Diagnosis
P1A1, 32 tahun pasca salfingektomi dextra atas indikasi rupture tuba graviditas pars
ampula dextra et causa kehamilan ektopik terganggu.
Terapi post op :
Infus RL 20 tpm
Inj Ceftriaxon 2x1 gr, IV
Inj Ketorolac 3x 30mg
Inj Metoclorpamid 3x1 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp
Transfusi PRC s/d HB ≥ 8 gr / dl
Diet bertahap, bila BU + diet cair
Cek Hb, Darah lengkap, balance cairan post operasi
Pengawasan KU, TTV, dan PPV
11
Tgl/Jam Perjalanan Penyakit Sikap
R.Teratai
21/08/2012
J 05.00
Keluhan : Nyeri perut area operasi
KU : sdg, compos mentis
TV : T: 90/60 m RR: 20x/mnt
N: 88x/mnt S : 36,3°C
Mata: konjungtiva anemis -/-
Thoraks : cor/ dbn
pulmo/ SD Vesikuler
RBH -/-
Wh -/-
Abd : Inspeksi : datar, terpasang
kassa+hipafix, rembes darah -
Palpasi : Supel, NT + pada area
operasi
Per : timpani
Aus : BU (+) N
St gen ex: PPV – F.A (-)
St veg : BAB - BAK : Dc ; flatus +
Ekstremitas : edema -/-
-/-
D/ P1A1, 32 tahun pasca
salpingektomi dextra atas indikasi
ruptur tuba graviditas pars
ampularis dextra et causa
Inf. RL 20 tpm
Inj Ceftriaxon 2x1 gr iv
Inj Ketorolac 3x30mg
Inj Metoclorpamid 3x1 amp
Inj Ranitidin 2 x 1 amp
Cek Lab post transfusi
Pengawasan KU, TTV dan PPV
12
kehamilan ektopik terganggu H+1
dengan anemia
Hb : 8,3 gr / dl
R.Teratai
22/08/2012
J 05.00
Keluhan : Nyeri perut area operasi
KU : sdg, compos mentis
TV : T: 90/60 m RR : 20x/mnt
N: 96x/mnt S : 36,7°C
Mata: konjungtiva anemis -/-
Thoraks : cor/ dbn
pulmo/ SD Vesikuler
RBH -/-
Wh -/-
Abd :
I : datar, terpasang kassa+hipafix,
rembes darah -
Palpasi : Supel, NT + pada area
operasi
Per : Timpani
Aus : BU (+) N
St gen ex: PPV – F.A (-)
St veg : BAB - BAK : Dc ; flatus +
D/ P1A1, 32 tahun pasca
salpingektomi dextra atas indikasi
ruptur tuba graviditas pars
ampularis dextra et causa
kehamilan ektopik terganggu H+2
Lanjut Transfusi s.d Hb normal
Inf. RL 20 tpm
Amoxilin 3 x 500 mg
Paracetamol 3 x 500 mg
Inj kalnex 3 x 500 mg
Diet biasa
Pengawasan KU, TTV, dan PPV
DC aff
13
dengan anemia
R.Teratai
23/08/2012
J 05.00
Keluhan : -
KU : sdg, compos mentis
TV : T: 100/60 m RR: 20x/mnt
N: 88x/mnt S : 36,3°C
Mata: konjungtiva anemis -/-
Thoraks : cor/ dbn
pulmo/ SD Vesikuler
RBH -/-
Wh -/-
Abd : I : datar, terpasang
kassa+hipafix, rembes darah -
Palpasi : NT + pada area operasi
Per : timpani
Aus : BU (+) N
St gen ex: PPV – F.A (-)
St veg : BAB - BAK : Dc ; flatus +
Ekstremitas : edema -/-
-/-
D/ P1A1, 32 tahun pasca
salpingektomi dextra atas indikasi
ruptur tuba graviditas pars
ampularis dextra et causa
kehamilan ektopik terganggu H+3
dengan anemia
Hb : 8,0 gr/dl
Post transfusi 3 kolf
Paracetamol 3 x 500mg
Amoxicilin 3 x 500mg
Vit.C / Sulfat Ferosus 2 x 1
Pengawasan KU, TTV, dan PPV
Infus dan Dc aff
14
R.Teratai
24/08/2012
J 05.00
Keluhan : -
KU : sdg, compos mentis
TV : T: 110/70 m RR: 20x/mnt
N: 88x/mnt S : 36,7°C
Mata: konjungtiva anemis -/-
Thoraks : cor/ dbn
pulmo/ SD Vesikuler
RBH -/-
Wh -/-
Abd : I : datar, terpasang
kassa+hipafix, rembes darah -
Palpasi : NT + pada area operasi
Per : timpani
Aus : BU (+) N
St gen ex: PPV – F.A (-)
St veg : BAB + BAK : + ; flatus +
Ekstremitas : edema -/-
-/-
D/ P1A1, 32 tahun pasca
salpingektomi dextra atas indikasi
ruptur tuba graviditas pars
ampularis dextra et causa
kehamilan ektopik terganggu H+4
dengan anemia
Hb : 7,7 gr /dl, post transfusi 4 kolf
Transfusi PRC s.d Hb ≥ 8 gr/dl
Paracetamol 3 x 500mg
Amoxicilin 3 x 500mg
Vit.C / Sulfat Ferosus 2 x 1
Pengawasan KU, TTV, dan PPV
Bila KU, TTV, PPV baik dan Hb ≥ 8
gr/dl boleh pulang
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
Keadaan gawat dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.7 Kehamilan
ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal
selama kehamilan trimester pertama, karena janin pada kehamilan ektopik secara
nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan
untuk mengakhiri kehamilan. 8 Hal yang perlu diingat ialah bahwa pada setiap wanita
dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai
dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan dugaan adanya kehamilan ektopik
terganggu.7
B. Kehamilan Normal
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi
menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah
pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan
disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus
ke pars ismika dan pars interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus
ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan
kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula.
Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan
dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan
endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak mengandung
sel-sel desidua. 7Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass)
akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan
menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka
16
desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang uterus
(korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang berimplantasi pada rahim akan mulai
tumbuh menjadi janin. 7 Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik paling
sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga
dapat terjadi di ovarium, rongga abdomen, atau serviks. 9
Gambar 1. Proses implantasi normal di endometrium uterus10
C. Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar
kavum uteri, yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik. 7
17
Gambar 2. Lokasi kehamilan Ektopik3
D. Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu
konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan
ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan
berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke
tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang
lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi
superovulasi. 8
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam
dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per
1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab
kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu
pertahun. 12 Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius
dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat. 8
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada
tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan.1,5
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
18
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.7
Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri,
tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars
ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis. Implantasi yang terjadi di
ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan. 8
E. Faktor Risiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.
Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. 7 Lebih
dari setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita
tanpa ada faktor resiko. 12
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah 7,9:
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat
sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua. 9
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim. 9,13
3. Kerusakan dari saluran tuba
Faktor dalam lumen tuba7:
1. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
2. Pada hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal
ini disertai gangguan fungsi silia endosalping.
19
3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi
sebab lumen tuba menyempit.
Faktor pada dinding tuba7:
a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba.
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
Faktor di luar dinding tuba7:
a) Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba
Faktor lain7 :
a) Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri
atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang
dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat
menyebabkan implantasi prematur.
b) Fertilisasi in vitro.
F. Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau
sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat
nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua
di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan
20
masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas. 7
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula
berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami
degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh.
Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari
uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif. 7
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan
tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa
kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu 7:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam
keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk
beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen
tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
biruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut
21
melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan
ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus
ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan.
Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale.
Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini,
dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan
darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan
terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut.
Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan
kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi
seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus
dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan
abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,
plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya
misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
22
G. Jenis Kehamilan Ektopik
1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Rupture
pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan
keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan
menyebabkan kematian.7
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum
abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan
dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars
interstisialis berada.7
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan. Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus. Pada umumnya diagnosis kehamilan
dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomi
ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora
lutea. 7
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni 7:
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial
biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut.
23
Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi
rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang
mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.7
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum
terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi
pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomi totalis. 7
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus
5. Kehamilan ektopik lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena
mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul,
usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan
ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus
atau ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh
kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di
tempat implantasinya yang baru. 11
24
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967 – 1972
yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara 1 :
2000 persalinan sampai 1 : 8500 persalinan. 11
H. Gambaran Klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan
penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. 11
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit
untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea
atau gangguan haid dilaporkan oleh 95% penderita. Lamanya amenore tergantung
pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami
amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda
kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus. 11
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah
nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami
ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik
yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.11
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau
ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita dengan
gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus
ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai
diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat
membahayakan jiwa penderita.11
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang
25
tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan
keadaan umum penderita sebelum hamil. 7
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut
biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba
dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan,
tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak
dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri
mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga
perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila
membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri. 7
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri
karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna
coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti
gangguan pembentukan HCG (human chorionic gonadotropin). 7
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada
pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum
Douglas yang menonjol dan nyeri raba.5 Pada abortus tubabiasanya teraba dengan
jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak
lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas. 7
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis
atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang
terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu diagnostik
sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis. 11
26
I. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus
tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang
dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi. 7
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang
terdapat gejala subyektif kehamilan muda. 7 Nyeri abdominal terutama bagian bawah
dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan
gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri
abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif. 8
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam
rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut
bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan.1 Kehamilan ektopik
yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya
gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik. 8
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 7
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12
minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5
minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia
kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala
sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan kehamilan
intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari
kehamilan ektopik. 8
27
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah
berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila
ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak biasanya
ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat
setelah 24 jam. Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan
bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik dari
infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari
20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.7
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah
ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β human chorionic
gonadotropin (β-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal
pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang
sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L.6 Tes
kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu
karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan human
chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negative. 71 Tes kehamilan
positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun
demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-hCG yang
rendah dibandingkan kehamilan intrauterin. 12
Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat
darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, kemudian
dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan pengisapan. 7
28
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang
appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Ultrasonografi : Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan
ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk
mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan
ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan
menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu.
Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang
sensitif) dan kurang spesifik. 8
Gambar 3. USG kehamilan ektopik 6
29
Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.
Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara
sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum
latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan
tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
J. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu1 :
1. kondisi penderita saat itu
2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. lokasi kehamilan ektopik
4. kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi
pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk,
misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal.
Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin
dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum
terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih
30
dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur
ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu
insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan
dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada
harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan
lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus
dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan
postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas
mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan
hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak
ada tegangan yang berlebihan.
Gambar 4. Salpingostomi7
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan
sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan
mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi
arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
31
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan
harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari
terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler
dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera
diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan
krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat
digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer
dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi
dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri,
hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka
delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium
pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan
menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting
untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.
2. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara
dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah
bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan
medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif, menghilangkan risiko
pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya
serta memperpendek waktu penyembuhan.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan
pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
32
2. Diameter kantong gestasi ≤ 4cm
3. Perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml
4. Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari. Methotrexate
merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan
multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX
ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara oral,
sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Dari seluruh
6 kasus yang 22 diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena
gejala abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain. 7
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi
akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang,
nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan
hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis,
disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX
biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor)
yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan
mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa dulu
kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah.
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa
kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada
hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu
sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG
transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya
meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap
minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.
33
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar
94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat
dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal
atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.
K. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1
kematian diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara
591 kasus. Akan tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi.
Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus.
Sedangkan Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138
kehamilan ektopik.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik
lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara
0-14,6%. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada
operasi dilakukan salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu mendapat
persetujuan suami dan isteri. 7,8,10
34
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Diagnosis
Pada awal kasus pasien didiagnosis dengan G2P1A0, 32 tahun, usia kehamilan 7
minggu 2 hari dengan KET, atas dasar :
1. G2P1A0 adalah karena pasien sedang hamil yang kedua, dimana kehamilan
pertama berlangsung secara normal, sedangkan pada kehamilan kedua
terdapat janin yang berimplantasi di luar kavum uteri.
2. Usia kehamilan 7 minggu 2 hari
Usia kehamilan didapatkan dari anamnesa hari pertama haid terakhir pasien
yang kemudian dihitung menggunakan rumus Naegele.
3. Kehamilan Ektopik Terganggu
Penegakkan diagnosa kehamilan ektopik terganggu didapatkan dari hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan juga pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
a) Pasien merupakan wanita usia reproduktif, amenore, dan dengan usia
kehamilan 7 minggu 2 hari.
b) Pasien mengeluhkan nyeri perut yang dirasakan terus menerus seperti di
tusuk- tusuk, muncul mendadak, sejak 4 jam yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengatakan bahwa tidak terdapat faktor yang
dapat mengurangi keluhan tersebut. Nyeri perut merupakan keluhan yang
paling sering didapatkan pada kehamilan ektopik terganggu.
c) Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat pucat, konjungtiva mata kanan dan
kiri anemis disertai nyeri tekan pada palpasi abdomen di regio
suprapubic, iliaca dextra, dan epigastric. Kehamilan ektopik terganggu
sering berakhir dengan ruptur tuba yang disertai dengan perdarahan
sehingga dapat ditemukan tanda-tanda anemis dan juga nyeri tekan di
regio abdomen pada penderita.
35
d) Pada pemeriksaan vaginal toucher didapatkan nyeri goyang portio dan
nyeri di kavum douglas saat dilakukan penekanan. Nyeri goyang portio
(Slinger Pain) dan nyeri pada kavum douglas khas ditemukan pada
kehamilan ektopik terganggu.
e) Hasil laboratorium pada darah lengkap pasien menunjukkan adanya
penurunan dari kadar haemoglobin, hematokrit, dan eritrosit. Hasil ini
makin menguatkan bahwa pasien mengalami anemia yang diakibatkan
adanya perdarahan, dimana perdarahan pada kehamilan ektopik dapat
terjadi akibat ruptur di daerah tuba.
f) Urinalisa pada tes kehamilan didapatkan hasil yang positif. Hal ini
menguatkan diagnosa kehamilan pada pasien.
g) Hasil pemeriksaan dengan ultrasonografi didapatkan kehamilan ektopik
terganggu.
Pada akhir kasus pasien didiagnosis dengan P1A1, 32 tahun post salfingektomi
dextra atas indikasi rupture tuba graviditas dextra et causa kehamilan ektopik
terganggu atas dasar :
1. Pasien hamil dua kali, dengan kehamilan pertama berlangsung normal,
sedangkan hamil kedua terdapat janin yang berimplantasi di luar kavum uteri
dengan usia kehamilan 7 minggu 2 hari.
2. Setelah didiagnosis KET, pasien dilakukan eksplorasi laparotomi, kemudian
ditemukan adanya rupture pada tuba pars ampula dextra yang disebabkan
oleh KET sehingga kemudian dilakukan salfingektomi.
36
BAB V
KESIMPULAN
1. Pasien pada presentasi kasus yang diangkat adalah P1A1, usia 32 tahun, pasca
salfingektomi dextra atas indikasi ruptur tuba graviditas pars ampula dextra et
causa kehamilan ektopik terganggu.
2. Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita
terutama pada usia lebih dari 30 tahun.
3. Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjan lainnya.
4. Diagnosis pasti untuk menegakkan KET adalah dengan menggunakan
pemeriksaan ultrasonografi.
5. Penatalaksaanan KET harus secepat mungkin dilakukan karena menyangkut
morbiditas dan mortalitas maternal.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1992. Undang-undang Kesehatan RI
no.32 Tahun 1992, bab V, Pasal 10, Jakarta
2. Barus, N. 1999. Tantangan dan masalah dalam upaya penurunan resiko kematian
ibu dan neonatal menyongsong era globalisasi. Pidato pengukuhan guru besar
tetap dalam ilmu kesehatan masyarakat FKM-USU
3. WHO, 2008. World Health statistic. www.who.int
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Profil kesehatan Indonesia
Tahun 2005, Jakarta.
5. Departemen kesehatan republik indonesia, 2008. Profil kesehatan Indonesia Tahun
2006, Jakarta.
6. Chalik, TMA, 1998. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi bagian obstetri dan
Ginekologi FK Universitas Syah Knala. Cetakan pertama, widya Medika, Jakarta
7. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta Pusat
: Yayasan Bina Pustaka.
8. http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan%20Ektopik.pdf.
9. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/kehamilan-ektopik.pdf.
10. http://www.lusa.web.id/nidasi-atau-implantasi/.
11.Prawirohardjo, S., 2007, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan,
Jakarta Pusat : Yayasan Bina Pustaka.
12.Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of
Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2005;173(8), diunduh dari
http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.
13. http://www.surgeryencyclopedia.com/images/gesu_03_img0187.jpg
38