27
PENGARUH KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU PADA PROSES HIDROLISIS SERTA BERAT RAGI DAN WAKTU FERMENTASI PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN Dibuat untuk memenuhi Syarat Kurikulum Tingkat Sarjana pada Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Oleh : NISA’UL ISTIQOMAH (03111003020) SELLA MALAMI (03111003026)

Proosal Riset Fix Biji Durian (Edit).docx

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU PADA PROSES HIDROLISIS SERTA BERAT RAGI DAN WAKTU FERMENTASI PEMBUATAN BIOETANOL DARI BIJI DURIAN

Dibuat untuk memenuhi Syarat Kurikulum Tingkat Sarjana pada Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Oleh :NISAUL ISTIQOMAH (03111003020)SELLA MALAMI (03111003026)

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS SRIWIJAYAINDRALAYA2015KATA PENGANTARPuji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal penelitianyang berjudul Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu pada Proses Hidrolisis serta Berat Ragi dan Waktu Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Durian yang merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mata kuliah wajib, yaitu penelitian dan seminar pada semester VII dengan kode TKK47310 (4 sks) sebagai prasyarat menempuh jenjang S-1 di Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Hj. Siti Miskah, M.T.selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik. Demikian juga kami mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah banyak memberi motivasi, dorongan baik berupa moril dan materi.Kami menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih banyak yang belum sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan usulan penelitian ini dan semoga bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Indralaya, Maret 2015 Hormat Kami,

Penyusun

BAB I Pendahuluan1.1. Latar BelakangKetersediaan energi merupakan syarat mutlak khususnya dalam pelaksanaan pembangunan nasional baik pada saat ini maupun masa yang akan datang, guna menjamin pemenuhan pasokan energi yang merupakan tantangan utama bagi bangsa Indonesia. Kebutuhan energi umumnya didominasi oleh energi fosil seperti minyak bumi, gas bumi dan batu bara. Sumber energi fosil ini merupakan sumber energi yang terbatas yang memerlukan antisipasi untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi tersebut. Salah satu alternatif pengganti bahan bakar fosil adalah dengan bioenergi seperti bioetanol. Bioetanol adalah bahan bakar nabati yang tak pernah habis selama air tersedia, oksigen berlimpah dan kita mau melakukan budidaya pertanian. Sumber bioetanol dapat berupa singkong, ubi jalar, tebu, jagung, sorgum biji, sorgum manis, sagu, aren, nipah, lontar, kelapa dan padi.Biji durian (Durio Sp) mempunyai kadar amilum 43,6 % untuk biji durian segar dan 46,2 % untuk biji yang sudah masak. Ini merupakan angka yang potensial guna pengolahan amilum menjadi etanol. Amilum yang berbentuk polisakarida dapat dihidrolisis menjadi glukosa dalam kadar yang tinggi melalui pemanasan. Glukosa inilah yang selanjutnya difermentasi untuk menghasilkan etanol. Biji durian (Durio Sp) mempunyai kadar amilum 43,6 % untuk biji durian segardan 46,2 % untuk biji yang sudah masak. Ini merupakan angka yang potensial guna pengolahan amilum menjadi etanol. Amilum yang berbentuk polisakarida dapat dihidrolisis menjadi glukosa dalam kadar yang tinggi melalui pemanasan. Glukosa inilah yang selanjutnya difermentasi untuk menghasilkan etanol. Berdasarkan pertimbangan diatas melatarbelakangi untuk memanfaatkan limbah biji durian yang pada awalnya hanya sebagai limbah yang tidak termanfaatkan secara maksimal. Namun dapat dijadikan salah satu bahan baku energi altrnatif seperti bioetanol non pangan.

1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini ialah sebagai berikut:1. Bagaimana pengaruh konsentrasi asam dan waktu pada proses hidrolisis pembuatan bioetanol dari biji durian.2. Bagaimana pengaruh berat ragi dan waktu fermentasi pada pembuatan bioetanol dari biji durian.1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini ialah sebagai berikut:1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asam dan waktu pada proses hidrolisis pembuatan bioetanol dari biji durian.2. Mengetahui pengaruh berat ragi dan waktu fermentasi pada pembuatan bioetanol dari biji durian.1.3. Manfaat PenelitianUntuk mencari pemecahan masalah energi alternatif dan penanganan limbah dalam penelitian ini akan dilakukan secara terintegrasi yaitu pengolahan biji durian menjadi etanol, sehingga adanya pengolahan biji durian ini dapat mendukung sekaligus menjadi jalan keluar pengadaan energi alternatif yang tidak menimbulkan permasalahan baru.

BAB IITinjauan Pustaka2.1. DurianDurian (Durio zibethinus) diduga berasal dari istilah Melayu yaitu dari kata duri yang diberi akhiran -an sehingga menjadi durian (Michael Brown, 1997). Biji durian (pongge) memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pengganti bahan makanan dan dapat dimanfaatkan sebagai bioetanol. Alkohol (khususnya etanol) dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian (Aak, 1990). Secara umum bahan-bahan tersebut dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu: 1. Bahan yang mengandung turunan gula (molases, gula tebu, gula bit, sari buah anggur, dan sari buah lainnya).2. Bahan-bahan yang mengandung pati biji-bijian, kentang, dan tapioka), dan 3. Bahan yang mengandung selulosa (kayu, dan beberapa limbah pertanian lainnya). Selain dari ketiga jenis bahan tersebut diatas etanol juga dapat dibuat dari bahan bukan dari hasil pertanian tetapi dari bahan yang merupakan hasil proses lain. Sebagai contohnya adalah etilen. Bahan-bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang sederhana yaitu monosakarida (Badan Standar Nasional, 2009)Bahan-bahan tersebut diatas harus mengalami perlakuan pendahuluan sebelum masuk kedalam proses fermentasi agar proses tersebut berjalan dengan optimal. Disakarida (seperti gula pasir) harus dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Terbentuknya glukosa dan monosakarida yang lain menunjukkan bahwa proses pendahuluan telah berakhir dan bahan selanjutnya telah siap difermentasi. Secara kimiawi reaksi dalam proses fermentasi berjalan cukup panjang, karena terjadi suatu deret reaksi yang masing-masing dipengaruhi oleh enzim khusus (Badan Standar Nasional, 2009). Biji durian memiliki kandungan pati yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan atau bahan baku pengisi farmasetik. Biji durian sebagai bahan makanan memang belum memasyarakat di Indonesia. Di Thailand, biji durian sudah cukup memasyarakat untuk dibuat buburdengan cara diberi campuran daging buahnya. Bubur biji durian ini menghasilkan kalori yang cukup potensial bagi manusia (Aak, 1997).Menurut Genisa dan Rasyid (1994), komposisi kimia biji durian hampir sama dengan biji-biji yang termasuk famili Bombacaceae yang lain, komposisi kandungan yang terdapat pada biji durian yang dimasak kadar airnya 51,1 gram, kadar lemak 0,2 gram, kadar protein 1,5 gram, dan kadar karbohidrat 46,2 gram. Biji dari tanaman yang famili Bombacaceae kaya akan karbohidrat terutama patinya yang cukup tinggi sekitar 42,1% dibanding dengan ubi jalar 27,9% atau singkong 34,7%.Pati merupakan karbohidrat asal tanaman sebagai hasil fotosintesis, yang disimpan dalam bagian tertentu tanaman sebagai cadangan makanan. Sifat pati tergantung pada jenis tanaman serta tempat penyimpanannya. Perbedaan terlihat antara lain pada viskositas dan daya lekat musilagonya atau pada sifat lainnya (Claus, 1965).Terdapat dua jenis pati yang sering digunakan di industri farmasi yaitu pati alami dan pati modifikasi. Pati dalam bentuk alami (native starch) adalah pati yang dihasilkan dari sumber umbi-umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia atau diolah secara kimia-fisik. Pati alami banyak digunakan di industri farmasi sebagai bahan pengisi (filler) dan pengikat (binder) dalam pembuatan tablet, pil dan kapsul. Pati alami mempunyai dua keterbatasan besar dalam membentuk tablet yang baik, yaitu tidak mempunyai sifat fluiditas (daya alir) dan kompresibilitas (Rismana, 2006).Pati tertermodifikasi dengan hidrolisis asam klorida menghasilkan pati yang strukturnya lebih renggang, sehingga air lebih mudah menguap pada waktu pengeringan. Struktur pati yang agak rapat akan lebih tinggi daya ikat airnya, selain itu terjadi pemutusan ikatan hidrogen pada rantai linier dan berkurangnya daerah amorf yang mudah dimasuki air (Afrianti, 2004).Salah satu sifat pati adalah tidak larut dalam air dingin, karena molekulnya berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan yang mempersatukan granula pati. Selain itu, kesulitan dalam penggunaan pati adalah selain pemasakannya memakan waktu yang cukup lama, pasta yang terbentuk juga cukup keras. Karena itu pati tersebut perlu dilakukan modifikasi agar diperoleh sifat-sifat yang cocok untuk aplikasi tertentu (Afrianti, 2004).2.2. Kandungan Gizi Biji Durian dalam 100 gr salut biji Biji durian (pongge) yang sering dianggap limbah tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih besar manfaatnya seperti untuk pembuatan bioethanol ini. Kandungan nutrisi dalam 100 gram biji durian ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam 100 gram biji durianZatPer 100 gr biji segar (mentah) tanpa kulitnyaPer 100 gr biji telah dimasak tanpa kulitnya

Kadar air51,5 g51,1 g

Lemak0,4 g0,2 0,23 g

Protein2,6 g1,5 g

Karbohidrat43,6 g43,2 g

Serat kasar0,7 0,71 g,

Nitrogen0,297 g

Abu1,9 g1,0 g

Kalsium17 mg3,9 88,8 mg

Pospor68 mg86,65 87

Besi1,0 mg0,6 0,64 mg

Natrium3 mg

Kalium962 mg

Beta karotin250 gg

Riboflavin0,05 mg0,05 0,052 mg

Thamrin0,03 0,032 mg

Niacin0,9 mg0,89 0,9 mg

Sumber: Michael J . Brown, Durio A Bibliographic Review, 1997

2.3. Etanol (Etil Alkohol) Etanol atau etil alcohol dikenal sebagai alcohol yang merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam suhu kamar, etanol berwujud cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan tembus cahaya. Etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer. Alkohol komersial pada umumnya mengandung 95% etanol dan 5% air. Etanol dalam kehidupan sehari-hari dikenal sebagai bahan yang dapat digunakan untuk pelarut, bahan antiseptik, bahan baku pembuatan eter serta minuman. Sifat fisik dan kimia etanol bergantung pada gugus hidroksil. Reaksi yang dapat terjadi pada etanol antara lain dehidrasi, dehidrogenasi, oksidasi dan esterifikasi (Rizani, 2000). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya komponen media yang dapat menghambat pertumbuhan serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan kondisi selama fermentasi (Astuty, 1991). Faktor lain adalah pemilihan khamir, konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu. Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30oC. derajat keasaman (pH) optimum untuk proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5. Etanol dihasilkan dari gula yang merupakan hasil aktivitas fermentasi sel khamir. Khamir yang digunakan untuk menghasilkan etanol adalah dari genus Saccharomyces. Agar dapat menghasilkan jumlah etanol yang banyak diperlukan suatu khamir yang mempunyai laju fermentasi dan laju pertumbuhan cepat, tahan terhadap konsentrasi etanol dan glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi,pH optimum fermentasi rendah, temperatur optimum fermentasi sekitar 25-30oC (Astuty, E. D., 1991). Menurut Fardiaz (1992), fermentasi etanol meliputi dua tahap, yaitu: Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang atom hydrogen melalui jalur EMP (Embden-Meyerhoff-Parnas), menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa. 2.4. Hidrolisa AsamHidrolisa asam pekat merupakan teknik yang sudah dikembangkan cukup lama. Braconnot di tahun 1819 pertama menemukan bahwa selulosa bisa dikonversi menjadi gula yang dapat difermentasi dengan menggunakan asam pekat (Sherrad and Kressman 1945 in (Taherzadeh & Karimi, 2007)). Hidrolisa asam pekat menghasilkan gula yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan dengan hidrolisa asam encer, dan dengan demikian akan menghasilkan ethanol yang lebih tinggi (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005). Hidrolisa asam dapat dilakukan pada suhu rendah. Namun demikian, konsentrasi asam yang digunakan sangat tinggi (30 70%). Proses ini juga sangat korosif karena adanya pengenceran dan pemanasan asam. Proses ini membutuhkan peralatan metal yang mahal atau dibuat secara khusus. Rekaveri asam juga membutuhkan energi yang besar. Di sisi lain, jika menggunakan asam sulfat, dibutuhkan proses netralisasi yang menghasilkan limbah gypsum/kapur yang sangat banyak. Dampak lingkungan yang kurang baik dari proses ini membatasi penggunaan asam perklorat dalam proses ini. Hidrolisa asam pekat juga membutuhkan biaya investasi dan pemeliharaan yang tinggi, hal ini mengurangi ketertarikan untuk komersialisasi proses ini (Taherzadeh & Karimi, 2007). Hidrolisa asam encer juga dikenal dengan hidrolisis asam dua tahap (two stage acid hydrolysis) dan merupakan metode hidrolisis yang banyak dikembangkan dan diteliti saat ini. Hidrolisa asam encer pertama kali dipatenkan oleh H.K. Moore pada tahun 1919. Potongan (chip) kayu dimasukkan ke dalam tangki kemudian diberi uap panas pada suhu 300oF selama satu jam. Selanjutnya dihidrolisis dengan menggunakan asam fosfat. Hidrolisa dilakukan dalam dua tahap. Hidrolisat yang dihasilkan kemudian difermentasi untuk menghasilkan ethanol. Hidrolisis selulosa dengan menggunakan asam telah dikomersialkan pertama kali pada tahun 1898 (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005). Tahap pertama dilakukan dalam kondisi yang lebih lunak dan akan menghidrolisis hemiselulosa (misal 0,7 % asam sulfat, 190oC). Tahap kedua dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, tetapi dengan konsentrasi asam yang lebih rendah untuk menghidrolisa selulosa (215oC, 0,4% asam sulfat) (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005). Keuntungan utama hidrolisa dengan asam encer adalah, tidak diperlukannya recovery asam, dan tidak adanya kehilangan asam dalam proses (Iranmahboob et al., 2002). Umumnya asam yang digunakan adalah H2SO4 atau HCl (Mussatto dan Roberto, 2004) pada range konsentrasi 2-5 % (Iranmahboob et al., 2002; Sun dan Cheng, 2002), dan suhu reaksi sama dengan 160 oC. Kelemahan dari hidrolisa asam encer adalah degradasi gula hasil di dalam reaksi hidrolisa dan pembentukan produk samping yang tidak diinginkan. Degradasi gula dan produk samping ini tidak hanya akan mengurangi hasil panen gula, tetapi produk samping juga dapat menghambat pembentukan ethanol pada tahap fermentasi selanjutnya. Beberapa senyawa inhibitor yang dapat terbentuk selama proses hidrolisa asam encer adalah furfural, 5-hydroxymethylfurfural (HMF), asam levulinik (levulinic acid), asam asetat (acetic acid), asam format (formic acid), asam uronat (uronic acid), asam 4-hydroxybenzoic, asam vanilik (vanilic acid), vanillin, phenol, cinnamaldehyde, formaldehida (formaldehyde), dan beberapa senyawa lain (Taherzadeh & Karimi, 2007).Beberapa faktor yang mempengaruhi proses hidrolisa antara lain : a. Kandungan Karbohidrat Bahan Baku Kandungan karbohidrat pada bahan baku sangat berpengaruh terhadap hasil hidrolisis asam. Apabila kandungan karbohidratnya sedikit, maka jumlah gula yang terjadi juga sedikit, dan sebaliknya, apabila kandungan karbohidrat terlalu tinggi mengakibatkan kekentalan campuran akan meningkat, sehingga frekuensi tumbukan antara molekul karbohidrat dan molekul air semakin berkurang, dengan demikian kecepatan reaksi pembentukan glukosa semakin berkurang pula. Bahan yang hendak dihidrolisa diaduk dengan air panas dan jumlah bahan keringnya berkisar antara 18% hingga 22% (Osvaldo dkk, 2012).b. pH Hidrolisa pH berpengaruh terhadap jumlah produk hidrolisa. pH berkaitan erat dengan konsentrasi asam yang digunakan. Pada umumnya, pH yang terbaik (optimum) adalah 2,3. (Joeh, 1998; Groggins,1998). c. Waktu Hidrolisis Semakn lama pemanasan, warna akan semakin keruh dan semakin besar konversi yang dihasilkan. Waktu yang diperlukan untuk proses hidrolisa asam sekitar 1 hingga 3 jam (Osvaldo dkk, 2012).

d. Suhu Pengaruh suhu terhadap kecepatan hidrolisa karbohidrat akan mengikuti persamaan Arrhenius yaitu semakin tinggi suhunya akan diperoleh konversi yang cukup berarti, tetapi jika suhu terlalu tinggi konversi yang diperoleh akan menurun. Hal ini disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang, yang ditunjukkan dengan semakin tuanya warna hasil. Selain itu pada suhu yang tidak terlalu tinggi (tidak melebihi titik didih air), air sebagai zat penghidrolisis tetap berada fase cair, sehingga terjadi kontak yang baik antara molekul-molekul kertas koran dengan sebagian besar air, sehingga reaksi dapat berjalan dengan baik (Roiz, 2001). Parameter konsentrasi asam, suhu dan waktu hidrolisa merupakan parameter yang sangat krusial pada proses hidrolisa selain metode detoksifikasi yang tepat sehingga dapat meminimalkan produk inhibitor yang pada akhirnya meningkatkan yield etanol di akhir proses fermentasi (Campo dkk., 2006; Mussatto dan Roberto, 2004; Lavarack dkk., 2002). 2.5. Fermentasi Fermentasi alkohol adalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol dan CO2 yang dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir dalam keadaan anaerob (Prescott dan Dunn, 1959). Perubahan dapat terjadi jika mikroba tersebut bersentuhan dengan makanan yang sesuai bagi pertumbuhannya. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan bau busuk dan biasanya menghasilkan gas karbondioksida. (Osvaldo dkk, 2012) Hasil fermentasi dipengaruhi banyak faktor. Seperti, bahan pangan atau substrat, jenis mikroba dan kondisi sekitar. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, fermentasi alkohol merupakan proses terjadi karena adanya aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir. Besar kecilnya aktifitas hidup mikroba ini akan menentukan jumlah alkohol yang terbentuk dan aktifitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut umumnya berhubungan erat dengan penyediaan dan pemakaian nutrisi yang digunakan untuk menunjang aktifitas hidupnya (Said.e.g, 1994). Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi etanol : 1. Jenis Mikroorganisme Bila dilihat dari jenisnya, maka terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang banyak digunakan dalam proses fermentasi diantaranya adalah khamir, kapang dan bakteri. Tetapi tidak semua mikroorganisme tersebut dapat digunakan secara langsung. Masih diperlukan seleksi untuk menjamin berlangsungnya proses fermentasi. Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis substrat (bahan) yang digunakan sebagai medium, misalnya untuk menghasilkan etanol digunakan khamir Saccharomyces Cerevisae (Said.e.g, 1994). Seleksi ini bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi tinggi terhadap konsentrasi gula yang tinggi. Sehingga dapat menghasilkan kadar etanol yang dikehendaki. (Osvaldo dkk, 2012).2. Lama Fermentasi Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi biasanya ditentukan pada jenis bahan, jenis ragi dan jenis gula. Pada umumnya diperlukan waktu 4-20 hari untuk memperoleh hasil fermentasi yang sempurna. Menurut Amarine (1982) fermentasi berlangsung dua sampai tiga minggu dan ditandai dengan tidak diproduksinya CO2. 3. Derajat Keasaman Pada umumnya pH untuk fermentasi buah-buahan atau pembentukan sel khamir dibutuhkan keasaman optimum antara 3,0-5,0. Diluar itu maka pertumbuhan mikroba akan terganggu. Untuk mengatur pH dapat digunakan NaOH untuk menaikan dan asam nitrat untuk menurunkan pH. Sebelum difermentasi, sari buah dipasteurisasi ditambahkan dengan SO2. Hal ini untuk mencegah timbulnya bakteri dan khamir yang tidak diinginkan. Sumber SO2 adalah NaHSO3, kalium atau natrium bisulfit (Said.e.g, 1994).4. Kadar gula yang optimum untuk aktifitas pertumbuhan khamir adalah sekitar 10 -18 % (Said.e.g, 1994). 5. Setiap golongan memiliki suhu pertumbuhan yang optimumnya 19 32oC (Said.e.g, 1994).

1.6. Penelitian-penelitian Sebelumnya Dari penelitian yang berjudul Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu Pada Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Alang-Alang didapatkan kesimpulan bahwa semakin besar konsentrasi asam sulfat yang digunakan maka semakin besar juga kadar etanol yang dihasilkan. Titik optimum konsentrasi asam sulfat yang menghasilkan kadar etanol yang paling besar adalah konsentrasi asam sulfat 2% karena pada penggunaan asam sulfat 2,5%, kenaikan kadar etanol yang didapatkan tidak begitu jauh perbedaannya. Oleh sebab itu, konsentrasi asam sulfat 2% dianggap sebagai yang terbaik untuk selanjutnya menjadi variabel tetap dan digunakan untuk mengetahui variabel penelitian yang lainnya. Temperatur hidrolisis berhubungan dengan laju reaksi. Semakin tinggi temperatur hidrolisis, maka hidrolisis akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan konstanta laju reaksi meningkat dengan meningkatnya temperatur operasi dan penambahan waktu reaksi, akan semakin memperbesar konversi yang dicapai sampai ke titik optimumnya. Pada variasi temperatur yang kami gunakan, didapatkan pada temperatur 140oC. Oleh karena itu, penambahan temperatur selanjutnya akan menurunkan kadar etanol yang dihasilkan karena telah melewati titik optimum yang dimilikinya (Osvaldo dkk, 2012).Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka kadar etanol yang dihasilkan juga semakin besar karena dengan semakin banyak ragi yang ditambahkan, maka bakteri yang mengurai glukosa menjadi etanol pun semakin banyak. Tetapi pada penambahan ragi yang lebih lanjut cenderung turun, karena disebabkan adanya ragi yang mati pada saat proses fermentasi berlangsung. Pada ragi tape hal ini ditandai dengan ditemukannya serbuk putih kekuningan pada hasil akhir fermentasi sehingga mikroba yang berperan dalam fermentasi ini pun menjadi kurang maksimal. Ragi roti dibuat dari molasses, nitrogen, urea, kecambah malt, garam organik, faktor pertumbuhan dalam bentuk ekstrak sayur, serelia, khamir, dan sejumlah kecil vitamin. Berdasarkan kandungan yang terdapat dalam kedua jenis ragi diatas, diketahui bahwa ragi tape memiliki populasi yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada pada ragi roti sehingga mempengaruhi kinerjanya dalam menghasilkan etanol pada proses fermentasi (Osvaldo dkk, 2012).Kemudian dari penelitian yang berjudul Pengaruh Massa Ragi dan Waktu Fermentasi Terhadap Bioetanol Dari Biji Durian di dapatkan kesimpulan bahwa jumlah bioetanol optimum yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 3,7 ml dengan densitas 0,9669 gr/ml dengan waktu 48 jam dan pemberian jumlah ragi 6%. Kadar bioetanol yang diperoleh sebesar 18,999 % dengan waktu fermentasi 48 jam. Nilai kalor optimum sebesar 167,092 kkal/kg dengan waktu fermentasi 48 jam dan pemberian jumlah ragi sebesar 6% dari jumlah bahan baku (Ratih Primadony dkk, 2013).Lalu dari penelitian yang berjudul Pengaruh Massa Ragi, Jenis Ragi dan Waktu Fermentasi pada Bioetanol dari Biji Durian diperoleh kadar etanol terbesar, yaitu 24,01% pada waktu fermentasi 3 hari, dengan jenis ragi tapai pada tahapan hidrolisis, Dan rasio berat bahan baku dengan volume katalis sebesar 250 ml : 3% (Johnprimen dkk, 2012).

BAB IIIMetodologi PenelitianPenelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam, suhu hidrolisis dan lama waktu fermentasi dari biomassa yang digunakan yaitu biji durian menjadi bioetanol. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode hidrolisis asam diteruskan dengan fermentasi. 3.1. Variabel yang diteliti a) Variabel tetap adalah massa bahan baku tepung biji durian, temperature hidrolisis, dan jenis ragi.b) Variabel berubah terdiri dari: 1. Konsentrasi Asam 2. Waktu Hidrolisis 3. Waktu Fermentasi4. Berat ragi3.2. Peralatan dan Bahan 3.2.1. Peralatan a) Peralatan Pretreatment dan Hidrolisa1. Penggiling2. Ember3. Pisau4. Baskom Kecil5. Ayakan6. Peralatan Gelas Standar7. Pemanas Listrik8. Saringan / Kertas Saring 9. Pengaduk / Spatula b) Peralatan Fermentasi 1. Fermentor (Erlenmeyer+selang+gabus) 2. Autoclave c) Peralatan Pemurnian adalah destilasi / Evaporator d) Peralatan Analisa aadalah piknometer 3.2.2. Bahan 1) Biji Durian2) H2SO4 (2,5 %, 5 %, 7,5 %, 10 %) 3) Aquadest 4) Ragi Roti3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Pembuatan Tepung Biji Durian 1. Sebanyak 10 kg biji durian dicuci bersih. 2. Biji durian dibersihkan dari kulit arinya yang berwarna cokelat. 3. Biji durian dicuci bersih. 4. Diiris dengan ketebalan 2-3 mm 5. Lendir dari biji durian yang telah diirisi dihilangkan dengan cara menambahkan garam pada biji durian, dicampur, diaduk-aduk dibawah air mengalir sampai keluar busa. 6. Direndam dengan air kapur selama 1 jam. 7. Ditiriskan lalu dicuci dengan air mengalir sampai lendir berkurang dan ditiriskan. 8. Dijemur di bawah sinar matahari. 9. Hasil pengeringan kemmudian dihaluskan dengan mesin pengiling dan diayak dengan ayakan 50 mesh hinga diperoleh tepung biji durian.3.3.2. Hidrolisa1) Biji dengan berat 100 gram dicampurkan dengan asam sulfat pada konsentrasi 2,5 %; 5 %; 7,5 %; 10%.2) Campuran tersebut kemudian kita hidrolisa pada temperatur 93-95oC dengan variasi waktu adalah 20, 40, 60, 80, 100 menit) 3) Rendeman biji durian hasil hidrolisis lalu didinginkan dan disaring, dimana larutan hasil hidrolisat sebagai produk utama. 3.3.3. Fermentasi 1. Campuran didinginkan pada suhu kamar. 2. Didinginkan dan disaring hingga tidak ada ampas dalam larutan hasil hidrolisis. 3. Larutan hasil saringan hidrolisat tepung biji durian yang bersifat asam diatur pH-nya menjadi 4,5 yang diukur dengan pH-meter. Penambahan pH dilakukan dengan menambahkan NaOH 4M. 4. Hidrolisat tersebut kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruangan. 5. Sterilisasi alat dengan autoclave pada suhu 120 C selama 15 menit.4. Ditambahkan ragi roti masing-masing sebanyak 2 %, 4 %, 6 %, 8 %, 10 % dari berat bahan. 5. Campuran diaduk rata, kemudian ditutup dalam wadah fermentasi. 6. Campuran disimpan dan dibiarkan pada temperatur kamar dengan waktu 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. 7. Dengan menggunakan pH meter, setiap hari pH bahan dikontrol sehingga tetap pada pH 4,5 (jika pH menurun ditambahkan larutan NaOH). 3.3.4. Tahap Destilasi 1. Peralatan destilasi dirangkai kemudian hasil fermentasi dimasukkan ke dalam labu leher tiga. 2. Ditambahkan 50 ml aquadest lalu di aduk rata. 3. Larutan dipanaskan hingga suhu mencapai 80oC 4. Destilat ditampung dan diukur volumenya.3.3.5. Tahap pengukuran kadar etanol1. Alat piknometer 5 ml yang digunakan untuk mengukur kadar etanol dikeringkan ke dalam oven pada temperatur 100oC selama 10 menit kemudian dinginkan sampai suhu kamar. 2. Timbang piknometer 5 ml kosong dengan menggunakan neraca analitis kemudian catat beratnya. 3. Piknometer 5 ml diisi dengan aquadest kemudian ditimbang dengan neraca analitis dan catat beratnya.