32
PROPOSAL PENELITIAN PENGARUH ZAT LAKSATIF DAN ANTIDIARE TERHADAP TEKSTUR FESES TIKUS Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan Dosen Pengampu : Dra. Aditya Marianti dan Wulan Christijanti, M.Si Disusun oleh Mahardika Adhi Pratama 4401411126 Tri Wahyu Setyaningrum 4401411148 Rizki Oktavia 4401411137 Hana Dewi Utami 4401411129 JURUSAN BIOLOGI

Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH ZAT LAKSATIF DAN ANTIDIARE TERHADAP TEKSTUR FESES

TIKUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fisiologi Hewan

Dosen Pengampu : Dra. Aditya Marianti dan Wulan Christijanti, M.Si

Disusun oleh

Mahardika Adhi Pratama 4401411126

Tri Wahyu Setyaningrum 4401411148

Rizki Oktavia 4401411137

Hana Dewi Utami 4401411129

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

Page 2: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

FESES

Tinja atau feses adalah produk buangan saluran pencernaan hewan yang dikeluarkan

melalui anus atau kloaka. Pada manusia, proses pembuangan kotoran dapat terjadi

(bergantung pada individu dan kondisi) antara sekali setiap satu atau dua hari hingga

beberapa kali dalam sehari.

Pengerasan feses dapat menyebabkan meningkatnya waktu dan menurunnya

frekuensi buang air besar  antara pengeluarannya atau pembuangannya disebut

dengan konstipasi atau sembelit. Dan sebaliknya, bila pengerasan tinja atau feses terganggu,

menyebabkan menurunnya  disebut dengan diare atau mencret.

Bau khas dari tinja atau feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan

senyawa seperti indole, skatole, dan thiol(senyawa yang mengandung belerang), dan

juga gas hidrogensulfida. Asupan makanan berupa rempah-rempah dapat menambah baukhas

feses atau tinja. Di pasaran juga terdapat beberapa produk komersial yang dapat mengurangi

bau feses atau tinja.

KONSTIPASI DAN ZAT LAKSATIF

a. Konstipasi

Adalah suatu kelainan dalam sistem pencernaan yang disebabkan karena terjadinya

penyerapan air kembali yang berlebihan sehingga tekstur feses mengeras. Penyebab

konstipasi antara lain:

1. Medikasi

Obat-obatan golongan penghambat kalsium atau kalsium bloker, opiat,

antikolinergik,suplemen zat besi, barium slfat, antidepresan

2. Penyakit sistemik

Misalnya kencing manis, hipotiroidisme, sklerosis sistemik, distrofi miotonik.

3. Penyakit atau gangguan

Page 3: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

Contohnya obstruksi kolon, spasma sfingter anus, gangguan makan, depresi,

penyalahgunaan obat.

4. Berbagai faktor prediposisi

Contoh: kurangnya beraktivitas, kurang berolahraga, sakit lama atau menahun.

b. Zat Laksatif

Laksatif adalah makanan maupun obat-obatan membantu mengatasi sembelit dengan

membuat kotoran bergerak dengan mudah di usus. Dalam operasi pembedahan, obat ini juga

diberikan kepada pasien untuk membersihkan usus sebelum operasi dilakukan. Laksatif

merupakan obat bebas. obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi konstipasi atau

sembelit. Biasanya obat ini hanya digunakan saat mengalami konstipasi atau sembelit saja

karena mempunyai efek samping. Kegunaan dari zat laksatif adalah memperlancar persiapan

gerakan usus, sembelit kronis, Imobilitas kronis.

Kelompok Laksatif:

1. Pencahar pembentuk tinja (bulk laxative)

Pencahar jenis ini umum beredar di pasaran, baik yang berasal dari serat alamiah seperti

psyllium ataupun serat buatan sepertu metil selullosa. Keduanya sama efektif dalam

meningkatkan volume tinja. Obat ini cukup aman digunakan dalam waktu yang lama

tetapi memerlukan asupan cairan yang cukup.

2. Pelembut tinja/feses

Obat jenis ini dipakai oleh usia lanjut sebagai sebagai pelembut feses. Obat ini mempunyai

efek sebagai surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga dapat

meresap dan feses jadi lembek.

3. Pencahar stimulan/perangsang

Contoh golongan ini adalah senna, bisacordil. Senna aman dipakai untuk usia lanjut.Efek

obat ini menstimulasi dan meningkatkan peristaltik atau gerakan usus.

4. Pencahar hiperosmoler (osmotic laxative)

Mempunyai efek menahan cairan dalan usus dan mengatur distribusi cairan dalam tinja.

Jenis ini mempunyai cara kerja seperti spon sehingga tinja mudah melewati usus. Jenis

golongan ini seperti laktulosa dan sorbitol.

Page 4: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

5. Enema

Enema dimaksudkan untuk merangsang terjadinya evakuasi tinja sehingga bisa keluar.

Pemberian ini harus hati – hati pada usia lanjut karena sering mengakibatkan efek samping

DIARE DAN OBAT ANTIDIARE

Diare adalah suatu kondisi dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal

dengan konsistensi feses cair atau seperti bubur yang terjadi secara berulang lebih dari 3 kali

sehari. Diare dapat bersifat akut disebabkan oleh bakteri atau virus dan kronis yang berkaitan

dengan gangguan gastrointestinal. Berdasarkan mekanisme penyebabnya diare dibedakan

menjadi:

a)karena kurangnya absorbs zat osmotic dari lumen usus (diareosmotik)

b)meningkatnya sekresi elektrolit dan air kedalam lumen usus (diaresekretorik) disebabkan

oleh bakteri atau,

c)naiknya permiabilitas mukosa usus atau terganggunya motilitas usus karena penyakit

pada usus halus atau tidak terabsorbsinya asam empedu.

Diare di Indonesia hingga saat ini masih menduduki peringkat tinggi, obat diare

terdapat banyak dijual di pasaran dan mudah didapat namun demikian tidak menutup

kemungkinan dalam melestarikan budaya bangsa tanaman oba tdigunakan sebagai alternatif.

Diare dibagi menjadi tiga tipe. Tipe-tipe tersebut adalah diare non inflamatori

(noninflammatorydiarrhea), diareinflamatori (inflammatorydiarrhea), dan diare pada

penyakit sistemik. Istilah lain untuk diare noninflamatori adalah diare sekretori(secretory

diarrhea) dan diare encer(watery diarrhea). Sinonim diare inflamatori adalah diare berdarah

(bloodydiarrhea) dan disenteri (dysentery).

Antidiare adalah suatu obat untuk mengatasi diare. Cara kerjanya yaitu dengan

meningkatkan penyerapan air.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimanakah aktivitas pencernaan pada tikus normal ?

1.2.2 Bagaimanakah aktivitas pencernaan pada tikus setelah pemberian laksatif yang sesuai

dengan dosis ?

1.2.3 Adakah pengaruh pemberian laksatif terhadap tekstur feses tikus?

1.2.4 Bagaimanakah aktivitas pencernaan pada tikus setelah pemberian antidiare yang sesuai

dengan dosis ?

1.2.5 Adakah pengaruh pemberian antidiare terhadap tekstur feses tikus?

Page 5: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

1.2.6 Bagaimanakah pengaruh pemberian laksatif dan antidiare terhadap aktivitas pencernaan

tikus ?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui aktivitas pencernaan pada tikus normal

1.3.2 Mengetahui aktivitas pencernaan pada tikus setelah pemberian laksatif yang sesuai

dengan dosis

1.3.3 Mengetahui aktivitas pencernaan pada tikus setelah pemberian antidiare yang sesuai

dengan dosis

1.3.4 Mengetahui pengaruh pemberian laksatif dan antidiare terhadap aktivitas pencernaan

tikus

1.4 MANFAAT

1.4.1. Manfaat bagi Masyarakat

Memberi informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh zat laksatif dan antidiare

terhadap tekstur feses, sehingga masyarakat mampu menggunakan zat-zat tersebut

secara bijaksana.

1.4.2. Manfaat bagi Peneliti

Memberi pengetahuan baru mengenai pengaruh zat laksatif dan atidiare terhadap

tekstur feses

Page 6: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ZAT LAKSATIF

Obat Pencahar (laksansia) adalah Obat yang dapat mempercepat gerakan peristaltik usus,

sehingga terjadi defekasi dan digunakan pada konstipasi yaitu keadaan susah buang air besar.

Berdasarkan kerjanya, obat pencahar dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara

lain:

Kelompok pembentuk massa dalam usus

Golongan obat laksantia yang memperbesar volume isi usus, dibedakan menjadi 3 macam:

1. Yang dapat menahan air di dalam usus, seperti magnesium sitrat, natrium sulfat,

natrium fosfat dan garam magnesiumsulfat. Ion-ionnya sedikit sekali diserap oleh

lambung. Akibatnya air yang berada di luar usus akan ditarik olehnya melalui dinding

ke dalam usus. Air akan mempertinggi gerakan peristaltiknya, dan mengakibatkan

pengeluaran isi usus yang menjadi cair lebih cepat sehingga diperoleh tinja yang lunak.

2 Yang mengembang, misalnya agar-agar, CMC (karboksimetilsellulose), dan tilose

(metilsellulose)

Kelompok hiperosmotik

Seperti laktulosa dan garam magnesium yang dapat mempercepat gerakan peris¬taltik

usus dengan menarik air dan jaringan tubuh ke dalam usus sehingga diperoleh tinja yang

lunak.

Kelompok lubrikan atau pelumas

Zat ini akan melicinkan tinja sehingga mudah dikeluarkan, seperti minyak mineral

(paraffin liquidum) yang dapat melindungi dinding usus sehingga cairan dalam massa tinja

tidak diserap dan tetap lunak. Bila dipakai terus menerus akan mengurangi penyerapan

vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak dan dapat mengakibatkan kelainan pada hepar.

Kelompok stimulan

Merupakan suatu surfactant yang dapta menurunkan tegangan permukaan seperti

fenoftalein dan bisakodil yang dapat mempercepat gerak usus dengan meningkat¬kan

kontraksi otot usus. Kelompok ini merupakan pencahar yang cukup sering digunakan.

Kelompok kombinasi pencahar

Penyebab: Keadaan sembelit atau susah buang air besar dapat terjadi karena tinja yang

mengeras, otot polos usus lumpuh, gangguan refleks defekasi, faktor psikis, wasir, kelemahan

Page 7: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

otot punggung, efek samping obat-obat tertentu (obat-obat atropine dan alkaloid golongan

candu). Sembelit juga dapat disebabkan karena pola diet kurang berserat, kurang minum dan

kurang bergerak.

Efek Samping: Banyak orang menganggap bahwa pengguanaan obat laksantia ini

tidak berbahaya dan boleh digunakan setiap waktu. Tetapi sebetulnya penggunaan obat

laksantia yang terlalu sering dapat membahayakan tubuh. Ini disebabkan karena obat-obat

laksantia akan mematikan/ mencegah sintesis vitamin-vitamin oleh bakteri-bakteri dalam

usus besar (missal vit K dan B kompleks), penggunaan laksantia juga dapat menyebabkan

kerugian gizi misalnya mineral-mineral penting untuk tubuh (separate K dan Na) tidak dapat

diabsorpsi kembali dalam usus besar, sehingga menyebabkan kelemahan oto-otot, selain itu

dapat menyebabkan kebiasaan susah bunga air besar bila tidak menggunakan laksantia.

Penanggulangan terapi non-obat: Banyak minum, makan buah pepaya, je¬ruk dan

sayur yang banyak mengandung serat, serta berolah raga secara teratur. Penggunaan pencahar

diluar sembelit tidak dianjurkan, karena dapat menurunkan sensitivitas mukosa, dan lama

kelamaan gerakan usus menjadi lamban. Pencahar tidak boleh digunakan oleh penderita

dengan ileus, radang usus dan radang usus buntu.

Pencahar rangsang bekerja merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos

sehingga mningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus. Pencahar rangsang menghambat

sistem Na+, K+-ATPase yang merupakan sistem kerja utama pencahar. Banyak di antara

pencahar rangsag bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di mana hal ini

akan meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis prostaglandin dengan

indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap sekresi air. Difenilmetan dan

antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar sehingga terdapat masa laten 6 jam

sebelum timbul efek pencahar.

2.2 ANTIDIARE

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja atau

tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.

Adapun kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:

a. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare seperti

antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.

b. Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa

cara,yakni:

1) Zat-zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorbsi air

Page 8: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

dan elektrolit oleh mukosa usus misalnya candu dan alkaloidanya, derivat-derivat peptidin

(difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergik (atropin, ekstrak belladonna).

2) Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam lemak (tanin) dan

tannabulmin, garam-garam bismut, dan alumunium.

3) Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yang pada permukaannya dapat menyerap

(adsorbsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang ada kalanya berasal

dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga mucilagines, zat-zat lendir yang

menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung,

seumpamanya kaolin, pectin. (suatu karbohidrat yang terdapat antara lain dalam buah apel)

dan garam-garam bismut, serta alumunium.

c. Spasmolitika yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali

mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium

3. Loperamid

Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali

lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap sistem saraf pusat. Loperamid mampu menormalkan

keseimbangan resorpsi–resorpsi dari sel–sel mukosa, yaitu memulihkan sel–sel yang berada

dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid tidak

mewujudkan efek sentral mirip morfin, sehingga loperamid harus diutamakan daripada

difenoksilat karena loperamid antidiare yang kuat, dengan kerja yang berlangsung lama.

Penghambatan peristaltik secara spesifik dianggap sebagai kerja langsung pada dinding

saluran cerna. Loperamid diekskresikan terutama dengan tinja

4. Oleum ricini

Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai laksansia.

Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam risinolat yang

merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak peristaltik dan mengakibatkan

pengeluaran isi usus dengan cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sekali makan (15 –

30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian,

berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer.

2.3 HEWAN PERCOBAAN

Hewan laboratorium atau hewan coba adalah hewan yang khusus diternakkan untuk

keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium tersebut digunakan sebagai model untuk

peneltian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang

Page 9: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk

keperluan penelitian ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan kera.

2.3.1 Tikus

Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal).

Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Sciurognathi

Famili : Muridae

Sub-Famili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Data biologik

- Konsumsi pakan per hari

- Konsumsi air minum per hari

- Diet protein

- Ekskresi urine per hari

- lama hidup

- Bobot badan dewasa

- Jantan

- Betina

5 g/100 g bb

8-11 ml/100 g bb

12%

5,5 ml/100 g bb

2,5- 3 tahun

300-400 g

250-300 g

Page 10: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

- Bobot lahir

- Dewasa kelamin (jantan=betina)

- Siklus estrus (menstruasi)

- Umur sapih

- Mulai makan pakan kering

- Rasio kawin

- Jumlah kromosom

- Suhu rektal

- Laju respirasi

- Denyut jantung

- Pengambilan darah maksimum

- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)

- Kadar haemoglobin(Hb)

- Pack Cell Volume (PCV)

- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)

5-6 g

50+10 hari

5 hari (polyestrus)

21 hari, 40-50 g

12 hari

1 jantan – 3 atau 4 betina

42

37,5oC

85 x/mn

300 – 500 x/mn

5,5 ml/Kg

7,2-9,6 X 106 / μl

15,6 g/dl

46%

14 103 /μl

2.3.2 Uji Metabolisme Obat

Dalam melakukan uji metabolisme suatu obat dalam tubuh hewan percobaan, perlu

dilakukan pada kandang individu. Kandang tersebut dirancang khusus untuk mendapatkan

contoh dari hasil metabolisme , seperti didalam urine, feses dan sebagainya. Kandang dibuat

sedemikian rupa sehingga koleksi urine dan feses dapt dilakukan dengan mudah tidak

tercampur dengan dengan pakan atau air minum.

2.4 SISTEM PENCERNAAN

Sistem Pencernaan mamalia terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar

aksesoris yang mensekresikan getah pencernaan ke dalam saluran itu melalui duktus

(saluran). Peristaltis, gelombang kontraksi berirama oleh otot polos pada dinding sluran

pencernaan, akan mendorong makanan di sepanjang saluran tersebut.

Kelenjar aksesoris sistem pencernaan mamalia adalah 3 pasang kelenjar ludah,

pankreas, hati, dan organ penyimpanannya, kantung empedu.

Rongga mulut, faring, dan esofagus mengawali pengolahan makanan.

Rongga mulut

Page 11: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

Pencernaan makanan secara fisik dan kimiawi dimulai dalam mulut. Selama

pengunyahan,gigi dengan berbagai ragam bentuk akan memotong, melumat dan menggerus

makanan, yang membuat makanan tersebut lebih mudah ditelan dan meningkatkan luas

permukaannya. Kehadiran makanan dalam rongga mulut akan memicu refleks saraf yang

menyebabkan kelenjar ludah mengeluarkan ludah melalui duktus ke rongga mulut. Bahkan

sebelum makanan sesungguhnya berada dalam mulut, ludah bisa dihasilkan sebagai antisipasi

karena adanya hubungan yang telah diketahui antara makan dan waktu dalam satu hari.,

aroma masakan, atau rangsangan lain.

Pada manusia, lebih dari satu liter ludah disekresikan ke dalam rongga mulut setiap

hari. Terlarut dalam ludah adalah glikoprotein licin yang disebut musin, yang melindungi

lapisan lunak rongga mulut dari kerusakan akibat gesekan dan melumasi makanan supaya

lebih mudah ditelan. Ludah mengandung (buffer)yang membantu mencegah pembusukan gigi

dengan cara menetralkan asam dalam mulut. Zat antibakteri dalam ludah juga akan

membunuh banyak bakteri yang memasuki mulut melalui makanan.

Yang terakhir, pencernaan karbohidart, sumber energi kimia utama, dimulai dari

rongga mulut. Ludah mengandung amilase ludah, enzim pencernaan yang menghidrolisis pati

dan glikogen. Produk utama dari pencernaan ini adalah polisakarida yang lebih kecil dan

disakarida maltosa.

Lidah akan mengecap makana, memanipulasinya selama pengunyahan, dan

membantu membentuk makanan menjadi bolus. Selama penelanan, lidah akan mendorong

bolus ke bagian belakang rongga mulut dan akhirnya ke dalam faring.

Faring ( pangkal kerongkongan)

Ketika menelan, bagian atas atas batang tenggorokan akan bergerak ke atas, sehingga

lubang pembukaaannnya, glotis tertutup oleh epiglotis.

Esofagus

Esofagus mengalirkan akanan dari faring turun ke lambung. Peristaltik akan

mendorong bolus sepanjang esofagus yang sempit. Otot pada bagian atas esofagus adalah oto

lurik. Dengan demikian, tindakan penelanan dimulai secraa sdar., tetapi kemudian gelombang

kontraksi tak sadar oleh otot polos pada sisa esofagus selanjutnya yang menggantikannya.

Amilase ludah terus menghidrolisis pati dan glikogen sementara bolus makanan lewat

esofagus.

Lambung menimbun makanan dan melaksanakan pencernaan pendahuluan

Dinding lambung mensekresikan getah pencernaan.Dengan konsentrasi asam klorida

yang tinggi, getah lambung memiliki pH 2. Salah satu fungsi asam tesebut adalah

Page 12: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

memecahkan matriks ekstraseluler yang mengikatkan sel satu sama lain pada materi daging

dan tumbuhan. Enzim yang ditemukan di lambung adalah pepsin, enzim yang memulai

hidrolisis protein. Pepsin memecah ikatan peptida sehingga protein menjadi polipeptida yang

lebih kecil. Pepsin bekerja lebih baik di lingkungan asam.

Sel-sel terspesialisasi (sel chief) yang dihasilkan di ceruk-ceruk lambung mensintesis

dan mensekresikan pepsin dalam bentuk inaktif yang disebut pepsinogen. Sel parietal (yang

juga di ceruk)mengubah pepsinogen menjadi pepsin aktif dengan cara membuang sebagian

kecil molekul tersebut dan memaparkan sisi aktifnya. Ketika sudah banyak pepsinogen yang

diaktifkan oleh asam, terjadi suatu rentetan kimiakarena pepsin itu sendiri dapat

mengaktifkan molekul pepsinogen lain.

Sekitar setiap 20 detik, isi lambung dicampur melalui kerja kontraksi otot polos.

Sebagai akibat dari pencampuran dan kerja enzim, makanan yang baru ditelan akan menjadi

bubur nutrien yang dikenal dengan nama kim asam. Dibutuhkan 2 sampai 6 jam setelah

makan untuk mengosongkan lambung karena kim dialirkan sedikit-sedikit.

Usus halus merupakan organ utama pencernaan dan penyerapan.

Usus halus adalah organ dimana sebgaian besar hidrolisis enzimatik makromolekul

dalam makanan terjadi. Organ ini juga bertanggung jawab dlam penyerapan sebgaian besar

nutrien ke dalam darah.

Pda duodenum, kim asam disemprotkan dari lambung bercampur dengan getah

pencernaan dari pankreas, hati, kantong empedu dan sel-sel kelnjar pada dinding usus halus

itu sendiri.

Kerja enzimatik pada usus halus

Pencernaan karbohidrat

Pencernaan karbohidrat dimulai dari amilase ludah dalam rongga mulut yang terus

berkanjut ke usus halus. Amilase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus

halus (duodenum) yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin

sederhana dan maltosa. Enzim-enzim lain dalam usus halus yang berasal dari getah usus

mencerna pula karbohidrat. Enzim-enzim tersebut adalah:

1. Sukrase (invertase) yang merombak sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

2. Maltase yang merombak maltosa menjadi glukosa

3. Laktase yang merombak laktosa menjadi glukosa dan galaktosa

Pencernaan Protein

Enzim di dalam duodenum membongkar polipeptida menjadi asam amino (peptida

kecil). Enzim tersebut adalah

Page 13: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

-Tripsin dan kimotripsin. Enzim ini bersifat spesifik untuk ikatan peptida yang berdekatan

dengan asma amino tertentu, sehingga memutuskan polipeptida besar menjadi rantai-rantai

yang lebih pendek.

-Karboksipeptidase akan memecah asm amino satu persatu yang dimulai pada ujung

polipeptida yang memiliki gugus karboksil yang bebas.

-Aminopeptidase sama dengan karboksipeptidase tetapi bekerja dalam arah sebaliknya.

Dipeptidase mempercepat pencernaan dengan cara memecah peptida-peptida kecil.

Pencernaan lemak

Pencernaan lemak melibatkan garam empedu. Garam empedu dari kantong empedu

yang disekresikan ke dalam lapisan duodenum akan melapisi droplet-droplet lemak yang

sangat kecil dan mencegahnya agar tidak menyatu, disebut emulsifikasi. Enzim lipase

menghidrolisis molekul lemak. Setelah terjadi pencernaan secara kimiawi, hasil pencernaan

tersebut akan diserap oleh usus dan diedarkan ke pembuluh darah.

Penyerapan kembali air adalah fungsi utama usus besar

Salah satu fungsi dari usus besar adalah untuk menyerap kembali air yang ytelah

masuk ke dlama saluran pencernaan yang berfungsi sebagai bahan pelarut berbagai getah

pencernaan. Secara keseluruhan, sekitar 7 liter cairan disekresikan ke dalam lumen saluran

pencernaan tiap hari. Kolon menyelesaikan pekerjaan itu dengan menyerap kembali sebagian

besar air yag tetap berada di lumen. Secara bersama-sama usus halus dan kolon menyerap

kembali sekitar 90 % air yang memasuki saluran pencernaan .

Buangan saluran pencernaan, fefse, menjadi lebih padat sementara feses bergerak

sepanjang klon dengan bantuan peristaltik. Pergerakan ini sangat lambat, dan umumnya

memerlukan waktu sekitar 12-24 jam bagi materi untuk dapat bergerak sepanjang organ

tersebut. Jika lapisan kolon teriritasi maka jumlah air yang diserap kembali akan lebih sedikit

dibandingkan dengan keadaan normal, yang menyebabkan terjadinya diare. Kebalikan dari

permasalahan itu, konstipasi, terjadi ketika peristaltik menggerakkan feses terlalu lambat.

Kelebihan air diserap banyak, sehingga feses menjadi padat dan keras.

Feses

Feses mengandung massa bakteri, selulosa dan bahan-bahan lain yang tidak tercerna.

Meskipun serat selulosa tidak mengandung nilai kalori bagi manusia, namun keberadaannya

dlam makanan di sepanjang saluran pencernaan. Feses juga mengandung garam dalam

jumlah yang berlebihan. Sebagai contoh , ketika konsentrasi besi dan kalsium dlam darah

terlalu tinggi, lapisan kolon menyekresikan unsur garan-garam itu ke dalam lumen, dan

Page 14: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

akhirnya garam-garam itu akan dibuang bersama feses. Bagian akhir dari kolon adalah

rektum, dimana feses disimpan sampai bisa dikeluarkan.

Gangguan sistem pencernaan

a. Diare

Diare adalah pengeluaran feses cair berulang kali atau lebih dari 3 kali sehari atau diare adalah

suatu keadaan yang frekuensi defekasinya melebihi frekuensi normal dengan konsistensi feses

yang encer. Volume feses lebih dari 250 ml/ hari dapat dianggap abnormal. Diare bersifat akut

(berlangsung kurang dari 3 minggu) atau kronik. Diare terjadi karena adanya rangsangan yang

berlebihan pada mukosa usus sehingga gerakan otot usus meningkat dan makanan kurang

terserap secara sempurna.

Diare kronis berkaitan dengan gangguan gastrointestinal, biasanya berlangsung lebih dari

3 minggu. Selain itu ada pula diare yang berlatar belakang kelainan psikosomatik, alergi oleh

makanan atau obat-obat tertentu. Kelainan pada sistem endokrin dan metabolisme,

kekurangan vitamin, dan sebagainya akibat radiasi.

Diare yang bersifat akut atau kronik penyebabnya bermacam-macam. Diare akut biasanya

berlangsung 3-5 hari atau kurang dari 3 minggu. Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi

dengan bakteri seperti Escherichia coli, Shigella sp, Salmonella sp, Vibrio cholera, virus,

amoeba seperti Entamoeba hystolitica, dapat pula disebabkan oleh toksik bakteri seperti

Staphylococcus aureus, Clostridium welchii yang mencemari makanan (Anonim, 1993;

Walsh, 1997). Diare berkepanjangan sangat melelahkan penderitanya karena tubuhnya

banyak kehilangan energi, cairan dan elektrolit tubuh sehingga memerlukan terapi pengganti

dengan cairan dan elektrolit serta kalori. Obatnya adalah antibakteri atau anti amoeba

tergantung penyebab diare maupun obat-obatan lain yang bekerja memperlambat peristaltik

usus, menghilangkan spasme dan nyeri atau menenangkan (Anonim, 1993).

Rehidrasi oral dengan oralit telah terbukti bermanfaat dan efektif untuk mencegah dan

mengobati dehidrasi pada penderita diare. Rehidrasi oral sendiri mungkin mutlak harus

diberikan dalam usaha menurunkan angka kematian pemberian oralit yang dini ternyata juga

mempunyai pengaruh baik status gizi penderita, nafsu makan dan berat badan lebih cepat

pulih. Kepatuhan terhadap anjuran diet dan kebersihan akan memberikan angka kesembuhan

yang lebih tinggi dan komplikasi yang lebih rendah bila infeksi merupakan penyebabnya

a. Mekanisme Diare

Diare dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain :

Page 15: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

1) Adanya peningkatan osmotik isi lumen usus, hal ini menyebabkan diare osmotik.

2) Adanya peningkatan sekresi cairan usus, hal ini menyebabkan diare sekretorik.

3) Malabsorbsi asam empedu dan malabsorbsi lemak akibat gangguan pembentukan micelle

empedu.

4) Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit menyebabkan

gangguan absorbsi Na+ dan air.

5) Motilitas dan waktu transit usus abdominal. Terjadi motilitas yang lebih cepat dan waktu

teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorbsi.

6) Gangguan permeabilitas usus. Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel

spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar terhadap air dan

garam/elektrolit terganggu.

7) Eksudasi cairan, elektrolit, dan muskus berlebihan. Terjadi peradangan dan kerusakan

usus.

b. Etiologi Diare

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor di bawah ini :

1) Faktor Infeksi

a) Infeksi internal yaitu: infeksi saluran pencernaan, meliputi infeksi bakteri, infeksi virus,

infeksi parasit.

b) Infeksi parenteral yaitu; infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan.

2) Faktor Malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat, lemak, protein.

3) Faktor Makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4) Faktor Psikologi

Rasa takut dan cemas.

b. Konstipasi

Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dengan gejala mengalami

pengerasan feses yang sulit untuk dibuang yang dapat menyebabkan kesakitan pada

penderitanya. Konstipasi dapat disebabkan oleh pola makan, hormon, akibat samping obat-

obatan, dan juga karena kelainan anatomis. Pengobatan Penyakit pencernaan seperti

konstipasi dapat dilakukan dengan mengubah pola makan, obat pencahar (laksatif).

Page 16: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai

Hari/ tanggal :

Waktu :

Tempat : Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi FMIPA Unnes

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan

sederhana. Rancangan penelitian ini menggunakan 3 hewan percobaan, dimana masing-

masing hewan akan diberikan perlakuan yang sama dalam waktu yang sama. 3 hewan

percobaan akan mengalami 3 perlakuan yang diberikan secara berturut-turut.

S1 Q1

P0 S2 Q1

S3 Q1

S1 Q2

P1 S2 Q2

S3 Q2

S1 Q3

P2 S2 Q3

S3 Q3

Keterangan:

S 1 = hewan percobaan 1

S2 = hewan percobaan 2

S3 = hewan percobaan 3

P0 = perlakuan control normal

P1 = perlakuan I

P2 =perlakuan II

Q1 =hasil pemeriksaan tekstur feses setelah kontrol normal

Q2 = hasil pemeriksaan teksur feses setelah perlakuan I

O6 =hasil pemeriksaan tekstur feses setelah perlakuan II

Page 17: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : pemberian variasi obat pada tikus yaitu obat laksatif dan antidiare

2. Variable terikat : struktur feses tikus

3. Variable control : berat badan tikus

D. Sampel

3 tikus diberi 3 perlakuan (3 kelompok) yang dilakukan secara berturut-turut yaitu:

1. Kelompok 1 (Perlakuan kontrol normal) yaitu tanpa dicekok antidiare dan laksatif

2. Kelompok 2 (Perlakuan pertama) yaitu tikus dicekok laksatif dengan dosis 0,27

mg/200 g bb/hari

3. Kelompok 3(Perlakuan kedua) yaitu tikus dicekok antidiare dengan dosis 21,6 mg

/200 g bb/ hari.

E. Hipotesis

Ho = tidak ada pengaruh pemberian laksatif dan antidiare terhadap aktivitas pencernaan

tikus putih

Ha = ada pengaruh pemberian laksatif dan antidiare terhadap aktivitas pencernaan tikus

putih

F. Alat dan bahan penelitian

Alat:

a) sonde tikus

b) gelas ukur

c) timbangan digital

d) gelas piala 100 ml

e) batang pengaduk

f) kandang

G. Prosedur Penelitian

Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah:

a. Tahap Persiapan

1) Membuat kandang percobaan sedemikian rupa sehingga urin dan feses tidak

tercampur

Bahan:

a) tikus putih dengan bobot badan

berkisar 200 gram

b) Laksatif

c) Antidiare

Page 18: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

2) Menentukan dosis yang tepat pada masing-masing obat untuk diberikan pada

hewan percobaan.

Obat laksatif yang digunakan adalah dulcolax. 1 kapsul= 5 mg

Dosis untuk manusia = 15 mg perhari

Faktor konversi dari manusia ke tikus (200 gr) = 0,018

Maka Dosis untuk tikus (200 gr) = 15 mg x 0,018= 0,27 mg per hari.

Jumlah kapsul = (0,27 mg : 5 mg) x 1 kapsul = 0,054 kapsul.

Obat antidiare yang digunakan adalah diapet. 1 kapsul = 600 mg

Dosis untuk manusia = 1200 mg perhari.

Faktor konversi dari manusia ke tikus (200 gr) = 0,018

Maka Dosis untuk tikus (200 gr) = 1200 mg x 0,018= 21,6 mg per hari.

Jumlah kapsul = (21,6 mg : 600 mg) x 1 kapsul = 0,036 kapsul.

3) Menimbang obat antidiare(diapet) dan obat laksatif(dulcolax) dengan timbangan

digital

4) Melakukan pengenceran dengan 5 ml air

b. Pelaksanan penelitian

1) Menempatkan ketiga tikus dalam 1 kandang

2) Melakukan kontrol normal. Yaitu menyamakan kondisi tubuh tikus percobaan.

Caranya, masing-masing tikus diberi jenis makanan yang sama dengan

komposisi yang sama selama 24 jam tanpa dicekoki obat laksatif maupun

antidiare. Mengamati tekstur feses tikus.

3) Memberikan perlakuan pertama. Ketiga tikus percobaan dicekok laksatif (obat

dulcolax) dengan dosis 0,36 mg/200 g bb. Diberikan secara oral pada tikus

menggunakan sonde. Kemudian mengamati tekstur feses tikus setelah 4-6 jam

4) Memberikan perlakuan kedua. Ketiga tikus dicekok antidiare(diapet) dengan

dosis 0,72 mg/200 g bb. Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.

Kemudian mengamati tekstur feses tikus setelah 12-24 jam.

Page 19: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

Bagan alur metode kerja penelitian pengaruh zat laksatif dan antidiare terhadap tekstur feses

tikus

Menyiapkan 3 tikus

Menyiapkan obat laksatif

dan antidiare

Perlakuan Pertama (kelompok 1)

Melakukan kontrol normal

3 tikus tidak dicekoki obat laksatif maupun antidiare

Mengamati tekstur feses yang

dikeluarkan

Melakukan perlakuan pertama

(kelompok 2)

3 tikus dicekoki obat laksatif

dengan dosis 0,27 mg/200 g

bb/hari

Mengamati tekstur feses setelah

4 jam pemberian obat

Pengamatan terus dilakukan sampai tekstur

fesesnya menunjukan gejala diare

melakukan perbandingan dari setiap feses

yang dikeluarkan tiap sekian jam

Melakukan perlakuan kedua

(kelompok 3)

Menyiapkan kandang

3 tikus dicekoki obat laksatif dengan

dosis 21,6 mg/200 g bb/hari

Mengamati tekstur feses beberapa

jam setelah pemberian obat (kurang

lebih 12 jam kemudian)

Pengamatan terus dilakukan

sampai tekstur feses kembali

normal melakukan obat

(kurang lebih 12 jam

kemudian)

Melakukan perbandingan dari

setiap feses yang dikeluarkan tiap

sekian jam

Page 20: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

3 Tikus (200 gr)

Perlakuan pertama

Dicekoki obat laksatif (dulcolax)-dosis 0,27 mg

Kontrol normal

Mengamati tekstur feses tiap sekian jam sampai tekstur

fesesnya menunjukan gejala diare

Melakukan perbandingan dari setiap feses yang dikeluarkan

tiap sekian jam

Perlakuan kedua

Dicekoki obat antidiare (diapet)-

dosis 21,6 mg

Tidak dicekoki obat laksatif maupun antidiare

Mengamati tekstur feses tiap sekian jam sampai tekstur feses kembali

normal

Melakukan perbandingan dari setiap feses yang

dikeluarkan tiap sekian jam

Mengamati tekstur feses

Page 21: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

H. Metode Analisis dan Interpretasi Data

Data hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasikan dengan analisis varians (Anava).

Analisis varians digunakan untuk mengetahui signifikasi pengaruh setiap perlakuan.

Tabel Pengamatan

Perlakuan Dosis Obat

mg/hari

Tekstur Feses

Jam pertama

Jam kedua

Jam ketiga

Jam keempat

Dst

Kelompok 1 Tikus 1 -

Tikus 2 -

Tikus 3 -

Kelompok 2 Tikus 1 0,27

Tikus 2 0,27

Tikus 3 0,27

Kelompok 3 Tikus 1 21,6

Tikus 2 21,6

Tikus 3 21,6

Keterangan:

Kelompok 1 = Perlakuan kontrol normal yaitu tanpa dicekok antidiare dan laksatif

Kelompok 2= Perlakuan pertama yaitu tikus dicekok laksatif

Kelompok 3= Perlakuan kedua yaitu tikus dicekok antidiare

Page 22: Proposal Penelitian Pengaruh Zat Laksatif Dan Zat Antidiare Pada Srtuktur Feses Tikus

DAFTAR PUSTAKA

Campbell.2004.Biologi Edisi Kelima- Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Defrin, Dini Paramita. Efek anti Diare Ekstrak Air Umbi Sarang Semut. Prosisding

SnaPP2010 Edisi Eksakta. 54-71

Melani,Dina.2010. UJI EFEK ANTIDIARE INFUSA KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI OLEUM RICINI. Surakarta: UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA