31

Click here to load reader

Proses berpikir matematik2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Proses berpikir matematik2

I. PENDAHULUAN

Pada akhir dasawarsa ini kemampuan lulusan (di semua jenjang

pendidikan) dirasakan lemah dalam keterampilan bermatematika, terutama dalam

dunia kerja seperti bisnis dan industri (Moore, 1995 dan Stein 2002). Keluhan ini

berfokus tidak hanya pada keterampilan dasar, tetapi lebih penting lagi pada

kemampuan lulusan untuk mengisolasi fakta dalam menyelesaikan masalah atau

terlibat dalam apa yang disebut berpikir tingkat tinggi dalam hal ini berupa

kemampuan berpikir kritis. Hal tersebut diawali dengan adanya kecenderungan

siswa merasa takut akan matematika. Mereka merasa bahwa matematika

merupakan pelajaran yang susah dan sulit untuk dipahami.

Kondisi susah dan sulit memahami matematika sebenarnya disebabkan

rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa. Padahal keterampilan berpikir kritis

sangat diperlukan dalam mempelajari materi pelajaran matematika. Seperti yang

tercantum dalam DEPDIKNAS (1998:6-7), karakteristik mata pelajaran

matematika adalah bahwa: obyek pembicaraannya abstrak, pembahasannya

mengandalkan tata nalar, pengertian/konsep atau pernyataan/sifat sangat jelas

berjenjang sehingga terjaga konsistensinya, melibatkan penghitungan atau

pengerjaan (operasi), serta dapat dialihgunakan dalam berbagai aspek keilmuan

maupun kehidupan sehari-hari. Ini berarti bahwa belajar matematika

membutuhkan pemahaman terhadap konsep dasar matematik secara benar

walaupun sulit untuk mencapai pemahaman tersebut karena obyek

pembicaraannya yang abstrak. Apabila seorang siswa tidak dapat melakukannya,

maka siswa akan memperoleh kesulitan dalam penguasaan pokok bahasan.

1

Page 2: Proses berpikir matematik2

Salah satu penyebab rendahnya tingkat penguasaan siswa dalam suatu

mata pelajaran matematika adalah faktor cara mengajar guru. Menurut wahyudin

(1999:192) dalam penelitiannya menyatakan, para guru hampir selalu

menggunakan metode ceramah dan ekspositori. Selain itu, dalam menyampaikan

pengertian definisi, rumus atau teorema, seringkali tidak melibatkan siswa.

Padahal siswa harus terlibat aktif baik fisik maupun mentalnya.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat dikatakan ternyata para guru

matematika masih memiliki kelemahan-kelemahan mendasar baik dalam hal

penguasaan materi matematika itu sendiri maupun dalam hal metode mengajar.

Kelemahan-kelemahan tersebut dapat mengakibatkan kesalahan guru dalam

menanamkan konsep suatu pokok bahasan pada siswa sehingga tentu saja akan

mempengaruhi tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran. Apabila

kelemahan ini tidak diantisipasi dan tidak diperbaiki, maka kekeliruan-kekeliruan

(miskonsepsi) umum jawaban siswa dalam menghadapi permasalahan matematik

seperti yang dikemukakan oleh Wahyudin (1999:192) akan selalu terjadi. Oleh

karena itu, jika pembelajaran matematika difokuskan pada upaya meningkatkan

keterampilan berpikir kritis, maka kelemahan siswa dapat dihilangkan atau paling

tidak dapat dikurangi.

Pemfokusan pada upaya peningkatan keterampilan berpikir kritis dalam

pembelajaran dapat dilakukan melalui pemberian soal-soal yang dapat

merangsang tumbuhnya keterampilan berpikir kritis siswa yaitu melalui

pemahaman siswa terhadap konsep. Oleh karena itu, untuk membantu pemahaman

siswa terhadap konsep perlu adanya suatu pengetahuan siswa yang dibangun

2

Page 3: Proses berpikir matematik2

secara aktif dan guru memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemampuannya

memperoleh pengetahuan dimana guru memperlakukan siswa sebagai seseorang

yang sudah memiliki pengatahuan awal sebelumnya. Pembelajaran yang berpola

seperti itu mengacu pada pandangan konstruktivisme yang berdasarkan beberapa

pokok pemikiran yaitu pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh

siswa.

Salah satu model pembelajaran yang berdasarkan pandangan

konstruktivisme adalah model pembelajaran Learning Cycle. Melalui model

pembelajaran tersebut diyakini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa sebab dalam pembelajarannya akan direncanakan suatu pembelajaran yang

dapat membuat siswa berani untuk mengungkapkan pendapat/ide-idenya tanpa

rasa takut sehingga dapat merangsang kemampuan belajar mandiri siswa dalam

menyelesaikan masalah, membuat keputusan, dan belajar konsep-konsep

matematik baru melalui kemampuan bernalar dan berpikir reflektif berdasarkan

sesuatu yang diyakini benar.

II. KAJIAN TEORI

A. Berpikir Kritis

Proses berpikir matematik, sebagaimana yang digambarkan oleh

Marpaung (dalam Budiarto dan Hartono, 2002) merupakan proses yang dimulai

dari penemuan informasi, pengolahan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali

informasi tersebut dari ingatan. Berdasarkan kompleksnya kegiatan matematik

yang terlibat, berpikir matematik dapat dibedakan atas: berpikir tingkat rendah

dan berpikir tingkat tinggi (Webb dan Coxford, 1993). Sementara itu berkenaan

3

Page 4: Proses berpikir matematik2

dengan berpikir tingkat tinggi, Presseisen (1985) mengatakan keterampilan

berpikir tingkat tinggi terdiri dari 4 kelompok yaitu keterampilan pemecahan

masalah, membuat keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.

Dihubungkan dengan penerimaan terhadap pernyataan atau klaim, maka

Moore dan Parker (1986) mendefinisikan berpikir kritis sebagai penentuan secara

hati-hati apakah menerima, menolak atau menunda keputusan untuk menerima

suatu pernyataan. Semakin berhati-hati seseorang mengevaluasi suatu pernyataan

dan semakin maksimal memisahkan isu-isu yang relevan dan yang tidak relevan,

maka akan semakin kritis pemikiran orang tersebut. Jadi berpikir kritis

membutuhkan keterampilan termasuk kemampuan untuk mendengarkan dan

membaca secara hati-hati, mencari kemampuan untuk mendengarkan dan

menyelidiki konsekuensi-konsekuensi dari suatu pernyataan.

Shlecht dan Ennis (dalam Splitter, 1992) mendefinisikan keterampilan

berpikir kritis berdasarkan pandangan psikologis dan pandangan fisiologis.

Seorang yang berpikir kritis menurut pandangan filosofis adalah seseorang yang

secara sadar dan rasional melakukan pemikiran untuk diaplikasikan dalam konteks

lain (Splitter, 1992). Sementara itu dalam pandangan psikologis menyatakan

bahwa:

1. Kemampuan berpikir kritis adalah segala keterampilan yang diperlukan untuk

mengenal, menganalisis dan mengevaluasi argumen.

2. Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif

yang difokuskan untuk memutuskan hal-hal yang diyakini akan dilakukan.

4

Page 5: Proses berpikir matematik2

3. Kemampuan berpikir kritis adalah proses-proses mental, strategi dan

representasi yang memungkinkan penyelesaian masalah, membuat keputusan

dan belajra konsep-konsep baru.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis

adalah cara berpikir yang lebih kompleks dalam mengorganisasi, menganalisis,

dan mengevaluasi informasi dengan fokus untuk menentukan apa yang harus

dipercayai atau apa yang harus dilakukan. Dengan demikian seorang yang berpikir

kritis adalah seseorang yang mampu menyelesaikan masalah, membuat keputusan

dan belajar konsep-konsep baru melalui kemampuan bernalar dan berpikir

reflektif berdasarkan sesuatu yang diyakini benar.

Pada dasarnya, Ennis mendefinisikan berpikir kritis terdiri dari dua aspek,

yaitu aspek disposisi (dispositions) dan aspek kemampuan (abilities). Kedua

aspek tersebut (Boykoff dan Sternberg, 1987: 12) diuraikan sebagai berikut:

1. Aspek disposisi (dispositions), meliputi: (1) Mencari sebuah pernyataan yang

benar dari pertanyaan, mencari alasan. (2) Mencoba memperoleh informasi

yang baik. (3) Menggunakan dan menyebutkan sumber yang dapat dipercaya.

(4) Memperhitungkan situasi secara keseluruhan. (5) Mencoba

mempertahankan pemikiran yang relevan. (6) Menjaga pikiran/fokus, melihat

beberapa alternatif. (7) Open minded (berpikir terbuka), berupa

mempertimbangkan tinjauan lain selain yang kita tinjau (dialogical thinking);

mencari alasan dari dasar pemikiran dengan sesuatu yang tidak disetujui tanpa

mengabaikan ketidaksetujuan yang berhubugan dengan alasan orang lain

(suppositional thinking); tidak memberi keputusan ketika fakta dan alasan

5

Page 6: Proses berpikir matematik2

kurang memenuhi. (8) Mengambil posisi dan perubahan posisi ketika fakta

dan alasan memenuhi untuk melakukan sesuatu. (9) Mencari keakuratan

subyek secara benar. (10) Mengikuti sebuah kebiasaan yang teratur,

menggunakan salah satu kemampuan berpikir kritis. (11) Menjadi lebih respon

dalam tingkatan pengetahuan dan pengalaman dari yang lainnya.

2. Aspek kemampuan (abilities), meliputi: (1) Memberikan penjelesanan

sederhana (elementary clarification). (2) Membangun keterampilan dasar

(basic support). (3) Menyimpulkan (interference). (4) Memberikan penjelasan

lebih lanjut (advanced clarification). serta (5) Mengatur strategi dan taktik

(strategy and tactics).

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemampuan berpikir kritis sangat

diperlukan dalam pembelajaran matematika. Kecenderungan siswa yang kurang

mampu dan kurang teliti dalam menyimak atau memahami persoalan atau soal-

soal matematika, tidak memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban

yang diperoleh, dan kurang menggunakan nalar logis dalam menyelesaikan soal

atau persoalan matematika yang diberikan mengindikasikan bahwa siswa kurang

memiliki keterampilan berpikir kritis.

Pemfokusan pada upaya peningkatan keterampilan berpikir kritis dalam

pembelajaran dapat dilakukan melalui pemberian soal-soal yang dapat

merangsang tumbuhnya keterampilan berpikir kritis siswa. Dalam penelitiannya

yang berjudul Collaborative Learning Enchances Critical Thingking, Gokhale

(1995) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan soal berpikir kritis adalah soal

yang melibatkan analisis, sintesis, dan evaluasi dari suatu konsep. Sementara itu

6

Page 7: Proses berpikir matematik2

menurut Langrehr (2006), untuk melatih berpikir kritis siswa harus didorong

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal sebagai

berikut: (1) Menentukan konsekuensi dari suatu keputusan atau suatu kejadian; (2)

Mengidentifikasi asumsi yang digunakan dalam suatu pernyataan; (3)

Merumuskan pokok-pokok permasalahan; (4) Menentukan penyebab suatu

kejadian; (6) Memilih faktor-faktor yang mendukung terhadap suatu keputusan.

Berdasarkan pada pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

salah satu upaya untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah

melalui ditingkatkannya pemahaman siswa terhadap konsep. Oleh karena itu,

dengan mengacu pada definisi konsep dalam matematika menurut Gagne (dalam

Ruseffendi, 1991a:165), yaitu ide abstrak yang memungkinkan kita untuk

mengelompokkan objek-objek ke dalam contoh atau bukan contoh. Karena

sifatnya yang abstrak tersebut, maka sebelum konsep diajarkan, hendaknya

diyakinkan bahwa siswa telah memiliki pengetahuan prasyarat. Sehingga untuk

membantu pemahaman siswa terhadap konsep perlu adanya suatu pengetahuan

siswa yang dibangun secara aktif dan guru memfasilitasi siswa dalam

mengembangkan kemampuannya memperoleh pengetahuan dimana guru

memperlakukan siswa sebagai seseorang yang sudah memiliki pengatahuan awal

sebelumnya. Pembelajaran yang berpola seperti itu mengacu pada pandangan

konstruktivisme yang berdasarkan beberapa pokok pemikiran yaitu pengetahuan

ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa.

7

Page 8: Proses berpikir matematik2

B. Model Pembelajaran Learning Cycle

Salah satu model pembelajaran yang berdasarkan pandangan

konstruktivisme adalah model pembelajaran Learning Cycle. Melalui model

pembelajaran tersebut akan direncanakan suatu pembelajaran yang dapat

membuat siswa berani untuk mengungkapkan pendapat/ide-idenya tanpa rasa

takut sehingga dapat merangsang kemampuan belajar mandiri siswa dalam

menyelesaikan masalah, membuat keputusan, dan belajar konsep-konsep

matematik baru melalui kemampuan bernalar dan berpikir reflektif berdasarkan

sesuatu yang diyakini benar.

Dalam bahasa Indonesia Learning Cycle disebut sebagai siklus belajar.

Model pembelajaran Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang terdiri

dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa

sehingga siswa dapat menguasai komptensi-kompetensi yang harus dicapai dalam

pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Fajaroh dan Dasna, 2007). Dengan kata

lain, pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle berpusat pada

siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. Learning Cycle merupakan salah satu

model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis

siswa melalui pemahaman konsep. Hal tersebut dikarenakan siklus belajar yang

dikembangkan dalam sebuah sistem pembelajaran ini dapat menentukan

terbentuknya karakter yang diharapkan pada diri anak. Karakter berpikir yang

kreatif dan membebaskan dapat menjadi modal utama bagi anak untuk menjadi

manusia mandiri dalam kehidupan masa depan yang kompetitif. Proses

pembelajaran yang berkarakter, membiasakan anak belajar dan bekerja terpola

8

Page 9: Proses berpikir matematik2

dan sistematis, baik secara individual maupun kelompok dengan lingkungan yang

menyediakan ruang bagi anak untuk berkreasi dan mencipta.

Untuk membentuk karakter kreatif dan produktif menuju terciptanya

kemandirian bagi anak, maka Lorsbach (2002) mengembangkan siklus belajar

yang meliputi lima aspek pengalaman belajar sebagai berikut:

1. Engage

Pada fase ini guru menciptakan ketertarikan dan membangkitkan

keingintahuan siswa terhadap materi yang akan dipelajari dengan mengajukan

fenomena/fakta yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari dan

mengajukan pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana saya bisa

menemukannya?

Guru mengajukan pertanyaan yang akan mendatangkan respon dari siswa

sehingga dapat terlihat pengetahuan apa saja yang telah mereka ketahui. Hal ini

merupakan kesempatan bagi guru untuk mengidentifikasi miskonsepsi

pemahaman siswa.

2. Explore (menyelidiki)

Pada dasarnya tujuan tahap ini untuk menerapkan pengetahuan awal yang

mereka miliki terhadap kegiatan pembelajaran dengan dimulai dari hal yang

konkrit. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara berkelompok

tanpa bimbingan langsung dari guru. Ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk

menguji prediksi, hipotesis atau membentuk hipotesis baru, mencoba alternatif

pemecahannya dengan melakukan pengamatan, mengumpulkan data, diskusi

dengan kelompoknya dan membuat suatu kesimpulan. Pada tahap ini guru

9

Page 10: Proses berpikir matematik2

bertindak sebagai fasilitator yang membantu siswa secara tidak langsung dengan

pertanyaan terbimbing sehingga siswa dapat mengindentifikasi permasalahan

yang disajikan.

3. Explain (menjelaskan)

Pada tahap ini siswa didorong untuk menjelaskan konsep dengan kata-kata

mereka sendiri disertai alasan penjelasan yang mereka kemukakan berdasarkan

aktivitas pada tahap explore. Guru meminta bukti dan klarifikasi dari penjelesan

siswa dan mengarahkan kegiatan diskusi. Dengan adanya diskusi, guru memberi

definisi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas dengan menggunakan

penjelasan siswa.

4. Elaborate (memperluas)

Pada tahap ini siswa diharuskan mengaplikasikan konsep yang telah

mereka peroleh pada tahap sebelumnya pada situasi baru. Pada tahap ini siswa

akan menggunakan konsep yang telah dikuasai untuk menjawab pertanyaan,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Evaluate (menilai)

Pada tahap ini guru dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa.

Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan dan mencari

jawaban dari bukti dan penjelasan yang telah diperoleh sebelumnya. Selain itu

siswa dapat mengetahui kekurangan atau kelebihannya dalam proses

pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini guru dapat memberikan

pertanyaan yang akan mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan yang lebih

lanjut di masa yang akan datang.

10

Page 11: Proses berpikir matematik2

Tahap dalam Learning Cycle digambarkan oleh Diagram 2.1.

Diagram 2.1. Tahapan dalam Learning Cycle

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat bahwa tahapan-tahapan yang

ada pada model pembelajaran Learning Cycle ternyata memiliki karekateristik

yang dapat mewakili indikator yang terdapat pada keterampilan berpikir kritis

dimana menurut Ennis dari masing-masing kelompok kemampuan kritis yang

telah diuraikan berdasarkan definisi berpikir kritis (Boykoff dan Sternberg, 1987:

12) sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa indikator keterampilan berpikir

kritis adalah:

1. Keterampilan dalam memberikan penjelasan sederhana, yaitu:

a. Memfokuskan pertanyaan, berupa: mengidentifikasi atau merumuskan

pertanyaan, dan mengidentifikasi kriteria-kriteria untuk

mempertimbangkan jawaban yang mungkin, serta menjaga kondisi

pikiran.

11

Evaluate

Engage

Explore

Explain

Elaborate

Page 12: Proses berpikir matematik2

b. Menganalisis argumen, berupa: mengidentifikasi kesimpulan,

mengidentifikasi alasan (sebab) yang dinyatakan (eksplisit),

mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan, mengidetifikasi

ketidakrelevanan dan kerelevanan, mencari persamaan dan perbedaan,

mencari struktur dari suatu argumen, merangkum.

c. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan/atau

tantangan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor berupa pertanyaan:

mengapa, apa alasan utamanya, apa yang dimaksud dengan, apa yang

dapat dijadikan contoh, apa yang tidak dapat dijadikan contoh, bagaimana

menerapkannya dalam kasus yang sedang dipelajari, perbedaan apa yang

menyebabkannya, apa faktanya, apakah ini yang kamu nyatakan, dan

apalagi yang akan kamu nyatakan selain itu.

2. Membangun keterampilan dasar, yaitu:

a. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria suatu sumber), dengan

mempertimbangkan faktor-faktor: keahlian, tidak adanya konflik interest,

kesepakatan antar sumber, reputasi, menggunakan prosedur yang ada,

mengetahui resiko, kemampuan memberi alasan, kebiasaan hati-hati.

b. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi, berupa: ikut

terlibat dalam menyimpulkan, dilaporkan oleh pengamat sendiri, mencatat

hal-hal yang diinginkan, penguatan dan kemungkinan penguatan, kondisi

akses yang baik, penggunaan teknologi kompeten, kepuasan observer atas

kredibilitas kriteria.

12

Page 13: Proses berpikir matematik2

3. Menyimpulkan secara induktif dan menyimpulkan dengan membuat dan

mempertimbangkan keputusan, yaitu:

a. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, dengan

mempertimbangkan faktor-faktor: kelas/kelompok yang logis, kondisi

yang logis, interpretasi pernyataan.

b. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, berupa: membuat

generalisasi, membuat hipotesis.

c. Membuat dan menentukan nilai pertimbangan, dengan

mempertimbangkan faktor-faktor: latar belakang fakta, konsekuensi,

menerapkan prinsip-prinsip yang dapat diterima/sesuai,

mempertimbangkan alternatif, dan menyeimbangkan dan menimbang serta

membuat keputusan.

4. Membuat penjelasan lebih lanjut dengan mendefinisikan istilah dan

mempertimbangkan definisi, yaitu:

a. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi tersebut, dengan

mempertimbangkan faktor-faktor: bentuk berupa sinonim, klasifikasi,

rentang, ungkapan yang sama, operasional, contoh dan bukan contoh;

mendefinisikan strategi; isi (konten).

b. Mengidentifikasi asumsi-asumsi, dengan mempertimbangkan faktor-

faktor: alasan yang tidak dinyatakan, dan asumsi yang diperlukan berupa

rekonstruksi argumen.

5. Melakukan strategi dan taktik, yaitu:

13

Page 14: Proses berpikir matematik2

a. Memutuskan suatu tindakan, berupa: mendefinisikan masalah, menyeleksi

kriteria untuk membuat solusi, merumuskan alternatif yang

memungkinkan, memutuskan hal-hal yang akan dilakukan secara tentatif,

mereview, dan memonitor implementasi.

b. Berinteraksi dengan orang lain, berupa: memberikan reaksi terhadap

label/kelompok yang keliru, strategi yang logis, strategi retorik, memberi

argumen (mempresentasikan).

Dengan mengacu pada indikator keterampilan berpikir kritis di atas, dapat

dilihat bahwa tahapan-tahapan dalam model Learning Cycle dapat membantu dan

memfasilitasi siswa melatihkan aspek-aspek keterampilan berpikir kritis.

C. Hubungan Model Pembelajaran Learning Cycle dengan Keterampilan

Berpikir Kritis

Pada setiap masing-masing tahapan dalam model pembelajaran Learning

Cycle, terdapat beberapa kegiatan yang dapat menumbuhkan keterampilan

berpikir kritis siswa, diantaranya adalah pada tahap engage (mengajak) siswa

dapat menjaga pikiran terhadap situasi yang sedang dihadapi, mengidentifikasi

alasan, mengurangi praduga/menyangka, dan berhipotesis. Pada tahap kedua yaitu

explore (menyelidiki), keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui

proses interpretasi pertanyaan, mempertimbangkan alternatif solusi, mencatat hal-

hal yang sangat diperlukan, menggunakan prosedur yang ada, mengetahui resiko,

kebiasaan berhati-hati, kompeten dalam menggunakan teknologi.

Setelah tahap explore, tahap selanjutnya adalah explain (menjelaskan).

Pada tahap ini, siswa dapat menginterpretasikan pernyataan, mengeneralisasi,

14

Page 15: Proses berpikir matematik2

berhipotesis, mempresentasikan suatu posisi, baik lisan atau tulisan. Tahapan yang

keempat adalah elaborate (memperluas). Pada tahapan keempat ini kegiatan yang

berlangsung berupa aplikasi konsep, menyeimbangkan, menimbang dan membuat

keputusan. Tahapan terakhir dari tahapan Learning Cycle adalah evaluate

(menilai). Pada tahap ini keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui

proses interpretasi pertanyaan, penguatan, menerapkan prinsip-prinsi yang dapat

diterima/sesuai.

Dengan melihat pemaparan hubungan antara tahapan-tahapan yang terjadi

pada model Learning Cycle dengan keterampilan berpikir kritis maka dapat

disimpulkan bahwa melalui model Learning Cycle, konsep matematika yang

siswa terima tidak hanya menjadi ilmu yang diterima dan dihafal saja, tetapi juga

menjadi pengalaman bermakna bagi siswa dan diharapkan akan meningkatkan

penguasaan pokok bahasan yang sedang diajarkan. Dengan kata lain, proses

pembelajaran bukan lagi sekedar transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa,

melainkan proses yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dalam

pembelajaran. Siswa dapat mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja

dan berpikir, pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa melalui

penyelidikan (observasi) dan penemuan untuk memecahkan masalah, kemudian

siswa dapat mengungkapkan konsep yang sesuai dengan pengalamannya dan

menggunakan pemahaman yang telah diperoleh untuk memecahkan permasalahan

lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan guru lebih

banyak bertanya daripada memberi tahu. Dengan demikian, kemampuan berpikir

15

Page 16: Proses berpikir matematik2

kritis melalui pemahaman konsep siswa dapat tergali dengan menerapkan model

Learning Cycle.

III. KISI-KISI SOAL KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

Tabel 3.1Kisi-kisi Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Sub Pokok Bahasan

Uraian Soal IndikatorKeterampilan

berpikir kritis yang diukur

Kedudukan garis terhadap lingkaran

Persamaan garis singgung pada lingkaran.

Persamaan

Sebuah garis l yang sejajar garis y – 2x = 4 memotong lingkaran x2 + y2 + 2x – 10y – 19 = 0 di titik A dan B sehingga membagi lingkaran tersebut atas dua bagian yang sama besar. Sebutkanlah posisi garis l terhadap lingkaran dan persamaannya

Tentukanlah koordinat titik A dan B.Tentukanlah panjang ruaas garis AB.

Sebuah lingaran

Memberikan penjelasan sederhana, membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), menyimpulkan.

Memberikan penjelasan sederhana, membuat penjelasan lebih lanjut.

Menyimpulkan.

Memberikan penjelasan sederhana dengan memfokuskan pertanyaan kemudian membuat penjelasan lebih lanjut dengan mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan nilai keputusan. Selanjutnya menyimpulkan dengan cara membuat keputusan dan mempertimbangkan hasil keputusan .

Membuat penjelasan sederhana dengan menganalisis argument kemudian membuat penjelasan lebih lanjut melalui identifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi.

Menyimpulkan

16

Page 17: Proses berpikir matematik2

lingkaran

Persamaan garis singgung pada lingkaran

Kedudukan titik dan garis pada lingkaran

Persamaan

berpusat di titik (8,6) dan jari-jari 10. Tentukan persamaan lingkaran tersebut.

Tentukan koordinat tiga titik potong lingkaran dengan sumbu koordinat.

Tentukan persamaan garis singgung pada lingkaran di ketiga titik potong tersebut dan buktikan bahwa dua diantaranya sejajar.

Tentukan koordinat titik ke empat pada lingkaran yang garis singgung melalui titik ke empat tersebut bersama tiga garis singgung yang telah ditentukan akan membentuk suatu jajargenjang.

Diketahui sebuah titik P (0,5) dan persamaan lingkaran x2 + y2 - 2x – 4y – 4 = 0. Buktikan bahwa titik P terletak di luar lingkaran.

Tentukan persamaan-

Memberikan penjelasan lebih lanjut, mengatur strategi dan taktik.

Memberikan penjelasan lebih lanjut, menyimpulkan.

Menyimpulkan, memberikan penjelasan lebih lanjut.

Menyimpulkan.

Menyimpulkan,

dengan cara membuat keputusan dan mempertimbangkan nilai keputusan.

Membuat penjelasan lebih lanjut melalui identifikasi istilah dan mempertimbangkan nilai keputusan serta melakukan strategi dan taktik dengan cara memutuskan suatu tindakan.

Membuat penjelasan lebih lanjut dengan mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi serta menyimpulkan dengan membuat induksi.

Menyimpulkan dengan membuat induksi dan membuat penjelasan lebih lanjut dengan menidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi.

Menyimpulkan dengan membuat pertimbangan keputusan.

Menyimpulkan

17

Page 18: Proses berpikir matematik2

garis singgung pada lingkaran

persamaan garis singgung lingkaran yang melalui titik P.

memberikan penjelasan lebih lanjut.

dengan membuat dan mempertimbangkan keputusan serta membuat penjelasan lebih lanjut dengan mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan pada kajian teori, dapat disimpulkan bahwa

berpikir kritis adalah cara berpikir yang lebih kompleks dalam mengorganisasi,

menganalisis, dan mengevaluasi informasi dengan fokus untuk menentukan apa

yang harus dipercayai atau apa yang harus dilakukan. Dengan demikian seorang

yang berpikir kritis adalah seseorang yang mampu menyelesaikan masalah,

membuat keputusan dan belajar konsep-konsep baru melalui kemampuan bernalar

dan berpikir reflektif berdasarkan sesuatu yang diyakini benar. Adapun

keterampilan berpikir kritis siswa dapat ditingkatkan melalui tahapan-tahapan

siklus belajar yang terdapat pada model pembelajaran Learning Cycle.

V. DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, M.T. dan Hartono (2002). “Proses Berpikir Pembentuk Struktur Bangun

Datar”. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI: Tidak diterbitkan.

Boykoff, Baron, J. dan Sternberg Robert, J. (1987). Teaching Thinking Skills:

Theory and Practice. New York: Freeman.

Departemen Pendidikan Nasional (1998). Panduan Pembelajaran Matematika

SLTP. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

18

Page 19: Proses berpikir matematik2

Fajaroh, F., Dasna, I. W. (2007). Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar

(Learning Cycle). [Online]. Tersedia: http/massofa.wodpress.com. [18

Juni 2009].

Gokhale, A. (1995). Using Short Oprn-Ended Mathematics Question to Promote

Thinking and Understanding. [Online]. Tersedia:

http://scolar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/jte-v7n1/gokhale.jt-v7nl.html [18

April 2011]

Langrehr, John. (2006). Thinking Skills. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Lorsbach, W. (2002). The Learning Cycle as a Tool for Planning Science

Instruction. [Online]. Terseda: http://www.coe.ilstu.edu/scienceed. [18

April 2011].

Moore, C.C. (1995). California’s Math Reforms Aim to Inspire Economy of

Thought. [Online]

Tersedia: http:/www.stolaf.edu/other/extend/Expectations/moore.html.

Moore, B.N and Parker, R. (1986). Critical Thinking: Evaluating Claims and

Arguments in Everyday Life. United States of America: Mayfield

Publishing Company.

Presseisen, B.Z. (1985). Thinking Skill: Meaning and Models. In A.L. Costa (ed)

Developping Mind: A Resource Book for Teaching Thingking. Alexandria:

ASCD, 43-48.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan

CBSA. Bandung: Tarsito (a).

19

Page 20: Proses berpikir matematik2

Splitter, L.J. (1992). Critical Thingking: What, Why, When, and How. Australian

Council of Education Research.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi IKIP Bandung: Tidak

diterbitkan.

Webb, N.L. dan Coxford, A.F. (eds, 1993), Assessment in Mathematics

Classroom. Virginia: NCTM.

20