15
Tatalaksana Hepatitis B STASE ILMU PENYAKIT DALAM KEPANITERAAN KLINIK RSUD KABUPATEN CIANJUR Periode 9 Februari s.d 19 April 2015 Pembimbing: dr. Tuti Sri Hastuti, Sp. PD, M. Kes Referat Adlan Fariz Oleh:

Referat Adlan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

free

Citation preview

Slide 1

Tatalaksana Hepatitis B

STASE ILMU PENYAKIT DALAM

KEPANITERAAN KLINIK RSUD KABUPATEN CIANJUR

Periode 9 Februari s.d 19 April 2015

Pembimbing:

dr. Tuti Sri Hastuti, Sp. PD, M. Kes

Referat

Adlan Fariz

Oleh:

Pendahuluan

Perkembangan dalam bidang hepatitis B di dunia dan Indonesia mengalami kemajuan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai penelitian dibidag diagnosis, pencegahan, maupun terapi hepatitis B telah mengubah prinsip penatalaksanaan penyakit ini dalam beberapa waktu terakhir.

Tujuan

Tujuan pengobatan pada hepatitis kronik karena infeksi VHB adalah menekan replikasi VHB sebelum terjadi kerusakan hati yang ireversibel.

Indikasi Terapi

Nilai DNA VHB serum

Status HBeAg

Nilai ALT

Gambaran Histologis hati

Evaluasi Pre-Terapi

Hubungan kausal penyakit hati dengan infeksi kronik VHB.

Penilaian derajat kerusakan hati dilakukan dengan pemeriksaan penanda biokimia antara lain: ALT, GGT, alkasi fosfotase, bilirubin, albumin, globulin serum, darah lengkap, PT, dan USG hati.

Penyebab penyakit hati lain.

Indikasi terapi.

Tatalaksana

Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B yaitu:

Terapi imunomodulator

Terapi Antivirus

Imunomodulator

IFN alfa

IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg positif, dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang, yang belum mengalami sirosis. Pengaruh pengobatan IFN dalam menurunkan replikasi virus telah banyak dilaporkan dari berbagai laporan penelitian yang menggunakan follow-up jangka panjang.

Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-10 MU 3 x seminggu selama 16-24 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa terapi IFN untuk hepatitis B kronik HBeAg negatif sebaiknya diberikan sedikitnya selama 12 bulan.

PEG (polietilen glikol) Interferon.

Dalam suatu penelitian yang membandingkan pemakaian PEG IFN alfa 2a dengan dosis 90,180, atau 270 mikrogram tiap minggu selama 24 minggu menimbulkan penurunan DNA VHB yang lebih cepat dibandingkan dengan IFN biasa yang diberikan 4,5 MU 3 x seminggu. Serokonversi HBeAg pada kelompok PEG IFN pada masing-masing dosis adalah 27, 33,37% dan pada kelompok IFN biasa sebesar 25%.

Antivirus

Lamivudin

Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi karena pada sel-sel yang telah terinfeksi DNA VHB ada dalam keadaan convalent closed circular (cccDNA). Karena itu setelah obat dihentikan, titer DNA VHB akan kembali lagi seperti semula karena sel-sel yang terinfeksi akhirnya memproduksi virus baru lagi.

Lamivudin diminum secara oral dengan dosis optimal 100 mg/hari. Pemberian satu kali perhari dimungkinkan mengingat waktu paruhnya yang mencapai 17-19 jam didalam sel yang terinfeksi.

Adefovir dipivoxil

Mekanisme khasiat adefovir harapir sama dengan lamivudin. Penelitian menunjukkan bahwa pemakaian adefovir dengan dosis 10 atau 30 mg tiap hari selama 48 minggu menunjukkan perbaikan Knodellnecroinflammatory score sedikitnya 2 poin. Juga terjadi penurunan konsentrasi DNA VHBdan konsentrasi ALT serta serokonversi HBeAg.

Entecavir

Entecavir diberikan secara oral dengan dosis 0.5 mg/hari untuk pasien naif dan 1 mg/hari untuk pasien yang mengalami resistensi Lamivudin.

Telbivudin

Obat ini diberikan secara oral dengan dosis optimal 600 mg/hari

Tenofovir Disoproxil Fumarate

Awalnya obat ini sebagai terapi HIV, namun penelitian menunjukkan efektifitas dalam terapi Hepatitis B dengan dosis 300 mg/hari.