Upload
anita-sari-putrii
View
120
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fraktur tengkorak, vertebrae, dan ektremitas
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa atau trauma. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius ulna, dan dapat juga berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada
tangan yang menyebabkan patah klavikula atau radius distal.
Mayoritas fraktur di Indonesia adalah akibat kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalu
lintas sering menyebabkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada pada
kemungkinan trauma di organ lain seperti trauma kapitis, trauma toraks, trauma abdomen dan
lain – lain. Trauma lain adalah seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan
domestik dan kecelakaan atau cedera olahraga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi
kejadian kecelakaan, sehingga dapat menduga fraktur apa yang terjadi. Maka dari itu,
mekanisme kecelakaan harus digali dengan cermat.
Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur, pasti dapat sekaligus merusak
jaringan lunak di sekitarnya seperti otot, fasia, kulit sampai struktur neurovaskular atau organ
penting lainnya. Komplikasi kerusakan jaringan sekitar harus segera ditemukan supaya tidak
terjadi kompliksi fraktur dikemudian hari. Terutama untuk kerusakan struktur neurovaskular,
dapat terjadi kelumpuhan pada saraf yang terkena.
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 FRAKTUR TENGKORAK
Fraktur Orbita
Fraktur ini terjadi akibat trauma langsung pada tepi tulang atau pada tulang zigomatikus.
Trauma tidak langsung umumnya disebabkan oleh benda bulat seperti bola yang
menimbulkan tekanan di dalam orbita sehingga timbul efek letupan di dalamnya yang
berakibat tulang dasar orbita patah dan sebagian isi orbita masuk ke sinus maksilaris.
Peristiwa ini disebut juga dnegan patah tulang letup keluar atau blow out fracture
(Gambar 1).
Gambar 1. Cedera Letup Pada Mata
A. Cedera tumpul pada mata (akibat bola tenis atau tinju): 1. Enoftalmus, 2. Patah tulang dasar orbita, 3. M. Rektus inferior terjepit, 4. Cedera dalam bola mata, 5. Mati rasa pipi,
6. Nervus Infraorbitalis, 7. Hemomaksila, 8. Sinus maksilaris, 9. M. Rektus superior. B. Penderita diminta menoleh ke atas. Mata kanan melirik ke atas, mata kiri enoftalmus,
teertekan ke arah kaudal dan terjepit m. Rektus inferior tidak ikut melirik ke atas. Terdapat hematom monokel
Gambaran klinis dari kejadian tersebut berupa hematoma monokel yang dapat
disertai diplopia, hemomaksila dan mati rasa pipi karena cedera n. infraorbitalis atau mati
rasa dahi karena kerusakan n. supraorbitalis. Nervus supraorbitalis merupakan cabang
dari nervus ophtalmicus yang membelok di sekitar margo superior orbitae pada incisura
supraorbitalis. saraf ini bercabang untuk mempersarafi kulit dan konjungtiva pada bagian
tengah kelopak mata atas dan juga mempersarafi kulit dahi (Gambar 2). Nervus
infraorbitalis merupakan lanjutan dari nervus maxillaris. Saraf masuk ke orbita dan
muncul di wajah melalui foramen infraorbitalis. Saraf ini segera terbagi menjadi cabang
2
– cabang kecil, yang menyebar dari foramen dan mempersarafi kulit di kelopak mata
bawah dan pipi, sisi hidung dan bibir atas (Gambar 3).
Fraktur letup dapat menyebabkan enoftalmus dan disertai dengan terjepitnya m.
Rektus inferior di dalam patahan sehingga gerakan bola mata terganggu dan mengalami
diplopia. Bola mata dapat mengalami berbagai kerusakan dalam. Pengelolaan cedera
letup ini memerlukan keahlian yang sangat khusus.
Gambar 2. Canalis Orbitalis dan Fisura Orbitalis Superior dan Inferior
3
Gambar 3. Persarafan Sensorik Kulit Wajah
Fraktur Os Temporalis
Patah tulang temporalis pars petrosus sering mengenai telinga tengah dan dapat
menyebabkan paralisis n. facialis disertai tuli sensorineural permanen. N. facialis muncul
sebagai dua radix di permukaan anterior otak belakang diantara pons dan medulla
oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior bersama n.
vestibulocochlearis dan masuk ke meatus akustikus internus pada pars petrosa ossis
temporalis. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis facialis yang berjalanke
lateral melintasi telinga dalam. Kemudian n. facialis menempel pada telinga tengah dan
aditus ad antrum tympanicum kemudian keluar dari canalis melalui foramen
stylomastoideus. Saraf ini kemudian berjalan ke depan melalui glandulan parotis ke
daerah distribusinya (Gambar 4).
Gambar 4. Distribusi N. Facialis
N. facialis mempersarafi otot – otot wajah, pipi, dan kulit kepala, m.
Stylohyoideus, venter posterior m. digastricus dan m. stapedius telinga tengah. Radix
sensorik membawa serabut – serabut pengecap dari duapertiga anterior lidah, dasar mulut
dan palatum. Serabut – serabut sekretomotorik parasimpatis mempersarafi glandula
submandibularis dan suublingualis, glandula lacrimalis dan kelenjar – kelenjar hidung
serta palatum. Jadi, nervus facialis mengatur ekspresi wajah, salivasi, dan lacrimasi serta
merupakan jalus pengecap dari bagian anterior lidah, dasar mulut dan palatum.
Kerusakan nervus fasialis menyebabkan kelumpuhan otot wajah yang
menyebabkan penderita kehilangan ekspresi wajah dan tidak dapat menutup mata.
4
Ulserasi kornea dapat terjadi karena kekeringan mata yang terbuka terus menerus dan
terjadi epifora karena turunnya kelopak mata bawah. Paralisis ini dapat terjadi karena
trauma iatrogenik maupun noniatrogenik dan neurtis Bell. Trauma iatrogenik terjadi
sebagai komplikasi pada operasi antrum mastoid, operasi parotis dan insisi abses di
depan telinga.
2.2 FRAKTUR VERTEBRA
Fraktur vertebra dapat menyebabkan cedera pada medulla spinalis, terbanyak mengenai
daerah servikal dan lumbal. Cedera biasanya terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompresi atau rotasi tulang belakang. Fraktur dapat berupa fraktur sederhana, kompresi
atau kominutif dan dislokasi (Gambar 5). Sedangkan kerusakan medulla spinalis dapat
berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan
peredaran darah atau perdarahan. Kelainan sekunder pada medulla spinalis dapat
disebabkan oleh hipoksemia, iskemia yang disebabkan hipotensi, udem atau kompresi.
Gambar 5. Fraktur Vertebrae
A. Fraktur kompresi baji karena cedera fleksi, umumnya stabil tanpa cedera neurologik, B. Fraktur kompresi vertebra di bagian sisi, agak jarang ditemukan, C. Fraktur pecah
karena cedera aksial, umumnya tidak stabil, cedera neurologik disebabkan oleh bergesernya fragmen tulang ke dorsal sehingga menekan mielum, D. Fraktur fleksi rotasi yang tidak stabil, perlu dilakukan reposisi dan stabilisasi, sangat mungkin disertai jejas
lintang mielum, E. Fraktur geser yang mungkin stabil jika terjadi kranial dari Thoracal X, tetapi merupakan patah tulang yang tidak stabil jika terjadi kaudal dari Thoracal X,
mungkin sekali disertai jejas lintang mielum, F. Fraktur yang merupakan robekan dan retakan yang mulai dari dorsal karena daya fleksi-distraksi yang mungkin tidak stabil,
mungkin tejadi jejas lintang medulla spinalis.
5
Manifestasi klinis dari cedera medulla spinalis bergantung pada letak dan
besarnya kerusakan. Kerusakan melintang memberikan gambaran hilangnya fungsi
motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal. Syok spinal
terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang
yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama satu hingga enam
minggu atau lebih lama. Tandanya adalah kelumpuhan flasid, anestesia, arefleksia,
hilangnya perspirasi, gangguan fungsi rektum dan kandung kemih, priapismus,
bradikardi dan hipotensi. Setelah syok spinal pulih, akan terdapat hiperfleksi, gangguan
fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi otostatik serta
gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi.
Sindrom medulla spinalis bagian depan dapat bermanifestasi sebagai
kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya sensasi nyeri dan
suhu pada kedua sisinya, sedangakn sensasi raba dan posisi tidak terganggu.
Sindrom Brown Sequard disebabkan oleh kerusakan paruh lateral sumsung
tulang belakang. Sindrom ini jarang ditemukan. Gejalanya berupa gangguan motorik dan
hilangnya rasa vibrasi pada posisi ipsilateral, di kontralateral terdapat gangguan rasa
nyeri dan suhu.
Kerusakan setinggi vertebra L1 – L2 mengakibatkan anastesia perianal,
gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi, serta hilangnya refleks anal dan refleks
bulbokavernosa. Sindrom ini disebut sindrom konus medularis.
Sindrom kauda equina disebabkan oleh kompresi pada radix lumbo sakral
setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan kelumpuhan dan anastesia di daerah
lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medullaris.
Penatalaksanaan pada fase awal perlu dilakukan pemasangan selang lambung
karena terdapat paralisis usus selama dua sampai enam hari akibat hematom
retroperitoneal. Pemasangan kateter juga diperlukan untuk mengalirkan urin dari
kandung kemih yang penuh.
Jika didapatkan tanda dekompresi pada medulla spinalis karena deformitas
fleksi, fragmen tulang, atau hematom, diperlukan tindakan dekompresi. Pembedahan
darurat dilakukan bila terjadi gangguan neurologik yang progresif akibat penekanan,
pada luka tembus dan pada siindrom medulla spinalis bagian depan yang akut.
6
2.3 FRAKTUR PADA EKSTREMITAS SUPERIOR
Cedera Pleksus Brachialis
Gambar 6. Pleksus Brachialis
Cedera plexus brachialis sering terjadi dan biasanya sisebabkan oleh traksi atau tekanan.
Lesi plexus brachialis bagian atas (Paralisis Erb – Duchenne) diakibatkan oleh gerakan
yang berlebihan dari kepala ke sisi yang berlawanan dan penekanan bahu pada sisi yang
sama. Ini menyebabkan traksi yang hebat atau bahkan robekan radix C5 dan C6 plexus
brachialis. Hal ini dapat terjadi karena pukulan atau terjatuh pada bahu. Nervus
suprascapularis, n. muskulokutaneus dan n. axillaris yang merupakan cabang dari C5 dan
C6 tidak berfungsi. Otot yang mengalami paralisis adalah m. supraspinatus, m.
subscavius, m. biceps brachii, m. deltoideus, m. choracobrachialis dan m. teres minor.
Jadi lengan akan tergantung lemas di sisi badan, rotatio medialis oleh bagian
sternocostalis m. pectoralis major yang tidak mendapatkan perlawanan, lengan bawah
7
akan pronatio karena hilangnya fungsi m. biceps brachii. Selain itu dapat terjadi
kehilangan sensasi di daerah lengan.
Lesi plexus brachialis bagian bawah (paralisis klumke) disebabkan oleh tarikan
abductio berlebihan pada lengan. Nervus T1 biasanya robek yang serabutnya berjalan di
dalam n. medianus dan n. ulnaris untuk mempersarafi otot kecil tangan. Tangan akan
berbentuk seperti cakar karena hiperekstensi articulatio metacarpophalangea dan flexio
articulatio interphalangea. Selain itu terdapat kehilangan sensasi di sepanjang sisi medial
lengan atas. Bila nervus C VIII juga rusak, maka anastesia kan lebih luas dan akan
meliputi sisi medial lengan bawah, tangan serta dua jari medial.
Cedera Nervus Axillaris
Gambar 7. Nervus Axillaris
Nervus axillaris berasal dari fasciculus posterior plexus brachialis. Cedera pada nervus
ini dapat terjadi akibat tekanan tongkat yang menekan ke atas fossa axillaris. N. axillaris
dari fossa axillaris berjalan ke dorsal melalui spatium quadrilateral, hal ini menyebabkan
nervus axillaris di daerah ini mudah cedera bila terjadi fraktur collum humeri.
Kelainannya berupa paralisis m. deltoideus dan m. teres minor. Hilangnya sensasi kulit
setengah bagian bawah m. deltoideus akibat gangguan fungsi ramus cutaneus nervi
axillaris dan n. cutaneus lateralis superior untuk lengan atas.
8
Cedera Nervus Radialis
Cedera nervus radialis di axilla oleh karena tekanan tongkat yang menekan ke atas fossa
axillaris atau jatuh pada lengan atas dan dapat terjadi juga akibat fraktur ujung proksimal
humerus. Nervus radialis melingkar di belakang corpus humeri akan tertarik ke bawah
dan menegangkan nervus radialis di axilla dengan hebat. Gejala motoriknya meliputi
paralisis m. triceps, m. anconeus dan otot – otot ekstensor panjang regio carpalis. Pasien
tidak dapat mengekstensikan articulatio cubiti, articulatio radiocarpalis dan jari.
Wristdrop atau fleksi regio carpalis terjadi akibat tidak adanya perlawanan dari otot
flexor regio carpalis. Gejala sensorik meliputi hilangnya sedikit sensasi kulit pada
permukaan posterior bagian bawah lengan atas dan sepanjang bidang sempit pada
permukaan posterior lengan bawah.
Cedera nervus radialis di sulcus spiralis humeri dapat cedera pada fraktur corpus
humeri atau setelah pembentukan callus. Gejala motorknya berupa tidak dapat
mengekstensikan regio carpalis dan jari – jari dan terjadi wristdrop. Gejala sensorik
meliputi terdapat sedikit daerah anastesi pada dorsum manus dan permukaan dorsal
pangkal setengah jari lateral.
Gambar 8. Wristdrop
9
Gambar 9. Persarafan Sensorik Palmar dan Dorsum Manus
Cedera Nervus Medianus
Nervus medianus kadang mengalami cedera pada siku saat fraktur supracondylaris
humeri. Cedera nervus medianus di siku memberikan gejala motorik berupa paralisis m.
pronator pada lengan bawah beserta otot – otot flexor panjang regio carpalis dan jari.
Akibatnya lengan bawah berada dalam posisi supinasi, fleksi regio carpalis lemah dan
disertai adduksi. Jika pasien mencoba mengepalkan jari, index dan sebagian jari tengah
cenderung tetap lurus sedangkan digitus ulnaris dan digitus minimus dalam keadaan flexi
(Gambar 10). Fleksi lemah kedua jari terakhir ini akibat hilangnya fungsi m. flexor
digitorum superficialis. Gejala sensorik meliputi sensasi kulit hilang atau berkurangpada
setengah bagian lateral telapak tangan dan permukaan palmar tiga setengah jari lateral.
10
Gambar 10. Palsi Nervus Medianus
Cedera nervus medianus pada pergelangan tangan dapat memberikan gejala
motorik seperti tangan monyet akibat otot – otot eminentia thenar paralisis dan atrofi
sehingga eminentia akan hilang atau menjadi rata.
Cedera Nervus Ulnaris
Nervus ulnaris sering cedera pada daerah siku karena pada daerah ini terletak di belakang
epicondylus medialis. Fraktur epicondylus medialis humeri biasanya sering dihubungkan
dengan cedera nervus ini. Cedera nervus ulnaris pada siku dapat memberikan gejala
motorik berupa paralisis m. flexor carpi ulnaris dan setengah bagian medial m. flexor
digitorum profundus. Tendo musculi felxor digitorum profundus untuk digitus anularis
dan digitus minimus akan kehilangan fungsinya dan karena itu phalang distal tidak dapat
melakukan fleksi. Adduksi pollex tidak mungkin dilakukan karena m. adductor pollicis
lumpuh. Bila pasien diminta untuk menjepit secarik kertas diantara pollex dan index, dia
melakukan dengan kontraksi kuat m. flexor pollicis dan flexio phalanges distal (tanda
Froment). Kelainan fexio pada articulatio interphalangea jari ke empat dan kelima sangat
jelas karena m. lumbricalis I dan II dari index dan jari tengah tidak lumpuh. Pada kasus –
kasus yang sudah lama, tangan memperlihatkan bentuk deformitas seperti cakar (main en
griffe).
Cedera nervus ulnaris di pergelangan tangan menyebabkan otot – otot kecil di
tangan mengalami paralisis dan atrofi. Clawhand lebih nyata pada lesi di regio carpalis
karena m. flexor digitoorum profundus tidak lumpuh dan terjadi flexio yang lebih nyata
dari phalanges distal.
11
Gambar 11. Paralisis Nervus Ulnaris
2.4 FRAKTUR PADA EKSTREMITAS INFERIOR
Cedera Nervus Ischiadicus
Nervus ini melengkung ke lateral dan turun ke bawah melalui regio glutea, mula – mula
terletak dipertengahan antara spina iliaca posterior superior dan tuberositas ischiadicum
dan lebih ke bawah terletak di tengah- tengah antara ujuung trochanter major dan
tuebrositas ischiadicum. Saraf ini kemudian berjalan ke bawah pada garis tengah di
aspek posterior tungkai atas dan terbagi menjadi n. peroneus communis dan n. tibialis
pada tempat yang bervariasi di atas fossa poplitea.
Saraf ini dapat mengalami cedera karena fraktur pelvis. Gejala klinik yang
muungkin timbul adalah otot – otot hamstring paralisis, tetapi fleksi lemah lutut masih
mungkin dilakukan karena kontraksi m. sartorius (n. femoralis) dan m. gracilis (n.
obturatorius). Semua otot bawah lutut mengalami paralisis dan berat kaki menyebabkan
posisi plantar fleksi atau drop foot (Gambar 12). Sensibilitas di bawah lutut hilang,
kecuali sedikit bagian medial distal tungkai bawah dan sebelah pinggir medial kaki
sampai ke bawah ibu jari kaki yang dipersarafi oleh n. saphenus (cabang n. femoralis).
12
Gambar 12. Drop Foot
Cedera Nervus Peroneus Communis
Nervus ini terletak pada posisi superficial pada waktu saraf ini meninggalkan fossa
poplitea dan membelok di sekitar caput fibulae untuk masuk ke dalam m. peroneus
longus. Pada fraktur caput fibulae itulah nervus ini sering mengalami cedera. Gejalanya
meliputi paralisis otot – otot anterior dan lateral tungkai seperti m. tibialis anterior, m.
eksternsor digitorum logus dan brevis, m. peroneus tertius, m. ekstensor hallucis longus,
m. peroneus longus dan brevis. Akibatnya otot plantarfleksi pergelangan kaki yang
kerjanya berlawanan menyebabkan kaki dalam posisi plantarfleksi (foot drop) dan
inversio, keadaan ini disebut aquenovarus. Gejala sensorik berupa hilangnya sensibilitas
sepanjang sisi anterior dan lateral tungkai bawah, dorsum pedis dan jari – jari, termasuk
sisi medial ibu jari. Bila cedera terjad di bagian distal, maka hilangnya sensibilitas hanya
di daerah kaki dan jari – jari.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Putz, R., dkk. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 22. Jakarta: EGC, 2006
2. Reksoprodjo, S., dkk. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
3. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC, 2004
4. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 2006
14