44
SIFILIS Oleh: MUHAMMAD AFYUDIN 2005730043 Pembimbing: dr. RIZQA HAERANI, Sp.KK, M.Kes KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSI JAKARTA SUKAPURA PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

Referat Sifilis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

here we go... my second published, enjoy it...

Citation preview

Page 1: Referat Sifilis

SIFILIS

Oleh:

MUHAMMAD AFYUDIN

2005730043

Pembimbing:

dr. RIZQA HAERANI, Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSI JAKARTA SUKAPURA

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Page 2: Referat Sifilis

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis

dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Sifilis” dengan baik. Tidak lupa pula penulis

mengucapkan terima kasih kepada Dr.Rizqa Haerani, Sp.KK yang telah membimbing

penulis dalam usahanya untuk menyelesaikan referat ini. Terima kasih kepada seluruh

pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Tidak ada gading yang tak retak, termasuk referat ini yang tidak luput dari

kesalahan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang berguna untuk kesempurnaan

penulisan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi yang membacanya dan

bermanfaat pula bagi penulis.

Jakarta, 17 Mei 2010

Penulis

Page 3: Referat Sifilis

DAFTAR ISI

hlm

Kata Pengantar…………………………………………………………….…...i

Daftar Isi……………………………………………………………...……..…ii

I. Pendahuluan....................................................................................................1

II. Epidemiologi..................................................................................................1

III. Definisi/etiologi.............................................................................................2

IV. Patogenesis....................................................................................................2

V. Gambaran klinis..............................................................................................3

VI. Pemeriksaan penunjang................................................................................15

VII. Diagnosis banding.......................................................................................18

VIII. Diagnosis....................................................................................................21

IX. Penatalaksanaan...........................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….........iii

Page 4: Referat Sifilis

SIFILIS

I. Pendahuluan

Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

Sifilis biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan

tetapi sifilis juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang

mempunyai kebersihan lingkungan yang buruk. Treponema pallidum juga dapat

menular melalui transfusi darah.1

Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan,

karena merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang,

termasuk sistem kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita

sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis

kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian. Istilah untuk

penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat karena keganasannya.2

II. Epidemiologi

Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada

yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak

bush Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun

1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan

sifilis dan gonore disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh

infeksi yang sama.2

Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar

antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di

Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang

terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka

ialah sifilis stadium II.2

WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun 1999,

dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.1

Page 5: Referat Sifilis

III. Definisi/etiologi

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,

merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat

menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan

dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.1,2,3

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman

ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia

Spirochaetaceae, dan genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya

antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan.

Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol.

Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh

jam.2

Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat

dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu Treponema

pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum sub

species pertenue yang menyebaban frambusia, Treponema pallidum sub species

endemicum yang menyebabkan bejel, Treponema carateum menyebabkan pinta.3

Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di

vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke

kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran

darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan

cacat bawaan.4

IV. Patogenesis

Stadium dini

T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender,

biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan

membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di

perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T.

pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler

dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil

menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen

Page 6: Referat Sifilis

(enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada

pemeriksaan klinis tampak sebagai S1.2

Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional

secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan

menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian.

Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai

delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat

tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan

akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu

menghilang.2

Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif

masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi

dengan sifilis kongenital.2

Stadium lanjut

Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam

keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.

Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,

sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada

saat itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat

ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung

bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma tersebut timbul

di tempat-tempat lain.2

V. Gambaran klinis

Sifilis primer (SI)

Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi

bisa juga terdapat tukak lebih dari satu.3,5 Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah

genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang

mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup

krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-

2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi

bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan

Page 7: Referat Sifilis

tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus

koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di

ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.2 Pada pria selalu disertai pembesaran

kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral.3

Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah

bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.

Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak

supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-

tanda radang akut.2

Gambar 1. Lesi sifilis primer

Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu.

Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman masuk ke

jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau suntikan.2

Sifilis sekunder (SII)

Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan

sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan.

Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai

gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat,

berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak

tinggi, dan artralgia.2

Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit,

selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga adanya kelainan

kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan

serologis reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis,

Page 8: Referat Sifilis

papulaskuomosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat

ditemukan pada sifilis kongenital.3

Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the

.great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan

pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.2 Gejala lainnya

adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah,

demam dan anemia.4

Gambar 2. Sifilis sekunder di daerah sekitar mulut dan genital

Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat

difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi

kerontokan setempatsetempat, tampak sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut

yang tipis, jadi tidak botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut

alopesia areolaris.2,5

Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan, tetapi bila

tidak diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten atau sifilis stadium lanjut.6

Sifilis laten

Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi

pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat

laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit

akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk

gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. 3 Tes serologik darah

positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL

dan TPHA.2,3

Page 9: Referat Sifilis

Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau

bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius

kembali muncul .4

Sifilis lanjut

Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut ialah sebagai berikut:3

1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali kemungkinan

pada wanita hamil.

2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan Tpallidum, pada

sifilis lanjut tidak ditemukan.

3. Pada sifilis dini infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi pengobatan yang

cukup, sedangkan pada sifilis lanjut sangat jarang.

4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pda sifilis lanjut destruktif

5. Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi, setelah diberi

pengobatan yang adekuat akan berubah menjadi non reaktif atau titer rendah,

sedangkan pada sifilis lanjut umumnya reaktif, selalu dengan titer rendah dan

sedikit atau hampir tidak ada perubahan setelah diberi pengobatan. Titer yang

tinggi pada sifilis lanjut dijumpai pada gumma dan paresis.

Sifilis laten lanjut

Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes

serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat

seumur hidup. Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan

neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada

aorititis.2

Sifilis tersier (S III)

Page 10: Referat Sifilis

Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I.

Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak,

dan destruktif.2

Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di

atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan.

setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda

radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap guma

tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang

sanguinolen; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.2

Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat,

dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus

berkonfluensi sehingga membentuk pinggiryang polisiklik. Jikatelah menjadi ulkus,

maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar.

Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa

tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik. Gejala

umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan perlunakannya cepat,

dapat disertai demam.2

Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula- mula di kutan

kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan

umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam

perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus.

Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus

lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai

kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (disemi-

nata). Warnanya merah kecoklatan.2

Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terns secara serpiginosa.

Bagian yang belum sembuh dapat tertutup skuama seperti lilin dan disebut

psoriasiformis. Kelenjar getah bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang

ialah yang disebut nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang

fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.2

S III pada mukosa

Page 11: Referat Sifilis

Guma jugs ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang

setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi. Seperti biasanya akan

melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapat merusak tulang rawan

septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering

ialah guma yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia.2

S III pada tulang

Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula, dan humerus.

Gejala nyeri, biasanya pada malam had. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis

gumatosa dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosis dengan sinar-X.2

S III pada alat dalam

Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering diserang. Guma

bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi,

membentuk lobus-lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum.2

Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Guma dapat

menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau

di luar bronkus; jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasi. Guma

dapat menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada

ovarium jarang, pada testis kadang-kadang berupa guma atau fibrosis interstisial, tidak

nyeri, permukaannya rata dan unilateral. Kadangkadang memecah ke bagian anterior

skrotum.2

Sifilis kardiovaskuler

Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30

tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria lebih banyak

tiga kali daripada wanita.2

Biasanya disebabkan karena nekrosis aorta yang berlanjut ke arch katup.

Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisms,

berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan

sangat mudah dikenal. Secara teliti harus diperiksa kemungkinan adanya

hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jantung rematik sebelumnya. Aneurisms

aorta torakales merupakan tanda sifilis kardiovaskuler. Bila ada insufisiensi aorta

Page 12: Referat Sifilis

tanpa kelainan katup pada seseorang yang setengah umur disertai pemeriksaan

serologis darah reaktif, pada tahap pertama hares diduga sifilis kardiovaskuler,

sampai dapat dibuktikan lebih lanjut. Pemeriksaan serologis umumnya

menunjukkan reaktif.3

Neurosifilis

Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik dan sangat jarang

terjadi dalam bentuk murni.2,3 Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa

endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa

yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala pada saat pemeriksaan.3

Neurosifilis dibagi menjadi empat macam:2,3,4

Neurosifilis asimtomatik.

Sifilis meningovaskular (sifilis serebrospinalis), misalnya meningitis,

meningomielitis, endarteritis sifilitika.

Sifilis parenkim: tabes dorsalis dan demensia paralitika.

Guma.

1. Neurosifilis asimtomatik

Diagnosis berdasarkan kelainan pada likuor serebrospinalis. Kelainan tersebut

belum cukup memberi gejala klinis.2

2. Sifilis meningovaskular

Terjadi inflamasi vaskular dan perivaskular. Pembuluh darah di otak dan

medula spinalis mengalami endarteritis proliferatif dan infiltrasi perivaskular berupa

limfosit, sel plasma, dan fibroblas.2

Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya fibrosis sehingga

perdarahannya berkurang akibat mengecilnya lumen. Selain itu jugs dapat terjadi

trombosis akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya gums kecil multipel.2

Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga lima tahun sejak S I. Gejalanya

bermacam-macam bergantung pada letak lesi. Gejala yang sering terdapat ialah:

Page 13: Referat Sifilis

nyeri kepala, konvulsi fokal atau umum, papil nervus optikus sembab, gangguan

mental, gejala-gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf-saraf otak, atrofi

nervus optikus, gangguan hipotalamus, gangguan piramidal, gangguan miksi

dan defekasi, stupor, atau koma. Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis

sifilitika dengan hemiparesis karena penyumbatan arteri otak.2

3. Sifilis parenkim

Termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia paralitika.2,3

Tabes dorsalis

Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah infeksi pertama.

Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama

pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu

beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan

nervus oktavus. Gejala klinis di antaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia,

arefleksia, gangguan virus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam.

Gejala lain ialah retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi berangsur-

angsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis.2

Demensia paralitika

Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi

primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun.

Sejumlah 10-15% dari seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika.

Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia

basal, dan daerah sekitarventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan

substansi albs sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.2

Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi berangsur-angsur dan

progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan

dekorum, bersikap apatis, euforia, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif

atau maniakal.2

Gejala lain di antaranya ialah disartria, kejang-kejang umum atau fokal,

muka topeng, dan tremor terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan,

ataksia, gejala-gejala piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal.2

4. Guma

Page 14: Referat Sifilis

Umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi akibat perluasan pada

tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan parenkim otak.

Guma dapat solitar atau multipel pada verteks atau dasar otak.2

Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan

gangguan visus. Gejalanya berupa udema papil akibat peninggian tekanan

intrakranial, paralisis nervus kranial, atau hemiplegia.2

Sifilis kongenital

Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis

dini sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah. treponema masuk secara

hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat mass

kehamilan 10 minggu.2

Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah

infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu

menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 80%, bila sifilis lanjut 30 %.2

Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian

menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan

kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis

kongenital yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai

tiga bayi yang hidup dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau

lebih bayi yang sehat. Keadaan ini disebut hukum Kossowitz.2

Pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak terlihat adanya atrofi lengkap.

Hal yang demikian saat ini tidak dianut lagi sebab ternyata infeksi bayi dalam

kandungan dapat terjadi pada saat 10 minggu masa kehamilan. Setiap infeksi

sebelum 20 minggu kehamilan tidak akan merangsang mekanisme imunitas, sebab

sistem imun bayi yang dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan

histologi reaksi bayi terhadap infeksi.3

Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis

kongenital lanjut (tarda), dan stigmata.2,3 Batas antara dini dan lanjut ialah dua

tahun. Yang dini bersifat menular, jadi menyerupai S 11, sedangkan yang lanjut ber-

Page 15: Referat Sifilis

bentuk gums dan tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas

akibat penyembuhan kedua stadium tersebut.2

Sifilis kongenital dini

Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula

bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat

lain di badan. Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak sakit.

Bentuk ini adakalanya disebut pemfigus sifilitika.2

Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu dan

mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papulo-skuamosa

yang simetris dan generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada

tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti kondilomata lata. Ragades

merupakan kelainan umum yang terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan

anus; bentuknya memancar (radiating).2

Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga

kulit berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala.

Kuku dapat terlepas akibat papul di bawahnya; disebut onikia sifilitika. Jika

tumbuh kuku yang bare akan kabur dan bentuknya berubah.2

Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses

seperti pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah

mukoperiosteum dalam kavum nasi yang menyebabkan timbulnya rinitis dan disebut

syphilitic snuffles. Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau

seropurulen yang sangat menular dan menyebabkan sumbatan. Pernapasan dengan

hidung sukar. Jika plaques muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau.

Kelenjar getah bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S 11.

Hepar dan lien membesar akibat invavasi T. pallidum sehingga terjadi fibrosis

yang difus. Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu).

Ginjal dapat diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular

cast. Pada umumnya kelainan ginjal ringan. Pada paru kadang-kadang terdapat

infiltrasi yang disebut "pneumonia putih".2

Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu.

Osteokondritis pada tulang panjang umumnyaterjadi sebelum berumur enam bulan

dan memberi gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan sinar-X. Ujung tulang

Page 16: Referat Sifilis

terasa nyeri dan bengkak sehingga tidak dapat digerakkan; seolah-olah terjadi

paralisis dan disebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-kadang terjadi komplikasi

berupa terlepasnya epifisis, fraktur patologik, dan artritis supurativa. Pada

pemeriksaan dengan sinar-X terjadi gambaran yang khas. Tanda osteokondritis

menghilang setelah dua belas bulan, tetapi periostitis menetap. Koroiditis dan uveitis

jarang. Umumnya terdapat anemia berat sehingga rentan terhadap infeksi.2

Gambar 3. Sifilis kongenital pada telapak kaki bayi

Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T. pallidum pada

otak waktu intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Bentuk

neurosifilis meningovaskular yang lebih umum pada bayi muds menyebabkan

konvulsi dan defisiensi mental. Gangguan nervus II terjadi sekunder akibat

korioditis atau akibat meningitis karena guma. Destruksi serabut traktus piramidalis

akan menyebabkan hemiplegia/ diplegia. Demikian pula dapat terjadi meningitis

sifilitika akuta.2

Sifilis kongenital lanjut

Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Guma dapat

menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan organ dalam. Yang khas ialah guma

pada hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi,

bila meluas terjadi destruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan

deformitas. Guma pada palatum mole dan durum jugs sering terjadi sehingga

Page 17: Referat Sifilis

menyebabkan perforasi pada palatum.2

Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai sepertiga tengah tulang dan

menyebabkan penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiostitis setempat pada

tengkorak berupa tumor bulat yang disebut Parrot nodus, umumnya terjadi pada

daerah frontal dan parietal.2

Keratitis interstisial merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara

umur tiga sampai tiga puluh tahun, insidensnya 25% dari penderita dengan sifilis

kongenital dan dapat menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi

ketulian yang biasanya bilateral.2

Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan yang nyeri disertai efusi

dan disebut Glutton's joints. Kelainan tersebut terjadi biasanya antara umur

sepuluh sampai dua puluh tahun, bersifat kronik. Efusi akan menghilang tanpa

meninggalkan kerusakan.2

Neurosifilis berbentuk paralisis generalisata atau tabes dorsalis.

Neurosifilis meningovaskular jarang, dapat menyebabkan palsi nervus kranial,

hemianopia, hemiplegia, atau monoplegia. Paralisis generalisata juvenilia

biasanya terjadi antara umur sepuluh sampai tujuh betas tahun. Taber juvenilia

umumnya terjadi kemudian dan belum bermanifestasi hingga dewasa muds. Aortitis

sangat jarang terjadi.2

Stigmata

Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh Berta meninggalkan parut

dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian merupakan stigmata sifilis

kongenita, akan tetapi hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran

tersebut.3

1. Stigmata lesi dini.3

a. Gambaran muka yang menunjukkan saddlenose.

b. Gigi menunjukkan gambaran gigi insisor Hutchinson dan gigi Mullberry

c. Ragades

d. Atrofi dan kelainan akibat peradangan

c. Koroidoretinitis, membentuk daerah parut putih dikelilingi pigmentasi pada

retina.

Page 18: Referat Sifilis

2. Stigmata dan lesi lanjut.3

a. Lesi pada kornea: kekaburan kornea sebagai akibat ghost vessels

b. Lesi tulang: sabre tibia, akibat osteoeriostitis

c. Atrofi optik, tersendiri tanpa iridoplegia

d. Ketulian syaraf

VI. Pemeriksaan penunjang

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan

dengan pemeriksaan laboratorium berupa :3,4

1. a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)

Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum

diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan

keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T.

pall berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati

membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di

dalam mulut banyak dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari

rongga mulut tidak dapat digunakan.3

b. Mikroskop fluoresensi

Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton,

sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan

mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat

memberi hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan

lapangan gelap. 3

2. Penentuan antibodi di dalam serum.

Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis,

frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang

dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat

menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga IgG, ialah :3

a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.

Tes Wasserman

Tes Kahn

Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)

Page 19: Referat Sifilis

Cara pemerisaannya sebagai berikut:7

Prinsip: terbentuknya flokulasi

Cara kerja:antigen yang digunakan adalah ektrak jantung sapi

• Kualitatif

- Tandai slide vdrl lubang 1(test) dan lubang 2 ( kontrol)

- Pada lubang 1masukkan 50ul serum dan 18 ul antigen

- Pada lubang 2masukkan NaCl fisiologis 50 ul dan 18 ul antigen

- Masukkan dalam rotator kec 180 rpm selama 5 menit

- Lihat mikroskop perbesaran 100x

Hasil – jika berbentuk batang menyebar rata seluruh lapangan pandang

Hasil + jika terdapat flokulasi

• Kuantitatif

- Isi lubang 1-5 dengan 50 ul NaCl

- Masukkan 50 ul serum kelubang 1 dan encerkan kelubang lubang

berikutnya

- Lubang 1=1/2 x

Lubang 2=1/4 x

Lubang 3=1/8 x

Lub1ng 4=1/16 x

Lubang 5=1/32 x

Lubang 6=sebagai pembuangan yang digunakan untuk pengenceran

kembali apabila pengenceran 1/32 x masih menyatakan hasil + (terjadi

flokulasi)

- Masukkan 18 ul antigen kedalam masing masing lubang kecuali lubang 6.

- Masukkan dalam rotator dengan kec 180 selam 5 menit

Lihat mikroskop perbesaran 100x

Jika hasil kualitatif – maka titer nya adalah 1:1

Jika haisl kuantitatif pada pengenceran 1/16 x tidak terjadi flokulasi maka titer

tertinggi adalah 1/16.

Interpretasi

a. Kualitatif

Hasil non reaktif : tidak ada infeksi, masih dalam masa inkubasi atau

telah mendapat pengobatan yang efektif.

Jika terjadi flokulasi :

Page 20: Referat Sifilis

Gumpalan besar dan medium reaktif

Gumpalan kecil reaktif lemah

b. Kuantitatif

Laporan hasil pengamatan dengan pengenceran tertinggi yang masih

memberikan hasil reaktif dalam bentuk titer ½, ¼, 1/8, 1/16, 1/32

dan seterusnya.

Hasil reaktif : sedang terinfeksi atau pernah terinfeksi sifilis atau positif

semu.

Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)

Tes Automated reagin

b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein

Complement Fixation).

c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:

Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)

Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).

Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :7

Sampel: serum, plasma , LCS.

Reagen:

  TPHA diluent (tutup warna putih tabung kuning)

  Test cell (tutup warna merah, sel darah merah domba yang telah ditempeli

ekstrak treponema pallidum yang berfiungsi sebagai antigen

  Control cell ( tutup warna putih , tabung warna hijau),tidak akan terjadi

hemaglutinasi , karena tidak tejadi reaksi dengan Ab.

  Control positif (tutup warna merah kecil0

  Control negatif( tutup warna biru kecil)

Pada saat inkubasi disuhu ruang hendaknya dihindari adanya getaran agar

hemaglutinasinya tidak lepas.

Alat;

  Pipet 90, 10, 25 ul

  Mikroplate v

  Reading miror / kaca pembaca

  Solasi

Page 21: Referat Sifilis

Cara kerja:

1.    Masukkan 90 ul TPHA diluent + 10 ul kontrol positif pada sumur pertama

2.    Masukkan 25 ul TPHA diluent pada sumur ke2, 3, 4, 5 disamping sumur

pertama

3.    Homogenkan sumur pertama dengan pipet mikro 25 ul,

Ambil dari sumur pertama, 25 ul masukkan ke sumur 2, campur/

homogenkan, ambil 25 ul buang.

Ambil dari sumur pertama 25 ul masukkan ke sumur 3,homogenkan,

ambil 25 ul masukkan ke sumur ke 4, homogenkan, ambil 25 ul masukan

kesumur ke 5, ambil 25 ul masukkan kesumur 6.

4.    Tambahkan 75 ul control test pada sumur ke 2

5.    Tambahkan 75 ul tets cell pada sumur ke 3, 4, 5.

6.    Homogenkan keseluruhan dengan sedikit getaran.

Interpretasi

Hasil reaktif : sedang terinfeksi, pernah infeksi reaksi positif semu.

Hasil non reaktif : tidak pernah terinfeksi atau pada masa inkubasi (belum

terbentuk antibodi)

Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)

Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi

pada S II, S Ill, dan sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskular, misalnya untuk

melihat aneurisms aorta.2

Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas.

Pemeriksaan jumlah set dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukkan

adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis.

Harga normal ialah 0-3 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga

normal protein total ialah /20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat

peradangan.2

VII. Diagnosis banding

Diagnosis banding SI

Dasar diagnosis S I sebagai berikut. Pada anamnesis dapat diketahui mass

inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak

ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih,

Page 22: Referat Sifilis

solitar, bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan

dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen,

tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah

beberapa minggu bereaksi positif lemah.2

Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit.

1. Herpes simpleks

Penyakit ini residif dapat disertai rasa gataV nyeri, lesi berupa vesikel di alas

kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering

berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.2

2. Ulkus piogenik

Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak

kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis

regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan

terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.2

3. Skabies

Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna,

terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat

predileksi, misalnya lipat jari Langan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan

menderita penyakit yang sama.2

4. Balanitis

Pada balanitis, kelainan berupa erosi superficial pada glans penis disertai

eritema, tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak

disirkumsisi.2

5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.)

Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul,

ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai

tanda-tanda radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V. disertai

gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia.2

6. Karsinoma sel skuamosa

Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan

kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis,

perlu biopsi.2

7. Penyakit Behcet

Page 23: Referat Sifilis

Ulkus superficial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula

ulserasi pada mulct dan lesi pada mata.2

8. Ulkus mole

Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari sate, disertai tanda-tanda radang

akut, terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi positif. Jika terjadi

limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.2

Diagnosis banding S II

Dasar diagnosis S II sebagai berikut. S II timbul enam sampai delapan minggu

sesudah S I. Seperti telah dijelaskan, S II ini dapat menyerupai berbagai penyakit

kulit. Untuk membedakannya dengan penyakit lain ads beberapa pegangan. Pada

anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alai genital (S I)

yang tidak nyeri.2

Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini

kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki jugs dikenai. Pada S II

lambat terdapat kelainan setempatsetempat, berkelompok, dapat tersusun menurut

susunan tertentu, misalnya: arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat

limfadenitis generalisata. Tes serologik positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada

S II lanjut.2

Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit karena

itu diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya sebagian yang akan diuraikan.2

1. Erupsi obat alergik

Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat

disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema

sehingga mirip roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya

tidak gatal.2

2. Morbili

Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya: pada morbili

disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak

membesar.2

3. Pitiriasis roses

Page 24: Referat Sifilis

Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama

halus, berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit

ini tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II.2

4. Psoriasis

Persamaannya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak

didapati limfadenitis generalisata; skuama berlapis-lapis serta terdapat tanda tetesan

lilin dan Auspitz.2

5. Dermatitis seboroika

Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan skuama.

Perbedaannya pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik,

skuama berminyak dan kekuning-kuningan, tidak disertai limfadenitis generalisata.2

6. Kondiloma akuminatum

Penyakit ini mirip kondiloma lata, kedua-duanya berbentuk papul.

Perbedaannya: pada kondiloma akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing,

sedangkan papul pada kondiloma lata permukaannya datar serta eksudatif.2

7. Alopesia areata

Kebotakan setempat; penyakit ini mirip alopesia areolaris pada S II.

Perbedaannya: pada alopesia areata lebih besar (numular) dan hanya beberapa,

sedangkan alopesia areolaris lebih kecil (lentikular) dan banyak serta seperti digigit

ngengat.2

Diagnosis banding S III

Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga terdapat pada

penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Tes serologik pada S III

dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis, apakah

penderita tersangka menderita S I atau S II dan pemeriksaan histopatologik.2

Mikosis dalam yang dapat menyerupai S III ialah sporotrikosis dan

aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang terletak

sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada pembiakan akan ditemu-

kan jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat jarang di Indonesia. Penyakit ini juga

terdiri atas infiltrat yang melunak seperti guma S III. Lokalisasinya khas yakni di

leher, dada, dan abdomen. Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapat fistel multipel;

pada pusnya tampak butir-butir kekuningan yang disebut sulfur granules. Pada biakan

akan tumbuh Actinomyces.2

Page 25: Referat Sifilis

Tuberkulosis kutis gumosa mirip gums S III. Cara membedakannya dengan

pemeriksaan histopatologik. Demikian pula frambusia stadium lanjut. Guma S III

bersifat kronis dan destruktif, karena itu kelainan tersebut mirip keganasan. Cara

membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik.2

VIII. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti

ditegakkan berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan fisik.4

Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga

digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah.4

Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh cairan

serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksan antibodi.4

IX. Penatalaksanaan

Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan

selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini

mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud

mencegah proses lebih lanjut.2

Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.2,3,5

1. PENISILIN

Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus

placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang

terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.2

Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari

0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum selama

sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari

untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut,

setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat

berkembang biak.2

Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2

a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi

bersifat kerja singkat.

Page 26: Referat Sifilis

b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama

kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.

c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum dua

sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.

Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak

dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan.

Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang

pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya

setiap minggu.2

Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam serum

dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari

seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai

kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karens sukar masuk ke dalam

darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena

penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang

tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pule PAM memberi rasa

nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang

dalam; obat ini kini jarang digunakan.2

Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G

benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk

neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta

unit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.2

Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua

100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m.,

setiap hari selama 10 hari.2

Reaksi Jarish-Herxheimer

Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish- Herxheimer.6

Sebab yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh

hipersensitivitas akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. paffidum yang coati.

Dijumpai sebanyak 50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah

enam sampai due betas jam pada suntikan penisilin yang pertama.2

Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan

berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala,

artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan pada muka.8 Gejala lokal yakni afek

Page 27: Referat Sifilis

primer menjadi bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi

biasanya akan menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan

penderita pada S I.2

Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis

pada penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya

karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur

aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh

terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.2

Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya

dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai

pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan

dua sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga

hari kemudian.2

2. ANTIBIOTIK LAIN

Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai

pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.2

Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau

aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15

hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil,

efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin,

yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.2

Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yang

diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan.9

Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg

sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v.

selama 15 hari.2

Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yang

sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.10 Dosisnya 500 mg sehari sebagai

dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk.

Penyembuhannya mencapai 84,4%.2

tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk., penyembuhannya

mencapai 84,4%.2

Page 28: Referat Sifilis

Pencegahan 6,8

Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan

Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda

Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang

Gunakan kondom ketika berhubungan sexual

Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan

sexual.8

DAFTAR PUSTAKA

1. Peeling, R.W et al. Syphilis available at http//www.nature.com/reviews/micro. Accessed

on May 14, 2010.

Page 29: Referat Sifilis

2. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393-413.

3. Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual,

Balai Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102.

4. Sifilis available at http//www.medicastore.com. Acccesed on May 14, 2010.

5. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000. h:170.

6. CDC National Prevention Information Network . Syphilis available at

http//www.cdc.com. accessed on May 14, 2010.

7. Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam: Hardjoeno dkk.

Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Penerbit LETHAS, Makasar.2003.

h:353-61.

8. Dugdale DC, Vyas JM, Zieve D. Syphilis available at http//www.medlineplus.com.

Accessed on may 14, 2010.

9. Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline versus

Benzathine Penicillin. Am J Med 2008 Oct; 121:903.

10. Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al. Single-

Dose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early Syphilis.

NEJM 2005 Volume 353:1236-1244.