16
SIFILIS SEKUNDER Salsabil Dhia Adzhani, S.Ked Pembimbing: Dr. Sarah Diba, SpKK Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNSRI / RSUPMH Palembang 2015 PENDAHULUAN Sifilis merupakan penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan bakteri berbentuk spiral, Treponemapallidum(T.pallidum) subspesies Pallidum. Schaudinn dan Hoffmann pertama kali mengidentifikasi T. pallidum sebagai penyebab sifilis pada tahun 1905. 1 Sifilis merupakan penyakit infeksi kronik dan sistemik ditandai oleh berbagai manifestasi klinis.Treponema pallidum merupakan organisme sangat agresif menyerang hampir seluruh organ tubuh dan sistem imun.Sifilis ditularkan melalui lesi terinfeksi atau cairan tubuh lewat kontak seksual, transplasental dari ibu ke janin, dan tranfusi darah. 2 Sifilis mempunyai tiga tahap perkembangan penyakit, yaitu primer (chancre), sekunder (lesi mukokutaneus dan/atau limfadenopati dengan atau tanpa keterlibatan organ), dan laten (subsequent clinical relaps). Stadium primer dan sekunder sifilis sangat menular berlangsung 2-4 tahun. Sifilis laten berlangsung 5 sampai 50 tahun. Hanya 25%-30% pasien menjadi stadium lanjut, kronik, lumpuh atau meninggal. 1,2 Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual di seluruh dunia dan menjadi masalah penting di negara berkembang. Jumlah penderita sifilis primer dan sekunder pada 1

SIFILIS SEKUNDER2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gchtfyjvh

Citation preview

SIFILIS SEKUNDERSalsabil Dhia Adzhani, S.KedPembimbing: Dr. Sarah Diba, SpKKBagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFK UNSRI / RSUPMH Palembang2015

PENDAHULUANSifilis merupakan penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan bakteri berbentuk spiral, Treponemapallidum(T.pallidum) subspesies Pallidum. Schaudinn dan Hoffmann pertama kali mengidentifikasi T. pallidum sebagai penyebab sifilis pada tahun 1905.1Sifilis merupakan penyakit infeksi kronik dan sistemik ditandai oleh berbagai manifestasi klinis.Treponema pallidum merupakan organisme sangat agresif menyerang hampir seluruh organ tubuh dan sistem imun.Sifilis ditularkan melalui lesi terinfeksi atau cairan tubuh lewat kontak seksual, transplasental dari ibu ke janin, dan tranfusi darah.2Sifilis mempunyai tiga tahap perkembangan penyakit, yaitu primer (chancre), sekunder (lesi mukokutaneus dan/atau limfadenopati dengan atau tanpa keterlibatan organ), dan laten (subsequent clinical relaps). Stadium primer dan sekunder sifilis sangat menular berlangsung 2-4 tahun. Sifilis laten berlangsung 5 sampai 50 tahun. Hanya 25%-30% pasien menjadi stadium lanjut, kronik, lumpuh atau meninggal.1,2Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual di seluruh dunia dan menjadi masalah penting di negara berkembang. Jumlah penderita sifilis primer dan sekunder pada tahun 2000 meningkat secara signifikan pada laki-laki dan terus meningkat sampai tahun 2009 terutama di kalangan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.1Sifilis sekunder disebut the great imitator karena memiliki gejala yang dapat menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga sifilis sekunder masih dapat menyulitkan klinisi dalam menegakkan diagnosis.1Oleh karena itu, referat ini akan membahas lebih lanjut mengenai sifilis sekunder.

DEFINISISifilis merupakan penyakit infeksi kronik dan sistemik disebabkan Treponema pallidum, spirokaeta mikroaerofilik yang hanya menginfeksi manusia dan beberapa primata. Infeksi didapat dari lesi terinfeksi atau cairan tubuh melalui kontak seksual dan dapat menular melalui transplasental pada janin, serta melalui transfusi darah.2ETIOLOGIPenyebab sifilis ialah T. pallidum, bakteri prokariotik, motil, dan berbentuk spiral. Treponem pallidum memiliki panjang 615 m dan diameter 0,2 - 0,3 m (Gambar 1).Gerakan T. Pallidum berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti pembuka tutup botol (corkscrew). Struktur T. Pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam, dinding sel yang dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian luar. Treponema pallidum merupakan organisme mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya dalam konsentrasi rendah (20%). Treponema pallidum akan cepat mati diluar tubuh dan dapat bertahan hidup selama 72 jam dalam darah untuk tranfusi.Organisme ini hidup pada suhu30-37C dan rentang pH 7,2 7,4. 1,2,3

Gambar 1.Treponema pallidum

PATOGENESISSifilis biasanya diperoleh melalui hubungan seksual, kecuali pada sifilis kongenital bayi memperoleh infeksi T. pallidum secara transplasental. Penularan melalui paparanmukosaataulesi kulitsifilisprimer maupun sekunder. Sifilis pada pasien yang tidak diobati dapat pulih kemudian kambuh selama periode sampai dua tahun. Oleh karena itu, seseorang yang tidak diobati (untreated infection) masih dapat menularkan sifilis selama satu tahun atau dua tahun pertama.2Sifilis digambarkan sebagai penyakit yang aktif-pasif dan aktif kembali. Sifilis dini termasuk sifilis primer (chancre), sifilis sekunder (lesi mukokutaneus dengan atau limfadenopati, dengan atau tanpa keterlibatan organ), dan sifilis yang relaps. Sifilis laten terbagi atas sifilis laten dini (kurang dari satu tahun) dan sifilis laten lanjut (satu tahun atau lebih). Sifilis laten dini termasuk ke dalam sifilis dini sedangkan sifilis laten lanjut dan sifilis tersier termasuk ke dalam sifilis lanjut. Sifilis tersier dapat muncul pada kutaneus, kardiovaskuler, atau melibatkan saraf.4Treponema pallidummasuk dengan cepat melalui membran mukosa utuh dan kulit yang lecet, kemudian masuk kedalam kelenjar getah bening, aliran darah, dan menyebar ke seluruh organ tubuh. Treponema pallidum bergerak masuk ke ruang intertisial jaringan dengan gerakan corkscrew (seperti membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun gejala klinis dan serologi belum terlihat. Darah dari pasien yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak T. pallidumselama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam.4Lesi primer muncul di tempat T. pallidumpertama kali masuk dan bertahan selama 4-6 minggu, kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuk, kuman mengadakan multiplikasi sehingga tubuh bereaksi dengan timbul infiltrat. Infiltrat terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang tidak hanya terbatas di tempat masuk kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus, keadaan ini disebut chancre. 4Setelah beberapa minggu, proliferasi spirokaetaT. pallidum meningkat, penyakit menjadi generalisata. Selama tahap sekunder, kadar antibodi meningkat dengan cepat sebagai bentuk respon terhadap jumlah organisme yang banyak. Antibodi merespon menyerupai lesi sifilis sekunder yang mirip dengan chancre primer. Pada saat bersamaan resistensi terhadap infeksi baru meningkat meskipun hipersensitifitas tipe lambat terhadap T. pallidum menjadi tidak terduga. 4Sifilis sekunder diikuti oleh tahap asimptomatik yang disebut sifilis laten. Selama periode ini hipersensitifitas tipe lambat muncul kembali. Pada sifilis tersier, respon sistem imun membentuk granuloma, treponema jarang terdeteksi, sekalipun dengan imunofluoresensi.4GAMBARAN KLINISSifilis sekunder timbul 2-6 bulan setelah infeksi primer, 2-10 pekan setelah timbul chancre pertama, dan 6-8 pekan setelah chancresembuh. Pada 15% kasus, chancre masih ada ketika lesi kedua muncul. Selain memberikan manifestasi klinis pada kulit, sifilis sekunder juga dapat menimbulkan kelainan sistemik. Spirokaeta menyebar dari chancredan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem yang paling sering terkena selain kulit adalah limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan susunan saraf pusat.Pada gejala prodromal ditemukan penurunan berat badan, demam, sakit tenggorokan, kurang nafsu makan, malaise, konjungtivitis, hepatosplenomegali, pembesaran kelenjar limfe dan meningismus.1,2Gambaran klinis kutan pada sifilis sekunder (syphilids) 80%- 95% merupakan erupsi kulit. Erupsi kulit yang sering muncul pada sifilis sekunder adalah erupsi makulopapular, papul, pustular, atau anular (Gambar 2). Manifestasi awal terdapat pada area wajah, bahu, panggul, telapak tangan, telapak kaki, area genital, dan anal.1,2

baaa

Gambar 2. Gambaran klinis lesi sifilis sekunder di telapak tangan (a) dan telapak kaki (b). Lesi makulopapular pada telapak tangan dan telapak kaki, diskret - difus, tidak bersisik bersisik, hiperkeratotik (syphilitic corn).1

Erupsi makular (roseola sifilitika) berukuran 0,5-2,0 cm, warna merah jambu, diskret, tidak bersisik, berbentuk oval, banyak ditemukan pada badan dan daerah fleksor ekstremitas (Gambar 3). Seringkali tidak mengenai wajah, tetapi area lain termasuk tangan dapat terlibat.1

Gambar 3.Erupsi makular (roseola sifilitika) dengan presentasi halus tidak bersisik, merah muda, bentuk oval, makula dan patch halus pada badan. 1Erupsi papular menunjukkan perubahan lesi makula menjadi papul dan plak, sehingga makula menjadi teraba dan berwarna tembaga gelap. Lesi sering terdapat di genitalia dan tangan. Lesi yang terdapat pada garis rambut membentuk pola seperti mahkota yang dikenal sebagai corona veneris. Erupsi papular bervariasi antara papuloskuamosa (Gambar 4a), lentikular, korimbiformis (Gambar 4b), nodular, anular dan folikular. Papul dapat generalisata atau berkelompok dan terlokalisasi pada daerah tertentu.2

baaa

Gambar 4. Gambaran klinis lesi sifilis sekunder, erupsi papuloskuamosa disertai eritem, berbatas tegas, dan plak disertai sisik (a) Gambaran erupsi papular korimbiformis (b). 1

Lesi pada sifilis sekunder dapat menjadi nekrotik, keadaan ini disebut dengan sifilis maligna. Sifilia maligna menunjukkan papulopustula dan nodul yang menyebar luas menjadi nekrotik dan ulkus dilapisi krusta. Ulkus pada mulut serta mukosa dapat terjadi. Sifilis maligna sering terjadi pada pasien immunocompromised atau dalam kondisi kesehatan yang jelek.Kondiloma lata terdapat pada 9-44% pasien sifilis. Kondiloma lata terdiri atas papul dan plak maserasi serta hipopigmentasi (Gambar 5). Permukaan lesi halus, berpapul, atau dilapisi cauliflower. Sering terdapat pada genital dan area anal. Lesi pada area intertrigenosa berproliferasi membentuk elevasi, coklat, plak halus atau hipertropik. Lesi nodul menyerupai raspberries. Lesi ini terdapat 7-12% pasien sifilis sekunder.1

Gambar 5. Kondiloma lata, papul dan plak di area perianal1

Kerontokan rambut terjadi pada 3-7% kasus sifilis sekunder. Lesi berupa alopesia non-scarringkecil dan iregular (moth-eaten alopecia) di seluruh kepala, banyak ditemukan pada area oksipital dan parietal. Alopesia moth-eaten merupakan lesi khas pada sifilis yaitu alopesia yang membentuk tepi botak yang tidak jelas seperti digigit tikus (Gambar 6). Pada beberapa kasus, lesi menyerupai trikotiloma atau alopesia areata. Kerontokan rambut difus dapat terjadi pada alis, janggut, dan daerah rambut lainnya. Kerontokan rambut tampak secara klinis pada 3-5 bulan setelah infeksi.1

Gambar 6.Moth-eaten alopecia1DIAGNOSISDiagnosis dibangun berdasarkan anemnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan riwayat penderita pernah timbul lesi berupa ulkus dengan dasar bersih dan tidak nyeri pada kelamin.4Pada pemeriksaan fisik ditemukan ulkus durum (ukuran kecil, tidak nyeri, dasar bersih, tepi tidak menggaung, ada indurasi) atau chancre pada sifilis primer, kondiloma lata (papula atau plak yang ditutupi krusta berwarna coklat dan basah) pada sifilis sekunder dan guma ( nodul atau ulkus dalam, serpiginosa, mengeluarkan sekret seropurulen dan jaringan nekrosis) pada sifilis tersier. Diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang, antara lain pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan tes serologik sifilis. 1,3Pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap ( dark field )merupakan pemeriksaan paling spesifik untuk diagnosis sifilis. Dalam sediaan tanpa pewarnaan, gerak T. pallidum dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap (Gambar 7). Pemeriksaan Treponema secara mikroskopik dilihat menggunakan teknik imunnofluoresensi dengan membuat eksudat pada kaca objek kemudian difiksasi dan diwarnai dengan fluoresein sehingga pada lapang pandang gelap akan terlihat fluoresensi yang khas dari T. pallidum.Kuman spirokaeta hidup berbentuk khas seperti sekrup, dapat terlihat pada pemeriksaan eksudat secaramikroskopis.Uji absorpsi antibodi treponema menggunakan fluoresensi akan mendeteksiantigen T.pallidum yang terdapat pada jaringan, cairan mata, liquor cerebro spinal, sekret trakeobronkial dan eksudat pada lesi. Pemeriksaan ini sangat sensitif untuk mendeteksi sifilis pada berbagai tahap.3

Gambar 7. Pemeriksaan mikroskop lapangan pandang gelap positif. Treponema dikenali dari bentuk menyerupai pembuka tutup botol (corkscrew) yang bergerak maju, mundur, dan berotasi di aksis panjang.Tes serologik sifilis (T.S.S.) atau Serologic Tests for Sypilis (S.T.S) merupakan alat bantu diagnosis penting bagi sifilis. Tubuh memproduksi antibodi sifilis beberapa saat setelah infeksi. Pada sifilis primer hasil T.S.S. negatif (seronegatif), kemudian menjadi positif (seropositif) dengan titer rendah, positif lemah. Pada sifilis sekunderdinireaksi menjadi positif sedikit kuat dan menjadi sangat kuat pada sifilis sekunder lanjut. Pada sifilis tersier reaksi menurun menjadi positif lemah atau negatif. Tes serologik sifilis dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang dipakai, yaitu nontreponemal (Tes Reagin) dan tes treponemal.10Pada tes non treponemal digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolipin yang dikombinasi dengan lesitin dan kolestrol, karena itu tes ini dapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positive (BFP). Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap bahan-bahan lipid sel T. Pallidum yang hancur. Antibodi timbul sebagai reaksi terhadap infeksi sifilis. Antibodi ini juga timbul pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut seperti infeksi virus akut dan penyakit kronis seperti penyakit otoimun kronis. Antibodi disebut reagin, terbentuk setelah infeksi dengan T.pallidum, reagin juga terdapat pada penyakit lain dan terdapat selama kehamilan. Tes reagin memberikan hasil kuantitatif dengan menentukan kadar reagin serum. Reagin dapat bersatu dengan suspensi ekstrak lipid dari binatang atau tumbuhan, menggumpal membentuk masa yang dapat dilihat pada tes flokulasi. Masa tersebut juga dapat bersatu dengan komplemen yang merupakan dasar bagi tes ikatan komplemen.5,6 Oleh karena itu, tes ini bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes non-spesifik dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau keberhasilan terapi. Karena tes non spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining. Jika tes non spesifik menunjukkan hasil reaktif, selanjutnya dilakukan tes spesifik treponema, untuk menghemat biaya. Contoh tes nontreponemal adalah tes fiksasi komplemen ( Wasserman, Kolmer ) dan tes flokulasi ( VDRL (Venereal Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan Reagin Screen Test).Positif palsu dapat terjadi pada infeksi lain seperti Malaria, Lepra, Morbili, Mononukleosisinfeksiosa, dan SLE. 3,10Tes Treponemal bersifat spesifik karena antigen adalah treponema, contoh tes treponemal adalah tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP Rapid (Treponema Pallidum Rapid), TP-PA (Treponema Pallidum Particle Agglutination Assay), FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption). Tes serologis yang termasuk dalam kelompok ini mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap treponema. Oleh karena itu, tes ini jarang memberikan hasil positif palsu.Tes ini dapat menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup walaupun terapi sifilis telah berhasil .Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat.Tes treponemal hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif.Tes ini juga tidak dapat membedakan infeksi T pallidum dari infeksi treponema lainnya. Anamnesis mengenai perilaku seksual, riwayat pajanan dan riwayat perjalanan ke daerah endemis treponematosis lainnya dibutuhkan untuk menentukan diagnosis banding (Gambar 8). 10Sifilis sekunder ditandai dengan ditemukannya lesi mukokutaneus yang terlokalisir atau difus dengan limfadenopati. Terkadang chancre masih ditemukan. Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan FTA-ABS positif.2

Pasien dengan timbul ruam baru, lesi atipikal, atau tanda dan gejala sifilis sekunder

RIWAYAT SEKSUAL, FAKTOR RESIKO & PEMERIKSAAN FISIK

RPR/VDRL

TP-PA/FTA-ABS

Bukan Sifilis

Bukan SifilisSifilis Sekunder:Tatalaksana, follow up, terapi pasangan seksual

Gambar 9. Algoritma diagnosis sifilis sekunder7

DIAGNOSIS BANDINGSifilis sekunder timbul 6-8 pekan sesudah sifilis primer. Sifilis sekunder dapat menyerupai berbagai penyakit kulit. Pada sifilis sekunder lesi tidak terasa gatal. Pada sifilis sekunder dini kelainan generalisata, simetrik, telapak tangan dan kaki juga terkena. Pada sifilis sekunder lanjut terdapat kelainan setempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu seperti arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata.2Diagnosis banding untuk sifilis sekunder adalah pitiriasis rosea, kondiloma akuminata, erupsi obat, psoriasis dan viral eruption. Pitiriasis rosea terdiri atas banyak bercak eritematosa dengan skuama halus, berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Pitiriasis rosea tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada sifilis sekunder. Pada kondiloma akuminata permukaan papul berbentuk runcing sedangkan papul pada kondiloma lata permukaannya datar dan eksudatif. Pada anamnesis erupsi obat timbulnya alergi obat dapat disertai demam. Kelainan kulit pada erupsi obat bermacam-macam, diantaranya eritema yang menyerupai roseola pada sifilis sekunder, tetapi pada erupsi obat didapatkan keluhan gatal sedangkan pada sifilis tidak gatal. Persamaan lesi psoriasis dan sifilis sekunder adalah terdapat eritema dan skuama tetapi pada psoriasis tidak ditemukan limfadenitis generalisata.1

PENATALAKSANAANPenisilin G masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan semua tahap sifilis. Pada sifilis diberikan 2,4 juta unit benzatin penisilin G dosis tunggal dalam seminggu atau penisilin prokain dalam akua dosis total 6 juta unit, diberi 0,6 juta unit/ hari selama 10 hari.Tetrasiklin digunakan sebagai terapi lini kedua jika penisilin tidak dapat diberikan. Pada pasien dengan alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin 500 mg peroral, doksisiklin dalam akua dengan dosis 200 mg (100 mg peroral) diberikan selama 14 hari, seftriakson satu gram secara intramuskular atau intravena selama 8-10 hari atau azitromisin dua gram peroral dapat menjadi alternatif. Eritromisin tidak direkomendasikan untuk pengobatan pada beberapa bentuk sifilis. 2,8

KESIMPULANSifilis merupakan penyakit infeksi kronik dan sistemik disebabkan Treponema pallidum, spiroketa mikroaefilik yang hanya menginfeksi manusia dan beberapa primata. Infeksi didapat dari lesi terinfeksi atau cairan tubuh melalui kontak seksual dan dapat menular melalui transplasental pada janin, serta melalui transfusi darah.Sifilis sekunder terjadi dengan gejala sistemik dan limfadenopati. Lesi terdistribusi simetris pada tubuh. Gejala dapat berupa malaise, kerontokan rambut, erupsi kulit dan kondiloma lata, serta keterlibatan organ lain di dalam tubuh.Pengobatan sifilis sekunder berupa pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit intramuskular. Pada pasien yang alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin, eritromisin, atau doksisiklin. Azitromisin juga dapat digunakan untuk sifilis primer dan sekunde

10