58
BAB I PENDAHULUAN Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan bagian atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan tindakan yang membuat stoma selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat masuk ke dalam paru- paru dengan menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi (Robert, 1997). 1,2 Prosedur trakeostomi dahulu disebut dengan berbagai istilah, antara lain laringotomi atau bronkotomi sampai istilah trakeotomi diperkenalkan. Pada tahun- tahun belakangan ini digunakan istilah yang lebih tepat yaitu trakeostomi. Menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Jika dibagi menurut waktu 6

REFERAT TRAKEOSTOMI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFERAT TRAKEOSTOMI

BAB I

PENDAHULUAN

Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi

pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan

bagian atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi

sedangkan tindakan yang membuat stoma selanjutnya diikuti dengan

pemasangan kanul trakea agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan

menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi

(Robert, 1997).1,2

Prosedur trakeostomi dahulu disebut dengan berbagai istilah, antara

lain laringotomi atau bronkotomi sampai istilah trakeotomi diperkenalkan.

Pada tahun- tahun belakangan ini digunakan istilah yang lebih tepat yaitu

trakeostomi. Menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi

dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Jika

dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada

trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan

trakeostomi elektif dengan persiapan sarana cukup yang dapat dilakukan

secara baik. Perbedaan lain dari kedua jenis trakeostomi di atas adalah dari

jenis insisinya. Pada trakeostomi darurat, insisi yang dilakukan adalah insisi

vertikal yang memberikan keuntungan berupa pembukaan lapangan operasi

yang dibutuhkan bagi kontrol jalan nafas secara cepat, sedangkan pada

trakeostomi elektif insisi yang dilakukan adalah insisi horizontal karena

lebih menguntungkan secara kosmetik (Hadikawarta, Rusmarjono, Soepardi,

2004).1,2,3

6

Page 2: REFERAT TRAKEOSTOMI

Terdapat berbagai indikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi

mulai dari yang bersifat darurat maupun elektif. Sejumlah referensi

menjelaskan prosedur trakeostomi namun pada dasarnya semua mengharuskan

adanya persiapan pasien dan alat yang baik. Menurut Endean et al. (2003),

tindakan trakeostomi diindikasikan pada pasien: (1) yang memerlukan

ventilasi mekanis dalam jangka panjang, (2) keganasan kepala dan leher

yang akan dilakukan reseksi yang sulit dilakukan intubasi, (3) trauma

maksilofasial disertai dengan resiko sumbatan jalan nafas, (4) sumbatan jalan

nafas akibat dari trauma, luka bakar atau keduanya, (5) gangguan neurologis

yang disertai dengan risiko sumbatan jalan nafas, (6) severe sleep apnea yang

tidak dapat dilakukan intubasi.2,3

7

Page 3: REFERAT TRAKEOSTOMI

BAB II

PEMBAHASAN

I. ANATOMI TRAKEA

Davies, 1997, menjelaskan bahwa trakea merupakan tabung berongga

yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid

yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke

dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina.

Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah

lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas

trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior,

biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren

terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan

menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat

pada kartilago tiroid dan hyoid. 1,2,3

Gambar 1. Conducting Passage2

8

Page 4: REFERAT TRAKEOSTOMI

Gambar 2. Anatomi Trakea 4

Trakea dari pinggir ke bawah cartilago cricoidea setinggi vertebra

cervicalis ke-6. Trakea merupakan tabung yang terdiri dari jaringan ikat dan

otot polos, dengan disokong oleh 15 – 20 kartilago berbentuk huruf “C”.

Kartilago membentuk sisi anterior dan lateral. Berfungsi melindungi trakea

dan menjaga terbukanya jalan udara. Dinding posterior tidak memiliki

kartilago. Esofagus terletak langsung pada dinding posterior yang tidak

memiliki kartilago. Trakea dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia yang

memiliki banyak sel Goblet. 2,3,4

Dindingnya dibangun oleh sebaris tulang rawan yang bentuknya serupa

dengan huruf “C” dengan ujung-ujungnya yang terbuka lebar menuju ke

belakang, cincin-cincin trakea ini saling dihubungkan oleh suatu selaput elastis

9

Page 5: REFERAT TRAKEOSTOMI

: Ligamentum Annularium trakealis. Antara kedua ujung posterior yang

terbuka terdapat dinding selaput. Didaerah leher kita dapat menemukan ventral

dan trakea : Isthmus glandula tiroid setinggi cincin-cincin trakea ke-2, ke-3,

ke-4 kemudian dibawahnya : valvula tirodea inferior. Didalam toraks, trakea

mempunyai hubungan dengan pembuluh-pembuluh besar didalam

mediastinum superior. Lateral sebelah kanan dari trakea tampak nervus vagus

dexter.3,4

Trakea terdiri dari 9 kartilago yang terhubung satu sama lain dengan otot

dan ligamen. 6 kartilago berpasangan, 3 kartilago tidak berpasangan.3,4,5

- Kartilago tiroid : kartilago terbesar dan terletak paling superior, sering

disebut “Adam’s apple”

- Kartilago krikoid : kartilago paling inferior yang tidak berpasangan,

yang membentuk dasar laring.

- Epiglotis : kartilago ketiga yang tidak berpasangan. Terdiri dari

kartilago elastis daripada hialin. Selama menelan epiglotis menutup

pembukaan laring dan mencegah masuknya berbagai materi ke dalam

laring

6 kartilago yang saling berpasangan terletak pada 2 pilar antara kartilago

krikoid dan tiroid.

- Kartilago aritenoid : terbesar dan terletak paling inferior

- Kartilago kornikulatum : terletak di tengah

- Kartilago kuneiformis : terletak paling superior dan terkecil

10

Page 6: REFERAT TRAKEOSTOMI

II. FISIOLOGI PERNAFASAN

Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru,

paru itu sendiri, dan struktur-struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan

gerakan udara masuk-keluar melalui saluran pernapasan. Saluran hidung

berjalan ke faring (tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi

sistem pernapasan maupun sistem pencernaan. Terdapat dua saluran yang

berjalan dari faring-trakea merupakan tempat lewatnya udara ke paru, dan

esofagus merupakan saluran tempat lewatnya makanan ke lambung.

Laring atau kotak suara yang terletak di pintu masuk trakea memiliki

penonjolan di bagian anterior yang membentuk jakun (adam’s apple). Pita

suara merupakan dua pita jaringan elastik yang terentang di bukaan laring,

dapat diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot-otot

laring. Pada saat udara mengalir cepat melewati pita suara yang tegang, pita

suara tersebut bergetar untuk menghasilkan bermacam-macam bunyi. Pada

saat menelan, pita suara mengambil posisi rapat satu sama lain untuk menutup

pintu masuk ke trakea.1,4,5

Gambar 3. Plika vokalis6

11

Page 7: REFERAT TRAKEOSTOMI

II.1. Pengaturan ventilasi.

Sistem utama yang mengatur ventilasi merupakan suatu sistem umpan

balik negatif, yang terdiri dari 3 subdivisi : intergrator pusat, sensor-sensor

distal dan sistem sirkulasi paru perifer. Sistem sirkulasi paru terdiri dari 3

komponen : gas CO2 dan O2 yang tersimpan dalam larutan tubuh atau dalam

kombinasi kimiawi dalam sel atau cairan ekstraseluler, aliran sirkulasi CO2

dan O2 antara paru dan jaringan tubuh dan hembusan mekanisme yang terdiri

dari otot-otot pernapasan, paru dan rongga dada. Yang terakhir ini merupakan

sarana ventilasi.1,3,4,5

Sensor terdiri dari 2 komponen : kemoreseptor dan mekanoreseptor.

Kemoreseptor terutama terdapat didaerah karotis dan aorta. Kemoreseptor ini

bereaksi terhadap perubahan kadar CO2 dan O2 dalam darah (PCO2 dan PO2).

Badan karotis merupakan kemoreseptor utama. Mekanoreseptor berubah

terhadap volume rongga dada dan kekuatan kontraksi otot pernapasan. Sistem

integrasi sentral terdiri dari neuron motor sentral yang terletak dibatang otak

dekat ventrikel ke-4. Traktus saraf desendennya mengatur aktivitas

pernapasan. 1,3,4,5

II.2. Penyimpanan dan sirkulasi CO2 dan O2

Oksigen dan karbondioksida disimpan dalam tubuh melalui 3 cara :

sebagai gas dalam paru, sebagai larutan tubuh dalam cairan jaringan dan

sebagai ikatan kimia dengan hemoglobin, atau sebagai bikarbonat (HCO3)

dalam darah dan jaringan. Kesemuanya dapat berfungsi sebagai buffer yang

memperlambat perubahan tekanan gas, dan pH di dalam paru, darah dan

jaringan. Tiap jaringan mempunyai kemampuan masing-masing dalam

12

Page 8: REFERAT TRAKEOSTOMI

penyimpanan O2 dan CO2. Misalnya otak, mempunyai kapasitas yang lebih

kecil untuk menyimpan CO2, tetapi akibat aliran darahnya yang cepat, dapat

mengimbangi PaO2 dan Pa CO2 dengan ventilasi yang cukup. Sebaliknya, otot

mempunyai potensi yang lebih besar untuk menyimpan CO2 dari O2. Jadi,

perubahan ventilasi menyebabkan perubahan PO2 dalam otot yang lebih cepat

daripada PCO2 atau pH.1,3,4

II.3. Faktor mekanis dinding dada.

Reseptor mekanis dinding dada mengatur kekuatan tenaga otot inspirasi.

Ada 2 sistem : reseptor tendon diagfragma dan serabut gamma interkosta.

Reseptor tendon dalam otot diagfragma dan interkosta menghambat aktivitas

motorik dan mencegah kerusakan akibat regangan berlebihan atau kontraksi

yang kuat.1,3

Kumparan otot (serat gamma) didapatkan dalam otot interkosta membantu

mempertahankan volume tidal dan melawan reflek tendon. Regangan pada

kumparan otot selama inspirasi mempertinggi aktivitas motorik pada neuron

motorik alfa melalui hubungan antar korda spinalis. Neuron motorik alfa

mengaktifkan serat-serat ekstrafusal yang merupakan persarafan utama

dinding dada. Otot respirasi berkontraksi mengurangi tekanan pada kumparan

otot. Dengan demikian gangguan terhadap gerakan dinding dada, perubahan

pada posisi tulang iga, atau susunan tulang iga dapat diatasi. 1,3,4

13

Page 9: REFERAT TRAKEOSTOMI

Gambar 4. Anatomi Otot-Otot Pernapasan1

II.4. Faktor mekanis paru.

Sekurang-kurangnya ada 3 tipe reseptor dalam paru yang mengatur

ventilasi dengan mengirimkan isyarat ke SSP melalui nervus vagus.

Reseptor iritatif pada epitel saluran napas menimbulkan konstriksi bronkus

dan hiperventilasi jika terkena rangsangan mekanis, kimia atau zat yang

merangsang. Reseptor tersebut berperan pula pada batuk dan peninggian

ventilasi akibat kenaikan CO2.1,3

Reseptor regangan terdapat dalam otot polos saluran napas, yang bereaksi

terhadap perubahan volume paru dan membentuk reflex Hering-Breuer pada

binatang dan bayi. Reflex ini menyebabkan apnea selama inflasi paru yang

kuat. Pada manusia bekerja mengontrol dilatasi bronkus pada ekspansi paru,

dan bekerja sama dengan reseptor iritatif untuk mengatur diameter saluran

udara sewaktu bernapas. Bila reseptor regang terangsang akan meningkatkan

inflasi paru, menurunkan resistensi, memperbesar diameter saluran udara dan

14

Page 10: REFERAT TRAKEOSTOMI

menambah rongga hampa. Selama paru mengembang, reflek ini akan

merangsang serabut gamma dinding dada untuk bereaksi sehingga

meningkatkan aktivitas otot ekspirasi, yang kemudian akan mengembalikan

paru pada keadaan istirahat.1,2,4

Reseptor juksta kapiler (J. receptor), terletak dalam jaringan interstisial

alveolus, dirangsang oleh fibrosis interstisial atau edem. Akibatnya akan

meningkatkan pernapasan, cepat dan dangkal. Reseptor mekanis ini

berpengaruh dalam mengatur pola pernapasan, dengan mengatur frekuensi dan

volume tidal selama istirahat maupun saat bernapas cepat. Hasil akhir akan

membatasi kerja otot pernapasan pada setiap derajat ventilasi alveolus.1,4,6

III.PATOFISIOLOGI OBSTRUKSI SALURAN NAFAS ATAS

Obstruksi saluran napas atas mengakibatkan hipoventilasi alveolus dan

menimbulkan tiga perubahan biokimiawi : hipoksi arterial (hipoksemi), retensi

CO2 (hiperkapni) dan asidosis respirasi dan metabolik (penurunan serum).

Asidosis metabolic disebabkan oleh terbentuknya asam laktat dan penimbunan

asam karbonat. Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan asfiksia.1

Hipoksi menyebabkan gangguan fungsi seluler terutama pada SSP. Badan

karotis dan aorta merupakan reseptor kimiawi terpenting yang mendeteksi

perubahan O2. 1,4

Hipoksemi pada tingkat tertentu akan meningkatkan usaha pernapasan,

takikardi, vasokonstriksi perifer dan hipertensi, peningkatan resistensi

pembuluh darah paru, peningkatan aktivitas adrenal, dan peningkatan aktivitas

korteks serebri akibat rangsangan reseptor kimia san sistem saraf simpatis.

15

Page 11: REFERAT TRAKEOSTOMI

Efek ini diperkuat oleh asidosis dan hiperkapni, yang biasanya menyertai

hipoksemi sebagai akibat hipoventilasi alveolus.2,4

Jika hipoksia berlangsung beberapa hari terjadi penyesuaian fisiologik

dan perbaikan gejala. Peningkatan aliran darah dan polisitemia memperbaiki

oksigenisasi jaringan. Hiperkapni dapat merangsang langsung SSP

(merangsang pernapasan). Umumnya dapat meninggikan frekuensi pernapasan

dengan akibat lainnya berupa sakit kepala, peka terhadap rangsangan,

bingung, gatal, lemas dan lesu. Hiperkapni berat menyebabkan pasien tidak

sadar, reflex menurun, kaku, tremor, dan kejang. Akhirnya terdapat narkosis

CO2 dan koma.1,3,5

Ion H+ merupakan stimulan pernapasan spesifik untuk pusat

pernapasan di medulla. Tetapi H+ dalam cairan serebrospinal tidak dapat

menembus sawar darah – otak dengan baik, sedangkan CO2 dapat dengan

cepat memasukinya. Kadar CO2 yang meningkat menyebabkan asidosis cairan

serebrospinal dan stimulasi pernapasan. Oleh karena CO2 harus berdifusi

dalam cairan serebrospinal yang tidak mempunyai sistem buffer maka kadar

ion H+ abnormal dalam cairan serebrospinal akan timbul secara bertahap tetapi

berlangsung lebih lama dan lebih hebat daripada kelainan darah perifer.2,3,4

III.1. Sumbatan Laring

Sumbatan laring dapat disebabkan oleh : 4,5

- Radang akut dan radang kronik.

- Benda asing.

- Trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri dengan

senjata tajam.

16

Page 12: REFERAT TRAKEOSTOMI

- Trauma akibat tindakan medik.

- Tumor laring, baik berupa tumor jinak atau pun tumor ganas.

- Kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

Gejala dan tanda sumbatan laring ialah:

- Suara serak (disfoni) sampai afoni.

- Sesak napas (dispnea).

- Stridor (napas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.

Stridor merupakan suara nafas bernada rendah saat insipirasi yang

disebabkan oleh udara yang melewati saluran nafas yang menyempit pada

saluran nafas atas yang biasanya memiliki saluran yang besar. Sering terjadi

akibat sumbatan pada laring dan trakea bagian atas. 3,5

1. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal,

epigastrium, supraklavikula, dan interkostal. Cekungan ini terjadi

sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen

yang adekuat.

2. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger).

3. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium

dengan tanda dan gejala: 3,4

- Stadium 1 : Cekungan tampak waktu inspirasi di suprasternal, stridor

pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang.

- Stadium 2 : Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal

17

Page 13: REFERAT TRAKEOSTOMI

makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah

epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar waktu

inspirasi.

- Stadium 3 : Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga

terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan

dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.

- Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat

gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini

berlangsung terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat

pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur,

akhirnya meninggal karena asfiksia.

III.2. Penanggulangan Sumbatan Laring

Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan

penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang dapat

menjamin ventilasi. Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya

diusahakan supaya jalan napas lancar kembali.4,6

Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi,

antibiotika, serta pemberian oksigen inttermitten dilakukan pada sumbatan

laring stadium 1 yang disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau

resursitasi untuk membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara

memasukkan pipa endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui

hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma atau melakukan

krikotirotomi. Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien

dengan sumbatan laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan

18

Page 14: REFERAT TRAKEOSTOMI

pada sumbatan laring stadium 4. Tindakan operatif atau resusitasi dapat

dilakukan berdasar análisis gas darah (pemeriksaan Astrup).4,6,7,8

IV. DEFINISI TRAKEOSTOMI

Trakeostomi adalah pembuatan lubang di dinding anterior trakea untuk

mempertahankan jalan napas. Pertama kali dikemukakan oleh Aretaeus dan

Galen pada abad pertama dan kedua sesudah masehi. Walaupun teknik ini

dikemukakan berulang kali setelah itu, tetapi orang pertama yang diketahui

secara pasti melakukan tindakan ini ialah Antonio Brasavola pada tahun 1546.

Prosedur ini disebut dengan berbagai istilah, antara lain laringotomi dan

bronkotomi sampai istilah trakeostomi diperkenalkan oleh Heister pada tahun

1718. Pipa trakeostomi yan pertama dengan kanul dalam diperkenalkan oleh

George Martine di Inggris kira-kira tahun 1730 untuk menghindari sumbatan

pipa pascabedah.4,6,8

Trakeostomi merupakan tindakan bedah trakea untuk membuat

trakeostoma. Trakeotomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang

mengalami obstruksi jalan napas di atas trakea dan tidak dapat diatasi dengan

cara lain, misalnya intubasi. Trakeostomi juga dilakukan pada penderita yang

memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang

memerlukan bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang

memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas secara memadai.

Trakeostoma merupakan fistel antara trakea dan kulit leher yang

dipertahankan dengan kanul. 1,6,7,8

Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi

pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan

19

Page 15: REFERAT TRAKEOSTOMI

bagian atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi

sedangkan tindakan yang membuat stoma selanjutnya diikuti dengan

pemasangan kanul trakea agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan

menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi

(Robert, 1997). Istilah trakeotomi dan trakeostomi dengan maksud membuat

hubungan antara leher bagian anterior dengan lumen trakea, sering saling

tertukar. Definisi yang tepat untuk trakeotomi ialah membuat insisi pada

trakea, sedang trakeostomi ialah membuat stoma pada trakea.1,4,6,7,8

Dapat disimpulkan, trakeostomi adalah tindakan operasi membuat

jalan udara melalui leher dengan membuat stoma atau lubang di dinding

depan/ anterior trakea cincin kartilago trakea ketiga dan keempat, dilanjutkan

dengan membuat stoma, diikuti pemasangan kanul. Bertujuan

mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan

memintas jalan nafas bagian atas saat pasien mengalami ventilasi yang tidak

adekuat dan gangguan lalulintas udara pernapasan karena obstruksi jalan nafas

bagian atas.6,7

20

Page 16: REFERAT TRAKEOSTOMI

Gambar 5. Trakeostomi 7

V. INDIKASI TRAKEOSTOMI

Indikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi adalah :6,7,8

1. Mengatasi obstruksi laring.

2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas

seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya

stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam

paru.

3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada pasien yang

tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pasien

koma.

4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).

5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak

mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.

21

Page 17: REFERAT TRAKEOSTOMI

6. Bantuan jalan napas diperlukan lebih dari 2 minggu.

7. Refleks laring atau kemampuan untuk menelan hilang (misalnya

penyakit serebrovaskular).

8. Cedera kepala dan leher.

Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau sebagai suatu

prosedur berencana. Trakeostomi berencana mungkin diperlukan bila

diramalkan akan terjadi problem pernafasan pada pasien pasca bedah daerah

kepala, leher, atau toraks, atau pasien dengan insufisiensi paru kronik. Indikasi

yang jarang ialah pada pasien, yang intubasi orotrakea sukar dilakukan atau

tak mungkin dilakukan untuk tujuan anestesi umum. Trakeostomi juga harus

dilakukan sebelum pembedahan tumor – tumor orofaring atau laring untuk

menghindari manipulasi tumor yang tidak perlu. 5,7

Trakeostomi untuk terapi perlu dilakukan pada tiap kasus insufisiensi

pernafasan yang disebabkan oleh hipoventilasi alveolus untuk memintas

sumbatan, mengeluarkan sekret, atau untuk tujuan penggunaan pernapasan

buatan secara mekanis. 7,8,9

Bila mungkin, trakeostomi harus didahului oleh intubasi endotrakea.

Walaupun intubasi endotrakea dapat segera memperbaiki gangguan jalan

nafas, trakeostomi harus dilakukan bila diperhitungkan perlu perawatan jalan

nafas lebih dari 48 jam, karena :4,7,8,9

1. Mengeluarkan sekret jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan

kemungkinan terjadinya obstruksi pipa lebih kecil.

2. Pasien sangat sulit menelan dengan adanya pipa endotrakea.

22

Page 18: REFERAT TRAKEOSTOMI

3. Membersihkan pipa endotrakea pada posisinya sulit dan untuk mengganti

pipa diperlukan laringoskopi berulang.

4. Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya

dapat menjadi granuloma, adhesi, dan stenosis laring.

5. Trakeostomi kurang menyebabkan rangsangan refleks batuk, yang

mungkin penting pada pasien dengan kelainan saraf dan pasca bedah.

6. Dengan trakeostomi pasien yang sadar dapat berbicara.

Kontraindikasi trakeostomi adalah pasien dengan obstruksi laring oleh tumor

ganas.

VI. PERALATAN TRAKEOSTOMI

Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah

semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi,

gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting

kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien. 2,5,6,9

Gambar 6. Alat-alat Trakeostomi8

23

Page 19: REFERAT TRAKEOSTOMI

Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan

bervolume banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang

terbuat dari klorida polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik

umum digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk

trakeostomi jangka panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.

Gambar 7. Kanul trakeostomi9

VII. PROSEDUR TRAKEOSTOMI

VII.1. Trakeostomi elektif

Pada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive Care Unit

atau di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor dengan pulse

oxymetri dan elektrokardiogram. Anestesiologis biasanya melakukan

gabungan antara medikasi intravena dan anestesi lokal.5,7

24

Page 20: REFERAT TRAKEOSTOMI

Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan

yang memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting ialah memperoleh udara

pernafasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan menhindari trauma pada

laring, trakea, dan struktur yang berdekatan. Bila mungkin, dilakukan intubasi

endotrakea sebelum trakeostomi terapi, terutama pada anak. Jika tidak

mungkin melakukan intubasi, ventilasi dan oksigenasi melalui kantong dan

masker sangat membantu. Jika udara pernafasan telah terkontrol, dapat

dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat dan trauma minimal.4,7,8

Pasien tidur telentang dengan bantal di bawah bahu untuk memperoleh

ekstensi leher yang maksimal. Anestesi tidak diperlukan pada pasien yang

tidak sadar. Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk pasien sadar,

termasuk anak. Anestesi lokal diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi

dan bahan disuntikkan ke jaringan yang lebih dalam di garis tengah sampai

pada dinding trakea anterior. Dapat digunakan lidocaine (Xylocaine) 1%

dengan epinefrin 1 : 150.000.6,8,9

Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika trakeostomi

dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan

dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi dilakukan

tersendiri, bila mungkin dibuat insisi horizontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm,

kira – kira dau jari di atas fosa suprasternal. Hasil kosmetik insisi horizontal

lebih baik dibandingkan insisi vertikal. Dalam keadaan gawat dan bantuan

tidak tersedia, dilakukan insisi vertikal di garis tengah sepanjang 4 cm supaya

cepat dan perdarahan minimal.6,7,9,10

25

Page 21: REFERAT TRAKEOSTOMI

Insisi kulit diperdalam sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini,

untuk menentukan letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk menghindari

diseksi terlalu lateral. Otot penggantung dipisahkan secara vertikal di garis

tengah dan disingkirkan ke lateral, maka tampak fasia pre-trakea yang

menutupi trakea dan ismus tiroid. Tampak banyak vena turun ke fasia dari

tiroid, tetapi dengan tetap bekerja di garis tengah pada bidang vertikal,

sebagian besar vena dapat dihindari. Ismus tirois hampir selalu berada di atas

cincin trakea ke-3 dan biasanya dapat disingkirkan ke atas dengan retractor

kecil dan tumpul untuk membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu

dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari, kecuali pada ismus yang luar

biasa lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan diikat pada pinggir

potongan.6,9

Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding

anterior antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar.

Dinding anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin.

Insisi trakea jangan lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan

pipa trakeostomi pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan

perikondritis. Jangan membuang tulang rawan dari dinding anterior trakea,

karena dapat menimbulkan defek besar pada trakea yang tidak perlu pasca

ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yang mengganggu dan memperlambat

penyembuhan. Insisi trakea diperlebar dengan dilator Truosseau atau klem

yang besar, kemudian pipa dimasukkan , dijaga agar tidak mngenai dinding

posterior trakea. Balon dikontrol dengan cara inflasi untuk mengetahui ada

tidaknya kerusakan pada balon pada waktu memasukkan pipa.7,8,9

26

Page 22: REFERAT TRAKEOSTOMI

Segera setelah pipa masuk sering timbul batuk hebat, dan beberapa

pasien dapat timbul apnea karena kehilangan rangsangan hipoksia untuk

bernafas. Pipa trakeostomi harus dipilih dengan hati – hati. Akhir – akhir ini

pemakaian pipa perak ukuran standar tipe Holinger dan Jackson telah

ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau Portex. Alasannya

untuk mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi kanul dalam, dan

ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting dan seringkali perlu

disesuaikan panjangnya untuk tiap individu.8,9,10,11

Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira – kira sesuai dengan tiga per

empat diameter trakea. Ukuran rata – rata np. 6 untuk wanita dewasa atau no.

7 dan 8 untuk pria. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah

aspirasi, atau jika diperlukan respirator dengan tekanan positif. Insisi kulit

tidak dijahit dan tidak diperban dengan tekanan karena dapat menimbulkan

emfisema subkutan, pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Kasa kecil dapat

diletakkan antara pinggir pipa dan kulit leher.7,9,10

Gambar 8. Posisi Kepala dan Leher Pada Trakeostomi 9

27

Page 23: REFERAT TRAKEOSTOMI

Gambar 9. Prosedur Trakeostomi Elektif. 7,9

A, Setelah insisi kulit horizontal, maka suatu diseksi vertikal pada garis tengah leher akan memaparkan

trakea. B, Ismus tiroid diretraksi dari lapangan operasi. Selanjutnya jaringan anterior dalam celah kedua

dan ketiga bersama cincinnya diangkat (berbentuk elips vertikal). C, Pada anak tidak ada pengangkatan

elips. Jahitan sutera dibuat anterolateral pada kedua sisi garis tengah menembus dua cincin trakea. D,

Tuba logam tampak memasuki stoma. t, Tuba trakeostomi pada tempatnya.

28

Page 24: REFERAT TRAKEOSTOMI

Gambar 10. Letak kanul9

Gambar 11. Letak kanul yang salah11

VII.2. Trakeostomi Darurat

Pada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2 – 3

menit, dimana anoksia akan terjadi dalam 4 – 5 menit. Pada trakeostomi

darurat lebih baik dilakukan insisi secara vertikal, yang dimulai pada level

29

Page 25: REFERAT TRAKEOSTOMI

kartilago krikoid, lanjutkan ke inferior sekitar 2,5 – 3,75 cm. Gunakan tangan

kiri untuk menstabilkan laring dan mengekstensi leher bila tidak ada

kontraindikasi (seperti cedera servikal). Sementara tangan kanan digunakan

untuk membuat insisi. Jari telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk

mendorong ismus tiroid ke inferior dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara

vertikal ini sangat krusial dalam keadaan darurat, karena tindakan dapat

dilakukan lebih cepat dan kurangnya resiko trauma terhadap struktur leher

yang lain. 7,9,10

Trakeostomi darurat harus dihindari, bagian terbesar kesalahan pada

trakeostomi disebabkan oleh trakeostomi darurat. Komplikasinya meliputi

trauma arteria inominata, pembuluh darah tiroidea inferior, esofagus, nerfus

laringeus rekuren dan pleura. Tindakan tersebut dapat menyebabkan

perdarahan. Pneumomediatinitis dan pneumotoraks. Osbtruksi saluran

pernafasan pada awal fase paskah bedah bisa timbul akibat tersumbatnya pipa

secara tidak disengaja. Intubasi endotrakea tidak bebas dari komplikasi

obtruksi ekstubasi atau pneumotoraks. Pneumotoraks dapat terjadi akibat

batuk untuk mengatasi obstruksi pipa endotrakea oleh sekresi. Mungkin terjadi

ekstubasi secara tidak disengaja. Problema utama pemasangan pipa

endotrakea jangka lama adalah trauma pada laring.7,10

Untuk sementara trakeostomi menyebabkan pasien sulit berbicara,

tetapi bila saluran pernafasan diatas trakeostomi masih mempunyai sisa

patensi, pasien dapat berbicara dengan menutup pipa dengan jarinya sewaktu

ekspirasi. 8,9,10

30

Page 26: REFERAT TRAKEOSTOMI

VIII. TRAKEOSTOMI PADA BAYI DAN ANAK

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan ukuran

dan konsistensi trakea pada bayi dan anak. Pada semua kasus trakeostomi

seharusnya hanya dilakukan setelah bronkoskop, pipa enotrakea atau kateter

dimasukkan untuk memperbaiki saluran udara pernafasan dan memberi

kekakuan pada trakea, sehingga memudahkan diseksi dan identifikasi trakea.

Pada anak kecil, sangan mudah melakukan diseksi yang terlalu dalam dan

lateral dari trakea, sehingga merusak nervus laringius rekuren, arteri karotis

komunis atau apeks pleura. Saat melakukan insisi pada dinding trakea, harus

hati – hati agar pisau tidak masuk terlalu dalam dan merobek dinding

posterior. Dengan bronkoskop dalam trakea dapat membantu untuk terhindar

dari komplikasi ini.6,8,9,10

Kesulitan lain pada anak ialah pipa trakeostomi sering keluar dari

trakea, karena leher bayi yang pendek dan sering gemuk, terutama bila leher

dalam keadaan fleksi. Dapat juga dilakukan jahitan dengan benang sutra pada

tepi insisi trakea untuk menandai dan benang ini dilekatkan ke leher untuk

mencegah hilangnya lumen trakea jika pipa bergeser. Trakea harus diperiksa

setelah pipa dimasukkan, untuk menjaga agar tidak terjadi lipatan ke dalam

dari cincin trakea yang dipotong, yang dapat menyebabkan pergeseran pipa

dan obstruksi pada saat dekanulasi.8,10

Sering terjadi kesulitan untuk mendapatkan pipa trakeostomi yang

sesuai. Pipa yang terlalu panjang dapat masuk ke karina atau salah satu

bronkus, menyebabkan atelektasis paru sisi lain. Jika lengkung pipa terlalu

panjang, akan menekan trakea pada batas atas insisi trakea, sedangkan ujung

bawah pipa menempel pada dinding anterior trakea, dan lengkung yang terlalu

31

Page 27: REFERAT TRAKEOSTOMI

tumpul dapat menyebabkan ulserasi dinding posterior trakea dan esofagus.

Oleh karena itu harus dibuat foto Rontgen leher dan dada pasca bedah pada

bayi.8,9,10

Pipa plastik rancangan Aberdeen ialah yang terbaik digunakan pada

bayi dan anak. Alat ini fleksibel, dapat dipotong untuk meyesuaikan panjang,

dan memungkinkan aliran udara yang lebih baik, karena kanul dalam.8,10

Tabel I. Ukuran Pipa Trakeostomi 9

Umur Diameter Luar Diameter Kanal

Respirator

Prematur 4,5 mm 4,5 – 5,0 mm

Bayi sampai 3

bulan

4,5 – 5,0 mm 5,0 – 5,5 mm

3 – 6 bulan 5,0 – 5,5 mm 5,5 mm

6 – 12 bulan 5,0 – 5,5 mm 5,5 – 6,0 mm

1 – 2 tahun 5,5 – 6,0 mm 5,5 – 6,0 mm

3 tahun 5,5 – 6,0 mm 6,0 – 6,5 mm

Setelah usia enam bulan, anak memerlukan ukuran tuba sekurang-

kurangnya sama dengan usia mereka pada ulang tahun berikutnya (hingga

ukuran 6). Identifikasi ukuran dari seluruh tuba intratrakea kini telah

distandarisasi. Suatu komite dari American Standard Institute mengharuskan

semua pabrik untuk memberi pengenal pada tuba intratrakea yaitu dengan

diameter internal dalam millimeter. Suatu aturan sederhana untuk mengingat

dalam memilih tuba endotrakea untuk anak dalam situasi gawat darurat adalah

dengan melihat jari kelingking anak tersebut. Ukuran kelingking anak kira-

kira mendekati diameter luar dari tuba endotrakea yang dipilih. 8,9,10

32

Page 28: REFERAT TRAKEOSTOMI

IX. PERAWATAN TRAKEOSTOMI

Hal-hal penting pada perawatan trakeostomi adalah :7,8,9,10

1. Humidifikasi.

2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari.

3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang diperlukan.

4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan kaidah

a dan antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan steril.

5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa.

Pipa dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila

digunakan pipa metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa

mengganti pipa utama.

6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.

7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari

pasien, seperti :

a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu

nomor lebih kecil.

b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak

yang dapat digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa

kembali.

c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali.

d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa

trakeostomi tidak berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang

dilupakan bahwa pasien dapat di ventilasi melalui laring.

Anak – anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di

rumah, dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orangtua

33

Page 29: REFERAT TRAKEOSTOMI

dalam penggunaan alat penyedot yang steril, pengaturan kelembaban dan

penggantian pita trakeostomi. 6,7,9,10

Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2

sampai 3 hari sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang

permanent, dan sedikit sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan

pipa kembali. Mengganti pipa sebelum 2 - 3 hari dapat menyebabkan

bahaya hilangnya lumen trakea. Mengganti pipa trakeostomi pada bayi

untuk pertama kali harus tersedia sebuah bronkoskop.9,10

Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk mencegah

trakeitis dan pembentukan krusta, yaitu ruangan dengan alat humidifikasi

Watson atau sebuah kerah trakea dengan uap basah. Untuk

menambahkan kelembaban atmosfir perlu diteteskan 3 atau 4 tetes

larutan garam hipotonik atau larutan Ringer Laktat ke dalam pipa setiap

3 atau 4 jam. Pasien dengan sekret yang kental dan banyak perlu

pemberian mukolitik intratrakea untuk mencairkan sekret. 8,9,10

X. DEKANULASI

Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang

diperlukan, terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk

mengurangi timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea,

trakeomalasi, dan fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien

membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang

memungkinkan udara dapat memintas pipa menuju saluran nafas bagian atas.

Hal ini menolong menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar

akibat menurunnya resistensi pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai

34

Page 30: REFERAT TRAKEOSTOMI

apakah jalan nafas adekuat, kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret.

Jika pipa dapat ditutup selama 8 – 12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel

trakeokutan ditutup. Segera setelah dekanulasi, pasien harus diamati dengan

ketat dan alat yang diperlukan untuk mendapatkan jalan nafas kembali selalu

harus tersedia. 9,10

Faktor Penyulit Dekanulasi:7,9,10

1. Kondisi yang membutuhkan trakeostomi secara persisten

2. Dislokasi dinding anterior trakea

3. Jaringan granulasi di sekitar stoma

4. Edema mukosa trakea

5. Ketergantungan emosional terhadap trakeostomi

6. Ketidakmampuan mentoleransi resistensi saluran nafas atas

7. Stenosis subglotis

8. Trakeomalasia

9. Inkoordinasi refleks pembukaan laring

10. Perkembangan laring yang terganggu akibat trakeostomi jangka

panjang.

XI. KOMPLIKASI TRAKEOSTOMI

Seperti tindakan bedah lainnya, trakeostomi juga memiliki resiko

komplikasi dan cedera. Karena setiap individu bervariasi dalam hal sirkulasi

jaringan dan proses penyembuhan, maka tidak dapat dijamin tidak akan terjadi

komplikasi akibat tindakan trakeosotmi. Trakeostomi darurat dan trakeotomi

35

Page 31: REFERAT TRAKEOSTOMI

yang dilakukan pada pasien sakit berat memiliki resiko lebih besar terhadap

komplikasi setelah prosedur.9,10

Pneumomediastinum tidak tergolong sebagai komplikasi, namun

merupakan akibat. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak, dan harus ditindak

lanjut guna memastikan tidak adanya perkembangan ke arah pneumotoraks.

Paralisis sarafrekuren jarang terjadi dan harus dicegah dengan memperhatikan

teknik bedah. Tuba harus terpasang pada jalan napas, tidak menyumbat

bronkus serta tidak mengenai dinding anterior trakea. Pengalaman klinis dan

evaluasi radiologik akan terdiagnosis dan mencegah kejadian ini.9,10

Jenis komplikasi :7,8,9,10

1. Segera

a. Komplikasi perioperatif seperti perdarahan, emfisema,

pneumotorak, emboli udara dan kerusakan tulang rawan krikoid.

b. Diskoneksi.

c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea

atau bronkus utama kanan.

d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat.

e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina.

f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan.

Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia

kronik, tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat

diikuti dengan henti nafas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik

pada reseptor kimia perifer karena naiknya PO2 tiba – tiba. Oleh karena

36

Page 32: REFERAT TRAKEOSTOMI

hipoksia sangat mempengaruhi rangsangan pernafasan, maka dapat terjadi

apnea. 9,10

Gambar 12. Komplikasi trakeostomi 9,14

Keterangan Gambar :

A. Trakea tertekuk ke depan

B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar

C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul

D. Tukak karina karena kateter isap

E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul

( herniasi akibat ditiup berlebihan )

F. Manset kanul terlepas di trakea

G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat

H. Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)

37

Page 33: REFERAT TRAKEOSTOMI

2. Menengah

a. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi hal ini

jarang terjadi bila humidifikasi, hidrasi dan penghisapan lendir

baik.

b. Infeksi pada stoma atau trakeobronkial.

c. Ulserasi trakea kerena penekanan kaf.

d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a. inominata

atau fistel trakeoesofagus.

3. Lanjut

Komplikasi Lanjut. Komplikasi ini cukup bcnnakna dalain hal variasi

dan jumlahnya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan.

Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada pembuluh utama,

biasanya arteri inominata. (Sebenarnya menghitung cincin trakea mulai

dari kartilago krikoid merupakan tindakan yang esensial). Tindakan

mengekstensikan kepala pasien dan menarik trakea ke atas dengan

suatu pengait trakea dapat menggambarkan cincin trakea kesembilan.

Trakeostomi rendah (di bawah cincin trakea kelima) seringkali salah.

Komplikasi lanjut pada trakeostomi diantaranya :

a. Granuloma trakea yang bias menyebabkan kesulitan bernapas bila

pipa diangkat.

b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea.

c. Stenosis trakea.

d. Fistel trakeokutan menetap

38

Page 34: REFERAT TRAKEOSTOMI

e. Fistel trakeoesofagus

Pemasangan manset yang lama dengan akibat nekrosis dinding

trakea juga ikut berperan dalam erosi pembuluh darah. Mathog

menganjurkan pemakaian tuba plastik lunak yang lebih aman.

Penanganan dari perdarahan mayor tindakan darurat dan memerlukan

pemakaian tuba (dengan manset dalam keadaan terkembang) yang

cukup panjang untuk mencapai bagian distal dari pembuluh yang

tererosi. Tindakan ini dapat mencegah aspirasi darah ke dalain paru.

Kesalahan dalam membedah dan menjahit pembuluh mungkin

mengharuskan tindakan sternotomi parsial.8,9,10

Infeksi dapat dikendalikan dengan teknik steril dan

humidifikasi. Antibiotik profilaksis harus dilarang karena

memungkinkan perkembangan bakteri oportunistik. Pseudomonas

aeruginosa tidak jarang dapat dibiak dari lokasi trakeostomi dan tidak

selalu merupakan infeksi sistemik. Tindakan yang perlu dilakukan

mungkin hanyalah membasahi kasa dengan larutan asam asetat 0,5

persen. Pasien yang mendapat banyak antibiotik mungkin mengalami

kontaminasi Candida albicans pada lokasi trakeostomi. Namun,

sebelum memulai pengobatan sistemik, harus dicoba perawatan luka

secara lokal.9,10

Penanganan obstruksi jalan napas akibat posisi tuba yang

tergeser atau oklusi lumen adalah berbeda, tergantung pada berapa

lama terjadinya setelah pembedahan. Bila telah melampaui 48 jam

dilakukan trakeostomi, maka perawat dapat diperintahkan untuk

memotong tali pengikat leher, mengeluarkan tuba, dan memeriksa

39

Page 35: REFERAT TRAKEOSTOMI

lumen dan tuba. Sumbat mukus yang menutup lumen tuba harus

dibersihkan. Memasukan kembali tuba dapat dilakukan setelah dokter

datang. Tenaga yang terlatih dapat diinstruksikan untuk memasukkan

kait ke dalain stoma dan menahan jalan napas pada tempatnya,

sebelum mengeluarkan dan mengamati tuba yang baru saja dipasang.

Bila situasi tidak mendesak, sebaiknya tindakan ini dilakukan sendiri

oleh dokter. Pada anak-anak, tali pengikat sutera bila ditarik dengan

hati-hati ke lateral akan mempertahankan jalan napas dan menunjukkan

jalur kembali ke stoma untuk penggantian tuba.

Fistula trakeoesofagus biasanya timbul pada pasien yang

hipotensi dan telah menjalani intubasi yang lama dengan tuba

bennanset dan ventilasi terkontrol. Pasien demikian memerlukan tuba

naso-gastrik, namun seringkali meninggal akibat penyakit primernya

ataupun akibat pneumoiua aspirasi lewat fistula. Perbaikan bedah amat

kompleks dan melibatkan penempatan otot-otot leher di antara trakea

dan esofagus setelah perbaikan primer pada fistula.6,7,10

Komplikasi mayor yang tersering adalah stenosis trakea.

Frekuensi komplikasi ini semakin meningkat karena pasien seringkali

memerlukan ventilasi terkontrol jangka lama dengan tuba bermanset.

Menurut Fearon, stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi melainkan

suatu parut pasca operasi yang telah diperkirakan, dan bahwa gejala

hanya akan timbul bila diameter lumen sama dengan atau kurang dari 4

mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau kartilago dalam

lumen, maka masalah dapat diatasi dengan eksisi endoskopik atau

memasang stent pada jalan napas.7,8,9,10

40

Page 36: REFERAT TRAKEOSTOMI

BAB III

KESIMPULAN

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding anterior

trakea untuk bernapas. Trosseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini

di Perancis. Mereka melakukannya untuk menangani kasus difteria dengan

angka keberhasilan 25 persen.

Trakeostomi dapat dilakukan pada obstruksi jalan nafas jika gambaran

yang ada meliputi : dispnea, stridor, perubahan suara, nyeri, batuk, penurunan

atau tidak didapatinya suara pernafasan, perdarahan, keluarnya air liur secara

berlebihan, leher tegang, hemodinamik yang tidak stabil (lanjut), hilangnya

kesadaran (sangat lanjut).

Trakeostomi memiliki beberapa komplikasi bahkan kematian.

41

Page 37: REFERAT TRAKEOSTOMI

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Edisi kedua.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. 412-413.

2. Jacob Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan

Leher. Jilid 1. Edisi ketiga belas. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994.435 –

456.

3. Respiratory System. [12 Juli 2008]. Hyperlink

http://www.cayuga-cc.edu/people/facultypages/greer/biol204/resp2/resp2.

html

4. Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2001. 201-208.

5. Sjamsuhidajat R, De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. 421 – 422.

6. Staf pengajar bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK UI. Editor dr.

Muhardi Muhiman. 1989. Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit.

Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 14-16.

7. Paparella, Michael., Shumrick, Donald. Otolaryngology- Head and Neck.

Philadelphia : WB Saunders Company

8. Byron. Otolaryngology – Head and Neck Surgery, 3rd edition. North

Carolina : Byron. p66.

9. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [9 Juli

2008]. Hyperlink : http://www.medicinenet.com/tracheostomy/article.htm

10. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [9 Juli

2008]. Hyperlink : http://www.medicinenet.com/tracheostomy/page2.htm

11. Hyperlink :

http://en.wikipedia.org/wiki/File:Illu_conducting_passages.s vg [9 Juli

2010]

12. Hyperlink :

http://healthy-lifestyle.most - effective - solution.com/2010/09/20/human-

anatomy-trachea/ [12 Juli 2008]

42

Page 38: REFERAT TRAKEOSTOMI

13. Hyperlink : http://www.kmle.co.kr/search.php?

Search=respiratory+glottis&SpecialSearch=HTMLWebHtdig&Page=4 [13

Juni 2011]

43