30
REFERAT TRAUMA TULANG BELAKANG Disusun Oleh: Ervan Aditya Putra Chafid 0710714019 Yusuf Rizal Mahendra 105070100111062 Anak Agung Derisna C.S 105070107111022 Yustia Ika Wardhani 115070100111045 Yayan Rila Vidyana 115070100111108 Pembimbing: Pembimbing I: dr. Tjuk Risantoso, Sp.B, Sp.OT (K) Spine Pembimbing II: dr. Rakhmad Aditya Hermawan LABORATORIUM ILMU BEDAH RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Referat Trauma Tulang Belakang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat ortho trauma tulang belakang

Citation preview

Page 1: Referat Trauma Tulang Belakang

REFERAT

TRAUMA TULANG BELAKANG

Disusun Oleh:

Ervan Aditya Putra Chafid 0710714019

Yusuf Rizal Mahendra 105070100111062

Anak Agung Derisna C.S 105070107111022

Yustia Ika Wardhani 115070100111045

Yayan Rila Vidyana 115070100111108

Pembimbing:

Pembimbing I: dr. Tjuk Risantoso, Sp.B, Sp.OT (K) Spine

Pembimbing II: dr. Rakhmad Aditya Hermawan

LABORATORIUM ILMU BEDAH

RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

Page 2: Referat Trauma Tulang Belakang

Lembar Persetujuan:

TRAUMA TULANG BELAKANG

Disusun Oleh:

Ervan Aditya Putra Chafid 0710714019

Yusuf Rizal Mahendra 105070100111062

Anak Agung Derisna C.S 105070107111022

Yustia Ika Wardhani 115070100111045

Yayan Rila Vidyana 115070100111108

Disetujui untuk dibacakan pada:

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Tjuk Risantoso, Sp.B, Sp.OT (K) Spine) (dr. Rakhmad Aditya H.)

Page 3: Referat Trauma Tulang Belakang

DAFTAR ISI

Page 4: Referat Trauma Tulang Belakang

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Cedera

tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis

akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah

raga dsb (Sjamsuhidayat, 2005).

Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan

lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan

olah raga, dan sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran

satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi

(Sjamsuhidayat, 2005)

Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center, diperkirakan

bahwa angka kejadian tahunan cedera tulang belakang yang tidak termasuk

mereka yang meninggal di tempat kecelakaan, sekitar 40 kasus per juta

penduduk di Amerika Serikat atau sekitar 12.500 kasus baru setiap tahun,

dengan kisaran umur 42 tahun sejak 2010. 80% dari penderita cedera tulang

belakang adalah laki-laki (NSCISC, 2015).

1.2 Tujuan penulisan

a. Tujuan Umum

Mengetahui dan mampu mendiagnosis serta memberikan terapi pada

pasien dengan cedera tulang belakang

b. Tujuan Khusus

Makalah ditujukan agar dapat mengetahui dan memahami tentang:

1. Etiologi cedera tulang belakang

2. Patofisiologi cedera tulang belakang

3. Faktor predisposisi cedera tulang belakang

4. Proses diagnostik cedera tulang belakang

5. Serta tatalaksana cedera tulang belakang

Page 5: Referat Trauma Tulang Belakang

1.3 Manfaat Penulisan

Memberikan sumbangan dan memperluas pengetahuan serta informasi

mengenai cedera tulang belakang yang meliputi etiologi, patofisiologi, faktor

predisposisi, proses diagnostik serta tatalaksana pasien dengan cedera tulang

belakang

Page 6: Referat Trauma Tulang Belakang

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiTulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher

sampai ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang

servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral.

Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae.

Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang

dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut

terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang

belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al.

2000)

Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan

lumbalis akibat trauma : jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan

olah raga, dan sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran

satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi

(Sjamsuhidayat, 2005).

2.2 EpidemiologiInsiden cedera tulang belakang di Amerika Serikat adalah sekitar 40

kasus per juta penduduk, atau sekitar 12.500 pasien, per tahun berdasarkan data

di National Spinal Cord Injury basis data. Perkiraan dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa jumlah orang di Amerika Serikat hidup pada tahun 2010

dengan cedera tulang belakang adalah sekitar 276.000 orang dengan kisaran

240,000-337,000 dengan usia rata-rata 42 tahun (NSCISC, 2015).

Sebuah tren yang signifikan dari waktu ke waktu telah diamati dalam distribusi

rasial orang dengan cedera tulang belakang. Sejak tahun 2015, 64% adalah non-

hispanik putih, 23% adalah non-hispanik hitam, 10% adalah Hispanik, dan 2,0%

adalah Asia. Laki-laki memiliki kemungkinan 4 kali lebih banyak dibandingkan

perempuan untuk terkena cedera tulang belakang. Secara keseluruhan, laki-laki

account untuk 80,7% dari cedera yang dilaporkan (NSCISC, 2015).

Page 7: Referat Trauma Tulang Belakang

2.3 EtiologiTrauma tulang belakang biasanya disebabkan oleh:

1. Kecelakaan kendaraan bermotor.

Mobil dan sepeda motor kecelakaan adalah penyebab utama dari

cedera tulang belakang, terhitung lebih dari 35 persen dari cedera

tulang belakang baru setiap tahun.

2. Jatuh dari ketinggian

Cedera tulang belakang setelah usia 65 paling sering disebabkan

oleh jatuh. Secara keseluruhan, jatuh menyebabkan lebih dari

seperempat dari cedera tulang belakang.

3. Tindak kekerasan

Sekitar 15 persen dari cedera tulang belakang hasil dari

kekerasan, sering melibatkan tembak dan pisau luka

4. Olahraga dan cedera rekreasi

Kegiatan atletik, seperti olahraga dampak dan menyelam di air

dangkal, menyebabkan sekitar 9 persen dari cedera tulang

belakang.

5. Alkohol

Penggunaan alkohol adalah faktor dalam sekitar 1 dari setiap 4

cedera tulang belakang.

6. Penyakit.

Penyakit juga dapat menyebabkan trauma ulang belakang, antara

lain: Kanker, arthritis, osteoporosis dan radang sumsum tulang

belakang juga dapat menyebabkan cedera tulang belakang.

2.4 Faktor ResikoMeskipun cedera tulang belakang biasanya merupakan hasil dari

kecelakaan dan dapat terjadi pada siapa saja, faktor-faktor tertentu dapat

mempengaruhi untuk memiliki risiko lebih tinggi mengalami cedera tulang

belakang, di antaranya:

1. Laki-laki

Cedera tulang belakang mempengaruhi jumlah yang tidak

proporsional dari pria. Bahkan, perempuan hanya sekitar 20

persen dari cedera tulang belakang traumatis di Amerika Serikat.

2. Usia 16 sampai 30 tahun dan > 65 tahun

Page 8: Referat Trauma Tulang Belakang

3. Memiliki perilaku berisiko

Menyelam ke dalam air terlalu dangkal atau bermain olahraga

tanpa mengenakan peralatan keselamatan yang tepat atau

mengambil tindakan pencegahan yang tepat dapat menyebabkan

cedera tulang belakang. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah

penyebab utama dari cedera tulang belakang untuk orang di

bawah 65 tahun.

4. Memiliki gangguan tulang atau sendi.

Cedera yang relatif kecil dapat menyebabkan cedera tulang

belakang jika memiliki gangguan lain yang mempengaruhi tulang

atau sendi, seperti artritis atau osteoporosis

2.5 KlasifikasiTrauma tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi,

trauma medulla spinalis tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), atau cedera

penetrans. Setiap pembagian diatas dapat lebih lanjut diuraikan sebagai stabil

dan tidak stabil.Walaupun demikian penentuan stabilitas tipe cedera tidak selalu

sederhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat. Karena itu terutama

pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderita dengan deficit

neurologist, harus dianggap mempunyai trauma tulang belakang yang tidak

stabil. Karena itu penderita ini harus tetap diimobilisasi sampai ada konsultasi

dengan ahli bedah saraf/ ortofedi.

Dislokasi atlanto – oksipita (atlanto – occipital dislokatiaon)

Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat dari trauma

fleksi dan distraksi yang hebat. Kebanyakan penderita meninggal

karena kerusakan batang otak. Kerusakan neurologist yang berat

ditemukan pada level saraf karanial bawah.kadang –kadang

penderita selamat bila resusitasi segera dilakukan ditempat

kejadian.

Fraktur atlas (C-1)

Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaan sendi yang

lebar. Fraktur C-1 yang palig umum terdiri dari burst fraktur (fraktur

Jefferson).mekanisme terjadinya cedera adalah axial loading,

seperti kepala tertimpa secara vertical oleh benda berat atau

penderita terjatu dengan puncak kepala terlebih dahulu. Fraktur

Page 9: Referat Trauma Tulang Belakang

jeferson berupa kerusakan pada cincin anterior maupun posterior

dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur akan terlihat

jelas dengan proyeksi open mouth dari daerah C-1 dan C-2 dan

dapat dikomfirmasikan dengan CT Scan. Fraktur ini harus

ditangani secara awal dengan koral sevikal.

Rotary subluxation dari C-1

Cedera ini banyak ditemukan pada anak –anak. Dapat terjadi

spontan setelah terjadi cedera berat/ ringan, infeksi saluran napas

atas atau penderita dengan rematoid arthritis. Penderita terlihat

dengan rotasi kepala yang menetap. .pada cedera ini jarak

odontoid kedua lateral mass C-1 tidak sama, jangan dilakukan

rotasi dengan paksa untuk menaggulangi rotasi ini, sebaiknya

dilakukan imobilisasi. Dan segera rujuk.

Fraktur aksis(C-2)

Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai bentuk

yang istimewah karena itu mudah mengalami cedera.

1. Fraktur odontoid

Kurang 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatu

tonjolan tulang berbentuk pasak. Fraktur ini daoat diidentifikasi

dengan foto ronsen servikal lateral atau buka mulut.

2. Fraktur dari elemen posterior dari C-2

Fraktur hangman mengenai elemen posterior C-2, pars

interartikularis 20 % dari seluruh fraktur aksis fraktur

disebabkan oleh fraktur ini. Disebabkan oleh trauma tipe

ekstensi, dan harus dipertahankan dalam imobilisasi

eksternal.

Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)

Fraktur C-3 saangat jarang terjadi, hal ini mungkin disebabkan

letaknya berada diantara aksis yang mudah mengalami cedera

dengan titik penunjang tulang servikal yang mobile, seperti C-5

dan C-6, dimana terjadi fleksi dan ekstensi tulang servikal

terbesar.

Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)

Fraktur vertebra Torakalis dapat diklasifikasikan menjadi 4

kategori : (1) cedera baji karena kompresi bagian korpus anterior,

Page 10: Referat Trauma Tulang Belakang

(2) cedera bursi, (3) fraktur Chance, (4) fraktur dislokasi. Axial

loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera kompresi pada

bagian anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cedera burst

disebabkan oleh kompresi vertical aksial. Fraktur dislokasi relative

jarang pada daerah T-1 sampai T-10.

Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1) fraktur lumbal

Fraktur di daerah torakolumbal tidak seperti pada cedera tulang

servikal, tetapi dapat menyebabkan morbiditas yang jelas bila

tidak dikenali atau terlambat mengidentifikasinya. Penderita yang

jatuh dari ketinggian dan pengemudi mobil memakai sabuk

pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi mempunyai resiko

mengalami cedera tipe ini. Karena medulla spinalis berakhir pada

level ini , radiks saraf yang membentuk kauda ekuina bermula

pada daerah torakolumbal.

Trauma penetrans

Tipe trauma penetrans yang paling umum dijumpai adalah yang

disebabkan karena luka tembak atau luka tusuk. Hal ini dapat

dilakukan dengan mengkombinasikan informasi dari anamnesis,

pemeriksaan klinis, foto polos dan CT scan. Luka penetrans pada

tulang belakang umumnya merupakan cedera yang stabil kecuali

jika disebabkan karena peluru yang menghancurkan bagian yang

luas dari columna vertebralis.

2.6 PatofisiologiCedera pada tulang belakang membawa ancaman ganda, yaitu kerusakan

pada kolumna vertebral dan kerusakan pada jaringan saraf. Cedera tulang

dibagi menjadi dua, yaitu cedera tulang stabil dan tidak stabil. Cedera stabil

adalah di mana komponen vertebral tidak akan tergeser oleh gerakan normal.

Pada cedera stabil jika ada elemen saraf tidak rusak hanya memiliki resiko yang

kecil untuk menjadi rusak. Cedera tidak stabil adalah cedera yang memiliki resiko

yang signifikan untuk terjadinya displasmen dan kerusakan yang lebih lanjut

pada jaringan saraf.

Page 11: Referat Trauma Tulang Belakang

Gambar 2.1 Unsur struktur pada spina. Garis vertikal memperlihatkan

klasifikasi Denis mengenai struktur pada spina. Tiga unsur itu adalah kompleks

posterior, komponen pertengahan dan kolumna anterior. Konsep ini sangat

berguna untuk menilai stabilitas cedera lumbalis

Pada cedera tulang belakang yang lebih lanjut, kerusakan dapat dilihat

mulai saat cedera. Dimana apabila terjadi gerakan pada tulang belakang ini akan

menyebabkan kerusakan yang lebih buruk pada lesi. Oleh karena itu, penting

untuk mencurigai semua cedera sebagai cedera yang tidak stabil sampai terbukti

sebaliknya.

Dalam menilai stabilitas tulang belakang, tiga elemen struktur harus

dipertimbangkan:

1. Kompleks osseoligamentous posterior (atau kolom posterior) yang terdiri

dari pedikel, sendi facet, posterior tulang lengkung, interspinous dan

ligamen supraspinata;

2. kolom tengah terdiri dari setengah posterior vertebra yang tubuh, bagian

posterior dari disk intervertebralis dan posterior ligamentum longitudinal;

3. anterior kolom terdiri dari setengah anterior vertebral yang tubuh, bagian

anterior dari disk intervertebralis dan ligamentum longitudinal anterior

(Denis, 1983).

Untungnya, hanya 10 persen dari patah tulang belakang tidak stabil dan

kurang dari 5 persen berhubungan dengan kerusakan sumsum.

Page 12: Referat Trauma Tulang Belakang

Perubahan primer, cedera fisik mungkin terbatas pada kolumna vertebral,

termasuk komponen jaringan lunaknya dan bervariasi dari strain ligamen ke

fraktur vertebra dan fraktur dislokasi patah tulang dan fraktur-dislokasi. Sumsum

tulang belakang dan / atau akar saraf dapat terluka, baik oleh awal trauma atau

ketidakstabilan struktural yang sedang berlangsung dari segmen tulang

belakang, menyebabkan kompresi langsung, perpindahan energi yang parah,

gangguan fisik atau kerusakan yang suplai darah.

Perubahan sekunder, Selama jam dan hari setelah cedera tulang

belakang terjadi, perubahan biokimia dapat menyebabkan gangguan seluler

yang lebih lanjut dan perluasan kerusakan neurologis awal.

Mekanisme CideraPada spina lumbalis usaha otot yang tertahan dapat menimbulkan avulsi

prosesus tranversus; pada vertebra servikal prosesus spinosus ketujuh

biasanya mengalami avulsi (fraktur „clay-shoveller“). Dokter harus

waspada terhadap fraktur avulsi dan memeriksa foto sinar X dengan lebih

hati-hati untuk menyingkirkan cedera lain yang mungkin lebih penting ;

tetapi cedera otot ini sendiri tidak memerlukan pembelahan dan terbaik

diterapi dengan akivitas.

Gambar 2.2 Mekanisme cedera Spina biasanya cedera lewat salah satu dari

dua cara (a) jatuh pada kepala atau bagian leher; (b) pukulan pada dahi, yang

memaksa leher berhiperekstensi

Page 13: Referat Trauma Tulang Belakang

Cedera tak langsung biasanya terjadi bila kolumna spinalis mengalami

kolaps pada poros vertikalnya, khususnya saat jatuh dari tempat tinggi

atau bila seseorang terjebak di bawah reruntuhan ; arah kekuatan pada

setiap spina ditentukan oleh posisi kolumna vertebra pada saat benturan.

Segmen servikal dan lumbal yang fleksibel dapat juga mengalami cedera

karena gerakan bebas yang hebat pada leher atau badan. Tipe

pergerseran penting :

1. Hiperkestensi (Kombinasi distraksi dan ekstensi)

Hiperekstensi jarang terjadi pada daerah torakolumbal tetapi amat

sering ditemukan pada leher; pukulan pada muka atau dahi akan

memaksa kepala ke belakang dan tak ada yang menyangga oksiput

hingga kepala itu membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior

dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin mengalami fraktur.

Biasanya cedera itu stabil, tetapi fraktur pada pedikulus C2 (fraktur

orang yang digantung) sering tidak stabil.

2. Fleksi

Kalau ligamen posterior tetap utuh, fleksi paksaan akan meremukkan

badan vertebral menjadi baji; ini adalah cedera yang stabil dan

merupakan tipe fraktur vertebral yang palig sering ditemukan. Kalau

ligamen posterior terobek, cedera bersifat tak stabil dan badan

vertebra bagian atas dapat miring ke depan di atas badan vertebrab di

bawahnya; pada leher, tipe subluksasi ini sering terlewatkankarena

pada saat dilakukan sinar X vertebra telah kembali ke tempatnya.

3. Pergeseran aksial (kompresi)

Kekuatan vertikal yang menimpa segmen lurus pada spina servikal

atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial Nukleus pulposus

akan mematakan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertikal

pada vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus di

dorong masuk ke dalam badanvertebral , menyebabkan fraktur remuk

(burst fracture). Karena unsur posterior utut,keadaan ini didefinisikan

sebagai cedera stabil. Tetapi, fragmen tulang dapat terdorong ke

belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang mnjadikan fraktur

ini berbahaya. Kerusakan neurologik sering terjadi.

4. Fleksi, kompresi dan distraksi posterior

Page 14: Referat Trauma Tulang Belakang

Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior

dapat mengganggu kompleks vertebra pertengahan di samping

kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan diskus dapat bergeser

ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi

murni,keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan resiko progresi

yang tinggi (Ferguson dan Allen, 1984)

Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi pada

setengah korpus vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan

posterior pada sisi sebaliknya. Kalau permukaan dan pedikulus

remuk, lesi bersifat tak stabil.

5. Fleksi yang digabungkan dengan rotasi dan pemuntiran

Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi,

rotasi dan pemuntiran. Ligamen dan kapsul sendi terengang sampai

batas kekuatannya; mereka dapat robek, permukaan sendi dapat

mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat

terpotong. Akibatnya adalah pergeseran atau dislokasi ke depan

vertebra di atas, dengan atau tanpa dibarengi kerusakan tulang.

Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan terdapat banyak resiko

munculnya kerusakan neurologik.

6. Translasi horisontal.

Kolumna vertebralis ‘teriris‘ dan segmen bagian atas atau bawah

dapaat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tak

stabil dan kerusakan saraf sering terjadi (Solomon, Louis., et.al.,

2010)

2.7 Manifestasi KlinisGambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang

terjadi. Kerusakan melintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi

motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai syok spinal.

Gejala yang biasa dikeluhkan oleh pasien dengan trauma tulang belakang

adalah: nyeri mulai dari leher sampai bawah, kehilangan fungsi (misal tidak dapat

menggerakkan lengan), kehilangan atau berubahnya sensasi di berbagai area

tubuh.

2.8 Diagnosis

Page 15: Referat Trauma Tulang Belakang

HistoryKecurigaan terhadap adanya trauma tulang belakang sangat penting

meskipun tanda dan gejalanya mungkin minimal. Setiap pasien dengan trauma

tumpul diatas clavikula, cidera kepala, atau kehilangan kesadaran patut dicurigai

adanya trauma tulang belakang sampai terbukti sebaliknya. Setiap pasien

dengan mekanisme cidera jatuh dari ketinggian atau kecelakaan deselerasi

dalam kecepatan tinggi harus diperlakukan sebagai trauma thoracolumbar. Pada

trauma multipel juga dapat dimungkinkan memiliki trauma tulang belakang,

trauma yang lebih ringan namun disertai dengan nyeri di daerah

leher/punggung/terdapat gejala neurologis di anggota tubuh.

Pemeriksaan FisikLeherPasien yang datang dengan menyangga kepala dengan tangan perlu

diwaspadai dengan baik. Kepala dan wajah harus dilakukan pemeriksaan,

apakah ada jejas yang memungkinkan adanya trauma indirek kepada tulang

belakang. Tulang dan jaringan lunak disekitar leher dipalpasi apakah ada

tenderness untuk melihat adanya kerusakan pada kolumna posterior. Bagian

belakang leher juga harus dilakukan pemeriksaan tapi pada keseluruhan

pemeriksaan tidak boleh menggerakkan servikal dan tulang belakang

dikarenakan meninggatkan resiko trauma tulang belakang pada trauma yang

tidak stabil.

PunggungPasien dilakukan “log-roll” untuk mencegah pergerakan dari columna

vertebralis. Punggung dilakukan inspeksi apakah ada deformitas, trauma tembus,

hematoma, atau jejas. Tulang dan jaringan lunak dipalpasi dengan referensi

pada interspinous space. Adanya hematom, gap atau step adalah tanda adanya

ketidakstabilan.

General Examination (Syok)Pemeriksaan ABC sangat penting untuk dilakukan. Ada 3 kemungkinan

syok yang dapat timbul pada trauma tulang belakang. Syok Hipovolemik, ditandai

dengan takikardi, konstriksi perifer dan hipotensi. Syok Neurogenik muncul

karena kerusakan simpatis pada tulang belakang, pembuluh darah perifer dilatasi

dan mengakibatkan hipotensi namun tidak mempengaruhi peningkatan denyut

jantung. Kombinasi dari paralisis, perfusi yang bagus pada area perifer,

bradikarsi serta hipotensi dengan tekanan diastol yang rendah adalah tanda

Page 16: Referat Trauma Tulang Belakang

Syok Neurogenik. Penggunaan cairan sresusitasi yang berlebihan dapat

menyebabkan pulmonari edem, dalam hal ini atropin dan vasopresor mungkin

dibutuhkan. Spinal shock terjadi ketika tulang belakang rusak akibat dari trauma.

Bahkan bagian tubuh yang berkaitan dengan medula spinalis dapat terlibat,

dibawah level yang terjadi trauma dapat muncul flasid dari otot, refleks dan

sensasi yang menghilang. Apabila refleks primitif menghilang, perbaikan akan

muncul dengan berjalannya waktu

Pemeriksaan NeurologisPemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada setiap kasus, dan

mungkin dilakukan berulang kali selama beberapa hari pertama, setiap

dermatome, myotome dan refleks harus dilakukan pemeriksaan.

Fungsi kolumna longitudalis di tes: traktus kortikospinalis (posterolateral

cord, ipsilateral motor power), traktus spinotalamikus (anterolateral cord,

contralateral pain dan suhu), serta kolumna posterior (ipsilateral propriosepsi).

Sacral sparing harus dilakukan pemeriksaan dengan melihat flexi kaki,

active anal squeeze dan intact perianal sensation untuk melihat lesi sebagian

atau komplit. Pasien yang tidak sadarkan diri sulit untuk dilakukan pemeriksaan,

trauma tulang belakang harus diasumsikan hingga terbukti yang sebaliknya. Clue

untuk adanya trauma tulang belakang adalah riwayat jatuh atau dari kecepatan

tinggi, trauma kepala, nafas diafragma, flaccid anal spincter, hipotensi dengan

bradikardi dan nyeri dibagian atas klavikula (Solomon, Louis., et.al., 2010).

Respons Motorik

• Diafragma berfungsi normal C3, C4, C5

• Mengangkat bahu C4

• Fleksi siku (biceps) C5

• Ekstensi pergelangan tangan C6

• Ekstensi siku C7

• Fleksi pergelangan tangan C7

• Abduksi jari tangan C8

• Membusungkan dada T1-T12

• Fleksi panggul L2

• Ekstensi lutut L3-L4

• Fleksi dorsal pergelangan kaki L5-S 1

• Fleksi plantar pergelangan kaki S1-S2

Page 17: Referat Trauma Tulang Belakang

Respons sensorik

• Paha anterior L2

• Lutut anterior L3

• Pergelangan kaki anterolateral L4

• Jempol kaki dan jari kedua dorsal L5

• Kaki lateral S1

• Betis posterior S2

• Perineum S2-S5

Gambar 2.3 Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain:

1. Foto x-ray : pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tulang vertebra,

untuk melihat adanya fraktur ataupun pergeseran pada vertebra, serta

untuk memperlihatkan sifat dan tingkat lesi tulang. Untuk

mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang

yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.

Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada

Page 18: Referat Trauma Tulang Belakang

indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya

superposisi. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Radiografi lateral biasanya akan menunjukkan penurunan ketinggian

anterior dari vertebrae, sementara ketinggian posterior normal.

Besarnya kehilangan ketinggian vertebral dan derajat kyphosis pada

radiografi membantu untuk menentukan stabilitas fraktur. Kehilangan

tinggi vertebra lebih dari 50% , serta lebih dari 30 % dari kyphosis

atau pelebaran interspinous harus menimbulkan kecurigaan

terjadinya gangguan PLC. Hal tersebut merupakan cedera yang tidak

stabil dengan risiko deformitas kyphotic progresif dan defisit

neurologis

2. Computerized Tomography : pemeriksaan ini sifatnya membuat

gambar vertebra 2 dimensi. Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan

melihat irisan-irisan yang dihasilkan CT scan. CT scan harus

dilakukan dalam kasus-kasus yang meragukan untuk menyingkirkan

kemungkinan fraktur karena memiliki visualisasi yang baik dari elemen

posterior. Hal ini juga memungkinkan visualisasi dari kanal tulang

belakang, tingkat kompromi kanal, tingkat kominusi dan aposisi

fragmen.

3. Magnetic Resonance Imaging: pemeriksaan ini menggunakan

gelombang frekuensi radio untuk memberikan informasi detail

mengenai jaringan lunak di daerah vertebra. Gambaran yang akan

dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRI sering digunakan untuk

mengetahui kerusakan jaringan lunak pada ligament dan discus

intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis.

4. Hitung darah lengkap : Hematokrit mungkin meningkat

(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi

fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah

leukosit adalah respons stress normal setelah trauma.

Page 19: Referat Trauma Tulang Belakang

5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal (Rajasekaran, 2011)

2.9 PenatalakasanaanSemua penderita korban kecelakaan yang memperlihatkan gejala adanya

kerusakan pada tulang belakang seperti nyeri leher, nyeri punggung, kelemahan

anggota gerak atau perubahan sensitivitas harus dirawat seperti merawat pasien

kerusakan tulang belakang sampai dibuktikan bahwa tidak ada kerusakan

tersebut (Rizal, Ahmad., et.al, 2014)

Setelah diagnosis ditegakkan, di samping kemungkinan pemeriksaan

cedera lain yang menyertai, misalnya trauma kepala atau trauma toraks, maka

pengelolaan patah tulang belakang tanpa gangguan neurologik bergantung pada

stabilitasnya. Pada tipe yang stabil atau tidak stabil temporer, dilakukan

imobilisasi dengan gips atau alat penguat. Pada patah tulang belakang dengan

gangguan neurologik komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk

stabilisasi patah tulangnya untuk memudahkan perawatan atau untuk dapat

dilakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan syarat penting sehingga

penyakit yang timbul pada kelumpuhan akibat cidera tulang belakang seperti

infeksi saluran napas, infeksi saluran kencing atau dekubitus dapat dicegah.

Pembedahan juga dilakukan dengan tujuan dekompresi yaitu melakukan reposisi

untuk menghilangkan penyebab yang menekan medula spinalis, dengan harapan

dapat mengembalikan fungsi medula spinalis yang terganggu akibat penekanan

tersebut. Dekompresi paling baik dilaksanakan dalam waktu enam jam

pascatrauma untuk mencegah kerusakan medula spinalis yang permanen. Tidak

boleh dilakukan dekompresi dengan cara laminektomi, karena akan menambah

instabilitas tulang belakang (Rizal, Ahmad., et.al, 2014).

Penanggulangan Cedera Tulang Belakang dan Medula spinalis, meliputi:

1. Prinsip umum

Pikirkan selalu kemungkinan adanya cedera medula spinalis

Mencegah terjadinya cedera kedua

Waspada akan tanda yamg menunjukkan jejas lintang

Lakukan evaluasi dan rehabilitasi

2. Tindakan

Adakan imobilisasi di tempat kejadian (dasar papan)

Page 20: Referat Trauma Tulang Belakang

Optimalisasi faal ABC: jalan napas, pernafasan, dan

peredaran darah

Penanganan kelainan yang lebih urgen

Pemeriksaan neurologik untuk menentukan tempat lesi

Pemeriksaan radiologik (kadang diperlukan)

Tindakan bedah (dekompresi, reposisi, atau stabilisasi)

Pencegahan penyulit

Ileus paralitik sonde lambung

Penyulit kelumpuhan kandung kemih kateter

Pneumonia

Dekubitus

2.10 KomplikasiDefisit neurologis sering meningkat beberapa jam atau hari pada trauma

medula spinalis akut, meskipun sudah mendapat terapi optimal. Salah satu tanda

adanya kemunduran neurologis adanya defisit sensoris. Pasien dengan trauma

medula spinalis beresiko tinggi terjadi aspirasi, karena itu perlu pemasangan

NGT. Resiko tinggi tersebut adalah hipotermi, dekubitus, pneumonia, ulkus

akibat tekanan, emboli pulmo, infeksi pasca operasi (Rizal, Ahmad., et.al, 2014).

2.11 PrognosisPada awal tahun 1990, angka kematian 1 tahun setelah trauma pada

pasien dengan lesi komplit mencapai 100%. Namun kini, angka ketahanan hidup

5 tahun pada pasien dengan trauma quadreplegia mencapai 90%. Perbaikan

yang terjadi dikaitkan dengan pemakaian antibiotik untuk mengobati pneumonia

dan infeksi traktus urinarius.

Pasien dengan trauma belakang komplit berpeluang sembuh kurang dari

5%. Jika terjadi paralisis komplit dalam waktu 72 jam setelah trauma, peluang

perbaikan adalah nol.

Prognosis trauma belakang inkomplit lebih baik. Jika fungsi sensoris

masih ada, peluang pasien untuk dapat berjalan kembali lebih dari 50% (Rizal,

Ahmad., et.al, 2014).

Page 21: Referat Trauma Tulang Belakang

BAB IIIKESIMPULAN

Dalam mengetahui prinsip diagnosis dan penatalaksanaan trauma tulang

belakang hendaknya kita mengenali sedini mungkin cedera medulla spinalis,

pembuatan status neurologis, melakukan stabilisasi tulang belakang dan tujuan

terapi yang diberikan kepada pasien dengan baik.

Page 22: Referat Trauma Tulang Belakang

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI, Jakarta:

Medica Aesculpalus

National Spinal Cord Injury Statistical Center . 2015. Spinal Cord Injury (SCI)

Facts and Figures at a Glance 2015

Rajasekaran, S. 2011. Spinal Infections and Trauma. India. Jaypee Brothers

Medical Publisher.

Rizal, Ahmad., et al. 2014. Penatalaksanaan Orthopedi Terkini Untuk Dokter

Layanan Primer. Jakarta. Mitra Wacana Media: hal 95-111.

Sjamsuhidajat. R (2005), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

Solomon, Louis., Warwick, David., Nayagam, Selvadurai. 2010. Apley’s System

of Orthopaedics and Fractures 9th edition. London. Replika Press: pp

806-812.