Upload
nofrina-arifin
View
197
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mata bukanlah suatu organ vital bagi manusia, tanpa mata manusia masih
dapat hidup, namun keberadaan mata sangatlah penting. Mata adalah jendela
kehidupan, tanpa mata manusia tidak dapat melihat apa yang ada di sekelilingnya.
Oleh karena itu pemeliharaan mata sangatlah penting.7
Salah satu penyakit mata yang dapat membahayakan serta dapat
mengakibatkan seseorang kehilangan penglihatannya adalah selulitis orbita. 11
Selulitis Orbita bakteri adalah infeksi yang mengancam nyawa dari jaringan
lembut di belakang septum orbital. Hal ini dapat terjadi pada segala usia tetapi
lebih sering terjadi pada anak-anak, organisme penyebab yang paling umum
adalah Streptococcus Pneumonia, Staphylococcus Aureus, Staphylococcus
pyogenes dan Haemophilus influenzae.3
Selulitis Orbita memiliki berbagai penyebab dan mungkin terkait dengan
komplikasi yang serius. Sebanyak 11% dari kasus-kasus Selulitis Orbita hilangnya
penglihatan. Diagnosis yang tepat dan pengelolaan yang tepat sangat penting
untuk menyembuhkan pasien dengan selulitis orbita. 11
B. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat memahami lebih mendalam lagi mengenai penyakit Selulitis
Orbita dan memahami penanganan yang tepat bagi pasien.
2. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian kepanitraan klinik pada bagian
Penyakit Mata.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Mata
1. Kelopak Mata
Kelopak mata atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola
mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air
mata di depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang
berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, paparan sinar, dan
pengeringan bola mata.2
Kelopak mempunyai lapisan kulit yang tipis pada bagian depan
sedangkan pada bagian belakang ditutupi oleh selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak terdapat bagian-bagian : (a.)
Kelenjar, seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat,
kelenjar Zeis pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus. (b.)
Otot, seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam
kelopak atas dan bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat
tepi margo palpebra terdapat otot orbikularis okuli yang disebut M.
Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola mata yang dipersarafi N.
fasial. M. levator palpebra, yang berorigo pada annulus foramen orbita dan
berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis
okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M.
levator palpebra terlihat sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini
dipersarafi oleh N. III, yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata
atau membuka mata.
Di dalam kelopak mata ada tarsus yang merupakan jaringan ikat
dengan kelenjar di dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada
margo palpebra. Septum orbita, yang merupakan jaringan fibrosis berasal
dari rima orbita merupakan pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada
seluruh lingkaran pembukaan rongga orbita. Tarsus, terdiri atas jaringan
2
ikat yang merupakan jaringan penyokong kelopak dengan kelenjar
Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 pada kelopak bawah).
Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.
Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal n. V,
sedangkan kelopak bawah oleh cabang ke II saraf ke V.2
2. Orbita
Orbita secara skematis digambarkan sebagai piramid berdinding
empat yang berkonvergensi ke arah belakang. Dinding medial orbita kiri
dan kanan terletak paralel dan dipisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita,
dinding lateral dan medial membentuk sudut 45 derajat, menghasilkan
sudut tegak lurus antara kedua dinding lateral.1
Orbita berbentuk buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya.
Lingkaran anterior lebih kecil sedikit daripada lingkaran dibagian dalam
tepiannya, yang merupakan tepian pelindung yang kuat. 1
Batas anterior rongga orbita adalah septum orbitae, yang berfungsi
sebagai pemisah antara palpebral dan orbita. Orbita berhubungan dengan
sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah, dan sinus ethmoidalis
dan sphenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh
trauma langsung terhadap bola mata, berakibat timbulnya fraktur “blow-
out” dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi dalam
sinus sphenoidalis dan ethmoidalis dapat mengikis dinding medialnya
yang setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek
pada atapnya (mis., neurofibromatosis) dapat berakibat terlihatnya pulsasi
pada bola mata yang berasal dari otak. 1
Volume orbita dewasa + 30cc dan bola mata hanya menempati sekitar 1/5
bagian ruangannya. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. 1
3
Gambar 1. Rongga mata (tampak depan lateral kiri) 5
facies orbitalis os frontalis
facies orbitalis os sphenoidale
facies orbitalis os zygomatici
os zygomaticum
pars orbitais os maksilarispars frontalis os maksilaris
crista lacrimalis anterior
crista lacrimalis posterior posterior
os lakrimale
os ethmoidale
os ethmoidale
Proc orbitais os palatini
Facies orbitaes os maxilla
Os lacrimale
Facies orbitaes os frontale
4
Gambar 2. Tengkorak wajah (potongan lurus sagittal melalui bagian tengah
orbita) 5
Dinding Orbita :
Atap : - facies orbitalis ossis frontalis
- Ala parva ossis sphenoidalis (bgn posterior) mengandung
kanalis optikus
Dasar : - pars orbitalis ossis maksilaris (bgn sentral yang luas)
- pars frontalis ossis maksilaris (medial)
- os zygomaticum (lateral)
- processus orbitais ossis palatini (daerah segitiga kecil di
posterior)
Lateral : - anterior : facies orbitalis ossis zygomatici (malar)
Medial : - os ethmoidale
- os lakrimale
- korpus sphenoidale
- crista lacrimalis anterior : dibentuk oleh processus frontalis
ossis maksilaris
- crista lacrimalis posterior yg dibentuk oleh :
Atas : processus angularis ossis frontalis
Bawah : os lacrimale
Diantara kedua crista lacrimalis terdapat sulkus lakrimalis dan berisi sakus
lakrimalis.1
Arteri utama orbita adalah arteri oftalmika yang bercabang menjadi :
(a.)Arteri retina sentralis memperdarahi nervus optikus. (b.)Arteri lakrimalis
memperdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas. (c.)Cabang-cabang
muskularis berbagai otot orbita. (d.)Arteri siliaris posterior brevis
memperdarahi koroid dan bagian-bagian nervus optikus. (e.) Arteri siliaris
posterior longa memperdarahi korpus siliare. (f.) Arteri siliaris anterior
5
memperdarahi sklera, episklera,limbus, konjungtiva. (g.) Arteri palpebralis media
ke kedua kelopak mata. (h.) Arteri supraorbitais. (i.) Arteri supratrokhlearis
Arteri-arteri siliaris posterior longa saling beranastomosis satu dengan
yang lain serta dengan arteri siliaris anterior membentuk circulus arterialis mayor
iris.
Vena utama : Vena Oftalmika superior dan inferior. Vena Oftalmika
Superior dibentuk dari :
Vena supraorbitalis
Vena supratrokhlearis mengalirkan darah dari kulit
1 cabang vena angularis di daerah periorbita
Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dengan sinus
kavernosus sehingga dapat menimbulkan trombosis sinus kavernosus yang
potensial fatal akibat infeksi superfisial di kulit periorbita.1
Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat dengan diameteranteroposterior sekitar 24,5 mm.1,5
6
Gambar 3. Bola mata5
B. Selulitis Orbita
1. Definisi
Adalah peradangan supuratif jaringan ikat jarang intraorbita di belakang
septum orbita. Keadaan ini merupakan infeksi preseptal utama dari
jaringan adneksa dan orbital okular.(emedicine).2,11
kornea
Makula lutea, fovea sentralis
Kamera anterior
iris
Canalis Schlemm
Korpus siliaris
Ora serata
Sklera
koroid
retinaNervus opticus
vitreus
M rectus medialis
lensa
Kamera posterior
Pupil
Zonula
7
2. Patofisiologi dan etiologi
Selulitis Orbita terjadi dalam 3 situasi berikut: (1) perluasan infeksi dari
struktur periorbital, paling sering dari sinus paranasal, tetapi juga dari
wajah, dan kantung lacrimalis, (2) inokulasi langsung orbita setelah
adanya trauma, operasi,dan ifeksi kulit, (3) penyebaran hematogen dari
bacteremia, misalnya dari fokus- fokus seperti otitis media dan
pneumonia.6,11
Dinding medial orbital tipis dan berlubang tidak hanya oleh banyak
pembuluh darah tanpa katup dan saraf tetapi juga oleh berbagai defek
lainnya (dehiscences Zuckerkandl). Kombinasi tulang yang tipis, adanya
foramen untuk jalur neurovaskular, dan defek alami yang terjadi pada
tulang memungkinkan jalur yang mudah bagi bahan infeksius antara sel-
sel udara ethmoidal dan ruang subperiorbital dalam bagian medial orbita.
Lokasi yang paling umum dari abses subperiorbital adalah sepanjang
dinding medial orbital. Periorbita adalah relatif longgar melekat pada
tulang dinding medial orbita, yang memungkinkan material abses untuk
dengan mudahnya berpindah ke lateral, superior, dan inferior dalam ruang
subperiorbital. 11
Selain itu, ekstensi lateral selubung dari otot-otot luar mata, septa
intermuskularis, memperpanjang otot rektus dari satu ke yang berikutnya.
Bagian posterior orbita, fasia antara otot rektus adalah tipis dan sering
secara tidak lengkap memungkinkan perluasan mudah antara ruang orbit
extraconal dan intraconal.11
Drainase vena dari sepertiga tengah wajah, termasuk sinus
paranasal, terutama melalui vena orbita, yang tanpa katup, yang
memungkinkan alur infeksi baik anterograde dan retrograde. Bahan
infeksius dapat masuk ke dalam orbit secara langsung dari trauma
kecelakaan atau trauma operasi melalui kulit atau sinus paranasalis. 1,11
Sinusitis ethmoid adalah penyebab paling umum dari orbital
selulitis pada semua kelompok usia dan bakteri aerobik non-spora adalah
organisme yang paling sering bertanggung jawab. Organisme yang sering
8
menjadi penyebab adalah organisme yang sering ditemukan di dalam sinus
: Haemophilus Influenzae type B, Streptococcus Pneumonia,
Staphylococcus aureus yang resisten methicillin, streptokokus lainnya dan
stafilokokus lainnya. Jamur penyebab selulitis yang paling sering adalah
Mucor dan Aspergillus. 1,8,9,10,11
Mucormycosis [13, 14, 15] tersebar luas dalam distribusi yang
sangat luas, sementara aspergilosis lebih sering terlihat di iklim lembab
hangat. Mucormycosis memiliki onset yang cepat (1-7 hari), sedangkan
aspergilosis jauh lebih lambat (bulan sampai tahun). Aspergillosis awalnya
memberikan proptosis kronis dan visi menurun, sementara mucormycosis
memberikan sindrom apeks orbital (melibatkan saraf kranial II, III, IV, V-
1, dan VI, dan sympathetics orbital), dan, lebih umum, disertai dengan
nyeri, edema palpebra , proptosis, dan hilangnya penglihatan. Sementara
keduanya dapat mengakibatkan hidung dan langit-langit nekrosis,
mucormycosis juga dapat mengakibatkan arteritis thrombosis dan nekrosis
iskemik, sedangkan aspergilosis mengakibatkan fibrosis kronis dan proses
granulomatosa nonnekrosis. 8,11
Adapun beberapa bakteri penyebab, diantaranya : 7
a. Haemophilus influenzae
Merupakan bakteri yang bersifat gram negatif dan termasuk
keluarga Pasteuracella. Haemophilus influenzae yang tidak berkapsul
banyak diisolasi dari cairan serebrospinalis, dan morfologinya seperti
Bordetella pertussis penyebab batuk rejan, namun bakteri yang didapat
dari dahak besifat pleomorfik dan sering berbentuk benang panjang dan
filamen.
9
Gambar 4. Haemophilus influenzae yang diperoleh dari dahak.
Haemophillus influenzae dapat tumbuh dengan media “heme” oleh
karena media ini merupakan media kompleks dan mengandung banyak
prekursor-prekursor pertumbuhan khususnya faktor X (hemin) dan faktor
V ( NAD dan NADP ). Di laboratorium di tanam dalam agar darah cokelat
yang sebelumnya media tanam tersebut dipanaskan dalam suhu 80 o C
untuk melepaskan faktor pertumbuhan tersebut. Bakteri dapat tumbuh
dengan baik pada suhu 35 o C- 38o C dengan PH optimal sebesar 7,6.
Bakteri ini dapat tumbuh pada kondisi aerobik ( sedikit CO2). Bakteri ini
sekarang sudah jarang untuk menyebabkan selulitis akibat banyaknya tipe
vaksinasi untuk strain ini.
b. Staphylococcus aureus
Merupakan bakteri gram positif yang berkelompok seperti anggur
dan merupakan bakteri normal yang ada di kulit manusia terutama hidung
dan kulit. S aureus dapat menyebabkan berbagai penyakit kulit ringan
khususnya selulitis, impetigo, furunkel, karbunkel dan penyakit kulit
lainnya. S aureus ini sangat bersifat fakultatif anaerobik yang tumbuh oleh
respirasi aerobik atau melalui fermentasi asam laktat. Bakteri ini memiliki
sifat katalase (+), dan oksidase (-) dan dapat tumbuh pada suhu antara 15-
45 derajat celcius pada konsentrasi NaCl setinggi 15 persen. Oleh karena
bakteri ini memiliki enzim koagulase yang dapat menyebabkan gumpalan
10
protein yang berbentuk bekuan, maka bakteri ini memiki sifat patogen
yang sangat potensial sekali.
Gambar 5. Staphylococcus aureus gram negatif
c. Streptococcus pneumoniae
Merupakan bakteri gram positif yang berbentuk seperti bola yang
secara khas hidup berpasangan atau rantai pendek. Bagian ujung belakang
tisap sel berbentuk tombak ( runcing tumpul ), tidak membentuk spora,
dan tidak bergerak, namun yang galur ganas memiliki kapsul, bersifat
alpha hemolisis pada agar darah dan akan terlisis oleh garam empedu.
Streptococcus pneumoniae ini merupakan bakteri penghuni normal
pada saluran napas bagian atas manusia yang sering menyebabkan
sinusitis. Bakteri inilah yang paling sering menyebabkan selulitis orbita
melalui jalur sinusitis terlebih dahulu.
Kuman ini merupakan yang paling sering menyebabkan selulitis
pada anak-anak usia < 3 tahun yang lebih cenderung menyebar secara
bakteremia.
11
Gambar 6. Streptococus pneumoniae
d. Streptococcus pyogenes
Merupakan bakteri gram positif yang berbentuk kokus berantai,
tidak bergerak, bersifat katalase negatif, fakultatif anaerobik, serta sangat
membutuhkan media untuk hidupnya berupa medium yang mengandung
darah.
Streptokokus grup A biasanya memiliki sebuah kapsul yang terdiri
dari asam hialuronat dan menunjukkan hemolisis beta pada agar darah.
Gambar 7. Streptococcus pyogenes pada pewarnaan gram dan
hemolisis beta.
Diperkirakan terdapat 5-15 % di saluran pernapasan pada tiap
individu, dan tanpa menimbulkan tanda-tanda penyakit. Seperti flora
normal, S. pyogenes dapat menjadi patogen pada saat pertahanan tubuh
12
terganggu sehingga infeksi supuratif bisa terjadi. Selulitis yang disebabkan
oleh bakteri ini sering bersifat lokal, bukan melalui suatu penyebaran.
Selulitis orbita merupakan infeksi yang sering terjadi melalui fokus
infeksi sinus paranasal, khususnya sinus etmoidalis. Penyebarannya
disebabkan oleh karena tipisnya tulang untuk menghalangi tersebarnya
fokus infeksi dan penyebaran masuk melalui pembuluh darah kecil yang
menuju jaringan ikat di sekitar bola mata.
3. Epidemiologi
Peningkatan insiden selulitis orbita terjadi di musim dingin, baik nasional
maupun internasional, karena peningkatan insiden sinusitis dalam cuaca. Ada
peningkatan frekuensi selulitis orbita pada masyarakat disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus yang resisten methicillin dan beberapa factor lainnya :11
a. Mortalitas / Morbiditas.
Sebelum ketersediaan antibiotik, pasien dengan selulitis orbita
memiliki angka kematian dari 17%, dan 20% dari korban yang
selamat buta di mata yang terkena. Namun, dengan diagnosis yang
cepat dan tepat penggunaan antibiotik, angka ini telah berkurang
secara signifikan; kebutaan terjadi dalam 11% kasus. Selulitis orbita
akibat S. aureus yang resisten terhadap methicillin dapat
menyebabkan kebutaan meskipun telah diobati antibiotik.
b. Ras
Selulitis orbita tidak dipengaruhi oleh rasial.
c. Sex
Tidak ada perbedaan frekuensi antara jenis kelamin pada orang
dewasa, kecuali untuk kasus-kasus S. aureus yang resisten terhadap
methicillin, yang lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki
dengan rasio 4:1. Namun, pada anak-anak, selulitis orbita telah
dilaporkan dua kali lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan.
13
d. Usia
Selulitis orbita, pada umumnya, lebih sering terjadi pada anak-anak
daripada di dewasa muda. Kisaran usia anak-anak yang dirawat di
rumah sakit dengan selulitis orbita adalah 7-12 tahun.
4. Gambaran klinis
Gambaran klinis selulitis orbita yaitu: 1,2,3,4,6,11 gejala subjektif
berupa demam, nyeri pergerakan bola mata, penurunan penglihatan .
Gejala objektif berupa mata merah, kelopak sangat edema, proptosis,
kemosis, restriksi motilitas bola mata, exophtalmus, peningkatan tekanan
intraokular, rinore. Proptosis dan oftalmoplegi adalah tanda kardinal dari
selulitis orbita.
5. Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi pada pemeriksaan penunjang mencakup sebagai berikut : 1, 11
a. Leukositosis lebih besar dari 15.000
b. Pemeriksaan kultur darah
c. Usap sekret hidung
d. Pap smear untuk Gram stain
e. CT Scan
Pandangan aksial untuk menyingkirkan kemungkinan pembentukan
abses otak dan abses peridural parenkim.
Pandangan koronal sangat membantu dalam menentukan keberadaan
dan batas dari setiap abses subperiorbital. Namun, pandangan koronal,
yang membutuhkan hiperfleksi atau hiperekstensi leher, mungkin sulit
pada anak-anak tidak kooperatif dan pada pasien yang akut.
f. MRI
membantu dalam mendefinisikan abses orbita dan dalam mengevaluasi
kemungkinan penyakit sinus kavernosa. Dan juga bermanfaat untuk
memutuskan kapan dan dimana melakukan drainase pada abses orbita.
6. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada selulitis orbita adalah : 3
14
a) Okular
Komplikasi meliputi keratopathy, tekanan intraokular meningkat,
oklusi dari arteri atau vena retina sentral, dan neuropati optik
endophthalmitis
b) Intrakranial
Komplikasi yang jarang terjadi, termasuk meningitis, abses otak
dan trombosis sinus kavernosus. Yang terakhir adalah komplikasi
yang jarang namun sangat serius yang harus dicurigai bila ada
bukti-bukti keterlibatan bilateral, perkembangan proptosis yang
sangat cepat dan sumbatan pembuluh darah wajah, konjungtiva dan
retina.
c) Abses Subperiosteal
Adalah yang paling sering terletak di sepanjang dinding medial
orbital. Merupakan masalah serius karena potensi perkembangan
yang cepat dan perluasan intrakranial.
d) Abses orbita
Relatif langka di selulitis orbital terkait sinusitis, tetapi mungkin
terjadi pada kasus paska-trauma atau paska operasi.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap selulitis orbita meliputi : 1,3,4,9
1) Rawat inap rumah sakit
Pengawasan dan penilaian oleh ahli mata dan otolaryngological
sangat diperlukan. Pembentukan abses intrakranial mungkin
memerlukan drainase.
2) Terapi antimikroba
- Melibatkan ceftazidime 1g intramuskular setiap 8 jam dan oral
metronidazole 500mg setiap 8 jam untuk bakteri anaerob.
- Antibiotik intravena dosis tinggi 1.5g oksasilin dikombinasikan
dengan satu juta unit penicillin G setiap 4 jam
- Vankomisin intravena adalah alternatif yang berguna jika alergi
penisilin.
15
- Anak-anak usia sekolah dapat diterapi dengan oksasillin
kombinasi dengan cefuroxime, atau antibiotik ampisilin-sulbaktam.
Bayi sebaiknya diterapi dengan ceftriakson.
3) Dekongestan hidung dan vasokonstriktor
Dapat membantu drainase sinus paranasalis.
4) Pemantauan fungsi saraf optik.
Setiap 4 jam dipantau dengan pengujian reaksi pupil, ketajaman
visual, penglihatan warna dan apresiasi cahaya.
5) Intervensi bedah
Tidak respon terhadap antibiotik, penurunan penglihatan, orbital
atau subperiosteal abses.
Beberapa jenis antibiotik yang dapat digunakan dalam terapi selulitis
orbita yaitu : 11
a. Vankomisin (Vancocin)
Trisiklik glycopeptide antibiotik untuk pemberian intravena. Diindikasikan
untuk pengobatan strain staphylococcus methicillin-resistant (tahan beta-laktam)
pasien yang alergi penisilin.
b. Klindamisin (Cleocin)
Menghambat sintesis protein bakteri pada ribosom bakteri tuas, mengikat
dengan preferensi 50S subunit ribosom dan mempengaruhi proses inisiasi rantai
peptide
c. Sefotaksim (Claforan)
Semisintetik antibiotik spektrum luas untuk penggunaan parenteral. Efektif
terhadap gram positif aerob, seperti Staphylococcus aureus (tidak mencakup
methicillin-resistant strain), termasuk penisilinase dan non-penisilinase strain, dan
Staphylococcus pyogenes , gram negatif aerob (misalnya, H influenzae), dan
anaerob (misalnya , spesies Bacteroides).
d. Nafcillin (Unipen)
16
Efektif terhadap spektrum gram-positif yang luas, termasuk
Staphylococcus, pneumococci, dan grup A beta-hemolitik streptokokus
semisintetik penisilin.
e. Ceftazidime (Fortaz, Ceptaz)
Semisintetik, spektrum luas, beta-laktam antibiotik untuk injeksi
parenteral. Memiliki spektrum yang luas dari efektivitas terhadap gram negatif
aerob seperti H. influenzae, gram positif aerob seperti Staphylococcus aureus
(termasuk penisilinase dan non-penghasil penisilinase strain) dan S. pyogenes ,
dan anaerob, termasuk Bacteroides spesies
f. Kloramfenikol (Chloromycetin)
Efek bakteriostatik terhadap berbagai bakteri gram negatif dan gram-
positif dan sangat efektif terhadap H influenzae.
g. Tikarsilin (Ticar)
Penisilin semisintetik suntik yang bakterisida terhadap kedua organisme
gram positif dan gram negatif, termasuk H influenzae, Staphylococcus S (non-
penghasil penisilinase), beta-hemolitik streptokokus (kelompok A), S.
pneumoniae, dan organisme anaerob, termasuk Bacteroides dan Clostridium
spesies.
h. Cefazolin (Ancef, Kefzol, Zolicef)
Sefalosporin IM atau IV semisintetik. Memiliki efek bakterisidal terhadap
Staphylococcus S (termasuk strain yang memproduksi penisilinase-), kelompok A
streptokokus beta-hemolitik, dan H influenza
17
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Salah satu penyakit mata yang dapat membahayakan serta dapat
mengakibatkan seseorang kehilangan penglihatannya adalah selulitis orbital.
(emedicine). Selulitis orbita bakteri adalah infeksi yang mengancam nyawa dari
jaringan lembut di belakang septum orbital. Hal ini dapat terjadi pada segala usia
tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak, organisme penyebab yang paling umum
adalah Streptococcus Pneumonia, Staphylococcus Aureus, Staphylococcus
pyogenes dan Haemophilus influenza.3
Peningkatan insiden selulitis orbita terjadi di musim dingin, baik nasional
maupun internasional, karena peningkatan insiden sinusitis dalam kondisi cuaca.
Ada peningkatan frekuensi selulitis orbita pada masyarakat disebabkan oleh
infeksi Staphylococcus aureus yang resisten methicillin. 11
Penegakan diagnosis selulitis orbita dengan gejala klinis yaitu gejala
subjektif berupa demam, nyeri pergerakan bola mata, penurunan penglihatan .
Gejala objektif berupa mata merah, kelopak sangat edema, proptosis, kemosis,
restriksi motilitas bola mata, exophtalmus, peningkatan tekanan intraokular,
rinore. Proptosis dan oftalmoplegi adalah tanda cardinal dari selulitis orbita. 1,2,3,4,6,11
Penatalaksanaan pada selulitis orbita adalah rawat inap rumah sakit, terapi
antimikroba, dekongestan hidung dan vasokonstriktor, pemantauan fungsi saraf
optic, dan intervensi bedah. 1,3,4,9
B. SARAN
Pada pasien selulitis orbita sebaiknya segera mungkin diberikan terapi
antibiotik untuk mencegah perkembangan kuman dan penyulit atau komplikasi.
Jika komplikasi sudah terjadi maka harus segera dilakukan intervensi bedah agar
tidak terjadi thrombosis vena kevernosus yang dapat mengancam jiwa.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, Taylor. Rundaneva, Paul. Vaughan, Daniel P. Oftalmologi Umum.
Jakarta : Widya Medika. Hal. 1-5, 265-266.
2. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.2004. Hal. 1-13, 101-102.
3. Kanski J. Clinical Ophtalmology a Systemic Approach. Philadelphia :
Butterworth Heinemann Elsevier. Page : 175-176.
4. Lang, Gerhard K .Ophtalmology a Pocket Textbook Atlas. 2006 . New
york : Thieme. Hal. 425-427.
5. Putz, R & Pabst, R. Atlas Anatomy Manusia Sobotta. Jakarta : EGC.
6. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata Edisi 1. Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 2007.
Hal. 53-54
7. Anonim. Selulitis Orbita. Akses November 2011, 4. Available from
http://www.repository.usu.ac.id
8. Anonim. Orbital Cellulitis. Akses November 2011, 4. Available from
http://www.cellulitis.org
9. Barry, Seltz L. Microbiology and Antibiotic Management of Orbital
Cellulitis. Pediatric Official Journal of The Academy of Pediatric. 2011.
10. Esther, Hong S MD. Orbital Cellulitis in a Child. Akses November 2011,
4. Page 1-8
11. Harrington, John. Orbital Cellulitis. Akses November 2011, 4. Available
from http://www.emedicine.medscape.com.
19